BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum
sangat luas dan kompleks. Penyakit ini dimulai dari neoplasma ganas yang paling jinak sampai neoplasma yang paling ganas. Hampir tidak ada kanker
yang dapat sembuh dengan spontan dan bila kanker itu dibiarkan terus tumbuh, cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan kematian penderitanya
dalam keadaan yang menyedihkan dan memilukan. Masalah kanker sangat luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga, masyarakat serta pemerintah dan lingkungan hidup (Rasjidi, 2009).
Kanker menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian tertinggi di seluruh dunia. Terdapat sekitar 14 juta kasus baru dan 8,2 juta kematian
disebabkan oleh kanker pada tahun 2012. Jumlah dari kasus baru diperkirakan meningkat sekitar 70% dari 2 dekade terakhir. Lebih dari 60% dari total kasus baru di dunia terjadi di daerah Afrika, Asia dan Amerika Tengah dan Selatan
(WHO, 2015).
Pada tahun 2015 diperkirakan 1.658.370 kasus baru pasien di Amerika yang akan terdiagnosa penyakit kanker dan 589.430 orang meninggal akibat
penyakit ini. Jumlah kematian akibat kanker adalah 171,2 per 100.000 laki-laki dan perempuan (berdasarkan data tahun 2008-2012). Jumlah masyarakat
diperkirakan meningkat hingga mencapai 19 juta pada tahun 2024 (SEER
Cancer Statistics Review (CSR), 2015).
Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk untuk semua
umur di Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4‰ atau diperkirakan sekitar 347.792
orang. Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi tertinggi untuk penyakit kanker, yaitu sebesar 4,1% dan di daerah Sumatera Utara sebanyak 1,0% yaitu
13.391 orang (Infodatin, 2015).
Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita di negara maju, nomor dua setelah kanker serviks di negara berkembang dan merupakan
29% dari seluruh diagnosa kanker setiap tahun. Berdasarkan data dari American Cancer Society, sekitar 1,3 juta wanita terdiagnosis menderita
kanker payudara, dan tiap tahunnya di seluruh dunia kurang lebih 465.000 wanita meninggal oleh karena penyakit ini. Berdasarkan data dari WHO,
kasus kematian pada penderita kanker payudara adalah sebanyak 521.000 kematian di seluruh dunia (WHO, 2015).
Situasi kanker payudara di Indonesia berdasarkan estimasi angka kesakitan
dan kematian di Indonesia, kanker payudara berada pada urutan yang pertama yaitu 21,69% dari 25 jenis kanker yang terjadi di Indonesia pada tahun
2005-2007. Pada prevalensi kanker berdasarkan provinsi, D.I. Yogyakarta merupakan provinsi tertinggi terjadinya kanker payudara di Indonesia yaitu
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas akibat kanker payudara
disebabkan pasien sering datang terlambat dalam mendapatkan pertolongan. Kebanyakan pasien kanker payudara datang pada stadium lanjut. Sebanyak 5-12% dari pasien stadium I/II meninggal dalam 10 tahun pertama setelah
diagnosa ditegakkan, lebih dari 60% pada pasien stadium III dan lebih 90% pada stadium IV. Penderita datang sangat terlambat dan mencari pertolongan
hanya setelah terjadi perdarahan karena pada stadium dini sering tidak menimbulkan gejala (Rasjidi, 2009). Sedangkan apabila lebih cepat terdeteksi
prognosis harapan hidup akan lebih baik. Berdasarkan data PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) didapatkan data rata-rata prognosis harapan hidup penderita kanker payudara (survival rate) per
stadium yaitu stadium 0 sebanyak 89%, stadium I sebanyak 85%, stadium II sebanyak 60-70%, stadium III sebanyak 30-50% dan stadium IV sebanyak
15%.
Pilihan pengobatan yang digunakan pada pasien kanker harus berdasarkan pada tujuan yang relasitik dan dicapai untuk setiap tipe kanker yang spesifik.
Berbagai terapi yang diterapkan termasuk pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan terapi biologis serta beberapa metode terapi lainnya (Smeltzer
& Bare, 2002). Terapi operasi dan radioterapi menjadi terapi kuratif kanker yang bersifat lokal, sedangkan kemoterapi adalah metode terapi sistemik terhadap kanker sistemik dan juga kanker dengan metastasis klinis ataupun
Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk
menghancurkan sel kanker dengan menghambat atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel (Suyatno, 2014). Penggunaan kemoterapi dapat dimaksudkan sebagai kuratif, adjuvan (penunjang) dan paliatif. Kemoterapi
menyebar melalui sirkulasi darah tanpa halangan sampai di semua jaringan dan semua organ bahkan sampai di semua sel tubuh. Namun kelemahan terapi
sistemis ini adalah setiap sel sehat akan menerima racun sel dalam konsentrasi yang sama. Jadi efek sampingnya juga bersifat sistemis dapat muncul di
manapun dan batasnya ditentukan oleh toleransi dari sel-sel sehat yang paling peka, dimanapun dalam tubuh (Jong, 2005).
Meskipun sering menjadi pilihan utama dalam mengatasi kanker,
kemoterapi memiliki efek samping yang serius. Kepekaan terhadap efek samping sangat berbeda dari satu penderita ke penderita lain. Karakteristik
individu sangat bervariasi dalam tingkatan gejala mual-muntah post kemoterapi (Jong, 2005). Efek samping kemoterapi paling sering dapat dilihat pada jaringan dengan aktivitas proliferatif yang tinggi dan salah satunya pada
sistem gastrointestinal karena sebagian besar agen kemoterapi bersifat emetogenik (Widjanarko, 2003).
Masalah nutrisi mual dan muntah merupakan salah satu efek samping kemoterapi yang dapat menimbulkan ketakutan bagi pasien (Hesketh, 2008). Berdasarkan penelitian di RSUP DR. M. Djamil Padang, pasien keganasan
nutrisi dan akhirnya mempunyai dampak buruk terhadap fungsi imunitas
tubuh serta menurunkan toleransi pasien terhadap sitostatika (Reksodiputo, 2009).
Selain penatalaksanaan secara farmakologi, intervensi non farmakologi
juga telah diteliti sebagai terapi adjuvant untuk mengatasi masalah mual dan muntah. Untuk mengatasi efek mual dan muntah setelah kemoterapi diberikan
psikoterapi yang salah satunya adalah dengan memberikan terapi perilaku. Salah satu bentuk terapi perilaku adalah terapi relaksasi yaitu terapi relaksasi
otot progresif. Hasil penelitian yang melibatkan 7l pasien kanker payudara menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot progresif dapat mengurangi durasi dan intensitas mual dan muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi. Mual
dan muntah masih dirasakan oleh pasien saat menjalani kemoterapi, tetapi intensitas, frekuensi,dan durasinya lebih rendah dibandingkan kemoterapi
sebelumnya tanpa adanya terapi relaksasi otot progresif (Rahmawati, 2011). Terapi relaksasi otot progresif adalah salah satu dari teknik relaksasi yang paling mudah dan sederhana serta merupakan suatu prosedur untuk
mendapatkan relaksasi otot melalui dua langkah. Langkah pertama adalah dengan memberikan tegangan pada suatu otot dan kedua dengan
menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi relaks, merasakan sensasi relaks secara fisik dan tegangannya menghilang (Robert, 2007). Teknik relaksasi progresif ini,
relaksasi progresif ini berdasar pada hubungan antara ketegangan otot dengan
ketegangan emosi (Vitahealth, 2004)
Penelitian yang dilakukan oleh Maraldo et. al (2015), menunjukkan
bahwa pada pasien yang mengalami night eating syndrome merasakan penurunan gejala setelah dilakukan relaksasi otot progresif dan juga terbukti menurunkan depresi dan kecemasan yang dialami oleh pasien. Berdasarkan
hasil studi yang dilakukan oleh Molassiotis, Yung, Yam, Chan dan Mok (2001), menunjukan sebanyak 28 pasien dari dengan intervensi relaksasi otot progresif mengalami penurunan mual dan muntah setelah kemoterapi secara
signifikan dibandingkan dengan 33 pasien yang masuk dalam kelompok kontrol. Hasil studi penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar
pada tahun 2013 menunjukan bahwa pasien pada kelompok intervensi mengalami penurunan keluhan mual dan muntah sedangkan pada kelompok kontrol cenderung tetap bahkan meningkat (Agustini, 2013).
Perawat sebagai bagian dari pemberi pelayanan kesehatan mempunyai peranan penting dalam menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh pasien
yang menjalani kemoterapi (Hawkins & Grunberg, 2009). Skrinning dan evaluasi nutrisi secara dini dapat mengidentifikasi masalah yang mungkin
mempengaruhi keberhasilan terapi kanker. Penemuan masalah nutrisi dan terapinya membantu pasien meningkatkan respon terapi dan menurunkan komplikasi (Sutandyo, 2007). Oleh karenanya amat penting untuk menerapkan
Teknik relaksasi dapat membantu menurunkan stimulasi yang memperburuk
gejala mual dan muntah (Smeltzer & Bare, 2002). Ada beragam teknik yang mampu mencapai kondisi relaksasi yang sama, termasuk salah satunya adalah relaksasi otot progresif yang secara sistematis, mengencangkan dan
melemaskan kelompok-kelompok otot yang berlainan. (Hyman, 2006).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan asuhan
keperawatan pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi dengan judul ―Aplikasi terapi relaksasi otot progresif untuk mengatasi masalah nutrisi
dalam asuhan keperawatan pada pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di ruang Rindu B2A RSUP H. Adam Malik Medan‖.
1.2Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah apakah
terdapat perubahan masalah nutrisi mual-muntah akibat kemoterapi setelah diberikan relaksasi otot progresif pada pasien kanker payudara di RSUP H.Adam malik Medan?
1.3Tujuan Penyusunan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi dengan menitikberatkan implementasi relaksasi otot
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, dan frekuensi kemoterapi
b. Mengidentifikasi keluhan mual muntah (frekuensi, durasi,
intensitas) sebelum dilakukan relaksasi otot progresif.
c. Mengidentifikasi keluhan mual muntah (frekuensi, durasi,
intensitas) setelah dilakukan relaksasi otot progresif.
d. Mengidentifikasi perbedaan mual muntah (frekuensi, durasi,
intensitas) sebelum dan setelah dilakukan relaksasi otot progresif.
1.4 Manfaat Penyusunan
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan
gambaran asuhan keperawatan pada pasien kanker payudara yang sedang menjalani kemoterapi. Hasil karya ilmiah ini juga dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian yang melibatkan pasien kanker yang sedang
menjalani kemoterapi. Selain itu, karya tulis ilmiah ini dapat memberikan gambaran terhadap kondisi pasien kanker payudara yang sedang menjalani
kemoterapi sehingga dapat memberikan gagasan baru untuk pengembangan ilmu keperawatan, khususnya keperawatan Medikal Bedah di masa yang akan datang.
Hasil Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan masukan
bagi pengembangan asuhan keperawatan pada pasien kanker payudara yang sedang menjalani kemoterapi sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Selain itu karya ilmiah ini