• Tidak ada hasil yang ditemukan

penyakit KANKER PARU 1 contoh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "penyakit KANKER PARU 1 contoh"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kedokteran dan

merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta merupakan

penyakit keganasan yang bisa mengakibatkan kematian pada penderitanya karena sel

kanker merusak sel lain. Sel kanker adalah sel normal yang mengalami

mutasi/perubahan genetik dan tumbuh tanpa terkoordinasi dengan sel-sel tubuh lain.

Proses pembentukan kanker (karsinogenesis) merupakan kejadian somatik dan sejak

lama diduga disebabkan karena akumulasi perubahan genetik dan epigenetik yang

menyebabkan perubahan pengaturan normal kontrol molekuler perkembang biakan sel.

Perubahan genetik tersebut dapat berupa aktivasi proto-onkogen dan atau inaktivasi

gen penekan tumor yang dapat memicu tumorigenesis dan memperbesar progresinya

(Syaifudin, 2007).

Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan

penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini

membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan

pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat

dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi,

ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya

(PDPI, 2003).

Menurut data jenis kanker yang menjadi penyebab kematian terbanyak adalah

kanker paru, mencapai 1,3 juta kematian pertahun. Disusul kanker lambung (mencapai

(2)

kanke usus besar (655.000 kematian pertahun), dan yang terakhir yaitu kanker

payudara (502.000 kematian pertahun) (WHO 2005 dalam Lutfia, 2008).

Di Amerika Serikat kematian karena kanker paru mencapai 36% dari seluruh

kematian kanker pada laki-laki, merupakan urutan pertama penyebab kematian pada

laki-laki (Mangunnegoro, 1990). Mayo Lung mendapatkan kematian akibat kanker

paru terhadap penderita kanker paru didapatkan angka 3,1 per 1000 orang tiap tahun

(Alsagaf, 1995).

Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan

ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium dini

akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih

cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam

perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi harus

dapat segera dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru terhadap berbagai

jenis pengobatan. Bahkan dalam beberapa kasus penderita kanker paru membutuhkan

penangan sesegera mungkin meski diagnosis pasti belum dapat ditegakkan. Kanker

paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan

yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di

paru). Dalam pedoman penatalaksanaan ini yang dimaksud dengan kanker paru ialah

kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma

bronkus (bronchogenic carcinoma). Menurut konsep masa kini kanker adalah penyakit

gen. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi

ketidak seimbangan antara fungsi onkogen dengan gen tumor suppresor dalam proses

tumbuh dan kembangnya sebuah sel.Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan

terjadinya hiperekspresi onkogen dan/atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor

(3)

berjalan dalam beberapa tahap atau yang dikenal dengan proses multistep

carcinogenesis. Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya heterogeniti

kromosom atau LOH juga diduga sebagai mekanisme ketidak normalan pertumbuhan

sel pada sel kanker. Dari berbagai penelitian telah dapat dikenal beberapa onkogen

yang berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru, antara lain gen myc, gen k-ras

sedangkan kelompok gen tumor suppresor antaralain, gen p53, gen rb. Sedangkan

perubahan kromosom pada lokasi 1p, 3p dan 9p sering ditemukan pada sel kanker paru

(PDPI, 2003).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Keluhan dan Gejala Kanker Paru

2. Penderajatan (staging) Kanker Paru

3. Etiologi Kanker Paru

4. Cara Pencegahan Kanker Paru

5. Cara Pengobatan Kanker Paru

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Keluhan dan Gejala Kanker Paru

2. Untuk mengetahui Penderajatan (staging) Kanker Paru

3. Untuk mengetahui Etiologi Kanker Paru

4. Untuk mengetahui Cara Pencegahan Kanker Paru

(4)

BAB II

PERMASALAHAN

Di Indonesia terdapat lima jenis kanker yang banyak diderita penduduk yakni kanker

rahim, kanker payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker kulit, dan kanker rektum.

Kasus penyakit kanker yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008 sebanyak

27.125 kasus, terdiri dari Ca. servik 8.568 kasus (31,59%), Ca. mamae 14.019 kasus

(51,68%), Ca. hepar 3.260 (12,02%), dan Ca. paru 1.278 kasus (4,71%). Prevalensi kanker

paru di Jawa Tengah tahun 2006 sebesar 0,01%. Pada tahun 2007 mengalami penurunan

menjadi 0,004%, dan pada tahun 2008 menjadi 0,005%. Prevalensi tertinggi adalah di

Kabupaten Kudus sebesar 0,026% (Dinprov Jateng, 2008).

Atmanto (1992) menyatakan kanker paru merupakan penyakit dengan keganasan

tertinggi diantara jenis kanker lainnya di Jawa Timur dengan angka Case Fatality Rate (CFR)

sebesar 24,1%. Pada Tahun 1998 di RS Kanker Dharmais, kanker paru menem-pati urutan

kedua terbanyak setelah kanker payudara, yaitu sebanyak 75 kasus (Nasar, 2000).

Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru sebagai

salah satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan lainnya. Peningkatan

angka kesakitan penyakit keganasan, seperti penyakit kanker dapat dilihat dari hasil Survai

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang pada 1972 memperlihatkan angka kematian karena

kanker masih sekitar 1,01 % menjadi 4,5 % pada 1990. Data yang dibuat WHO menunjukan

bahwa kanker paru adalah jenis penyakit keganasan yang menjadi penyebab kematian utama

pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki laki tetapi juga pada

perempuan. Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan jarangnya

penderita datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium awal penyakit.

Hasil penelitian pada penderita kanker paru pasca bedah menunjukkan bahwa, rata-rata angka

tahan hidup 5 tahunan stage I sangat jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage

(5)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Keluhan dan Gejala Penyakit Kanker Paru

Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru

lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat

keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat

membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :batuk-batuk dengan /

tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen), batuk darah, sesak napas, suara serak,

sakit dada, sulit / sakit menelan, benjolan di pangkal leher, sembab muka dan leher,

kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat (PDPI, 2003).

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis

di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran

hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :berat badan

berkurang, nafsu makan hilang, demam hilang timbul, sindrom paraneoplastik, seperti

"hypertrophic pulmonary osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia

(PDPI, 2003).

3.1.1 Patofisiologi

Awalnya menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia

hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya

pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia.

Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia

menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung

pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu

(6)

dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat

berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat

terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya

menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase

ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium,

otak, tulang rangka (Arisandi, 2008).

3.1.2 Jenis histologis

Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai klasifikasi

histologis menurut WHO tahun 1999, tetapi untuk kebutuhan klinis cukup jika hanya

dapat diketahui :

1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)

2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)

3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)

4. Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma)

Secara garis besar kanker paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu Small Cel Lung

Cancer (SCLC) dan Non Small Cel Lung Cancer (NCLC) (Wasripin, 2007).

a. Small Cell Lung Cancer (SCLC)

Kejadian kanker paru jenis SCLC ini hanya sekitar 20 % dari total kejadian

kanker paru. Namun jenis ini berkembang sangat cepat dan agresif. Apabila tidak segera mendapat perlakuan maka hanya dapat bertahan 2 sampai 4 bulan.

b. Non Small Cell Lung Cancer

80 % dari total kejadian kanker paru adalah jenis NSCLC. Secara garis besar dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Adenocarsinoma, jenis ini adalah yang paling banyak ditemukan (40%).

2. Karsinoma Sel Sekuamosa, banyaknya kasus sekitar 20 – 30 %.

3. Karsinoma Sel Besar, banyaknya kasus sekitar 10 – 15 %.

(7)

Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter specialis Patologi Anatomi mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal harus ditetapkan, apakah termasuk

kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK atau small cell lung cancer, SCLC) atau

kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer,

NSCLC) (WHO 1999 dalam PDPI, 2003).

3.2 Penderajatan (Staging) Kanker Paru

Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International System For Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM. Pengertian T adalah tumor yang dikatagorikan atas Tx, To s/d T4, N untuk keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) yang dikategorikan atas Nx, No s/d N3, sedangkan M adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis jauh (WHO 1999 dalam PDPI, 2003).

Penderajatan Internasional Kanker Paru Berdasarkan Sistem TNM Stage TNM

primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner

tetapi tidak tampak secara radilogis atau bronkoskopik.

(8)

ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radilogis atau

bronkoskopik.

Tis Karsinoma in situ T1 Tumor dengan garis Tengah terbesar tidak melebihi 3 cm,

dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik

invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkuslobus

(belum sampai ke bronkus utama). Tumor supervisial sebarang ukuran dengan

komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal

bronkus utama

T2 Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut :

Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm

Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina mengenai

pleura

Viseral

Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang

meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.

T3 Tumor sebarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada

(termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura mediastinum atau tumor

dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau

tumor yang berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif

seluruh paru.

T4 Tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh

besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai dengan

efusi pleura ganas atau satelit tumor nodul ipsilateral pada lobus yang sama

dengan tumor primer.

N Kelenjar getah bening regional (KGB)

(9)

No Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening

N1 Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral,

termasuk perluasan tumor secara langsung

N2 Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau KGB

subkarina

M1 Ditemukan metastasis jauh. “Metastastic tumor nodule”(s) ipsilateral di luar

lobus tumor primerm dianggap sebagai M1

dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan

gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila

disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau

penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif.

Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit,

seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru. Metastasis ke organ lain juga

dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk

mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai

akibat metastasis ke tulang (PDPI, 2003).

(10)

Pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang

mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta

penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Jenis pemeriksaan

Radiologis yaitu (PDPI, 2003) :

1. Foto toraks :

Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa

tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan

adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada

foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura,

efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk

menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja. Kewaspadaan

dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit

paru dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan.

Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan

diagnosis penyakit paru, harus disertai difollowup yang teliti. Pemberian OAT

yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus

menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan

pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu

juga harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia

tersebut Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus

diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau

pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat

diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat produktif,

dan/atau cairan serohemoragik.

(11)

Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih

baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran

lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses

keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan

terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak

masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa

gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan

untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3)

dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan

metastasis intrapulmoner.

3. Pemeriksaan radiologik lain :

Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu

mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan

radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang

kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi

metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada

tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.

c. Pemeriksaan khusus

1. Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus

dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat

dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus

atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor

(12)

Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi

tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus.

2. Biopsi aspirasi jarum

Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya

karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka

sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus

saja sering memberikan hasil negatif.

3. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada

posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni

didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau

paratrakeal.

4. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)

Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk

fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.

5. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan

bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan

terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.

6. Biopsi lain

Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB

atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan

bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila

diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi

(13)

dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi

dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.

7. Torakoskopi medik

Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura

viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.

8. Sitologi sputum

Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan

murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita

batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak

memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang

pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan

pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik

untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim

segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol

absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi

dalamformalin 4% (PDPI, 2003).

d. Pemeriksaan invasif lain

Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti

Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi

eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis dapat

ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara

pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak dapat

ditegakkan.

Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat

ditentukan :

(14)

b. Derajat (staging).

c. Tampilan (tingkat tampil, "performance status").

Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.

e. Pemeriksaan lain

1. Petanda Tumor

Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya

tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi

hasil pengobatan.

2. Pemeriksaan biologi molekuler

Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara

paling sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang

terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat

utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis

penyakit.

3.3 Etiologi

3.3.1 Merokok

Merokok diestimasikan 90% menyebabkan kanker paru-paru pada pria, dan

sekitar 70% pada wanita. Di negara-negara industri, sekitar 56% - 80% merokok

menyebabkan penyakit pernafasan kronis dan sekitar 22% penyakit kardiovaskular.

Indonesia menduduki peringkat ke-4 jumlah perokok terbanyak di dunia dengan

jumlah sekitar 141 juta orang. Diperkirakan, konsumsi rokok Indonesia setiap tahun

mencapai 199 miliar batang rokok. Akibatnya adalah kematian sebanyak 5 juta orang

pertahunnya (Gondidoputra, 2007).

Kasus kanker paru baik di Amerika ataupun negara-negara industri lainnya

(15)

menunjukkan bahwa 24,5% perempuan dan 83,6% pria pasien kanker paru adalah

perokok (Murray, 2010).

a. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia, banyak yang telah

diidentifikasi sebagai penyebab kanker.

b. Orang yang merokok lebih dari satu pak rokok per hari memiliki 20-25 kali lebih

besar risiko terkena kanker paru-paru daripada orang yang tidak pernah merokok. c.

Setelah seseorang berhenti merokok, risiko nya untuk kanker paru-paru berkurang

secara bertahap. Sekitar 15 tahun setelah berhenti, risiko untuk kanker paru-paru

menurun dengan tingkat seseorang yang tidak pernah merokok.

d. Cigar dan merokok pipa meningkatkan risiko kanker paru-paru, tetapi tidak sebanyak merokok. Sekitar 90% kanker paru-paru timbul akibat penggunaan

tembakau. Risiko kanker paru-paru berkembang adalah berkaitan dengan faktor-faktor

berikut: Jumlah rokok yang diisap, Usia di mana seseorang mulai merokok, Berapa

lama seseorang merokok (atau pernah merokok sebelum keluar).

Penyebab lain kanker paru termasuk sebagai berikut:

1) Merokok pasif, atau asap bekas, menyajikan lain risiko untuk kanker paru-paru.

Sebuah kematian diperkirakan 3.000 kanker paru-paru terjadi setiap tahun di Amerika

Serikat yang dapat diatribusikan pada perokok pasif.

2) Sebagian besar karsinogen dalam asap tembakau (rokok) ditemukan pada fase tar

seperti PAH dan fenol aromatik Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua

atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan

menempel pada paru – paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0.5-35 mg/ batang. Tar

merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan

(16)

3.3.2 Polusi udara

Polusi dari kendaraan bermotor, pabrik, dan sumber lain mungkin

meningkatkan risiko kanker paru-paru. Gas yang paling berbahaya bagi paru-paru

adalah SO2 dan NO2. Kalau unsur ini diisap, maka berbagai keluhan di paru-paru

akan timbul dengan nama CNSRD (chronic non spesific respiratory disease) seperti

asma dan bronkhitis (Aditama, 1992). Kenaikan konsentrasi gas SO2 dan NO2

dikaitkan dengan adanya gangguan fungsi paru

a. Pengaruh pencemaran akibat oksida sulfur adalah meningkatnya tingkat

morbiditas, insidensi penyakit pernapasan, seperti bronchitis, emphysema dan

penurunan kesehatan umum. Konsentrasi SO2 0,04 ppm dengan partikulat 169 µg/m3

menimbulkan peningkatan yang tinggi dalam kematian akibat bronchitis dan kanker

paru-paru (Soedomo, 1999).

b. Pengaruhnya terhadap kesehatan yaitu terganggunya sistem pernapasan dan dapat

menjadi emfisema, bila kondisinya kronis dapat berpotensi menjadi bronkhitis serta

akan terjadi penimbunan NO2 dan dapat merupakan sumber karsinogenik (Sunu,

2001).

3.3.3 Akibat Kerja

a. Pemaparan asbes meningkatkan resiko kanker paru-paru sembilan kali. Kombinasi

dari paparan asbes dan merokok meningkatkan resiko untuk sebanyak 50 kali. Kanker

lain dikenal sebagai mesothelioma (suatu jenis kanker pada lapisan rongga dada yang

disebut pleura atau lapisan rongga perut disebut peritoneum) juga sangat terkait

dengan paparan asbes.

b. Pekerjaan tertentu dimana paparan arsenik, kromium nikel, hidrokarbon aromatik,

(17)

c. Penyakit Paru Kerja Akibat Pajanan Cat Semprot. Cat semprot mengubah

substansi menjadi aerosol, yaitu kumpulan partikel halus berupa cair atau padat,

sehingga karena ukurannya yang kecil akan mudah terhisap, selanjutnya merupakan

pajanan potensial khususnya terhadap kesehatan paru. Pigmen dalam cat berguna

untuk mewarnai dan meningkatkan ketahanan cat. Banyak jenis pigmen merupakan

bahan berbahaya yaitu Chromium dan Cadmium Memberikan warna hijau, kuning,

dan oranye dapat menyebabkan kanker paru dan iritasi kulit, hidung, dan saluran nafas

atas (Wahyuningsih, 2003).

3.3.4 Penyakit Paru,

Penyakit paru seperti tuberkulosis (TBC) dan penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK), juga membuat risiko untuk kanker paru-paru. Seseorang dengan PPOK

memiliki risiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru-paru bahkan

ketika pengaruh merokok dikecualikan.

3.3.5 Iradiasi

a. Radon pose eksposur risiko lain merupakan produk sampingan dari radium

alami, yang merupakan produk uranium.

b. Radon hadir di udara indoor dan outdoor.

c. Risiko kanker paru meningkat dengan paparan jangka panjang yang

signifikan untuk radon, meskipun tidak ada yang tahu risiko yang tepat. Sebuah% 12

diperkirakan kematian akibat kanker paru-paru timbul gas radon, atau sekitar 21.000

kematian paru-paru terkait kanker setiap tahun di US Radon gas adalah penyebab

(18)

paparan asbes, merokok sangat meningkatkan resiko kanker paru-paru dengan

paparan radon.

d. Seseorang yang telah menderita kanker paru-paru lebih mungkin

mengembangkan kanker paru-paru detik dibanding rata-rata orang adalah untuk

mengembangkan kanker paru-paru terlebih dahulu. ( www.emedicinehealth.com )

3.3.6 Genetik.

Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,

yakni :

a. Proton oncogen

b. Tumor suppressor gene

c. Gene encoding enzyme (Adisani, 2008).

3.3.7 Diet

Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A

menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru (Suyono, 2001).

3.4 Cara Pencegahan

Prinsip upaya penceggahan lebih baik dari sebatas pengoobatan. Terdapat 4

Tingkatan pencegahan dalam epideemiologi penyakit kanker paru, yaitu :

1) Pencegahan Primordial

Berupa upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang

memungkinkan penyakit kanker paru tidak dapat berkembang karena tidak adanya

peluang dan dukungan dari kebiasaan, gaya hidup maupun kondisi lain yang

merupakan faktor resiko untuk munculnya penyakit kanker paru. Misalnya :

menciptakan prakondisi dimana masyarakat merasa bahwa merokok itu merupakan

statu kebiasaan yang tidak baik dan masyarakat mampu bersikap positif untuk tidak

(19)

Penelitian tentang rokok mengatakan bahwa lebih dari 63 jenis bahan yang

dikandung asap rokok itu bersifat karsinogenesis. Secara epidemiologik juga terlihat

kaitan kuat antara kebiasaan merokok dengan insidens kanker paru, maka tidak dapat

disangkal lagi menghindarkan asap rokok adalah kunci keberhasilan pencegahan yang

dapat dilakukan. Keterkaitan rokok dengan kasus kanker paru diperkuat dengan data

bahwa risiko seorang perempuan perokok pasif akan terkena kanker paru lebih tinggi

daripada mereka yang tidak terpajan kepada asap rokok. Dengan dasar penemuan di

atas adalah wajar bahwa pencegahan utama kanker paru berupa upaya memberantas

kebiasaan merokok. Menghentikan seorang perokok aktif adalah sekaligus

menyelamatkan lebih dari seorang perokok pasif (PDPI, 2003).

2) Pencegahan Tingkat Pertama

Pencegahan tingkat pertama yang dapat dilakukan antara lain:

a) Promosi Kesehatan Masyarakat

 Kampanye kesadaran masyarakat

 Promosi kesehatan

 Pendidikan Kesehatan Masyarakat

b) Pencegahan Khusus :

 Pencegahan keterpaparan

 Pemberian kemopreventif

3) Pencegahan Tingkat Kedua

a) Diagnosis Dini : misalnya dengan Screening.

b) Pengobatan : misalnya dengan Kemotherapi atau Pembedahan.

4) Pencegahan Tingkat Ketiga

(20)

3.5 Cara Pengobatan

Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti

terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan pada

jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-medisseperti

fasiliti yang dimilikirumah sakit dan ekonomi penderita juga merupakan faktor yang

amat menentukan.

Menurut Persatuan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (2005),

penatalaksanaan/pengobatan utama penyakit kanker meliputi empat macam yaitu

pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan hormoterapi. Pembedaha dilakukan untuk

mengambil ‘massa kanker‘ dan memperbaiki komplikas yang mungkin terjadi.

Sementara tindakan radioterapi dilakukan dengan sina ionisasi untuk menghancurkan

kanker. Kemoterapi dilakukan untu membunuh sel kanker dengan obat anti-kanker

(sitostatika). Sedangkan hormonterapi dilakukan untuk mengubah lingkungan hidup

kanker sehingga pertumbuhan sel-selnya terganggu dan akhirnya mati sendiri (Sukardja

1996 dalam Lutfia, 2008).

a. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan II.

Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”, misalnya

kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada

kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma

vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi

lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun

pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak

(21)

bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi

sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis (PDPI, 2003).

b. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel kecil

(KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif untuk kanker

paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian kemoterapi

paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh

perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kualiti

hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai penelitian telah memperlihatkan manfaat

kemoterapi untuk KPKBSK sebagai upaya memperbaiki prognosis, baik 3 sebagai

modaliti tunggal maupun bersama modaliti lain, yaitu radioterapi dan/atau pembedahan.

Indikasi pemberian kemoterapi pada kanker paru ialah:

1. Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau dengan gejala.

2. Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang inoperabel

(stage IIIB & IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasi dengan radioterapi, secara

konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi.

3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis karsinoma

bukan sel kecil (KPKBSK) stage I, II dan III yang telah dibedah.

4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan beberapa

kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini kemoterapi merupakan

bagian terapi multimodaliti.

Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus menjalani

pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Jusuf et al.,

2005) :

(22)

Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh karena itu

diagnosis histologis perlu ditegakkan. Untuk kepentingan itu dianjurkan menggunakan

klasifikasi histologis menurut WHO tahun 1997. Apabila ahli patologi sulit menentukan

jenis yang pasti, maka bagi kepentingan kemoterapi minimal harus dibedakan antara:

 Jenis karsinoma sel kecil

 Jenis karsinoma bukan sel kecil, yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma dan

karsinoma sel besar

2. Tampilan/performance status menurut skala Karnofsky minimal 60 - 70 atau skala

WHO

3. Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama :

 Leukosit > 4.000/mm3

 Trombosit > 100.000/mm3

 Hemoglobin > 10 g%. Bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum pemberian obat.

Sedangkan untuk pemberian siklus berikutnya, jika nilai-nilai di atas itu lebih

rendah maka beberapa jenis obat masih dapat diberikan dengan penyesuaian dosis.

4. Sebaiknya faal hati dalam batas normal

5. Faal ginjal dalam batas normal, terutama bila akan digunakan obat yang nefrotoksik.

Untuk pemberian kemoterapi yang mengandung sisplatin, creatinine clearance harus

lebih besar daripada 70 ml/menit. Apabila nilai ini lebih kecil, sedangkan kreatinin

normal dan penderita tua sebaiknya digunakan karboplatin.

Penelitian di Asia , MTTH penderita limited stage (LD-SCLC) yang mendapat

kemoradioterapi 14,2 bulan (95% CI, 10,96 – 17,44) dan meningkat menjadi 16,9 bulan

(95% CI, 11,83 – 21,97) pada yang mendapat tambahan PCI. Angka MTTH lebih rendah

yaitu 8,17 bulan (95%CI, 5,44 – 10,89) pada pasien extensive disease (ED_SCLC) yang

(23)

Penelitian tentang pemberian kombinasi kemoterapi dan radioterapi pada

karsinoma sel kecil/ limited stage mendapatkan perbedaan hasil mengenai pengaruh

terhadap ketahanan hidup. Tetapi insidens relaps tumor tersebut berkurang. Di RS

Persahabatan, Jakarta kemoterapi pada KPKSK dilakukan dengan paduan obat

siklofosfamid + vinkristin + adriamisin menurut anjuran UICC atau sisplatin + etoposid.

Jumlah penderita jenis ini tidak begitu banyak, lagipula yang mampu menyediakan obat

masih amat terbatas. Karena itu, hasil pengobatan masih belum dapat dinilai secara

cermat. Tetapi terlihat 70% penderita mengalami respons subjektif yang cukup nyata.

Tampilan membaik pada 71,4% dan 14,3% mengalami kenaikan berat badan. Efek

samping berupa gangguan hemopoetik dan gejala gastrointestinal terlihat pada semua

kasus, 57% tidak mengalami kerontokan rambut dan respons objektif terlihat pada 70%

(ED-SCLC). Dua puluh lima persen penderita hidup sampai 15 bulan dan masa tengah

tahan hidup 2-5 bulan (Data Div Onkologi dalam Anwar, Departemen Pulmonologi dan

Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI).

c. Pengobatan lain

Pengobatan lain yang dapat dilakukan kepada penderita kanker paru adalah

Imunoterapi, Hormonoterapi dan Terapi Gen. Namun untuk ketiga pengobatan ini masih

dalam tahap uji coba dan belum dipakai secara luas di Indonesia.

1. Rehabilitasi

Penderita kanker yang menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena

pengobatan kanker, perlu direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan/atau fungsi

organ yang cacat itu supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di

masyarakat. Ada bermacam-macam rehabilitasi yang perlu dilakukan seperti rehabilitasi

mental, rehabilitasi pekerjaan, rehabilitasi sosial dan lain-lain (Sukardja, 2000).

(24)

Penderita kanker paru yang mengetahui dirinya mengidap kanker dapat menjadi

stres dan merasa ia cepat mati dalam keadaan yang menyedihkan, ia juga merasa dirinya

tidak berguna lagi untuk hidup yang hanya memberatkan beban keluarganya.

Depresi mental yang dihadapi penderita kanker dan juga keluarganya umumnya

disebabkan kurang pengertiannya terhadap kanker atau karena salah persepsi akan

penyakit kanker paru itu. Untuk mengatasi depresi mental itu, perlu penderita dan atau

kelurganya diberi bimbingan mental dan penyuluhan tentang penyakit kanker itu. Kalau

perlu dengan bantuan seorang psikolog, ahli agama, atau tokoh masyarakat. Penderita

perlu diketahui bahwa sebenarnya penyakit kanker dapat disembuhkan asal saja dapat

diobati pada stadium dini. Bila tidak dapat disembuhkan lagi perlu pula diberitahu

bagaimana sebaiknya ia hidup dengan kanker, dan diajar bagaimana menyesuaikan

kehidupan dirinya dengan penyakit kanker yang dideritanya dan kenyataan yang

dihadapinya.

b. Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi penting agar penderita setelah pulang dari rumah sakit dapat hidup

keembali secara normal di masyarakat, dapat hidup mandiri di lingkungan keluarga dan

masyarakat secara wajar. Masyarakat juga perlu dipersiapkan agar dapat menerima

penderita.

c. Rehabilitasi Pekerjaan

Setelah penderita pulang dari rumah sakit dan terbebas dari penyakit kanker yang

dideritanya, diharapkan dapat bekerja lagi di masyarakat dengan normal seperti

sediakala. Bila tidak mungkin dapat lagi bekerja seperti sedia kala, penderita diberi

bimbingan dan latihan kerja (vocational training), supaya dapat bekerja dengan

pekerjaan lain sesuai dengan keadaan fisik dan mentalnya (Sukardja, 2000).

(25)

Prognosis penyakit buruk bukan hanya karena keterlambatan diagnosis tetapi

juga akibat respons sel kanker yang rendah terhadap berbagai obat sitostatik yang ada..

Angka tahan hidup 1 tahun 2347 penderita kanker paru yang diteliti oleh National

Cancer Institute pada tahun 1983-1998, dihitung dengan life table method hanya 41,8%

dan angka tahan hidup 5 tahun 12,0 %. Berbagai data memperlihatkan bahwa hal itu

berkaitan dengan stage penyakit pada saat ditemukan (Greene, 2002).

Usaha–usaha preventif seharusnya dapat dilakukan karena kaitan antara bahan

karsinogen yang terkandung dalam asap rokok dan polusi udara telah dapat dibuktikan

secara ilmiah sebagai bagian dari patogenesis kanker paru. Tetapi usaha preventif primer

yaitu mencegah orang merokok sangat sulit untuk dilakukan, demikian juga usaha

penemuan penyakit pada tahap dini juga belum menggembirakan. Akibatnya sangat

sedikit penderita yang terdeteksi pada stage dini, hal ini mengakibatkan terapi tidak

dapat lagi diberikan untuk tujuan kuratif. Di sisi lain tampak bahwa pemberian

multi-modality terapi pada penderita dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan

mereka yang hanya menerima modaliti tunggal. Bagaimanapun pembedahan masih

merupakan pengobatan kanker paru yang memberikan hasil yang paling baik, bila

dilakukan pada derajat yang operabel, yaitu stage I dan II (intrapulmoner, intratorakal)

serta pada jenis histologis yang cocok untuk tindakan tersebut. Tetapi kesimpulan dari

berbagai data menunjukkan bahwa umur tahan hidup 5 tahun penderita kanker paru

dengan TNM stage T1N0 dan T2N0 serta telah menjalani reseksi lengkap (complete

resection) masih berkisar antara 40-50% (Deslauriers, 2000). Di luar negeri angka

tersebut cukup tinggi, sedangkan data di Indonesia hanya 10-25% penderita menjalani

pembedahan (Busroh, 1988) dengan angka tahan hidup penderita kanker yang dibedah 1

tahun 56,6%, 2 tahun 16,4% dan 5 tahun 2,4% ( Burhan, 2004).

(26)

1) Efusi Pleura Ganas (EPG)

Rongga pleura pada orang sehat berisi sekitar 20 ml cairan. Efusi pleura

(Cairan pleura) normal ini biasanya bersih tidak berwarna, mengandung < 1,5 gr

protein/ 100 ml dan 1.500 sel/ microliter. Efusi pleura dapat terjadi pada penyakit

tumor ganas intratoraks, organ ekstratoraks maupun keganasan sistemik. Seperti pada

penderita efusi pleura lain, EPG memberikan gejala sesak napas, napas pendek, batuk,

nyeri dada dan isi dada terasa penuh. Gejala ini sangat bergantung pada jumlah cairan

dalam rongga pleura. Pada pemeriksaan fisik ditemukan gerakan diafragma berkurang

dan deviasi trakea dan/atau jantung kearah kontralateral, fremitus melemah, perkusi

redup dan suara napas melemah pada sisi toraks yang sakit. Pada kanker paru,

infiltrasi pleura oleh sel tumor dapat terjadi sekunder akibat perluasan langsung

(inviltrasi), terutama tumor jenis adenokarsinoma yang letaknya perifer. Dapat juga

terjadi akibat metastasis ke pembuluh darah dan getah bening. Bila efuasi pleura

terjadi akibat metastasis, cairan pleuranya banyak mengandung sel tumor ganas

sehingga pemeriksaan sitologi cairan pleura dapat diharapkan memberi hasil positif.

Efusi pleura ganas mempunyai 2 aspek penting dalam penatalaksaannya

yaltu pengobatan lokal dan pengobatan kausal. Pengobatan kausal disesuaikan dengan

stage dan jenis tumor. Tidak jarang tumor primer sulit diternukan, maka aspek

pengobatan lokal menjadi pilihan dengan tujuan untuk mengurangi sesak napas yang

sangat mengganggu, terutama bila produksi cairan berlebihan dan cepat. Tindakan

yang dapat dilakukan antara lain, punksi pleura, pemasangan WSD dan pleurodesis

untuk mengurangi produksi cairan. Zat-zat yang dapat dipakal, antara lain talk,

tetrasikiin, mitomisin-C, adriamisin dan bleomisin. Bila tumor primer berasal dari

paru dan dari cairan pleura diternukan sel ganas maka EPG termasuk T4, tetapi bila

(27)

berbagai pemeriksaan tumor primer paru tidak diternukan, dan tumor-tumor di luar

paru juga tidak dapat dibuktikan, maka EPG dianggap berasal dari paru. Apabila

tumor primer diternukan di luar paru, maka EPG ini termasuk gejala sisternik tumor

tersebut dan pengobatan disesuaikan dengan penatalaksanaan untuk pengobatan

kanker primernya (PDPI,2003).

2) Sindrom Vena Kava Superior (SVSC)

Sindrom vena kava superior muncul bila terjadi gangguan aliran oleh berbagai

sebab, di antaranya tumor paru dan tumor mediastinum. Gangguan ini pada penderita

kanker paru muncul akibat penekanan atau invasi massa ke vena cava superior,

sehingga menimbulkan gejala SVKS. Keluhan yang ditimbulkan tergantung berat

ringannya gangguan, sakit kepala, sesak napas, batuk, sinkope, sakit menelan, dan

batuk darah. Pada keadaan berat selain gejala sesak napas yang hebat dapat dilihat

pembengkakan leher dan lengan kanan disertai pelebaran vena-vena subkutan leher

dan dada. Keadaan ini kadang-kadang memerlukan tindakan emergensi untuk

mengatasi keluhan (PDPI,2003).

Berdasarkan PDPI (2003) penatalaksanaan kanker paru pada kasus SVSC

adalah bila keadaan umurn penderita baik (PS > 50) maka harus dilakukan prosedur

diagnostik untuk mendapatkan jenis sel kanker. Narnun tindakan radiasi cito harus

segera diberikanbila keluhan sesak napas sangat berat dan setelah gejala berkurang,

prosedur diagnostik harus dilakukan. Tindakan radioterapi selanjutnya tergantung dari

kondisi berikut ini:

a. Bila belum ada hasil pemeriksaan patotogi anatomi : radiasi 2-3 Gy

perfraksi, dengan penilaian klinis setiap hari. Tindakan bedah harus dipikirkan bila

respons tidak mernuaskan.

(28)

 Untuk keadaan gawat darurat penyinaran dapat diberikan dengan dosis

3 Gy/fraksi.

 Bila tidak gawat darurat, dosis radiasi berdasarkan staging penyakit.

 Untuk stage IV, dosis 3 Gy/fraksi sampai 10 kali atau Dosis 4

Gy/fraksi sampai 5 kali.

3) Obstruksi Bronkus

Obstruksi terjadi karena tumor intrabronkial menyumbat langsung atau tumor

diluar bronkus menekan bronkus sehingga terjadi sumbatan. Sumbatan intrabronkial

dapat parsial atau total dan kadang-kadang diperlukan tindakan untuk meningkatkan

kualitas hidup penderita. Keluhan sesak napas disertai napas berbunyi dapat terjadi

pada obstruksi yang hebat. Keluhan akan bertambah bila disertai “mucus plug”. Pada

pemeriksaan jasmani akan ditemukan bunyi napas melemah pada sisi paru yang sakit,

dan dapat dijumpai pula bunyi napas patologis, misalnya mengi pada ekspirasi dan

inspirasi, suara ekspirasi memanjang atau stidor bila sumbatan pada jalan napas yang

besar (PDPI, 2003).

Berdasarkan PDPI, penatalaksanaannya adalah dengan melakukan bronchial

toilet bila terdapat mucus plug. Bronkoskopi lase diikuti pemasangan stent dapat

dilakukan bila tebal sumbatan intrabronkial nnasih dapat diketahui. Hal Inl diperlukan

agar komplikasi tindakan laser tidak terjadi dan juga dibutuhkan untuk mengetahui

ukuran stent yang diperlukan. Bila sumbatan disebabkan oleh penekanan massa

ekstrabronkial, atau sumbatan intrabronkial tidak dapat diatasi dengan bronkoskopi

laser dan pemasangan stent maka tindakan bedah perlu dipikirkan. Pada keadaan

tertentu dapat diberikan radiasi endobronkial (brachytherapy) pada batas proksimal

dan distal 3 cm dari penyempitan, dosis : (5 - 8 Gy) 1 cm dari sumbu sumber radio

(29)

radiasi ekstemal di daerah bronkus yang menyempit dan daerah mukosa dengan dosis

3-4 Gy/fraksi subjek.

4) Batuk Darah (Hemoptasis)

Hemoptisis pada kanker paru juga terkadang memerlukan segera karena

dapat mengancam nyawa. Pada batuk darah masif harus dilakukan segera tindakan

bronkoskopi, selain untuk membuang bekuan darah ( stool cell), tindakan ini juga

perlu untuk mengetahui sumber perdarahan yang bermanfaat bila diperlukan

pembedahan untuk mengatasinya. Radiasi adalah salah satu noninvasiv untuk batuk

darah.Target volume dan dosis seperti pada obstruksi bronkus (PDPI, 2003).

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

1) Sel kanker adalah sel normal yang mengalami mutasi/perubahan genetik dan tumbuh tanpa

terkoordinasi dengan sel-sel tubuh lain.

3) Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya,

terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan

utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat membantu

tegaknya diagnosis.

4.2 Saran

1. Perlunya Upaya Kesehatan bagi Penderita penyakit paru yakni melaksanakan upaya Promotif,

(30)

2. Perlunya Program alternatif yang lebih memperhatikan aspek psikologis penderita penyakit

paru dengan cara mengintegrasikan dengan program pemerintah yang lainnya.

3. Perlunya sosialisasi terhadap seluruh kelompok umur masyarakat, agar lebih memahami

karakteristik penderita penyakit paru serta faktor resiko dan juga karakterisitik penyakit pada

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaf, H. 1995. Kanker Paru dan Terapi Paliatif. Penerbit Airlangga, Surabaya:11-14

Arisandi, Defa. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kanker Paru. Sekolah

Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah. Pontianak

Aditama, T.Y. 1992. Polusi Udara Dan Kesehatan. ARCAN

Anwar J, Elisna S, Ahmad H. Kemoterapi Kanker Paru .Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Persahabatan,

Jakarta

Budiono, I. 2007. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengecatan Mobil

(Studi pada Bengkel Pengecatan Mobil di Kota Semarang). Tesis. Program Studi

Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro. Semarang

Burhan E. 2004. Angka tahan hidup penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil

yang layak dibedah. Tesis. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

FKUI, Jakarta

Busroh, I. 1988. Peranan bedah dalam menanggulangi tumor ganas paru. Dalam:

Pencegahan, diagnosis dini dan pengobatan penyakit kanker, FKUI, Jakarta

Bustan. 2007. Epidimiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta. Jakarta

Data Divisi Onkologi Toraks. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

FKUI / RS Persahabatan (belum dipublikasi).

Deslauriers J, Gregoire J. Surgical therapy of early non-small cell lung cancer.

Chest 2000; 117: 104S-9S

Diananda, Rahma. 2007. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Kata Hati. Yogyakarta

(32)

Greene FL, Page DL, Fleming ID, Fritz AG, Balch CM, Haller DG, et al. Cancer Survival

Analysis. In : AJJ Cancer Staging handbook. 6th ed, Springer, New York, 2002, p.

15-25

Gondodiputro, Sharon,2007. Bahaya Tembakau dan Bentuk-bentuk Sediaan Tembakau.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Bandung

Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutantio N. 2005. Kanker

paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Pedoman Nasional untuk diagnosis dan

penatalaksanaan di Indonesia 2005. Ed. Jusuf A, Syahruddin E. PDPI dan POI,

Jakarta

Landis SH, Murray T, Bolden S, Wingo PA. 1998. Cancer Statistic 1998. CA Cancer J Clin

1998 ; 48 : 6-29.

Lutfia, Umi. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pasien Dengan

Tindakan Kemoterapi Di Ruang Cendana RSUD DR. Moewardi Surakarta. Skripsi.

S-1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mangunnegoro, H. 1990. Menyongsong Era Kanker Paru di Indonesia. Dalam: Yunus, F et

al (eds). Simposium Kanker Paru Diagnosis dan Terapi, 10/3, 1990. Bagian

Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 1-8

Murray JF. 2010. The Year of The Lung. Int J tuberc Lung Dis 2010; 14:1-4.

Nasar, I, M. 2000. Situasi Penyakit Kanker di Akhir Abad ke-20

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. Kanker Paru. Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia.

Soedomo. M, Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran Udara. ITB, Bandung, 1999.

Sukardja, IDG. 2000. Onkologi Klinik. Airlangga University Press: Surabaya

(33)

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3. Balai Penerbit

FKUI, Jakarta.

Syaifudin, Mukh. 2007. Gen penekan tumor p53, kanker dan radiasi pengion Pusat

Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Batan. Jakarta Buletin Alara, Volume 8

Nomor 3, April 2007,119 – 128

Toh CK, Hee SW, Lim WT, Leong SS, Fong KW, Yap SP, et al. 2007. Survival of smallcell

lung cancer and its determinants of outcome in Singapore. Ann Acad Med Singapore.

2007 Mar;36(3):181-8.

Wahyuningsih, Faisal Yunus, Mukhtar Ikhsan. Dampak inhalasi catsemprot terhadap

kesehatan paru. Cermin kedokteran (138). 2003 : 12-17.

Wasripin, 2007. Pemeriksaan CT SCAN THORAX Pada Kasus Kanker Paru. Makalah pada

Referensi

Dokumen terkait

Wajib lapor kepada Pejabat Pemerintah Daerah Setempat dilakukan, apabil;a tempat tinggal orang yang memberi kesempatan menginap terhadap orang asing jauh dari atau tidak ada

Terdapat perbedaan pemahaman konsep siswa dalam mata pelajaran ekonomi pada kelas eksperimen yang menggunakan multimedia interaktif sebelum dan setelah diberikan perlakuan

Kegiatan ekstrakurikuler yang disediakan oleh sekolah sangat banyak, salah satunya pramuka, pramuka adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan minat,

Melalui program ini diharapkan akan mampu meningkatkan jiwa wirausaha dikalangan masyarakat khususnya mahasiswa dalam rangka mengatasi masalah

Seorang anak mendapat ijime di sekolah sehingga mendapat tekanan, yang kemudian akhirnya memutuskan untuk diam di rumah mengurung diri / hikikomori, tidak pergi

Dalam perspektif Kymlicka, anatomi dan ornamentasi multikultur sejatinya mewadahi dua segmentasi besar konstruk sosial, politik dan budaya yang terjadi dalam arus

3) Nilai anda tambahkan dan kurangi oleh standar deviasi dari hasil try out terakhir, itulah nilai maksimal dan minimal yang ada dapatkan pada saat ini. Jika nilai anda 40 pada

Perusahaan-perusahaan perlu berpatisipasi aktif dalam penanganan masalah K3 dengan menyediakan rencana yang baik, yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan dan