• Tidak ada hasil yang ditemukan

PIJAT OKSITOSIN SEBAGAI INTERVENSI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBERIAN ASI PADA KELUARGA BAPAK A DI KELURAHAN SUKATANI, DEPOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PIJAT OKSITOSIN SEBAGAI INTERVENSI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBERIAN ASI PADA KELUARGA BAPAK A DI KELURAHAN SUKATANI, DEPOK"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PIJAT OKSITOSIN SEBAGAI INTERVENSI DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS PEMBERIAN ASI PADA

KELUARGA BAPAK A DI KELURAHAN SUKATANI, DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

USHAL IMAMI FADHILA 0906629731

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS

DEPOK JULI 2014

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

PIJAT OKSITOSIN SEBAGAI INTERVENSI DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS PEMBERIAN ASI PADA

KELUARGA BAPAK A DI KELURAHAN SUKATANI, DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

USHAL IMAMI FADHILA, S. Kep 0906629731

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS

DEPOK JULI 2014

(3)

Karya I1miab Akbir Ners ini adalab basil saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun di rujuk

telab saya nyatakan benar

Nam NPM

Tanda Tangan

: Usbal Imami Fadbila., S. Kep : 0906629731

(4)

Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh:

Nama : Ushal Imami Fadhila., S. Kep

NPM : 0906629731

Program Studi :Ners

Judul Karya Ilmiah : Pijat Oksitosin sebagai Intervensi dalam Meningkatkan Kualitas Pemberian Asi pada Keluarga Bapak A di Kelurahan Sukatani, Depok

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang d.iperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada Program Stildi Ners, Fakultas IImu Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWANPENGUJI Peiribiriibirig:

Wiwin Wiarsih, S.Kp., MN )

Penguji:

Ns. Istianna Nurhidayati, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom ( )

Ditetapkan di : Depok Tanggal : 14 Juli 2014

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners yang berjudul ”Pijat Oksitosin sebagai Intervensi dalam Meningkatkan Kualitas Pemberian ASI pada Keluarga Bapak A di Kelurahan Sukatani, Depok.” Penulisan karya

ilmiah akhir ners ini dilakukan dalam rangka memenuhi mata ajar Karya Ilmiah Akhir Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya ilmiah akhir ners ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih pada:

1. Ibu Junaiti Sahar, S.Kp. M.App.Sc., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

2. Ibu Wiwin Wiarsih, S.Kp., MN selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penulisan karya ilmiah akhir ners ini.

3. Ibu Fajar Tri Waluyanti S.Kp., M.Kep., Sp. An selaku pembimbing akademik penulis.

4. Segenap tim dosen FIK UI, khususnya keilmuan Keperawatan Komunitas yang telah membimbing dalam pelaksanaan praktik profesi ini.

5. dr. Ranti selaku kepala Puskesmas Sukatani yang telah bekerja sama dengan kami selama praktik Praktik Klinik Keperawatan Masyarakat Perkotaan. 6. Almarhum Ayah Drs. Agus Ma’aruf dimana setiap jengkal kenangan bersama

beliau merupakan pompa semangat buat saya dan ibunda tercinta Cita Murni telah memberikan dukungan baik secara materi maupun motivasi serta mendoakan demi kelancaran penyelesaian penulisan ini

7. Kakak saya Usmira Yoza, Usmika Roza, Uswan Fadhli, dan Usmelfi Khairat, yang selalu memberi semangat kepada saya untuk tetap istiqamah menyelesaikan tugas akhir ini.

(6)

8. Sahabat saya di Bubu teruntuk Zaki, Rona, Nahla, Dindin, Fina, Dana, Mustaf, Aan, Rio, dan Fadhli, yang selalu setia selama proses pembuatan tugas ini. 9. Teman-temas satu bimbingan Zaki, Najat, Awi, Maria, dan Pak Agung, semua

kenangan dari awal kita ke RW 1 sampai akhir kita sidang KIAN ini akan menjadi kenangan yang tidak akan terlupakan.

10. Teman yang selalu ada ketika saya meminta pertolongan untuk menyelesaikan tugas ini, Rahmat Hidayat terima kasih atas semua bantuannya.

11. Seluruh teman seperjuangan FIK 2009 MANDIRI yang telah sama-sama berjuang menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Terima kasih untuk kepedulian, canda-tawa, motivasi, kekompakan kalian dalam memberikan dukungan demi mencapai cita-cita bersama untuk meraih gelar ners yang kita impikan. Sungguh semua itu merupakan suntikan semangat yang luar biasa dalam menjalani hari-hari berat yang berkesan menuju Balairung UI, Agustus 2014.

12. Keluarga Bapak A, khususnya Ibu R yang telah menerima mahasiswa dengan baik selama melakukan asuhan keperawatan keluarga dalam Praktik Klinik Keperawatan Masyarakat Perkotaan.

13. Masyarakat di RW 01 dan segenap kader yang telah membantu kami dalam pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan komunitas, serta bersedia menyediakan waktu dan tempat untuk kami.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan kalian semua selama penulisan KIAN ini.

Saya berharap tulisan ini bisa membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, Juli 2014

(7)

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Ushal Imami Fadhila., S.Kep

NPM : 0906629731

Program Studi : Ners

Fakultas : Ilmu Keperawatan Jenis Karya : Karya Ilrniah Akhir Ners

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty­ Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Pijat Oksitosin sebagai Intervensi dalam Meningkatkan Kualitas Pemberian ASI pada Keluarga Bapak A di Kelurahan Sukatani, Depok

beserta perangkat yang ada Gika diperlukan). Dengan hak bebas royalti nonekslusif ini Universitas Indonesia bebas menyimpan, mengalihmedial formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap dicantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 14 Juli 2014

(8)

ABSTRAK Nama : Ushal Imami Fadhila, S.Kep Program Studi : Ners

Judul : Pijat Oksitosin sebagai Intervensi dalam Meningkatkan Kualitas Pemberian ASI pada Keluarga Bapak A di Kelurahan Sukatani, Depok

ASI eksklusif merupakan makanan pokok bagi bayi yang diberikan selama enam bulan pertama sejak kelahiran dan dilanjutkan sampai usia dua tahun disertai dengan makanan pendamping ASI. Ibu yang tinggal di daerah perkotaan sudah jarang memberikan ASI eksklusif untuk bayi. Pengeluaran ASI yang tidak lancar menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya. Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk mengevaluasi pijat oksitosin sebagai intervensi dalam meningkatkan kualitas pemberian ASI pada keluarga Bapak A di Kelurahan Sukatani, Depok. Hasil analisa menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kualitas pemberian ASI yang diukur dari frekuensi pemberian ASI dan peningkatan berat badan bayi.

(9)

ABSTRACT Name : Ushal Imami Fadhila, S.Kep Study Program : Clinical Stage (Ners Program)

Title : The Oxytocin Massage As an Intervention in Improving Breastfeeding Quality to Mr. A’s Family in Sukatani, Depok

Exclusive breastfeeding is the staple food for the babies that are given during the first six months after birth and continued until two years old along with complementary food. Mothers who live in urban areas are rarely give exclusive breastfeeding to their babies. The less of breast milk production was one factor that lead to the mother does not breastfeed her baby. This final clinical nursing paper aimed to analyze the nursing care of oxytocin massage as an intervention to improve the quality of breastfeeding to Mr. A’s family in Sukatani, Depok. Result shown that there is an increase in the quality of breastfeeding as measured from the frequency of breastfeeding and infant weight gain.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN SAMPUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ……… ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penelitian ... 6 1.3.1 Tujuan Umum ... 6 1.3.2 Tujuan Khusus ... 6 1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Institusi Pendidikan Keperawatan ... 6

1.4.2 Pelayanan Keperawatan Puskesmas ... 6

1.4.3 Keluarga/Masyarakat ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan.8 2.2 Keluarga dengan Bayi Baru Lahir ... 7

2.2.1 Keluarga dengan Bayi Baru Lahir... 9

2.2.2 Bayi sebagai Kelompok at Risk ... 10

2.2.3 Peran Perawat Keluarga ... 11

2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Bayi Baru Lahir... 13

2.3.1 Pengkajian Keluarga ... 13

2.3.2 Diagnosis Keperawatan ... 18

2.3.3 Perencanaan Intervensi Keperawatan ... 19

2.3.4 Implementasi Keperawatan ... 21

2.3.5 Evaluasi Keperawatan ... 21

2.4 Pijat Oksitosin ... 22

BAB 3 APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA BAPAK A 3.1 Profil Lahan Praktik ... 25

3.2 Analisis Situasi ... 27

3.3 Diagnosis Keperawatan ... 32

3.4 Perencanaan Intervensi Keperawatan ... 32 Implementasi

(11)

3.6 Evaluasi Keperawatan ... 34 BAB 4 PEMBAHASAN ... 39 BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 45 5.2 Saran ... 46 5.2.1 Keluarga ... 46 5.2.2 Institusi Pendidikan ... 46

5.2.3 Pelayanan Keperawatan Komunitas ... 46

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengkajian Keluarga Lampiran 2 Skoring Masalah

Lampiran 3 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga Lampiran 4 Catatan Perkembangan

Lampiran 5 Evaluasi Sumatif

(14)

1.1 Latar Belakang

ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan terbaik bagi bayi. WHO merekomendasikan ibu sebaiknya memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan ASI dilanjutkan sampai usia 2 tahun disertai dengan makanan pendamping ASI (WHO, 2012). Pernyataan ini didukung oleh UNICEF yang menetapkan bahwa waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Hal ini berdasarkan bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi pertumbuhan, perkembangan, dan daya tahan hidup bayi serta sebagai sumber energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama (Megawati, 2012).

Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi angka kematian bayi di Indonesia (Prasetyo, 2009 dalam Yulianah, 2013). Selain itu ASI juga dapat mencegah bayi dari penyakit seperti diare. Riskesdas (2007) menjelaskan bahwa penyebab kematian bayi (usia 29 hari) yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Dilihat dari distribusi umur balita, proporsi penderita diare terbesar adalah kelompok umur 6-11 bulan yaitu sebesar 21,65%, diikuti kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54-59 bulan sebesar 2,06% (Kemenkes RI, 2011).

Tingginya angka kematian bayi di Indonesia membuat pemerintah semakin memperhatikan pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya Undang-Undang yang mengatur tentang ASI eksklusif diantaranya: (1) UU Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif; dan (3) Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara Eksklusif (Yulianah, 2013). Peraturan ini dibuat agar masyarakat lebih peduli dan mengetahui tentang pentingnya ASI eksklusif diberikan kepada bayi.

(15)

Angka ibu yang memberikan ASI kepada bayinya di Indonesia masih rendah di antara negara di ASEAN. Indonesia menduduki peringkat ke 10 dari 18 negara yaitu dengan presentase 32%. Negara Srilanka menduduki urutan ke satu dengan presentase 76% dan diikuti oleh Korea Selatan dengan 65% (Profil Data Kesehatan Indonesia, 2012). Dari data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal pemberian ASI apabila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

Berdasarkan Riskesdas 2010, persentasi pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan tanpa tambahan makanan dan minuman apapun pada bayi berusia 0 bulan (39,8%), 1 bulan (32,5%), 2 bulan (30,7%), 3 bulan (25,2%), 4 bulan (26,3%), dan 5 bulan (15,3%). Berdasarkan tempat tinggal, pemberian ASI eksklusif di perkotaan sebesar 25,2% dan pedesaan 29,3%. Sebaran persentase tersebut dirasa masih sangat rendah dari target pencapaian pemerintah terhadap pemberian ASI eksklusif di Indonesia yaitu 67%.

Merujuk kepada Kemenkes RI 2012, data terakhir cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia sebesar 61,5%. Propinsi yang tersebar di wilayah Barat mempunyai presentase lebih rendah dibanding wilayah Timur. Propinsi dengan cakupan terendah adalah Aceh (49,6%) dan tertinggi adalah Nusa Tenggara Barat (79,7%). Pada Riskesdas 2011, ada beberapa propinsi yang sudah mencapai target nasional cakupan memberikan ASI eksklusif, yaitu Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Barat sebesar 67%. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan yang signifikan dari tahun sebelumnya.

Data Riskesdas pada tahun 2013 menunjukkan persentase ibu yang memberikan ASI eksklusif sebesar 38,0%. Angka ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan target nasional pada tahun 2011 sebesar 67%, persentase pada tahun 2013 ini masih sangat jauh dibawah target. Dari angka pencapaian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi ibu Indonesia untuk memberikan ASI eksklusif pada anaknya masih rendah.

(16)

Penelitian yang dilakukan oleh Yulianah (2013), memaparkan bahwa rendahnya pemberian ASI eksklusif oleh ibu menyusui di Indonesia disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi rendahnya pengetahuan ibu baik tentang pentingnya ASI dan cara melakukan perawatan terhadap payudara serta sikap ibu. Faktor eksternal meliputi kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, petugas kesehatan maupun pemerintah, gencarnya promosi susu formula, faktor sosial budaya serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak (Prasetyo, 2009 dalam Yulianah, 2013).

Faktor-faktor pendukung diatas tentu saja sangat berperan dalam proses pemberian ASI dari ibu ke bayi. Hasil penelitian Yulianah (2013) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu dengan kategori baik tentang ASI eksklusif sebesar 35,6%, sisanya masuk ke dalam kategori kurang. Penelitian lain oleh Ida (2012) di puskesmas Kemiri Muka Depok, menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Sikap ibu terhadap pemberian ASI eksklusif berpengaruh terhadap proses menyusui bayi. Penelitian Ramadani (2009), menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap positif ibu dan sikap negatif. Ibu yang mempunyai sikap positif cenderung memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dibanding ibu yang memiliki sikap negatif terhadap ASI. Dapat disimpulkan bahwa sikap dan pengetahuan ibu menjadi penentu utama dalam pemberian ASI eksklusif.

Dukungan dari keluarga merupakan salah satu faktor penting yang tidak boleh dilupakan selama pemberian ASI eksklusif. Penelitian Sahusilawane (2013) menunjukkan ibu yang mendapat dukungan dari keluarga lebih besar presentasenya (94,7%) dalam memberikan ASI kepada bayi 0-6 bulan dibanding dengan ibu yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarga (5,3%). Tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif dipengaruhi adanya dorongan dan dukungan dari suami. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Wahyuningsih (2013), ibu yang memberikan ASI eksklusif tertinggi adalah ibu yang mendapat dukungan informasional suami (13,8%) dan ibu yang mendapat dukungan emosional suami

(17)

(9,7%). Oleh sebab itu peran dari keluarga terdekat seperti suami sangat berperan dalam mensukseskan pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Selain itu pemahaman keluarga tentang tugas kesehatan keluarga sangat diperlukan agar keluarga bisa memenuhi kebutuhan ibu yang sedang memberikan ASI pada bayinya.

Tempat tinggal juga mempengaruhi sikap ibu dalam memberikan ASI. Penelitian yang dilakukan oleh Purnamawati (2003), menunjukkan bahwa ibu yang tinggal di pedesaan mempunyai peluang 1,8 kali lebih besar menyusui bayinya dibanding ibu yang tinggal di perkotaan. Ibu di perkotaan mempunyai proporsi yang lebih rendah dibanding di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena ada pengaruh dari status pekerjaan, dimana proporsi ibu yang tidak bekerja lebih tinggi dibanding ibu yang bekerja yaitu 77,2% berbanding 22,8%. Penelitian lain oleh Tumbelaka (2003), menuliskan bahwa dukungan keluarga dan masyarakat sekitar juga berpengaruh terhadap sikap ibu dalam menyusui. Ibu menyusui di daerah perkotaan kurang mendapat dukungan baik dari keluarga maupun masyarakat karena kesibukan bekerja dan gaya hidup individualis yang terlalu tinggi. Berbeda dengan daerah pedesaan dimana peran keluarga dan masyarakat sudah sangat baik.

Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan asuhan keperawatan keluarga pada masyarakat perkotaan dalam mengelola keluarga dengan masalah ketidakefektifan pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Penulis mengelola tiga keluarga selama 7 minggu. Salah satu keluarga kelolaan yang dilaporkankan dalam KIAN ini adalah keluarga Bapak A dengan masalah ketidakefektifan pemberian ASI. Implementasi yang sudah dilakukan pada keluarga Bapak A berupa pendidikan kesehatan terkait ASI, meliputi pengertian ASI, manfaat ASI, kandungan ASI, akibat jika bayi tidak diberikan ASI, demonstrasi cara melakukan perawatan payudara, pijat payudara, pijat oktitosin, cara mengolah ASI, manajemen stres ibu yang sedang menyusui, serta cara posisi bayi yang benar selama menyusui.

Intervensi yang diangkat penulis pada topik ini adalah teknik pijat oksitosin. Ibu R awalnya mengeluhkan ASInya yang tidak cukup untuk bayi. Hal ini ditandai

(18)

dengan bayi yang tiba-tiba rewel ketika baru sebentar disusui ibunya. Ibu R mengatakan dalam sehari bayinya menyusui 6-8 kali, namun apabila ASInya tidak cukup ibu menyelingi dengan memberikan susu formula. Setelah dilakukan intervensi, kualitas menyusui bayi meningkat menjadi 10 kali dalam sehari. Bayi S semakin kuat menyusui dan sudah jarang rewel ketika menyusui. Berat badan bayi S mengalami peningkatan dari 3100 gram menjadi 3700 gram. Oleh sebab itu, pijat oksitosin merupakan langkah yang efektif dalam meningkatkan kualitas pemberian ASI pada bayi S.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada ibu menyusui sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan pengunjung di Puskesmas Sukatani, 8 dari 10 ibu yang mempunyai anak berusia dibawah 1 tahun mengatakan bahwa tidak lagi memberikan ASI kepada bayinya. Alasan umum yang ditemui penulis adalah karena ASI yang tidak mencukupi, puting payudara yang lecet sehingga ibu enggan memberikan ASI kepada bayinya, serta kurangnya pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif diberikan pada usia emas bayi.

Alasan ASI yang tidak mencukupi kebutuhan bayi juga dikemukakan oleh keluarga Bapak A. Salah satu solusi untuk mengatasi ketidakcukupan ASI tersebut adalah dengan melakukan pijat oksitosin. Pijat oksitosin akan membuat rasa nyaman dan rileks pada ibu menyusui. Selain itu pijat oksitosin juga merangsang pengeluaran hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat bermanfaat untuk memperlancar pengeluaran ASI.

(19)

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum

Memberikan gambaran tentang efektifitas pijat oksitosin terhadap kualitas pemberian ASI pada Keluarga Bapak A di Kelurahan Sukatani, Depok dengan menggunakan pendekatan 5 tugas kesehatan keluarga.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui hasil pengkajian yang berkontribusi pada masalah ketidakefektifan menyusui.

1.3.2.2 Intervensi keperawatan untuk meningkatkan kualitas menyusui melalui pijat oksitosin.

1.3.2.3 Hasil evaluasi menunjukkan terjadi peningkatan frekuensi menyusui dan peningkatan berat badan bayi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.5.1 Institusi Pendidikan Keperawatan

Menambah informasi dan pengembangan keperawatan di bidang pendidikan kesehatan, khususnya kesehatan masyarakat perkotaan dalam lingkup keluarga mengenai pentingnya ASI eksklusif. Selain itu mengidentifikasi intervensi keperawatan yang harus dikuasai mahasiswa keperawatan.

1.5.2 Pelayanan Keperawatan Puskesmas

Mengembangkan ilmu keperawatan komunitas, khusunya dibidang pendidikan kesehatan mengenai ASI eksklusif di Puskesmas Sukatani, Depok. Selain itu, melalui penulisan ini diharapkan memberikan informasi terkait tindakan yang bisa dilakukan dirumah untuk mengatasi masalah kesulitan memberikan ASI dirumah.

1.5.3 Keluarga/masyarakat

Keluarga mendapat informasi mengenai tatacara meningkatkan kualitas ASI melalui pijat oksitosin serta meningkatkan kualitas nutrisi bayi melalui ASI.

(20)

2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

Masyarakat merupakan komponen komunitas yang terbentuk dari kumpulan beberapa keluarga dan hidup bersama-sama di suatu wilayah tertentu dan berlangsung secara terus menerus. Masyarakat urban merupakan masyarakat yang mendiami daerah perkotaan. Masyarakat perkotaan pada umumnya terdiri dari berbagai etnis, suku, dan budaya. Selain itu masyarakat perkotaan secara ekonomi dan kesehatan sudah mengalami peningkatan yang lebih baik (Allender, Rector, & Warner, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan perkotaan menurut Galea dan Vlahov (2005), antara lain; (1) Lingkungan fisik; (2) Lingkungan sosial; (3) Akses ke pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial. Lingkungan fisik daerah perkotaan yang sangat dekat dengan kebisingan, kepadatan penduduk, dan polusi udara membuat masyarakat yang tinggal di perkotaan menjadi lebih rentan terkena penyakit. Lingkungan fisik yang tidak memadai sesuai dengan standar kesehatan akan mempengaruhi pola menyusui ibu. Kebisingan pada lingkungan perkotaan akan mengganggu kenyamanan ibu selama menyusui. Berbeda dengan daerah pedesaan yang tenang sehingga ibu lebih tenang ketika menyusui bayinya.

Allender (2010), mengungkapkan bahwa masyarakat perkotaan mempunyai sifat individualis yang tinggi. Oleh sebab itu, kehidupan masyarakat perkotaan lebih dikenal dengan “negative social support”. Kurangnya dukungan dari masyarakat sosial membuat beberapa masyarakat yang tinggal di perkotaan merasa mengalami isolasi sosial. Minimnya dukungan sosial ini nantinya akan berdampak kepada motivasi ibu selama menyusui. Kesibukan masyarakat perkotaan yang pada umumnya bekerja akan membuat mereka cendrung kurang memperhatikan kepentingan ASI bagi bayi serta cara perawatan payudarana.

(21)

Faktor ke tiga, akses masyarakat perkotaan ke pelayanan kesehatan lebih mudah dijangkau, sehingga untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan mudah untuk dilakukan. Dekatnya jarak pelayanan kesehatan dengan masyarakat perkotaan tidak menutup kemungkinan masyarakat perkotaan jarang menggunakan fasilitas tersebut karena kesibukan bekerja. Berbeda dengan masyarakat pedesaan yang jarang memanfaatkan akses pelayanan kesehatan karena memang jarak yang jauh serta dipengaruhi oleh kepercayaan masing-masing.

Lingkungan perkotaan mempunyai risiko masalah kesehatan lebih tinggi daripada daerah pedesaan. Lingkungan perkotaan mempunyai stresor yang lebih banyak hingga bisa merusak sistem. Clark (2000) mengidentifikasi dimensi masyarakat perkotaan menjadi beberapa dimensi kesehatan, sebagai berikut:

2.1.1 Dimensi biophysical yaitu kondisi lingkungan klien yang memiliki efek yang berbeda pada tingkatan usia populasi.

2.1.2 Dimensi psychological yaitu efek kondisi lingkungan terhadap kualitas sikap masyarakat terhadap lingkungan.

2.1.3 Dimensi physical yaitu faktor-faktor fisik yang mempengaruhi interaksi kondisi lingkungan dan berefek pada kesehatan masyarakat.

2.1.4 Dimensi sosial yaitu sikap, pekerjaan, serta status ekonomi yang dimiliki oleh klien sehingga berpengaruh pada kondisi lingkungan klien.

2.1.5 Dimensi behavioral yaitu keadaan klien yang dipengaruhi oleh kebiasaan hidup sehari-hari, seperti merokok, mengkonsumsi minuman keras dimana nanti akan berefek pada kesehatan masyarakat.

2.1.6 Dimensi sistem kesehatan merupakan keadaan yang dapat diidentifikasikan dari keadaan lingkungan kesehatan yang dimiliki serta tanda-tanda yang dimiliki oleh klien ketika klien sakit dan penanganan yang dilakukan klien ketika sakit.

Dimensi-dimensi tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat perkotaan khususnya dalam masalah pemberian ASI eksklusif. Urbanisasi berdampak pada sikap seorang ibu untuk memberikan ASI kepada anaknya

(22)

berkurang. Seperti yang dijelaskan berdasarkan dimensi physical bahwa kondisi perkotaan yang begitu dpadat dan tidak tenang membuat kenyamanan seorang ibu untuk menyusui menjadi terganggu. Selain itu dimensi sosial yang berhubungan dengan pekerjaan dan status ekonomi keluarga juga akan berdampak langsung dengan kualitas pemberian ASI pada ibu menyusui.

Selain dimensi diatas, Yulianah (2013) menjelaskan bahwa yang mempengaruhi pemberian ASI adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi rendahnya pengetahuan dan sikap ibu. Faktor eksternal meliputi kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, petugas kesehatan dan pemerintah, serta gencarnya promosi susu formula. Prasetyono (2009) menambahkan faktor sosial, budaya serta kurangnya ketersediaan fasilitas kesehatan ibu dan anak menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif.

Selain itu dampak urbanisasi yang lain adalah terjadinya kesenjangan dalam kehidupan bermasyarakat. Kesenjangan ini umumnya dihasilkan dari interaksi manusia yang diukur dari segi pendapatan atau pekerjaan. Bartley (2004) menjelaskan bahwa kesenjangan adalah kedudukan umum dalam komunitas berdasarkan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan sehingga menimbulkan strata sosial atau kelas sosial dalam masyarakat.

2.2 Keluarga dengan Bayi Baru Lahir 2.2.1 Keluarga dengan Bayi Baru Lahir

Family Service America (2000 dalam Friedman, Bowden, & Jones, 2010) mendefinisikan keluarga dalam suatu cara yang komprehensif yaitu sebagai dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan keintiman. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dan hidup saling ketergantungan (Mawarni, 2007). Tugas utama keluarga adalah memelihara kebutuhan psikososial anggota keluarga dan kesejahteraan hidupnya secara umum. Tugas utama keluarga ini akan berbeda pada setiap tahap

(23)

perkembangan keluarga. Sebuah keluarga mempunyai tahap perkembangan yang berbeda-beda.

Tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu (Havighrust, 1961 dalam Yusuf, 2006). Jika tugas perkembangan keluarga terpenuhi maka keluarga akan bahagia, tetapi apabila mereka gagal melakukan tugas perkembangan maka mereka akan merasa kecewa dan akan mengalami kesulitan untuk masuk ke tahap perkembangan keluarga selanjutnya. Adapun yang menjadi sumber dari tugas perkembangan tersebut adalah kematangan fisik dan kemampuan individu dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar.

Berdasarkan teori Duvall (1985 dalam Firedman et all, 2010) tahap perkembangan keluarga yang berada pada tahap VI usia dewasa muda. Anak tertua berusia 24 tahun dan tidak tinggal dirumah. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah tugas memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapat dari perkawinan anak-anaknya. Anak tertua pada keluarga yang dikaji belum menikah.

2.2.2 Bayi sebagai Kelompok At Risk

At risk didefinisikan sebagai suatu kondisi kesehatan seseorang yang merupakan hasil dari interaksi dengan berbagai macam faktor, seperti faktor genetik, gaya hidup, serta kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial dimana individu

tersebut tinggal atau bekerja (Wildani, 2013). Akumulasi dari berbagai macam faktor tersebut dapat menimbulkan efek tertentu, seperti masalah kesehatan (Sebastian, 2004). Hitchcock, Schubert, dan Thomas (2000) menyebutkan bahwa perubahan fokus perawatan kesehatan komunitas pada populasi dan at risk terjadi karena adanya transisi perubahan gaya hidup dan penyakit yang dapat diidentifikasi melalui pendekatan epidemiologi.

(24)

Population at risk merupakan kumpulan dari orang-orang yang memiliki beberapa kemungkinan yang telah jelas teridentifikasi atau telah ditentukan meskipun sedikit atau kecil terhadap munculnya suatu peristiwa (Hitchcock, Schubert & Thomas, 2000). Identifikasi yang menyeluruh pada populasi risiko membutuhkan suatu instrument yang baik dalam mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berkontribusi terhadap munculnya penyakit atau masalah (Kharicha, 2007). Salah satu yang dikategorikan sebagai population at risk adalah bayi baru lahir.

Bayi sebagai agregat at risk ditandai dengan terjadinya kerawanan gizi pada bayi. Hal ini disebabkan karena ASI eksklusif diganti dengan menggunakan susu formula sejak dini. Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia enam bulan (Siregar, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Megawati (2012), didapatkan data bahwa terdapat hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan pertumbuhan bayi (0-6 bulan). Perkembangan bayi tergolong tidak normal ketika ASI eksklusif diberikan dengan frekuensi kurang dari 10 kali dalam sehari (Megawati, 2012).

2.2.3 Peran Perawat Keluarga

Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi) (Stanhope & Lancaster, 2004). Tujuan dari praktik keperawatan masyarakan adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan masyarakat (Effendi, 2009).

Perawat keluarga memiliki beberapa peran dalam membantu mengatasi masalah kesehatan yang ada di dalam keluarga. Perawat keluarga tidak hanya mengatasi masalah dari aspek kesehatan saja, namun juga dari aspek biopsikososial. Asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan bertujuan untuk memberdayakan keluarga

(25)

dalam pengambilan keputusan dan menangani persoalan yang penting untuk kesehatan atau kesejahteraan di dalam keluarga. Perawat keluarga perlu melakukan tahapan-tahapan mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi tindakan dalam proses penyelesaian masalah (Allender, Rector, dan Warner, 2010).

Perawat memberikan asuhan keperawatan keluarga dapat berupa upaya-upaya preventif dan promotif yang berupa pendidikan kesehatan mengenai masalah kesehatan yang ada dalam keluarga. Pendidikan kesehatan adalah proses yang direncanakan dengan sadar untuk memberikan peluang bagi individu untuk terus belajar, memperbaiki kesadaran, dan meningkatkan pengetahuan demi kesehatan (Suryaningsih, 2013). Perawat keluarga berperan sebagai edukator dalam memberikan pendidikan dan promosi kesehatan pada keluarga sebagai upaya menyelesaikan masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi.

Hasil penelitian Suryaningsih (2013) menunjukkan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang ASI eksklusif terjadi peningkatan pengetahuan ibu postpartum tentang ASI eksklusif. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai rata-rata pengetahuan ibu postpartum dari 10,59 menjadi 16,75 dengan SD 1.209. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan sangat berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Lestari (2012) menambahkan agar pendidikan kesehatan yang diberikan lebih efektif dan sesuai sasaran serta tujuan, maka diperlukan media yang menarik dan mudah dicerna oleh sasaran. Media yang diberikan bisa berupa media lembar balik, leaflet, alat peraga, dan audiovisual.

Selain sebagai edukator, perawat keluarga dapat berperan sebagai konsultan. Konseling adalah suatu proses untuk membantu keluarga dan anggota keluarganya dalam memperhatikan, menyelesaikan, dan mengatasi masalah dalam keluarga secara benar. Peran perawat sebagai konsultan sering kali memberikan bantuan untuk menyelesaikan masalah kesehatan dalam keluarga. Perawat

(26)

keluarga juga dapat berperan sebagai koordinator, perawat memastikan bahwa keluarga dapat melakukan menerapkan asuhan keperawatan yang telah diberikan (Friedman, Bowden, & Jones, 2003).

2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Bayi Baru Lahir

Selama memberikan asuhan keperawatan keluarga, perawat harus melibatkan seluruh anggota keluarga. Hal ini disebabkan karena perubahan yang akan dicapai perawat tidak hanya mencakup individu yang sakit, namun juga harus mencakup semua individu yang berada di keluarga tersebut. Sehingga perubahan paradigma keluarga terhadap masalah kesehatan yang dialami bisa berubah secara bertahap.

Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan pendekatan sistematik untuk bekerjasama dengan keluarga dan individu sebagai anggota keluarga (Friedman, 2003). Tahapan proses keperawatan keluarga meliputi pengkajian keluarga dan individu dalam keluarga, perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan rencana keperawatan, pelaksanaan asuhan keperawatan dan evaluasi.

2.3.1 Pengkajian Keluarga

Pengkajian merupakan suatu proses awal yang dilakukan ketika berkunjung ke keluarga. Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan data-data mengenai keluarga, baik data riwayat keturunan, riwayat kesehatan, dan juga aspek ekonomi keluarga tersebut. Metode yang dapat digunakan dalam pengkajian di antaranya: interview, observasi, analisa data sekunder, dan survey struktur. Jenis data terdiri data subjektif dan data objektif. Data subjektif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang dirasakan oleh individu dan keluarga yang diungkapkan secara langsung melalui lisan. Sedangkan data objektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan, pengamatan dan pengukuran.

Menurut teori/model Family Centre Nursing Friedman (dalam Allender, Rector, dan Warner, 2010), pengkajian asuhan keperawatan keluarga meliputi 8 komponen yaitu:

(27)

2.3.1.1 Data umum merupakan data-data dasar keluarga yang terdiri dari: identitas kepala keluarga, alamat, komposisi anggota keluarga, genogram, tipe keluarga, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi keluarga, dan aktivitas rekreasi keluarga. Tipe keluarga terdiri dari keluarga inti (nuclear family) yaitu keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan terdiri dari suami, istri, dan anak-anak. Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah dengan kehadiran kakek, nenek, atau keluarga lain. Keluarga campuran (blended family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak kandung, dan anak tiri. Keluarga yang dikaji termasuk dalam tipe nuclear family karena keluarga terdiri dari suami, istri, dan anak-anak. Metode pengkajian dengan menggunakan metode wawancara dan observasi.

Pengkajian suku bangsa dilakukan dengan metode wawancara. Pengkajian suku bangsa dikaji untuk mengetahui apakah ada kebudayaan dikeluarga yang menjadi pedoman bagi kesehatan keluarga. Agama dikaji untuk mengetahui agama yang dianut keluarga serta apakah ada kepercayaan lain yang dianut oleh keluarga.

Status sosial ekonomi dikaji dengan metode wawancara. Ekonomi keluarga bersumber dari kepala keluarga. Keluarga kurang bersosialisasi dengan masyarakat sehingga masyarakat banyak yang tidak kenal dengan anggota keluarga. Selain itu data umum aktivitas rekreasi keluarga juga jarang dilakukan karena kepala keluarga yang bekerja dan anak-anak yang masih kecil. Aktivitas rekreasi keluarga hanya dilakukan ketika berkunjung ke rumah orang tua atau hanya sekedar menonton televisi.

2.3.1.2 Riwayat dan tahap perkembangan keluarga, tahap perkembangan keluarga saat ini, tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, riwayat keluarga inti, riwayat keluarga sebelumnya. Tahap perkembangan keluarga dilihat dari anak tertua dalam keluarga inti. Menurut Duvel (1985, dalam Friedman 2010) ada delapan tahap perkembangan keluarga yaitu tahap I keluarga pemula, yaitu keluarga pemula yang merujuk pada pasangan baru menikah atau menyiapkan pernikahan. Tahap II dengan keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi hingga umur 30 bulan), tugas perkembangannya membentuk keluarga,

(28)

mempertahankan hubungan perkawinan, memperluas persahabatan. Tahap III keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 2-6 tahun), tugas keluarga yaitu memenuhi kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak dengan nilai norma.

Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua 6-13 tahun), tugas perkembangan adalh mensosialisasikan anak termasuk meningkatkan prestasi di sekolah, emnghubungkan teman sebaya, membiasakan belajar teratur, dan lainnya. Tahap V keluarga dengan anak remaja (usia 13-20 tahun), tugasnya menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, memberikan kebebasan tanggung jawab, mempertahankan komunikasi dua arah. Tahap VI keluarga yang melepas anak usia dewasa muda. Tugasnya keluarga melepas anak dewasa muda dengan memperluas suklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru, membantu orang tua lanjut yang sakit-sakitan dari suami atau istri. Tahap VII orang tua usia pertengahan (usia 44-45 tahun) dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah. Tugasnya menyediakan lingkungan yang sehat, mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan anak-anak, memperoleh hubungan perkawinan yang kokoh. Tahap VIII keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia dimulai ketika salah satau atau kedua pasangan meninggal atau pensiun. Tugasnya adalah mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun, mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan, dan mempertahankan ikatan keluarga antara generasi.

Tahap perkembangan keluarga yang dikaji berada pada tahap VI usia dewasa muda. Anak tertua berusia 24 tahun dan tidak tinggal dirumah. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah tugas memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapat dari perkawinan anak-anaknya. Anak tertua pada keluarga yang dikaji belum menikah.

Pengkajian pada riwayat keluarga menjelaskan tentang awal terbentuknya keluarga hingga saat ini mempunyai anak-anak. Selain itu juga ditanyakan riwayat

(29)

kesehatan keluarga sebelumnya untuk mengidentifikasi penyakit yang pernah atau yang sedang diderita oleh keluarga. Pada wawancara tidak ditemukan riwayat penyakit atau masalah terkait pemberian ASI pada keluarga sebelumnya.

2.3.1.3 Lingkungan: karakteristik rumah, karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal, mobilitas geografis keluarga, perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat, sistem pendukung keluarga. Pengkajian lingkungan dilakukan dengan metode wawancara dan observasi. Karakteristik tetangga yang menjelaskan mengenai karakteristik tetangga, kegiatan di RW atau RT, serta budaya yang mempengaruhi. Berdasarkan wawancara didapatkan bahwa keluarga sering bertanya kepada tetangga sekitar mengenai ASI, ternyata info yang didapatkan tidak tepat. Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah tempat. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat untuk menilai seberapa besar peran dan kontribusi keluarga dalam masyarakat. Sistem pendukung keluarga merupakan sistem yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan keluarga inti sperti jumlah anggota keluarga, fasilitas yang dimiliki keluarga, serta dukungan dari masyarakat setempat.

2.3.1.4 Struktur keluarga: pola komunikasi keluarga, struktur kekuatan keluarga, struktur peran (formal dan informal), nilai dan norma keluarga. Pola komunikasi yang terjadi dikeluarga dikaji untuk mengetahui bagaimanakah peran antara anggota keluarga. Struktur kekuatan keluarga untuk mengetahui kemampuan anggota keluarga dalam mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk mengubah prilaku. Struktur peran yang menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga. Serta nilai dan norma yang dianut oleh keluarga berhubungan dengan kesehatan, didapatkan bahwa keluarga tidak menganut nilai dan norma tertentu terkait dengan ibu yang menyusui anaknya. Metode yang digunakan melalui wawancara.

2.3.1.5 Fungsi keluarga: fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi perawatan kesehatan. Fungsi afektif yaitu hal yang perlu dikaji dari gambaran anggota keluarga serta dukungan terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana keluarga megembangkan sikap saling menghargai. Pengkajian yang dilakukan kepada

(30)

keluarga didapatkan bahwa peran afektif keluarga belum berjalan sebagaimana mestinya, karena ibu menyusui kurang mendapat dukungan baik dari suami maupun anak-anaknya, sehingga motivasi ibu pun berkurang.

Fungsi sosialisasi merupakan bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, dan prilaku. Fungsi perawatan keluarga menjelaskan tentang sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian dan perlindungan ketika ada anggota keluarga yang sakit. Pengkajian yang dilakukan melalui metode wawancara ini ditemukan bahwa anggota belum memaksimalkan menggunakan fasilitas kesehatan ketika ada keluarga yang sakit.

2.3.1.6 Stres dan koping keluarga: stresor jangka panjang dan stresor jangka pendek serta kekuatan keluarga, respon keluarga terhadap stres, strategi koping yang digunakan, strategi adaptasi yang disfungsional. Stresor jangka pendek adalah stres yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian waktu kurang dari 6 bulan. Stresor jangka panjang adalah stres yang dialami keluarga dengan waktu penyelesaian lebih dari 6 bulan. Cara keluarga menghadapi masalah tersebut disebut dengan strategi koping. Salah satu bentuk strategi koping adalah strategi kping disfungsional.

2.3.1.7 Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan kesehatan keluarga yang dimulai dari kepala hingga kaki. Komponennya: tanggal pemeriksaan fisik dilakukan, pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga, aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, kepala, mata, mulut, THT, leher, thoraks, abdomen, ekstremitas atas dan bawah, sistem genetalia, dan hasil pemeriksaan fisik dilampirkan. Metode yang dilakukan adalah dengan wawancara dan observasi. Peralatan yang digunakan seperti stetoskop, spignomanometer, termometer, meteran, timbangan, dan penlight.

2.3.1.8 Harapan keluarga merupakan harapan keluarga terhadap masalah kesehatan keluarga, terhadap petugas kesehatan yang ada. Pengkajian kali ini

(31)

berfokus dilakukan kepada bayi (2 minggu) pada keluarga kaitannya dengan proses menyusui.

2.3.2 Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan menggambarkan respon manusia (Potter&Perry, 2005). Keadaan sehat atau perubahan pola interaksi potensial/aktual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat menyusun intervensi-intervensi definitif untuk mempertahankan status kesehatan atau untuk mencegah perubahan (Carpenito, 2000). Diagnosis keperawatan dapat diangkat melalui perolehan data-data hasil pengkajian, dirumuskan melalui analisa data. Diagnosis keperawatan keluarga adalah diagnosis yang mencakup sistem keluarga dan subsistem dari setiap sistem yang ada, serta hasil dari pengkajian keluarga yang dilakukan (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Diagnosa keperawatan dapat berupa masalah–masalah aktual atau potensial atau diagnosis sejahtera yang mengacu pada NANDA (The North American

Nursing Diagnosis Association) 2012-2014.

Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan pengkajian keluarga adalah ketidakefektifan pemberian ASI pada Ibu R. Dengan kriteria sebagai berikut: (1) proses menyusui yang tidak memuaskan bayi; (2) menghisap payudara yang kurang pas; (3) posisi latching on kurang tepat; (4) ibu yang kurang memperhatikan kenyamanan bayi selama menyusui; (5) puting payudara yang tidak menonjol keluar; (6) ada tanda gejala bayi yang tidak nafsu menyusui; (7) tidak efektifnya pengosongan payudara selama menyusui; (8) ketidakmampuan bayi untuk menjangkau payudara ibu dengan benar; (9) bayi menangis di payudara ibu; (10) bayi menunjukkan kemarahan dan menangis di jam pertama menyusui; (11) ketidakcukupan produksi ASI; (12) tidak ada tanda-tanda respon oksitosin; dan (13) tidak cukupnya waktu bayi untuk menghisap puting ibu.

(32)

2.3.3 Perencanaan Intervensi Keperawatan

Menegakkan diagnosa pada keperawatan keluarga harus melalui proses skoring untuk menentukan prioritas masalah pada keluarga tersebut.

Tabel 1.1 Cara Membuat Skor Penentu Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga (Friedman, 2003)

No Kriteria Skor Bobot

1 Sifat masalah

- Aktual (Tidak/kurang sehat) - Ancaman kesehatan - Keadaan sejahtera 3 2 1 1

2 Kemungkinan masalah dapat diubah - Mudah - Sebagian - Tidak dapat 2 1 0 2

3 Potensi masalah untuk dicegah - Tinggi - Sedang - Rendah 3 2 1 1 4 Menonjolnya masalah

- Masalah berat, harus segera ditangani

- Ada masalah, tetapi tidak perlu segera ditangani - Masalah tidak dirasakan

2 1 0

1

Skoring: Skor x Bobot Angka tertinggi

Faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas (Friedman, 2003):

2.3.2.1 Kriteria 1: Sifat masalah bobot yang lebih berat diberikan pada tidak/kurang sehat karena yang pertama memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari dan dirasakan oleh keluarga.

2.3.2.2 Kriteria 2: Kemungkinan masalah dapat diubah, perawat perlu memperhatikan terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut : Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani masalah. Sumber daya keluarga dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga. Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan waktu, Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat dan dukungan masyarakat.

(33)

2.3.2.3 Kriteria 3: Potensi masalah dapat dicegah, faktor-faktor yang perlu diperhatikan: masalah yang berhubungan dengan penyakit atau masalah, lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka waktu masalah itu ada, tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah, adanya kelompok „high risk” atau kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah.

2.3.2.4 Kriteria 4: Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai skor tertinggi yang terlebih dahulu dilakukan intervensi keperawatan keluarga.

Setelah mendapatkan diagnosa melalui skoring maka mulai dilakukan perencanaan Keperawatan. Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Penyusunan perencanaan diawali dengan melakukan pembuatan tujuan dari asuhan keperawatan, tujuan yang dibuat terdiri tujuan umum dan tujuan khusus. Perencanaan juga memuat kriteria hasil. Pembuatan kriteria hasil harus didasari dengan prinsip SMART (Spesific, Measurable, Achievable, Realistic,dan Time-oriented) (Carpenito, 2000). Perencanaan asuhan keperawatan juga memuat tindakan yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat.

Intervensi keperawatan yang dirancang berpedoman kepada lima tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (2003), yaitu: (1) menstimulasi kesadaran keluarga mengenai kebutuhan kesehatan keluarga, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan; (2) menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat; (3) memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan mendemonstrasikan cara perawatan, menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah; (4) membantu keluarga untu menentukan cara

(34)

bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat serta melakukan perubahan lingkungan seoptimal mungkin; (5) memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara memperkenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan.

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Metode yang digunakan untuk intervensi berupa metode ceramah (pendidikan kesehatan) dan demonstrasi. Media yang digunakan berupa lembar balik yang berisi informasi mengenai materi pendidikan kesehatan tentang ASI. Media leaflet juga berguna untuk keluarga agar informasi yang telah disampaikan bisa terus dibaca melalui leaflet yang telah diberikan. Selain itu media berupa display makanan, phantom bayi, dan phantom payudara juga digunakan selama implementasi.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari perencanaan pelayanan kesehatan dan komponen terakhir dari keseluruhan proses keperawatan. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat tercapainya keberhasilan. Evaluasi dalam keluarga menggunakan evaluasi subjektif, objektif, analisis dan perencanaan (SOAP), evaluasi sumatif, dan tingkat kemandirian keluarga.

Depkes RI (2008) mengemukakan kemandirian keluarga yang beorientasi pada lima tugas kesehatan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya. Keluarga yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya dinilai dengan tingkat kemandirian keluarga. Tingkat kemandirian keluarga dievaluasi menggunakan 7 kriteria evaluasi yakni (a) keluarga menerima petugas kesehatan, (b) keluarga menerima pelayanan kesehatan sesuai rencana, (c) keluarga menyatakan masalah kesehatan secara benar, (d) keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan sesuai dengan anjuran, (e) keluarga melaksanakan perawatan sederhana sesuai anjuran,

(35)

(f) keluarga melakukan tindakan pencegahan secara aktif, (g) keluarga melaksanakan tindakan promotif secara aktif. Keluarga berada di tingkat kemandirian I apabila memenuhi kriteria 1 dan 2; tingkat kemandirian II apabila memenuhi kriteria 1 sampai dengan 5; tingkat kemandirian III apabila memenuhi kriteria 1 sampai dengan 6; dan tingkat kemandirian IV apabila keluarga memenuhi kriteria 1 sampai dengan 7.

Perawat komunitas berperan dalam meningkatkan status kesehatan melalui asuhan keperawatan keluarga. Kemampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga sangat diperlukan agar dapat menyelesaikan dan mengatasi masalah kesehatan yang ada pada keluarga tersebut. Asuhan keperawatan keluarga ini berfokus pada tugas kesehatan keluarga tersebut yang dimasukkan sebagai rencana asuhan keperawatan keluarga.

2.4 Pijat Oksitosin

ASI merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi dengan kandungan gizi yang paling lengkap dan mudah dicerna oleh bayi. UNICEF menegaskan bahwa bayi yang diberikan susu formula memiliki kemungkinan meninggal dunia pada bulan pertama kelahirannya. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Selasi (2009) yang mengatakan bahwa bayi yang diberi susu formula mempunyai peluang 25 kali lebih tinggi meninggal dunia daripada bayi yang mengkonsumsi ASI eksklusif.

Kurangnya kualitas pemberian ASI disebabkan oleh beberapa faktor. Penelitian yang dilakukan oleh Colin dan Scout di Australia menjelaskan bahwa 29% ibu berhenti menyusui karena produksi ASI berkurang. Penelitian di Indonesia oleh Afifah (2007) menunjukkan bahwa faktor pendorong gagalnya pemberian ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI serta adanya ideologi makanan non eksklusif sehingga mengurangi motivasi ibu untuk menyusui bayinya. Oleh karena itu diperlukan beberapa upaya untuk mengeluarkan ASI pada beberapa ibu. Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin sedangkan pengeluaran dipengaruhi oleh hormon oksitosin (Bobak, 2005). Hormon oksitosin

(36)

akan keluar melalui rangsangan ke puting susu melalui isapan mulut bayi atau melalui pijatan pada tulang belakang ibu.

Pijatan pada tulang belakang ibu disebut dengan pijat oksitosin. Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima dan keenam. Pijatan ini merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Biancuzzo, 2003; Indriyani, 2006; Yohmi & Roesli, 2009).

Frekuensi dilakukannya pijat oksitosin juga mempengaruhi hasil produksi ASI. Hockenberry (2009) menuliskan bahwa produksi ASI dengan menggunakan pijat oksitosin lebih efektif apabila dilakukan sehari dua kali, pagi dan sore. Penelitian yang dilakukan oleh Biancuzzo (2003) menyatakan bahwa pijat yang dilakukan sehari dua kali dapat mempengaruhi produksi ASI pada ibu post partum. Oleh kerena itu dapat disimpulkan bahwa pijat oksitosin akan memberikan dampak yang lebih baik jika dilakukan dua kali dalam sehari.

Pijat oksitosin bermanfaat untuk merangsang refleks oksitosin atau reflek let down. Selain itu, pijat oksitosin juga bermanfaat untuk memberikan kenyamanan bagi ibu, mengurangi bengkak pada payudara, merangsang pelepasan hormon oksitosin, dan mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007). Langkah-langkah melakukan pijat oksitosin sebagai berikut (Depkes RI, 2007):

a. Sebelumnya kompres payudara dengan air hangat lalu lakukan pijat payudara.

b. Mintalah bantuan pada orang lain untuk memijat.

c. Ada 2 posisi yang bisa dicoba. Pertama bisa telungkup di meja atau posisi ibu telungkup pada sandaran kursi.

d. Kemudian carilah tulang yang paling menonjol pada tengkuk/ leher bagian belakang atau disebut cervical vertebrae 7.

e. Dari titik tonjolan tulang turun ke bawah ±2 cm dan ke kiri kanan ±2 cm, di situlah posisi jari diletakkan untuk memijat.

(37)

f. Memijat bisa menggunakan jempol tangan kiri dan kanan atau punggung telunjuk kiri dan kanan.

g. Mulailah pemijatan dengan gerakan memutar perlahan-lahan lurus ke arah bawah pada kedua sisi tulang belakangdan dari leher ke arah tulang belikat. Dapat juga diteruskan sampai ke pinggang.

h. Pijat oksitosin bisa dilakukan kapanpun ibu mau dengan durasi 3-5 menit. Lebih disarankan dilakukan sebelum menyusui atau memerah ASI

Budiarti (2009) dalam penelitiannya tentang efektifitas paket “SUKSES ASI”, dimana salah satu intervensinya adalah melakukan edukasi mengenai manajemen laktasi dan melakukan pijat oksitosin kepada ibu postpartum. Hasil penelitiannya menunjukkan ada perbedaan kelancaran produksi ASI antara kelompok yang diberikan intervensi dengan kelompok kontrol. Pada kelompok intrevensi ditemukan 72,4% ibu post sectio sesarea produksi ASI nya lancar sedangkan pada kelompok kontrol hanya 22,6%. Disimpulkan bahwa ibu yang diberikan intervensi pijat oksitosin memiliki peluang 9 kali lebih besar produksi ASI nya lancar dibanding dengan ibu yang tidak diberi intervensi.

(38)

3.1 Profil Lahan Praktek

Kota Depok menghadapi berbagai masalah perkotaan, termasuk masalah kependudukan. Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan Ibukota Negara, Kota Depok mendapatkan migrasi penduduk yang cukup tinggi akibat dari meningkatnya jumlah kawasan pemukiman, pendidikan, perdagangan, dan jasa.

Kota Depok terdiri dari enam kecamatan. Kecamatan Cimanggis merupakan kecamatan paling luas dengan luas wilayah 53,54 km2. Kecamatan Cimanggis mempunyai 13 kelurahan dengan jumlah penduduk 412.388 jiwa dan jumlah rumah tangga sebanyak 109.185. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 214.221 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 198.167 jiwa (Dinkes, 2014).

Kelurahan Sukatani yang menjadi lahan praktik mahasiswa merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Tapos. Sarana kesehatan yang ada terdiri dari 12 Rumah Sakit Umum, 3 Rumah Sakit khusus, dan 30 Puskesmas. Data dari bidang yankesmas menunjukkan bahwa pada tahun 2008 terdapat sejumlah 1.295 kelahiran hidup dan 2 kelahiran mati di wilayah kerja Puskesmas Sukatani. Jumlah kunjungan ibu dan bayi baru lahir pada tahun 2008 sudah menunjukkan angka yang tinggi yaitu 89,87%. Ibu bersalin yang ditolong tenaga kesehatan tercatat sebanyak 96.64% dan 4,36% lainnya dibantu oleh dukun. Data jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di Kelurahan Sukatani dari 704 bayi, sebanyak 553 (78,55%) diantaranya mendapat ASI eksklusif(Dinkes, 2014).

Persentase rumah tangga yang berprilaku hidup sehat di Kota Depok, khususnya di Kelurahan Sukatani sejumlah 57,37%. Prilaku hidup bersih dan sehat di Keluraha Sukatani masih tergolong rendah jika dibanding dengan kelurahan lain yang berada di Kecamatan Cimanggis. Persentase tertinggi berada di Kelurahan Tapos, yaitu mencapai angka 99,99%.

(39)

Kelurahan Sukatani terdiri dari 24 Rukun Warga (RW). RW 01 meruppakan salah satu bagian dari Kelurahan Sukatani yang menjadi lahan praktik bagi mahasiswa. RW 01 termasuk salah satu RW terluas di Kelurahan Sukatani. RW 01 terdiri dari sembilan Rukun Tetangga (RT), yaitu RT 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07, 08, dan 09. RW 01 mempunyai dua posyandu dari 40 posyandu yang tersebar di Kelurahan Sukatani. Uumlah ibu hamil di RW 01 lebih kurang 8 ibu hamil dan ibu menyusui sebanyak 11 orang.

Keadaan pemukiman di RW 01 cukup padat dengan mayoritas perumahan merupakan rumah pribadi dan bangunan permanen, dan sebagian kecil terdiri dari rumah kontrakan satu pintu. Letak rumah berdekatan satu dengan yang lain sehingga sirkulasi udara dan pencahayaan sinar matahari kurang baik pada sebagian rumah. RW 01 tidak mempunyai tempat pembuangan sampah umum dan sebagian warga tidak memiliki tempat pembuangan sampah di depan rumahnya. Tempat pembuangan limbah juga sangat berdekatan dengan rumah warga, sehingga sering tercium bau tidak enak ketika berada di sekitar wilayah tersebut.

Fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di RW 01 adalah praktik Bidan, posyandu, dan pobindu. Pelaksanaan posyandu dan posbindu dilakukan setiap dua kali dalam sebulan. RW 01 memiliki dua posyandu yaitu posyandu Mawar 1 di RT 01 dan posyandu Mawar 2 di RT 03. Pembagian ini dilakukan untuk mempermudah warga menjangkau posyandu karena kondisi demografi RW 01 sangat luas. Lokasi posyandu di RW 01 masih menggunakan rumah Ketua RW dan rumah salah satu kader, karena RW 01 belum mempunyai bangunan permanen untuk dijadikan posyandu.

Posyandu Mawar 1 mengelola balita yang ada di RT 01, 02, 06, 07, dan 09 di RW 1 Kelurahan Cisalak Pasar. Posyandu mawar 1 melayani imunisasi, penimbangan dan posbindu untuk lansia. Biasanya yang datang ke posyandu kurang lebih sebanyak 60 balita. Posyandu dilakukan setiap tanggal 24, kecuali jika tanggal

(40)

tersebut jatuh di hari Minggu atau tanggal merah, maka akan dimajukan atau dimundurkan ke hari berikutnya. Posyandu Mawar 2 diadakan setiap tanggal 23 tiap bulannya di salah satu rumah kader di RT 03. Posyandu Mawar 2 meliputi balita yang berada di wilayah RT 03, RT 04, RT 05, dan RT 08. Pelayanan yang dilakukan seperti penimbangan dan posbindu saja. Jumlah balita dan lansia yang datang ke posyandu Mawar 2 tiap bulannya sekitar 40-60 balita. Kader di RW 01 sebanyak 12 orang, termasuk Ibu RT.

3.2 Analisis Situasi

Asuhan keperawatan keluarga dilakukan pada keluarga Ibu R (44 tahun), Ibu R (23 tahun), dan Ibu I (32 tahun). Selama tujuh minggu bertempat di RT 03 RW 01 Kelurahan Sukatani, Kota Depok. Keluarga tersebut mempunyai masalah yang sama yaitu berkaitan dengan ASI. Setiap keluarga mempunyai latar belakang yang berbeda. Keluarga yang dipilih oleh mahasiswa untuk dijadikan keluarga kelolaan utama adalah keluarga Bapak A (50 tahun) dan Ibu R (44 tahun) yaitu keluarga dengan batita.

Keluarga Bapak A mempunyai tipe nuclear family. Keluarga terdiri dari ayah, ibu, 11 orang anak. Bapak A (50 tahun) bekerja sebagai wiraswasta sedangkan Ibu R (44 tahun) bekerja sebagai ibu rumah tangga. Anak pertama sampai anak ke tiga sudah bekerja dan sudah tidak tinggal di rumah. Anak ke empat sampai anak ke delapan masih sekolah dari kelas 3 SMP sampai kelas 1 SD. Anak ke-9 masih berumur 6 tahun belum sekolah. Anak ke-10 berusia 2 tahun, dan bungsu Anak S baru berumur 3 minggu.

Anak S (3 minggu) merupakan entry point dalam asuhan keperawatan ini. Anak S merupakan anak ke sebelas, lahir normal dengan berat badan lahir 3300 gram dan panjang badan 48cm. Anak S dilahirkan dalam keadaan sehat dan dibantu oleh bidan. Ibu R mengatakan bahwa ketika anak S lahir tidak langsung dilakukan IMD (Inisiasi Menyusui dini) oleh bidan yang menolong. Bidan hanya menjelaskan bahwa nanti bayinya diberikan ASI langsung setelah dibersihkan.

(41)

Keluarga Bapak A menganut agama Islam. Ibu R jarang mengikuti kegiatan keagamaan yang ada di lingkungan tempat tinggalnya, seperti pengajian bulanan ibu-ibu. Namun, Ibu R selalu berusaha mengajarkan anak-anaknya untuk beribadah setiap hari. Bapak A berasal dari Manggarai sedangkan Ibu R berasal dari daerah Kuningan. Bapak A dan Ibu R bertemu sejak tahun 1988 dan memutuskan untuk menikah pada tahun 1989.

Bapak A bekerja sebagai tukang ojek dan mulai bekerja setiap malam kemudian istirahat pada siang hari. Sedangkan Ibu R tidak bekerja sejak kelahiran Anak ke tiga. Penghasilan keluarga Bapak A tidak menentu. Namun, rata-rata setiap hari Bapak A mendapatkan Rp. 200.000- Rp. 300.000,-. Bapak A selalu bertanggung jawab memberikan nafkah kepada Ibu R setiap hari. Penghasilan suami harus diatur sedemikian rupa oleh Ibu R agar mencukupi kebutuhan sekeluarga setiap hari. Selain untuk membeli kebutuhan makan dan sekolah anak-anak, Ibu R juga sering membayar kredit yang ditagih oleh tukang kredit tiap hari kerumahnya.

Rumah keluarga Bapak A merupakan rumah kontrakan. Rumah Bapak A terdiri dari ruang tamu yang berfungsi sebagai ruang keluarga dimana terdapat TV, dapur dan kamar mandi, satu kamar tidur. Atap terbuat dari genting. Lantai rumah dikeramik. Dapur terletak di belakang dekat kamar mandi. Suplai air untuk mandi dan mencuci berasal dari air tanah. Menurut Ibu R, kondisi air tanah yang mereka gunakan cukup baik. Lubang ventilasi berasal dari pintu depan, dua jendela di ruang depan. Lampu penerangan cukup adekuat. Lantai rumah terlihat bersih namun berantakan oleh mainan anak-anak.

Keluarga Bapak A sudah cukup lama tinggal di RW 01. Namun sering pindah kontrakan karena Bapak A tidak sanggup membayar kontrakan untuk bulan berikutnya. Saat ini keluarga Bapak A tinggal sendiri terpisah dengan orang tuanya. Menurut Ibu R, masyarakat di daerah ini agak kesulitan untuk mengakses angkutan umum karena hanya ada satu rute angkutan umum. Selain itu angkutan umum tersebut juga tidak masuk ke perumahan Ibu R karenan memang gang yang sangat sempit, sehingga jika ingin berpergian menggunakan angkutan umum, Ibu R harus berjalan cukup jauh dan membutuhkan waktu cukup lama untuk

(42)

menunggu. Selain angkutan umum, alat transportasi yang banyak digunakan sebagian besar masyarakat di daerah ini, yaitu menggunakan kendaraan pribadi atau jasa tukang ojek. Alat transportasi yang biasa digunakan keluarga Bapak A ketika berpergian, yaitu menggunakan motor.

Ibu R memperhatikan kebutuhan keluarga dengan cukup baik. Di dalam pemenuhan konsumsi makanan keluarga, Ibu R selalu menyiapkan baik itu sarapan, makan siang, dan makan malam. Sehari-hari Ibu R membeli bahan masakan di warung. Seringkali Ibu R hanya memasakkan sayuran saja. Ketika cukup uang Ibu R membelikan lauk seperti tahu, tempe, dan ayam. Namun, anak-anak Ibu R selalu menghabiskan makanan yang dimasak ibunya.

Anak yang paling bungsu, anak S, masih mengkonsumsi ASI eksklusif. Ibu R memberikan ASI setiap hari kepada anaknya. Namun, produksi ASI Ibu R sedikit sehingga kadang-kadang Ibu R memberikan susu formula. Ibu R tetap berusaha agar anak S mendapatkan ASI terbaik darinya, oleh karena itu segala cara sudah dilakukan Ibu R agar produksi ASInya meningkat.

Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, seringkali keluarga biasanya mengkonsumsi obat yang dibeli di warung atau menggunakan obat yang dipersiapkan keluarga. Layanan kesehatan yang digunakan keluarga apabila sakit yaitu praktek bidan. Ibu R jarang sekali ke puskesmas karena jarak puskesmas yang cukup jauh dari tempat tinggal ibu R.

Pada pengkajian hari pertama Jumat, 9 Mei 2014, didapatkan bahwa Anak S masih diberikan ASI eksklusif oleh Ibu R. Anak S menyusu dengan baik. Namun, seketika Anak S rewel lalu Ibu R tidak menyusui anaknya lagi. Ibu R mengatakan ASInya tidak cukup memenuhi kebutuhan anaknya. Oleh karena itu, Ibu R mencampur dengan susu formula.

Kejadian ini berlangsung berulang. Ibu R mengatakan produksi ASInya mulai berkurang ketika Anak S berumur 2 minggu. Awalnya ASI Ibu R sangat banyak hingga Ibu R merasakan sakit pada payudaranya. Namun Ibu R jarang

(43)

memberikan ke Anak S karena Anak S masih jarang ingin menyusu. Selain itu Ibu R juga tidak memerah ASInya karena tidak mempunyai alat untuk memerah ASI. Sehingga Ibu R hanya membiarkan payudaranya bengkak dan nyeri hingga sekarang berakibat produksi ASI Ibu R yang semakin berkurang.

Ibu R mengatakan sekarang Anak S lebih sering menyusu. Ibu R akhirnya memutuskan memberikan susu formula ketika ASInya tidak mencukupi untuk anak S. Ibu R memberikan ASI setiap 3 jam sekali atau kadang-kadang ketika Anak S rewel. Ibu R mengatakan anaknya mau minum susu formula dan ASInya.

Pada saat posyandu, Sabtu 24 Mei 2014, Ibu S membawa anaknya untuk imunisasi BCG. Ketika ditimbang BB anak meningkat menjadi 3700 gram. Ibu R mengatakan akan terus berusaha memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, namun kebingungan karena ASInya yang sedikit.

Pada saat kunjungan kedua ke rumah Ibu R, beliau mengatakan selalu mengkonsumsi sayur agar ASInya banyak kembali dan beliau juga minum banyak air putih. Ibu R mengatakan ASInya masih belum mencukupi kebutuhan anaknya. Berat badan Ibu R sekarang 56kg. Ibu R mengatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan. Ibu R mengatakan makan 3 kali sehari tanpa mengkonsumsi buah-buahan. ASI ibu S sangat banyak ketika menyusui anak-anaknya sebelumnya dan selalu diberikan ASI sampai usia 2 tahun.

Saat pertemuan pertama dan kedua, Ibu R mengatakan akan mencoba ke tukang urut untuk memijat badannya. Ibu R mengatakan mungkin setelah dipijit ASInya bisa keluar lagi. Selain itu Ibu R juga mengatakan bahwa ASInya sedikit karena ASI yang kemaren banyak tidak dikeluarkan semua, sehingga produksi ASI sekarang jadi terhambat. Hasil pengkajian inspeksi, payudara masih mengeluarkan ASI ketika dipijat, aerola menonjol kelur. Ketika Ibu R diminta untuk menyusui Anak S, posisi pelekatan sudah cukup baik. Namun, tidak berapa lama Anak S menangis karena kehabisan ASI, kemudian Ibu R memindahkan ke payudara sebelahnya.

Gambar

Tabel 2.1 Tabel Skoring
Tabel 1.1 Cara Membuat Skor Penentu Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga  (Friedman, 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Pada beberapa penelitian lain juga memperlihatkan bahwa buku sebagai bahan ajar masih mengandung teks dan ilustrasi yang bias gender yakni (1) Ng Yun Jin dkk menunjukkan

MANAGERIAL,PROFITABILITAS DAN KESEMPATAN INVESTASI TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN: PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTARDI BURSA EFEK INDONESIA2009- 2013”. Skripsi ini diajukan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji beberapa komposisi media dan sumber eksplan yang tepat untuk induksi kalus, perkecambahan, dan pertum- buhan tunas

Uji validitas pada penelitian ini dilakukan sebanyak 30 mahasiswa Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang tidak menjadi responden yang terdiri dari 13 pernyataan tentang

Karena terdapat beberapa π ij yang dihitung melalui persamaan (3.2.4) merupakan integral tak berhingga maka sebelum menggunakan metode trapezoid rule, batas – batas integral

Penelitian ini bertujuan mengetahui penggunaan pollard sebagai pengganti dedak padi dengan lama pengukusan yang berbeda terhadap sifat fisik dan ketahanan benturan

Model Hurdle Poisson merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk memodelkan data cacahan (count) dengan excess zero pada data konsumsi rokok dalam

Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa seluruh wilayah