• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN. Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan letak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN. Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan letak"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

2.1 Kondisi Geografis Kota Medan

Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan letak wilayah pada posisi 30.30’ LU-30.48’ LU dan 980.39’BT-980.47’36”BT dengan ketinggian 0-40 meter di atas permukaan laut.11

11

Gindo Maraganti Hasibuan, Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan Terpadu dalam Pengelolaan banjir di Kota Medan (Studi Kasus Banjir Kota Medan), Medan: 2005, hlm. 10

Posisi dan letak kota Medan berada di dataran pantai Timur Sumatera, persis di antara Selat Malaka dan jajaran pegunungan yang membujur dari Barat Daya sampai wilayah tenggara Pulau Sumatera menjadikan kota Medan daerah yang strategis baik untuk menjalankan roda perekonomian hingga pusat kebudayaan, Medan adalah tempat yang selalu terbuka bagi siapa saja yang memiliki kompeten dan kemampuan bertahan hidup sebagai orang kota. Topografinya miring ke utara dan berada pada ketinggian 0-40 meter di atas permukaan laut dengan kelembaban dan curah hujan yang relatif tinggi. Mengenai curah hujan di Tanah Deli, Medan dapat digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama yang berarti bagi waktu yang lebih banyak mendapat curah hujan dan Maksima Tambahan yang berarti bagi waktu yang mendapat lebih sedikit curah hujan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d bulan Desember sedang

(2)

Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam. Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa di samping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda berada di tempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu bernama Deli Klei.

Letak kota Medan tidak jauh dari selat Malaka, sehingga sangat strategis dari segi ekonomi terutama dalam hubungan perdagangan dengan luar negeri. Kota Medan memiliki batasan dengan wilayah lain diantaranya sebagai berikut: Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang; Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Malaka; Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat

Kota Medan pada Jaman kolonial Belanda merupakan bagian dari keresidenan Sumatera Timur, yang terkenal dengan perkebunan tembakaunya. Keadaan tanah yang subur menghasilkan produksi tembakau yang bernilai jual tinggi menjadikan tanah Deli dan kota Medan sebagai salah satu primadona perkebunan bagi para pedagang, pendatang dan para pemilik perkebunan. Pada masa pemerintah kolonial menguasai wilayah ini sekitar tahun 1900 telah dilakukan penelitian oleh beberapa ilmuwan,

(3)

misalnya beberapa penelitian tentang keadaan tanah di kawasan tanah Deli atau Sumatera Timur umumnya. Penelitian itu dilakukan oleh para pakar atau ilmuan untuk kepentingan perusahaan perkebunan tambakau milik Belanda. Salah satu ilmuan yang melakukan penelitian tentang tanah di Sumatera Timur adalah Van Hissing pada tahun 1900, dari hasil penelitian itu menunjukkan bahwa tanah di Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah cokelat, dan tanah merah. Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui letak kota Medan diatas tanah jenis tanah liat, tanah campuran, dan tanah pasir.

Ketika kota Medan menjadi ibukota Keresidenan Sumatera Timur wilayahnya mencakup empat buah kampung asli Deli yaitu, Kampung Petisah Hulu, Kampung Petisah Hilir, Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas. 12

12

Roestam Thaib, et, al., 50 Tahun Kota Praja Medan, Medan: Djawatan Penerangan Kotapraja I, 1959, hlm. 101.

Selain itu Medan dikelilingi oleh kampung-kampung lain seperti Kampung Kota Maksun, Glugur, Kampung Sungai Mati, Sungai Agul dan lain-lain yang kesemuanya termasuk bagian dari wilayah kekuasaan teritorial Kerajaan Deli. Namun seiring dengan perkembangannya Kota Medan berbatasan dengan daerah-daerah yang masih tergolong sebagai teritorial Sumatera Utara. Batas-batas tersebut adalah sebelah Timur dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang; Utara berbatasan dengan Selat Malaka; sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Langkat

(4)

Luas Kota Medan sebelum dilakukannya perluasan wilayah hanya seluas 1.150 Ha, tetapi sejak tahun 1943 sampai tahun 1971 luas Kota Medan mencapai 5.130 Ha, kemudian tahun 1973 luas Kota Medan mengalami pertambahan lagi yaitu menjadi 26.510 Ha.13

Penduduk kota Medan terdiri dari berbagai suku bangsa yang ada di nusantara ini, sehingga kota Medan sering disebut sebagai kota yang multi Pada tahun 1973 dikeluarkan PP No.22. Luas Kotamadya Medan diperlebar menjadi 26.510 Ha, yang terdiri dari 11 (sebelas) Kecamatan dan 116 (seratus enam belas) Kelurahan. Kemudian disusul dengan adanya surat persetujuan Mendagri No. 140/2271/PUOD tanggal 5 Mei 1989, maka jumlah Kelurahan di Kotamadya Medan menjadi 144 (seratus empat puluh empat) Kelurahan, yaitu:Kecamatan Medan Kota terdiri dari 26 Kelurahan, Kecamatan Medan Timur terdiri dari 18 Kelurahan, Kecamatan Medan Barat terdiri dari 13 Kelurahan, Kecamatan Medan Baru terdirri dari 18 Kelurahan, Kecamatan Medan Deli terdiri dari 6 Kelurahan, Kecamatan Medan Labuhan terdiri dari 7 Kelurahan, Kecamatan Medan Johor terdiri dari 11 Kelurahan, Kecamatan Medan Sunggal terdiiri dari 14 Kelurahan, Kecamatan Medan Tuntungan terdiri dari 11 Kelurahan, Kecamatan Medan Denai terdiri dari 14 Kelurahan, Kecamatan Medan Belawan trdiri dari 6 Kelurahan.

2.2 Keadaan Penduduk

13

Pemerintah Kota Medan, Profil Kota Medan, Medan : Pemerintah Kota, 2004, hlm. 38.

(5)

etnis. Setiap suku bangsa yang menempati kota Medan memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Suku bangsa yang ada di kota Medan terdiri atas suku Aceh, Melayu, Batak , Jawa, Minangkabau, dan pendatang dari negara asing seperti India, China, Eropa dan sebagainya yang membaur menjadi penduduk yang menempai kota Medan.

Kota Medan yang pada masa kolonial adalah bagian dari wilayah Sumatera Timur merupakan kampung halamannya orang Karo, Melayu, dan Simalungun. Suku bangsa Karo dan Simalungun menempati wilayah di sekitar dataran tinggi dan orang-orang Melayu menempati wilayah pesisir. Akan tetapi setelah masuknya pengaruh kolonial Belanda, yang ditandai dengan pembukaan lahan-lahan menjadi lokasi perkebunan, maka terjadi perubahan yang sangat besar dalam susunan masyarakat di Sumatera Timur tidak terkecuali kota Medan. Pesatnya perkembangan perkebuanan pada waktu itu menyebabkan jumlah penduduk di kawasan Sumatera Timur cepat bertambah, terutama karena banyak didatangkan buruh-buruh dari luar untuk bekerja di perkebunan-perkebunan tembakau.

Kota Medan adalah salah satu kota yang memiliki pola masyarakat yang heterogen di Indonesia. Heterogenitas penduduk Kota Medan muncul karena faktor urbanisasi, yang erat kaitannya dengan usaha-usaha perkebunan yang banyak membutuhkan tenaga-tenaga kerja. Masyarakat yang didatangkan dari luar Medan, pada dasarnya dipekerjakan sebagai buruh di perkebunan. Menurut Tengku Lukman Sinar, dalam tahun 1905 penduduk kota Medan berjumlah sekitar 14.250 orang. Pada tahun 1918

(6)

jumlah itu bertambah menjadi 43.826 orang, jumlah itu terus bertambah pada tahun 1920 menjadi 45.248 orang, serta jumlah penduduk kota Medan tahun 1930 menjadi 74.976 orang.14

Berdasarkan pencatatan sensus penduduk kota Medan yang diadakan pada tahun 1961. mulai tahun tresebut penduduk Medan tercatat sebanyak 479.098 jiwa. Sepuluh tahun kemudian tepatnya tahun 1971 menjadi 635.532 jiwa, yaitu terdiri dari 571.468 jiwa orang Indonesia, dan selebihnya orang asing. Pada tahun 1973, penduduk kota Medan mencapai 1.107.509. pada sensus nasional tahun 1980 jumlahnya bertambah menjadi 1.373.747 jiwa15 dan pada sensus tahun 1990 penduduk kota Medan berjumlah 10.256.027 jiwa.16

Pertambahan penduduk kota Medan tersebut sebagian besar berasal dari pendatang. Sejak sensus pertama dan terakhir pada tahun 1930 yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial pertambahan penduduk melalui arus perpindahan antar pulau misalnya dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Sedang sensus nasional diadakan sejak tahun 1961, 1971, 1981 dan 1991 dapat diambil kesimpulan bahwa laju pertumbuhan penduduk di wilayah kota Medan mengalami perkembangan pesat. Pada sensus nasional yang diadakan pemerintah tidak lagi berdasarkan komposisi etnis. Sedangkan pada tabel berikut ini dibagi berdasarkan hasil pencatatan kartu rumah tangga model tahun

14

Tengku Lukman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan : Satgas MAMBI, 1991, hlm. 58.

15

Sumber dari Data Sensus tahun 1980, BPS Medan tahun 1981

16

(7)

1970-an yang dikerjakan per desa dan kemudian disatukan per kecamatan.17

Medan Pada Tahun 1980

Dari perbandingan antara sensus tahun 1930 dan tahun 1980 terdapat pesamaan bahwa penduduk yang mendominasi di kota Medan adalah etnis Jawa.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Sukubangsa Di Kotamadya 18 Sukubangsa Jumlah % Melayu 100.915 8,57 Minangkabau 141.507 10,93 Batak Toba 182.686 14,11 Batak Mandailing 154.172 11,91 Jawa 380.570 29,43 Batak Karo 51.651 3,99 Aceh 28.390 2,19 Sunda 24.572 1,90 Nias 2.355 0,18 Batak Simalungun 8.667 0,67 Batak Dairi 3.150 0,24 Cina 166.159 12,84 17

Usman Pelly, dkk, Sejarah Kota Madya Medan 1950-1979, Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai-Nilai Tradisional, 1985, hlm.36

18

(8)

Lain-lain Suku 39.332 3,04

Jumlah 1.294.132 100,00

Persebaran penduduk kota Medan setelah kemerdekaan tidak lagi di kotak-kotakkan berdasarkan ras sukubangsa, akan tetapi merata ke seluruh wilayah kecamatan yang ada di kota Medan.

Setelah dibentuknya Gemente Medan pada tahun 1909, maka terjadi perubahan status pada penduduk Medan. Pertama, penduduk yang berada dibawah pemerintahan kerajaan Deli dan yang kedua adalah penduduk yang berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Perbedaan status ini lebih nyata terlihat dalam kewajiban penduduk dalam membayar pajak. Dalam perkembangan selanjutnya pemerintah kolonial menciptakan tiga macm lingkungan pemukimam penduduk yang diskriminatif di Medan, yaitu :

1. Eropeese Wijk, yaitu lingkungan pemukiman yang khusus

ditempati oleh penduduk golongan eropa. Penduduk pribumi dan golonga non-Eropa lainnya tidak di ijinkan untuk bertempat tinggal dalam lingkungan ini.

2. Chinesee Wijk, yaitu lingkungan pemukiman yang ditempati

oleh orang-orang Cina. Selain sebagai tempat pemukiman orang Cina, juga berfungsi sebagai tempat kegiatan jual beli (perdagangan), karena dalam lingkungan terssebut terdapat banyak toko-toko kepunyaan orang Cina.

3. Lingkungan pemukiman (perkampungan) yang khusus ditempati oleh penduduk pribumi. Lingkungan tersebut pada umumnya berlokasi dipinggiran kota Medan dan sebagian

(9)

kecil berada dekat lingkungan pemukiman orang-orang Cina. 19

Hingga masa akhir pendudukan pemerintahan kolonial Belanda sekitar tahun 1940-an jumlah penduduk kota Medan tidak banyak bertambah hanya berjumlah kira-kira 76.000 orang. Pada masa pendudukan Jepang terjadi peningkatan jumlah penduduk kota Medan, yaitu berjumlah kira-kira 93.000 orang.

Berdasarkan letak geografis kota Medan seperti yang telah di jelaskan pada sub bab sebelumnya, masyarakat Sumatera Utara khususnya terbagai atas dua wilayah yaitu, wilayah pesisir yang umumnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan masyarakat pedalaman yang umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan yang hidup dalam kondisi kemiskinan berbondong-bondong melakukan urbanisasi ke kota Medan yang sudah menjadi ibukota propinsi Sumatera Utara pada tahun 1953.

Sebagai kota yang mengutamakan roda perekonomian dalam bidang perdagangan dan industri membuat masyarakat banyak yang mencari pekerjaan ke Medan. Perubahan mata pencaharian yang dialami penduduk mengakibatkan perubahan gaya hidup menjadikan mereka sebagai masyarakat yang konsumtif, sehingga pada tahun 1990 yang menjadi batasan penelitian mulai tumbuh pusat-pusat pembelanjaan yang bersifat modern.

19

Tim Pengumpul, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamadya Daerah tingkat II Medan, dalam Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, Medan 1992, hlm. 98.

(10)

Akibat perpindahan penduduk menyebabkan kota Medan memiliki banyak ragam etnis yang menjadi penduduk tetap. Menurut literatur yang ada, kota Medan sebenarnya memiliki penduduk asli dari etnis Melayu, akan tetapi ada yang menyatakan bahwa sebenarnya orang-orang yang berasal dari etnis Karo dan Batak yang telah masuk Islam dan mereka mengistilahkan dengan menjadi orang Melayu.20

Untuk menjelaskan satu indentitas yang ada di Medan, maka banyak bangunan-bangunan pemerintahan dibangun dengan arsitektur ornamen berciri khas Melayu. Tidak hanya dalam bentuk fisik saja, tetapi dalam tatacara Proses perpindahan penduduk dari luar Sumatera seperti dari pulau Jawa yang terjadi ke Medan, lama kelamaan membuat kota Medan menjadi sebuah kota yang multietnis sehingga masing-masing etnis yang ada menonjolkan kebudayaan mereka dan kota Medan menjadi kota yang kaya akan kebudayaan seni dan adat istiadat.

Walaupun sebenarnya yang dianggap sebagai penduduk asli Medan adalah suku Melayu, namun akibat kedatangan penduduk dari berbagai etnis yang ada di Medan menyebabkan terjadinya perubahan identitas penduduk Medan. Masyarakat di luar Sumatera Utara beranggapan bahwa orang Medan lebih identik dengan Suku Batak, terlihat dari Media massa, reaksi lawan bicara dan Media elektronik, ketika ada yang mengatakan asalnya dari Sumatera Utara khususnya Medan reaksi lawan bicara berubah mulai dari logat dan tata krama lebih mengacu kepada suku Batak bukan Suku Melayu.

20

Suprayitno, Medan sebagai Kota Pembauran Sosio Kultur di Sumatera Utara Pada Masa Kolonial Belanda, Historisme, Edisi 21 Tahun X 2005, hlm :1

(11)

penyambutan tamu-tamu resmi juga menggunakan sistem adat Melayu dapat dilihat dalam acara resmi yang diadakan.

Secara tidak langsung mungkin karena sudah menjadi sifat yang sudah mendarah daging dalam diri orang Melayu ingin terkesan lebih eksklusif sehingga karena sikap yang seperti ini lama kelamaan tenggelam oleh sikap orang Batak yang ada di Sumatera Utara umumnya dan Medan pada khususnya, lebih menonjolkan jati diri mereka sehingga masyarakat luar lebih mengenal dari pada suku Batak sendiri di banding dari suku Melayu.

2.3 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Penduduk Medan

Multietnis yang menempati wilayah kota Medan memiliki mata pencaharian yang berbeda-beda. Dari berbagai etnis yang ada, walaupun sebenarnya etnis Melayu dianggap sebagai penduduk asli, tetapi mereka bukan sebagai penggerak roda perekonomian yang ada di Medan.

Perekonomian kota Medan mulai tampak sejak kedatangan bangsa asing dan mulai membuka lahan perkebunan tembakau pada tahun 1864, sebagai pekerja didatangkan buruh dari luar seperti India, Tionghoa sementara dari dalam negeri yang menjadi buruh perkebunan adalah suku Jawa.

Setelah kemerdekaan roda perekonomian kota Medan lebih digerakkan dalam bidang perdagangan yang dimotori oleh orang-orang Tionghoa dan suku Minangkabau. Sedangkan dalam bidang pertanian dan buruh kasar lebih banyak dari masyarakat Jawa, Karo dan Batak. Suku Melayu lebih banyak duduk di pemerintahan.

(12)

Dalam tatanan struktur kota Medan, penduduk Medan dikotak-kotakkan berdasarkan suku mereka, misalnya etnis Tionghoa lebih berpusat di Pusat kota Medan tepatnya di daerah Sambu, etnis India Tamil tinggal di Wilayah Kampung Keling sekarang dikenal dengan nama kampung Madras, etnis Mandailing di wilayah kampung Baru, etnis Karo di wilayah Padang Bulan, etnis Minangkabau berpusat di wilayah Medan Maimun dan lain-lain.

Untuk lebih memfokuskan pada masalah yang akan dibahas dan sesuai dengan tema penelitian, maka penulis akan membahas sistem kekarabatan yang terdapat dari suku Jawa. Dalam masyarakat Jawa terdapat sistem kekarabatan yang disebut Bebrayan21

a. Sedulur Kandung, merupakan saudara lahir dari ayah dan ibu yang sama. , yang dilandasi oleh sikap gotong royong. Sistem tersebut, pada prinsipnya berangkat dari sikap bahwa semua manusia yang ada merupakan keluarga, namun dalam penjabaran prihal hak dan tanggung jawab selalu dikaitkan dengan konsep perseduluran dengan rincian sebagai berikut;

b. Sedulur Sambungan, yaitu saudara lain ayah tetapi ibu yang sama, atau saudara lain ibu namun ayah yang sama. Dalam istilah umum kita kenal dengan sebutan saudara tiri.

c. Sedulur Misanan22

21

Bebrayan, berasal dari kata brayan mendapat awalan “be” sehingga secara keseluruhan berarti sistem berkeluarga.

22

Misanan, berasal dari kata pisan yang berarti pertama, lalu Mindoan dan Mintelu berarti kedua dan ketiga.

, merupakan saudara satu nenek atau satu kakek, yang juga bisa berlaku saudara kandung atau saudara tiri.

(13)

d. Sedulur Mindoan, adalah satu Buyut23

e. Sedulur Mentelu, saudara satu Sanggah

, berlaku saudara kandung atau

saudara tiri.

24

f. Balo, merupkan saudara, namun dari silsilah sudah tidak terlacak kedudukannya.

baik saudara kandung maupun

tiri.

g. Tangga/Jiran, konsep bertetangga ini tidak terbatas kepada letak rumah berdekatan saja, tetapi dalam kepentingan tertentu mereka saling membutuhkan.

Dengan melihat sistem kekerabatan diatas, dapat diambil kesimpulan mayoritas masyarakat Jawa yang ada di Medan menganut kepercayaan agama Islam. Walaupun menganut agama Islam, namun dalam pelaksanaan ritual keagamaan masyarakat Jawa masih menjalankan kepercayaan Hindu, sehingga sehingga disebut sebagai Islam Abangan25, menurut penuturan informan tradisi

selametan, kenduri dan nyekar masih dijalankan oleh sebagian masyarakat

Jawa26

23

Buyut yaitu orang tuanya kakek atau nenek

24

Sanggah yaitu buyutnya ayah atau ibu

25

Islam abangan adalah pemeluk agama Islam tetapi dalam pengamalannya tidak semua syariat agama dilaksanakan, justru banyak ritual khusus yang seharusnya tidak perlu dijalankan, namun hal tersebut masih juga diilaksanakan, kalau dikaji sebenarnya ritual tersebut merupakan peninggalan ajaran terdahulu sebelum masuknya Islam ke Indonesia. Dalam tatacara pelaksanaan ritual Hindu terlihat seperti sesajen dan slametan.

26

Wawancara dengan bapak Suratman B, Medan, 24 Maret 2009.

. Padahal ajaran tersebut bukanlah sesuatu yang wajib dalam Islam, bahkan jika pelaksanaannya di luar batas syariat, maka justru perbuatan tersebut bertentangan dengan ajaran agama Islam. Seperti tradisi nyekar, merupakan kegiatan ziarah ke makam leluhur atau nenek moyang.

(14)

Selain masalah keyakinan, seni yang dimiliki tidak terlepas dari kehidupan yang mereka jalani. Sudah menjadi kebutuhan dari masyarakat pada umumnya akan hiburan, dalam diri manusia sendiri memiliki rasa untuk menampilkan keindahan, hal ini diwujudkan dalam bentuk seni. Dalam masyarakat Jawa banyak sekali hasil-hasil kesenian yang menjadi ciri khas mereka seperti, ludruk, ketoprak, wayang kulit, jaran kepang, reog dan sebagainya..

Akibat perkembangan dalam bidang hiburan, kesenian tradisional mulai tergusur. Menurut wawancara dengan seorang informan bapak Sunardi, sebagian dari kesenian tradisional mulai tergusur. sejak ada adanya kemajuan teknologi pada sekitar akhir tahun 1980-an, yaitu layar tancap27, video kaset28, keybord29

27

Layar Tancap adalah hiburan rakyat berupa film yang digelar di tanah lapang dengan menggunakan media kain yang dibentangkan dan disorot lampu serta rol film.

28

Video kaset adalah tontonan melalui layar televisi yang memutar video rekaman film.

29

Keyboard adalah hiburan musik berbetuk piano yang diiringi oleh penyanyi dan orkes musik.

. Proses perubahan mulai terjadi sejak masuk era tahun 1980-an, padahal pada masa 1970-an kesenian tradisional masih menjadi primadona bagi masyarakat Jawa.

Referensi

Dokumen terkait

Sekretaris Daerah Hukum, kelembagaan perangkat daerah, pemberdayaan perempuan, pemerintahan, perekonomian dan pembangunan, perencanaan, kesejahteraan sosial, dan aset;

1. Meningkatkan penempatan tenaga kerja dan memperluas tenaga kerja. Meningkatkan hubungan industrial yang standar/ideal. Meningkatkan pengawasan dan perlindungan

perkebunan, sehingga menarik perhatian para pengusaha untuk membuka lahan- lahan luas yang akan di tanami tembakau.. 7 Tanah liparitik adalah endapan tanah gembur dari

Masukkan variabel laju pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, rata-rata lama sekolah, indeks pembangunan manusia, produk domestik regional bruto, jumlah penduduk melek

Uraian Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun 2010 Tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja

Bidang Retribusi dan Pendaptan Lainnya mempunyai tugas membantu kepala dinas dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pungutan retribusi, pendapatan lainnya dan

Munculnya dilema-dilema itu karena Abrasi, percampuran budaya, hilangnya bahasa adalah persoalan yang menjadi pembahasan, sekumpulan Mahasiswa dari Sangar Latah Tuah Universitas

lanjut pada tahun itu juga Universitas Sumatera Utara mendirikan Fakultas Ekonomi di Medan, yang kemudian dengan Surat Keputusan Menteri PTIP No.34/1961 tanggal 24 Nopember