• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakekat IPA ( Ilmu Pengetahuan Alam )

Menurut Laksmi Prihantoro (1986: 1.3) llmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa inggris “science” Kata “science” sendiri berasal dari bahasa latin

“scientia” yang berarti saya tahu. “Science” terdiri dari social sciences (ilmu

pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan alam). Namun, dalam perkembangannya science maka yang dimaksud adalah “natural science” atau dalam bahasa Indonesia berarti Ilmu Pengetahuan Alam dan disingkat dengan IPA.

Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan gejala alam yang disusun sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal serupa diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa, 2006: 2), IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.

Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik dipengaruhi oleh sifat keilmuan yang terkandung pada masing-masing mata pelajaran. Perbedaan karakter pada berbagai mata pelajaran akan memunculkan perbedaan cara mengajar dan cara belajar antar mata pelajaran satu dengan yang lainnya. IPA memiliki ciri tersendiri untuk membedakan dengan mata pelajaran lain. Harlen (Patta Bundu, 2006: 10) menyatakan bahwa terdapat tiga karakteristik utama Sains yakni: Pertama, setiap orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas (kesahihan) prinsip dan teori ilmiah meskipun kelihatannya logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis. Teori dan prinsip hanya digunakan jika sesuai dengan kenyataan . Kedua, memberi

(2)

pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum sampai pada kesimpulan.. Ketiga, memberi makna bahwa teori Sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut. Hal ini memberi penekanan pada kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah lalu dan kemungkinan perubahan di masa depan, serta pengertian tentang perubahan itu sendiri.

Menurut Sri Sulistyorini (2007: 8), pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Struktur kognitif anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan. Anak perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan dan dapat berpikir serta bertindak secara ilmiah.

Adapun IPA untuk anak Sekolah Dasar dalam Usman Samatowa (2006: 12) mengamati apa yang terjadi, mencoba apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, menguji bahwa ramalan-ramalan itu benar.

Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat melatih dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir serta bertindak secara rasional dan kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di lingkungannya. Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada siswa sebisa mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan karakteristik siswa

(3)

Sekolah Dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari.

2.2 Pengertian Metode Discovery Learning

Dalam proses pembelajaran, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah penggunaan strategi pembelajaran apa yang akan digunakan, sehingga proses pembelajaran sampai dengan sempurna pada siswa. Seperti halnya penggunaan metode pembelajaran yang tepat akan mengahasilkan proses pembelajaran yang optimal. Misalnya dalam pembelajaran IPA, dimana pembelajaran IPA cenderung dilakukan dengan berbagai percobaan. Dalam hal ini, metode yang cocok digunakan untuk mengoptimalkan pembelajaran IPA dapat dengan menggunakan metode Discovery Learning.

Metode Discovery Learning adalah suatu metode / strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok – kelompok siswa di hadapkan pada suatu persoalan untuk mencari jawaban atas pertanyaan – pertanyaan dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas. Metode Discovery Learning diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi obyek dan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Sehingga Metode Discovery Learning merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif.

Roestiyah (2010:20) menyatakan metode Discovery Learning merupakan metode pembelajaran menggunakan teknik penemuan. Rohani (2004:39) menjelaskan bahwa metode Discovery Learning merupakan metode yang berangkat dari suatu pandangan bahwa siswa sebagai subyek disamping obyek pembelajaran. Kemudian Mulyasa (2005:110) memaparkan bahwa metode

Discovery Learning merupakan metode yang lebih menekankan pada pengalaman

langsung yang didapat dari siswa.

Menurut SUND dalam Suryobroto (1985:42) Discovery Learning adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip.

(4)

Proses mental tersebut meliputi mengamati, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainnya.

Menurut Hanafiah Metode Discovery Learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku.

Dari beberapa pendapat di atas menurut pemikiran penulis bahwa Metode

Discovery Learning adalah suatu metode di mana dalam proses belajar mengajar

guru memperkenankan siswanya untuk menemukan sendiri, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, menyelidiki sendiri konsep dan prisip dari pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku siswa.

Metode Discovery Learning dalam proses belajar mengajar mempunyai beberapa tujuan antara lain :

(1) Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar

(2) Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup

(3) Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu – satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa

(4) Melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai informasi yang tidak akan pernah tuntas di gali.

2.2.1 Langkah – Langkah Metode Discovery Learning

Berikut merupakan langkah Metode Discovery Learning pada pembelajaran IPA menurut Bruner dalam (Winataputra, 2008: 3.19) adalah sebagai berikut:

(1) Stimulus (pemberian perangsang) : Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

(2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah) : Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang

(5)

relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa.

(3) Data Collection ( pengumpulan data) : Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi dengan cara menggunakan media kongkret yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut.

(4) Data Processing (pengolahan data) : Mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan.

(5) Verifikasi : Mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil processing.

(6) Generalisasi : Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Berdasarkan langkah – langkah pembelajaran dengan menerapkan Metode

Discovery Learning dari Bruner dalam (Winataputra, 2008: 3.19) maka dapat

diambil kesimpulan tahapan pembelajaran metode Discovery Learning pada tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1

Tahapan pembelajaran menggunakan Metode Discovery Learning berbantuan Media Kongkret

Langkah dalam Standart Proses Tahap Pembelajaran Discovery Learning Fase Perilaku Guru

Kegiatan Awal Stimulus

Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa Menyampaikan tujuan pembelajaran

Kegiatan Inti

Eksplorasi Problem Statement

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran. Merumuskan permasalahan dalam bentuk hipotesa.

(6)

Langkah dalam Standart Proses Tahap Pembelajaran Discovery Learning Fase Perilaku Guru Elaborasi Data Collection

Dibentuk kelompok untuk mengumpulkan data dengan melakukan percobaan

Memberikan mengenai penjelasan langkah percobaan.

Memberikan kesempatan pada setiap kelompok untuk

mengumpulkan informasi dengan cara menggunakan media kongkret yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut. Data Prossesing Mengolah data yang telah

diperoleh masing – masing kelompok melalui kegiatan presentasi.

Konfirmasi Verifikasi Memberikan konfirmasi untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil processing.

Kegiatan Akhir Generalisasi Penarikan kesimpulan dari materi

yang disampaikan.

2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan dari Metode Discovery Learning

Menurut Herdian (2010:90) Metode Discovery Learning ini mempunyai keuntungan yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingan; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

Selain memiliki beberapa keuntungan,metode discovery learning juga memiliki beberapa kelemahan, diantarannya: (1) membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima, (2) penemuan akan dimonopoli oleh siswa yang lebih pandai, (3) kurang memeprhatikan diperolehnya sikap dan

(7)

keterampilan karena yang lebih diutamakan adalah pengertian. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.

2.2.3 Pengertian Media Kongkret

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2001: 125) menyatakan bahwa media kongkret terdiri dari makhluk hidup dan benda tak hidup, sehingga dapat dikatakan media kongkret adalah media berupa benda dalam keadaan sebenarnya dan seutuhnya. Berdasarkan pengertian media kongkret yang telah dikemukakan di atas menurut pemikiran penulis media kongkret adalah suatu media berupa benda dalam keadaan sesungguhnya yang terdiri dari benda hidup dan benda tak hidup, yang secara langsung dapat diamati, diraba, diresapi pada waktu berlangsungnya proses belajar.

Media kongkret sebagai salah satu media pembelajaran memiliki beberapa kelebihan dan keterbatasan dalam pemanfaatannya sebagaimana dijelaskan oleh Roland H. Anderson (Yusufhadi Miarso, 2004: 187-188) sebagai berikut:

Kelebihan

(1) Dapat memberikan kesempatan semaksimal mungkin pada siswa untuk melaksanakan tugas - tugas nyata atau tugas - tugas simulasi dan mengurangi efek transfer belajar.

(2) Dapat memperlihatkan seluruh atau sebagian besar rancangan yang relevan dari lingkungan kerja dengan biaya yang sedikit.

(3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami dan melatih keterampilan manipulatif mereka dengan menggunakan indera peraba. (4) Memudahkan pengukuran penampilan siswa, bila ketangkasan fisik atau

keterampilan koordinasi diperlukan dalam pekerjaan.

Keterbatasan

(8)

(2) orang lain dalam lingkungan kerja.

(3) Mahal karena biaya yang diperlukan untuk peralatan tidak sedikit dan ada kemungkinan rusaknya alat yang digunakan.

(4) Tidak selalu dapat memberikan semua gambaran dari objek belajar yang sebenarnya, seperti pembesaran, pemotongan dan gambar bagian demi bagian sehingga media perlu didukung media lain.Seringkali sulit mendapatkan tenaga ahli untuk menangani latihan kerja, mengambil tenaga ahli dari pekerjaannyauntuk melatih yang lain yang dapat menurunkan produktivitas.

Kesimpulan yang dapat diambil dari pendapat di atas bahwa media kongkret mempunyai manfaat yang besar dalam proses pembelajaran. Selain dapat memberi gambaran yang nyata tentang sesuatu yang dipelajari, media kongkret juga memungkinkan siswa belajar secara individu maupun kelompok, menjadikan komunikasi dua arah dalam proses belajar siswa sehingga akan meningkatkan gairah dan motivasi belajar sehingga pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa. Namun ada kalanya media kongkret sulit untuk dipelajari karena kerumitannya.

Dari beberapa pendapat di atas menurut pemikiran penulis media kongkret adalah suatu media berupa benda dalam keadaan sesungguhnya yang terdiri dari benda hidup dan benda tak hidup, yang secara langsung dapat diamati, diraba, diresapi pada waktu berlangsungnya proses belajar. Keuntungan dari penggunaan media kongkret adalah media kongkret akan lebih mudah dipahami siswa dalam memahami suatu konsep atau pembelajaran.

Pada kenyataannya media kongkret mempunyai ciri - ciri dapat dilihat langsung oleh kita dan ada di dunia ini, bukan hanya hayalan semata. Benda tersebut dapat digunakan dengan nyata sebagai media untuk menyelesaikan suatu permasalahan, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sifat – sifat cahaya. Contoh benda kongkret yang digunakan dalam penelitian ini adalah cermin datar, cekung, cembung, karton, senter dan lain sebagainya.

(9)

2.3 Pengertian Belajar

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Sedangkan menurut (Slameto, 2010: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Baharuddin dan Wahyuni, N. E, 2007: 13) secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.

Sedangkan menurut Hilgrad dan Bower (Fudyartanto, 2002) dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2008: 13) belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian belajar memiliki arti dasar adanya aktifitas atau kegiatan dan penugasan tentang sesuatu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas menurut pemikiran penulis bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang yang menghasilkan perubahan sebagai peningkatan dalam kecakapan, sikap, pemahaman, keterampilan dan daya pikir dalam interaksi dengan lingkungannya.

2.3.1 Ciri-Ciri Belajar

Dari beberapa definisi para ahli di atas menurut pemikiran penulis adanya beberapa ciri belajar, yaitu:

(1) Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku/change behavior. Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar.

(10)

(2) Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi, perubahan tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup.

(3) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial. (4) Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.

(5) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.

2.3.2 Prinsip-Prinsip Belajar

Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar berikut Soekamto dan Winataputra, 1997 dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2008: 13).

(1) Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu, siswalah yang harus bertindak aktif.

(2) Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.

(3) Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.

(4) Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.

(5) Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.

2.3.3 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010: 22). Sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan guru mengajar dan keberhasilan siswa dalam belajar, setiap akhir pelajaran diadakan evaluasi belajar yang bertujuan untuk mengukur keberhasilan proses belajar mengajar. Indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dikuasai anak didik dalam proses belajar mengajar disebut juga

(11)

dengan hasil belajar. Hasil adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disjiakan kepada mereka dan nilai-nilai yang terdapat di dalam kurikulum.

Winkel (2004: 53) mendefinisikan hasil belajar sebagai perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi bloom (aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik).

Menurut Nasution ((2006:36) dalam ppg-pgsd blogspot.com) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) dalam ppg-pgsd blogspot.com menyatakan hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Berdasarkan uraian di atas menurut pemikiran penulis bahwa hasil belajar adalah suatu hasil yang diperoleh seseorang setelah mengikuti proses pembelajaran dan dapat diketahui melalui ujian yang diberikan oleh guru.

2.4 Hubungan hasil belajar dengan Metode Discovery Learning

Hasil belajar IPA adalah nilai yang diperoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar IPA. Metode Discovery Learning adalah suatu metode di mana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswanya untuk menemukan sendiri, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, menyelidiki sendiri konsep dan prisip dari pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku siswa.

Dari uraian diatas menurut pemikiran penulis bahwa penggunaan Metode

Discovery Learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa menjadi optimal.

Makin tepat metode yang diberikan guru, maka makin berhasil prestasi yang akan dicapai siswa. Jadi metode pembelajaran akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar siswa. Hasil ini akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

(12)

2.5 Pengertian Penelitian Tindakan Kelas ( PTK )

Jenis Penelitian Penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Carr dan Kemmis (1991) mengemukakan bahwa :

(1) Penelitian tindakan adalah satu bentuk inkuiri atau penyelidikan yang dilakukan secara refleksi diri.

(2) Penelitian tindakan dilakukan oleh peserta yang terlibat dalam situasi yang diteliti seperti guru, siswa, atau kepala sekolah.

(3) Penelitian tindakan dilakukan dalam situasi sosial, termasuk situasi pendidikan.

(4) Tujuan penelitian tindakan adalah memperbaiki : dasar pemikiran dan kepantasan dari praktek - praktek, pemahaman terhadap praktek tersebut, serta situasi atau lembaga tempat praktek tersebut dilaksanakan.

Dari keempat ide pokok di atas menurut pemikiran penulis bahwa penelitian tindakan merupakan penelitian dalam bidang sosial, yang menggunakan refleksi diri sebagai metode utama, dilakukan oleh orang yang terlibat di dalamnya, serta bertujuan untuk melakukan perbaikan dalam berbagai aspek. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru didalam kelas melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.

2.5.1 Karakteristik PTK

Dalam penelitian ini karakteristik PTK yang digunakan adalah kolaboratif. Didalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak - pihak lain. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung. Kolaborasi dalam kesempatan ini, peneliti berkolaborasi dengan Guru kelas 5 SD N Dadapayam 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

(13)

2.5.2 Tujuan PTK

Tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran guru, perilaku peserta didik di kelas, peningkatan hasil pembelajaran. Dengan adanya PTK dapat meningkatkan kepercayaan guru dan dapat meningkantkan kreativitas melalui hasil - hasil PTK yang memiliki inovatif value.

2.6 Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan telaah yang dilakukan berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang kaitannya dengan variabel penelitian yang di lakukan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aris Kukuh Prasetyo, yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas V Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Metode Discovery di SDN Sidorejo Lor 05 Kecamatan Sidorejo Salatiga Semester I Tahun 2009/2010” Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V

yang berjumlah 44 anak. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan ketuntasan hasil evaluasi siswa terhadap pemahaman dengan kompetensi dasar sifat bahan dengan bahan penyusunnya. Peningkatan ketuntasan belajar siswa tersebut terjadi secara bertahap, dimana pada kondisi awal hanya terdapat 18 siswa yang telah tuntas dalam belajarnya, pada siklus I pre test ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 35 siswa yang telah tuntas, pada siklus I pertemuan keempat ketuntasan siswa mencapai 100% dan pada siklus II ketuntasan belajar siswa 100%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode

discovery dapat meningkatkan kompetensi dasar IPA siswa kelas V semester I

SDN Sidorejo Lor 05, Kecamatan Sidorejo kota Salatiga semester I tahun ajaran 2009/2010. Dari hasil penelitian tersebut hendaknya sebagai seorang guru untuk meningkatkan prestasi belajar dalam pembelajaran IPA khususnya kelas V, perlu penggunaan metode discovery, guru kiranya selalu mengadakan perbaikan pembelajaran pada siswa yang belum mencapai nilai yang diharapkan dengan menggunakan metode yang sesuai karakteristik anak.

Menurut Triyono dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Metode

(14)

Dalam Materi Gaya Kelas IV Semester II di SD Negeri Seloprojo Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2009/2010” Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh

siswa kelas IV SD Negeri Seloprojo yang berjumlah 8. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan prestasi belajar siswa yang signifikan. Pada Siklus I kondisi awal, prestasi belajar peserta didik termasuk dalam kategori rendah yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 5,5, sedangkan pada pembelajaran Siklus I, prestasi belajar siswa meningkat ke kategori tinggi yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 78,95. selanjutnya pada Siklus II, terjadi peningkatan prestasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 83,75 dengan pencapaian ketuntasan belajar 100%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode discovery dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV mata pelajaran IPA SD Negeri Seloprojo.

2.7 Kerangka Berfikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh kerangka pikir bahwa kondisi awal pembelajaran IPA kelas 5 SD N Dadapayam 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang semester II tahun pelajaran 2014 / 2015 yaitu permasalahan yang begitu kompleks yang telah dimunculkan, Dimana penggunaaan metode yang masih konvensional oleh guru akan berakibat pada hasil belajar siswa, yaitu pada mata pelajaran IPA.

Dari penjelasan diatas, peneliti melakukan suatu tindakan untuk membantu mengatasi permasalahan yang timbul. Dengan menggunakan Metode Discovery

Learning dengan bantuan media kongkret. Metode discovery Learning tepat

digunakan dalam pembelajaran IPA, yang menuntut pola pembelajaran aktif, kreatif, dan inovatif. Melalui pembelajaran menggunakan metode discovery

Learning akan menambah pengetahuan siswa melalui lingkungan sekitar.

Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA karena siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Metode discovery Learning merupakan metode pengajaran yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif menggunakan proses mentalnya untuk menentukan alternatif metode yang dapat dipilih dalam pengajaran IPA di SD mengingat diperlukan suatu bentuk kegiatan yang dapat

(15)

mengarahkan siswa untuk menemukan suatu konsep melalui pengujian atau penemuan secara langsung. Penggunaan media kongkret semakin memperkuat pemahaman siswa dalam menyerap materi pelajaran. Dimana pembelajaran yang baik pada dasarnya merupakan pembelajaran yang bermakna bagi siswanya. 2.8 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas yaitu “Penerapan Metode Discovery Learning berbantuan media Kongkret diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 di SDN Dadapayam 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015”.

Referensi

Dokumen terkait

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penggunaan Lembar Kerja Siswa Dalam Kompetensi Dasar Pengolahan Dan Pengawetan Bahan Hasil Pertanian Di. SMKN 1

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan desa, dari 1945 sampai 2005 memberikan posisi eksistensi Desa Pakraman, mengalami pasang surut, hal

Pendidikan Agama Islam (PAI) hendaknya terintegrasi dengan spirit pendidikan multikultural ini. Oleh karena itu, dalam pengembangan kurikulum PAI haruslah didasarkan pada

Einotional aspects are very inrpottant in influencing the excellence of a student. Many past studies have proven that emotional intelligence atl'ect acadernic

ini berarti bahwa proses asimilasi atau pembauran belum berhasil secara me-.. Sehu~ungan dengan itu, agar mutid warga negara Indonesia ke- turunan Cina dapat

Peneliti menginginkan pendapat anda mengenai “ PENGARUH KOMPENSASI FINANSIAL, GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA.. KARYAWAN

Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I mempunyai forum Membantu Gubernur dalam melaksanakan wewenang koordinasi tata pengaturan air yang berdasarkan Pasal 8