Isu Penistaan Agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama dalam Konteks Post-Truth
Bagus Riadi
Post-truth menurut definisi Oxford Dictionary, adalah kata sifat yang “merujuk pada keadaan dimana fakta objektif kurang dapat berpengaruh pada pembentukan opini publik dibandingkan dengan emosi dan keyakinan personal.” Oxford Dictionary menobatkan kata “post-truth” sebagai Word of The Year, yaitu padanan kata yang paling sesuai untuk menggambarkan situasi politik pada tahun 2016 lalu. Dari data yang dirilis oleh Oxford English Corpus yang telah mengumpulkan lebih dari 150 juta kata dari bahasa Ingrris baik lisan maupun tulisan, menunjukan ahwa pada tahun 2016 penggunaan kata post-truth melonjak hingga 2000% dari tahun sebelumnya. Oxford Dictionary mencoba menyelidiki kapan pertamakali kata ‘post-truth’ digunakan, lalu mereka menemukan bahwa Steve Tesich yang merupakan seorang penulis keturunan Serbia pertamakali menggunakan kata ‘post-truth’ pada sebuah esai di tahun 1992 tentang skandal Iran-Contra dan Perang Teluk.
Kata post-truth tidak mempunyai padanan kata yang sesuai jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Istilah post-truth sendiri yaitu menggambarkan suatu keadaan dimana fakta-fakta objektif tdak lagi diyakini sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat. Masyarakat lebih mempercayai apa yang diyakininya sebagai suatu kebenaran walaupun sama sekali tidak berlandaskan pada fakta yang objektif, ini adalah suatu keadaan dimana sesuatu yang dianggap benar berpusat pada perasaan dan emosi pribadi. Dalam konteks filsafat ilmu, post-truth merupakan suatu kekeliruan. Dimana sesungguhnya suatu hal yang letaknya sangat jauh dari kebenaran tetapi diangap sebagai suatu kebenaran karena berbagai hal.
Pada tahun 2016 lalu, puncak terjadinya post-truth adalah pada saat maraknya isu penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Calon Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta (disingkat;DKI Jakarta), Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Isu ini bermula saat Ahok menyampaikan pidatonya di depan warga Kepulauan Seribu. Dalam pidatonya Ahok turut mengkritisi soal musuh politiknya yang memprovokasi dirinya dengan menggunakan Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 51, dimana isinya adalah larangan bagi muslim untuk memilih pemimpin dari golongan kafir (non muslim). Setelah isi pidatonya tersebut tersebar di berbagai media maka terjadi gejolak yang mengakibatkan memanasnya atmosfer politik di Indonesia.
golongan non muslim. Tindakannya tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama masyarakat dunia maya.
Puncaknya adalah pada saat tangal 4 November 2016 dengan adanya demonstrasi besar-besaran bertajuk Aksi Bela Islam 411 yang bertempat di Silang Monas, tepat diseberang Istana Merdeka. Aksi tersebut dihadiri oleh lebih dari 2 juta umat muslim dari seluruh Indonesia, dalam tuntutannya peserta aksi menuntut Basuki Tjahaja Purnama yang diduga telah melakukan penistaan agama segera ditetapkan sebagai tersangka dan dibekukan jabatannya sebagai Gubernur Aktif.
Namun, untuk memenuhi tuntutan peserta demo tersebut Kapolri yang bertindak sebagai kepala institusi yang berhak menetapkan terlapor menjadi tersangka menghadapi sebuah dilematis karena pada tahun 2017 mendatang terdapat 101 daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak, dimana surat edaran dari Kapolri sebelumnya untuk menjaga netralitas Polri dalam Pilkada maka Polri tidak diperbolehkan melakukan penyidikan pada seseorang yang berstatus peserta Pilkada. Namun karena melihat tuntutan yang besar dari masyarakat maka Kapolri memutuskan untuk menetapkan Basuki Tjahaya Purnama sebagai tersangka.
Dalam isu ini tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial sangat berperan aktif dalam membangun opini publik pada kasus Penistaan Agama. Tidak dapat dipungkiri, Dinamika politik saat in sangat jauh berbeda dengan kondisi 10 tahun yang lalu ketika media sosial belum mempunyai pengaruh yang sangat kuat. Namun saat ini, media sosial mempunyai pengaruh yang lebih besar dari media informasi konvensional seperti televisi atau surat kabar, saat ini media sosial sudah menggantikan itu semua. Pada 10 tahun yang lalu tulisan-tulisan yang terdapat di internet merupakan tulisan yang bersifat objektif karena pada saat itu media sosial seperti Facebook, Twitte, atau Instragram belum banyak dikenal oleh masyarakat.
Namun saat ini dinamika yang terjadi sangatlag berbeda, media sosial seperti yang disebutkan diatas mempunyi pengaruh yang sangat besar dalam membentuk opini publik. Adanya media sosial semacam ini memang mengakibatkan masyarakat menjadi malas menggunakan daya kritis (intelektual) untuk tidak menerima informasi secara mentah-mentah. Adanya media sosial ini menimbulkan masyarakat cenderung lebih dapat menerima informasi jika itu dirasakan sesuai dengan emosi dan perasaan dalam dirinya. Hal ini menyebabkan suatu kebenaran mejadi kabur.
Refensi :
Kamus Oxford Nobatkan 'Post-Truth' sebagai Istilah Tahun Ini, Ini Artinya!
https://news.idntimes.com/world/rosa-folia/post-truth-dinobatkan-jadi-istilah-tahun-ini-karena-fakta-tak-lagi-dianggap-relevan/full. Diakses pada Minggu, 26 Maret 2017
Apa itu post-truth ?.
http://indoneside.com/apa-itu-post-truth/. Diakses Pada Minggu, 26 Maret 2017.
Post-truth dan Medsos di Indonesia, 2016.
http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/16/12/15/oi7ss211-posttruth-dan-medsos-di-indonesia. Diakses pada Minggu, 26 Maret 2017
Tak Rela Rizieq Ditahan, Massa 'Aksi Bela Islam' Dikerahkan.
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170122180422-12-188078/tak-rela-rizieq-ditahan-massa-aksi-bela-islam-dikerahkan/ Diakses pada Sabtu, 25 Maret 2017
Kapolri Sebut Aksi Bela Islam 411 dan 212 Berbahaya bagi NKRI.
http://www.siagaindonesia.com/143502/kapolri-sebut-aksi-bela-islam-411-dan-212-berbahaya-bagi-nkri.html. Diakses pada Sabtu, 25 Maret 2017
Kasus Dugaan Makar, Polisi Menangkap Firza Husein
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170131151359-12-190304/kasus-dugaan-makar-polisi-menangkap-firza-husein/. Diakses pada Sabtu, 25 Maret 2017
Polisi: Ada Aliran Dana Dugaan Makar dari Rachmawati