• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembelajaran Kooperatif TTW Cooper

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Model Pembelajaran Kooperatif TTW Cooper"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Model

Pembelajaran

KOOPERATIF-TTW

Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa

I Kadek Wirawan

1413021011

Kritik dan Saran:

stillwirawan@gmail.com

(3)

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu, Om Awignamastu,

Puja dan puji syukur saya haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-NYA penulis dapat menyelesaikan buku ini yang berjudul “Model

Pembelajaran KOOPERATIF-TTW. Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa.

Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik tenaga, maupun pemikiran hingga dapat terselesaikannya buku ini. Tidak lupa pula, penulis haturkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. I Wayan Suastra, M. Pd. Sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Jurusan Pend. Fisika Undiksha.

2. I Putu Wina Yasa, S.Pd., M.Pd. sebagai asisten dosen Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Jurusan Pend. Fisika Undiksha. 3. Korti 4A, dan Affinity 4A atas koordinasi

dan dukungan morilnya

Penulis menyadari, buku ini tidak sempurna, oleh karena itu penulis denganterbuka menerima keritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga buku ini dapat bermanfaat, terimakasih.

Om Santih Santih Santih Om Singaraja, Juni 2016

(4)

DAFTAR ISI

Halaman Depan

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Rasional 1

Belajar Menurut Paham Kontruktivisme 9 Prinsip-Prinsip Kontruktivisme 12 Hakikat dan Mekanisme Belajar Menurut Kontruktivisme 14 Model Pembelajaran Kooperatif 16 Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif 20 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif 21 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write 24 Komponen Pendukung Model Pembelajaran Kooperatif-TTW 25 Peranan dan Tugas Guru dalam Usaha Mengefektifkan TTW 26 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif TTW 27 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif-TTW 29

Sistem Sosial 33

Prinsip Reaksi 34

Sistem Pendukung 35

Dampak Intrksional dan Pendukung 37

Simpulan dan Saran 37

Contoh RPP Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW 40 Daftar Pustaka

Lampiran-lampiran

1. LEMBAR KERJA SISWA (LKS) 2. RUBRIK PENILAIAN KOGNITIF 3. PENILAIAN KOGNITIF

(5)

5. PENILAIAN SIKAP

6. RUBRIK PENILAIAN KETERAMPILAN 7. PENILAIAN KETERAMPILAN

8. KUIS

(6)

R

ASIONAL

Perkembangan mutu pendidikan diiringi oleh

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

yang pesat menuntut sumber daya manusia yang

berkualitas. Salah satu syarat untuk mencapai tujuan

pembangunan adalah pendidikan yang berkualitas

sebagai salah satu wahana untuk meningkatkan sumber

daya manusia. Sebagai faktor penentu keberhasilan

pembangunan, maka kualitas sumber daya manusia

harus ditingkatkan melalui berbagai program pendidikan

yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah.

Pendidikan merupakan aktivitas untuk

mempersiapkan siswa agar mampu menjadi warga

masyarakat yang memiliki kontribusi positif di masa

yang akan datang. Pendidikan diselenggarakan untuk

mengarahkan siswa memiliki kecakapan hidup di

masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut,

pengembangan pendidikan harus bersandar pada empat

pilar pendidikan yang dirumuskan oleh United Nations

(7)

Keempat pilar pendidikan itu adalah (1) belajar untuk

berpengetahuan (learning to know), (2) belajar untuk

berbuat (learning to do), (3) belajar untuk hidup bersama

(learning to live together), dan (4) belajar untuk jati diri

(learning to be) (Soedijarto, 2008).

Jika mengacu pada pilar-pilar tersebut, maka

proses pembelajaran seharusnya tidak hanya terfokus

pada penguasaan materi. Pilar pendidikan belajar untuk

berpengetahuan dan belajar untuk berbuat mengarahkan

proses pembelajaran seyogianya mencakup pada pola

berpikir dan bertindak, yang merefleksikan pemahaman

konsep, keterampilan proses, dan sikap ilmiah siswa.

Pembelajaran sains khususnya fisika yang berhubungan

dengan gejala alam tidak hanya sekadar mengingat dan

memahami konsep yang ditemukan oleh siswa. Hal yang

lebih penting adalah pengembangan perilaku siswa

dalam menemukan konsep yang dilakukan melalui

percobaan dan penelitian ilmiah. Tuntutan kompetensi

dalam kurikulum tidak hanya menuntut pemahaman

konsep tetapi juga sikap ilmiah yang dimiliki oleh siswa.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan pembelajaran

(8)

sikap ilmiah tersebut. Pembelajaran dengan

pengembangan perilaku siswa dalam menemukan

konsep yang dilakukan melalui percobaan dan penelitian

ilmiah dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa, untuk

mengembangkan keterampilan-keterampilan mendasar

sehingga konsep yang dipelajari mudah dipahami.

Begitu pentingnya pendidikan segingga menuntut

adanya peningkatan mutu pendidikan, khususnya

pembelajaran sains dewasa ini makin terasa. Selain

teknis pembelajaran terdapat pula aspek-aspek penting

seperti moral dan nilai-nilai (values) yang harus

diperhatikan dalam pembelajaran, bukan hanya sekadar

pernyataan tentang fakta, konsep, teori maupun

hukum-hukum sains (Trianto, 2009). Dengan demikian

pendidikan perlu ditempatkan dalam konteks

pembentukan manusia seutuhnya sesuai amanat UU

Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.

Umumnya pembelajaran mata pelajaran Fisika

dirasakan sulit oleh peserta didik, karena sebagian besar

peserta didik belum mampu menghubungkan antara

materi yang dipelajari dengan pengetahuan yang

(9)

pada pembelajaran sangat monoton dan membosankan,

disamping itu guru dalam proses pembelajaran kurang

memperhatikan konsep awal siswa. Siswa beranggapan

bahwa apa yang dipelajari tanpa ada arti karena tidak ada

kaitannya dengan pembelajaran yang lalu maupun

dengan peristiwa yang ada dalam lingkungan mereka.

Salah satu penyebab yang paling berpengaruh terhadap

rendahnya hasil belajar Fisika yang dicapai siswa adalah

terjadinya kesalahan konsep (miskonsepsi) pada siswa.

Prakonsepsi siswa yang pada umumnya bersifat

miskonsepsi secara terus menerus dapat mengganggu

pembentukan konsepsi ilmiah. Hal ini akan berdampak

pada prestasi belajar siswa akan menurun. Sehingga

bukan hal yang mengejutkan jika hasil belajar Fisika

relatif masih rendah, dan kurang diminati oleh siswa.

Karenanya diperlukan orientasi dan pendekatan baru

yang lebih efektif dalam pembelajaran sains Fisika.

Suastra (2006) mengungkapkan bahwa pendidikan

sains di sekolah di Indonesia cenderung hanya

mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, yaitu

pengetahuan yang terlalu berpusat pada buku (textbook),

(10)

tetapi lepas dari situasi nyata. Perilaku siswa dibangun

atas proses kebiasaan. Siswa lebih banyak belajar secara

individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal

materi pembelajaran. Hal ini menyebabkan pemahaman

siswa hanya sebatas teori saja tanpa adanya pemahaman

terhadap aplikasinya, sehingga konsep yang didapatkan

siswa hanya bersifat sementara. Siswa kurang diberi

kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri

konsep pembelajaran. Hal ini menyebabkan evaluasi

pada aspek keterampilan proses dan sikap ilmiah yang

menjadi tuntutan kurikulum dalam penilaian proses

pembelajaran di kelas belum dilakukan secara optimal.

Pada kenyataannya, guru menyampaikan informasi

hanya terpaku pada isi pelajaran dan teori yang ada pada

buku paket. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi siswa

dalam memahami konsep-konsep fisika. Siswa terbiasa

dihadapkan pada sesuatu yang abstrak dan cenderung

tidak dikaitkan dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Hal inilah yang menyebabkan tingkat kemampuan

berpikir rendah, karena siswa cenderung mengerti

tentang materi yang disajikan oleh guru, tetapi kurang

(11)

1992). Permasalahan ini akan bertambah buruk jika

siswa tidak mampu memecahkan suatu permasalahan

yang diberikan karena mereka kurang memahami materi

yang diberikan oleh guru. Selain itu, siswa yang terbiasa

menghafal untuk mengetahui akan memiliki tingkat

interaksi sosial yang kurang. Mereka akan hidup dengan

merasa tidak memerlukan pendapat orang lain. Dengan

cara ini, siswa akan cenderung tidak bisa

mengungkapkan pendapatnya sendiri, sehingga

perkembangan aspek kognitif siswa akan sangat lamban.

Hal inilah yang menyebabkan pemahaman konsep dan

interaksi sosial siswa kurang optimal.

Ketidak efektifanya pembelajaran di sekolah

seperti sistem pembelajaran di sekolah yang berjalan

secara tradisional atau konvensional (metode ceramah

lalu dilanjutkan pada latihan soal) menyebabkan guru

cenderung menjejalkan materi kepada siswa dan

pembelajaran di kelas menjadi sepenuhnya berpusat pada

guru (teacher centered). Tidak terkecuali pada mata

pelajaran Fisika. Mata pelajaran Fisika merupakan salah

satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang menuntut

(12)

konsep dan prinsip sains yang diperoleh sehingga

menghasilkan siswa atau peserta didik yang melek sains

dan teknologi.

Strategi atau pendekatan yang hendaknya

diterapkan untuk menanggulangi hal-hal diatas adalah

strategi yang dimana seorang guru dituntut untuk mampu

membentuk interaksi sosial antar siswa agar siswa

mampu mengaitkan konsep baru yang dipelajarinya

dengan struktur kognitif mereka, bahkan diharapkan

mampu menggoyahkan stabilitas miskonsepsi siswa

(Hanafiah dan Cucu, 2009). Jika siswa sudah menjadi

ragu terhadap kebenaran gagasannya, maka dapat

diharapkan mereka akan mau merekonstruksi gagasan

atau konsepsinya sehingga pada akhir proses

pembelajaran di kepala siswa hanya terdapat sains guru

yang berupa pengetahuan ilmiah (Sadia, 2004).

Salah satu model pembelajaran yang dapat

merangsang interaksi sosial siswa dan terbentuknya

pemahaman konsep yang baik adalah Model

Cooperative Think-Talk-Write (TTW). Interaksi sosial

dalam pembelajaran sangat membantu proses asimilasi

(13)

intelektualitas siswa. Salah satu model pembelajaran

yang sesuai dengan penjelasan tersebut adalah model

pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write (TTW).

Dengan pembelajaran yang seperti ini, maka diharapkan

siswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya termasuk

pada mata pelajaran Fisika.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dirancang

dan dikembangkan suatu model pembelajaran Fisika

yang terutama diarahkan untuk meningkatkan interaksi

sosial dan pemahaman konsep siswa yang pada akhirnya

akan bermuara pada peningkatan kualitas proses dan

hasil belajar siswa.

Ada tiga fase pokok dalam model pembelajaran

Kooperatif TTW. Pertama, Think (Berpikir); Dalam

tahap ini siswa secara individu memikirkan

kemungkinan jawaban atau strategi penyelesaian, dan

hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya

sendiri. Kedua, Talk (Berbicara atau Berdiskusi); Pada

tahap talk siswa diberi kesempatan untuk merefleksikan,

menyusun, dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi

kelompok. Pada tahap talk memungkinkan siswa untuk

(14)

menulis siswa pada tahap ini meliputi: menulis solusi

terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk

perhitungan, mengorganisasikan semua pekerjaan

langkah demi langkah, mengoreksi semua pekerjaan

sehingga yakin tidak ada perkerjaan yang ketinggalan,

dan meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik, yaitu

lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya.

Belajar Menurut Paham

Konstruktivisme

Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan

tidak dapat dipindahkan begitu saja dari seseorang

kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri

oleh masing-masing orang. Hal tersebut senada dengan

pendapat Sadia (2007), bahwa pengetahuan tidak dapat

dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke dalam

pikiran peserta didik, karena mengajar bukanlah suatu

proses pemindahan pengetahuan dari guru kepada siswa,

melainkan suatu proses yang memungkinkan para siswa

untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Konstruksi

(15)

interaksi aktif dengan objek, fenomena, pengalaman,

atau lingkungan sekitarnya (Yamin, 2008). Menurut

pandangan konstruktivisme, siswa adalah pencipta

gagasan sedangkan guru adalah mediator yang kreatif

dalam proses pembelajaran (Berg dalam Sadia & Suma,

2006) juga menjelaskan bahwa implikasi dari paradigma

konstruktivistisme adalah meningkatkan peran guru

dalam proses pembelajaran dimana guru berperan

sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar

proses belajar siswa berjalan dengan baik. Sebagai

mediator, guru memandu mengetengahi antar siswa,

membantu para peserta didik memformulasikan

pertanyaan atau mengkonstruksi representasi visual dari

suatu masalah, memandu para peserta didik

mengembangkan sikap positif terhadap proses

pembelajaran, pemusatan perhatian, mengaitkan

informasi baru dengan pengetahuan awal, dan

menjelaskan bagaimana mengaitkan gagasan-gagasan

peserta didik, dan pemodelan proses berpikir. Dengan

demikian, implikasi pandangan konstruktivisme terhadap

proses belajar mengajar adalah mengajar bukan lagi

(16)

melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa

membangun sendiri pengetahuannya. Guru perlu

menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan

siswa berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang

berkaitan dengan materi pembelajaran. Dalam hal ini,

guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan

siswa. Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu

mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi

nyata maka strategi mengajar perlu juga disesuaikan

dengan kebutuhan dan situasi siswa.

Menurut Widodo (2007), terdapat lima prinsip

dalam teori belajar konstruktivisme, yaitu (1) siswa telah

memiliki pengetahuan awal, (2) belajar merupakan

proses pengkonstruksian pengetahuan berdasarkan

pengetahuan awal yang dimiliki siswa, (3) belajar adalah

perubahan konsepsi peserta didik, (4) proses

pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam

konteks tertentu, dan (5) peserta didik bertanggung

jawab terhadap proses belajarnya. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme dalam

kegiatan pembelajaran menjadi sangat penting dalam

(17)

kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana

siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa

mencari sendiri arti yang mereka pelajari dan

bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Setiap siswa

memiliki cara tersendiri untuk mengkonstruksikan

pengetahuannya yang tentunya sangat berbeda dengan

yang lain. Siswa akan difasilitasi oleh guru dalam

usahanya untuk membangun pengetahuannya. Guru

tidak mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi

hanya menyediakan kondisi atau iklim belajar yang

memungkinkan bagi siswa untuk membangun

pengetahuannya sendiri. Dengan membangun

pengetahuan secara mandiri, maka siswa akan

benar-benar mengalami proses belajar dan dapat mencapai

tingkat pemahaman dan kemampuan pemecahan

masalah yang tinggi.

Prinsip-Prinsip Dasar Kontruktivistik

Menurut Wheatly (dalam Sadia, 2014) ada dua

prinsip pokok kontruktivise, yaitu pertama, pengetahuan

(18)

oleh pebelajar, artinya ilmu yang diajarkan oleh pendidik

tidak serta merta dapat ditransfer ke pebelajar, melainkan

pebelajar itu sendiri yang membangun makna terhadap

masukan sensori yang diterima dalam lingkungannya.

Hal inilah yang menyebabkan pemaknaan setiap anak

akan inforasi yang disajikan guru sangat mungkin

berbeda-beda satu sama lainnya. Makna yang dibangun

sangat bergantung pada struktur kognitif masing-masing

individu pebelajar dan sifat personalnya. Kedua, fungsi

kognitif adalah melayani dunia pengalaman, bukan

menentukan realita ontologi. Dalam sudut pandang

kontrutivistik, konsep kebenaran dilihat dari masuk akal

atau tidaknya.

Selain Wheatly, Fosnot (dalam Sadia, 2014) juga

mengungkapkan idenya mengenai prinsip dasar

kontrutivisme yang jumlahnya ada empat, yaitu pertama,

pengetahuan terdiri dari kontruksi pengalaman masa

silam. Seseorang akan embangun pengetahuannya

tentang dunia objek dengan jalan emandangnya elalui

struktur kognitif yang mengtransformasi,

mengorganisasi, dan engintepretasi pengalaman masa

(19)

adanya proses asimilasi dan/atau akomodasi dala diri

individu. Ketiga, belajar lebih merupakan sebuah proses

organik dari penemuan daripada proses mekanik yang

bersifat akumulatif. Keempat, proses pembelajaran

menurut pandangan kontruktivisme mengacu pada

mekanisme yang memungkinkan terjadinya

perkembangan struktur kognitif.

Hakikat dan Mekanisme Belajar

Menurut Kontruktivisme

Belajar dala pandangan kontruktivise bukanlah

suatu proses penambahan informasi secara sederhana,

akan tetapi belajar dalam pandangan kontruktivisme

melibatkan pengetahuan awal dalam interaksinya dengan

informasi baru yang merupakan pengetahuan baru yang

diterimanya. Interaksi ini memungkinkan terjadi

penolakkan terhadap beberapa konsepsi siswa. Adapun

mekanisme dalam pikiran seseorang yang sedang

(20)

Gambar 1. Proses Pengkontruksian Pengetahuan (Sumber: Sadia, 2014)

Pertama, pebelajar secara aktif memilih dan

mengamati dengan engarahkan indra pada yang

diinginkannya. Kedua, masukan sensori yang dipilih

tidak langsung bermakna. Ketiga, makna-makna

terhadap masukan sensori yang telah dibangunnya dan 1. Otak mengatur

dan mengarahkan

2. Otak

menentukan data sensori mana yang

3. Masukan sensori

belum mempunyai makna

4. Pebelajar membangun

hubungan dengan isi otak (memori)

5. Hubungan yang

dibangun digunakan untuk memberi makna

6. Terkadang, makna

yang dibangun diuji terhadap isi otak

7. Makna yang dibangun

oleh pebelajar disimpan dalam otak dengan proses asimilasi atau

(21)

dirasakan bertentangan dengan pengalaman dan

memorinya mungkin akan diujinya. Dalam proses ini,

akan terjadi asimilasi dan/atau akomodasi.

Model Pebelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif Kooperatif adalah

suatu gambaran kerja sama antara individu satu dengan

lainnya dalam suatu ikatan tertentu. Ikatan-ikatan

tersebut yang menyebabkan antara satu dengan yang

lainnya merasa berbeda dalam suatu tempat dengan

tujuan-tujuan yang secara bersama-sama diharapkan oleh

setiap orang yang berada dalam ikatan tersebut. Menurut

Slavin (2008), pembelajaran kooperatif merupakan

metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam

kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.

Metode pembelajaran kooperatif learning

mempunyai manfaat-manfaat yang positif apabila

diterapkan di ruang kelas. Beberapa keuntungannya

antara lain: mengajarkan siswa menjadi percaya pada

guru, kemampuan untuk berfikir, mencari informasi dari

(22)

untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan

membandingkan dengan ide temannya; dan membantu

siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa

yang lemah, juga menerima perbedaan ini. Model

pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam

pendidikan walaupun orang Indonesia sangat

membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan

bermasyarakat.

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah

satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada paham

konstruktivisme, dimana memandang pebelajar sebagai

suatu sistem yang dapat membangun pengetahuannya

dengan mengasimilasi atau akomodasi informasi baru

dari lingkungannya. Model pembelajaran kooperatif

dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok, akan

tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar atau

kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada

struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif

sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara

terbuka dan hubungan yang bersifat efektif diantara

(23)

Menurut Arends (1997), ciri-ciri pembelajaran

kooperatif adalah sebagai berikut: 1) siswa bekerja

dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan

materi pelajaran, 2) kelompok dibentuk dari siswa yang

memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, 3) jika

mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,

suku, jenis kelamin yang berbeda-beda, 4) penghargaan

lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.

Menurut Isjoni (dalam Davidson dan Warsham,

2011) Pembelajaran kooperatif adalah model

pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan

menciptakan pendekatan pembelajaran yang

berefektifitas yang mengintegrasikan keterampilan sosial

yang bermuatan akademik. Menurut Slavin (2008),

pembelajaran kooperatif merupakan metode

pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok

yang memiliki kemampuan heterogen. Model

pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha

untuk meningkatkan partisipasi siswa memfasilitasi

siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan

membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan

(24)

bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.

Jadi sebagai siswa ataupun sebagai guru, dengan bekerja

secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan

bersama, maka siswa akan mengembangkan

keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang

akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah

(Trianto, 2007).

Menurut Lie (2008), bahwa model pembelajaran

kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam

kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran

kooperatif yang membedakannya dengan pembagian

kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan

model pembelajaran kooperatif dengan benar akan

memungkinkan pendidik mengelola kelas lebih efektif.

Jadi pembelajaran kooperatif merupakan suatu model

pembelajaran siswa dengan bekerjasama atau kelompok

(25)

Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Lie (dalam Sadia, 2014) ada lima ciri

utama dari model pembelajaran kooperatif, diantaranya

sebagai berikut.

1. Saling bergantung secara positif. Dengan

model ini, peserta didik akan mengoptimalkan

seluruh anggota kelompoknya melalui

koordinasi yang benar untuk encapai tujuan

kelompok.

2. Tanggungjawab perorangan. Setiap anggota

kelompok harus berusaha semaksimal mungkin

tetap utuh dala satu ikatan kelompok.

3. Tatap muka. Tiap anggota kelompok

bekerjasama saling bertemu dan berdiskusi

untuk menghasilkan prestasi akademik yang

terbaik.

4. Komunikasi antar kelompok. Setiap kelompok

diajarkan keterampilan sosial untuk digunakan

dalam mengoordinasikan upaya mereka secara

(26)

5. Evaluasi proses kelompok. Setiap kelompok

diwajibkan melakukan evaluasi diri tentang

keberhasilan belajar mereka.

Sintak Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif terdiri dari enam tahap

yang di mulai dari guru menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa,diikuti oleh tahap menyajikan

informasi mengorganisasikan siswa kedalam

kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok-kelompok bekerja dan

belajar, evaluasi terakhir memberikan penghargaan.

Berikut keenam tahapan dari model pembelajaran

kooperatif.

Tabel 1. Sintak Model Pembelajaran Kooperatif

No Fase-fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1 Menyampaikan

tujuan dan

motivasi siswa

Guru

menyampaiakan

tujuan

pembelajaran yang

hendak dicapai dan

Siswa

berusaha

untuk

mencapai

(27)

memotivasi siswa pembelajara

informasi kepada

siswa dengan jalan

demonstrasi atau

lewat bahan bacaan

Siswa

siswa kedalam

kelompok-kelompok

belajar

Guru menjelaskan

kepada siswa

bagaimana cara

membentuk

kelompok belajar

dan membantu

setiap kelompok

agar melakukan

trasisi secara

efisien

Guru membimbing

kelompokkelompok

belajar pada saat

Siswa

melakukan

(28)

belajar mereka

mengerjakan tugas

mereka

5 Evaluasi Guru mengevaluasi

hasil belajar

tentang materi yang

telah dipelajari atau

masing-masing

kelompok

mempresentasikan

hasil kerjanya

Siswa

Guru mencari

cara-cara untuk

menghargai upaya

maupun hasil

belajar individu

atau kelompok

(29)

Model Pebelajaran Kooperatif Tipe

Think, Talk, and Write (TTW)

TTW merupakan model pembelajaran yang

dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin (2000). Think

Talk Write didasarkan pada pemahaman bahwa belajar

adalah sebuah perilaku sosial. Model pembelajaran

Think Talk Write mendorong siswa untuk berfikir,

berbicara, dan kemudian menuliskan berkenaan dengan

suatu topik. Model pembelajaran Think Talk Write

digunakan untuk mengembangkan tulisan dengan lancar

dan melatih bahasa sebelum menuliskannya. Model

pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW)

memperkenankan siswa untuk mempengaruhi dan

memanipulasi ide-ide sebelum menuliskannya. Model

pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW)

juga membantu siswa dalam mengumpulkan dan

mengembangkan ide-ide melalui percakapan terstruktur.

(30)

Komponen Pendukung Model

Pembelajaran Kooperatif-TTW

Dalam TTW terdapat beberapa komponen penting

yang cukup berperan dalam memperlancar jalannya

strategi think talk write pada pembelajaran yaitu:

1. Guru yang berkompeten dan profesional.

2. Anak didik yang aktif dalam proses

pembelajaran.

3. Buku bacaan yang sesuai dengan topik materi

yang diajarkan dengan jumlah yang banyak dan

bervariasi.

4. Beberapa teknik pembelajaran yang mempunyai

peranan cukup penting dalam terlaksananya

strategi think talk write dalam pembelajaran, agar

(31)

Peranan dan Tugas Guru dalam Usaha

Mengefektifkan TTW

Peranan dan tugas guru dalam usaha

mengefektifkan penggunaan strategi TTW ini,

sebagaimana yang di kemukakan Silver dan Smith

(dalam Yamin, 2008) adalah:

1. Mengajukan pertanyaan dan tugas yang

mendatangkan keterlibatan, menantang setiap

siswa berpikir.

2. Mendengar secara hati-hati ide siswa.

3. Menyuruh siswa mengemukakan ide secara

lisan dan tulisan.

4. Memutuskan apa yang di gali dan di bawa siswa

dalam diskusi.

5. Memutuskan kapan memberi informasi,

mengklarifikasi persoalan-persoalan,

menggunakan model, membimbing dan

membiarkan siswa berjuang dengan kesulitan.

6. Memonitoring dan menilai partisipasi siswa

(32)

bagaimana mendorong setiap siswa untuk

berpartisipasi.

Kelebihan dan Kelemahan Model

Pembelajaran Kooperatif TTW

Setiap model pembelajaran pasti memliki

kelemahan dan kelebihannya masing-masing sesuati

dengan karakteristiknya. Berikut kelebihan dan

kekurangan model pembelajaran Kooperatif Tipe TTW.

A.Kelebihan

1. Mengembangkan pemecahan yang bermakna

dalam rangka memahami materi ajar.

2. Dengan memberikan soal open ended dapat

mengembangkan ketrampilan berpikir kritis dan

kreatif siswa.

3. Dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan

kelompok akan melibatkan siswa secara aktif

dalam belajar.

4. Membiasakan siswa berpikir dan berkomunikasi

dengan teman, guru, dan bahkan dengan diri

(33)

B.Kelemahan

1. terkecuali kalau soal open ended tersebut dapat

memotivasi, siswa di mungkinkan bekerja

sibuk.

2. Ketika siswa bekerja dalam kelompok itu

mudah kehilangan kemampuan dan

kepercayaan, karena di dominasi oleh siswa

yang mampu. Hal ini dapat diantisipasi dengan

pembentukan kelompok yang heterogen, baik

dalam hal kognitif, maupun yang lainnya.

3. Guru harus benar-benar menyiapkan semua

media dengan matang agar dalam menerapkan

strategi think talk write tidak mengalami

kesulitan. Hal ini diantiipasi dengan komitmen

guru untuk menerapkan model ini dalam

pembelajaran demi tercapainya tujuan

(34)

Sintak Model Pembelajaran

Kooperatif-TTW

Langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif

tipe Think Talk Write (TTW). Menurut Yamin, 2008,

model pembelajaran kooperatif tipe TTW melibatkan 3

tahap penting yang harus dikembangkan dan dilakukan

dalam pembelajaran biologi, yaitu:

1. Think (Berpikir)

Dalam tahap ini siswa secara individu

memikirkan kemungkinan jawaban atau strategi

penyelesaian, dan hal-hal yang tidak dipahaminya

sesuai dengan bahasanya sendiri. Pada tahap ini

siswa akan membaca sejumlah masalah yang

diberikan pada Lembar Kegiatan Siswa (LKS),

kemudian setelah membaca siswa akan

menuliskan hal-hal yang diketahui dan tidak

diketahui mengenai masalah tersebut (membuat

catatan individu).

2. Talk (Berbicara atau Berdiskusi)

Pada tahap talk siswa diberi kesempatan untuk

(35)

dalam kegiatan diskusi kelompok. Pada tahap

talk memungkinkan siswa untuk terampil

berbicara. Pada tahap ini siswa akan berlatih

melakukan komunikasi biologis dengan anggota

kelompoknya secara lisan.

3. Write (Menulis)

Aktivitas menulis siswa pada tahap ini meliputi:

menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang

diberikan termasuk perhitungan,

mengorganisasikan semua pekerjaan langkah

demi langkah (baik penyelesaiannya, ada yang

menggunakan diagram, grafik, ataupun tabel agar

mudah dibaca dan ditindaklanjuti), mengoreksi

semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada

perkerjaan yang ketinggalan, dan meyakini

bahwa pekerjaannya yang terbaik, yaitu lengkap,

mudah dibaca dan terjamin keasliannya.

Teori belajar yang mendasari pembelajaran dengan

teknik Think-Talk-Write (TTW) antara lain adalah teori

belajar penemuan (discovery) dan konstruktivisme. Teori

belajar discovery menegaskan bahwa siswa belajar

(36)

tetapi dengan adanya belajar siswa memperoleh

kesempatan untuk berpikir dan berpartisipasi dalam

memperoleh pengetahuan. Artinya, pembelajaran

discovery lebih menekankan proses daripada produk.

Selain discovery, teori belajar lain yang mendasari

pembelajaran dengan teknik TTW adalah

konstruktivisme dengan ide utamanya adalah sebagai

berikut.

1.) Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi

(final), tetapi siswa membentuk

pengetahuannya sendiri melalui interaksi

dengan lingkungannya, melalui proses

asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah

penyerapan informasi baru ke dalam pikiran.

Akomodasi adalah penyusunan kembali

(modifikasi) struktur kognitif karena adanya

informasi baru, sehingga informasi itu

mempunyai tempat.

2.) Agar pengetahuan diperoleh, siswa harus

beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi

merupakan suatu keseimbangan antara

(37)

proses asimilasi seseorang tidak dapat

melakukan adaptasi terhadap lingkungannya,

terjadilah ketidakseimbangan (disequlibrium).

3.) Pertumbuhan intelektual merupakan proses

terus menerus tentang keadaan

ketidakseimbangan dan keadaan seimbang

(disequlibrium-equilibrium). Akan tetapi, bila

tidak terjadi kembali keseimbangan, maka

individu itu berada pada tingkat intelektual

yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Menurut pandangan tersebut, teori konstruktivisme

dapat dikatakan berkenaan dengan bagaimana anak

memperoleh pengetahuan dalam berinteraksi dengan

lingkungannya. Pola intelektual untuk berinteraksi

dengan lingkungannya adalah melalui asimilasi. Bila

seorang siswa tidak memiliki pengetahuan memadai

untuk menanggapi suatu situasi yang datang dari

lingkungannya, maka ia harus mengubah intelektualnya,

sehingga melakukan akomodasi terhadap lingkungannya.

Apabila siswa sudah mampu menyatukan atau

mengintegrasikan antara pengetahuan yang ada pada

(38)

timbul dari lingkungannya (keseimbangan antara

asimilasi dan adaptasi), maka dapat dikatakan siswa

telah mengadakan adaptasi.

Dengan demikian, ciri-ciri pembelajaran yang

berbasis konstruktivisme dan discovery sangat sesuai

dengan teknik Think-Talk-Write, sehingga peranan guru

dalam teknik ini sebagai simulation of learning

benar-benar dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi

pengetahuan.

Sistem Sosial

Sistem sosial dari model pembelajaran ini, ditandai

dengan guru melakukan pengendalian terhadap aktivitas,

tetapi dapat juga menjadi diskusi aktif oleh siswa. Dalam

setiap fase, interaksi peserta didik diarahkan secara

intensif oleh guru. Dalam pengorganisasian kegiatan

pembelajaran ini diharapkan peserta didik akan

berinisiatif untuk melakukan proses induktif bersamaan

dengan bertambahnya pengalaman dalam melibatkan diri

pada setiap proses pembelajaran. Dalam unsur sintem

sosial ini ditekankan pola interaksi kedekatan guru

(39)

transmiter pengetahuan, interaksi sosial yang efektif, latihan menjalani “learning to be” yakni untuk membentuk peserta didik “menjadi dirinya sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan

dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang

memiliki tanggung jawab sebagai manusia.

Prinsip Reaksi

Reaksi pendidik dalam setiap tahap adalah dalam

membantu pebelajar dalam mengungkapkan ide-idenya

dan melakukan diskusi atau interaksi sosial dalam

diskusi kelompok. Hal tersebut dapat ditampilkan secara

lisan dan tertulis melalui pertanyaan-pertanyaan resitasi

dan konstruksi. Pertanyaan resitasi bertujuan memberi

peluang kepada siswa memanggil pengetahuan yang

telah dimiliki dan pertanyaan konstruksi bertujuan

memfasilitasi, menegosiasi, dan mengkonfrontasi siswa

untuk mengkonstruksi pengetahuan baru. Pendidik harus

dapat memimpin diskusi sehingga diskusi berlangsung

seperti dalam suasana ilmuwan mengkomunikasikan

(40)

Dalam proses kegiatan pembelajaran ini,

hendaknya berdasarkan pada prinsip-prinsip

pengelolaan, yaitu sebagai berikut.

1. Berikan dukungan dengan menitik beratkan

pada sifat konsep dari diskusi-diskusi yang

berlangsung.

2. Berikan bantuan kepada peserta didik dalam

mempertimbangkan sifat-sifat dan tipe dari

konsep yang dipelajarinya.

3. Pusatkan perhatian para peserta didik

terhadap contoh-contoh konsepnya yang

lebih spesifik

4. Bantulah peserta didik dalam mendiskusikan

dan menilai strategi berfikir yang mereka

gunakan dalam pembelajaran.

Sistem Pendukung

Sistem pendukung dalam model pembelajaran

Kooperatif Tipe TTW ini berupa sarana pendukung yang

(41)

serta terorganisasi dalam bentuk unit-unit yang memiliki

fungsi memberikan contoh-contoh dan menjelaskan

konsep. Bila para peserta didik sudah dapat berfikir

kompleks, mereka akan dapat bertukar pikiran dan

bekerja sama dalam membuat unit-unit data atau

memberikan contoh-contoh lainnya.

Adapun himpunan material yang dapat

mengundang keingintahuan, misalnya isi kurikulum

yang dapat dijabarkan dalam bentuk masalah atau

permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan

pembelajar yang masih relevan dengan isi kurikulum.

Pendidik hendaknya adalah orang yang memahami

proses dan strategi konstruktivis. Selain itu, material

sumber yang dapat dipakai memecahkan permasalahan

adalah materi yang dapat disediakan dalam lingkungan

(42)

Dampak Intruksional dan Pengiring

Dampak instruksional ini sudah ditetapkan terlebih

dulu dalam tujuan pengajaran. Jadi dampak instruksional

merupakan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan

sebelumnya. Adapun model kognitif konflik akan

berdampak instruksional, yakni mencapai tujuan

pemahaman pada hakikat konsep dan interaksi sosial.

Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan dicapai

juga dampak pengiring yang harus diupayakan muncul

dalam setiap pelaksanaan proses belajar mengajar atau

dapat pula ditulis dalam tujuan pengajaran, yakni peserta

didik akan peka terhadap penalaran secara logis dalam

komunikasinya sehari-hari.

Simpulan dan Saran

A.Simpulan

Model Pembelajaran Kooperatif ada beberapa

tipe, salah satunya adalah tipe Think-Talk-Write

(TTW). Model Pembelajaran Kooperatif tipe TTW

(43)

pemahaman konsep siswa. Model ini, sejalan dengan

prinsip Kontruktivisme dan discovery learning.

Model ini memiliki 3 tahapan utama, yakni

Think (Bepikir), Talk (Berbicara), dan Write

(Mencatat). Dalam model ini, pembelajaran berpusat

pada siswa (Student Centered), sehingga siswa

benar-benar dapat memahami konsep. Selain itu, model ini

memiliki beberapa kelebihan, yaitu siswa dapat lebih

aktif dalam belajar dan meningkatkan kemampuan

komunikasi siswa. Sedangkan kelemahannya adalah

siswa dapat kehiangan kepercayaan diri dalam

lingkungan kelompok yang lebih pintar dari dirinya.

Hal ini dapat diantisipasi dengan pembentukan

kelompok yang heterogen utamanya di aspek

kognitifnya.

B.Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan

adalah bagi pendidik yang ingin menerapkan model

pembelajaran kooperatif TTW ini hendaknya

(44)

mengetahui kelemahan dan kelebihannya untuk dapat

mengantisipasi permasalahan berikutnya.

Selain itu, penerapan model ini sebaiknya

memperhatikan kesesuaian dengan materi dan

kemampuan kognitif peserta didik karena

sesungguhnya tidak ada satupun model pembelajaran

yang cocok di semua materi dan semua kondisi

(45)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata Pelajaran : Fisika

Kelas/Semester : XI MIA/Satu Tahun Pelajaran : 2016/2017

Materi Pokok : Usaha dan Energi Sub Materi : Konsep Usaha Alokasi Waktu : 3 x 45 menit

A. Kompetensi Inti

KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, desiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong,, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive dan pro-aktif, dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dan berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

(46)

kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

(47)

B. Kompetensi Dasar, Indikator, Tujuan Pembelajaran

Aspek Kompentensi

Dasar Indikator

Tujuan Pembelajaran

Spiritual 1.1.Menyadari kebesaran alam fisis dan pengukurann Sosial 2.1.Menunjukka

(48)

hati;

(49)

energi untuk

(50)

terhadap

(51)
(52)
(53)

mempresenta sikann ya di depan kelas.

C. Materi

Indikator Materi Pembelajaran

Menyebutkan definisi usaha menurut ilmu fisika.

Usaha didefinisikan sebagai hasil kali gaya dan perpindahan.

Menganalisis syarat khusus terjadinya usaha.

Gaya dikatakan melakukan usaha pada benda, jika gaya tersebut menyebabkan benda mengalami perpindahan. Disamping itu, gaya tersebut harus memiliki komponen yang searah dengan arah perpindahan.

Menganalisis hubungan gaya dan perpindahan terhadap besar usaha.

(54)

dengan

perpindahan benda dan komponen gaya yang searah dengan

perpindahan benda tersebut. perpindahan, maka usaha yang dilakukan bernilai positif.

c. Jika komponen gaya yang pararel dengan

perpindahan

memiliki arah yang berlawanan dengan arah perpindahan, maka usaha yang dilakukan bernilai negatif.

d. Jika gaya yang diberikan tidak memiliki

(55)

perpindahan, maka usaha yang dilakukan bernilai nol.

Menyebutkan contoh aktivitas yang

termasuk usaha dan bukan usaha menurut fisika, dalam

kehidupan seharihari.

a. Contoh altivitas yang termasuk usaha adalah seseorang yang mendorong atau menarik meja sehingga meja mengalami

perpindahan yang searah dengan dorongan atau tarikan.

b. Contoh aktivitas yang tidak termasuk usaha adalah: (1) seseorang

mendorong

tembok hingga kelelahan, namun tembok tidak berpindah (hal ini karena tidak terjadi perpindahan

tembok) dan (2) seseorang

(56)

air dan berpindah posisi secara horizontal (hal ini karena arah gaya yang diberikan tegak lurus terhadap arah perpindahan

ember).

D. Pendekatan, Model, Metode Pembelajaran

1. Pendekatan : Saintifik

2. Model Pembelajaran : Kooperatif Think-Talk-Write (TTW)

3. Metode : Demonstrasi, observasi, studi pustaka, diskusi, dan presentasi

E. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran

1. Media : Lembar Kerja Siswa (LKS), Power Point

2. Alat dan Bahan

a. Alat : 2 buah neraca pegas b. Bahan : 1 buah balok kayu 3. Sumber Belajar :

a. Kanginan, M. 2004. Fisika untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.

(57)

c. Tim MIPA. LKS Kreatif Fisika SMA/MA Kelas XI Semester Gasal. Jawa Tengah: Viva Pakarindo.

F. Langkah-langkah Pembelajaran

(58)

tidak siswa tentang materi

(59)

yang terkait, yaitu tentang gaya dan 6. Guru membagi

kelompok yang 9. Siswa diberi

(60)

solusi dan 11. Guru meminta

(61)

kelompok.

(62)

memberikan evaluasi hasil diskusi dengan materi konsep energi. hasil diskusi yang paling baik.

21. Guru

(63)

memotivasi kelompok lain agar belajar lebih giat lagi. 22. Guru

memberikan PR (terlampir) kepada siswa. 23. Guru

mengakhiri pembelajaran dengan

memberi salam penutup.

Jumlah Waktu 135

(64)

G. Penilaian

No Aspek Teknik Waktu

1 Sikap

1. Rasa ingin tahu 2. Kritis dalam

mengeksplorasi dan mengasosiasi data 3. Bekerja sama

dalam

mengeksplorasi dan mengasosiasi data 4. Bertanggungjawab

terhadap tugas yang diberikan

5. Mengagumi kebesaran Tuhan.

Observasi Saat kegiatan pembelajaran

2 Pengetahuan

1. Menyebutkan 3. Menghitung salah

(65)

dan menghitung besar usaha dari grafik hubungan gaya dan

perpindahan. 5. Menyebutkan

contoh aktivitas yang termasuk usaha dan bukan usaha menurut fisika, dalam kehidupan sehari-hari.

(66)

DAFTAR PUSTAKA

Anita Lie. 2008. Cooperative Learning: Mempraktikkan

Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas.

Jakarta: Grasindo.

Arends. 1997. “Pembelajaran Kooperatif”. Dalam http:

//www.docstoc.com/docs/16101609/model-pembelajaran-kooperatif. diakses tanggal 1 Juni

2016.

Dansereau.1985. “Model Pembelajaran Cooperative Tipe

TTW”. Dalam

http://www.worldpress.com/2009/11/04/model-pembelajaran-ttw. diakses 25 Mei 2016.

Davidson dan Warsham. 2011. Model Pembelajaran

Kooperatif. Bandung: Rineka Cipta.

Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. 2009. Konsep

Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama

Heller, et.al.1992. “Teaching Problem Solving Through

Cooperative Grouping”. American Journal of

(67)

Huinker, D. & Laughlin, C. (2000). Talk Your Way Into

Writing. Dalam Communication in Mathematics

K-12 and Beyond, 2000 Year Book. The National

Counsil of Teacher of Mathematics.

Ibrahim, M. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif.

Surabaya:University Press.

Sadia, I W. 2007. Pembelajaran berbasis masalah

(problem-based learning) suatu model

pembelajaran berorientasi konstruktivisme.

Makalah. Disajikan dalam pelatihan pembelajaran

inovatif bagi guru MIPA di lingkungan dinas

pendidikan Kabupaten Karangasem tanggal 12 Juli

2007. Undiksha Singaraja.

Sadia. 2008. Model-model Pembelajaran Sains

Kontruktivistik. Singaraja: Graha Ilmu.

Sadia, I W. & Suma, K. 2006. Pengembangan

Kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA di

(68)

Penelitian. (tidak diterbitkan). IKIP Negeri

Singarja.

Slavin, R. E. (2009). Cooperative Learning (Teori, Riset,

Praktik). Bandung: Nusa Media

Soedijarto. 2008. Landasan dan Arah Pendidikan

Nasional Kita. Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara.

Suastra, I W. 2006. Pembelajaran sains (Fisika) berbasis

budaya lokal sebagai upaya pengembangan

kurikulum tingkat satuan pendidikan di sekolah.

Makalah. Disajikan pada Seminar dengan tema “meningkatkan profesionalisme guru melalui pembelajaran inovatif”, pada tanggal 4 Oktober 2006, dalam rangka hari jadi Jurusan Pendidikan

Fisika Undiksha.

Taniredja, T. and H. Mustafidah. 2011. Penelitian

Kuantitatif (Sebuah Pengantar). Bandung:

(69)

Trianto. 2007. Model-model pembelajaran inovatif

berorientasi konstruktivistik: Konsep landasan

teoritis-praktis dan implementasinya. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif

Progresif. Jakarta: Prenada Media Group.

Yamin, M. 2008. Paradigma pendidikan

konstruktivisme. Jakarta: Gaung Persada Press (GP

Press).

Widodo, A. 2007. Konstruktivisme dan Pembelajaran

Sains. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 64 (5),

(70)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. LEMBAR KERJA SISWA (LKS)

2. RUBRIK PENILAIAN KOGNITIF

3. PENILAIAN KOGNITIF

4. RUBRIK PENIALAIN SIKAP

5. PENILAIAN SIKAP

6. RUBRIK PENILAIAN KETERAMPILAN

7. PENILAIAN KETERAMPILAN

8. KUIS

9. RUBRIK PENILAIAN KUIS

10. PENILAIAN KOGNITIF (KUIS)

11. PELERJAAN RUMAH (PR)

12. RUBRIK PENILAIAN PR

(71)

Lampiran 1. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LEMBAR KERJA SISWA (LKS)

Mata Pelajaran : Fisika

Kelas/Semester : XI MIA/Satu

Tahun Pelajaran : 2016/2017

Materi Pokok : Usaha dan Energi

Sub Materi : Konsep Usaha

Alokasi Waktu : 3 x 45 menit

PETUNJUK

1. Guru melakukan demonstrasi tentang usaha untuk percobaan 1 dan percobaan 2 (15 menit). 2. Semua siswa mengamati jalannya demonstrasi. 3. Ketua kelompok mencatat data hasil demonstrasi

(percobaan 1 dan percobaan 2) pada

4. LKS (dilakukan saat demonstrasi berlangsung). 5. Setiap siswa mengerjakan soal LKS dalam

kertas double folio/kertas buku catatan dengan mencantumkan nama, nomor absen, dan kelas di pojok kiri atas kertas tersebut. Skor yang diperoleh merupakan nilai keterampilan siswa tersebut (30 menit).

(72)

Anggota Kelompok:

1.

………

………...

2.

………

………...

3.

………

………...

4.

………

………...

5.

………

………...

6.

………

(73)
(74)

Analisis Data

SOAL UNTUK PERCOBAAN 1

1. Apa tujuan percobaan 1? (1 tujuan, skor 10)

2. Bagaimana hubungan terhadap besar usaha (W)? Mengapa? (skor 20)

3. Berapa sudut yang diperlukan agar usaha bernilai maksimum? Mengapa? (skor 20) No Gaya

(F)

Sudut

( ) Perpindahan (s) Usaha (W)

1 5 N 00

60 cm (0,6 m) ke kanan 600

900

1200

1800

(75)

4. Berapa sudut yang diperlukan agar usaha bernilai nol? Mengapa? (skor 20)

5. Berdasarkan percobaan 1, kapan usaha bernilai positif? Mengapa? (skor 20)

6. Berdasarkan percobaan 1, kapan usaha bernilai nol? Mengapa? (skor 20)

7. Berdasarkan percobaan 1, kapan usaha bernilai negatif? Mengapa? (skor 20)

8. Berdasarkan percobaan 1, apakah yang dimaksud usaha dalam ilmu fisika? (skor 10)

9. Berdasarkan percobaan 1, apa syarat agar usaha memiliki nilai? (1 syarat, skor 10)

SOAL UNTUK PERCOBAAN 2

1. Apa tujuan percobaan 2? (1 tujuan, skor 10)

2. Berapakah usaha total yang dilakukan dari awal sampai akhir? (skor 50)

3. Buatlah grafik hubungan terhadap perpindahan (s)! (skor 70)

4. Hitunglah luas daerah di bawah grafik tersebut!

(skor 50)

(76)

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Kognitif

RUBRIK PENILAIAN KOGNITIF

NO SOAL SOLUSI SKOR

1 Apa tujuan percobaan 1?

1. Mendeskripsikan hubungan terhadap besar usaha (W).

2. Mendeskripsikan sudut yang diperlukan agar usaha bernilai maksimum.

3. Mendeskripsikan sudut yang diperlukan agar usaha bernilai nol. 4. Mendeskripsikan kapan

usaha bernilai positif. 5. Mendeskripsikan kapan

usaha bernilai nol. 6. Mendeskripsikan kapan

usaha bernilai negatif. 7. Mendefinisikan usaha

dalam ilmu fisika.

70

Sebanding. Semakin besar nilai, maka W juga akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya.

(77)

3 Berapa sudut

Agar nilai W maksimum, maka nilai harus maksimum. Ini terjadi ketika harus nol. Ini terjadi ketika

20

5 Berdasarkan percobaan 1, kapan usaha bernilai positif?

Jika gaya yang diberika memiliki komponen yang searah dengan arah perpindahan.

20

6 Berdasarkan percobaan 1, kapan usaha bernilai nol?

Jika gaya yang diberikan tidak memiliki komponen yang searah dengan arah perpindahan.

20

7 Berdasarkan percobaan 1, kapan usaha bernilai negatif?

Jika gaya yang diberikan memiliki komponen yang berlawanan arah dengan arah perpindahan.

(78)

8 Berdasarkan

Usaha dalam ilmu fisika

didefinisikan sebagai hasil gaya dengan perpindahan. Dimana gaya tersebut harus pararel dengan arah perpindahan.

10

9 Berdasarkan percobaan 1, apa syarat agar usaha

memiliki nilai?

Gaya dikatakan melakukan usaha pada benda, jika gaya tersebut menyebabkan benda mengalami perpindahan. Disamping itu, gaya tersebut harus memiliki

komponen yang searah dengan arah perpindahan.

20

10 Apa tujuan percobaan 2?

1. Menghitung usaha oleh suatu gaya.

2. Menghitung usaha total yang dilakukan oleh beberapa gaya. 3. Menggambar grafik

hubungan gaya dan perpindahan.

4. Menghitung besar usaha dari grafik hubungan gaya dan perpindahan.

5. Mendeskripsikan bahwa usaha sama dengan luas daerah di bawah grafik hubungan gaya dan perpindahan

(79)

11 Berapakah

12 Buatlah grafik hubungan terhadap perpindahan (s)!

Tergantung data percobaan 70

13 Hitunglah luas daerah di bawah grafik tersebut!

50

14 Bandingkan jawaban soal

Sama. Besar usaha sama dengan luas daerah di bawah grafik hubungan gaya dan perpindahan.

(80)

Lampiran 3. Penilaian Kognitif

PENILAIAN KOGNITIF Mata Pelajaran : Fisika Kelas/Semester : XI MIA/ 1 Tahun Pel. : 2016-2017

Materi : Usaha dan Energi

Sub Materi : Konsep Usaha

NO NAMA

SISWA

TES

(81)

Lampiran 4. Rubrik Penilaian Sikap

4 Selalu bertanya dan mengeksplorasi informasi dari berbagai sumber.

3 Sering bertanya dan mengeksplorasi informasi dari berbagai sumber.

2 Kadang-kadang bertanya dan mengeksplorasi informasi dari berbagai sumber.

1 Tidak pernah bertanya dan mengeksplorasi informasi dari berbagai sumber.

B

a 4 Selalu bekerjasama dengan teman kelompok.

3 Sering bekerjasama dengan teman kelompok. 2 Kadang-kadang bekerjasama dengan teman

kelompok.

1 Tidak pernah bekerjasama dengan teman kelompok.

4 Selalu bertanggungjawab atas tugas yang diberikan.

3 Sering bertanggungjawab atas tugas yang diberikan.

2 Kadang-kadang bertanggungjawab atas tugas yang diberikan.

1 Tidak pernah bertanggungjawab atas tugas yang diberikan.

4 Selalu kritis dalam mengasosiasi/menganalisis data dan menanggapi pertanyaan/

(82)

SB = Sangat Baik = 80 – 100 C = Cukup = 60 - 6

3 Sering kritis dalam mengasosiasi/menganalisis data dan menanggapi

pertanyaan/permasalahan.

2 Kadang-kadang kritis dalam mengasosiasi/ menganalisis data dan menanggapi

pertanyaan/ permasalahan.

1 Tidak pernah kritis dalam mengasosiasi/ menganalisis data dan menanggapi pertanyaan/ permasalahan.

khususnya fenomena alam yang berkaitan 3 Sering kagum akan kebesaran Tuhan yang

menciptakan alam semesta,

khususnya fenomena alam yang berkaitan 2 Kadang-kadang kagum akan kebesaran Tuhan

yang menciptakan alam semesta, khususnya fenomena alam yang berkaitan dengan gerak parabola.

1 Tidak pernah kagum akan kebesaran Tuhan yang menciptakan alam semesta, khususnya fenomena alam yang berkaitan dengan gerak parabola.

Keterangan:

1. Skor maksimal = 4 x 5 = 20

2. Nilai =

(83)

Lampiran 5. Penilaian Sikap

Materi : Usaha dan Energi

(84)

Lampiran 6. Rubrik Penilaian Keterampilan

RUBRIK PENILAIAN KETERAMPILAN PRESENTASI

4 Presentasi/bertanya/menanggapi dengan bahasa yang jelas dan lancar serta menggunakan gestur.

3 Presentasi/bertanya/menanggapi dengan bahasa yang jelas dan lancar tanpa menggunakan gestur.

2 Presentasi/bertanya/menanggapi dengan bahasa yang tidak jelas dan lancar serta menggunakan gestur.

1 Presentasi/bertanya/menanggapi dengan bahasa yang tidak jelas dan lancar serta tidak menggunakan gestur.

K

o

n

te

n 4 Tepat, jelas, dan lengkap

3 Tepat, jelas, dan tidak lengkap 2 Tepat, tidak jelas, dan tidak lengkap 1 Salah, tidak jelas, dan tidak lengkap

Keterangan:

1. Skor maksimal = 2 x 4 = 8

2. Nilai =

3. Nilai keterampilan dikualifikasikan menjadi predikat sebagai berikut:

(85)

Lampiran 7. Penilaian Keterampilan

PENILAIAN KETERAMPILAN

(OBSERVASI) Mata Pelajaran : Fisika Kelas/Semester : XI MIA/ 1 Tahun Pel. : 2016-2017

Materi : Usaha dan Energi

Sub Materi : Konsep Usaha

NO NAMA

SISWA

Kinerja presentasi/bertanya/

menanggapi

JML SKOR

N

IL

AI

(86)

Lampiran 8. Kuis

KUIS

Mata Pelajaran : Fisika Kelas/Semester : XI MIA/ 1 Tahun Pel. : 2016-2017

Materi : Usaha dan Energi

Sub Materi : Konsep Usaha

1. Tono menarik sebuah meja dengan kemiringan 370 terhadap arah horizontal seperti gambar di bawah. Jika gaya Tono sebesar 100 N berhasil memindahkan meja tersebut sejauh 5 meter, maka usaha yang dilakukan Tono adalah...

(87)

Lampiran 9. Rubrik Penilaian Kuis

RUBRIK PENILAIAN KUIS

No. Soal Solusi Skor

Tidak Mencoba Menjawab 0

Diketahui: =370 F = 100 N

Perpindahan terjadi pada sumbu x

(88)

W = 100 (4/5) (5)

Tidak Mencoba Menjawab 0

Diketahui: W = 1.000.000 Joule

90

(89)

Lampiran 10. Penilaian Kognitif (KUIS)

NO NAMA

SISWA

KUIS LISAN/NOMOR SOAL

(90)

Lampiran 11. Pekerjaan Rumah (PR)

PEKERJAAN RUMAH (PR) Mata Pelajaran : Fisika Kelas/Semester : XI MIA/ 1 Tahun Pel. : 2016-2017

Materi : Usaha dan Energi

Sub Materi : Konsep Usaha

1. Perhatikan gambar di bawah ini! Sopir mobil sedan ingin memarkir mobilnya tepat 0,5 m di depan mobil truk yang mula-mula berjarak 10 m dari kedudukan sedan. Berapa usaha yang dilakukan oleh mobil sedan tersebut?

(91)

Lampiran 12. Rubrik Penilaian PR

mobilnya tepat 0,5 m di depan mobil truk yang mula-mula

(92)

kg di atas lantai diangkat sampai ketinggian 8 m. Jika g = 10 m/s2, maka tentukan besarnya usaha yang dilakukan pada balok tersebut!

Diketahui : m = 50 kg g = 10 m/s2

s = 8 m

Ditanyakan : W = ...?

10

Penyelesaian: F = mg F = 50 x 10 F = 500 N W = Fs W = 500 x 8 W = 4000 Joule

90

(93)

Lampiran 13. Penilaian PR

PENILAIAN PR

NO NAMA

SISWA

PR (NOMOR SOAL)

(94)

Gambar

Gambar 1. Proses Pengkontruksian Pengetahuan
Tabel 1. Sintak Model Pembelajaran Kooperatif
dari grafik hubungan
grafik hubungan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden obesitas mengalami pre eklampsi berat yaitu sebanyak 75 responden (52,1%) dan sebagian

Peubah yang diamati yaitu bentuk fisik (warna, bau, tekstur), pH, suhu dan unsur hara (nitrogen, karbon, phospor, kalium dan C/N Rasio). Kesimpulan penelitian adalah penambahan

Rancangan dalam penelitian dan pengembangan model pembelajaran ini menggunakan pendekatan model penelitian dan pengembangan (Research & Development) dari Brog dan

6 Perusahaan air minum pada MoyaMu merupakan salah satu perusahan yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen dengan manfaat yang baik yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen

Dinamika Sosial Ekonomi Volume 6 Nomor 1 Edisi Mei 2010 16 angsuran disesuaikan dengan siklus pendapatan masyarakat; (2) pembentukan organisasi atau kelompok nelayan

Studi ini menggunakan metode eksperimental terhadap user e-learning di lingkungan fakultas ilmu komputer UPN “Veteran” Jakarta dimana hasil akhir dari penelitian ini

(3) Kompetensi supervisi manajerial dan akademik pengawas berpengaruh terhadap kinerja guru dengan hubungan tergolong tinggi dan memberikan kontribusi

Display yang digunakan dalam sistem kali ini menggunakan LCD 2 x 16 , display ini nantinya akan menerima sinyal yang telah di kelola oleh mikrokontroller arduino sesuai