BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air
Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, teruutama penyakit perut. Seperti yang telah kita ketahui bahwa
penyakit perut adalah penyakit yang paling banyak terjadi di indonesia (Sutrisno, 1996).
Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh manusia baik berupa minuman atau pun makanan tidak menyebabkan merupakan pembawa
bibit penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak kotoran sebagai sumber penyakit dengan air (Sutrisno, 1996).
2.2 Kegunaan Air Bagi Tubuh Manusia
Tubuh manusia sebagian terdiri dari air, kira-kira 60-70% dari berat badannya. Untuk kelangsungan hidupnya, tubuh manusia membutuhkan air yang jumlahnya antara lain tergantung berat badan. Untuk orang dewasa kira-kira 2.200
gram setiap harinya (WOLF).
Kegunaan air bagi tubuh manusia antara lain untuk proses pencernaan,
kehilangan banyak air, maka akan mengakibatkan kematian. Sebagai contoh :
penderita penyakit kolera (sutrisno, 1996).
2.3 Sumber-Sumber Air
Kita ketahui bahwa sumber air merupakan komponen penting untuk penyediaan air bersih karena tanpa sumber air maka suatu system penyediaan air
bersih tidak akan berfungsi. Sumber-sumber air minum yang dapat digunakan: a. Air Laut
Air laut merupakan bagian terbesar dari muka bumi, sebagai terminal dari sungai, dan memeiliki kadar garam yang tinggi dibandingkan dengan air daratan. Selain itu, air bukan hanya merupakan komponen terbesar dari pembentukan
awan, melainkan juga lingkungan terbesar dari makhluk hidup bergantung pada air (Sitepoe, 1997) .
b. Air Hujan
Air hujan dapat dipergunakan sebagai air irigasi pada sawah tadah, dapat pula dipergunakan sebagai air rumah tangga dengan cara menampung air hujan
dan digunakan saat kekurangan air. Dalam keadaan murni, sangat bersih, karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri/debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai
sumber air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran (Sitepoe,
c. Air Permukaan
Menurut Sutrisno 1996, air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran
selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Air permukaan ada 2 macam yakni :
i. Air sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya
mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. ii. Air danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat
organisyang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat
d. Air tanah
Air tanah adalah air yang berada di bawah tanah dalam zona jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer
(Sutrisno,1996).
Air tanah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu air tanah tidak tertekan (bebas) dan air tanah tertekan.Air tanah bebas adalah air dari akifer yang
hanya sebagian terisi air, terletak pada suatu dasar yang kedap air, dan mempunyai permukaan bebas. Air tanah tertekan adalah air dari akifer yang
2.4 Persyaratan Kualitas Air Minum
Untuk menjamin bahwa suatu sistem penyediaan air minum aman, higenis, dan baik serta dapat diminum tanpa kemungkinan dapat menginfeksi para
pengguna air maka harus terpenuhi persyaratan kualitas (Joko, 2010).
Air minum selain harus bebas dari zat yang berbahaya bagi kesehatan, juga harus menarik rasa dan baunya. Dalam perencanaan/pelaksanaan fasilitas
penyediaan air minum (sumber, waduk, jaringan distribusi) harus bebas dari kemungkinan pengotoran dan kontaminasi. Berdasarkan SK Menkes RI No.
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air minum pada lampiran I persyaratan kualitas air minum adalah sebagai berikut :
a. Persyaratan bakteriologis
Parameter persyaratan bakteriologis adalah jumlah maksimum Escherichia coli dan total bakteri coliform per 100 ml sampel. Persyartan tersebut harus
dipenuhi oleh air minum, air yang masuk sistem distribusi, dan pada sistem
distribusi (Joko, 2010). b. Persyaratan kimiawi
Salatu syarat penting terkait dengan air minum tidak adanya kandungan unsur atau zat kimia yang berbahaya bagi manusia. Keberadaan zat kimia berbahaya harus ditekan seminimal mungkin. Sedangkan zat-zat tertentu yang
membantu terciptanya kondisi air yang aman dari mikrooraganisme harus tetap dipertahankan keberadaannya dalam kadar tertentu. Parameter dalam persyaratan
Bahan-bahan kimia yang termasuk dalam parameter ini adalah bahan-bahan
anorganik, organik, pestisida, serta desinfektan dan hasil sampingannya (Joko, 2010).
c. Persyaratan Radioaktivitas
Persyaratan radioaktivitas membatasi kadar maksimum aktivitas α dan β yang diperbolehkan terdapat di dalam air minum (Joko, 2010).
d. Persyaratan fisik
Parameter persyaratan fisik air minum yaitu warna, rasa, bau, temperatur
serta kekeruhan (Joko, 2010).
2.5 Pengolahan Air Minum 2.5.1 Pengetian
Pengolahan adalah usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat – sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan adanya
pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar air minum yang telah ditentukan (Widiatmoko, 1994).
2.5.2 Metode Pengolahan Air a. Metode Pengolahan Fisik
i. Penyaringan
Untuk memastikan bahwa satuan satuan utama dalam suatu instalasi pengolahan bekerja dengan efesien, maka yang perlu dilakukan pembuangan
batang-batang yang berjarak kira-kira 0,75 hingga 1 inchi (20 hingga 50 mm)
dipergunakan disini (Linsley, 1996). ii. Aerasi
Menurut Linsley 1996, aerasi adalah bentuk perpindahan gas dan dipergunakan dalamberbagai variasi operasi yang meliputi sebagai berikut:
a) penambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan terlarut b) pembuangan karbondioksida
c) pembuangan hidrogen sulfida untuk menghapuskan bau dan rasa
d) pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan penyebab
bau dan rasa serupa yang dikeluarkan oleh ganggang serta mikroorganisme.
iii. Pencampuran
Bahan- bahan yang dipergunakan untuk pengolahan air dapat dimasukkan dengan mesin pemasukan larutan atau mesin pemasukan kering, agarefektifitas
bahan-bahan kimia ini harus tersebar dengan baik dalam air dengan pencampuran yang sempurna (Linsley, 1996).
iv. Flokulasi
Jika bahan-bahan pengental kimia ditambahkan ke dalam air yang keruh, akan terbentuk kumpulan partikel yang turun mengendap (koagulasi). Untuk
melakukan pembuangan kumpulan partikel yang pada awalnya sangat kecil ini, pengadukan cepat harus diikuti dengan suatu jangka waktu pengadukan halus
partikel-partikel yang lebih besar dan jumlahnya lebih sedikit. Terkait dengan ukuran dan
kerapatannya, partikel-partikel besar ini dapat dibuang dengan pengendapan gaya berat (Linsley, 1996).
v. Pengendapan
Laju pengendapan suatu partikel di dalam air tergantung pada kekentalan dan kerapatan air maupun ukuran, bentuk dan berat jenis partikel yang
bersangkutan. Air hangat kurang rapat, sehingga partikel akan mengendap lebih cepat dari pada di dalam air yang dingin. Partikel-partikel anorganik terapung
yang terdapat di dalam air mempunyai berat jenis yang berkisar dari 2,65 untuk partikel-partikel pasir yang terlepas, hingga kira-kira 1,03 untuk partikel-partikel lumpur yang terkumpul. Kumpulan-kumpulan kimiawi mempunyai kisaran berat
jenis yang serupa, tergantung pada jumlah kandungan air dalam kumpulan itu (Linsley, 1996).
Pemurnian air dengan cara pengendapan dimaksudkan untuk menciptakan
suatu kondisi sedemikian rupa, sehingga bahan-bahan terapung di dalam air dapat diendapkan ke luar. Kolam pengendapan yang direncanakan dengan baik akan
menghilangkan 50-80% bahan padat terapung yang ada di dalam air (Linsley, 1996).
vi. Filtrasi
Filter yang biasa terdiri dari selapis pasir, atau pasir dan tumbukan batubara yang ditunjang di atas suatu tumpukan kerikil. Suatu lapisan pasir setebal
lapisan kerikil setebal 12-18 inci (30-45 cm) yang butir-butirnya tersusun menurut
besarnya. Suatu lapisan batubara antrasit (batubara yang keras dan mengkilat) kadang-kadang dipergunakan di dalam filter (Linsley, 1996).
b. Metode pengolahan kimiawi
Koagulasi dan disinfeksi adalah merupakan proses yang paling umum dipergunakan dalam pengolahan air. Pelembutan presipitasi, pertukaran ion,
adsorpsi dan oksidasi kimiawi dipergunakan bila kondisi setempat menuntut demikian.
i. Koagulasi
Bila bahan padat terapung di dalam air ukurannya halus atau koloidal, sering dipergunakan bahan-bahan kimia untuk menghilangkan benda-benda
terapung dengan lebih sempurna. Koagulan bereaksi dengan air dan partikel-partikel yang membuat keruh untuk membuat endapan flokulan. Selama flokulasi masing-masing partikel kumpulan diubah menjadi partikel-partikel yang lebih
besar pada waktu bertumbukan satu sama lain. Partikel-partikel yang lebih besar mempunyai kerapatan yang cukup untuk memungkinkan pembuangannya dengan
cara pengendapan gravitasi. Koagulan yang paling dikenal adalah alum Al2(SO4)3.18H2O yang bereaksi dengan alkalinitas di dalam air untuk membentuk kumpulan alumunium hidroksida.
Bila air tidak mengandung alkalinitas yang diperlukan, maka mungkin perlu ditambahkan kapur (CaO) atau abu soda (Na2CO3) disamping alum untuk
yang biasa adalah 10 hingga 40 mg/l (kira-kira 75 hingga 300 lb per juta gallon).
Jumlah bahan kimia pelengkap yang digunakan tergantung pada sifat air. Ferro sulfat (FeSO4) dan ferri klorida (FeCl3) juga dipergunakan sebagai koagulan.
Bahan ini membentuk endapan hidroksida besi. Garam ferro membutuhkan kapur sebagai bahan kimia pelengkap, kalau tidak garam ferro harus diubah ke dalam bentuk ferri dengan menambahkan klorin (Linsley, 1996).
ii. Disinfeksi
Lebih dari 50% bakteri yang berbahaya di dalam air akan mati dalam
waktu 2 hari dan 90% akan mati pada akhir 1 minggu. Klorin telah terbukti merupakan disinfeksi yang ideal. Bila dimasukkan ke dalam air akan mempunyai pengaruh yang segera dan membinasakan banyak makhluk mikroskopis (Linsley,
1996).
Dua jenis reaksi akan terjadi bila klorin dimasukkan ke dalam air, yaitu hidrolisis dan ionisasi. Reaksi hidrolisisadalah
Cl2+ H2O HOCl + H+ + Cl- Gas klorin asam hipoklorit
Raksi ionisasi adalah
HOCl OCl + H+
Asam hipoklorit ion hipoklorit
karena klorin dalam bentuk asam hipoklorus 40 hingga 80 kali lebih efektif daripada ion hipoklorit, maka disinfeksi dengan klorin akan paling efektif pada
gas tersebut secara langsung ke dalam air, sedangkan klorinator besar biasanya
melarutkan gas di dalam air, kemudian mengisi larutan itu. Klorinator harus dijaga pada suhu 70ºF (21ºC) untuk mencegah kondensasi gas klorin di pipa-pipa
pengisian (Linsley, 1996).
Air yang mengalami disinfeksi cukup baik setelah melalui proses klorinasi selama 10 menit akan menghasilkan residu klorin bebas sebanyak 0,2 mg/l. Klorin
akan sangat efektif bila pH air rendah. Bila persediaan air mengandung fenol, penambahan klorin ke air akan mengakibatkan rasa yang kurang enak akibat
pembentukan senyawa klorofenol. Rasa ini dapat dihilangkan dengan menambahkan amoniak sebelum klorinasi. Campuran klorin dan ammonia membentuk kloramin, yang merupakan disinfektan, namun tidak seefektif
hipoklorit (Linsley, 1996).
Klorinasi akhir, yaitu pemakaian klorin setelah pengolahan, merupakan metode yang umum.Klorinasi awal, yaitu pemakaian klorin sebelum pengolahan,
akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan mencegah tumbuhnya ganggang. Klorinasi awal dan ahir sering dipergunakan bersama-sama
sehingga meninggalkan residu besar yang berlebihan (superklorinasi) sering dipergunakan untuk menghilangkan rasa dan bau tertentu. Superklorinasi harus diikuti dengan deklorinasi yang biasanya berupa pengolahan dengan sulfur
c. Metode-metode Pengolahan Khusus i. Pembuangan rasa dan bau
Rasa dan bau di dalam air disebabkan oleh gas-gas terlarut, zat-zat organik
hidup, zat-zat organik yang membusuk, limbah industri dan klorin, baik sebagai residu atau dalam gabungan dengan fenol atau bahan-bahan organik yang membusuk. Aerasi, adsorpsi dan oksidasi adalah beberapa metode yang telah
dipergunakan untuk menghilangkan rasa dan bau (Linsley, 1996). ii. Pembuangan besi dan mangan
Diantara metode yang dipergunakan untuk menghilangkan besi dan mangan adalah oksidasi dan presipitasi, penambahan bahan-bahan kimia dan pengendapan serta filtrasi, filtrasi melalui zeolit mangan, dan pertukaran ion
(Linsley, 1996).
2.6 Klorinasi 2.6.1 Pengertian
Klorinasi adalah proses pemberian klorin kedalam air yang telah menjalani
proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air. Klorin ini banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang, dan air minum di negara-negara sedang berkembang karena sebagai desinfektan,
biayanya relatif lebih murah, mudah, dan efektif. Senyawa-senyawa klor yang umum digunakan dalam proses klorinasi, antara lain, gas klorin, senyawa
Senyawa klor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena oksigen
yang terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting dari sel-sel bakteri sehingga rusak. Teori lain menyatakan bahwa
proses pembunuhan bakteri oleh senyawa chlor, selain oleh oksigen bebas juga disebakan dengan protoplasma. Beberapa percobaan menyebutkan bahwa kematian mikroorganisme disebabkan reaksi kimia antara asam hipoclorous
dengan enzim pada sel bakteri sehingga metabolismenya terganggu. Senyawa klor yang sering digunakan sebagai desinfektan adalah hipoklorit dari kalsium dan
natrium, kloroamin, klor dioksida, dan senyawa kompleks dari klor (Joko, 2010). Senyawa klor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun anorgank tertentu membentuk senyawa baru. Beberapa bagian klor akan tersisa
yang disebut sisa klor. Pada mulanya sisa klor merupakan klor terikat, selanjutnya jika dosis klor ditambah maka sisa klor terikat akan semakin besar, dan pada suatu ketika tercapai kondisi break point chlorination. Penambahan dosis klor setelah
titik ini akan memberi sisa klor sebanding dengan penambahan klor. Keuntungan dicapainya break point yaitu :
a. Senyawa amonium teroksidir sempurna b. mematikan bakteri patogen secara sempurna
c. mencegah pertumbuhan lumut
2.6.2 kegunaan klorin
Adapun kegunaan dari klorin menurut Chandra, 2006 antara lain: a. memiliki sifat bakterisidal dan gerimisidal
c. dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air
d. dapat mengontrol perkembangan alga dan organisme pembentukan lumut
yang dapat mengubah bau dan rasa pada air e. dapat membantu proses koagulasi
Karena adanya fungsi ini maka untuk kondisi tertentu chlorinasi dapat dibubuhkan sebelum proses pengolahan. Dengan demikian untuk keperluan
pengolahan dapat dilakukan pre-chlorinasi. Sedangkan untuk keperluan desinfeksi pembubuhan dilakukan di lokasi reservoir sebagai post-chlorinasi
(Joko, 2010)
2.6.3 Prinsip Prinsip Pemberian Klorin
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan ketikaa melakukan proses
klorinasi menurut Chandra 2006, antara lain :
a. air harus jernih dan tidak keruh karena kekeruhan pada air akan menghambat proses klorinasi
b. kebutuhan klorin harus diperhitungkan secara cermat agar dapat dengan
efektif mengoksidasi bahan-bahan organik dan dapat membunuh kuman
patogen dan meninggalkan sisa klorin bebas dalam air.
c. tujuan klorinasi pada air adalah untuk mempertahankan sisa klorin bebas
sebesar 0,2 mg/l di dalam air. Nilai tersebut merupakan margin of safety
d. dosis klorin yang tepat adalah jumlah klorin dalam air yang dapat dipakai
untuk membunuh kuman patogen serta untuk mengoksidasi bahan organik dan untuk meninggalkan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l dalam air.
2.6.4 Proses Klorinasi
Proses klorinasi dapat terjadi sebagai berikut :
a. penambahan klor pada air yang mengandung senyawa nitrogen akan
membentuk senyawa kloramine yang disebut klor terikat. Pembentukan klor terikat ini bergantung pada pH. Pada pH normal klor terikat (NCl3) tidak
akan terbentuk kecuali jika break point telah terlampaui.
b. pada air yang bebas senyawa organik akan terbentuk klor bebas yaitu asam
hipoklorus (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-), yang berfungsi dalam proses
desinfeksi.
Cl2 + H2O HOCl + H+ + Cl- HOCl H+ + OCl
Kondisi optimum untuk proses desinfeksi adalah jika hanya terdapat HOCl. Adanya OCl- akan kurang menguntungkan. Kondisi optimum ini
dapat terjadi pada pH <5 2.6.5 Metode Klorinasi
Pemberian klorin pada disinfeksi air dapat dilakukan melalui beberapa
cara yaitu dengan pemberian gas klorin, kloramin, atau perklorin. Gas klorin merupakan pilihan utamakarena harganya murah, kerjanya cepat, efesien, dan
klorin ini disebut sebagai chlorinating aquipments. Alat yang sering dipakai
adalah paaterson’s Chloronome yang berfungsi untuk mengukur dan mengatur pemberian gas klorin pada persediaan air (Chandra, 2006).
2.6.6 Pemeriksaan Konsentrasi Klorin
Titik batas (break point) konsentrasi klorin bebas dalam air kurang lebih 0,2 mg/l. Konsentrasi klorin bebas tersebut diukur melalui pemeriksaan
Orthotolidine Arsenite (OTA test). Berikut beberapa pemeriksaan yang berkaitan dengan pemastian ada tidaknya klorin dalam air.
a. Orthotolidine Arsenite Test
Orthotolidine Arsenite Test pertama kali dilakukan pada tahun 1918 untuk
mengetahui adanya klorin bebas di dalam air. Reagennya berupa bahan Analytical
Grade Ortholidine yang larut dalam 10% asam hipoklorit. Cara pemeriksaannya
adalah bahwa sebanyak 0,1 ml larutan OT dimasukkan ke dalam 1 ml dan diperhatikan reaksi yang terjadi. Jika mengandung klorin, sampel air itu akan
berubah warna menjadi kuning. Perubahan warna itu kemudian dibandingkan dengan warna standar yang tersedia. Kelemahan uji ini adalah bahwa warna
kuning dapat dihasilkan baik oleh sisa klorin bebas maupun oleh klorin yang terikat (combined chlorine) sehingga pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan.
b. Ortholidine Arsenite Test (OTA Test)
Pemeriksaan merupakan modifikasih dari OT Test diatas. Uji ini dapat memisahkan dan bereaksi dengan klorin bebas. Hal yang paling penting adalah
2.6.7 Dampak Klorinasi Air
Proses klorinasi yang dilakukan pada air yang mengandung bahan-bahan organik dengan konsentrasi tinggi akan membentuk senyawa halogen organik
yang mudah menguap (volatile halogenated organics), biasa disingkat dengan VHO. Senyawa-senyawa VHO tersebut sebagian besar ditemukan dalam bentuk trihalomethane (THM). THM dapat ditemukan pada jenis air yang berikut:
a. Air minum
Pada hasil pemeriksaan terhadap air minum yang menjalani proses
klorinasi, baik dengan gas klorin, natrium hipoklorit (NaClO), maupun dengan klor dioksida (ClO2), ditemukan adanya senyawa THM. Padahal, sebelum menjalani proses klorinasi, kandungan bahan organik air tersebut telah
dihilangkan dan hasil analisis sebelumnya menunjukkan ketiadaan THM. Kadar THM maksimum yang terdeteksi adalah 41,8 μg/l (Chandra, 2006).
Universitas Sumatera Utara b. Air kolam renang
Pada pemeriksaan terhadap air kolam renang yang telah menjalani
disinfeksi, juga didapat senyawa THM dengan kadar yang lebih tinggi daripada kadar THM dalam air minum. Kondisi tersebut akibat lebih besarnya kandungan bahan organik dalam air kolam renang, selain bahan organik juga berasal dari
keringat dan urin orang yang berenang. Kadar THM maksimum dalam udara di atas permukaan kolam renang mencapai 787 μg/m3 (Chandra, 2006).
Air tanah di beberapa wilayah mengandung bahan organik dalam
konsentrasi yang tinggi yang dapat membahayakan kesehatan. Dalam tubuh manusia lebih dari 50,6% THM akan diubah menjadi CO2, tetapi kondisi ini
bergantung pada kepekaan individu. Dampak yang paling cepat pada kesehatan adalah hilangnya kesadaran, yang dapat diikuti dengan keadaan koma dan kematian. Kadar total THM 30 μg/l dalam air minum telah direkomendasikan
dengan konsumsi rata-rata 2 liter/hari. Proses klorinasi pada air yang mengandung bahan organik dapat mengakibatkan terbentuknya trihalomethane (THM) yang
berbahaya bagi kesehatan. Untuk menurunkan konsentrasi THM dalam air yang akan menjalani klorinasi harus dihilangkan dahulu penyebabnya, yaitu zat-zat organik (Chandra, 2006)
2.6.8 Pendosisan
Dosis klor harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Harus dilakukan pengukuran DPC (Daya Pengikat Chlor) b. Sisa klor antara 0,2 – 0,5 mg/l
c. Prechlorinasi harus dilakukan dengan DPC
Penetapan DPC:
a. Siapkan labu erlenmeyer 500 ml/botol yang berisi sebanyak 3 buah
b. Siapkan larutan kaporit 0,1% (0,1 gram/100 ml air)
c. Isi contoh air baku 250 ml yang sudah disaring ke dalam labu erlenmeyer,
tambahkan larutan kaporit masing-masing 0,5 ml;0,75 ml;1,0 ml ke dalam
labu erlenmeyer
e. Periksa dan catat sisa klor dari masing-masing labu erlenmeyer f. Hitung DPC dengan rumus:
DPC = ([ 1000/250 x V x M ] – D) mg/l
Keterangan:
V = ml larutan kaporit 0,1% yang ditambahkan M = kadar kaporit dalam air (misalnya = 60%)
D = sisa klor dalam air
Pendosisan sodium hipoklorit
Air ditransfer = 160 L/dt
Chlorine yang diinginkan diresevoir = 1 ppm mk Konsentrasi sodium hyphoclorite = 5%
160l/dt x 3,6 jam = 576 m3/h m 1 ppm = Hypho x 5
576 m3 = 1 x 576 5