• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA JHUE NOUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA JHUE NOUA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA

A. DEFINISI

Kusta adalah penyakit kronik yang pertama kali menyerang susunan saraf perifer, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, kemudian dapat keorgan lain kecuali susunan saraf pusat. Penyakit kusta disebut juga Morbus

Hansen, sesuai dengan nama yang menemukannya yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen

pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya.

B. ETIOLOGI

M. leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa salurean napas bagian atas, hati, dan

sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.Masa membelah diri M. leprae 12-21 hari dan

masa tunasnya antara 40 hari – 40 tahun. M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman

penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GHArmouer

Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.

C. KLASIFIKASI

Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita menjadi :

1. TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang

dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( – ) dan uji lepramin ( + ) kuat.

2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4

(2)

3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat. Gambaran khas lesi

”punched out” dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya.

 Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji

lepromin ( – ).

1. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi

asimetris, gangguan sensibilitas sedikit/( – ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( – ).

2. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat

banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji Lepromin ( – ).

 WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT

2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL

D. MANIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari

penyakit tersebut yaitu:

1. Bercak kulit berbentuk seperti koin di mana pada tempat bercak tersebut hilangnya atau

berkurangnya kemampuan kulit untuk merasakan sensasi sentuhan, nyeri, panas, atau dingin (mati rasa);

2. Hilangnya kemampuan saraf yang terkena infeksi untuk merasakan sensasi di kulit.

3. Lemas dan kelemahan otot;

4. Foot drop atau clawed hand (tangan seperti mencakar) yang disebabkan nyeri akibat

kerusakan saraf dan kerusakan saraf yang cepat.

5. Luka bergaung umumnya pada tangan dan kaki

6. Perubahan bentuk dari anggota gerak maupun struktur wajah karena rusaknya saraf

7. Berubahnya kulit wajah menjadi lebih tebal (pada kusta lanjut).

Gejala-gejala umum pada kusta, reaksi :

1. Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.

2. Noreksia

(3)

4. Cephalgia.

5. Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis

6. Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis, dan Hepatosplenomegali.

7. Neuritis

E. PATOFISIOLOGI

Kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan (Sel Schwan) dan kulit yang tidak utuh. Sumber penularan adalah penderita kusta yang banyak mengandung kuman (tipe multibasiler) yang belum diobati. Kuman masuk ke dalam tubuh menuju tempat predileksinya yaitu saraf tepi. Saat Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas pasien. Mycobacterium leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien berbeda.

Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit imonologik.

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:

1. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah

mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.

2. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya

harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.

(4)

kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit. Masa inkubasinya yaitu 3-5 tahun

F. KOMPLIKASI

Komplikasi kusta bergantung pada seberapa cepat penyakit ini didiagnosis dan diobati secara efektif. Sangat sedikit komplikasi terjadi jika penyakit ini diobati cukup awal, tapi berikut ini ialah daftar komplikasi yang dapat terjadi ketika diagnosis dan pengobatan baik ditunda atau mulai terlambat dalam proses penyakit:

 Kehilangan sensori (biasanya dimulai pada ekstremitas)

 Kerusakan saraf permanen (biasanya di kaki)

 Kelemahan otot

 Cacat Progresif (misalnya, alis hilang, cacat jari-jari kaki, jari, dan hidung)

Selain itu, kehilangan sensori menyebabkan orang untuk melukai bagian tubuh tanpa individu menyadari bahwa ada cedera, hal ini dapat menyebabkan masalah tambahan seperti infeksi dan penyembuhan luka yang buruk.

F. PENATALAKSANAAN

1. Terapi Medik

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.

Jenis-jenis obat kusta:

o obat primer : dapsone, clofasimin, rifampisin, etionamide, prothionamide.

o obat sekunder: INH, streptomycine

Dosis menurut rekomendasi WHO :

a. Kusta Paubacillary (tipe I, BT, TT)

- Dapsone : 1 x 100 mg tiap hari

- Rifampisin : 1 x 600 mg tiap bulan

Ket: Pengobatan harus diberikan 6 bulan berturut-turut atau 6 dosis dalam 9 bulan dan diawasi selam 2 tahun.

b. Kusta Multibacillary (tipe BB, BL, LL)

- Dapsone : 1 x 100 mg tiap bulan

(5)

- Clofazimine : 1 x 300 mg tiap bulan (hari pertama) kemudian dilajutkan dengan 1 x 50

mg/hari

Ket : Pengobatan 24 bulan berturut-turut dan diawasi ± 5 tahun

Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.

Dosis untuk anak

Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.

2) Putus obat

Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.

2. Perawatan Umum

Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.

 Perawatan mata dengan lagophthalmos

(6)

o Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat.

o Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu

 Perawatan tangan yang mati rasa

o Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda luka, melepuh

o Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam

o Keadaan basah diolesi minyak

o Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus

o Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku

o Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka

 Perawatan kaki yang mati rasa

o Penderita memeriksa kaki tiap hari

o Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam

o Masih basah diolesi minyak

o Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus

o Jari-jari bengkok diurut lurus

o Kaki mati rasa dilindungi

 Perawatan luka

o Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam

o Luka dibalut agar bersih

o Bagian luka diistirahatkan dari tekanan

o Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas

o Tanda penderita melaksanakan perawatan diri:

o Kulit halus dan berminyak

o Tidak ada kulit tebal dan keras

o Luka dibungkus dan bersih

o Jari-jari bengkak menjadi kaku

G. PENCEGAHAN

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :

(7)

Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat (Depkes RI, 2006)

b. Pemberian imunisasi

Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2006).

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :

Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya

cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita

kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman

menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).

3. Pencegahan tertier

a. Pencegahan cacat kusta

Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita. Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :

a) Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat,

pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.

b) Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan

(8)

b. Rehabilitasi kusta

Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :

a) Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya

kontraktur.

b) Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat

tekanan yang berlebihan.

c) Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.

d) Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan normal terbatas pada

tangan.

Referensi

Dokumen terkait

Dampak yang ditimbulkan pada penderita kusta dapat mempengaruhi kondisi psikologis pasien kusta jadi terganggu diantaranya gangguan konsep diri, motivasi, serta

pada pasien kusta bertujuan untuk meningkatkan ROM dan mencegah claw hand lebih lanjut. Dengan upaya yang dilakukan posisi jari yang hiperekstensi pada sendi proksimal

Kusta dan Filariasis (Neglegted Tropical Disease) merupakan penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya permasalahan pada pasien, keluarga dan masyarakat pada semua aspek

Menurut Departemen Kesehatan RI (1992), seperti penyakit menular lain, cara pemberantasan penyakit DBD dengan memutuskan mata rantai penularan, yaitu dengan mengisolasi penderita

4.1.1 Pengkajian pada kasus Nn. dengan penyakit kusta yaitu keluhan utama : Pasien mengatakan sakit pada persendian siku tangan dan lutut kiri dan kanan, tampak wajah

Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik.

Informasi dan data yang diperoleh dari pasien kusta dengan ulkus plantaris dapat digunakan oleh Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan untuk mengevaluasi pengobatan yang

Diambil data pasien anak usia 0-14 tahun yang meliputi: jenis kelamin, umur, asal pasien, tipe penyakit kusta, cara penemuan, sumber penularan, manifestasi kulit