BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Segala aktifitas pendidikan pada hakekatnya ditujukan kepada kepentingan siswa agar dapat berkembang secara optimal. Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha atau proses yang
dilakukan secara sadar, terus menerus,
berkesinambungan, dan terarah. Program Bimbingan dan Konseling atau sering disingkat BK, adalah sebagai bagian dari upaya pendidikan, dalam satuan pendidikan, adalah usaha membantu peserta didik dalam rangka pengembangan potensi siswa secara
optimal. Program ini membantu mengatasi
kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi siswa dalam proses perkembangan diri pribadi secara optimal baik dalam bidang pelaksanaan pendidikan maupun kehidupan pada umumnya (ABKIN, 2013 : 9).
secara individual mengalami problem psikologis
maupun psikososial, misalnya kesulitan
berkonsentrasi, perasaan cemas, dan gejala perilaku menyimpang ( Permendikbud No. 81A, tentang Implementasi Kurikulum Lampiran IV, tahun 2013).
Setiap siswa pada dasarnya sering
mendapatkan masalah atau kesulitan yang secara langsung dapat menghambat perkembangannya. Disadari bahwa tidak semua aspek perkembangan siswa dan masalahnya dapat diselesaikan secara langsung melalui pengajaran, akan tetapi dibutuhkan aktifitas khusus yang mempunyai kegiatan dalam pendidikan. Aktifitas yang dimaksud adalah program layanan Bimbingan dan Konseling yang terarah, terpadu, dan sistematis. Penelitian ini dimaksudkan sebagai salah satu usaha untuk melihat Program pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Di dalam Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Umum (selanjutnya disingkat SMU) digariskan adanya program layanan Bimbingan dan Konseling secara terarah dan terpadu dengan program pendidikan.
layanan. Bidang bimbingan meliputi bidang pribadi, bidang sosial, bidang belajar serta bidang karier. Sedangkan sembilan layanannya meliputi pelayanan yang berorientasi pada pelayanan Informasi, layanan Penempatan Penyaluran, layanan Konten, layanan konseling Perorangan, layanan Bimbingan dan Kelompok, layanan Konseling Kelompok, layanan Konsultasi, dan layanan Mediasi. Kesemuanya itu merupakan bentuk bantuan yang diberikan kepada siswa dalam pengembangan diri (Prayitno, 2004 : 253).
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2004 : 11) Tujuan Bimbingan dan Konseling adalah
membantu peserta didik dalam tugas
Layanan Bimbingan dan Konseling yang baik sesuai dengan konsep Bimbingan dan Konseling yang mengutamakan atau mengedepankan klien sebagai pihak terpenting dalam hal ini siswa. Beberapa Jurnal menyatakan, konsep evaluasi Program Bimbingan dan Konseling di sekolah ialah berupaya untuk menelaah program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang telah dan sedang dilaksanakan untuk
mengembangkan dan memperbaiki program
Bimbingan dan Konseling di sekolah yang bersangkutan antara lain, dapat membantu mengembang tumbuhkan kurikulum sekolah kearah kesesuaian dan kebutuhan siswa, membantu guru memperbaiki cara mengajar di kelas, memungkinkan program Bimbingan dan konseling berfungsi lebih efektif, kriteria penilaian pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling (A. Sudrajat, 2010).
sekolah sangat diperlukan, karena bidang ini profesional yang memiliki jajaran aktivitas dan layanan yang luas, yang bertujuan untuk membantu para individu untuk memahami diri sendiri, masalah mereka, lingkungan sekolah, dan dunia mereka ( Egbochuku 2008 ; Oniye and Alawe 2008 ; Eyo et al 2010 ; Lunenburg 2010 ). Evaluasi dapat mengacu pada berhasil tidaknya kebutuhan-kebutuhan peserta didik dan pihak-pihak yang terlibat baik
langsung maupun tidak langsung berperan
membantu peserta didik memperoleh perubahan-perubahan perilaku dan pribadi kearah yang lebih baik (Regis Chirese, 2012).
Sedangkan saat ini masih banyak permasalahan yang timbul di lembaga-lembaga pendidikan, berbagai kasus mengenai tawuran antar pelajar dan tindak kriminalitas yang dilakukan oleh pelajar marak diberitakan di media massa akhir-akhir ini.
Belum lagi berbagai kasus menyangkut
penyalahgunaan NAPZA yang juga banyak
melibatkan pelajar. ( K. Batuadji, N. Atamimi dan R B Sanmustari).
Ditemukan beberapa masalah di antaranya adalah dari segi partisipasi guru Bimbingan dan Konseling dengan siswa dan kualitas pelaksanaan kegiatan. Dalam komponen partisipasi tampaknya yang perlu diperhatikan adalah aspek keantusiasan dan keaktifan peserta didik. Permasalahan antara guru Bimbingan dan Konseling dan siswa harus ada yang menjembatani, dan yang berwenang di sini adalah koordinator Bimbingan dan Konseling. Peran aktif dari koordinator Bimbingan dan Konseling ternyata tetap dibutuhkan. Kesiapan guru Bimbingan
dan Konseling dalam pelaksanaan layanan
dapat ditingkatkan lagi, sehingga kesiapan guru Bimbingan dan Konseling terkondisikan dalam melaksanakan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah, layanan yang diberikan guru Bimbingan dan Konseling yang belum efektif, perlu meningkatkan kinerja terutama dalam penyusunan program, pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling dan evaluasi program, supaya mutu layanan Bimbingan dan Konseling dapat meningkat dan akan menjadi efektif. Perilaku siswa terhadap layanan Bimbingan dan Konseling dengan predikat belum efektif dapat menghambat jalannya proses layanan Bimbingan dan Konseling Dengan demikian maka perlu adanya pemahaman untuk siswa mengenai pentingnya
layanan Bimbingan dan Konseling bagi
perkembangan mereka. (Sukoco KW, 2010).
Sekolah Menengah Atas Theresiana 1 Kampungkali Semarang adalah salah satu sekolah katolik yang sudah berdiri 60 tahun lebih. Resmi berdiri tanggal 1 Agustus 1962, yang tentunya cukup
berpengalaman dalam pengelolaan sekolah,
tempatnya berada di tempat yang strategis, di tengah
kota Semarang. Kedisiplinan belajar dan
pembelajaran, terlaksananya beberapa
pencapaian tujuan pendidikan secara umum. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti berminat untuk mengadakan penelitian di SMA Theresiana Semarang, tentang Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling.
Dalam mengevaluasi Program Bimbingan dan Konseling ini merujuk pada pendekatan CIPP (Context, Input, Process, dan Product) yang dikembangkan Stufflebeam dan kawan-kawan di Ohio State University pada tahun 1971 (dari Ward Mitchell Cates, 1990). CIPP adalah singkatan dari huruf awal empat kata, yaitu; Context evaluation adalah evaluasi mengenai konteks, Input evaluation adalah evaluasi mengenai masukan, Process evaluation adalah evaluasi mengenai proses dan
Product evaluation adalah evaluasi mengenai hasil. (Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar ,2004: 29).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Program Bimbingan dan Konseling yang
ada di sekolah sudah sesuai dengan
kebutuhan?
2. Apakah program Bimbingan dan Konseling, Sumber Daya Manusia serta Sarana dan Prasarananya sudah memadai ?
3. Apakah proses pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di SMA Theresiana 1, sudah terlaksana sesuai dengan rencana ?
4. Apakah Tujuan program Bimbingan dan Konseling di SMA Theresiana 1 sudah terlaksana ?
1.
3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian bertujuan mengevaluasi
pelaksanaan program pelayanan bimbingan
dan konseling SMA Theresiana
Kampungkali dengan menggunakan model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) dari Stufflebeam.
2. Tujuan Khusus a.Evaluasi konteks
dapat dievaluasi bagaimana kesesuaiannya dengan kebutuhan latar belakang masalah, tujuan masalah, sasaran, dampak yang ingin dicapai
dalam program bimbingan dan
konseling. b.Evaluasi Input
untuk mengevaluas kriteria input program bimbingan dan konseling di sekolah SMA Theresiana 1 Semarang. Sumber Daya Manusia serta Sarana dan Prasarananya.
c. Evaluasi Proses
untuk mengevaluasi tentang :
1. Program Bimbingan dan Konseling yang saat ini sedang dilaksanakan atau sudah berjalan
2. Kesesuaian antara Proses
pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di SMA Theresiana 1 dengan yang direncanakan
d. Evaluasi Produk, untuk mengevaluasi : 1. Tercapainya tujuan dari pelaksanaan
program bimbingan dan Konseling di SMA Theresiana 1 Semarang
1.4.
Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan berguna ditinjau dari dua aspek yaitu: aspek teoritis dan aspek praktis.
1. Aspek Teoritis
diharapkan akan dapat dikembangkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tentang model evaluasi program Bimbingan dan Konseling.
2. Aspek Praktis
dapat dijadikan bahan masukan bagi berbagai pihak, antara lain:
a. Menjadi pedoman atau pemahaman
wawasan baru bagi guru pembimbing
mengenai program bimbimbingan dan
konseling dan dalam memberikan layanan Bimbingan Konseling selanjutnya.
selain guru Bimbingan dan Konseling, antara lain adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, Wali
Kelas, Orangtua Siswa, Guru Mata