• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta menghapuskan kemiskinan, atau paling tidak mengurangi tingkat kemiskinan di negara atau wilayah tersebut. Tidak hanya negara yang relatif sudah maju (negara berkembang) saja yang melakukan kegiatan pembangunan, negara yang belum maju pun melakukan kegiatan pembangunan. Dalam suatu negara atau wilayah, pembangunan ekonomi menjadi sesuatu yang sangat penting karena ketika berbicara mengenai pembangunan ekonomi berarti di dalamnya terdapat sebuah proses pembangunan yang melibatkan pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan beberapa perubahan. Perubahan-perubahan itu antara lain mencakup perubahan struktur ekonomi (dari pertanian ke industri atau jasa) dan perubahan kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri (Kuncoro, 1997).

Prestasi ekonomi suatu negara dapat dinilai dengan berbagai ukuran agregat. Secara umum, prestasi tersebut diukur melalui sebuah besaran dengan istilah pendapatan nasional. Meskipun bukan merupakan satu-satunya ukuran untuk menilai prestasi ekonomi suatu negara, itu cukup representatif dan sangat lazim digunakan. Pendapatan nasional bukan hanya berguna untuk menilai perkembangan ekonomi suatu negara dari waktu ke waktu, tapi juga membandingkannya dengan negara lain. Rinciannya secara sektoral dapat menerangkan stuktur perekonomian negara yang bersangkutan. Di samping itu,

(2)

dari angka pendapatan nasional selanjutnya dapat pula diperoleh ukuran turunannya, sepeti pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita (Dumairy,1996).

Berhasil atau tidaknya proses pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara atau wilayah dapat dilihat dari perkembangan indikator-indikator perekonomian tersebut, apakah mengalami peningkatan atau penurunan. Salah satu indikator yang dapat dilihat adalah Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan untuk daerah tertentu disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain PDRB, pendapatan per kapita juga salah satu konsep penting dalam perekonomian suatu Negara. Menurut Todaro (2003), produk nasional bruto per kapita merupakan konsep yang paling sering dipakai sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk di suatu Negara.

Indonesia telah memberlakukan otonomi daerah pada tahun 2001 dimana pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur sendiri urusan pemerintahannya termasuk urusan pembangunan ekonomi, namun pada kenyataannya sampai saat ini Pulau Jawa masih menjadi pusat pembangunan ekonomi bagi Indonesia. Bahkan dilihat dari Pulau Jawa sendiri, ketidakmerataan distribusi juga terjadi PDRB di Pulau Jawa. Menurut data Badan Pusat Statistik, PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah merupakan yang terendah diantara provinsi lain di Pulau Jawa. Provinsi DKI Jakarta merupakan Provinsi dengan PDRB per kapita tertinggi, disusul Provinsi Jawa Timur, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan yang terakhir adalah Provinsi Jawa Tengah. Provinsi DKI Jakarta memiliki PDRB sekitar delapan kali lebih tinggi dari pada PDRB Provinsi Jawa Tengah. Perkembangan PDRB Per

(3)

Kapita Tanpa Minyak & Gas Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan PDRB per kapita tanpa minyak dan gas enam provinsi di Pulau Jawa tahun 2005-2009 (ribu rupiah)

Provinsi Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 DKI Jakarta 48.570 55.610 62.199 73.713 81.746 Jawa Timur 11.033 12.796 14.456 16.635 18.285 Jawa Barat 9.468 11.28 12.434 13.987 15.121 Banten 9.329 10.585 11.408 12.756 13.598 DI Yogyakarta 7.529 8.652 9.584 10.985 11.830 Jawa Tengah 6.372 7.565 8.419 9.543 10.416 Sumber: BPS

Selain pendapatan per kapita, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Peringkat pertama ditempati oleh Provinsi Banten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 8,95 persen. Provinsi DKI Jakarta menempati peringkat kedua dengan persentase rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 6,03 persen. Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat menempati peringkat ketiga dan keempat dengan persentase rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,95 persen dan 5,8. Persen. Dua posisi terakhir diduduki oleh Provinsi Jawa Tengah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen dan Provinsi DI. Yogyakarta dengan 4,47 persen.

(4)

Tabel 2 Pertumbuhan ekonomi enam provinsi di Pulau Jawa tahun 2006-2010 (persen) Provinsi Tahun Rata-rata 2006-2010 2006 2007 2008 2009 2010 Banten 5,57 6,04 22,53 4,69 5,94 8,95 DKI Jakarta 5,95 6,44 6,23 5,02 6,51 6,03 Jawa Timur 5,8 6,11 6,16 5,01 6,68 5,95 Jawa Barat 6,02 6,48 6,21 4,19 6,09 5,8 Jawa Tengah 5,33 5,59 5,61 5,14 5,84 5,5 DI, Yogyakarta 3,7 4,31 5,03 4,43 4,87 4,47 Jawa 5,78 6,19 7,03 4,81 6,3 6,02 Sumber: BPS

Jika dilihat dari PDRB per kapita kabupaten dan kota di Jawa Tengah, perekonomian Provinsi Jawa Tengah ternyata hanya terpusat di beberapa daerah. Hal ini ditunjukkan dari PDRB per kapita di Jawa Tengah masih belum merata. Data BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 menunjukkan hanya sekitar sepuluh kabupaten dan kota di Jawa Tengah yang memiliki PDRB per kapita lebih tinggi dari rata-rata PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten dan kota lainnya memiliki PDRB per kapita kurang dari rata-rata di Jawa Tengah. Lima kabupaten dan kota yang memiliki PDRB per kapita tertinggi berturut-turut adalah Kabupaten Kudus, Kota Semarang, Kabupaten Cilacap, Kota Surakarta serta Kota Magelang dimana PDRB per kapita daerahnya jauh lebih tinggi dari kabupaten dan kota yang lainnya yaitu di atas Rp 17 juta per tahun. Sedangkan lima daerah yang memiliki PDRB per kapita terendah berturut adalah Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Kebumen serta Kabupaten Demak. Daerah-daerah tersebut memiliki PDRB per kapita yang relatif sangat rendah dibandingkan yang lain yaitu hanya sekitar Rp 5 juta per tahun.

Dari data Tabel 3, dapat diduga bahwa masih ada pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah yang belum optimal dalam

(5)

membangun perekonomian dengan memberdayakan potensi ekonomi di wilayahnya. Padahal di era otonomi daerah ini, pemerintah daerah sudah diberi wewenang untuk mengelola potensi di daerah masing-masing. Wewenang ini yang seharusnya dapat dioptimalkan pemerintah daerah dalam membangun perekonomian daerah.

Tabel 3 PDRB per kapita tanpa minyak dan gas kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010

No Kabupaten/Kota PDRB per Kapita No Kabupaten/Kota PDRB per Kapita

1 Kudus 40.471.198 19 Jepara 8.310.082

2 Kota Semarang 27.891.154 20 Pati 7.880.407

3 Cilacap 24.030.196 21 Sragen 7.860.941

4 Kota Surakarta 19.908.672 22 Banjarnegara 7.712.477

5 Kota Magelang 17.806.644 23 Batang 7.454.500 6 Kota Pekalongan 13.516.524 24 Temanggung 7.154.116

7 Sukoharjo 12.025.057 25 Wonogiri 6.937.837

8 Kendal 11.969.893 26 Pubalingga 6.796.774

9 Semarang 11.895.657 27 Magelang 6.788.665

10 Karanganyar 11.343.175 28 Banyumas 6.648.928 11 Kota Tegal 10.998.560 29 Pemalang 6.391.781 12 Kota Salatiga 10.856.888 30 Tegal 5.689.566

13 Klaten 9.975.148 31 Demak 5.620.418

14 Purwerejo 9.299.166 32 Kebumen 5.590.039

15 Boyolali 8.706.517 33 Wonosobo 5.202.502

16 Pekalongan 8.622.288 34 Blora 5.165.508

17 Brebes 8.437.736 35 Grobogan 4.966.466

18 Rembang 8.402.062 Jawa Tengah 10.809.358

Sumber: BPS Provinsi Jateng

Dengan berlakunya otonomi daerah, maka untuk melaksanakan pembangunan diperlukan kemandirian dan kemampuan dari pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan dana pembangunan. Dengan demikian, pemerintah daerah tentu harus mampu menggali sumber-sumber ekonomi dan mengolah potensi yang ada di daerahnya sehingga pembangunan di daerah tersebut dapat terus terlaksana. Selain dengan cara menggali sumber-sumber ekonomi daerah sebagai sumber pendanaan pembangunan, tentunya diperlukan penanaman modal

(6)

baik yang berasal dari dalam negeri (PMDN) maupun dari luar negeri (PMA) untuk mengembangkan perekonomian di suatu wilayah.

Ada dua pihak yang secara garis besar berinteraksi dalam menentukan kinerja perekonomian daerah yaitu pemerintah daerah dan pelaku usaha. Pemerintah daerah sebagai pembuat kebijakan publik yang terkait dunia usaha memiliki peran yang besar dalam penentuan bentuk kompetisi pasar di daerah. Sedangkan pelaku usaha sebagai pencipta nilai tambah ekonomi turut menentukan kinerja perekonomian daerah melalui peranan investasi yang berasal dari pemodalan swasta.

Kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) terutama tercermin pada berbagai Peraturan Daerah (Perda), diantaranya perda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Melalui APBD yang merupakan alat kebijakan utama, pemda membuat kebijakan pengeluaran untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik. Setelah fungsi pelayanan publik mendapatkan perbaikan kualitas maka tahapan berikutnya pada proses pembangunan berkelanjutan adalah penciptaan keadaan berusaha yang mendukung pergerakan ekonomi daerah. Pengembangan usaha swasta harus menjadi motor penggerak ekonomi lokal karena APBD memiliki banyak keterbatasan dalam hal jumlah dan cakupan program pembangunan yang dapat dibiayainya (KPPOD 2007).

Melihat pentingnya peran pemerintah daerah melalui tata kelola pemerintahan daerah dalam meningkatkan perekonomian, maka penelitian ini ingin menjelaskan keterkaitan antara tata kelola ekonomi daerah dengan Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) per kapita dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian mengenai tata kelola

(7)

ekonomi daerah ini didasarkan pada survei Tata Kelola Ekonomi Daerah (TKED) yang dilaksanakan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) pada tahun 2007. Survei ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kualitas tata kelola ekonomi daerah di Indonesia. Pada tahun 2007, survei dilaksanakan di 243 kabupaten dan kota di 15 provinsi di Indonesia.

Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh McCulloch dan Malesky (2010) mengenai dampak tata kelola pemerintahan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia. Namun, hasilnya sangat mengejutkan yakni hanya ada sedikit atau tidak ada hubungan yang signifikan antara tata kelola perekonomian daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal yang mendorong hasil ini dimungkinkan karena dalam penelitian tersebut menganalisis dampak tata kelola perekonomian daerah terhadap pertumbuhan secara agregat. Untuk menganalisis hal tersebut menggunakan skor indeks akhir serta sub-indeks tata kelola ekonomi daerah. Sementara ada 90 pertanyaan dari kuisioner yang ditanyakan kepada para responden memiliki skala pengukuran yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan analisis secara parsial yaitu menganalisis variabel-variabel yang ditanyakan kepada responden untuk mengetahui keterkaitan setiap indikator tata kelola ekonomi daerah terhadap PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi.

1.2. Permasalahan

Perekonomian di provinsi Jawa Tengah pun hanya terfokus di beberapa kabupaten dan kota. Data BPS Provinsi Jawa tengah pada tahun 2007, PDRB per kapita tertinggi di Jawa Tengah berturut-turut adalah Kabupaten Kudus, Kota Semarang, Kabupaten Cilacap, Kota Surakarta serta Kota Magelang dimana

(8)

PDRB per kapita daerahnya jauh lebih tinggi dari kabupaten dan kota yang lainnya yaitu di atas Rp 17 juta per tahun. Peringkat daerah dengan PDRB per kapita tertinggi tahun 2007 tersebut sama dengan peringkan PDRB per kapita tahun 2010. Artinya, kelima daerah tersebut secara konsisten memiliki perekonomian yang lebih besar dari daerah lainnya. Sedangkan lima daerah yang memiliki PDRB per kapita tahun 2007 terendah berturut adalah Kabupaten Tegal, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Blora serta Kabupaten Grobogan. Daerah-daerah tersebut memiliki PDRB per kapita yang relatif sangat rendah dibandingkan yang lain yaitu hanya sekitar Rp 5 juta per tahun.

Tabel 4 PDRB per kapita dan indeks tata kelola ekonomi daerah lima kabupaten/kota tertinggi dan terendah di Jawa Tengah tahun 2007 Pering kat Kabupaten/Kota PDRB per kapita (Rp) Pering kat Kabupaten/Kota Indeks TKED 1 Kudus 35.615.217 1 Purbalingga 71,1

2 Kota Semarang 23.067.839 2 Kota Magelang 70,5

3 Cilacap 18.526.334 3 Kudus 69

4 Kota Surakarta 15.831.794 4 Kota Salatiga 68,6

5 Kota Magelang 14.173.787 5 Wonosobo 68,2

31 Tegal 4.586.950 31 Karanganyar 59

32 Kebumen 4.556.330 32 Kota Surakarta 58,7

33 Wonosobo 4.422.065 33 Pemalang 57,5

34 Blora 4.204.875 34 Kota Semarang 57,2

35 Grobogan 3.973.827 35 Kebumen 55,2

Sumber: BPS dan KPPOD

Namun, dilihat dari indeks tata kelola ekonomi daerah, kabupaten/kota dengan tata kelola ekonomi daerah terbaik adalah Kabupaten Purbalingga, Kota Magelang, Kabupaten Kudus, Kota Salatiga dan Kabupaten Wonosono. Sedangkan kabupaten/kota dengan tata kelola ekonomi daerah terburuk adalah Kabupaten Karanganyar, Kota Surakarta, Kabupaten Pemalang, Kota Semarang dan Kabupaten Kebumen. Menariknya, Kota Semarang yang merupakan

(9)

kabupaten tertinggi kedua di Jawa Tegah ternyata menempati peringkat tata kelola ekonomi daerah terburuk kedua, setelah Kabupaten Kebumen. Tidak hanya itu, Kabupaten Wonosobo yang merupakan salah satu kabupaten dengan pendapatan per kapita terendah pun ternyata memiliki tata kelola ekonomi daerah terbaik di peringkat kelima. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai ketidaksesuaian dalam pelaksanaan pembangunan.

Baik buruknya tata kelola ekonomi daerah tergantung peran pemerintah daerah dalam mengelola pemerintahan di kabupaten/kota masing-masing. Di era otonomi daerah ini, pemerintah daerah sudah seharusnya berlomba dalam meningkatkan perekonomian masing-masing. Salah satu peran yang utama dari pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah adalah melalui tata kelola ekonomi daerah.

Penelitian mengenai tata kelola ekonomi daerah ini didasarkan pada survei Tata Kelola Ekonomi Daerah (TKED) yang dilaksanakan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang disurvei oleh KPPOD di tahun 2007. Survei ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kualitas tata kelola ekonomi daerah di Indonesia. Pada tahun 2007, survei dilaksanakan di 243 kabupaten dan kota di 15 provinsi (KPPOD 2007).

Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kondisi tata kelola ekonomi daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah?

(10)

2. Bagaimana keterkaitan tata kelola ekonomi daerah dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah?

3. Bagimana implementasi kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Jawa Tengah?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka penulis merumuskan tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kondisi tata kelola ekonomi daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah.

2. Menganalisis keterkaitan tata kelola ekonomi daerah dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah.

3. Menganalisis implementasi kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak sebagai berikut :

1. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini menjadi jawaban atas permasalahan yang ingin diketahui dan menjadi tambahan pengetahuan.

(11)

2. Bagi para penentu kebijakan di pemerintah Provinsi Jawa Tengah serta Pemerintah Daerah di Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam menambah pemahaman tentang aspek atau indikator dalam tata kelola ekonomi daerah yang berpengaruh terhadap PDRB per kapita. Pemahaman tersebut membantu penentu kebijakan untuk fokus dalam membuat kebijakan dalam meningkatkan meningkatkan perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

3. Bagi para pemangku peran masyarakat serta LSM, penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai alat advokasi kepada para pemimpin daerah untuk melakukan perbaikan tata kelola ekonomi daerah.

4. Bagi masyarakat umum, mahasiswa dan peneliti lain, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi, tambahan pengetahuan, dan sumber rujukan bagi penelitian terkait selanjutnya bagi peneliti yang berminat di bidang tata kelola ekonomi daerah.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini berdasar pada survei tata kelola ekonomi daerah yang dilakukan oleh KPPOD. Kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang disurvei di tahun 2007. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan data cross section dengan unit analisis kabupaten dan kota di Jawa Tengah pada tahun 2007.

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Pendekatan analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui kondisi tata kelola ekonomi daerah dan PDRB per kapita di kabupaten dan kota

(12)

Provinsi Jawa Tengah. Pendekatan analisis kuantitatif digunakan untuk mencari keterkaitan tata kelola ekonomi daerah dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan unit analisis variabel-variabel tata kelola ekonomi daerah. Indikator tata kelola ekonomi daerah yang dianalisis dalam penelitian ini adalah : (1) akses lahan usaha dan kepastian berusaha, (2) perizinan usaha, (3) interaksi pemda dan pelaku usaha, (4) program pengembangan usaha swasta, (5) kapasitas dan integritas Kepala Daerah, (6) biaya transaksi, (7) kebijakan infrastruktur daerah, (8) keamanan dan penyelesaian sengketa, dan (9) kualitas peraturan daerah. Penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah yakni belanja pemerintah daerah dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Gambar

Tabel 1  Perkembangan PDRB per kapita tanpa minyak dan gas enam provinsi di  Pulau Jawa tahun 2005-2009 (ribu rupiah)
Tabel  2    Pertumbuhan  ekonomi  enam  provinsi  di  Pulau  Jawa  tahun  2006-2010  (persen)  Provinsi  Tahun  Rata-rata   2006-2010 2006 2007 2008 2009 2010  Banten  5,57  6,04  22,53  4,69  5,94  8,95  DKI Jakarta  5,95  6,44  6,23  5,02  6,51  6,03  Ja
Tabel 3  PDRB per kapita tanpa minyak dan gas kabupaten/kota di Provinsi Jawa  Tengah tahun 2010
Tabel  4    PDRB  per  kapita  dan  indeks  tata  kelola  ekonomi  daerah  lima  kabupaten/kota tertinggi dan terendah di Jawa Tengah tahun 2007  Pering kat  Kabupaten/Kota  PDRB per  kapita (Rp)  Peringkat  Kabupaten/Kota  Indeks TKED  1  Kudus  35.615.21

Referensi

Dokumen terkait

Gaya kepemimpinan kepala sekolah ikut menentukan dalam pembentukan kinrja guru tempat di bekerja karena potensi guru dituntut untuk dapat menjalin kerja sama dengan rekan kerja

sebagai Inspirasi dalam Penciptaan Seni Lukis” adalah gebogan sebagai persembahan berupa susunan buah dan jajanan yang dihaturkan kehadapan Hyang Widhi sebagai bentuk

Skenario pengendalian banjir dilakukan dengan cara normalisasi sungai, yaitu memperbesar dimensi penampang sungai existing dengan lebar dasar sungai rata-rata 20 m

Mari kita sekarang melakukan penelusuran pemikiran, seperti yang pernah kita lakukan di atas, yang berhubungan dengan umat manusia. Apakah Allah berkuasa atas dunia kita ini? Apakah

Dalam salah satu pilar ekonomi hijau, perusahaan harus mengupayakan untuk memastikan bahwa dirinya bertanggung jawab atas hasil produksinya sebelum berubah menjadi

Pada penelitian ini, permasalahan PDPTW dalam menentukan sejumlah rute kendaraan memenuhi kondisi sebagai berikut, (1) terdapat satu depot dan sejumlah kendaraan yang

Berdasarkan hal tersebut, beberapa hal yang perlu dilaksanakan sebagai tindak lanjut kegiatan Penataan Tata Laksana di lingkungan Setjen DEN kedepan antara lain

Konsekuensinya, adalah menjadi penting bagi perusahaan untuk tidak hanya memiliki orientasi pesaing yang tinggi tetapi juga orientasi pelang- gan yang tinggi dan juga koordinasi