PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
DI PANTAI NONGSA BATAM
OLEH:
Septian Julifar S.H
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU
I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
Tahapan awal dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah perencanaan.
Perencanaan yang baik harus berdasarkan informasi yang akurat dan update.
Informasi tersebut dapat diperoleh dengan melaksanakan eksplorasi SDA secara
komprehenship mulai dari Jenis, potensi, pemamfaatan dan pengelolaannya. Oleh
karena itu perlu dilakukan praktikum matakuliah PSDA dan LH untuk dapat
menggambarkan SDA dilokasi praktikum sehinnga dapat memberikan informasi
dalam rangka perencanaan pengelolaan SDA.
Praktikum ini berlokasi di pantai Nongsa Batam, dimana pantai ini
merupakan salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik
domestik maupun mancanegara. Pantai Nongsa terletak di sebelah timur Pulau
Batam. Tepatnya di sepanjang pesisir kampung Nongsa, kecamatan Nongsa,
Batam. Nama Nongsa diambil dari kata Nong Isa, yakni pengusaha pertama
Batam yang bermukim di kawasan tersebut lalu mengembangkan kawasan pantai
ini.
Untuk sampai di pantai ini, anda bisa memakai angkutan umum seperti
taksi selama kurang lebih 40 menit dari Kota Batam. Atau hanya sekitar 20 menit
dari Bandara Hang Nadim. Keunggulan lain dari pantai ini adalah letaknya yang
dekat dengan dermaga. Para wisatawan dari Singapura biasanya menggunakan
kapal ferry untuk sampai di sini. Mereka berlayar dari Tanah Merah Singapura
kemudian berlabuh di Terminal Ferry Nongsa.
Pantai ini memiliki pasir yang putih dan air laut yang jernih, layak sekali
ataupun ber-snorkeling menyaksikan panorama bawah laut. Tapi anda harus
berhati-hati karena di sini masih belum terdapat penjaga pantai, Di sini anda juga
dapat menyaksikan pemandangan matahari terbenam. Dan malam harinya, anda
bisa melihat pemandangan lampu-lampu gemerlap gedung-gedung pencakar langit
yang terpancar dari negara seberang Singapura.
1.2 . Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka pemakalah dapat mengambil rumusan
masalah yang akan dibatasi dan dibahas menurut pembagian di bawah ini:
1. Apa sajakah klasifikasi sumber daya alam menurut bentuk, sifat dan potensinya?
2. Apa sajakah manfaat sumber daya alam bagi kehidupan manusia?
3. Bagaimana cara yang dapat dilakukan dalam mengelola sumber daya alam?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu dapat mengetahui klasifikasi
sumber daya alam dan manfaatnya serta upaya yang dapat dilakukan untuk
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Potensi Sumber Daya Alam
Sumber daya alam adalah semua kekayaan berupa benda mati maupun
benda hidup yang berada di bumi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia (Abdullah, 2007: 3). Pengertian sumber daya alam juga
ditentukan oleh nilai kemanfaatannya bagi manusia.
Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang
muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia
pada umumnya. Yang tergolong di dalamnya tidak hanya komponen biotik, seperti
hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen abiotik, seperti
minyak bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah. Inovasi teknologi,
kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta revolusi industri telah membawa
manusia pada era eksploitasi sumber daya alam sehingga persediaannya terus
berkurang secara signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini. Sumber daya
alam mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia, tetapi sayangnya
keberadaannya tidak tersebar merata dan beberapa negara seperti Indonesia,
Brazil, Kongo, Sierra Leone, Maroko, dan berbagai negara di Timur Tengah
memiliki kekayaan alam hayati atau nonhayati yang sangat berlimpah. Sebagai
contoh, negara di kawasan Timur Tengah memiliki persediaan gas alam sebesar
sepertiga dari yang ada di dunia dan Maroko sendiri memiliki persediaan senyawa
fosfat sebesar setengah dari yang ada di bumi. Akan tetapi, kekayaan sumber daya
alam ini seringkali tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara
Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat
digolongkan menjadi SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat
diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui adalah kekayaan alam yang dapat
terus ada selama penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan. Tumbuhan,
hewan, mikroorganisme, sinar matahari, angin, dan air adalah beberapa contoh
SDA terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat berlimpah di alam, penggunannya
harus tetap dibatasi dan dijaga untuk dapat terus berkelanjutan. SDA tak dapat
diperbaharui adalah SDA yang jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih
cepat daripada proses pembentukannya dan apabila digunakan secara
terus-menerus akan habis. Minyak bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang
lainnya pada umumnya memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang untuk
kembali terbentuk sehingga jumlahnya sangat terbatas., minyak bumi dan gas
alam pada umumnya berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang hidup jutaan
tahun lalu, terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan perairan.Perubahan
tekanan dan suhu panas selama jutaaan tahun ini kemudian mengubah materi dan
senyawa organik tersebut menjadi berbagai jenis bahan tambang tersebut.
2.2 Klasifikasi Sumber Daya Alam
Sumber daya alam dapat dibedakan berdasarkan sifat, potensi, dan jenisnya.
1. Berdasarkan Sifat
Menurut sifatnya, sumber daya alam dapat dibagi 3, yaitu sebagai berikut:
a. Sumber daya alam yang terbarukan (renewable), misalnya:
karena dapat melakukan reproduksi dan memiliki daya regenerasi
(pulih kembali).
b. Sumber daya alam yang tidak terbarukan (nonrenewable),
misalnya: minyak tanah, gas bumi, batu tiara, dan bahan tambang
lainnya.
c. Sumber daya alam yang tidak habis, misalnya, udara, matahari,
energi pasang surut, dan energi laut.
2. Berdasarkan Potensi
Menurut potensi penggunaannya, sumber daya alam dibagi beberapa
macam, antara lain sebagai berikut:
a. Sumber daya alam materi; merupakan sumber daya alam yang
dimanfaatkan dalam bentuk fisiknya. Misalnya, batu, besi, emas,
kayu, serat kapas, rosela, dan sebagainya.
b. Sumber daya alam energi; merupakan sumber daya alam yang
dimanfaatkan energinya. Misalnya batu bara, minyak bumi, gas
bumi, air terjun, sinar matahari, energi pasang surut laut, kincir
angin, dan lain-lain.
c. Sumber daya alam ruang; merupakan sumber daya alam yang
berupa ruang atau tempat hidup, misalnya area tanah (daratan) dan
3. Berdasarkan Jenis
Menurut jenisnya, sumber daya alam dibagi dua sebagai berikut:
a. Sumber daya alam nonhayati (abiotik); disebut juga sumber
daya alam fisik, yaitu sumber daya alam yang berupa
benda-benda mati.
Misalnya: bahan tambang, tanah, air, dan kincir angin.
b. Sumber daya alam hayati (biotik); merupakan sumber daya alam
yang berupa makhluk hidup.
Misalnya: hewan, tumbuhan, mikroba, dan manusia.
2.3. Konsep Pengelolaan Sumber Daya Alam
UUD 1945 pasal 33 ayat 3, menyatakan bahwa: Bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan ayat tersebut, optimalisasi
dari pengelolaan sumber daya alam mutlak harus dilakukan. Optimalisasi sumber
daya alam dapat berupa pemanfaatan sumber daya alam dengan cara mengambil
kekayaan alam secara menyeluruh dengan memaksimalkan keuntungan dan
meminimalkan resiko kerugian, demi kepentingan negara dan rakyat, tetapi tetap
memperhatikan keberlanjutan sumber daya alam tersebut dikemudian hari.
Optimalisasi pengambilan sumber daya alam ini, tidak serta merta mengizinkan
untuk mengambil seluruh kekayaan alam tanpa batas dan tanpa perencanaan yang
matang, melainkan dilakukan secara arif dan bijaksana, dengan menerapkan asas
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan
tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi masa mendatang.
Artinya, dalam eksploitasi kekayaan alam yang ada, dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat pada masa sekarang, tetapi dilakukan tanpa mengorbankan
kebutuhan generasi mendatang. Dengan demikian, anak cucu kita sebagai generasi
yang akan datang juga dapat merasakan dan menikmati kekayaan alam negara
yang saat ini kita rasakan. Belakangan ini, sedang hangat dibicarakan tentang
cadangan minyak bumi dunia, terutama Indonesia, yang semakin menipis.
Pemerintah telah mengadakan beberapa langkah pencegahan, diantaranya adalah
dengan mengeluarkkan kebijakan konversi minyak tanah ke gas. Hal ini dilakukan
karena menurut penelitian para ahli, ketersediaan sumber daya alam gas bumi
masih sangat melimpah di Indonesia. Hal tersebut merupakan contoh pemanfaatan
sumber daya alam secara maksimal, namun tidak mengorbankan kebutuhan
generasi mendatang. Memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang masih
melimpah ruah dan menghemat sumber daya alam yang semakin menipis dengan
tetap memperhatikan keuntungan yang maksimal, namun kerugiannya minimal.
Berbagai pihak telah berdaya upaya untuk melakukan penghematan, dengan
menggunakan energi alternatif. Sumber energi alternatif, akan dapat mengurangi
penggunaan sumber energi tidak terbarukan seperti minyak bumi dan batu bara.
Penggunaan sumber energi alternatif juga akan dapat mengurangi pencemaran
2.4 Prinsip Lestari Pengelolaan Sumber Daya Alam
Sumber daya alam dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Lestari
yang dimaksud disini adalah upaya pengelolaan sumber daya alam beserta
ekosistemnya dengan tujuan mempertahankan sifat dan bentuknya. Jadi, prinsip
lestari adalah segala daya upaya yang dilakukan untuk menjaga sumber daya alam
yang ada, tetap ada, baik dilihat dari sifatnya maupun dari bentuknya. Wawasan
Pada tahun 1972, PBB mengadakan konferensi tentang “The Human
Environment” di Stockholm, membawa negara industri dan berkembang untuk
bersama-sama menggambarkan hak manusia dan keluarganya untuk lingkungan
yang sehat dan produktif yang mengarah pada penciptaan lembaga-lembaga
global dalam sistem PBB. Dengan demikian, sumber daya alam harus senantiasa
dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional.
Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan diseluruh sektor dan
wilayah, menjadi prasyarat utama untuk diinternalisasikan kedalam kebijakan dan
peraturan perundangan, terutama dalam mendorong investasi pembangunan
jangka menengah. Prinsip-prinsip tersebut, saling bersinergis dan melengkapi
dengan pengembangan tata pemerintahan yang baik berdasarkan pada asas
partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas yang mendorong upaya perbaikan
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Contoh
1) Menggunakan pupuk alami atau organic
Penggunaan pupuk alami atau pupuk organik dalam pertanian
merupakan pilihan yang sangat tepat, karena dapat menjaga kelestarian
tanah. Kandungan mineral serta zat-zat didalam pupuk organik, sangat
cocok untuk menyuburkan tanah, dan zat-zat tersebut tidak mengandung
bahan kimiawi, sehingga sangat ramah lingkungan. Oleh karenanya,
kesuburan tanah yang dipupuk dengan pupuk organik, tidak akan mudah
hilang, karena selalu mengalami regenerasi oleh jasad hidup yang
terkandung didalam pupuk organik. Berbeda dengan pupuk kimia, tidak
semua dapat diuraikan oleh jasad renik didalam tanah, sehingga dalam
jangka waktu yang lama akan mengendap dan akan merusak tanah.
2) Penggunaan pestisida sesuai kebutuhan
Dalam industri pertanian, penggunaan pestisida merupakan hal
yang mutlak dilakukan untuk mencegah serangan hama penyakit. Namun,
untuk mendukung kelestarian sumber daya alam, pestisida yang digunakan
harus sesuai dengan kebutuhan, agar residu yang dihasilkan tidak begitu
banyak dan mengendap. Sebab, jika residu yang mengendap sudah terlalu
banyak pada tempat yang Sama, dapat mempengaruhi kesuburan tanah
serta kualitas tanamannya sendiri, karena terlalu banyak mengandung
bahan kimia.
3) Pelestarian tanah (tanah datar, lahan miring / perbukitan)
Upaya pelestarian tanah dapat kita lakukan dengan menggalakkan
kegiatan menanam pohon atau penghijauan kembali (reboisasi), terhadap
yang miring posisi tanahnya, perlu dibangun terasering atau sengkedan
untuk menghambat lajunya aliran air hujan.
4) Pelestarian udara
Udara merupakan unsur vital bagi kehidupan, karena setiap
organisme bernapas memerlukan udara. Upaya yang dapat dilakukan untuk
menjaga udara, agar tetap bersih dan sehat, antara lain: menggalakkan
penanaman pohon ataupun tanaman hias di sekitar kita. Tanaman dapat
menyerap gas-gas yang berbahaya bagi manusia, dan mampu
memproduksi oksigen melalui proses fotosintesis. Disamping itu,
tumbuhan juga mengeluarkan uap air sehingga kelembaban udara akan
tetap terjaga, mengupayakan pengurangan emisi atau pembuangan gas sisa
pembakaran, baik pembakaran hutan maupun pembakaran mesin. Asap
yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor dan cerobong asap,
merupakan penyumbang terbesar kotornya udara di perkotaan dan
kawasan industri. Salah satu upaya pengurangan emisi gas berbahaya ke
udara adalah dengan menggunakan bahan industri yang aman bagi
lingkungan, serta pemasangan filter pada cerobong asap pabrik,
mengurangi atau bahkan menghindari pemakaian gas kimia yang dapat
merusak lapisan ozon di atsmosfer. Gas Freon yang digunakan untuk
pendingin pada AC atau kulkas serta dipergunakan diberbagai produk
kosmetik, adalah gas yang dapat bersenyawa dengan gas ozon sehingga
5) Pelestarian hutan
Eksploitasi hutan yang terus menerus berlangsung sejak dahulu
hingga kini, tanpa diimbangi dengan penanaman kembali, menyebabkan
kawasan hutan menjadi rusak. Upaya yang dapat dilakukan untuk
melestarikan hutan: reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul,
melarang pembabatan hutan, menerapkan sistem tebang-pilih dalam
menebang pohon, menerapkan sistem tebang-tanam dalam kegiatan
penebangan hutan, dan menerapkan sanksi yang berat, bagi mereka yang
melanggar ketentuan mengenai pengolahan hutan. Wawasan Taman
Nasional Gunung Leuser adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di
Indonesia seluas 1.094.692 hektar. Secara administrasi, terletak di dua
provinsi (Provinsi Aceh dan Sumatera Utara). Hutan tersebut sebagian
besar berada di Aceh Timur, Aceh Selatan, dan Langkat Sumatera Utara.
Hutan ini terkenal dengan hasil kopi kelas dunia dan tembakau. Taman
Nasional Gunung Leuser
6) Pelestarian flora dan fauna
Kehidupan di bumi, merupakan sistem ketergantungan antara:
manusia, hewan, tumbuhan, dan alam sekitar. Terputusnya salah satu mata
rantai dari sistem tersebut, akan mengakibatkan gangguan dalam
kehidupan. Oleh sebab itu, kelestarian flora dan fauna merupakan hal yang
mutlak harus diperhatikan demi kelangsungan hidup manusia. Beberapa
upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian flora dan fauna
diantaranya adalah: mendirikan cagar alam dan suaka margasatwa, serta
margasatwa? Suaka margasatwa adalah suatu kawasan hutan, tempat
melindungi hewan-hewan tertentu dan tidak untuk diburu. Contoh: suaka
margasatwa Way Kambas di Lampung, suaka margasatwa Gunung Leuser
di Aceh, dan lain-lain. Sedangkan, cagar alam adalah kawasan hutan untuk
melindungi: hewan, tumbuhan, tanah, dan tempat-tempat bersejarah
lainnya. Contoh: cagar alam Pananjung di Pangandaran, cagar alam
Rafflesia di Bengkulu, dan lain-lain.
7) Pelestarian laut dan pantai
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang sangat luas dan
banyak menyimpan kekayaan alam yang melimpah. Kerusakan biota laut
dan pantai, lebih banyak disebabkan karena ulah manusia. Pengambilan
pasir pantai, pengrusakan hutan bakau, dan pengrusakan hutan
bakaukarang di laut merupakan kegiatan-kegiatan manusia yang
mengancam kelestarian laut dan pantai. Adapun upaya untuk melestarikan
laut dan pantai, dapat dilakukan dengan cara: Melakukan reklamasi pantai
dengan cara menanam kembali tanaman bakau di areal sekitar pantai.
Melarang pengambilan batu karang yang berada disekitar pantai maupun
di dasar laut. Melarang pemakaian bahan peledak dan bahan kimia lainnya,
dalam mencari ikan.
2.5 Pengertian Wilayah Pesisir
1. Laut territorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia,
2. Perairan Kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman dan jarak dari pantai,
3. Perairan Pedalaman adalah semua peraiaran yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk didalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup
Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional. Disamping itu, fakta-fakta yang telah dikemukakan beberapa ahli dalam berbagai kesempatan, juga mengindikasikan hal yang serupa. Fakta-fakta tersebut antara lain adalah:
1. Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau 60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai. Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa yang akan dating.
2. Secara administratif kurang lebih 42 Daerah Kota dan 181 Daerah Kabupaten berada di pesisir, dimana dengan adanya otonomi daerah masing-masing daerah otonomi tersebut memiliki kewenangan yang lebih luas dalam pengolahan dan pemanfaatan wilayah pesisir.
3. Secara fisik, terdapat pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi yang tersebar mulai dari Sabang hingga Jayapura, dimana didalamnya terkandung berbagai asset sosial (Social Overhead Capital) dan ekonomi yang memiliki nilai ekonomi dan financial yang sangat besar.
itu, pada wilayah ini juga terdapat berbagai sumber daya masa depan (future resources) dengan memperhatikan berbagai potensinya yang pada saat ini belum dikembangkan secara optimal, antara lain potensi perikanan yang saat ini baru sekitar 58,5% dari potensi lestarinya yang
termanfaatkan.
5. Wilyah pesisir di Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen (exporter) sekaligus sebagi simpul transportasi laut di Wilayah Asia Pasifik. Hal ini menggambarkan peluang untuk meningkatkan pemasaran produk-produk sektor industri Indonesia yang tumbuh cepat (4%-9%)
6. Selanjutnya, wilayah pesisir juga kaya akan beberapa sumber daya pesisir dan lauatan yang potensial dikembangkan lebih lanjut meliputi (a)
pertambangan dengan diketahuinya 60% cekungan minyak, (b) perikanan dengan potensi 6,7 juta ton/tahun yang tersebar pada 9 dari 17 titik
penangkapan ikan di dunia, (c) pariwisata bahari yang diakui duniadengan keberadaan 21 spot potensial, dan (d) keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (natural biodiversity) sebagai daya tarik bagi pengembangan kegiatan “ecotaurism”.
7. Secara biofisik, wilayah pesisir di Indonesia merupakan pusat biodiversity laut tripis dunia kerena hamper 30% hutan bakau dan terumbu karang dunia terdapat di Indonesia.
8. Secara politik dan hankam, wilayah pesisir merupakan kawasan perbatasan antar Negara maupun antar daerah yang sensitive dan memiliki implikasi terhadap pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2.6 Karakteristik Ekosistem Pesisir
ekosistem terumbu karang. Dari ekosistem pesisir ini, masing masing ekosistem mempunyai sifat- sifat dan karakteristik yang berbeda beda. Berikut merupakan penjelasan dari ekosistem pesisir dan faktor pendukungnya:
1. Pasang Surut
Daerah yang terkena pasang surut itu brmacam – macam antara lain gisik, rataan pasang surut. Lumpur pasang surut, rawa payau, delta, rawa mangrove, dan padang rumput (sea grass beds). Rataan pasut adalah suatu mintakat pesisir yang pembentukannya beraneka, tetapi umumnya halus, pada rataan pasut umumnya terdapat pola sungai yang saling berhubungan dan sungai utamanya halus, dan masih labil. Artinya Lumpur tersebut dapat cepat berubah apabila terkena arus pasang. Pada umumnya rataan pasut telah bervegetasi tetapi belum terlalu rapat, sedangkan lumpur pasut belum bervegetasi.
2. Estuaria
Menurut kamus (Oxford) eustaria adalah muara pasang surut dari sungai yang besar. Batasan yang umum digunakan saat sekarang, eustaria adalah suatu tubuh perairan pantai yang semi tertutup, yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan didalamnya ait laut terencerkan oleh air tawar yang berasal dari drainase daratan. Eustaria biasanya sebagai pusat permukiman berbagai kehidupan. Fungsi dari eustaria cukup banyak antara lain : merupakan daerah mencari ikan, tempat pembuangan limbah, jalur transportasi, sumber keperluan air untuk berbagai industri dan tempat rekreasi.
3. Hutan Mangrove
4. Padang Lamun (Sea Grass Beds)
Padang lamun cukup baik pada perairan dangkal atau eustaria apabila sinar matahari cukup banyak. Habitanya berada terutama pada laut dangkal. Pertumbuhannya cepat kurang lebih 1.300 – 3.000 gr berat kering/m2/th. Padang lamun ini mempunya habitat dimana tempatnya bersuhu tropis atau subtropics. Ciri binatang yang hidup di padang lamun antara lain:
a. Hidup di daun lamun
b. Makan akar canopy daun
c. Bergerak di bawah canopy daun
d. Berlindung di daerah padang lamun
5. Terumbu Karang
Dapat hidup pada kedalaman hingga 50 meter, memerlukan intensitas cahaya yang baik untuk dapat melakukan proses fotosintesis, salinitas 30-35ppt merupakan syarat batas untuk terumbu karang dapat hidup disuatu perairan. Selain berfungsi sebagai tempat tinggal banyak biota, letaknya yang berada diujung/bibir pantai juga bermanfaat sebagai pemecah gelombang alami. Keindahannya dengan warna-warni ikan dan karang membuat terumbu karang dapat menjadi obyek wisata air, baik snorkeling ataupun selam.
2.7 Pengertian Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
Menurut Sain dan Krecth Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis yang berjalan secara terus menerus, dalam membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan, pembangunan dan perlindungan wilayah dan sumberdaya pesisir dan lautan. Bagian penting dalam pengelolaan terpadu adalah perancangan proses kelembagaan untuk mencapai harmonisasi dalam cara yang dapat diterima secara politis.
2.8 Pengelolaan Pesisir Secara Berkelanjutan
Darah pesisir di Indonesia sebenarnya telah mendapat persetujuan dalam mengatur, mengelola, atau memberdayakan daerahnya masing masing, seperti dibahas pada Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah Kabupaten dan Kota untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan kewenangan daerah di wilayah laut adalah :
Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut
Pengaturan kepentingan administratif
Pengaturan ruang
Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah
Bantuan penegakan keamanandan kedaulatan Negara.
2.9 Pemanfaatan dan Pengelolaan Potensi Pesisir Daerah di Indonesia
Dari pengalaman pengalaman yang sudah berjalan sampai sekarang, Daerah pesisir di Indonesia yang kebanyakan ditinggali oleh para nelayan, merupakan daerah yang belum sepenuhnya digali potensinya, hal ini berkaitan dengan para nelayan itu sendiri sekedar memanfaatkan hasil dari laut berupa ikan, rumput laut, terumbu karang, lamun, dan sebagainya hanya untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. Sehingga secara garis besar, potensi pesisir yang diberdayakan oleh para masyarakat sekitar hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan harian untuk hidup mereka.
untuk usaha ekonomi dalam skala besar baru dilakukan pada sebagian Kabupaten dan Kota yang berada di daerah pesisir. Pada umumnya usaha ekonomi pemanfaatan daerah pesisir ini bergerak disektor pariwisata dan sudah mempunyai kesadaran yang lebih dibandingkan dengan daerah lain yang belum mempunyai pengolahan seperti ini.
Mengingat kewenangan daerah untuk melakukan pengelolaan bidang kelautan yang termasuk juga daerah pesisir masih merupakan kewenangan baru bagi daerah maka pemanfaatan potensi daerah pesisir ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten atau kota yang berada di pesisir. Jadi belum semua Kabupaten dan Kota yang memanfaatkan potensi daerah pesisir.
2.10 Permasalahan dan Ancaman Potensi Wilayah Indonesia
Pemanfatan dan pengelolaan daerah pesisir yang dilakukan oleh masyarakat maupun daerah sebagian belum memenuhi ketentuan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi dan kelestarian pesisir dan lingkungannya. Penyebab degradasi kondisi daerah pesisir secara tidak langsung juga disebabkan oleh pengelolaan sumber daya alam di hulu yang berpengaruh terhadap muara di pesisir.
Kebijakan reklamasi yang tidak berdasarkan kepada analisa dampak lingkungan pada beberapa daerah juga berpengaruh terhadap ekosistem dipesisir. Perizinan pengembangan usaha bagi kelangan dunia usaha selama ini sebagian besar menjadi kewenangan pusat. Kadangkala dalam hal ini pemberian izin tersebut tanpa memperhatikan kepentingan daerah dan masyarakat setempat.
Jika kita perhatikan berbagai permasalahan yang timbul dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir cendrung bersifat sektoral, sehingga kadangkala melahirkan kebijakan yang tumpang tindih satu sama lain.
Pemanfatan dan pengelolaan daerah pesisir belum memperhatikan konsep daerah pesisir sebagai suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif pemerintahan, sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar daerah.
Kewenangan daerah dalam rangka otonomi daerah belum dipahami secara komprehensif oleh para stakeholders, sehingga pada setiap daerah dan setiap sector timbul berbagai pemahaman dan penafsiran yang berbeda dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir.
2.11 Peran dan Partisipasi Aktif Untuk Melestarikan Ekosistem Pesisir
penanggulangan masalah kerusakan sumber daya alam tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan usaha ekonomi, terutama dalam rangka membekali masyarakat dengan usaha ekonomi alternative sehingga tidak merusak lingkungan, antara lain yaitu:
Peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan
Pengembangan keterampilan masyarakat
Pengembangan kapasitas masyarakat
Pengembangan kualitas diri
Peningkatan motivasi masyarakat untuk berperan serta
Penggalian dan pengembangan nilai tradisional masyarakat
Oleh karena itu, pelestarian ekosistem pesisir bukan hanya tugas dan keawajiban dari masyarakat wilayah pesisir, melainkan semua aspek masyarakat yang ada. Masyarakat umum harus mulai disadarakana bagaimana pentingnya ekosistem pesisir bagi keberlanjutan kehidupan bagi umat manusia. Meskipun, untuk kejadian proses alam lingkungan sekitar dan interaksi antara faktor abiotik dan biotik serta perubahan ekologis hanya bisa di pahami oleh ilmuwan dan pakar lingkungan, basis data yang didapat dari mereka bisa digunakan untuk sumber informasi untuk disebarkan lebih luas agar semua masyarakat dapat ikut melestarikan dan menjaga ekosistem pesisir sehingga proses pengelolaan ekosistem pesisir bisa berjalan tidak hanya untuk jangka pendek, melainkan bisa hingga jangka panjang.
2.12 Cara Perlindungan dan Pelestarian Ekosistem Pesisir
memikirkan dampak jangka panjangnya bagi generasi penerus. Berikut merupakan tahapan yang dapat digunakan untuk perlindungan maupun pelestarian ekosistem pesisir, diantaranya adalah:
Restorasi, dimaksudkan sebagai upaya untuk menata kembali kawasan pesisir sekaligus melakukan aktivitas penghijuan. Untuk melakukan restorasi perlu memperhatikan pemahaman pola hidrologi, perubahan arus laut, tipe tanah.
Reorientasi, dimaksudkan sebagai sebuah perencanaan pembangunan yang berparadigma berkelanjutan sekaligus berwawasan lingkungan. Sehingga motif ekonomi yang cenderung merusak akan mampu diminimalisasi
Responsivitas, dimaksudkan sebagai sebuah upaya dari pemerintah yang peka dan tanggap terhadap problematika kerusakan ekosistem pesisir. Hal ini dapat ditempuh melalui gerakan kesadaran pendidikan dini, maupun advokasi dan riset dengan berbagai lintas disiplin keilmuan\
Rehabilitasi, gerakan rehabilitasi dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembalikan peran ekosistem pesisir sebagai penyangga kehidupan biota laut. Salah satu wujud kongkrit pelaksanaan rehabilitasi yaitu dengan menjadikan kawasan pesisir sebagai area konservasi yang berbasis pada pendidikan (riset) dan ekowisata
Responsibility, dimaksudkan sebagai upaya untuk menggalang kesadaran bersama sekaligus meningkatkan partisipasi masyarakat.
Regulasi, dalam hal ini setiap daerah pasti mempunyai Perda yang telah diatur secara jelas dan gambling. Maka dari itu, perlu kesadaran dan kewajiban untuk memenuhi perda yang telah ada dan telah dibuat. Ini bisa dijadikan sebuah punishment apabila tidak dijalankan secara
III. Metodologi Praktikum
Dalam melakasanakan praktikum di pantai nongsa batam ini diharapkan kita dapat mendapatkan dilakukan dengan beberapa metode untuk mendapatkan data primer yang representatif yaitu:
a. Direct Observation
Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data yang
sebenarnya, sehingga data yang di dapatkan lebih representative untuk melihat kondisi pantai diantaranya:
1. Kondisi Pantai (Topo dan geografis):
- Warna
- Kec angin dan kelembaban udara
2. Oseanograpy data - Batu karang : banyak
b. Batch litter survey
Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data:
- Identifikasi jenis sampah : Organik, an organik, dan B3 - Sumber sampah : pengunjung, dan proses maintenance - Jumlah sampah : > 50 kg/hari
1. Pengolahan sampah
- Jumlah tong sampah per 100 m persegi : < 1 tong sampah/m2
- Model tong sampah : terbuat dari kayu
- Penempatan tong sampah : di sudut-sudut jalan c. Wawancara pengolahan pantai
Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data, cara pengelolaan pantai dilakukan dengan model CBM, atau tradisional.
Untuk data sekunder kita lakukan dengan metode pengumpulan data melalui wawancara dengan pengelola dan mencari sumber data di internet seperti : sosial budaya, struktur organisasi, dan kelembagaan. Data-data yang telah
IV. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil
Dari praktikum yang telah di lakukan di pantai nongsa batam di dapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Form isian jenis dan Klasifikasi Sumberdaya Alam (SDA) di Nongsa Batam
Informasi Tentang Sumberdaya Alam sifat
pembaharuannya
Yang
teridentifikasi
Potensinya/
Jumlah Kondisi/Status Pemamfaatan Status Pengelolaan
1. Renewable
Pohon Kelapa banyak terawat Buah kelapa
di jual tradisional
Air laut banyak - Tidak
dimanfaatkan
-Ikan banyak - Ikan dijual tradisional
Trumbu karang/batu karang
-2. Unrenewable
1. Kondisi Pantai (Topo dan geografis):
- Posisi lokasi : Turi Beach Resort Pantai Nongsa Batam - Lebar pantai : n/a
- Kemiringan pantai: n/a - Jenis pasir pantai: Putih - Warna: Putih
- Kec angin dan kelembaban udara:n/a
2. Oseanograpy data
- Arus: n/a
3. Ekosistem
- Vegetasi pantai:Kelapa - Mangrove : n/a
- Terumbu karang:banyak - Batu karang : banyak
d. Batch litter survey
Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data:
- Identifikasi jenis sampah : Organik, an organik, dan B3 - Sumber sampah : pengunjung, dan proses maintenance - Jumlah sampah : > 50 kg/hari
1. Pengolahan sampah
- Jumlah tong sampah per 100 m persegi : < 1 tong
sampah/m2
- Model tong sampah : terbuat dari kayu - Penempatan tong sampah : di sudut-sudut
4.2 Pembahasan
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat
wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang
masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan
air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan
aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002).
Besarnya potensi kekayaan alam pesisir telah menimbulkan berbagai
permasalahan lingkungan hidup seperti kelebihan tangkap (over fishing) di sektor
perikanan, perusakan hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta
abrasi pantai dan gelombang pasang hingga masalah kerusakan akibat bencana
alam seperti tsunami. Permasalahan ini secara langsung maupun tidak langsung
terkait dengan kemiskinan masyarakat pesisir, kebijakan yang tidak tepat,
rendahnya penegakan hukum (law enforcement), dan rendahnya kemampuan
sumberdaya manusia (SDM). Permasalahan di pesisir di atas bila dikaji lebih
Menurut Dahuri (2003) ada lima faktor, yaitu pertama tingkat kepadatan
penduduk yang tinggi dan kemiskinan, kedua konsumsi berlebihan dan
penyebaran sumberdaya yang tidak merata, ketiga kelembagaan, keempat,
kurangnya pemahaman tentang ekosistem alam, dan kelima kegagalan sistem
ekonomi dan kebijakan dalam menilai ekosistem alam.
Beberapa hasil studi mengungkapkan bahwa perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan sumberdaya pesisir yang selama ini dijalankan bersifat sektoral dan
terpilah-pilah. Padahal karakteristik ekosistem pesisir yang secara ekologis saling
terkait satu sama lain termasuk dengan ekosistem lahan atas, serta beraneka
sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan sebagai potensi pembangunan yang
pada umumnya terdapat dalam suatu hamparan ekosistem pesisir. Sehingga
pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara optimal dan berkelanjutan hanya
dapat diwujudkan melalui pendekatan terpadu dan holistik. Pengelolaan wilayah
pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan sumberdaya pesisir serta
ruang yang memperhatikan aspek konservasi dan keberlanjutannya. Adapun
konteks keterpaduan meliputi dimensi sektor, ekologis, hirarkhi pemerintahan,
antar bangsa/negara, dan disiplin ilmu (Cicin-Sain dan Knect, 1998; Kay dan
Alder, 1999).
Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir atau sering disebut masyarakat pesisir
menjadi bagian penting dalam ekosistem pesisir. Komponen terbesar dari
masyarakat pesisir adalah nelayan yang memiliki ketergantungan yang besar
terhadap keberlanjutan sumberdaya alam pesisir. Nelayan adalah orang yang
melakukan penagkapan (budidaya) di laut dan di tempat yang masih dipengaruhi
kemiskinan masyarakat pesisir di Pantai Nongsa. Beberapa hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa penyebab kemiskinan mereka adalah faktor budaya
dan degradasi sumberdaya. Degradasi sumberdaya seperti rusaknya ekosistem
mangrove dan perikanan sebagian diakibatkan oleh penggunaan alat tangkap
perikanan yang destruktif, aktivitas illegal lodging, alih fungsi lahan menjadi
tambak dan perkebunan sawit. Berdasarkan kondisi spesifik dan kemiskinan yang
seakan menjadi trade mark komunitas di pesisir, maka pemahaman lebih jauh
tentang pengelolaan wilayah pesisir menjadi penting. Berkaitan dengan
pengelolaan wilayah pesisir, menurut Bromley dan Cernea (dalam Adhuri, 2005),
ada empat tipe pemilikan dan penguasaan sumberdaya pesisir, yaitu: a. Open
access property, b. Common property, c. Public property, dan d. Private property.
Masing-masing karakteristik tipe pemilikan dan penguasaan sumberdaya pesisir
ini turut menentukan bagaimana cara pengelolaan wilayah pesisir dilakukan. Di
Pantai Nongsa terdapat keempat tipe pemilikan dan penguasaan sumberdaya
tersebut, namun yang dominan adalah tipe milik Pemerintah, dan dibeberapa
tempat berkembang tipe milik quasi-pribadi. Di perairan Bunaken masyarakat
nelayan masih menganggap sumberdaya ikannya sebagai open access property
sehingga nelayan dari tempat lain dibiarkan menangkap ikan. Di desa Nongsa
masyarakat menganggap sumberdaya ikan, mangrove dan terumbu karang yang
ada di depan desa mereka adalah milik komunal dari desa tersebut (Mancoro
dalam Adhuri, 2005). Akan tetapi UU Pokok Perairan no. 6/1996 dengan tegas
menyatakan sumberdaya alam yang ada di perairan adalah milik pemerintah.
Dalam skala tertentu pemerintah membiarkan kelompok masyarakat pesisir untuk
dianggap milik penduduk, tetapi disisi lain dianggap milik pemerintah. Kerancuan
pemilikan dan penguasaan sumberdaya pesisir (ambiguity of property regimes) ini
mendorong timbuinya konflik pemanfaatan (user conflict) dan konflik
kewenangan (yurisdictional conflict). Konflik dapat muncul dari beberapa sebab,
namun yang dominan adalah kerancuan tipe pemilikan. Konflik yang berkaitan
dengan penguasaan sumberdaya alam laut sering kali muncul misalnya seperti
kasus di Kepulauan Kei, Maluku Tenggara. (Adhuri, 2005). Dalam tulisannya
Adhuri menyatakan ada dua tantangan dalam mempraktekkan manajemen
sumberdaya laut secara berkelanjutan yaitu pertama, kesadaran yang ditunjukkan
oleh pelaku akan pentingnya manajemen yang berkelanjutan dan berkeadilan tidak
tampak pada stakeholder (termasuk aparat militer dan birokrasi daerah) di daerah.
Kedua, terdapatnya kontestasi di antara semua kelompok yang terkait dengan
pemanfaatan sumber daya laut. Pada arena kontestasi ini tampaknya
masing-masing kelompok cenderung saling mengklaim hak khusus mereka terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Adhuri, Dedi Supriadi. 2005. Perang-perang Atas Laut, Menghitung Tantangan
pada Manajemen Sumberdaya Laut di Era Otonomi : Pelajaran dari Kepulauan
Kei, Maluku Tenggara. Dalam Jurnal Antropologi Indonesia Vol 29, No.3.
Hal.300-308. 5.
Akil, Sjarifuddin. 2002. Kebijakan Kimpraswil Dalam Rangka Percepatan
Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Makalah Rapat Koordinasi Nasional
Departemen Kelautan dan perikanan Tahun 2002. Jakarta.Nurmalasari, Y. Analisis
Pengelolaan Wilayah Pesisr Berbasis Masyarakat. www.
Stmik-im.ac.id/userfiles/jurnal%20yessi.pdf.
Asosiasi Pemeritah Kabupaten Seluruh Indonesia (APAKASI). 2001.
Permasalahan dan Isu Pengelolaan dan Pemanfaatan Pesisir Di
Daerah. http://aplikasi.or.id/modules.php?name=news&files=article&sid=106.
Bengen, D. G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan
Lautan. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.
Biliana Cincin-Sain dan Robert W. Knecht. 1998. Integrated Coastal and Ocean
Coztanza, R. 1991. Ecological economics: The Science and Management of
Sustainability. Columbia University Press. New York.
Dahuri, Rokhmin. 1997. Pengembangan Rencana Pengelolaan Pemanfaatan
Berganda Ekosistem Mangrove di Sumatera. Dalam Panduan Pelatihan
Pelestarian dan Pengembangan Ekosistem Mangrove Secara Terpadu dan
Berkelanjutan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Brawijaya.
Malang.
DKP. 2008. Urgensi RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Atrikel on-line Dinas Kelautan dan Perikanan.
Haryandi. 2007. Pemberdayaan Masyarakat Terhadap Pengelolaan Lahan Wilayah
Pesisir di Pantai Timur kabupaten Lampung Selatan.
http://ipsgampang.blogspot.co.id/2014/12/prinsip-prinsip-pengelolaan-sumber-daya.html
http://pustakailmiah.unila.ac.id./2009/07/06/pemberdayaanmasyarakatterhadap-pengelolaan-lahan-wilayah pesisirdipantaitimurkabupatenlampung-selatan
http://www.terangi.or.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=153:ekosistem#ixzz3tuWkhGdo
Kay, R. dan Alder, J. 1999. Coastal Management and Planning. E & FN SPON.
New York.
La, An. 2008. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dengan Memenfaatkan
Sistem Informasi Geografi dan Data Penginderaan Jarak
Jauh. http://mbojo.wordpress.com.
Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Tinjauan Aspek Penataan
ITS ke-34.
Surabaya. http://www.penataanruang.net/taru/makalah/men_prlautpesisirTTS43.p
df..
Muttaqiena, dkk. 2009. Makalah Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara
Berkelanjutan Pasca Tsunami Desember 2004.
http://slideshare.net/abida/pengelolaan-pesisir.
Tarigan, Kelin. 1990. Pengaruh Motorisasi Penangkapan Terhadap Distribusi
Pendapatan Nelayan di Sumatera Utara. Disertasi S3 UNPAD. Bandung.
Timothy Beatly, David J. Bower, dan Anna K. Schwab. 2002. An Introduction to
Coastal Zone Management. Island Press. Washington, DC.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Wiyana, Adi.
2004. Faktor Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Pengelolaan Pesisir Terpadu