• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK PAJAK dalam MERGER dan AKUISISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASPEK PAJAK dalam MERGER dan AKUISISI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK PERPAJAKAN DALAM RANGKA MERGER DAN AKUISISI

Makalah

“disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Perpajakan yang dibina oleh Bapak Nengah”

Oleh :

Dio Rahadian Pam 115030400111003 Damayka Amandasari 115030400111062 Irma Aulis Silvia 115030407111067 Anisha Charisma P 115030407111068 Sofiyana Yen Maras 115030407111073 Maria Rizki Yohana 115030407111079

PRODI PERPAJAKAN

JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah”Aspek Perpajakan dalam Rangka Merger dan Akuisisi”.

Dalam pelaksanaannya membuat makalah Seminar Perpajakan dari awal sampai akhir penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa

2. Pak Nengah selaku dosen mata kuliah seminar perpajakan

3. Teman-teman sekelompok yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.

4. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.

Karena tanpa bantuan dari berbagai pihak, kami akan mengalami kesulitan dalam menyusun makalah ini.

Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya dapat kami gunakan untuk perbaikan pada makalah - makalah berikutnya. Atas saran dan kritik tersebut kami mengucapkan terima kasih.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta menambah pengetahuan dalam bidang”Aspek Perpajakan dalam Rangka Merger dan Akusisi”.

Malang, 24 Februari 2014

Penulis

(3)

Daftar Isi KATA PENGANTAR………ii DAFTAR ISI………..iii BAB I PENDAHULUAN……….1 1.1 Latar Belakang……….1 1.2 Rumusan Permasalahan………..3 1.3 Tujuan………..3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………5

2.1 Dasar Hukum………5

2.2 Definisi ……….5

2.3 Alasan Penggabungan Usaha………...5

2.4 Macam-macam Pengabungan Usaha………..6

2.5 Metode penggabungan usaha………..6

2.6 Bentuk Penggabungan Usaha………..7

BAB III PEMBAHASAN………..9

3.1 Metode Penggabungan Usaha dalam Ketentuan Perpajakan……9

3.2 Aspek Perpajakan dalam Merger dan Akuisisi……….14

3.3 Masalah Perpajakan dalam Merger dan Akuisisi……….17

BAB IV PENUTUP………22

4.1 Kesimpulan………..22

4.2 Saran……….23

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Memasuki era perdagangan bebas persaingan usaha diantara perusahaan semakin ketat. Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan atau dapat lebih berkembang. Untuk itu, perusahaan perlu mengembangkan suatu strategi yang tepat agar perusahaan bisa mempertahankan eksistensinya dan memperbaiki kinerjanya.

Sebagaimana sebuah organisme, perusahaan akan mengalami berbagai kondisi yaitu pertumbuhan dan berkembangnya secara dinamis, berada pada kondisi statis dan mengalami proses kemunduran atau pengkerutan. Dalam rangka tumbuh dan berkembang ini perusahaan bisa melakukan ekspansi bisnis dengan memilih salah satu diantara dua jalur alternatif yaitu pertumbuhan dari dalam perusahaan, dan pertumbuhan dari luar perusahaan.

Pertumbuhan internal adalah ekspansi yang dilakukan dengan membangun bisnis atau unit bisnis baru dari awal. Jalur ini memerlukan berbagai tahap mulai dari riset pasar, desain produk, perekrutan tenaga ahli, tes pasar, pengadaan dan pembangunan fasilitas produksi/operasi sebelum perusahaan menjual produknya ke pasar. Sebaliknya pertumbuhan eksternal dilakukan dengan membeli perusahaan yang sudah ada. Merger dan akuisisi adalah strategi pertumbuhan eksternal dan merupakan jalur cepat untuk mengakses pasar baru produk baru tanpa harus membangun dari awal. Terdapat penghematan waktu yang sangat signifikan antara pertumbuhan internal dan eksternal melalui merger dan akuisisi. Dari waktu ke waktu perusahaan lebih menyukai pertumbuhan eksternal melalui merger dan akuisis dibanding pertumbuhan internal.

Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada pertimbangan hukum, perpajakan, atau alasan lainnya. Di Indonesia didorong oleh semakin besarnya pasar modal, transaksi merger dan akuisisi semakin banyak dilakukan. Bentuk-bentuk penggabungan usaha antara lain melalui merger dan akuisisi.

Akuisisi adalah suatu bentuk penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree) dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban atau mengeluarkan saham.

(5)

Merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar.

Di Indonesia praktek akuisisi umumnya dilakukan oleh satu grup (internal acquition) khusus pada perusahaan yang go publik. Merger dan akuisisi ini telah berkembang menjadi tren beberapa perusahaan.

Ada beberapa dasar pertimbangan bagi perusahaan untuk melakukan tindakan restrukturisasi yaitu:

1. Strategi Usaha

Dalam rangka mempertahankan kelangsungan usaha, perusahaan tersebut beroperasi dengan skala yang besar sehingga biaya per unitnya dapat menjadi lebih rendah, pengembangan produk yang dihasilkan baik dari segi jenis maupun mutu, pengembangan pasar dan teknologi juga merupakan salah satu faktor yang mendorong perusahaan melakukan restrukturisasi usaha

2. Efisiensi dan Sinergi

Dengan melakukan restrukturisasi usaha diharapkan perusahaan akan mampu melakukan efisiensi dan kerja sama dengan pihak lain dalam bidang operasi usaha, keuangan, perpajakan, manajemen dan tenaga kerja.

3. Nilai Usaha

Dengan melakukan restrukturisasi usaha diharapkan perusahaan mampu menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang lain yang lebih kompeten dalam menangani perusahaan tersebut, misalnya mempunyai akses ke pasar modal, pasar uang, investor dan sekaligus meningkatkan nilai saham.

4. Pertimbangan pajak

Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang diakuisisi.Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik

(6)

Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan akuisisi biasanya akan tampak pada kinerja perusahaan dan penampilan finansial perubahan yang praktis membesar dan meningkat pada laporan konsolidasi pasca akuisisi kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami perubahan dan hal ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Seperti diuraikan di atas perusahaan melakukan akuisisi perusahaan didasari pada motiasi mencapai sinergi. Dimana manfaat ekstra atau sinergi ini tidak bisa diperoleh seandainya perusahaan-perusahaan tersebut bekerja secara terpisah, dan untuk ekspansi bisnis dimana nantinya diharapkan akan mampu menaikkan nilai perusahaan terutama bagi perusahaan yang terdaftar di Bursa Saham.

Dalam konteks perpajakan, merger dan akuisisi merupakan objek pajak seperti yang tercantum dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1 huruf d point 3 menyatakan bahwa:

“Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun”.

Pada Bab Pembahasan akan dibahas lebih lanjut mengenai bagaimana perlakuan perpajakan yang terjadi dalam merger dan akuisisi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana aspek perpajakan dalam merger dan akuisisi dalam perundang-undangandan peraturan terbaru?

2. Masalah apa saja yang timbul dalam proses akuisisi dan merger? 3. Bagaimana prosedur yang dibutuhkan untuk perpajakan?

4. Aspek perpajakan apa saja yang timbul dan pelaksanaan merger?

C. Tujuan

1. Mengetahui aspek pajak dalam merger dan akuisisi dalam Undang-undang dan peraturan terbaru.

2. Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam proses akuisis dan merger. 3. Mengetahui prosedur dalam perpajakan.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Dasar Hukum

 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang perubahan ke-empat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha.

 Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Pelebuaran, atau Pemekaran Usaha.

 Surat edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 tentang Penyampaian dan Pemonitoran pelaksanaan Peraturan menterfi Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekarn Usaha beserta Peraturan Pelaksanaannya.

2. Definisi (secara Umum) a. Definisi

Menurut PSAK 22 Penggabungan usaha (business combination) adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusaahn lain.

b. Alasan penggabungan usaha

Menurut Birigham dan Houston (2001) menyebutkan adanya motif yang terkait dengan dilakukannya merger oleh suatu perusahaan yaitu;

(8)

Adalah kondisi dimana nilai keseluruhan lebih besar dari pada hasil penjumlahan bagian-bagiannya. Motifasi utama dalam sebagian merger adalah meningkatkan nilai perusahaan yang bergabung.

2. Pertimbangan pajak

Merger dapat dipilih untuk meminimalkan pajak dan menggunakan pajak yang berlebi dan mengurangi laba kena pajak.

3. Pembelian aktiva dibawah nilai penggantinya

Perusahaan diambil alih karena nilai penggantian aktivanya jauh lebih tinggi dari pada nilai pasar persahaan itu sendiri.

4. Diversifikasi

Dapat membantu menstabilkan laba perusahaan sehingga bermanfaat bagi pemiliknya.

5. Mendapatkan pengendalian atas perusahaan yang lebih besar c. Macam-macam penggabungan usaha

 Merger adalah penggabungan badan usaha dengan cara mengambil alih secara langsung kekayaan bersih (net assets) satu atau lebih perusahaan oleh perusahaan lain. Perusahaan yang mengambil alih kekayaan bersih perusahaan lain tetap mempertahankan identitasnya dan melanjutkan usaha sebagai satu kesatuan ekonomi yang lebih besar, sedangkan perusahaan yang kekayaan bersihnya diambil alih dibubarkan dan kehilangan identitasnya.

 Akuisisi adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan dengan cara menguasai posisi control terhadap perusahaan lain. Posisi control ini diperoleh dengan jalan menguasai sebagian besar (lebih dari 50%) saham perusahaan lain.

 Konsolidasi adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru.

d. Metode penggabungan usaha berdasarkan perlakuan akuntansi 1. Metode pembelian (purchase)

(9)

Metode pembelian terjadi jika dalam kegiatan penggabungan usaha melibatkan transaksi pembelian mayoritas saham perusahaan target secara tunai, yang berakibat beralihnya pengendalian terhadap menejemen perusahaan

2. Metode penyatuan (pooling of interest)

Metode penyatuan terjadi ketika pemegang saham perusahaan yang bergabung tetap melanjutkan kepemilikannya pterhadap perusahaan hasil penggabungan. Dalam metode penyatuan ini tidak ditemukan proses jual beli dengan pihak lainnya, tidak pihak yang diamnggap sebagai pengambil alih dan tidak ada pihak yang dominan timbul dari kegiatan merger dan akuisisi tersebut.

Menurut ketentuan perpajakan untuk menghitung kewajiban pajak yang terutang dari penggabungan usaha adalah menggunakan metode purchase atau pembelian karena metode purchase dilakukan dengan mengurangi nilai pasar dari nilai buku sehingga menghasilkan goodwill. Sehingga goodwill tersebut yang menjadi objek pajak menurut pasal 10 ayat 3 Undang-undan PPh No 36 Tahun 2008.

(10)

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Bentuk Penggabungan Usaha

A. Dari segi jenis usaha perusahaan yang bergabung.

1. Penggabungan horizontal : Penggabungan ini terjadi apabila perusahaan-perusahaan yang bergabung menjalankan fungsi produksi dan penjualan barang-barang sejenis. 2. penggabungan vertical : Apabila perusahaan yang semula merupakan langganan

terhadap produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan lain atau sebaliknya perusahaan lain adalah supplies bahan baku baginya dan kemudian mengadakan penggabungan perusahaan.

3. Penggabungan konglongmerat(conglomerate combinations): Penggabungan ini merupakan kombinasi dari penggabungan horizontal dengan vertikal.penggabungan konglongmerat terbentuk apabila perusahaan yang bergabung buka perusahaan sejenis.

B. Dilihat menurut kejadian hukumnya

1. Merger : Adalah penggabungan perusahaan dengan jalan pemilikan langsung oleh suatu perusahaan terhadap harta milik dari satu atau lebih perusahaan lain yang digabungkan.

2. Akuisisi: Penggabungan perusahaan disebut dengan akuisisi adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan dengan cara menguasai posisi control terhadap perusahaan lain. Posisi control ini diperoleh dengan jalan menguasai sebagian besar (lebih dari 50%) saham perusahaan lain.

Kadang-kadang suatu penggabungan usaha dapat mengakibatkannya terjadinya legal merger. Suatu legal merger biasanya merupakan merger dua badan usaha melalui salah satu cara berikut (PSAK 22) :

(a) Aktiva dan kewajiban dari suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan lain dan perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan, atau (b) Aktiva dan kewajiban dari dua atau lebih perusahaan dialihkan ke

(11)

tersebut dibubarkan (PSAK No. 22)

3.2 Metode Penggabungan usaha dalam ketentuan perpajakan

Ada dua prosedur pencatatan akuntansi apabila ada dua atau lebih badan usaha yang diselenggarakan bersama atau digabung yaitu :

a. Pembelian (by purchase)

Penggabungan badan usaha dikatakan atas dasar pembelian apabila penggabungan badan usaha tersebut berakibat para pemilik perusahaan yang bergabung tidak ikut berpartisipasi secara substansial di dalam perusahaan tunggal yang dibentuk. Selanjutnya apabila suatu kombinasi usaha dianggap suatu “pembelian” maka harta kekayaan yang diperoleh dalam transaksi penggabungan harus dicatat dalam buku-buku usaha yang memperolehnya atas dasar harga perolehan yang diukur dengan uang. Singkatnya metode pembelian didasarkan pada asumsi bahwa penggabungan usaha merupakan suatu transaksi dimana suatu entitas memperoleh aktiva bersih dari perusahaan-perusahaan lain yang bergabung. Ilustrasi berikut ini akan memberikan gambaran jelas mengenai penggabungan badan usaha secara merger atas dasar “pembelian” PT Aku memperoleh aktiva bersih PT Dia melalui penggabungan dengan metode pembelian atau by purchase. Berikut ini adalah neraca dari PT Dia.

(12)

PT Aku membayar Rp 400.000.000 tunai dan menerbitkan 50.000 lembar saham biasa dengan nilai nominal Rp 10.000, nilai pasar Rp 20.000 per saham untuk memperoleh aktiva bersih PT Dia. Ayat jurnal untuk mencatat penggabungan usaha pada buku PT Aku adalah sebagai berikut :

Investasi pada PT Dia Rp 1.400.000.000 -

Kas - Rp 400.000.000

Tabel 1

Neraca dengan asumsi Metode by Purchase Neraca PT DIA

Per 31 Maret 2013

Nilai Buku Nilai Wajar

Aktiva Kas Rp 50,000,000 Rp 50,000,000 Piutang bersih Rp 150,000,000 Rp 140,000,000 Persediaan Rp 200,000,000 Rp 250,000,000 Tanah Rp 50,000,000 Rp 100,000,000 Bangunan Rp 300,000,000 Rp 500,000,000 Peralatan Rp 250,000,000 Rp 350,000,000 Hak Paten Rp 50,000,000 Total Aktiva Rp 1,000,000,000 Rp 1,440,000,000 Kewajiban Hutang Usaha Rp 60,000,000 Rp 60,000,000 Wesel Bayar Rp 150,000,000 Rp 135,000,000 Kewajiban Lain-lain Rp 40,000,000 Rp 45,000,000 Total Kewajiban Aktiva Bersih Rp 250,000,000 Rp 240,000,000 Rp 750,000,000 Rp 1,200,000,000

(13)

Saham-biasa - Rp 500.000.000

Tambahan modal disetor - Rp 500.000.000

Untuk mencatat penerbitan 50.000 lembar saham biasa nominal Rp. 10.000 ditambah dengan kas Rp 400.000.000 dalam penggabungan usaha dengan metode pembelian atas PT Dia adalah

Kas Rp 50.000.000 - Piutang bersih Rp 140.000.000 - Persediaan Rp 250.000.000 - Tanah Rp 100.000.000 - Bangunan Rp 500.000.000 - Peralatan Rp 350.000.000 - Hak paten Rp 50.000.000 - Goodwill Rp 200.000.000 - Hutang usaha - Rp 60.000.000 Wesel bayar - Rp 135.000.000 Kewajiban lain-lain - Rp 45.000.000

Investasi pada PT Dia - Rp 1.400.000.000

Goodwill sebesar Rp 200.000.000 merupakan selisih antara nilai wajar aktiva dan nilai perolehan suatu aktiva dalam hal ini selisih antara Rp 1.400.000.000 dan Rp 1.200.000.000. Sesuai dengan prinsip akuntansi goodwill yang timbul sebesar Rp 200.000.000 ini nantinya harus diamortisasi.

(14)

b. Metode Pooling of Interest

Apabila suatu penggabungan usaha dianggap sebagai suatu pooling of interest maka badan usaha yang baru dianggap sebagai kelanjutan dari semua badan usaha yang bergabung, baik dalam bentuk suatu badan usaha yang tunggal maupun sebagai induk perusahaan dengan satu atau beberapa anak perusahaan. Ilustrasi di bawah ini akan memperjelas penggunaan metode pooling of interest. Berikut ini adalah neraca saldo PT Bunga dan PT Mawar.

Tabel 2

Neraca Saldo dengan asumsi Metode Pooling of Interest Neraca Saldo PT Bunga dan PT Mawar

Per 31 Maret 2013 PT Bunga PT Mawar Aktiva lain-lain Rp 750,000,000 Rp 290,000,000 Beban-beban Rp 15,000,000 Rp 60,000,000 Total debet Rp 900,000,000 Rp 350,000,000 Modal Saham @ Rp. 10000 Rp 500,000,000 Rp 200,000,000 Laba ditahan Rp 200,000,000 Rp 50,000,000 Pendapatan Rp 200,000,000 Rp 100,000,000 Total kredit Rp 900,000,000 Rp 900,000,000

Apabila PT Bunga bermaksud ingin menggabungkan diri dengan PT Mawar, dengan penerbitan 22.000 lembar saham biasa dengan nilai nominal Rp 10.000 untuk memperoleh aktiva tetap milik PT Mawar dimana dalam hal ini identitas PT Bunga tetap atau tidak akan ada perusahaan baru yang terbentuk, maka pencatatan yang dilakukan di dalam pembukuan PT Bunga adalah :

Aktiva Lain-lain Rp 1.040.000.000 -

(15)

Modal saham - Rp 720.000.000

Laba ditahan - Rp 230.000.000

Pendapatan - Rp 300.000.000

Dari kedua metode di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa apabila penggabungan perusahaan dengan menggunakan metode by purchase, maka harta kekayaan yang diperoleh oleh suatu badan usaha yang melakukan pengambilan tersebut dicatat dan diakui sebesar nilai pasarnya (penilaian kembali), sebaliknya modal saham dicatat dengan jumlah yang sama. Hal ini mendorong untuk diakui adanya “Aktiva Tak Berwujud” (Goodwill) yang merupakan selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian (interest) perusahaan pengakusisi atas nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi pada tanggal transaksi. Apabila penggabungan badan usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan pooling of interest, maka jumlah harta, hutang dan hak para pemegang saham yang dilaporkan perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri contoh di atas PT Bunga dan PT Mawar dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya, maka dengan menggunakan metode ini sama sekali tidak menimbulkan adanya pengakuan “aktiva tak berwujud” atau dalam hal ini goodwill atau bisa disimpulkan bahwa penggabungan perusahaan atas dasar pooling of interest, harta, kewajiban, modal dan beban yang menjadi milik kedua perusahaan digabungkan seperti biasa.

Misalnya pada contoh di atas aktiva lain-lain milik PT Bunga dan PT Mawar berturut – turut Rp 750.000.000 dan Rp 290.000.000. Apabila kedua perusahaa menggabungkan diri dengan metode pooling of interest, maka jumlah aktiva yang dilaporkan dalam neraca perusahaan baru atau perusahaan yang tetap mempertahankan identitasnya adalah merupakan penjumlahan antara Rp 750.000.000 dan Rp 290.000.000.

Ketentuan perpajakan menganjurkan perusahaan yang melakukan penggabungan usaha untuk menggunakan metode purchase dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, namun juga dapat menggunakan nilai buku dengan persyaratan tertentu, yaitu;

(a) mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha;

(16)

(c) memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).

 tujuan utama dari merger dan pemekaran usaha adalah menciptakan sinergi usaha yang kuat dan memperkuat struktur permodalan serta tidak dilakukan untuk penghindaran pajak;

 kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta masih berlangsung sampai dengan tanggal efektif merger;

 kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum merger terjadi wajib dilanjutkan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger;

 kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka merger tetap berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger;

 kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka pemekaran usaha wajib berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif pemekaran usaha; dan

 harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima harta setelah terjadinya merger atau pemekaran usaha tidak dipindahtangankan oleh Wajib Pajak yang menerima harta paling singkat 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha.

3.3 Aspek Perpajakan dalam Merger dan Akuisisi 1. Aspek Pajak Penghasilan

Apabila suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan lain, transaksi tersebut mungkin terkena pajak mungkin pula tidak. Dalam peristiwa taxable acquisition, pemegang saham dari perusahaan yang diakuisisi diperlakukan sebagai menjual saham yang mereka miliki, dan karenanya akan memperoleh capital gains (yang akan dikenakan pajak) atau loss. Dalam peristiwa akuisisi yang taxable, perusahaan yang mengakuisisi mungkin melakukan revaluasi atas aktiva tetap dari perusahaan yang diakuisisi.

Seperti yang kita ketahui bahwa menurut PSAK terdapat dua metode dalam melakukan merger atau akuisisi, yaitu metode Nilai Pasar (Purchase) dan Pooling of Interest. Prinsip akuntansi membebaskan perusahaan untuk memilih metode mana yang

(17)

dipakai dengan meperhatikan makna ekonomisnya. Sedangkan dalam Pasal 10 ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan tentang dasar pengenaan pajak atas penggabungan usaha, mengatur bahwa : ”Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan “.

Pihak Direktorat Jendral Pajak memutuskan untuk tidak menggunakan pooling of interset yang menggunakan nilai buku sebagai dasar dalam pengalihan harta dari penggabungan perusahaan. Hal ini sikarenakan penggabungan perusahaan dengan metode pooling of interest sama sekali tidak menghasilkan penghasilan kena pajak, karena penggabungan tersebut didasarkan atas nilai buku dari kedua perusahan, dan bukan berdasarkan suatu penilaian kembali atau nilai pasar. Lain halnya apabila menggunakan metode By Purchase yang berdasarkan pada nilai pasar.

Bagi pihak perusahaan yang melakukan merger atau akuisisi sepintas akan terlihat bahwa merger dengan nilai buku akan lebih menguntungkan karena dapat terhindar dari PPh atas laba selisih kenaikan aktiva (objek pajak UU PPh pasal 4 ayat 1d-3). Namun merger nilai pasar akan memberi keuntungan laba kena pajak yang lebih minim di masa depan karena adanya amortisasi goodwill (UU PPh pasal 11A ayat 1) dan depresiasi yang lebih besar dari kenaikan nilai aktiva.

Dalam melakukan merger atau akuisisi dengan menggunakan metode Purchase akan menimbulkan pengenaan pajak penghasilan atas keuntungan atau goodwill yang diperoleh dalam proses merger atau akuisisi. Dalam pasal 4 (1) (d) angka 3 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemecahan, pengambilalihan, likuidasi usaha dengan nama dan bentuk apapun, merupakan objek pajak.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan – 79/PMK.03/2008 atas revaluasi aktiva untuk merger degan nilai pasar dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 10% dan bersifat Final.

(18)

Dari contoh PT Dia dengan menggunakan metode Purchase menghasilkan goodwill sebesar Rp 200.000.000. Goodwill ini akan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 10% dan bersifat final. Maka pajak terutang yang muncul adalah :

10% x Rp 200.000.000 = Rp 20.000.000

2. Aspek PPN

Dalam pasal Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan Barang Mewah pasal 1A ayat (2) huruf (d) menyatakan bahwa pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambil alihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak. Sehingga dalam penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

3. Aspek BPHTB

Dalam Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000, yang dimaksud dengan Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Sedangkan pada Pasal 2 ayat (1) huruf (a) UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 ) dijelaskan mengenai objek BPHTB yaitu Pemindahan Hak karena :

 Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung.

 Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut.

 Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian

(19)

aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.

Dari penjelasan Undang-Undang di atas dapat disimpulkan bahwa pengalihan hak atas tanah dan bangunan karena merger atau konsolidasi merupakan objek BPHTB. BPHTB dikenakan sebesar 5% dari Nilai Jual Objek Pajak dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Dalam Peraturan Menteri Keuangan – 91/PMK.03/2006 dijelaskan bahwa besarnya BPHTB karena merger atau akuisisi dapat diajukan permohonan pengurangan sebesar 50% jika menggunakan nilai buku. Besarnya NPOPTKP adalah maksimal 60 juta dan maksimal 300juta untuk waris.

3.4 Masalah Perpajakan dalam Penggabungan Usaha

Aspek perpajakan berpengaruh terhadap penentuan metode apa yang akan dipakai dalam penggabungan usaha selain dengan menggunakan pertimbangan hukum. Perlu diketahui bahwa pasal 4 ayat 1 huruf d angka 1 Undang-Undang Perpajakan No. 10 Tahun 1994, menyebutkan bahwa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah salah satu objek pajak. Kemudian Pasal 10 ayat 3, Undang-undang Pajak Penghasilan No. 10 Tahun 1994 mengatur tentang dasar pengenaan pajak atas penggabungan usaha. Pasal ini

mengatur bahwa:

"Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan "

Apabila mengacu pada peraturan pajak ini berarti bisa diambil suatu kesimpulan bahwa penggabungan usaha yang diperkenankan menurut ketentuan perpajakan adalah dengan menggunakan metode by purchase, yang menilai aktiva berdasarkan harga pasar bukan menggunakan metode pooling of interest, yang menilai aktiva berdasarkan nilai sisa buku. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 10 ayat 3, Undang-undang Pajak Penghasilan yang mengatur tentang

(20)

dasar pengenaan pajak atas penggabungan usaha. Pasal ini mengatur bahwa: "Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan”.

Dalam pelaksanaannya penggunaan metode Pooling of Interest diperbolehkan digunakan dengan diatur dalam Peraturan Menteri Keuanagn Republik Indonesia Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Pada pasal 2 dijelaskan mengenai syarat wajib pajak yang melakukan penggabungan usaha menggunakan nilai buku, antara lain : a. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alas an dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha;

b. Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan c. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (Business Purpose Test).

Ketentuan perpajakan tidak seperti prinsip akuntansi yang mengatur bahwa pemilihan metode penggabungan usaha yang dipakai didasarkan dengan memperhatikan makna ekonomisnya dan bukan melihat pada bagaimana transaksi itu menurut hukumnya (formalitas). Dengan demikian bisa diartikan bahwa prinsip akuntansi membebaskan perusahaan untuk memilih metode mana yang akan dipakai.

Pertanyaan yang timbul adalah mengapa Direktorat Jenderal Pajak memutuskan untuk tidak memperbolehkan penggunaan metode pooling of interest dalam rangka penggabungan usaha. Jawabannya tidak lain bahwa dengan pooling of interset, tidak ada pajak yang dibebankan atas penggabungan usaha tersebut, lain halnya apabila menggunakan metode by purchase yang berdasarkan pada nilai pasar.Meskipun demikian seperti yang dikatakan dalam pasal 10 ayat 3 bahwa dasar penilaian lain dimungkinkan, dalam hal ini menggunakan metode pooling of interest dengan terlebih dahulu meminta izin kepada menteri keuangan.

Contoh di atas akan dipergunakan untuk memperjelas perbedaan antara kedua metode tersebut dari sisi pengenaan pajak penghasilan. Pada metode by purchase nilai buku aktiva (book

(21)

value) dari PT Dia adalah Rp 750.000.000, sedangkan nilai wajar atau nilai pasarnya (market price) sebesar Rp 1.200.000.000, maka ada penghasilan sebesar Rp 450.000.000 yang timbul sebagai akibat adanya selisih antara nilai wajar (market price) dengan nilai buku (book value) Penghasilan inilah yang merupakan objek pajak penghasilan yang nnatinya akan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 10% dan bersifat final.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Perpajakan No. 10 Tahun 1994 bahwa: “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun” Selanjutnya huruf d angka 3 dari pasal 4 ini menyebutkan bahwa salah satu yang termasuk objek pajak adalah “Keuntunga karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha” Jadi keuntungan yang diperoleh oleh PT Aku yang disebabkan karena penggabungan usaha dengan cara melakukan pembelian aktiva milik PT Dia adalah merupakan objek pajak.

Sekarang bagaimana dasar pengenaan pajak untuk perusahaan yang melakukan penggabungan usaha atas dasar metode pooling of interest. Seperti telah dijelaskan di atas, metode pooling of interest menggunakan nilai buku sebagai dasar dalam pengalihan harta dari penggabungan perusahaan. Dengan ini berarti bahwa penggabungan perusahaan dengan metode pooling of interest, sama sekali tidak menghasilkan penghasilan kena pajak, karena penggabungan tersebut didasarkan atas nilai buku dari kedua perusahan, dan bukan berdasarkan suatu penilaian kembali atau nilai pasar.

Apabila diteliti lebih lanjut dengan menggunakan kasus penggabungan PT Aku dan PT. Dia di atas, bisa dilihat bahwa sebenarnya keuntungan yang diperoleh apabila ditinjau dari perusahaan yang diambil alih, keuntungan yang diperoleh bukan dari selisih harga pasar dengan nilai sisa buku saja, yang merupakan objek pajak, tetapi juga nilai goodwillnya. Jadi proses penggabungan usaha antara PT Aku dan PT. Dia, memberikan keuntungan sebesar Rp 650.000.000 yang merupakan penjumlahan antara goodwill, Rp 200.000.000 dan Rp 450.000.000 yang merupakan selisih antara harga pasar dan nilai sisa buku. Bila diteliti dengan seksama jumlah inilah yang sebenarnya merupakan objek pajak, karena keuntungan yang

(22)

diperoleh dari penggabungan usaha tersebut juga termasuk nilai goodwill didalamnya, bukan hanya keuntungan yang diakibatkan selisih antara harga pasar dan nilai buku.

Yang harus diwaspadai, usaha-usaha perusahaan dalam melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha, sering dijadikan sebagai suatu cara untuk memanipulasi pajak, dengan cara menetapkan harga pasar yang lebih rendah.

(23)

BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan:

Terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan merger dan akuisisi yaitu motif ekonomi dan motif non ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Termasuk motif ekonomi adalah motif untuk mencapai sinergi dan motif untuk mencapai posisi strategi. Motif strategi dimaksudkan untuk membangun keunggulan kompetitif jangka panjang perusahaan yang pada akhirnya bermuara kepada peningkatan nilai perusahaan atau peningkatan kemakmuran pemegang saham. Di sisi lain motif non ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subjektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan. Hanya alasan yang bersifat ekonomis dan rasional yang bisa diterima sehingga aktivitas merger dan akuisisi bisa dipertanggungjawabkan

Dalam melakukan merger dan akuisisi banyak kendala yang harus diatasi oleh perusahaan, yaitu modal, tenaga kerja, maupun budaya perusahaan. Untuk menyatukan kedua perusahaan dengan budaya yang berbeda, tentunya sangat sulit dan ini harus dipilih salah satu budaya mana yang sekiranya cocok untuk tetap dipergunakan dalam melaksanakan merger dan akuisisi. Sebelum melakukan merger dan akuisisi kedua perusahaan ini, harus berkoordinasi dengan perwakilan karyawan dari masing-masing perusahaan tentang langkah atau kebijakan yang akan diambil perusahaan nantinya setelah merger dan akuisisi. Karena budaya perusahaan merupakan hal yang sangat sulit untuk dirubah, sehingga dalam melakukan perubahan ini perlu diakukan secara bertahap.Keuntungan-keuntungan yang diperoleh perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi :

1. Pengurangan tenaga kerja

2. Dari pencapaian tingkat skala ekonomi 3. Dari penguasaan teknologi baru

4. Sinergi juga bisa meningkatkan jangkauan pasar perusahaan 5. Dari peuang memperoleh pembiayaan yang lebih besar

(24)

B.Saran

1. Sebelum melakukan merger dan akuisisi, kedua perusahaan harus memperhatikan budaya yang ada di perusahaan masing-masing. Karena dengan budaya yang berbeda akan menimbulkan permasalahan baru bagi perusahaan.

2. Selain itu merger dan akuisisi hendaknya dilakukan pada perusahaan yang memiliki bidang yang sama, karena dengan bidang usaha yang sama tersebut kegiatan merger dan akuisisi kemungkinan dapat berjalan seperti yang diharapkan kedua perusahaan

(25)

DAFTAR PUSTAKA

 Surat Edaran Direktur jenderal Pajak Nomor : SE-45/PJ/2008  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008  Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008  PSAK 22

 http://haeselen-pajak.blogspot.com/2013/11/aspek-pajak-merger-konsolidasi-akuisisi.html

Referensi

Dokumen terkait

Memang kendala dari para siswa tentang proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis ICT atau multimedia tidak begitu serius. Hal ini karena memang kebanyakan

Berkenaan dengan otonomi daerah yang dikenal pula dengan desentralisasi pendidikan membuat Madrasah harus memiliki strategi-strategi baik dalam mengelola

Menurunnya realisasi produksi jagung pada SR I 2014 sebesar 5,02 persen dibandingkan dengan SR I 2013 karena beberapa kabupaten mengalami penurunan produksi, antara lain

Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya telah menjalankan keempat upaya dalam meningkatkan pajak hiburan tersebut, namun ada beberapa kendala yang

19 No Kegiatan Narasumber/ Pemateri Penyelenggara Program Dan Struktur Community Parenting Lokasi Penyelenggaraan Pencegahan Tppo Melalui Community Parenting Ket

Tugas akhir ini meliputi back calculation analysis dari parameter kuat geser tanah, analisis Tugas akhir ini meliputi back calculation analysis dari parameter kuat geser tanah,

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh proses dua siklus autoclaving-cooling terhadap kadar pati resisten tepung dan bihun beras yang

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 1) Pelaksanaan praktik mengajar mahasiswa PPL jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN