PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR DAN ETIKA PROFESI TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS
Fahmi firmansyah (15919039) Email :dhenfahmi99@gmail.com
Mahasiswa Magister Akuntansi – Universitas Islam Indonesia
Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat saat sekarang ini dapat memicu persaingan yang semakin meningkat diantara pelaku bisnis. Berbagai macam usaha untuk meningkatkan pendapatan dan agar tetap dapat bertahan dalam menghadapi persaingan tersebut terus dilakukan oleh para pengelola usaha. Salah satu kebijakan yang selalu ditempuh oleh pihak perusahaan adalah dengan melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan oleh pihak ketiga yaitu auditor sebagai pihak yang dianggap independen.
Seorang auditor dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata-mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk kepentingan pihak lain yang mempunyai kepentingan atas laporan keuangan auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, auditor dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.
Oleh karena itu, auditor harus meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Guna peningkatan kinerja, hendaknya auditor memiliki sikap profesional dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan. Gambaran tentang Profesionalisme seorang auditor menurut Hall (1968) dalam Herawati dan Susanto, (2009) tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi. Dengan profesionalisme yang tinggi, kebebasan auditor akan terjamin.
A. Pertimbangan Tingkat Materialitas 1. Pengertian
Tentang materialitas, Sukrisno menyatakan:
Definisi dari materialitas dalam kaitannya dengan akuntansi dan pelaporan audit menurut Arens dan Loebeccke (1996) dalam Noveria (2006:25) adalah suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa materialitas adalah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi dan pertimbangan seseorang yang meletakkan kepercayaan terhadap salah saji tersebut.
B. Menentukan Pertimbangan Awal Tingkat Materialitas
Idealnya, auditor menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari salah saji, dalam laporan keuangan yang akan dipandang material. Hal ini disebut pertimbangan awal tingkat materialitas karena menggunakan unsur pertimbangan profesional, dan masih dapat berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan perkembangan yang baru.
Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah jumlah maksimum salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor, tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Penentuan jumlah ini adalah salah satu keputusan penting yang diambil oleh auditor yang memerlukan pertimbangan profesional yang memadai.
Tujuan penetapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah, maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Seringkali mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama diaudit. Jika ini dilakukan, jumlah yang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materialitas.
C. Etika Profesi
Etika secara umum didefiniskan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu (Sukamto, 1991 dalam Suraida, 2005:118).