• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Moral dan Psikoseksual sigm

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perkembangan Moral dan Psikoseksual sigm "

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PSIKOLOGI PERKEMBANGAN I

PERKEMBANGAN MORAL DAN PSIKOSEKSUAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahPsikologi Perkembangan I

Oleh :

Angga Dwi Putra : 41183507140032

Syifa Pujianti : 41183507140046

Program Studi Psikologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam 45 Bekasi

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...1

BAB I PENDAHULUAN...2

1.1 Latar Belakang...2

1.2 Rumusan Masalah...3

1.3 Tujuan...3

BAB II PEMBAHASAN...4

2.1 Definisi dan Pengertian Perkembangan Moral dan Psikoseksual...4

2.1.1 Definisi dan Pengertian Perkembangan Moral...4

2.1.2 Karakteristik Perkembangan Moral...6

2.1.3 Definisi dan Pengertian Psikoseksual...14

2.1.4 Karakteristik Psikoseksual...15

2.2 Tugas Perkembangan Moral dan Psikoseksual...24

2.2.1 Hambatan Penyelesaian Tugas Perkembangan...25

2.3 Faktor yang Mendukung dan Faktor yang Menghambat...25

2.3.1 Faktor yang Mendukung...25

2.3.2 Faktor yang Menghambat...27

3.1 Contoh Kasus dan Penanganan...28

BAB III KESIMPULAN...36

(3)
(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang memfokuskan pengakajiannya pada kehidupan individu dilihat dari tahap-tahap perkembangan yang dilalui dan usia pada tahap-tahap tersebut dalam satu rentang kehidupan, yaitu sebelum lahir hingga usia lanjut. Dalam pengertian lain, psikologi perkembangan adalah cabang ilmu psikologi yang mempelajari tentang perubahan tingkah laku dan proses mental sepanjang kehidupan seseorang mulai dari konsepsi sampai meninggal.

Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang akan diaktualisasikan dan di manifestasi. Para ahli psikologi tertarik akan masalah seberapa jauhkah perkembangan manusia dipengaruhi oleh perkembangan masyarakatnya. Perhatian psikologi perkembangan yang utama tertuju pada perkembangan manusianya sebagai person. Masyarakat merupakan tempat berkembangnya person. Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan juga berkaitan dengan belajar khususnya mengenai isi proses perkembangan. Dengan demikian perkembangan dapat diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap yang menuju kearah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi berdasarkan pertumbuhan, pemasakan dan belajar.

(5)

yang berdampak terhadap banyak atau kebanyakan orang pada usia atau waktu tertentu didalam sejarah serta pada hal-hal yang hanya berdampak terhadap beberapa individual.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dan pengertian Perkembangan Moral dan Psikoseksual? 2. Apa saja karakteristik Perkembangan Moral dan Psikoseksual?

3. Apa saja tugas perkembangan terhadap Perkembangan Moral dan Psikoseksual?

4. Apa saja faktor yang menghambat dan yang mendukung dan menghambat Perkembangan Moral dan Psikoseksual?

5. Bagaimana contoh kasus Perkembangan Moral dan Psikoseksual dan bagaimana cara penanganannya?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dan pengertian Perkembangan Moral dan Psikoseksual.

2. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik Perkembangan Moral dan Psikoseksual.

3. Untuk mengetahui dan memahami tugas perkembangan terhadap Perkembangan Moral dan Psikoseksual.

4. Untuk mengetahui dan memahami factor-faktor yang menghambat dan mendukung Perkembangan Moral dan Psikoseksual.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Pengertian Perkembangan Moral dan Psikoseksual

2.1.1 Definisi dan Pengertian Perkembangan Moral

Kata moral sering kali diperbincangkan di masyarakat, dimanapun dan kapan pun. Moral berasal dari bahasa latin, yaitu Mos yang berarti adat istiaat, kebiasaan, cara, tingkah laku, dan kelakuan. Istilah moral berasal dari kata Latin “Mores” yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan.

Menurut Sjarkawi, secara istilah moral merupakan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok daam mengatur tigkah lakunya. Sementara itu, Aliah B. Purwakania Hasan mendefinisikan moral dengan suatu kapasitas yang dimiliki oleh individu untuk membedakan yang benar dan yang salah, bertindak atas perbedaan tersebut, dan mendapatkan penghargaan diri ketika melakukanyang benar dan merasa bersalah atau malu ketika melanggar standar tersebut.

Desmita mengungkapkan bahwa perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan denngan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh individu dalam interaksinya dengan orang lain. Menurutnya anak-anak pada saat dilahirkan tidak memiliki moral (immoral), tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuj dikembangkan. Melalui pengalamannya ketika berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami perilaku mana yang baik yang boleh ndilakukan, dan tingkah laku mana yang buruk yang tidak boleh dilakukan.

(7)

oleh nilai-nilai sosial budaya di mana individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkembangan moral adalah perubahan psikis yang memungkinkannya dapat mengetahui mana perilaku yang baik yang harus dilakukan dan mengetahui mana perilaku yang buruk yang harus dihindarinya berdasarkan norma-norma tertentu.

Bagi para ahli tidak menimbulkan masalah terhadap anggapan atau pernyataan bahwa aspek moral adalah sesuatu yang berkembang dan diperkembangkan. Ketika dilahirkan, anak belum dan tidak membawa aspek moral. Baik teori psikoanalisa maupun teori belajar juga tidak mempermasalahkan hal ini, dan bahwa keduanya juga mengemukakan aspek moral sebagai sesuatu yang berkembang dan diperkembangkan. Tentang bagaimana aspek moral ini berkembang dan diperkembangkan kedua teori memberikan pendekatan yang berlawanan.

Bagi para ahli psikoanalisa perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan sebagai kematangan dari sudut organik-biologik. Bagi para ahli teori belajar perkembangan moral dipandang sebagai hasil rangkaian-rangkaian rangsang jawaban yang dipelajari oleh anak, berupa hukuman dan pujian yang sering dialami oleh anak. Terlepas dari perbedaan pendekatan untuk menerangkan mengenai proses perkembangan moral, keduanya tidak bertentangan dalam mengemukakan konsepnya bahwa seseorang memperlihatkan adanya perkembangan moral jika perilakunya sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam masyarakatnya.

(8)

memperkembangkan aspek moral, bilamana ia telah menginternalisasikan atau telah mempelajari aturan-aturan atau kaidah-kaidah kehidupan didalam masyarakat dan bisa memperlihatkan dalam perilaku yang terus menerus atau menetap.

Apabila awal masa kanak-kanak akan berakhir, konsep moral anak tidak lagi sesempit dan sekhusus sebelumnya. Anak yang lebih besar lambat laun memperluas konsep sosial sehingga mencakup situasi apa saja, lebih daripada hanya situasi khusus. Di samping itu, anak yang lebih besar menemukan bahwa kelompok sosial teribat dalam berbagai tingkat kesungguhan pada berbagai macam perbuatan. Pengetahuan ini kemudian digabungkan dalam konsep moral dan memunculkan adanya kode moral.

Kode moral berkembang dari konsep-konsep moral yang umum. Pada akhir masa kanak-kanak seperti halnya awal mmasa remaja, kode moral sangat dipengaruhi oleh standar moral dari kelompok di masa anak mengidentifikasi diri. Ini tidak berarti bahwa anak meninggalkan kode moral keluarga untuk mengikuti kode kelompok ia bergabung. Hal ini berarti, jikalau anak harus memilih, anak akan mengikuti standar-standar geng selama mereka bersama dengan geng sebagai sarana untuk mempertahankan statusnya dalam geng.

Ketika anak mencapai akhir masa kanak-kanak, kode moral berangsur-angsur mendekati kode moral dewasa, yang dengannya anak berhubungan dan perilakunya semakin sesuai dengan standar-standar yang ditetapkan oleh orang dewasa. Dilaporkan bahwa anak yang mempunyai IQ tinggi cenderung lebih matang dalam penilaian moral daripada anak yang tingkat kecerdasannya lebih rendah dan anak perempuan cenderung membentuk penilaian moral yang lebih matang daripada anak laki-laki.

2.1.2 Karakteristik Perkembangan Moral

(9)

Tokoh yang paling dikenal dalam kaitannya dengan pengkajian perkembangan moral adalah Lawrence E. Kohlberg. Ia mulai melakukan wawancara-wawancara tehadap anak-anak maupun para remaja dan menghasilkan disertasi pada tahun 1958 dengan judul : The Development of Modes of Thinking and Choice in the year 10 to 16. Ini merupakan titik tolak teorinya mengenai penahapan perkembangan moral.

Pada tahun 1958 Kohlberg melakukan penelitian empiris lintas kelompok usia tentang cara pertimbangan moral terhadap 72/75 orang anak dan remaja yang berasal dari daerah sekitar Chicago. Anak-anak dibagi ke dalam tiga kelompok usia. Yaitu kelompok usia 10, 13, 16 tahun. Penyelidikan dilanjutkan pada tahun 1963 dengan kelompokumur yang lebih muda yakni kelompok umur 7, 10, 13, 16 tahun. Pada tahun 1970 penyelidikan dilakukan di Meksiko, Taiwan, Turki dan Yucatan. Penelitiannya dilakukan dengan cara menghadapkan para subjek penelitian/responden kepada berbagai dilema moral dan selanjutnya mencatat semua reaksi mereka.

Kohlberg menyusun suatu rangkaian cerita yang isinya atau temanya merupakan suatu dilema dan memeberikannya kepada anak-anak lalu diikutinya dengan wawancara. Yang menarik bukan jawaban-jawaban yang diucapkan dengan kata ya atau tidak, melainkan apa yang melandasi jawaban tersebut dan ini ternyata dari alasan mengapa jawaban itu diberikan.

Berdasarkan penelitiannya, tampak bahwa anak-anak dan remaja menafsirkan segala tindakan dan perilakunya sesuai dengan struktur mental mereka sendiri dan menilai hubungan sosial dan perbuatan tertentu sebagai adil atau tidak adil, baik atau buruk, juga seiring dengan tingkat perkembangan atau struktur moral mereka masing-masing.

Kohlberg menarik sejumlah kesimpulan dari penelitiannya, sebagai berikut:

(10)

suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat kontruksi kognitif yang bersifat aktif terhadap titik pandang masing-masing individu sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan, hak, kewajiban dan keterlibatan setiap pribadi terhadap sesuatu yang baik dan adil. Kesemuanya merupakan tindakan kognitif.

b. Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja untuk mempertanggung jawabkan perbuatan moralnya.

c. Membenarkan gagasan Jean Piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral. Sebagaimana penelitian Piaget telah membuktikan, bahwa baru pada masa remaja pola pemikiran operasional-formal berkembang. Demikian pula Kohlberg menunjukkan adannya kesejajaran antara perkembangan kognitif dengan perkembangan moral, yaitu bahwa pada masa remaja dapat juga dicapai tahap tertinggi perkembangan moral yang ditandai dengan kemampuan remaja menerapkan prinsip keadilan universal pada penilaian moralnya.

Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklarifikasi respons yang dimunculkan kedalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi kedalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, pasca-konvensional :

1. Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan ungkapan-unkapan budaya mengenai baik dan buruk serta benar dan salah. Namun demikian, semua ini masih ditafsirkan dari segi akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran kebaikan) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang memaklumkan peraturan.

Tingkat Prakonvensional ini memiliki dua tahap, yaitu : Tahap 1 : Orientasi hukuman dan kepatuhan

(11)

Tahap 2 : Orientasi relativis-instrumental

Pada tahap ini, perbuatan yang dianggap benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadanng-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di pasar yang berorientasi pada untung rugi. Disini terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas dilukiskan oleh Kohlberg dengan kalimat : “Jika engkau mau menggarukkan punggungku maka aku juga akan menggarukkan punggungmu”. Jadi, hubungan disini bukan atas dasar loyalitas, rasa terima kasih atau keadilan.

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini, anak-anak hannya menuruti harapan keluarga, kelompok atau masyarakat. Semua ini dipandang sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri tanpa mengindahkan akibat yang bakal muncul. Sikap anak bukan saja konformitas terhadap pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata tertib serta mengidentifikasikan diri dengan orang atau kelompok yang terlibat.

Tingkat konvensional ini memilliki dua tahap, yaitu :

Tahap 3 : Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi “Anak Manis”

Pada tahap ini, perilaku yang dipandang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotipe mengenai apa itu perilaku mayoritas atau alamiah. Perilaku sering dinilai menurut niatnya sehingga seringkali muncul pikkiran dan ucapan “sebenarnya dia bermaksud baik;. Mereka berpandangan bahwa orang akan mendapatkan persetujuan orang yang baik.

(12)

Pada tahap ini, terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada. Semua ini dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dalam dirinya.

3. Tingkat Pascakonvensional

Pada tingkatan usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut.

Tingkat ini memiliki dua tahap, yaitu : Tahap 5 : Orientasi kontrak sosial legalitas

Pada tahap ini, individu pada umumnya sangat bernada utilitarian. Artinya, perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh masyarakat. Pada tahap ini terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai dan pendapat pribadi sesuai relativisme nilai tersebut. Terdapat penekanan atas aturan prosedural untuk mencapai kesepakatan, terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, dan hak adalah masalah nilai dan pendapat pribadi. Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandang legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial. Di luar bidang hukum, persetujuan bebas dan kontrak merupakan unsur pengikat kewajiban.

Tahap 6 : Orientasi prinsip dan etika universal

(13)

universal keadilan, resiprositas, persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat kepada manusia sebagai pribadi.

Tingkatan Jenis moralitas Tahapan Orientasinya Gambaran perilaku

(14)

-Tahap 6 :orientasi asas etis

disetujui sebagai hal yang penting bagi kesejahteraan umum; asas2 yg dijunjung

tinggi untuk

mempertahankan penghargaan dari

teman sebaya

merupakan penghargaan diri.

:tindakan dibimbing oleh asas-asas etis atas pilihan sendiri (yang biasanya menilai keadilan, harga diri dan persamaan);asas yg dijunjung tinggi untuk

menghindaripenyesala n diri.

Berdasarkan tingkatan dan tahapan perkembangan moral, Kohlberg menerjemahkannya ke dalam motif-motif individu dalam melakukan perbuatan moral. Sesuain dengan tahapan perkembangan moral, motif-motif perilaku moral manusia adalah sebagai berikut :

(15)

Perbuatan moral individu dimotivasi oleh penghindaran terhadap hukuman dan suara hati yang pada dasarnya merupakan ketakutan irasional terhadap hukuman.

Tahap 2

Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan ganjaran dan keuntungan. Sangat boleh jadi reaksi rasa bersalah diabaikan dan hukuman dipandang secara pragmatis (membedakan rasa takut, rasa nikmat, atau rasa sakit dari akibat hukuman).

Tahap 3

Perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan orang lain, baik yang nyata atau yang dibayangkan secara hipotesis.

Tahap 4

Perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan yang mendalam karena kegagalan dalam melaksanakan kewajiban dan rasa bersalah diri atas kerugian yang dilakukan terhadap orang lain.

Tahap 5

Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap upaya mempertahankan rasa hormat terhadap orang lain dan masyarakat yang didasarkan atas akal budi dan bukan berdasarkan emosi, keprihatinan terhadap rasa hormat bagi diri sendiri (misalnya, untuk menghindari sikap menghakimi diri sendiri sebagai makhluk yang tidak rasional, tidak konsisten dan tanpa tujuan).

Tahap 6

(16)

2.1.3 Definisi dan Pengertian Psikoseksual

Pada awal masa remaja, sebagian anak muda mengalami suatu masa perkembangan jasmani yang sangat cepat (lonjakan pertumbuhan masa remaja) diiringi dengan perkembangan bertahap dari organ-organ reproduksi serta karakteristikseks kedua. Perubahan-perubahan ini terjadi kira-kira selama dua tahun selama dua tahun dan memuncak pada masa pubertas, yang ditandai oleh menstruasi pada anak perempuan dan munculnya sel-sel sperma hidup dalam urine anak laki-laki.

Terdapat berbagai ragam usia pada saat mencapai masa pubertas. Anak laki-laki dan perempuan rata-rata mencapai tinggi dan berat badan yang samasampai kira-kira usia 11 tahun, pada waktu secara tiba-tiba anak perempuan melonjak dalam kedua dimensi. Anak perempuan bertahan pada perbedaan ini selama kira-kira 2 tahun, pada titik mana anak laki-laki. Melesat maju secara pasti, dan tetap demikian sepanjang hidup. Perbedaan kecepatan perkembangan fisik tersebut sangat mencolokdalam ruang kelas sekolah menengah pertama (smp), dimana dapat diamatipara remaja putri yang sudah matang duduk berdampingan dengan laki-laki yang belum matang.

Meskipun anak perempuan umumnya menjadi matang lebih awal daripada laki-laki, terdapat perbedaan individual yang besar. Anak laki-laki yang terlambat matang mengahadapi kesulitan utama dalam penyesuaian yang disebabkan oleh pentingnya kekuatan dan keunggulan fisik dalam kegiatan sesama teman.

(17)

konsepdiri dan mempunyai hubungan yang jelek dengan orang tua dan teman sebaya mareka.

2.1.4 Karakteristik Psikoseksual

Teori Psikoseksual pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud. Sebagai ilmuwan Freud melihat hukum-hukum energi yang ada dalam lapangan fisika yang berlaku untuk benda-benda di dalam alam ini, bisa diterapkan untuk kehidupan mental seseorang. Dilihatnya manusia sejak lahir mempunyai naluri, mempunyai kebutuhan dan mempunyai dorongan yang slaing berhubungan satu sama lain, sehingga jelas ada unsur tenaga atau kekatan pada kehidpan psikis seseorang.

Tenaga atau kekuatan psikis ini yang mempunyai latar belakang biologis disebut libido, dan sebagai naluri sudah ada pada setiap manuisa pada waktu dilahirkan. Karena merupakan tenaga atau kekuatan, libido ini mendorong timbulnya tingkah laku seperti berpikir dan mengingat sesuatu. Dalam perkembangannya, pusat atau daerah libido ini berpindah-pindah dan ini merupakan pula dasar uraiannnya mengenai perkembangan kepribadian.

Libido sebagai naluri adalah salah satu diantara konsep-konsep naluri yang dikemukakan oleh Freud, yakni :

1) Naluri-Kehidupan, yang berhubungan dengan doronga-dorongan untuk hidup, merasa haus dan lapar dan timbul kebutuhan serta dorongan untuk memperoleh makanan. Yang termasuk naluri kehidupan ini ialah naluri untuk menghindar dari rasa sakit dan kemungkinan-kemungkinan melukai diri serta naluri agresif.

2) Naluri Kematian (Thanatos), ialah naluri-naluri yang berakibat negative bagi kelanjutan kehidupan manusia, dengan sifat merusak diri.

3) Naluri Libido (Eros)

(18)

seks pada bayi. Ada tingkatan-tingkatan fungsi dan kehidupan dari Libido atau naluri seks ini dan yang kemudian dikenal dengan perkembangan Psikoseksual.

Sebelum membicarakan perkembangan psikosekualitas yang merupakan inti tulisan mengenai konsep-konsep yang dikemukakan Freud akan diuraikan lebih dulu mengenai struktur kepribadian menurut konsep Freud.

Ada tiga tingkatan kehidupan pada manusia, yakni :

1. Animal

2. Logika dan rasional

3. Moral

Dasar perkembangan psikoseksual ini adalah pertumbuhan dan kematangan fisiologis pada bagian-bagian atau tempat-tempat tertentu dalam tubuh. Setiap tahap perkembangan ditandai oleh berfungsinnya dorongan-dorongan Libidinal yang ada pada daerah-daerah tertentu yang menjadi dasar seluruh perkembangan kepribadian dengan ciri-ciri tingkah lakunya.

(19)

Gambar 1 Tahap Psikoseksual

1. Tahap Oral( 0 – 1;0 thn)

Tahap oral ini merupakan tahap pertama perkembangan psikoseksual pada mana bayi memperoleh dan merasakan kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada daerah mulutnya. Kepuasan dan kenikmatan ini timbul oleh adanya hubungan antara perasaan lapar, kemudian gelisah dan minuman atau makanan (air susu) yang diberikan kepada bayi. Kegiatan pada daerah mulut menimbulkan kepuasan karena menghilangkan perasaan tidak enak yang telah timbul yakni lapar. Kegiatan menjadi berkurang, dan dalam kepuasanitu bayi akan lebih tenang.

Ada rangsang lapar dan kemudian perlakuan ibunya atau orang lain yang menimbulkan kepuasan, menunjukan bahwa bayi tidak memperoleh apa-apa yang dibutuhkan sendiri. Hal ini menampilkan ketergantungan dari ibunya atau orang lain agar ia bisa memperoleh sesuatu untuk perkembangannya.

(20)

ini terlihat bahwa yang menjadi sumber kenikmatan adalah semua rangsangan yang sampai pada daerah mulut yakni daerah erogen.

Menurut teori psikoanalisa masa oral ini terdiri lagi dari dua sub-masa, yakni submasa pertama ketika bayi tergantung sepenuhnya dari orang lain, yang disebut masa ketergantungan-oral. Submasa kedua disebut dengan agresifitas oral. Mengenai agresifitas oral ini timbul sebagai reaksi akan dihenntikannya pemberian air susu melalui susu ibunnya (disapih). Disamping mulai tumbuh gigi. Aktifitas oral yang terlihat adalah menggigit. Menggigit merupakan aktifitas yang memuaskan, karena perasaan tidak enak yang timbul akibat tumbuhnya gigi-gigi. Memberikan lingkaran daru plastik kenyal kepada bayi untuk digigit merupakan salah satu usaha, agar bayi menemukan proses-primer dan ketegangan berkurang. Disamping itu, usaha-usaha lain oleh ibunya untuk menguranngu ketegangan yang ada, dengan tidak etrlalu melaranng anak memasukkan jari-jari tangan ke mulut, member harapan agar perkembangan selanjutnya lancar. Terhentinya (fiksasi) pada masa agresifitas-oral akan mengakibatkan timbulnya ucapan-ucapan yang agresif ketika sudah besar, termasuk ucapan-ucapan yang terbuka maupun terselubung.

2. Tahap Anal (1;0-3;0)

(21)

memperlihatkan sikap yang terlalu keras, adakalanya sebaliknya menumbuhkan reaksi-reaksi tertentu kepada anak. Dari sudut anak, ia bukan lagi pribadi yang sepenuhnya pasif, melainkan ia mulai mampu menentukan sendiri. Dari sudut perkembangan sosialnya, anak mulai bisa melakukan sendri beberapa aktifitas yang tadinya harus dilakukan orang lain baginya. Sikap yang terlalu keras, kaku pada orang tua untuk melatih mengatur buang air besar ini, akan mennyebabkan tumbuhnya sikap-sikap menentanng (negativism). Sebaliknya, sikap yang teralu membiarkan mengatur sendiri akan meimbulkan sikap yang selalu ragu-ragu terhadap diri sendiri dan terhadap apa yang akan diperbuatnya. Seperti pada masa-oral, masa anal ini juga terbagi menjadi dua sub-masa, yakni bagian pertama yang disebut masa pengeluaran kotoran dan bagia kedua sub-masa penahanan kotoran.

Pengeluaran kotoran merupakan kegiatan otot-otot pada daerah anus dan merupakan pula sumber kepuasan bagi anak untuk “mengotori” lingkunngannya sebagai reaksi terhadap sikap-sikap orang lain yang dianggap tidak menyenagkan ; ia hendak menentang dan ingin menunjukkan kebebasannya sendiri. Seiring dengan reaksi-reaksi ini ketika dewasa akan terlihat seorang yang mudah “mengeluarkan segala sesuatu”, sikap masa bodoh, sifat tidak rapi, serampangan atau serabutan. Kegiatan menahan kotoran merupakan kepuasan lain untuk menunjukkan bahwa ia tidak mau “diatur” oleh orang lain. Hal ini dihubungkan dengan timbulnya sikap kaku, keras kepala, kerapian dan keteraturan yang berlebih-lebihan, kalau sub-masa ini tidak dilampaui dengan baik, dan dalam suasana memungkinkan perkemvbangna yang seimbang dan harmonis antara berbagai aspek-aspeknya.

3. Tahap Falik (3;0-5;0)

(22)

sayang, terutama oleh anak laki-laki. Ini mudah dimengerti karena sejak dilahirkan si bayi menjadi pusat perhatian oleh ibunya. Ibunya yang paling dekat dan paling erat bergaul dengan anak, juga karena kontak fisik yang terjadi untuk jangka waktu lama dan terus-menerus, ketika si anak di mandikan, di bersihkan, di cium, di gendong, ditemani tidur. Tokoh ibu mnejadi sumber yang memberikan rasa terlindung dan rasa aman. Tidak mustahil bisa timbul dalam kontak-kontak fisik ini perasaan-perasaan sensual pada anak meskipun dengan cara dan intensitas serta kulaitasnya tersendiri. Melalui keadaan inilah timbul keinginan yang bersifat seksual pada anak terhadap orang tuanya, khususnya anak laki-laki terhadap ibunya.

Masa Falik pada anak laki-laki

Freud percaya bahwa ibu bagi anak laki-laki pada masa ini adalah obyek pada mana anak ingin melakukan hubungan seks. Oleh Freud cinta terhadap ibunya ini disebut Oedipus kompleks, yakni mengambi nama Oedipus, suatu tokoh daam Mitologi Yunani Kuno, yang membunuh ayahnya dan mengawini ibunya.

Keinginan anak untuk mencintai ibunya dan melakukan hubungan seks menjdai terhalang karena dihadapannya muncul tokoh ayah. Tokoh ayah menjadi saingannya dalam memperebutkan ibunyadan karena itu timbul sikap-sikap negatif terhadap ayahnnya. Pada anak mulai timbul perasaan takut akan dihukum oleh ayahnya karena cinta increstnya itu. Hukuman yang ditakuti ialah kalau-kalau dikebiri (kastrasi). Ketakkutan inilah yang dalam terminology Psikoanalisa dikenal dengan cemas-kastrasi (Castration-anxiety).

(23)

kepribadian, yakni super ego, dimana perkembangan moral juga terjadi. Ayah juga menjadi “tokoh-ayah” yang diingini, yakni menjadi “ego-ideal”-nya.

Bilamana proses Oedipus ibunya tidak berhenti, maka akan timbul semacam ikatan antara anak laki-laki dengan ibunya, bahkan ibunya (bukan ayahnya) yang dijadikan tokoh identifikasi dan mengambil super ego yang ada pada ibunya, dengan akibat timbulnya keinginan melakukan hubungan seks dengan pria (seperti ibunya) dan inilah dasar dari terjadinya homoseksualitas pada pria.

Masa Falik pada anak perempuan

Pada anak perempuan perkembangannya lebih sulit. Freud sendiri tidak meerasa puas menerangkan dinamika dari anak perempuan pada masa falik.

Seperti pada anak laki-laki, sumber libido pada anak perempuan juga pada daerah kelamin. Sekalipun ibu nya adalah tokoh yang dekat dengan kehidupan anak, juga mengasuh, mencium dll. Seperti terhadap anak laki-laki, tetapi pada anak perempuan juga timbul keinginan untuk mengadakan hubungan sex pada ayah nya (Bagian inilah yang sulit di terangkat Freud).

Tokoh ibu menjadi penghalang akan cintanya terhadap ayahnya. Anak perempuan takut akan di hukum oleh ibu nya, seperti anak laki-laki akan di kastrasi . Tetapi anak perempuan menyadari bahwa alat kelaminnya kecil (kelentit) sehingga ia merasa bahwa ia sudah terhukum oleh ibunya.

(24)

4. Tahap Laten (6;0-12;0)

Masa ketika aktivitas seksual dapat dikatakan tenang, terpendam, tidak aktif. Sekalipun didalam kelompok-kelompok bisa timbul pembicaraan atau bahkan kenakalan seksual (termasuk berbicara kotor), intensitasnya tidak sehebat ketika masa sebelum atau sesudah masa laten. Juga sifatnya tidak terlalu pribadi, biasanya dalam kelompok.

Pada masa ini memang terjadi perkembangan yang menghebat, banyak dan majemuk pada seluruh aspek-aspeknya, seperti perkembangan kognitif melalui pendidikan formal di sekolah, perkembanngan sosial dan moral, melalui hubunga-hubungan yang lebih luas dengan lingkungan hidupnya. Masa ketika anak menumbuhkan dan memperkembangkan keterampilan-keterampilan dasar, memperoleh dan memperlihatkan sistem nilai dalam kehidupannya. Ia juga mempelajari untuk bisa menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial.

5. Masa Genital (12;0 th)

Masa ketika dorongan-dorongan seks yang ada pada masa falik mulai berkembang lagi setelah pada masa laten berada pada keadaan tenang.

(25)

Pada masa genital ini terjadi perkembangan pada arah cinta, maka sekarang cintanya bisa dua arah. Ini merupakan pula tanda berkembangnya kemampuan menyesuaikan diri yang baik dalam hubunga-hubungan sosialnya. Kesulitan selalu timbul oleh adanya perbedaan-perbedaan norma, norma sosial budaya, norma moral, baik dari orang tua si remaja maupun masyarakat sekelilingnya. Perbedaan perbedaan norma ini sering menimbulkan ketegangan yang berhubungan dengan masalah seks remaja.

Dengan melihat teori perkembangan yang di kemukakan S.Freud di atas, timbul masalah masalah praktis yang acapkali dialami oleh pada orang tua. Misalnya menghisap ibu jari tangan merupakan usaha anak untuk mengurangi ketengangan (proses skunder); seberapa jauh perbuatan ini harus dituruti, atau dilarang berapa lama, bagaimana caranya, dan macam macam lagi ? pertanyaan serupa selalu timbul pada masa perkembangan bersamaan bersama munculnya pertanyaan-pertanyaan praktis seperti di atas. Apalagi bilamana mengenai hal-hal yang langsung berhubungan dengan kepuasaan seksual, misalnya mansturbasi. Dalam memberikan pegangan terhadap pertanyaan-pertanyaan praktis ini, selalu perlu di hubungakan kembali dengan sifat perkembangan secara psiko analitis bahwa cirri-ciri perkembangan ini universal, urutan-urutan selalu tetap, ada perbedaan kualitas antara satu masa dengan masa lain, tetapi tetap berkesinambungan istilah keseimbangan bisa menjadi kunci untuk memberikan untuk jawaban-jawaban pada pertanyaan-pertanyaan ini.

(26)

Teori Psikoanalisa ini memang muncul dan dikembangan di dunia barat. Banyak ahli yang masih meragukan apakah teori ini bisa di pakai di dunia timur dengan pandangan yang masih berbeda terhadap masalah sex. Keterbukaan masalah sex jelas berbeda sebagai teori an sich tetap perlu di ketahui, secara khusus mengenai perkembangan kepribadian sesuai dengan tujuan uraian ini.

2.2 Tugas Perkembangan Moral dan Psikoseksual

Individu tumbuh dan berkembang selama perjalanan kehidupannya melalui beberapa periode atau fase-fase perkembangan. Setiap fase perkembangan mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik oleh setiap individu. Sebab, kegagalan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada fase tertentu berakibat tidak baik pada kehidupan fase berikutnya. Sebaliknya keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada fase tertentu akan memperlancar pelaksanaan tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya. Tugas-tugas perkembangan tersebut beberapa diantaranya muncul sebagai akibat kematangan fisik sedangkan yang lain berkembang karena adanya batas aspirasi budaya, sementara yang lain lagi tumbuh dan berkembang karena nilai dan aspirasi individu.

Tugas-tugas perkembangan mempunyai tiga macam tujuan yang sangat bermanfaat bagi individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan, yaitu:

1) Sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia-usia tertentu.

2) Memberikan motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupannya.

(27)

yang diharapkan dari mereka jika nantinya akan memasuki tingkat perkembangan berikutnya.

2.2.1 Hambatan Penyelesaian Tugas Perkembangan

Tugas-tugas perkembangan ada yang dapat diselesaikan dengan baik,ada juga yang mengalami hambatan. Tidak dapat diselesaikannya dengan baik suatu tugas perkembangan dapat menjadi suatu bahaya potensail. Setidaknya ada tiga macam bahaya potensial yang menjadi penghambat penyelesaian tugas perkembangan, yaitu:

1) Harapan-harapan yang kurang tempat, baik individu maupun lingkungan sosial mengharapkan perilaku diluar kemampuan fisik maupun psikologis

2) Melangkahi tahap-tahap terrtentu dalam perkembangan sebagai akibat kegagalan mengusai tugas-tugas tertentu.

3) Adanya krisis yang dialami individu karena melewati satu tingkatan ke tingkatan yang lain.

2.3 Faktor yang Mendukung dan Faktor yang Menghambat

2.3.1 Faktor yang Mendukung

Berdasarkan sejumlah hasil penelitian perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model. Bagi para ahli psikoanalisis, perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis.

Dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai tertentu, banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan psikoseksual, diantaranya :

1. Tingkat harmonisasi antara hubungan orang tua dan anak

Beberapa sikap orang tua yang turut andil dalam menentukan perkembangan moral, antara lain :

(28)

Ayah dan ibu harus memeiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan perilaku tertentu kepada anak. Suatu perilaku anak yang dilarang oleh orang tua pada suatu waktu, harus dilarang juga jika anak melakukannya di waktu yang lain.

b. Sikap Orang Tua di Lingkungan Keluarga

Sikap orang tua terhadap aak secara tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan moral dan agama anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orang tua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak. Sikap orang tua yang acuh tak acuh, cuek, atau masa bodoh akan cenderung menegmbangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang mempedulikan norma yang harus dipatuhi oleh anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orang tua adalah seperti sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah dan kesopanan. c. Penghayatan dan Pengamalan Agama yang Dianut oleh Orang Tua

Orang tua merupakan teladan atau panutan bagi anaknya, termasuk panutan bagi anaknya dalam mengamalkan ajaran agama. Orang tua yang menciptakan iklim keluarga yang religious (agamis) dengan cara memberikan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama pada anak maka akan menjadikan anak mengalami perkembangan moral dan agama yang optimal.

d. Konsistensi Orang Tua dalam Norma

Orang tua yang tidak menghendaki anaknya berbohong atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku berbohong atau tidak jujur. Jika orang tua mengajarkan kepada anak untuk berlaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab dan taat beragama, tetapi orang tua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik pada dirinya dan akan menggunakan ketidakkonsistenan orang tua tersebut sebagai alasan untuk tidak melakukan apa yang diinginkan oleh orang tuanya, bahkan mungkin dia akan berperilaku seperti orang tuanya.

2. Lingkungan dan pergaulan yang kondusif

(29)

manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan nilai-nilai tertentu.

3. Tingkat Penalaran

Perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg dipengaruhi oleh perkembangan nalar. Makin tinggi penaalaran seseorang, maka makointinggi juga tingkat penalarannya.

4. Interaksi Sosial

Memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajari dan menerapkan standar perilaku yang diterapkan dalam masyarakat, keluarga, sekolah dan pergaulan dengan orang lain.

2.3.2 Faktor yang Menghambat

Fakor-faktor yang dapat menghambat perkembangan moral dan psikoseksual sebagai berikut :

1. Hubungan keluarga yang kurang harmonis 2. Lingkungan yang kurang kondusif

3. Tingkat penalaran dan IQ yang rendah 4. Kurangnya sosialisasi dan interaksi sosial 5. Media Sosial

6. Kesehatan fisik

3.1 Contoh Kasus dan Penanganan

Kasus 1

(30)

Pelerjaannya sehari-hari keluar rumah melulu, pulanng larut malam dan orang tua Reza tidak pernah tahu kemana saja perginya anak mereka. Kekhawatiran orang tua Reza ini semakin beralasan karena semasa SMA Reza pernah terlibat NARKOBA. Kalau terus menerus seperti itu, mau jadi apa Reza kelak? Tetapi, di pihak Reza sendiri, terus terang saja ada perasaan jenuh dan bosan terhadap orang tuanya. Ia bukannya tidak menghormati orang tuanya, tetapi ia tidak suka diperlakukan seperti anak kecil terus. Memang, dia pernah ikut-ikutan memakai shabu waktu SMA, tetapi itu sudah lewat. Ia sudah tidak lagi melakukannya. Tetapi, oranng tuanya masih terus saja tidak mempercayainya. Apapun yang dilakukannya untuk memperbaiki ncitra dirinya, di mata orang tuanya, kesan yang terlanjur tidak baik itu sulit sekali di kurangi. Oleh karena itu, ia justru melakukan hal-hal yang ia tahu tidak akan disukai oleh orang tuanya. Dengan perkataan lain, Reza menunjukkan reaksi-reaksi yang negatif sebagai cerminan dan pemberontakan jiwanya.

Kasus 2

Nyaris semua anggota geng cewek 16 tahun ini kebetulan sudah pernah ngerasain hubungan seksual. Cuma Killa yang belum.

(31)

juga nggak kuat menahan. Bahkan ikut-ikutan ngojok-ngojokkin.

Cowoknya yang kakak kelas itu kemudian mengajaknya ke kamar. Dihinggapinya perasaaan nggak enak sama teman-temannya dan penasaran, Killa pun oke saja menerima tawaran sang pacar. Sementara teman-temannya pada nunggu di luar. “Cowok gue itu first love gue”, katanya.

Selesai melakukan hubungan untuk pertama kalinya, Killa bukannya malu. Ia malah mendapat selamat dari teman-temannya. “Cowok gue kayaknya udah piawai deh. Teman-teman gue meluk gue dan ngasih selamat. Sementara cowok gue cengar-cengir”’ kisahnya.

Sebetulnya Killa merasa malu. Tapi di depan teman-temannya, rasa itu ia sembunyikan. Ia juga merasa takut hamil. Abis itu ia menangis hebat di hadapan sang pacar.

Penanganan

Menghadapi remaja memang bukan pekerjaan yang mudah. Menurut Adams dan Gullota, ada lima aturan kalau kita ingin membantu remaja dalam menghadapi masalah mereka.

 Yang pertama, Trustworthiness (kepercayaan), yaitu, kita harus saling

percaya dengan para remaja yang kita hadapi. Tanpa itu, jangan harap ada komunikasi dengan mereka.

 Yang kedua, Genuineness, yaitu, maksud yang murni, tidak berpura-pura.  Yang ketiga, Empathi, yaitu kemampuan untuk ikut merasakan

perasaan-perasaan remaja.

(32)

 Yang kelima, tetapi terpenting adalah adannya pandangan dari pihak

remaja bahwa kita memang memenuhi keempat aturan tersebut.

Walaupun kita sudah berusaha memenuhi keempat persyaratan diatas, tetapi jika satu tingkah laku saja tidak terlihat di mata mereka, mereka akan memandang bahwa kita tidak sungguh-sungguh sehingga mereka tidak akan mempercayai kita lagi.

Dikatakan oleh S.R Maddi bahwa perbedaan trait (konstansi atau ketetapan yang disposisional) dengan konstansi tingkah laku biasa (misalnnya kebiasaan) adalah bahwa trait menunjuk pada tingkah laku dalam skala besar (molar) dan majemuk yang menyangkut juga struktur kognitif. Sedangkan konsistensi tingkah laku hanya menunjuk pada tingkah laku skala kecil (molecular) dan tunggal.

Yang sekarang banyak dianut para pakar tentang trait adalah apa yang dikenal dengan istilah The Big Five. Trait akan muncul pada situasi-situasi yang penuh tekanan atau ketika suatu tindakan bisa menimbulkan konsekuensi yang sangat serius. Trait terkandung dalam kecerdasan emosi. Orang dengan trait marah yang rendah dengan sendirinya akan menggunakan kognisinya untuk mengontrol situasi dalam konteks yang mengandung permusuhan, dan studi biometrik pun membuktikan adanya kontribusi yang cukup besar dari faktor-faktor genetik terhadap dimensi-dimensi kepribadian yang utama. Sementara itu, penelitian lain lagi mengammbil jalan tengah, yaitu bahwa trait memang ada, namun realisasinya dalam perilaku sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan, seperti budaya dan usia.

(33)

Oleh karena itu, Reza pada contoh kasus yang pertama berontak sampai menggunakan shabu-shabu. Bukan pilnya yang menjadi sasaran utama, karena Reza bukan anak yang sejak lahir berbakat kecanduan shabu-shabu. Shabu-shabu itu lebih ke perwujudan dari tugas perkembangannya., yaitu memperjuangkan kemandirian. Sedangkan dalam hubungan orang tua, walaupun ada unsur perasaan suka dan menghargai (hal nyanng merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari)., hubungan dengan orang tua lebih didasarkan pada reaksi. Jadi, seorang remaja menurut saja apa kata orang tuanya, karena begitulah keinginan mereka dan dia tidak mau bersusah-susah.

Sampai disini dapat ditunjukkan bahwa sebetulnya agar kualitas hubungan ayah-anak dan ibu-anak bisa lebih meningkat orang tua perlu lebih memerhatikan aspek perasaan, penerimaan, kepribadian, dan interaksi itu sendiri. Akan tetapi dalam kenyataannya, banyak orang tua (seperti pada kasus Reza) yang lebih menekankan pencapaan prestasi sekolah, nilai akademis atau IQ yang tinggi. Inilah yang menyebabkan anak tidak bisa menemukan dirinya sendiri dan harus menurut semata-mata pada kemauan orang tua.

(34)

merokok, menyalahgunakan alcohol, mengkonsumsi narkoba dan melakukan hubungan seksual pranikah.

Hubungan seksual pranikah akan menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan karena akan membawa dampak negatif bagi remaja sendiri, orangtua dan masyarakat. Contohnya adalah kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, penyakit menular seksual serta pernikahan dini yang bermasalah. Berdasarkan penelitian 26,35% dari 846 peristiwa pernikahan telah melakukan hubungan seksual selama pacaran dan 50% diantarannya menyebabkan kehamilan, sehingga harus mau dinikahkan. Dalam hal seperti ini masa depan remaja akan hancur, keluarga akan menjadi malu, dan masyarakat menjadi resah.

Dalam hasil penelitian yang lain, menunjukkan bahwa 44,8% mahasiswa dan remaja Bandung telah melakukan hubungan seksual pranikah dan hampir sebagian besar pada wilayah kos-kosan bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS terbesar di Bandung. Dari sekitar 1000 remaja peserta konsultasi (curhat) dan hasil polling selama tahun 2000-2002, tempat remaja melakukan hubungan seksual terbesar dilakukan di tempat kos (51,5%), di rumah (30%), di rumah pihak perempuan (27,3%), di hotel (11,2%), di taman (2,5%), di tempat rekreasi (2,4%), di kampus (1,3%), di mobil (1,4%) dan tak diketahui dengan pasti (0,7%).

Berdasarkan berbagai penjelasan diatas, dampak perilaku seksual pranikah begitu besar sehingga seharusnya remaja mampu menghindari perilaku tersebut agar masa depannya tidak bermasalah. Bagi remaja putri khususnya, dampak yang dirasakan akan lebih besar karena kehamilan hanya dapat dialami oleh remaja putri serta kerusakan alat reproduksi juga akan terjadi bila dilakukan aborsi.

(35)

Perilaku seksual pranikah adalah segala macam tindakan seperti bergandengan tangan, berciuman, bercumbu, sampai dengan bersenggama yang dilakukan dengan adanya dorongan hasrat seksual yang dilakukan sebelum ada ikatan pernikahan yang sah (Simanjuntak, 2005). Bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah adalah tingkat perilaku yang dilakukan pasangan lawan jenis dan bentuk perilaku ini disusun berdasarkan adanya ukuran kepuasan seksual, meliputi :

 Bergandengan Tangan

Perilaku ini hanya terbatas dilakukan pada saat pergi berdua, saling berpegangan tangan, sebelum sampai pada tingkat yang lebih dari bergandengan tangan seperti berciuman dan seterusnya. Bergandengan tangan termasuk dalam perilaku seksual pranikah karena adanya kontak fisik secara langsung antara dua orang lawan jenis yang didasari oleh  Berciuman

Berciuman didefinisikan sebagai suatu tindakan yang menempelkan bibir ke pipi, leher, atau bibir ke bibir, sampai menempelkan lidah sehingga dapat saling menimbulkan ranngsangan seksual.

 Bercumbu

Bercumbu merupakan tindakan yang sudah dianggap rawan yang cenderung menyebabkan suatu rangsangan akan melakukan hubungan seksual atau senggama, yang biasanya ditunjukkan dengan memegang atau meremas payudara, baik masih memakai pakaian atau secara langsung, saling menempelkan alat kelamin, namun belum melakukan hubungan seksual atau bersenggama secara langsung.

 Bersenggama

Bersenggama yaitu telah terjadi kontak seksual atau melakukan hubungan seksual yang artinya sudah ada aktivitas memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan.

(36)

kehangatan. Pengetahuan kesehatan reproduksi adalah suatu pengertian maupun pemahaman tentang sistem reproduksi manusia, kesehatan reproduksi, risiko PMS atau AIDS dan penularannya, mitos atau fakta seksual.

Meningkatnya perilaku seksual pranikah pada remaja banyak bersumber dari kurangnya informasi tentang seks yang disebabkan rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja sehingga menimbulkan permasalahan kesehatan reproduksi pada remaja perempuan seperti kehamilan sebelum menikah, aborsi atau penyakit menular seksual.

Pengetahuan kesehatan reproduksi yang seharusnya dimiliki remaja meliputi :

 Sistem reproduksi manusia, berisikan anatomi organ reproduksi dan fungsi

organ reproduksi.

 Kesehatan reproduksi, mencangkup informasi mengenai kurun waktu

reproduksi sehat, perencanaan dan pengaturan waktu rreproduksi serta dampak pada ibu dan bayi.

 Penyakit Menular Seksual (PMS) dan AIDS, yaitu informasi mengenai

jenis penyakit menular seksual, gejala yang muncul dan penularannya.  Mitos dan fakta seksualitas, berisikan informasi yang tepat dan tidak tepat

yang diterima oleh remaja dari lingkungan sekitar.

(37)

Dengan adanya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, remaja putri diasumsikan dapat lebih bertangggungjawabdan mampu mempertimbangkan konsekuensi dari perilakunya sehingga menghindari perilaku seksual pranikah.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan perilaku seksual pranikah pada remaja putri. Semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi semakin rendah perilaku seksual pada remaja putri.

BAB III KESIMPULAN

Psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang memfokuskan pengakajiannya pada kehidupan individu dilihat dari tahap-tahap perkembangan yang dilalui dan usia pada tahap tersebut dalam satu rentang kehidupan, yaitu sebelum lahir hingga usia lanjut. Dalam pengertian lain, psikologi perkembangan adalah cabang ilmu psikologi yang mempelajari tentang perubahan tingkah laku dan proses mental sepanjang kehidupan seseorang mulai dari konsepsi sampai meninggal.

(38)

Kata moral sering kali diperbincangkan di masyarakat, dimanapun dan kapan pun. Moral berasal dari bahasa latin, yaitu Mos yang berarti adat istiaat, kebiasaan, cara, tingkah laku, dan kelakuan.

Istilah moral berasal dari kata Latin “Mores” yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Perkembangan moral adalah perubahan psikis yang memungkinkannya dapat mengetahui mana perilaku yang baik yang harus dilakukan dan mengetahui mana perilaku yang buruk yang harus dihindarinya berdasarkan norma-norma tertentu.

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembanganpenalaran moralnya seperti yang diungkapkan.

Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklarifikasi respons yang dimunculkan kedalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi kedalam tiga tingkatan:

1. pra-konvensional 2. konvensional

3. pasca-konvensional

Teori Psikoseksual pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud. Sebagai ilmuwan Freud melihat hukum-hukum energi yang ada dalam lapangan fisika yang berlaku untuk benda-benda di dalam ala mini, bisa diterapkan untuk kehidupan mental seseorang. Dilihatnya manusia sejak lahir mempunyai naluri, mempunyai kebutuhan dan mempunyai dorongan yang slaing berhubungan satu sama lain, sehingga jelas ada unsur tenaga atau kekatan pada kehidpan psikis seseorang.

Tahapan Psikoseksual :

(39)

Tugas-tugas perkembangan mempunyai tiga macam tujuan yang sangat bermanfaat bagi individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan, yaitu:

1. Sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia-usia tertentu.

2. Memberikan motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupannya.

3. Menunjukan kepada setiap individu tentang apa yang akan mereka hadapi dan tindakan apa yang diharapkan dari mereka hadapi dan tindakan apa yang diharapkan dari mereka jika nantinya akan memasuki tingkat perkembangan berikutnya.

Faktor yang berpengaruh dalam perkembangan :

1. Hubungan keluarga yang kurang harmonis 2. Lingkungan yang kurang kondusif

3. Tingkat penalaran dan IQ yang rendah 4. Kurangnya sosialisasi dan interaksi sosial 5. Media Sosial

(40)

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

Novan Ardy Wilyani. 2014. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Bumiayu. Gava Media.

Singgih D. Gunarsa. 2014. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta. Libri.

Mohammad Ali, Mohammad Asrori. 2014. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. Bumi Aksara.

Monks. F.J, Knoers. A. M. P. 2006. Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai

Bagiannya. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Sarlito W. Sarwono. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta. Rajagrafindo Persada.

Jurnal Psikologi. Menyoal Problem Kesehatan Masyarakat : Pengetahuan Kesehatan dan

Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri. Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan

(41)

Gambar

Gambar 1 Tahap Psikoseksual

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas fisik ringan mempunyai nilai OR=10,074 (95%CI =1,19-85,57), maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik ringan merupakan faktor risiko terhadap kejadian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan tepung ampas kecap dengan level yang berbeda dalam pakan ayam petelur tua terhadap konsumsi pakan, produksi telur

Diary merupakan serial televisi dokumenter yang menceritakan perjalan seorang gadis bernama Asoka yang menelusuri kehidupan anak-anak di Nusantara. Di dalam

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ergonomi exercise terhadap tingkat resiko nyeri musculosceletal disorder (MSDs) pada karyawan di Pabrik Pembalut

Hasil yang dilakukan dengan one way anova menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan terhadap pelayanan penjualan tiket antara kelompok konsumen transportasi darat, laut

Oleh karena itu, melalui pendalaman iman khusus orang tua penulis memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka membantu para orang tua agar semakin menyadari akan tugas dan

Dalam banyak kasus, Sistem Operasi menyediakan suatu pustaka dari fungsi-fungsi standar, dimana aplikasi lain dapat memanggil fungsi-fungsi itu, sehingga dalam

Untuk mengetahui aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue dan Critical Thinking dengan pendekatan