• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompilasi berita Media. oleh HH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kompilasi berita Media. oleh HH"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

Kompilasi berita Media

oleh HH

(2)

2 ntuk anda yang ingin berjuang menentang keserakahan sekelompok kecil orang kaya yang didukung negara guna merusakkan ibu pertiwi, kami siapkan kompilasi sejumlah pemberitaan media yang kiranya memberikan anda informasi dasar. Tentu anda sendiri bisa melakukan sport di dunia maya untuk mendapatkan lebih banyak lagi dan syering dengan rekan-rekan anda. Dari referensi yang diberikan pada daftar kepustakaan hasil studi tentang tambang, anda bisa telusuri segala informasi yang bisa anda cari sendiri. Anda tentu membutuhkan investigasi yang jauh lebih sistematik, agar anda tahu apa yang sedang anda perjuangkan.

Bahan terbagi atas 3 bagian:

1) Hasil studi tentang tambang, khususnya tambang biji besi di Sikka & Ende. Termasuk dalam kelompok ini juga data dari pihak pemerintah tentang potensi tambang

2) Berita Media tentang pro-kontra pertambangan biji besi di Sikka

3) Berita Media tentang pro-kontra tambang biji besi di wilayah lain di Flores

Catatan. Gambar-gambar yang dimuat dalam laporan hasil studi, tidak semuanya dapat dicopy. Karena itu, anda tidak akan mendapatkannya secara lengkap.

Selamat membaca. Wairklau, 19 April 2012 HH.

(3)
(4)

4

INVENTARISASI DAN EKSPLORASI MINERAL LOGAM

DI KABUPATEN SIKKA DAN KABUPATEN ENDE -

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KERJASAMA DIM – KORES FASE I, TAHUN

ANGGARAN 2003

Oleh :

Franklin

SUBDIT. MINERAL LOGAM

ABSTRACT

The geology of the survey area consists of Miocene volcanics of Kiro Formation and Tanahau Formation and intrusive of granodiorite and quartz diorite, Pliocene Laka Formation, and Quaternary volcanics. Based on whole chemistry result of four volcanic rocks from this area indicates the rocks belong to calk-alkaline – tholeitic type.

Most of base metal mineralization was hosted in andesitic to dacitic tuff of Kiro Formation and Tanahau Formation and intrusive of granodiorite with the occurrences of structure controlled epithermal type and porphyry (?) mineralization. The structures controls indicate based on Photogeological study using satellite imagery revealed the prominent direction of NNW to NNE in the distribution of lineaments and fracture traces in the whole survey area. The mineralization of the area appears to have a closed relation with NW-SE and NE-SW fault systems.

Indications of primary gold and base metal mineralization were caught at several places in the survey area. The indications are; occurrence of gold in pan concentrates, distribution of quartz floats, and outcrops of quartz veins. 21 samples of quartz vein and disseminated wall rocks were collected from all over the survey area and provided for assaying. The analytical rock results for copper are high values (2%), but gold were disappointing showing very low values (50 ppb).

The fluid inclusion data of the Sikka-Ende area indicate that the main base metal (Cu-Pb-Zn) and gold mineralization was led by the boiling coupled with later cooling and dilution of ore fluids. The inclusions are divided into high temperature type and low temperature type, and are the result of different processes of mineralization. In the mineralization process, the temperature of formation was estimated as 320 °C in the early stage and 170 °C in the late stage, and the pressure of formation was estimated as 10 to120 bars.

Through the geochemical soil prospecting 4 gold/base metal anomalous zones were defined as follows,

1) Au-Cu-Mo anomaly around Lowo Deba and Ag-Pb-Zn anomaly, NE extension of Lowo Deba at block A in Wai Wajo area

(5)

5 3) Au-Ag-Cu, Pb-Zn, and Mo anomaly in Lowo Polu-Lowo Pelongo in Magepanda area 4) Au-Ag, Cu-Zn and Pb-Mo anomalies in Keli Ndati and Kogogamba in Ratenggo area.

SARI

Geologi daerah penyelidikan disusun oleh batuan gunungapi Miosen Formasi Kiro dan Formasi Tanahau, granodiorit dan diorit kuarsa,Batuan sedimen Formasi Laka Pliosen serta batuan gunungapi Kuarter.Batuan gunungapi di daerah ini termasuk tipe kalk-alkalin – toleitik

Mineralisasi di daerah ini umumnya ditemukan pada tufa andesitik Formasi Kiro dan tufa dasitik Formasi Tanahau serta terobosan granodiorit yang menunjukkan tipe epitermal dan porfiri? serta dikontrol oleh struktur. Berdasarkan studi fotogeologi, struktur yang dominan serta berhubungan dengan mineralisasi adalah NW-SE dan NE-SW. Indikasi emas dan logam dasar ditemukan dibeberapa tempat pada pendulangan, urat kuarsa apungan dan singkapan. Dari 21 conto batuan yang dianalisis menunjukkan kandungan tembaga yang cukup tinggi (2%) sementara emas hanya menunjukkan kandungan 50 ppb.

Studi inklusi fluida pada empat conto urat kuarsa di daerah penyelidikan menunjukkan mineralisasi Cu-Pb-Zn dan Au terbentuk pada zona boiling dan mempunyai dua temperatur pembentukan mineralisasi yaitu yang bertemperatur rendah (170 °C) dan bertemperatur tinggi (320 °C) serta tekanan formasi diperkirakan antara 10 sampai 120 bar.

Geokimia prospeksi conto tanah di daerah ini menunjukkan ada empat zona anomali logam dasar dan emas yaitu

1) Anomali Au-Cu-Mo sekitar Lowo Deba dan anomali Ag-Pb-Zn, ke arah NE Lowo Deba pada blok A di daerah Wai Wajo

2) Anomali Cu-Pb-Zn antara Diang Gajah dan Lia Kutu-Ghera di blok C daerah Wai Wajo 3) Anomali Au-Ag-Cu, Pb-Zn, dan Mo di Lowo Polu-Lowo Pelongo daerah Magepanda 4) Anomali Au-Ag, Cu-Zn and Pb-Mo di Keli Ndati dan Kogogamba daerah Ratenggo.

1. PENDAHULUAN

Salah satu kegiatan yang, telah dilaksanakan oleh Proyek Inventarisasi dan Evaluasi Bahan Galian Mineral Indonesia pada T.A. 2003 ini diantaranya melakukan inventarisasi dan eksplorasi mineral logam di Wilayah Penugasan Pertambangan (WPP) yang tertuang dalam SK Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor : 290/KEP/HK/2002 tertanggal 11 November 2002 terletak di daerah Kabupaten Sikka dan Ende, NTT.

Kegiatan eksplorasi ini dalam rangka realisasi kerjasama teknik bilateral antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Korea yang masing-masing diwakili oleh Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) dan Korea Resources Corp. (KORES/Korea). Kerjasama tersebut tertuang dalam Nota Kesepahaman (MOU) yang pada tanggal 7 Juni 2002 telah ditandatangani antara Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral dengan KORES dan ditindaklanjuti oleh penandatanganan Scope of Work

(6)

6 antara Direktur Inventarisasi Sumber Daya Mineral dengan KORES pada tanggal 13 Agustus 2002.

Daerah tersebut dipilih karena berdasarkan hasil penyelidikan terdahulu menunjukkan adanya mineralisasi yang cukup potensial serta mengingat endapan logam dasar dan logam mulia terutama emas merupakan salah satu komoditi andalan bagi pertumbuhan ekonomi nasional, maka penyelidikan ini penting untuk membantu pemerintah daerah setempat dalam rangka usaha menginventarisasi potensi sumber daya mineral di daerahnya masing-masing.

1.1 Lokasi Daerah Penyelidikan

Daerah kegiatan inventarisasi dan eksplorasi secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Sikka dan Ende (Gambar 1dan 2) dengan luas wilayah kerja ± 77.250 Ha.

2. GEOLOGI REGIONAL

Pulau Flores terbentuk pada kala Cenozoik yang merupakan bagian dalam busur gunungapi Banda berkomposisi kalk-alkalin dan masih aktif sampai saat ini. Busur ini terbentuk cukup luas akibat subduksi kerak samudera Indonesia ke arah utara. Bentuk pulau Flores sekarang ini telah berubah menjadi suatu lengkungan ke arah timur akibat tubrukan dengan tepi benua Australia – New Guinea.

Analisis stratigrafi (Gambar 3) dan magmatik memperlihatkan bahwa Pulau Flores merupakan suatu pulau yang muda yang diperkirakan terbentuk pada Miosen Tengah - Oligosen Atas (Hendaryono, 1998). Daerah Flores barat ditempati cukup luas oleh lava basaltik – andesitik dan breksi yang berselingan dengan tufa pasiran serta pasir tufaan dari Formasi Kiro (Tmk) dan Formasi ini menjemari dengan batuan gunungapi tua(Tlmv) Miosen bawah sebagai batuan tertua di Flores barat. Di atas Formasi ini diendapkan selaras Formasi Tanahau Miosen Awal (Tmt) terdiri dari lava riolitik, breksi, tufa dan tufa kaca. Kedua Formasi ini diterobos oleh granodiorit Miosen Tengah (Tmg). Berikunya diendapkan Formasi Laka (Tmpl) Miosen Ahir – Pliosen terdiri dari perselingan tufa dengan batupasir tufaan, batugamping pasiran dan batupasir tufaan. Kedudukan Formasi ini menjemari dengan Formasi Waihekang (Tmpw). Di atas Formasi ini diendapkan batuan gunungapi Kuarter (Qtv), terdiri dari lava, breksi dan aglomerat. Satuan batuan termuda adalah aluvium dan endapan pantai (Qac) terdiri dari kerakal, kerikil, pasir dan lumpur serta diendapkan tidak selaras di batuan yang lebih tua.

2.1 Tektonik dan Struktur Regional

Sejarah tektonik Pulau Flores dimulai dengan adanya penunjaman lempeng Samudera Hindia ke arah utara – timurlaut di bawah paparan Sunda yang menerus ke arah timur dari Sumatra dan Jawa sekitar 10 juta tahun yang lalu, membentuk busur kepulauan dan Busur Banda. Aktivitas gunungapi yang berhubungan dengan busur tersebut membentuk komposisi batuan terutama andesitik dan basaltik (Gambar 4).

(7)

7 Perpindahan yang cepat lempeng Australia/PNG ke arah utara menyebabkan tubrukan dengan bagian timur busur banda yang terjadi pada 3 juta tahun yang lalu, menghasilkan dua formasi busur kepulauan yaitu busur dalam yang membentuk jalur magmatik dan busur luar yang membentuk jalur kepulauan.

Struktur yang terbentuk selama penunjaman lempeng samudera mempunyai kesamaan arah dengan terbentuknya struktur sebelum dan sesudah tubrukan dengan lempeng Australia yaitu NW – SE dan NE – SW yang berpasangan dan sejajar dengan busur E – W, sementara N – S kemungkinannya merupakan patahan normal.

2.2 Mineralisasi

Sebagaimana telah dibahas oleh para pakar Geologi terdahulu (J.A. Katili,1975; Hamilton,1970; J.C. Carlile & Mitchelle,1994), rangkaian gunung api yang berasal dari busur magmatik Sunda-Banda yang membujur dari P. Sumatera, P. Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara Timur dan berakhir di Kepulauan Banda, merupakan tempat kedudukan mineralisasi logam mulia dan logam dasar yang sangat potensial di Indonesia (Gambar 5). Tipe cebakan mineralisasi logam yang terbentuk pada kedua lingkungan busur ini adalah berbeda. Tipe Epitermal bersulfida rendah (low sulphides epithermal type) umumnya terjadi pada lingkungan pengendapan Kontinen, seperti yang ditemukan di Sumatera dan sebagian Jawa-Barat serta sebagian di Jawa-Tengah. Sedangkan ke arah Indonesia bagian timur (Jawa-Timur, Kepulauan di Nusa Tenggara Timur dan Kepulauan Banda) yang umumnya telah dipengaruhi oleh pengendapan busur-kepulauan, banyak ditemukan mineralisasi tembaga dan emas tipe porfiri dan tipe epitermal bersulfida tinggi seperti yang ditemukan di Batu Hijau (P.Sumbawa) di daerah P. Lombok, P. Sumbawa dan P. Wetar dan indikasi mineralisasi logam dasar ( massive sulphide ) bentukan laut dangkal di P. Flores.

2.3 Penyelidik Terdahulu

Daerah Wai Wajo telah diselidiki oleh Direktorat Sumberdaya Mineral pada tahun 1999 dan tahun 2002 (Franklin, dkk), sedangkan daerah Ratenggo diselidiki pada tahun 2000 (Akih Sumpena, dkk).

Hasil penyelidikan menyimpulkan bahwa daerah Wai Wajo mengindikasikan adanya zona-zona mineralisasi logam dasar di sejumlah tempat seperti Lowo Mego, Lowo Diang Gajah, Lowo Ghera, Lowo Soko dan Lowo Pelongo. Indikasi ini ditunjang oleh hasil analisis kimia batuan yang menunjukkan kandungan terbaiknya untuk logam Cu: 98480 ppm; Pb: 114 ppm; Zn: 18980 ppm; Mn: 2129 ppm; Mo: 20 ppm; Au: 530 ppb; Ag: 12 ppm dan As: 530 ppm. Sementara itu hasil dari paritan uji sepanjang 50 meter di Lowo Deba menunjukkan kadar terbaiknya 1 m @ 50 ppb Au; 6980 ppm Cu dan di parit uji Lowo Diang Gajah menunjukkan kadar terbaiknya untuk 1 m @ 28 ppb Au dan 9391 ppm Cu. Dari hasil geokimia tanah yang diambil pada punggungan dan spur-spurnya di daerah Feondari dan sekitarnya pada tahun 2002, disimpulkan bahwa ada zona anomali logam dasar dan emas di sekitar Lowo Deba, Feondari dan Lia Kutu (lowo Diang Gajah) dengan nilai latar belakang Au: 3 ppb dan Cu: 28,7 ppm.

(8)

8 Untuk daerah Ratenggo, berdasarkan hasil penyelidikan tahun 2000 menyimpulkan adanya indikasi mineralisasi logam dasar dan emas berdasarkan hasil analisis kimia dari penyontoan endapan sungai aktif dan batuan di sejumlah tempat seperti di Wologai dan Lowo Lise – Ratenggo yang menunjukkan kandungan unsur dari sedimen sungai Cu: 90 ppm; Au: 20 ppb, dan dari batuan Cu: 0.024 %; Au: 0.44 ppm.

Berdasarkan hasil-hasil temuan tersebut, maka zona-zona mineralisasi dan zona-zona anomali sedimen sungai seperti yang telah disebutkan di atas menjadi target untuk ekplorasi yang lebih detail seperti misalnya geokimia tanah bersisitem atau geokimia tanah pada punggungan dan spur-spurnya.

3. HASIL PENYELIDIKAN

Dari enam formasi batuan dan batuan terobosan yang menyusun daerah penyelidikan, hanya tiga jenis batuan yang memegang peranan penting sebagai tempat kedudukan mineralisasi dan zona prospek endapan logam dasar beserta mineral ikutannya.

Ketiga jenis batuan tersebut adalah tufa andesitik Formasi Kiro, tufa lapili dasitik Formasi Tanahau dan batuan terobosan granodiorit(Gambar 6 - 8)

Tufa andesitik yang dominan menutupi daerah penyelidikan umumnya telah mengalami ubahan dan pemineralan. Hasil studi petrografi menunjukkan batuan ini telah mengalami gejala deformasi yang diduga akibat tektonik atau disebabkan oleh terobosan batuan beku granitik – granodioritik, sehingga beberapa mineral menunjukkan gejala retakan-retakan yang diisi oleh mineral mineral lain seperti karbonat dan aktinolit serta beberapa mineral telah terubah antara lain plagioklas terubah menjadi karbonat – lempung – serisit dan opak mineral (KWA – 1/p; KWA – 2/p dan KWB – 1/p).

Akibat adanya tektonik dan terobosan batuan beku tersebut, menyebabkan batuan ini termineralisasi dan dari hasil pengamatan lapangan menunjukkan tufa andesitik tersilisifikasi mengandung pirit, kalkopirit, galena, sfalerit seperti pada conto KWA – 2/A, KWA – 4/A, KWA – 12/A, KWB – 1/A dan KWC – 5/A. Hasil analisis kimia conto-conto batuan tersebut menunjukkan kandungan terbaik Cu: 1147 ppm dan Au: 52 ppb.

Urat-urat kuarsa sering ditemukan memotong batuan tufa andesitik ini, dan terbentuknya urat-urat tersebut diduga diakibatkan oleh adanya patahan geser sinistral atau dextral yang membentuk jog-jog dilasi yang berfungsi sebagai perangkap mineralisasi berarah timurlaut – baratdaya seperti yang diukur di Lowo Deba. Hasil analisis conto urat-urat tersebut menunjukkan kandungan logam terbaiknya untuk Cu: 1577 ppm dan Au: 20 ppb (KWA – 13/A).

Hal yang sama juga ditemukan pada tufa dasitik Formasi Tanahau. Pada satuan batuan ini, ubahan yang berkembang baik terutama klorit, epidot dan kalsit serta di beberapa tempat dijumpai serisit, kaolinit dan kuarsa. Zona ubahan tersebut pada umumnya terisi oleh mineralisasi pirit, kalkopirit, sfalerit dan galena (KWC – 6/A).

(9)

9 Di daerah Ratenggo (Keli Ndati), dijumpai mineralisasi dasitik yang terbreksikan dengan diameter 25 – 30 meter dan panjangnya 150 – 200 meter. Zona mineralisasi ini mengandung dominan pirit dan bercak-bercak kalkopirit serta galena. Sementara itu di daerah Mageapanda di Lowo Pelongo, tufa lapili dasitik yang telah diterobos oleh granodiorit dan diterobos lagi oleh dyke andesit dan basalt telah menghasilkan zona mineralisasi yang intensif dan zona tersebut juga terbentuk akibat dipengaruhi oleh dua struktur patahan geser sinistral yang membentuk jog-jog dilasi. Pengamatan lapangan menunjukkan panjang zona ini hampir 250 meter dengan lebar kurang lebih 100 meter. Mineralisasi yang teramati pada batuan ini antara lain pirit dominan, sedikit kalkopirit, sfalerit dan pirrotit.

Granodiorit yang ditemukan di daerah Wai Wajo dan Magepanda umumnya telah terubah dan pada bagian yang mengalami ubahan ditemukan mineral serisit, kaolinit dan klorit serta dipotong oleh urat kuarsa – magnetit – kalkopirit. Ubahan serta pemineralan yang terjadi kemungkinannya disebabkan oleh dyke-dyke andesit dan basalt yang menerobos batuan granodiorit ini. Hasil analisis kimia dari conto batuan ini menunjukkan kandungan Cu: 1480 ppm dan Au: 32 ppb (KWC – 1/A).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Formasi Kiro dan Formasi Tanahau serta batuan terobosan granodiorit merupakan tempat kedudukan mineralisasi dan zona endapan logam dasar – logam emas yang prospek serta tempat-tempat kedudukannya umumnya dikontrol oleh struktur patahan timurlaut – baratdaya atau patahan normal utara – timurlaut.

Mineralisasi di daerah penyelidikan umumnya ditemukan pada batuan gunungapi Formasi Kiro, batuan gunungapi Formasi Tanahau dan batuan intrusi yang telah terubah (Gambar 10 – 14)). Batuan Formasi Kiro yang termineralisasi tersebut paling umum dijumpai pada satuan tufa andesitik yang telah tersilisifikasi, sedangkan pada satuan batuan lainnya seperti lava andesitik atau batupasir tufaan sangat jarang ditemukan. Sementara itu di batuan Formasi Tanahau, satuan batuan termineralisasi yang umum dijumpai yaitu pada tufa dasitik serta tufa breksi/lapili dasitik tersilisifikasi. Satuan ini menjadi tempat kedudukan mineralisasi disebabkan sifat-sifat fisik dan sifat kimianya yang dimungkinkan masuknya larutan hidrotermal yang berekasi dengan batuan samping selanjutnya mengendapkan mineral-mineral logam pada temperatur dan tekanan yang sesuai. Hal yang sama terjadi di batuan intrusi seperti yang teramati di granodioritik. Tempat-tempat kedudukan mineralisasi ini umumnya pada zona-zona ubahan, seperti pilik, propilik, advanced argilik dan argilik yang terjadi karena pengaruh larutan hidrotermal yang naik bersama-sama intrusi granitik – granodioritik atau disebabkan juga oleh pengaruh dyke-dyke andesitik – basalt yang terbentuk akibat adanya struktur-struktur patahan geser sinistral dan dextral berarah timurlaut – baratdaya serta utara – timurlaut.

Pemineralan yang terbentuk pada satuan batuan tersebut di atas dikontrol oleh patahan yang umumnya adalah tipe tersebar, pengisian rekahan dan urat-urat kuarsa. Hasil pengamatan lapangan mineral-mineral yang umum ditemukan adalah pirit, kalkopirit, sfalerit, galena dan oksida besi.

(10)

10 Hadirnya mineral-mineral sekunder ini semakin memperkaya kandungan logam, dan kondisi tersebut mencerminkan mineralisasi yang telah terbentuk kemudian dipengaruhi oleh adanya sirkulasi air meteorik yang membawa unsur-unsur seperti Cu yang kemudian bereaksi membentuk mineral ubahan yang kaya akan unsur/logam tembaga seperti yang ditemukan di blok A dan blok C dengan hasil analisa conto batuan KWC – 1/A yang mengandung Cu: 19480 ppm dan Au: 32 ppb dan KWA – 12/A, Cu: 1147 ppm dan Au: 3 ppb.

Urat-urat kuarsa yang ditemukan di lapangan umumnya terbentuk memotong batuan tufa andesitik, tufa breksi/lapili dasitik dan granodiorit dengan dimensi bervariasi yaitu lebar 1 – 2 cm sampai 2 meter dan arah umumnya mengikuti arah patahan geser.

Hasil analisis kimia conto-conto urat tersebut, mengandung logam Cu yang cukup siknifikan seperti pada conto KWA – 13/A, Cu: 1577 ppm dan Au: 20 ppb, KWA – 4/A, Cu: 1374 ppm dan Au: 52 ppb.

Studi mineragrafi pada conto urat (KWA – 5M; KWA – 3M dan KWA – 7M) menyimpulkan mineral-mineral yang ditemukan pada conto tersebut terdiri dari pirit, kalkopirit, kovelit, kalkosit dan oksida besi diperkirakan masiih terbentuk dalam kisaran tipe epitermal atau mungkin mendekati zona epitermal bawah.

Studi inklusi fluida pada conto urat KWW – 4RF telah menyimpulkan bahwa di daerah penyelidikan (utamanya di blok A, Wai Wajo) proses pembentukan mineralnya mempunyai dua tipe yaitu mineralisasi temperatur rendah diwakili oleh Ag – Pb – Zn dan mineralisasi temperatur tinggi diwakili oleh Au – Cu – Zn – Mo. Yang masih menjadi pertanyaan adalah ketidak hadiran logam emas pada pengamatan mineragrafi, apakah hal tersebut disebabkan oleh kecilnya kandungan emas pada batuan/urat kuarsa ataukah zona mineralisasi emas di daerah penyelidikan ini sudah sampai pada tingkat paling bawah, sehingga yang tersisa adalah zona mineralisasi logam dasar? (Gambar 9).

Berdasarkan data geokimia tanah yang telah diolah menyimpulkan bahwa daerah Ratenggo, Wai Wajo dan Magepanda menunjukkan adanya anomali logam dasar diikuti oleh logam emas. Hal ini didasarkan dari hasil perhitungan kombinasi unsur-unsur logam melalui pendekatan statistik (Gambar 7).

Dari penyontoan sistem grid di blok A, B dan C memperlihatkan adanya perbedaan kombinasi unsur-unsur terutama di blok B, sementara perbedaan kombinasi antara blok A dan C tidak begitu kontras. Perbedaan tersebut diduga terkait oleh kondisi geologi dan struktur yang terbentuk di daerah tersebut.

Analisis statistik di blok A dan C memperlihatkan kedua daerah tersebut merupakan zona prospek logam dasar serta emas dan itu ditunjukkan dari hasil analisis kima batuan yang menghasilkan kandungan tembaga cukup tinggi yang berasal dari tufa dan batuan intrusi serta urat kuarsa yang berasosiasi dengan kedua batuan tersebut.

Di daerah Ratenggo, hasil perhitungan statistik mengasilkan anomali gabungan unsur-unsur yang masih bersifat regional. Meskipun demikian hasil analisis urat kuarsa telah

(11)

11 mengarakan adanya zona anomali logam dasar yang berasosiasi dengan logam emas seperti yang ditemukan di Keli Ndati dan Kogogamba. Jadi kedua daerah tersebut perlu diusulkan untuk diselidiki pada penyelidikan selanjutnya. Situasi yang sama juga di jumpai di daerah Magepanda seperti di Lowo Pelongo dan Lowo Polu yang mengindikasikan adanya zona mineralisasi sulfida berdasarkan hasil uji statistik yang menghasilkan anomali gabungan unsur-unsur logam dasr. Mineralisasi ini diduga terkait dengan intrusi granodiorit dan kembali diterobos oleh intrusi retas andesit

3.1 Daerah Prospek

Dari hasil penyelidikan Eksplorasi Mineral Logam yang telah dilaksanakan di daerah Wilayah Penugasan Pertambangan Wai Wajo Kabupaten Sikka dan Ratenggo Kabupaten Ende ini telah ditemukan indikasi mineralisasi logam di beberapa tempat yang patut untuk ditindaklanjuti. Daerah atau tempat-tempat tersebut antara lain (Gambar 15) : Daerah Ratenggo :

Gn. Keli Ndati, mineral utama pirit tersebar dan pengisian rekahan/retakan, beberapa kalkopirit dan sfalerit pada batuan dasit terbreksikan. Ubahan yang terbentuk antara lain propilitik dari kumpulan (klorit, epidot, kalsit, kuarsa) di beberapa tempat ditemukan ubahan argilik (serisit, klorit, kuarsa). Panjang zona mineralisasi diperkirakan 200 – 250 meter.

Kogogamba, mineral pirit dan sedikit arsenopirit bersama urat-urat kuarsa halus pada batuan induk tufa dasitik. Tebal urat 1 – 2 cm pada zona setebal 1 – 1,5 meter berarah U 200° T/90°, tersingkap ± 10 meter. Ubahan yang terbentuk klorit, epidot, kuarsa serta limonitik kuat.

Daerah Wai Wajo :

Wolo Desa/Lowo Deba, mineral utama pirit tersebar dan pengisian rekahan/retakan, beberapa kalkopirit, galena, sfalerit, kovelit dan bornit pada batuan tufa andesitik tersilisifikasi. Di beberapa tempat ditemukan kontak tufa andesitik tersilisifikasi dengan urat kuarsa termineralisasi pirit, kalkopirit, galena, sfalerit. Lebar urat 1 – 2 meter, berarah U 85° T/79°. Ubahan yang teramati adalah, argilik, propilitik dan pilik. Panjang zona mineralisasi ± 700 – 800 meter.

Desa Lia Kutu/Lowo Diang Gajah, mineral kalkopirit, bornit, covelit, malakit sedikit galena dan pirit dalam bentuk tersebar serta stockwork pada granodiorit yang telah mengalami ubahan serisit ( kaolinit, K-felspar, kuarsa sekunder dan magnetit). Panjang zona mineralisasi diperkirakan 150 – 200 meter.

Desa Lia Kutu/Lowo Mera, mineral pirit, kalkopirit, bornit, kovelit, sedikit galena dan sfalerit bersama-sama urat-urat halus pada breksi andesitik, lava andesitik yang telah mengalami ubahan serisitik (kaolinit, kuarsa). Panjang zona mineralisasi diperkirakan 500 – 600 meter.

Desa Ghera/Lowo Sanga, mineral pirit dan kalkopirit sedikit galena tersebar dalam breksi andesitik yang telah mengalami ubahan klorit, epidot, pirit dan granodiorit yang telah mengalami ubahan serisit, kaolinit, kuarsa. Panjang zona mineralisasi diperkirakan 400 – 500 meter.

(12)

12  Desa Ghera/Lowo Dagegoge, mineral pirit sedikit kalkopirit, galena bersama urat kuarsa arah U 310 – 320° T; U 110°T/80° pada batuan granodiorit yang telah mengalami ubahan serisit, kaolinit, klorit. Mineral pirit, kalkopirit bersama urat kuarsa berarah U 45 – 50°T/65° pada batuan tufa breksi andesit yang telah mengalami ubahan klorit, epidot, kalsit. Mineral pirit, kalkopirit tersebar dalam granodiorit yang telah mengalami ubahan serisit, kaolinit, kuarsa. Panjang zona mineralisasi diperkirakan 400 – 500 meter.

Daerah Magepanda :

Lowo Magepanda, mineral arsenopirit, pirit sedikit kalkopirit dan sfalerit dalam bentuk tersebar dan pengisian rekahan pada tufa lapili dasitik, tufa andesitik yang telah mengalami ubahan klorit, epidot, kuarsa dan granodiorit serta breksi andesit yang telah mengalami ubahan serisit, kaolinit, kuarsa. Panjang zona mineralisasi diperkirakan 200 – 250 meter dengan lebar kurang labih 90 – 100 meter.

Lowo Polu, mineral arsenopirit, pirit sedikit kalkopirit dalam bentuk tersebar dan mengisi rekahan pada dasit, tufa dasitik yang telah mengalami ubahan klorit, epidot, kalsit, kuarsa sedikit serisit dan kaolinit. Panjang zona mineralisasi diperkirakan 400 – 500 meter.

Zona-zona mineralisasi tersebut dapat dilihat pada gambar 7. Daerah-daerah lainnya meskipun menunjukkan adanya indikasi mineralisasi namun tidak begitu kuat dibandingkan zona-zona mineralisasi yang telah disebutkan di atas; kalaupun ada yang menarik, zona tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung atau hutan konservasi

4. KESIMPULAN

Kompilasi data dan informasi serta interpretasi landsat citra mengenai geologi dan sumber daya mineral telah dilakukan selama berlangsungnya eksplorasi mineral fase pertama di daerah Sikka dan Ende. Di samping itu pemetaan geologi regional dan penyontoan geokimia tanah untuk melokalisir daerah zona mineralisasi dan anomali untuk penyelidikan fase berikutnya juga telah dilakukan.

Hasil yang diperoleh pada fase pertama ini menunjukkan adanya indikasi tembaga, timbal dan seng yang prospek serta didukung oleh munculnya indikasi zona anomali logam dasar dan logam mulia di batuan gunungapi, batuan terobosan serta batuan piroklastik Tersier di daerah penyelidikan. Data-data untuk mendukung indikasi tersebut telah diuji melalui analisis kimia pada conto urat kuarsa, batuan termineralisasi, studi inklusi fluida dan pemetaan zona alterasi yang berhubungan dengan struktur geologi serta analisis kimia tanah berikut uji statistiknya. Dengan hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan serta diidentifikasikan beberapa zona prospek antara lain :

a) Prospek Keli Ndati untuk mineralisasi tembaga dan seng pada zona alterasi b) Prospek Kogogamba untuk mineralisasi tembaga dan seng pada zona alterasi c) Prospek Lowo Polu untuk mineralisasi tembaga pada zona alterasi

d) Prospek Magepanda/Lowo Pelongo untuk mineralisasi tembaga dan seng pada zona alterasi

(13)

13 e) Prospek Wolo Desa/Lowo Deba untuk mineralisasi tembaga, timbal dan seng pada

zona alterasi

f) Prospek Lia Kutu/Ghera untuk mineralisasi tembaga, timbal dan seng pada zona alterasi

Kalkopirit dan sfalerit kerap ditemukan di dalam urat kuarsa di daerah penyelidikan tetapi anomali geokimianya relatif rendah. Untuk anomali tembaga telah terdeteksi di Lia Kutu – Ghera dan potensi tembaganya cukup tinggi.

Berdasarkan hasil pembahasan potensi bahan galian di Kabupaten Ende dan Kabupaten Sikka, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Hasil inventarisasi dan evaluasi data sekunder yang dituangkan dalan peta digital (GIS) sebaran lokasi mineral dan tabel sumberdaya mineral, maka sebaran titik lokasi keterdapatan bahan galian mineral logam dan non-logam untuk tiap kabupaten diperoleh hasil sebagai berikut :

 Jumlah lokasi potensi bahan galian di Kabupaten Ende sebanyak : 44 titik lokasi, yang terdiri dari :

o Mineral Logam sebanyak : 2 titik lokasi o Mineral Non Logam sebanyak : 42 titik lokasi

 Jumlah titik lokasi potensi bahan galian di Kabupaten Sikka sebanyak : 8 titik lokasi, yang terdiri dari :

o Mineral Logam sebanyak : 2 titik lokasi Mineral Non Logam sebanyak : 6 titik lokasi

Daftar pustaka

1. Ahrens, L.H., 1954. Lognormal distributions of the elements. Geochim. Cosmochim. Acta 5, p. 49 – 73.

2. Bandi, S.Djaswadi, S.L.Gaol. 1994, Laporan Pendahuluan Penyelidikan Mineral Logam di Daerah Wolowaru Kab. Ende, Flores - Nusa Tenggara Timur. Proyek Eksplorasi Bahan Galian Logam, SubDirektorat Eksplorasi Mineral Logam, Direktorat Sumberdaya Mineral Bandung.

3. Budhi Priatna, et.al, 2000, Laporan Eksplorasi Geofisika Mineral Logam di Daerah Wai Wajo, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, TA. 2000, Direktorat Sumber Daya Mineral Bandung.

4. Franklin dkk, 1999, Eksplorasi Logam Mulia dan Logam Dasar di Daerah Wai Wajo dan Sekitarnya Kabupaten SIKKA – Nusa Tenggara Timur. Proyek Eksplorasi Bahan Galian Mineral Indonesia. SubDirektorat Eksplorasi Mineral Logam, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung.

5. Franklin dkk, 2002, Inventarisasi Endapan Molibdenum dan Logam Dasar Serta Mineral Logam Ikutannya di Daerah Wai Wajo Kabupaten SIKKA Provinsi Nusa Tenggara Timur, Proyek Eksplorasi Bahan Galian Mineral Indonesia. SubDirektorat Eksplorasi Mineral Logam, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung.

(14)

14 6. Hamilton, W.B., 1979, Tectonics of the Indonesian region. Prof.Paper 1078,

U.S.Geol.Surv. Washington, DC, 345 pp.

7. Hendaryono, 1999, Geologie de I’ile de Flores . Apports a l’etude de la geodynamique de l’archipel indonesien oriental. 200 p. ISBN 2-904431-21-7. Resume Francais, indonesien.

8. Katili.J.A., 1975, Volcanism and plate tectonics in the Indonesia Island arc, Tectonophysics, 26,p 165 – 188.

9. J.C, Carlile; A.H.G. Mitchelle, 1994, Journal of Geochemical Exploration 50. 91 - 142 pp. 10. N.Suwarna,S.Santosa, Koesoemadinata., 1990, Geologi Lembar Ende 1:250.000, Nusa

Tenggara Timur., Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.

11. 11. PT.Nusa Lontar Mining, 1987, Contract of Work, First Relinquishment Report, Nusa Tenggara Timur, Indonesia (9757).

12. Sumpena, A. dkk, 2000, Eksplorasi Mineral Logam Mulia dan Logam Dasar Daerah Rotenggo dan Sekitarnya Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur. Proyek Eksplorasi Bahan Galian Mineral Indonesia, SubDirektorat Eksplorasi Mineral Logam, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung.

13. Tudor, A, 1999, First Relinguishment Report and Upgrade from general Survey Period to Exploration Period, Internal Flores Barat Mining (FBM) report.

14. Tukey, J.W., 1977. Exploratory Data Analysis. Addison-Wesley, Reading, Mass. 506 pp. 15. Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia. Vol.IA, 1st Edition.

(15)

15

PENYELIDIKAN ENDAPAN PASIR BESI

DI DAERAH PESISIR SELATAN ENDE -FLORES

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Bambang N. W

Sub Dit. Mineral Logam

S A R I

Pasir besi merupakan salah satu bahan baku dasar dalam industri besi baja dimanaketerdapatannya di Indonesia banyak dijumpai di daerah pesisir seperti di pesisir Jawa, Sumatera,Sulawesi dan Nusatenggara.

Salah satu indikasi adanya pasir besi tersebut yaitu tetdapat di daerah pantai selatan Ende, Nusa Tenggara Timur.Penyelidikan yang telah dilakukan oleh tim eksplorasi dari Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral tahun 2006 diketahui ada empat sektor sebaran pasir besi yang dianggap cukup luas. Empat sektor tersebut terdapat pada Desa Rapo Rindu, Bheramari, Ruku Ramba dan Ondorea. Darisegi pembentukannya endapan pasir besi di daerah ini memiliki umur relatif muda. terbentuknyaendapan ini diduga adalah dari pelindihan dan pencucian yang berjalan secara intensif, dibeberapalokasi ditemukan adanya gundukan pasir besi dengan konsentarsi magnetit tinggi.

Hasil analisis laboratorium fisika mineral terhadap sampel-sampel pasir besi tersebut menunjukkan menunjukkan nilai derajat ( MD) berkisar 10 % hingga 50 . Sedangkan hasil analisis kimia menunjukkan nilai Fetotal tertinggi mencapai 37,10 % dan

terendah 4,43%. Secara umum kadar(Fe total) berkisar 10 hingga 25%.

Berdasarkan hasil studi lapangan (survey permukaan dan pemboran ) dan analisis laboratoriumdiketahui endapan pasir besi tersebut mengalami penurunan kadar ke arah barat (Sektor Ondorea)sedangkan kearah timur mengalami peningkatan kadar (sektor Rapo Rindu, Bheramari, Ruku Ramba).

Model sebaran endapan pasir besi di pesisir selatan Ende adalah melensis dimana ke arah barat,kandungan magnetitnya berkurang dengan bertambahnya pasir karbonat (berwarna putihkecoklatan) sedangkan kearah timur kandungan magnetitnya bertambah hal ini diperkuat denganhasil analisis laboratorium.

Beberapa faktor yang menyebabkan pola sebaran lapisan di satu daerah berbeda denganlainnya :

 Batuan induk, sebagai sumber untuk terbentuknya endapan pasir besi.

 Faktor fisika - kimia seperti suhu, erosi dan transportasi sungai, arus laut bawah laut dan sungai sebagai media transportasi dan akumulasi material.

 Faktor topografi (kemiringan), berperanan penting tempat akumulasi pasir besi Hasil perhitungan diketahui sumber daya hypotetik seluruhnya sebesar 57.134.358,4 ton konsentrat.

(16)

16

PENDAHULUAN

Pasir besi sebagai salah satu bahan bakuutama dalam industri baja dan industri alatberat lainnya di Indonesia, keberadaannya akhir-akhir ini memiliki peranan yang sangat penting. Berbagai permintaan dari berbagai pihak meningkat cukup tajam.

Potensi dan sebaran pasir besi di Indonesia banyak di jumpai di berbagai pulau seperti di pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, Kalimantan, Sulawesi, kawasan Nusatenggara, Kepulauan Maluku. Namun demikian sejauh ini kegiatan eksplorasi dan inventarisasi berkaitan dengan endapan besi tersebut belum dilakukan secara menyeluruh, dan sistimatis.

Berdasarkan kejadiannya endapan besi dapat dikelompokan menjadi tiga jenis.Pertama endapan besi primer, terjadi karena proses hidrotermal, kedua endapan besi laterit terbentuk akibat proses pelapukan, dan ketiga endapan pasir besi terbentuk karena proses rombakan dan sedimentasi secara kimia dan fisika.

Salah satu potensi endapan besi (pasir besi) yang dijumpai di Kepulauan Indonesia di antaranya terdapat di Pantai selatan Ende ,Flores, Nusa Tenggara Timur di mana secara geologi keterdapatan ini sangat dimungkinkan

Hasil penyelidikan tinjau yang di lakukan di beberapa tempat di pesisir selatan Sikka dan Ende menunjukkan nilai kadar Fetotalnya mencapai 63% dengan TiO2 1%. Rata-rata kadar

Fetotal nya diatas 56% dengan TiO2 <2%, (Bambang N.W., 2005).

Daerah kajian endapan pasir besi secara geografis terletak antara 121,45° ~ 121,65°BT dan 8,80° ~ 8,85° dan secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Ende,Kabupaten Ende, Flores. (Gambar 1)

Maksud dari kajian ini adalah untuk mengetahui gambaran global keberadaan potensi sumber daya pasir besi di daerah pantai selatan Kabupaten Ende, Flores yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi investor yang berminat untuk terjun dalam usaha di bidang pertambangan khususnya pasir besi.

Gambar 1. Lokasi daerah penyelidikanPasir besi di Pesisir selatan Ende

(17)

17

Metoda

Metoda penyelidikan yang dilakukanya itu penyelidikan lapangan antara lainpemetaan geologi permukaan, pengukuran dengan menggunakan alat ukur TO, pemboran menggunakan hand auger serta sampling untuk analisis laboratorium.

Penyelidikan Lapangan

Pemetaan permukaan bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh hubungan antarageologi dipermukaan dan sebarannya denganpembentukan endapan pasir besi di daerahtersebut. Pengamatan dilakukan terutama padadaerah pantai dan sekitarnya.

Pengukuran (dengan teodolit jenis TO) dilakukan untuk membuat baseline dan crossline titik-titik pemboran. Tujuannya adalah untuk menentukan penempatan posisi titik bor. Penentuan posisi titik pertama sebagai acuan dalam pengukuran dilakukan dengan GPS. Pemboran dilakukan pada daerah pantai mengandung pasir besi dengan interval panjang (baseline) 400 meter dan lebar (crossline) 200 meter. Pekerjaan pemborandilakukan dengan bor tangan (hand auger) jenis ‚Doomer‛ yang dilengkapi dengan casing Ø 2,5 inchi.

Metoda preparasi hasil pemboran adalah sbb : conto-conto pasir besi yang terletak diatas permukaan air tanah diambil dengan sendok pasir (sand auger) jenis ‚Ivan‛ Ø 2,5inchi, sedangkan conto pasir besi yang terletak di bawah permukaan air diambil dengan bailer. Conto diambil untuk setiap kedalaman1,50 meter atau kurang dan dibedakan antara conto dari horizon A (diatas permukaan airtanah), conto horizon B (antara permukaan airtanah dan air laut) dan conto dari horizon C (yang terletak di bawah permukaan air laut).

Reduksi conto di kerjakan dengancara ‚increment ‛ berdasarkan J.I.S. ( Japanese Industrial Standard ), dimana conto asli ditampung ke dalam baki kayu berukuran 90 x60 x 2 cm. Pertama conto dari kedalaman tiap1,5 m atau kurang diaduk-aduk hingga homogen, kemudian diratakan sampai setinggi permukaan baki, setelah itu conto dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang sama. Dari tiap bagian masing-masing diambil setengahnya dengan sendok increment berukuran 3 cm x 3 cm x 2 cm. Proses increment ini dilakukan empat lima kali, hingga diperoleh conto seberat sekitar 2 kg. Sisa terakhir dari proses increment tiapkedalaman dari satu lubang bor tersebut dikumpulkan untuk dijadikan sebagai conto komposit. ‚ Increment ‛ juga diberlakukan pada conto tersebut.

Pekerjaan Laboratorium

Tahap berikutnya adalah pemisahan fraksi magnetit dari non magnetit dilakukan dengan magnet batang 300 gaus secara berulang-ulang sebanyak 7 kali untuk mendapatkan konsentrat yang cukup bersih. Setelah konsentratnya diperoleh, dilakukan penimbangan. Dengan membandingkan berat konsentrat dan berat asal, maka didapat nilai MD (magnetic degree), dengan menggunakan rumus :

Berat konsentrat

MD = --- -- X 100 % Berat asal

(18)

18 Untuk mengetahui kualitas kandungan besi kadar pada tiap sampel pasir besi tersebut dilakukan analisa unsur Fe2O3, Fe3O4, Fetotal, TiO 2 dan H2O terhadap sampel yang

sudahmenjadi konsentrat.

Adapun endapan pasir besi yang dimasukan ke dalam perhitungan sumber daya terukur adalah yang mempunyai MD > 7% untuk kuat magnet 300 gauss. Sumber daya terukur total dihitung dengan cara menjumlahkan sumber daya tiap lubang bor. Sumber daya konsentrat tiap lubang dihitung dengan rumus

Keterangan :

C = Sumber daya dalam ton

L = Luas areal pengambilan bor dalam M² t = Tebal endapan dalam meter

MD = Magnetic Degree dalam % SG = Berat Jenis

Geologi

Menurut N. Suwarna, dkk (1990) geologi di daerah penelitian dan sekitarnya adalah sebagai berikut :

Formation Kiro (Tmk)

Merupakan batuan tertua yang terdapat didaerah ini, berumur Miosen Awal, terdiri breksi, warna kelabu tua-kelabu muda, komponen andesit, basal, berukuran 0,5 – 5cm, lava, bersusunan andesit- basal, kelabu muda ~ kehijauan dan kehitaman, porfir,sebagian terkersikan, terkalsitkan dan terkhloritkan, kekar lapis, sebagian bersisipan breksi, tufa pasiran dan batu pasir tufaan,sisipan warna kelabu, berlapis 25° – 50° arah jurus barat laut-tenggara, tebal satuan sekitar 1000 meter – 1500 meter. Batuan ini tersebar terutama di sekitar Kali Kiro, Desa Walogai, Keli Wumbu, dan Mbotu Mapolo, sebagiandijumpai dipantai selatan Ende. Formasi ini ditumpangi secara tidak selaras diatasnya oleh Formasi Nagapanda.

Formasi Nangapanda (Tmn)

Terdiri dari batu pasir, batu tufa berlapis,dan breksi. batu pasir, hijau, halus ~ kasar,menyudut tanggung – membundar, padat, berlapis baik.; Breksi, merupakan breksi vulkanik, bersifat andesitik-basaltik, dengan ukuran komponen bervariasi dari beberapa cm hingga 30 cm. Tebal singkapan mencapai 30cm. Formasi ini membentuk morfologi yang cukup kasar dengan ketebalan diperkirakan sekitar 2000 meter dan menjemari dengan Formasi Kiro di bagian timur.

(19)

19 Formasi Tanahau (Tmt)

Lava, breksi. Lava, berkomposisi dasitik, setempat struktur bantal. Breksi terdiri dari komponen bersifat dasitik dengan semen tufa pasiran terkersikkan dan termineralkan. Batuan Intrusi

Diorite (Tdi), dasit (Tda), dan andesit(Ta) berumur Miosen Bawah, diorite kuarsa(Tmd) and granodiorit (Tg) Miosen Tengah. Intrusif sebagai stok, retas dan sill, pad abeberapa tempat dibuktikan dengan sifat sirkular kecil. Batuan intrusi andesit lokal terdapat di pantai selatan Ende.

Product Volcanik tua (QTv)

Satuan ini adalah produk dari active volcanoes G. Beliling, Tedeng, dan Todo dibagian barat Flores, di bagian tengah Flores, terutama terdiri dari sisipan breksi, lava dan tuff dengan dominant andesit ~ basal, umur Pliosen.

Product Volcanik muda (Qhv)

Secara tidak selaras menumpangi satuan yang lebih tua, terutama terdiri dari material vulkanik yang tidak terkonsolidasi G. Wai Sano sebagai hasil erupsi, terdiri dari lahar, breksi, lava, bomb, lapilli, tuff, tuff pasiran dan pumice, komposisi andesit-basal berumur Holosen.

Endapan Teras pantai (Qct)

Satuan ini secara tidak selaras menumpangi satuan lebih tua, terdiri dari sisipan konglomerat dan batu pasir kasar agak sedikit karbonatan, umur Holosen.

Endapan Aluvial dan endapan pantai (Qa)

Terdiri dari material rombakan sungai karena pengangkatan terdiri dari kerikil, kerakal dan pasir, terutama terjadi pada sungai besar dekat pantai berupa endapan teras.

Struktur Geologi

Struktur geologi yang dijumpai di daerah pesisir selatan khusunya Ende adalah lipatan, sesar dan kelurusan. Arah struktur timurlaut-baratdaya, beberapa memiliki arah baratlaut-tenggara. Batuan yang mengalami perlipatan secara kuat pada Formasi Nangapanda dengan kemiringan perlapisan dari 15˚~ 50˚. Struktur terjadi pada Formasi Kiro dan Nangapanda yang merupakan formasi tertua. Sumbu lipatan sinklin yang memiliki arah baratdaya –timurlaut.

Selain struktur lipatan di kawasan ini juga ditemukan struktur sesar. Jenis sesar yang berkembang adalah sesar normal dan sesar geser. Sesar normal berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut – baratdaya. Sesar ini terdapat pada batuan Miosen dan Plio – Plistosen,

(20)

20 diperkirakan terjadi pada Plistosen. Sesar geser teramati pada Formasi Kiro dan Formasi Nangapanda. Gambaran umum geologi serta urut-urutan stratigrafi regional dapat dilihat pada gambar 2 dan gambar 3.

Gambar 2. Peta geologi regional daerah Flores

(21)

21

Mineralisasi

Pembentukan endapan pasir besi memilikiperbedaan genesa dibandingkan denganmineralisasi logam lainnya. Pembentukanpasir besi adalah merupakan produk dariproses kimia dan fisika dari batuan yangmenengah hingga basa atau dari batuanbersifat andesitik hingga basaltik. Proses inidapat dikatakan merupakan gabungan dariproses kimia dan fisika.

Di daerah pantai selatan Kabupaten Ende,endapan pasir pantai di perkirakan berasaldari akumulasi hasil desintegrasi kimia danfisika seperti adanya pelarutan, pengahncuranbatuan oleh arus bawah laut, pencucian secaraberulang ulang, transportasi danpengendapan.

Menurut Subandoro dan Pudjowaluyo(1972) di Pulau Flores secara umum terletak pada busur batuan vulkano-plutonik yangmasih aktif mirip dengan Pulau Jawa dimanaendapan besi mengandung titan ditemukansepanjang pantai selatan. Agaknya batuanvolkanik Flores adalah merupakan sumberutama pasir besi pantai yang ada sekarang.

HASIL PENYELIDIKAN

Dalam penyelidikan lapangan diperolehdata sbb :  Jumlah titik pemboran sebanyak 45 titik.

 Jumlah kedalaman pemboran adalah 111,6 meter.  Jumlah conto terambil sebanyak 90 conto.

Berdasarkan pada kriteria kelayakanpengukuran dan titik pemboran, penyelidikan di kawasan ini di lakukan pada empat sektor yaitu :

1. Sektor Rapo Rindu, pengukuran dan pemboran dilakukan di daerah Rapo Rindu, km 18 arah barat Kota Ende. Hasilnya 14 titik ; 8 titik baseline dan 6 titik crossline 2. Sektor Bheramari, pengukuran dan pemboran dilaksanakan di sebelah timur Rapo

Rindu ± 14 km arah barat Kota Ende. Hasil pemboran 6 titik : 3 titik baseline dan 3 titik crossline

3. Sektor Ruku Ramba, Pengukuran dan pemboran dilakukan, km 10 arah barat Kota Ende. Hasil pemboran 9 titik ; 5 titik baseline dan 4 titik crossline

4. Sektor Ondorea, terletak di bagian barat daerah penyelidikan, tepatnya di km 23 arah barat Kota Ende. Hasil pemboran 14 titik ; 7 titik baseline dan 7 titik crossline. Penyelidikan laboratorium diperoleh hasil sebagai berikut :

MD berasal dari lokasi OR 7/A1 sebesar 52,17%, ASG 3,84. Sedangkan MD terendahter dapat di lokasi RA8/B yaitu sebesar 2,59 , ASG 2,74 terdapat pada lokasi RA8/B. Nilairata-rata MD umumnya berkisar 10 % ~ 30 %.Untuk masing-masing sektor nilai tertinggidan terendah sbb :

(22)

22 Secara keseluruhan nilai rata-rata dari sektor Rapo Rindu MD 20,84 % dan ASG 3,245; Bheramari MD 20,68 % dan ASG 3,19; Ruku Ramba MD 20,69 % dan ASG3,15 dan sektor Ondorea memiliki MD 13,75% dengan ASG 3,193.

Nilai Fetotal tertinggi dan terendah untuk masing-masing sektor :

Sektor Raporindu Fetotal nilai tertinggi 22,35% dan terendah 4,43%; Bheramari Fetotal nilai

tertinggi 22,69% terdapat pada BM2/B dan terendah 9,23% pada BM 1/A1. Ruku Ramba

Fetotal nilai tertinggi 31,39% terdapat pada lokasi RR 3/2/A2 dan terendah 10,86% terdapat

pada lokasi RR 1/2/B. Sedangkanuntuk sektor Ondorea Fetotal nilai tertinggi37,10 %

terdapat pada OR7/A1 dan nilaiterendah 8,92 % pada OR 5/2/A1.

Adapun nilai Fetotal rata-rata masing-masing sektor ; Raporindu 23,96 %,Bheramari 15,37

%, Ruku Ramba 18,14%dan Ondorea 19,74 %.

Nilai TiO2 pada umumnya menunjukkan dibawah 2%, kecuali di beberapa lokasi seperti

di BM2/2/A2 TiO2 = 2,35%, RA 4/A1= 2,27%, RR3/2/A2 TiO2 = 2,52%, OR 7/A1TiO2 = 4,97%,

OR6 /A1 = 3,41%, dan OR7/2/A1 = 5,22% dari hasil analisis menunjukkan nilai TiO2 diatas 2

banyak terdapat di sektor Ondorea atau sektor OR. Gambaran sebaran masing-masing sektordapat dilihat pada Gambar 4 – 7. Perhitungan potensi dilakukan dengan metoda ‚Area of influence‛ dengan prinsip bahwa satu lubang bor memiliki daerah pengaruh ½ jarak terhadap lubang bor di sampingnya, hasil perhitungan disajikan dalam tabel-1.

Gambar 4

Peta Lokasi Hasil Pemboran Sektor I Rapo Rindu (RA)

(23)

23

Gambar 5

Peta Lokasi Hasil Pemboran Sektor II Bhera Mari (BM)

Gambar 6

(24)

24

Gambar 7

Peta Lokasi Hasil Pemboran Sektor IV Ondorea (RA)

Beberapa gambar & tabel tidak bisa dicopy

PEMBAHASAN

Dari hasil survey lapangan dan analisis laboratorium diketahui di sepanjang pantai selatan Kabupaten Ende empat daerah atau sektor yang dianggap paling memungkinkan untuk terbentuknya akumulasi endapan pasirbesi yaitu sektor Rapo Rindu, Bheramari, Ruku Ramba dan Ondorea. Pada sektor 1(Rapo Rindu/RA), ketebalan lapisan kaya besi magnetit terdapat pada RA6, mengalami menipis pada RA5 dan RA4. Pada RA2 ketebalan lapisan mengandung besi magnetit mulai menebal kembali. Sedangkan ke arah barat (RA7 dan RA8) terjadi menipis lapisanmengandung magnetit secara drastis.

Ke arah timur yaitu pada sektor Ruku Ramba, pola perlapisan yang mengandung pasir besi magnetit dari RR1~ RR5 mengalami menebalan, ini terutama terlihat terutama pada titik bor RR5. Ketebalan lapisan mengandung magnetit di sektor ini mencapai 3,2 meter. Sedangkan di sektor Ondorea penipisan lapisan terjadi ke arah barat ditandai dengan adanya deplesi lapisan pasir magnetit serta meningkatnya lapisan pasir kuarsa/gamping. Ciri fisik dipermukaan ditandai dengan warna putih yang dominan.

Hasil analisis laboratorium umumnya menunjukkan bentuk garis linier baik pada sektor Rapo rindu, Ruku ramba maupun Ondorea. Ini menunjukkan hubungan sejajar antara

(25)

25 kandungan nilai pasir magnetit dengan Fe Total nya. Dimana jika kandungan pasir bermagnet di suatu daerah dominan maka nilai derajat secara otomatis kemagnetan tinggi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pola sebaran lapisan di satu daerah berbeda dengan daerah lainnya (melensis misalnya). Faktor-fkator / parameter tersebut diataranya :

 Batuan induk, merupakan sumber asal untuk terbentuknya endapan pasir besi.  Faktor penghancuran fisika - kimia seperti suhu, erosi dan transportasi sungai, arus

laut bawah laut dan sungai sebagai sebagai media transportasi dan akumulasi material.

 Faktor topografi (kemiringan), memegang peranan penting sebagai tempat akumulasi endapan pasir besi disuatu tempat (basin).

Jadi adanya bentuk dan pola sebaran endapan pasir besi yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain dimana terjadi pengayaan misalnya, ini sangat di tentukan oleh faktor/parameter tersebut diatas. Sebagai contoh di sektor Rapo Rindu akumulasi pasirbesi relatif lebih banyak dibandingkan dengans ektor lainnya. Tetapi sebaliknya di sektor Ondorea pasir besi berkurang ke arah baratdengan meningkatnya pasir dari batuan karbonat. Gambaran global polapembentukan tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Gambar 9).

KESIMPULAN

Keterdapatan endapan pasir besi dikawasan pesisir selatan Kabupaten Ende diperkirakan merupakan endapan yang terbentuk dari akumulasi hasil disintegrasi fisika dan kimia batuan vulkanik tua didaerah ini yang bersifat, dari kisaran dasitik hingga basaltik.

Secara fisik endapan pasir besi di daerah pesisir selatan Ende relatif muda dimana prosesnya diduga dari pelindihan dan pencucian yang berjalan cukup secara intensif sampai sekarang sehingga di beberapa lokasi menghasilkan konsentrat magnetit yang tinggi.

Model endapan pasir besi yang terdapat dipesisir selatan Ende diperkirakan bentuk melensis dimana ke arah barat, kandungan magnetitnya berkurang dengan bertambahnya pasir karbonat (berwarna putih kecoklatan) sedangkan kearah timur kandungan magnetitnya bertambah hal ini diperkuat dengan hasil analisis laboratorium. Hasil gabungan data pemboran dan analisis laboratorium diketahui potensi endapan pasir besi berurutan dari yang besar terdapat pada sektor Rapo Rindu, Bheramari,Ruku Ramba dan Ondorea dengan jumlah sumber daya hypotetik seluruhnya sebesar 57.134.358,4 ton konsentrat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Direktur, serta semua pejabat terkait dilingkungan jajaran Pusat Sumber Daya Geologi yang telah memberikan bantuan

(26)

26 kepada kami berupa kesempatan, dorongan dan saran sehingga terwujudnya tulisan ini. Koreksi dan saran kami nantikan guna penyempurnaan tulisanini.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang N. Widi., 2005, Laporan HasilPenyelidikan Tinjau Endapan Pasir Besi di Kabupaten Sikka, Nusa TenggaraTimur. PT. Ever Mining.

Bambang W., Kisman, A. Said, Soepriadi,Budiharyanto, 2005, Eksplorasi Logam Besi di Pesisir Selatan Kabupaten Ende,Provinsi Nusa Tenggara Timur, Direktorat Inventarisasi Sumber DayaMineral, Bandung.

Bandi, S.Djaswadi, S.L.Gaol, 1994, LaporanPendahuluan Penyelidikan Mineral Logam di Daerah Wolowaru Kab. Ende,Flores - Nusa Tenggara Timur , DirektoratSumberdaya Mineral, Bandung.

Franklin dkk., 1999, Eksplorasi Logam Mulia dan Logam Dasar di Daerah Wai Wajo dan Sekitarnya Kabupaten SIKKA – NusaTenggara Timur , Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung.

Suwarna N., S. Santosa, S. Koesoemadinata.,1990,Geologi Lembar Ende 1:250.000, Nusa Tenggara Timur , Pusat Penelitiandan Pengembangan Geologi Bandung.

Subandoro dan Pudjowaluyo, 1978, Iron Sand Occurrences In The Coastal Areas of Flores, Mineral Resources In AsianOffshore Areas , CCOP , Singapore.

Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia. Vol. IA,1st Edition . Govt.Printing office, The Hague, pp 104-136

(27)

27

EKSPLORASI PASIR BESI

DI KABUPATEN MANGGARAI

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Franklin

Kelompok Program Penelitian Mineral Logam

S A R I

Kabupaten Manggarai merupakan salah satu daerah yang dilalui oleh jalur magmatik Sunda – Banda yang secara tidak langsung implikasinya merupakan salah satu tempat kedudukan mineralisasi logam yang potensil salah satunya adalah pasir besi. Hasil penyelidikan yang telah dilakukan di daerah Nangarawa seluas 3 Km x 40 m sejajar garis pantai, ketebalan rata-rata lapisan pasir yang mengandung besi 2,23 m, persentase kemagnetan 5,65 % dan berat jenis 3,11 telah menghasilkan sumber daya terunjuk sebesar 343.300 ribu ton pasir besi. Sumber daya ini masih dimungkinkan bertambah lagi mengingat belum seluruhnya diselidiki terutama ke arah barat. Apabila hasil analisis kimia menunjukkan kadar besi total kurang lebih 56 % Fe, maka potensi sumber daya pasir besi di daerah ini cukup prospek untuk dikembangkan mengingat permintaan pasar yang jatuh pada kisaran angka tersebut cukup banyak.

PENDAHULUAN

Makalah ini merupakan penjabaran serta interpretasi data lapangan yang mencakup data geologi, dan pemboran di daerah Nangarawa Kabupaten Manggarai Flores Nusa Tenggara Timur yang di perkirakan merupakan daerah potensi endapan pasir besi. Hasil penyelidikan ini didasarkan pada studi kuantitatif pada batuan dan karateristik mineral seperti misalnya melalui pemetaan geologi, analisis ayak serta komparasi data hasil penyelidikan tahun 2005.

Penyelidikan yang telah dihasilkan ini bukan dimaksudkan untuk dipakai sebagai perbandingan terhadap keterdapatan endapan pasir besi beserta mineral ikutannya di daerah-daerah lainnya.

Daerah penyelidikan terletak pada koordinat UTM 245.578,2 mN dan 9.020.206,6 mE dengan luas kurang lebih 343.300 meterpersegi (Gb.1). Penerbangan domestik tersedia dari Bandung/Jakarta ke ibukota kabupaten Manggarai dan dilanjutkan dengan kendaraan roda empat ke Desa Nangarawa kurang lebih tiga jam.

(28)

28 Daerah Nangarawa telah diselidiki secara sistematik oleh Direktorat Sumber Daya Mineral pada tahun 2005 (kerjasama antara Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral ~ DIM dengan Pemerintah Kabupaten Manggarai) yang difokuskan pada inventarisasi sumber daya alam termasuk di dalamnya logam dasar dan logam mulia. Hasil inventarisasi menunjukkan kadar magnetit (Fe3O4)= 41%, piroksen = 42,5%, kuarsa= 11,5%, olivin= 3,5% dengan perkiraan endapan pasir besi lebar 300 meter dan panjang 3 kilometer. Berdasarkan data dan informasi tersebut, maka pada tahun 2006, daerah tersebur kembali diselidiki dengan metoda eksplorasi pemboran.

Hasil Penyelidikan

Morfologi :

Kondisi fisik daerah ini sebagian besar terdiri dari pegunungan dan perbukitan dengan kemiringan lebih dari 40° (70,45% dari total luas wilayah), sedang daerah yang agak landai kurang dari 15 persen. Di antara perbukitan yang agak landai, masyarakat setempat membuka areal persawahan, perladangan, perkebunan dan padang peternakan. Berdasarkan ketinggiannya luas wilayah yang mempunyai ketinggian > 1000 m mencapai 12,67%, ketinggian 500 – 1000 m 32,40%, ketinggian 100 – 500 m 40,62% dan 0 – 100 m 14,29%. Dari peta DEM dan kenampakan 3 dimensinya serta dari citra dan topografi, daerah pegunungan dijumpai di bagian tengah (foto 1 dan 2).

Litologi - Batuan Hasil Gunungapi Tua (QTv)

Satuan ini merupakan hasil kegiatan gunungapi aktif seperti G. Watueri serta G. Bajawa di Flores Tengah yang terutama terdiri dari perselingan breksi, lava dan tufa dengan komposisi utama andesit sampai andesit-basaltik. Di daerah penyelidikan satuan ini menutupi bagian tengah sampai kedataran yang lebih rendah dan satuan ini berumur Pliosen (Gb.2).

Undak Pantai (Qct), Satuan ini menutup secara tidak selaras batuan yang lebih tua dan diendapkan hanya pada lembah besar Nangarawa. Satuan ini terdiri dari perselingan konglomerat dan batupasir kasar, sedikit gampingan.

Endapan Pantai dan Aluvial (Qa), Endapan pantai dan alluvial Kuarter mengisi lembah-lembah sungai terutama pada sungai-sungai besar Nangarawa dan undak yang terangkat. Satuan ini terdiri dari bahan-bahan yang kurang padat dan kompak yang berasal dari aliran sungai dengan ukuran bervariasi dari bongkah sampai lempung (Foto 3).

SUMBER DAYA

Luas Daerah Pengaruh : Panjang pantai 3000 meter, Lebar rata – rata 70 meter, jarak antar titik bor pada sumbu panjang 200 meter dan sumbu lebar 40 meter, maka luas daerah pengaruh = 343,300 meter persegi.

(29)

29 Penentuan Persentase Kemagnetan (MD) : Persentase kemagnetan ditentukan dengan membagi berat konsentrat yang dihasilkan dari pemisahan magnet dengan conto lapangan yang telah direduksi hingga menjadi 100 gr kemudian dikalikan 100 %, maka diperoleh harga MD atau dengan rumus dapat digambarkan sebagai berikut: MD = Berat Konsentrat/Berat conto hasil reduksi x 100 %. MD rata-rata yang diperoleh di lapangan adalah = 5,65 %

Pengukuran Dan Perhitungan Berat Jenis Pasir Besi : Analisis dilakukan dengan cara conto asli (crude sand) seberat 100 gram dimasukkan ke dalam air yang diketahui volumenya di dalam gelas ukur. Untuk memudahkan perhitungan ditetapkan volume 200 cc, apabila kenaikan air menjadi A cc, maka volume pasir yang dimasukkan = A – 200 cc. Jadi Berat jenis = 100/(A – 200) gram/cc. Hasil perhitungan menunjukkan Berat Jenis rata-rata adalah = 3,11 ton/m3.

Sumber Daya Pasir Besi : Penentuan potensi endapan pasir besi dilakukan dengan metoda daerah pengaruh dengan menggunakan formula C = (L x t) x MD x SG

C = sumber daya dalam ton

L = luas daerah pengaruh dalam m2

t = tebal rata-rata endapan pasir besi dalam meter MD = prosentase kemagnetan dalam persen SG = Berat jenis dalam ton/m3

Berdasarkan formula tersebut sumber daya pasir besi di daerah Nangarawa dapat di tentukan yaitu :

Luas daerah pemboran = 343.300 m2, Tebal rata-rata endapan pasir = 2,23 m, MD rata-rata = 5,65 %, SG rata-rata = 3,11. Jadi sumber daya pasir besi adalah C = 343.300 m2 x 2,23 m x 5,65/100 x 3,11 ton/m3 = 134.520,20 ton.

Potensi Logam Besi : Berdasarkan hasil analisis kimia kadar besi daerah Nangarawa adalah : %, maka potensi logam besi di Nangarawa adalah :

KESIMPULAN

Hasil penyelidikan yang telah dilakukan di daerah ini seluas 3 Km x 40 m sejajar garis pantai, ketebalan rata-rata lapisan pasir yang mengandung besi 2,23 m, persentase kemagnetan 5,65 % dan berat jenis 3,11 telah menghasilkan sumber daya terunjuk sebesar 343.300 ribu ton pasir besi. Sumber daya ini masih dimungkinkan bertambah lagi mengingat belum seluruhnya diselidiki terutama ke arah barat (masuk kecamatan Borong). Apabila hasil analisis kimia yang sedang dalam proses menunjukkan kadar besi total kurang lebih 56 % Fe, maka potensi sumber daya pasir besi di daerah ini cukup prospek untuk dikembangkan mengingat permintaan pasar yang jatuh pada kisaran angka tersebut cukup banyak. Namun jika sebaliknya yang terjadi, maka sumber daya tersebut

(30)

30 dapat dipakai sebagai tambahan basis data daerah sambil menunggu perkembangan teknologi yang dapat mengolah bijih besi dengan spesifikasi kadar yang lebih rendah. ACUAN

Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Manggarai, 2003: Laporan Akhir Inventarisasi dan Evaluasi Bahan Galian Mineral di Daerah Kabupaten Manggarai, provinsi Nusa Tenggara Timur.

Franklin et.al., 2002, Joint Cooperation on Metallic Mineral Exploration in Tebedo-Dalong-Bolol, Manggarai, NTT, DMRI-Kores.

(31)

31

POTENSI TAMBANG

http://www.nttprov.go.id/bkpmd/web/index.php?hal=pottambang

Sektor pertambangan dan energi di NTT belum memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perekonomian, hal ini disebabkan karena potensi sector pertambangan dan energi yang ada di beberapa wilayah belum dikelola secara maksimal. Hampir di semua wilayah di NTT potensi bahan galian A dan B (mineral dan logam) seperti nikel, emas, tembaga, timah, pasir besi serta bahan galian C lainnya. Potensi energi terbarukan seperti matahari, angin, mikro hidro untuk pembangkit energi skala kecil memiliki potensi untuk dikembangkan, potensi panas bumi di Mataloko dan Ulumbu serta daerah-daerah lainnya di pulau flores memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi pembangkit tenaga listrik skala sedang dan besar.

a. Potensi Pertambangan Umum Bahan Galian C

1). Barit

Barit terjadi karena berasosiasi dengan batu lempung. Digunakan untuk lumpur pengeboran, industri cat, kertas dan plastic. Lokasi di Kabupaten Lembata dengan cadangan diperkirakan sebesar 62.500m3.

2) Aragonit

Terjadi karena bersaosiasi dengan batu gamping. Berwarna coklat bening, bersifat transparan, kristalisasi, kondisi stabil dan berubah menjadi kalsit. Digunakan untuk bahan industri kosmetik. Lokasinya di Kabupaten Kupang dengan cadangan 7.360.562m3

Kabupaten Kupang - Cadangan : 7.360.562 m2 Kabupaten Sumba Timur - Cadangan : Tidak terdeteksi

3) Batu Gamping

Merupakan batuan pospat yang sebagian besar tersusun oleh mineral kalsium karbonat (CaCo3). Digunakan untuk bahan baku terutama pembuatan semen Portland, industri keramik, obat-obatan, dall. Lokasi terbanyak di Kabupaten Manggarai dengan cadangan 5.558.771.299m3

Lokasi dan Cadangan Bahan Galian Batu Gamping

No Kabupaten Cadangan 1. Kupang 3.575.260.000 m2 2. TTS 41.233.125 m2 3. TTU 186.928.000 m2 4. Belu 2.279.400.000 m2 5. Alor 319.605.000 m2 6. Lembata 262.380.000 m2

(32)

32 7. Flores Timur 7.470.000 m2 8. Sikka 54.690.000 m2 9. Ende 7.698.000 m2 10. Ngada 37.000.000 m2 11. Manggarai 5.558.771.299 m2 12. Sumba Barat 4.708.606.782 m2 13. Sumba Timur 3.704.907.916 m2

Data : Dinas Pertambangan Provinsi NTT .

4) Batu hias/warna

Merupakan batuan sediment Zeolin yang berwarna hijau pucat hingga coklat pucat dengan bentuk butir membulat tanggung yang diendapkan di daerah pantai sebagai proses abrasi dan transportasi. Digunakan untuk ornament dan taman. Lokasinya di Kabupaten Alor terbanyak dengan cadangan 26.000.000 m3

Lokasi dan Cadangan Bahan Galian Batu Warna

No Kabupaten Cadangan 1. Kupang 10.359.750 m2 2. TTS 5.967.360 m2 3. Alor 26.000.000 m2 4. Ende 270.000 m2 5. Sumba Timur 12.500 m2

Data : Dinas Pertambangan Provinsi NTT

5) Batu Sabak

Berasal dari serpih atau lempung, berbutir halus dan kecil, umumnya berwarna abu-abu, hitam, ungu dan merah. Digunakan untuk papan tulis, bahan atap dan trotoar. Lokasinya di Kabupaten Sumba Timur, cadangan sebesar 616.605.800 m3

6) Batu setengah permata

Merupakan mineral yang terbentuk secara alamiah, jarang ditemukan atau langka, keras indah dan tahan terhadap reaksi kimia. Keindahannya berkaitan erat dengan sifat-sifat optis dari batuan itu sendiri seperti daya dispersi (permainan warna). Lokasinya terdapat di Kabupaten TTU dengan cadangan sebesar 148...750 m3

(33)

33 Merupakan bahan galian yang terdiri dari lempung monmorilonit, mempunyai sifat mengembang apabila terkena air atau basah. Digunakan sebagai bahan pemutih/pemucat minyak kelapa, sebagai lumpur penahan lubang bor agar tidak runtuh, lokasi bahan galian di Kabupaten Ngada dengan cadangan sebesar 10.000 m3

8). Dolomit

Disebut juga kapur magnesium (magnesium limestone), terjadi apabila beberapa unsure kalsit (Ca) dalam batu gamping di ganti oleh magnesium (mg), dengan susunan kima CaMg (Co 3)2 Dolomit merupakan bahan pembuat semen, bahan refraktori dalam tungku

pemanas/tungku pencair, bahan pupuk (unsure Mg) dan pengatur Ph tanah, pengembangan dan pengisi cat, plastik dan kertas. Lokasinya terdapat di Kabupaten TTS dengan cadangan 14.976.000 dan Manggarai dengan cadangan 350.000.000 m3

9). Feldspar

Merupakan pembentuk batuan seperti granit dan diorite, berwarna putih keabu-abuan, hijau muda, dan kuning kotor. Digunakan untuk bahan porselin dan bedak penggosok, sebagai fluk dalam industri keramik, gelas dan kaca, sebagai bahan pembuat semen, bahan refraktori dalam tungku pemanas/tungku pencair, bahan pupuk (unsure (Mg) dan pengatur Ph tanah, pengembangan dan pengisi cat, plastik dan kertas.

Lokasi dan Cadangan Bahan Galian Feldspar

No Kabupaten Cadangan

1. Ende 2.000 m2

2. Sumba Timur 5.340.000 m2

3. Manggarai 456.462.499 m2

Data : Dinas Pertambangan & Energi Provinsi NTT .

10. Gipsum

Terbentuk sebagai akibat evaporasi (penguapan) air laut, berwarna putih bening dengan sedikit pengotoran, kuning, abu-abu, merah dan jingga. Digunakan sebagai bahan campuran semen Portland, bahan pengisi dan penetral keasaman tanah. Cadangan bahan galian Gipsum paling banyak terdapat di Kabupaten Kupang, Alor, Flores Timur (daratan Flors pada Umumnya) dan Kabupaten TTU.

Lokasi dan Cadangan Bahan Galian Gipsum.

No Kabupaten Cadangan

1. Kupang 11.214.800 m2

(34)

34

3. Alor 1.179.125 m2

4. Flores Timur 182.850 m2

Data : Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT

11). Kalsit

Merupakan mineral dengan senyawa CaCo3, terdapat dalam bentuk kristal, banyak ditemukan di daerahsebaran batu gamping, dapat juga ditemukan dalam urat (Vein mineral) dalam gua kapur (Stalakit dan Stalagmit), mata air panas (sebagai travertine) dalam cangkang binatang koral, siput dan tiram (moluska), berwarna putih dan kuning, karet dan alat-alat optik. Cadangan bahan galian kalsit banyak terdapat di Kabupaten Kupang sebesar 8.656.875 m3

12) kaolin

Merupakan massa batuan yang tersusun oleh mineral berukuran lempung dengan kualitas tinggi dan dengan kandungan besi yang rendah, dan berwarna putih. Digunakan dalam industrik keramik, cat, kosmetika, pasta gigi, detergen, farmasi, pestisida dll. Cadangan bahan galian kaolin banyak terdapat di kabupaten alor sebesar 2.550.000 m3

13) lempung

Terjadi sebagai hasil pelapukan dari batuan asalnya (residual clay) ataupun karena proses transportasi dan diendapkan (sedimentary clay). Digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan semen portland dan dalam industri keramik, batu tahan api dll. Cadangan bahan galian ini banyak terdapat di kabupaten sumba timur sebesar 4.238.608.698 m3 14) Oker

Merupakan endapan mineral yang berasosiasi dengan air panas dan banyak mengandung besi sehingga berwarna merah. digunakan sebagai zat perwarna dalam pembuatan cat dan tinta, industri kater dan kertas,

.Permadani, tegel, bahan plastik serta sebagai bahan untuk logam dan gelas. Cadangan bahan galian oker banyak terdapat di Kabupaten Sumba Timur sebesar 2.534.614.750 m3. 15) Pasir Kuarsa

Merupakan mineral sebagai bahan pembentuk batuan bersifat asam seperti granit berwarna putih bening, putih susu dan ungu (amethyst). Digunakan sebagai bahan dalam industri gelas/kaca, optic, keramik dan abrasit. Lokasi galian ini terdapat di Kabupaten Alor, dengan cadangan sebesar 1.250.000 m3.

16) Perlit

Merupakan batuan yang terbentuk karena magma kental mencapai permukaan dingin dan membeku secara cepat dan berhubungan dengan suasana cair. Digunakan sebagai bahan

Gambar

Gambar  1.  Lokasi  daerah  penyelidikanPasir  besi  di  Pesisir  selatan Ende
Gambar 3 Stratigrafi regional daerah penyelidikan

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Jumat tanggal Empat Belas bulan Februari tahun Dua Ribu Empat Belas, kami telah mengadakan rapat selaku Pokja Konstruksi Pembangunan Penerangan Jalan Umum

Berdasarkan data deformasi, hasil pengukuran suhu mata air panas, energi gempa dari data RSAM, dan jumlah gempa letusan, terlihat bahwa secara umum pemendekan jarak (inflasi)

Dampak dari adanya Desa Wisata Siluk 1 pemuda dapat menambah pengalaman baru ketika ikut berpartisipasi dalam kegiatan di Desa Wisata dan pemuda mendapatkan hasil berbentuk uang

artikel yang disajikan dalam sebuah seminar/symposium dapat dinilai sama dengan jurnal edisi normal namun tidak dapat digunakan untuk memenuhi syarat khusus publikasi

17 c.RepeatabilityRepeatabilityyaitukemampuansensoruntuk

Buku penilaian untuk unit kompetensi Membaca Instrument Drawing dibuat sebagai konsekuensi logis dalam pelatihan berbasis kompetensi yang telah menempuh tahapan

[r]

Skripsi dengan judul “ Penerapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray Untuk Peningkatan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran PKn Kelas IV SD 1 Gamong Kudus ” oleh