HUKUM TATA NEGARA
Pokok Bahasan:
Kedudukan HTN dalam Ilmu Hukum Peristilahan, Defnisi, dan Objek HTN Pembedaan Sifat Keilmuan HTN
Hubungan HTN dan Ilmu Lain
Disiplin Ilmu
HTN adalah salah satu cabang ilmu hukum
yang secara khusus mengkaji persoalan
kenegaraan dalam pengertian luas melalui
perspektif hukum
HTN termasuk dalam keluarga ilmu hukum
kenegaraan (
staatslehre
)
HTN masuk dalam ranah hukum publik
HTN merupakan disiplin ilmu yang
mempunyai nilai teoretis, yaitu untuk menjelaskan seluk-beluk persoalan kenegaraan.
HTN sebetulnya juga mempunyai nilai
praktis, yaitu khususnya berkaitan dengan keberadaan peradilan konstitusi dan
kebutuhan legal drafting
Peristilahan HTN
Ada beragam istilah untuk menyebut HTN Ragam peristilahan HTN sebagai akibat
perbedaan bahasa dan perbedaan fokus ruang lingkup pembahasan HTN
Para pakar HTN memiliki preferensi pilihan istilah untuk menyebut HTN
Droit Constitutionnel bahasa Perancis Diritto Constitutionale bahasa Italia
Staatsrecht bahasa Belanda dan Jerman Verfassungsrecht bahasa Jerman
sebagai lawan istilah verwaltungsrecht (hukum administrasi negara)
Constitutional law bahasa Inggris
Staatsrecht (Hukum Negara) dalam bahasa
Belanda memiliki 2 pengertian, yaitu staatsrecht in ruimere zin (HTN dalam arti luas) dan
staatsrecht in engere zin (HTN dalam arti sempit)
Staatsrecht in engere zin (HTN dalam arti sempit)
biasanya dipahami sebagai HTN (verfassungsrecht)
Staatsrecht in ruimere zin (HTN dalam arti luas)
meliputi HTN (verfassungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum Adminstrasi Negara
(verwaltungsrecht)
Verfassungslehre bahasa Jerman dinilai sebagai
istilah yang lebih tepat untuk menyebut HTN sebagai ilmu/teori konstitusi.
Prof. Dr. Djokosoetono lebih menyukai penggunaan
istilah Verfassungslehre karena membahas konstitusi secara luas tidak hanya terbatas pada aspek
hukumnya
Verfassungsrecht dinilai sebagai istilah yang tepat
untuk menyebut HTN dalam arti positif yaitu HTN yang berlaku saat ini pada suatu negara.
Verfassungslehre lebih luas daripada verfassungsrecht
Perlu pula diperhatikan perbedaan penggunaan istilah staatsrecht dan staatslehre dalam studi tentang ilmu negara
Staatsrecht hanya terbatas membahas negara dari aspek hukumnya
Staatslehre membahas persoalan negara dalam arti luas
Hans Kelsen dan Herman Heller memilih menggunakan istilah staatslehre
HTN membahas persoalan negara dari aspek
staatsrecht dan staatslehre
Nama lain Hukum Tata Negara yang juga biasa dipakai
yaitu :
Hukum Negara
Hukum Tatanegara Hukum Konstitusi
Di Indonesia istilah Hukum Tata Negara lebih populer
dipakai.
Menurut Prof. Dr. Sri Soemantri, istilah hukum tata negara
Istilah Hukum Konstitusi dipakai sebagai identik dengan HTN Hukum konstitusi terjemahan dari constitutioneelrecht, droit
constitutionalle, grondwettelijk recht, law of constitution, constitutional law.
Istilah HTN dianggap lebih luas cakupan pengertiannya
daripada istilah Hukum Konstitusi
Istilah Hukum Konstitusi dianggap hanya terbatas
membahas undang-undang dasar istilah HTN tidak hanya terbatas pada undang-undang dasar
Prof. Dr. Bagir Manan membedakan isitilah Konstitusi (UUD)
dengan Hukum Konstitusi (Hukum Tata Negara).
Hukum Tata Negara merupakan gabung dari 3
kosakata, yaitu Hukum, Tata, dan Negara.
Istilah Hukum Tata Negara menunjukkan ruang
lingkup pembahasannya yaitu mengenai urusan penataan negara dalam sudut pandang hukum.
Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Tata Negara
berarti sistem penataan negara, yang berisi ketentuan mengenai struktur kenegaraan dan substansi norma kenegaraan
Jika menimbang ruang lingkup pembahasan
dalam HTN, maka istilah yang mungkin lebih tepat adalah Hukum Negara.
Istilah Hukum Negara dapat menampung
pembahasan dalam istilah HTN (tentang organ dan struktur negara) dan pembahasan dalam Hukum Konstitusi (tentang UUD, konstitusi, dan konstitusionalisme).
Defnisi HTN
Ada banyak defnisi tentang HTN yang dikemukakan
oleh para pakar HTN.
Beragam defnisi HTN muncul karena :
perbedaan tentang apa dianggap penting untuk merumuskan arti HTN
perbedaan lingkungan dan dan pandang hidup
perbedaan sistem hukum yang berlaku
perbedaan sejarah hukum
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengumpulkan
10 defnisi HTN dari para pakar, yaitu :
Christian van Vollenhoven,
Paul Scholten
van der Pot
J.H.A. Logemann
van Apeldoorn
Wade dan Phillips
Paton George Whitecross
A.V. Dicey
Maurice Duverger
Kusumadi Pudjosewojo
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim menyimpulkan bahwa hampir semua defnisi tersebut
membicarakan tentang organisasi negara dan alat-alat perlengkapan negara, susunan, wewenang dan hubungannya satu dengan yang lainnya.
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengajukan
defnisi HTN “sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi dari pada negara,
hubungan antar alat perlengkapan negara dalam
garis vertikal dan horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak-hak azasinya”.
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie juga mengumpulkan 15 defnisi HTN, 1o defnisi HTN sebagaimana telah dikumpulkan oleh Moh. Kusnardi dan Harmaily
Ibrahim, dan kemudian ia menambahkan 5 defnisi HTN lain yaitu dari :
Mac-Iver
Michael T. Molan
O. Hood Phillips, Paul Jackson, dan Patricia Leopold
A.W. Bradley dan K.D. Ewing
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim.
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie menyimpulkan bahwa rumusan-rumusan defnisi HTN dari para pakar tersebut
menunjukkan bahwa :
HTN adalah salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum
kenegaraan yang masuk dalam domain hukum publik
HTN tidak hanya mencakup kajian mengenai organ
negara, fungsi dan mekanisme hubungan antar organ
negara, tetapi juga mencakup soal mekanisme hubungan antara organ-organ negara dengan warga negara
HTN tidak hanya merupakan hukum (recht) atau
hanya sebagai norma hukum tertulis (wet), tetapi juga adalah teori (lehre), sehingga arti HTN
mencakup hukum konstitusi (verfassungsrecht) dan sekaligus teori konstitusi (verfassungslehre)
HTN dalam arti luas mencakup baik hukum yang
mempelajari negara dalam keadaan daiam (staat in rust) maupun yang mempelajari negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging)
Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, dalam
pengertian HTN harus pula dimasukkan
aspek konstitusi sebagai objek kajian pokok
dalam HTN
Konstitusi adalah pusat perhatian yang
sangat penting dari ilmu HTN atau hukum
konstitusi
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie mengajukan defnisi HTN berikut:
“ Ilmu HTN dapat dirumuskan sebagai cabang ilmu hukum yang mempelajari prinsip-prinsip dan norma-norma hukum yang
tertuang secara tertulis ataupun yang hidup dalam kenyataan praktik kenegaraan berkenaan dengan
(i) konstitusi yang berisi kesepakatan kolektif suatu komunitas rakyat mengenai cita-cita untuk hidup bersama dalam suatu negara,
(ii) institusi-institusi kekuasaan negara beserta fungsi-fungsinya,
(iii)mekanisme hubungan antar institusi itu, serta
(iv)prinsip-prinsip hubungan antara institusi kekuasaan negara dengan warga negara”.
Objek HTN
Objek HTN yaitu negara, khusunya mengkaji aspek hukum yang membentuk dan dibentuk oleh
organisasi negara
HTN lebih mengutamakan norma hukum konstitusi yang umumnya terdapat dalam naskah
undang-undang dasar, sehingga konstitusi merupakan objek HTN
1. HTN Formil dan HTN Materiel
Pembedaan ini bertolak dari pendapat J.H.A.
Logemann yang membedakan istilah formeel stelselmatigheid (HTN) dan materieele
stelselmatigheid (asas-asas HTN)
HTN formil yaitu berhubungan dengan bentuk atau
pelembagaan dari HTN lembaga-lembaga negara
HTN materiel yaitu berkaitan dengan isi atau asas
dari HTN isi konstitusi
2. HTN Umum dan HTN Positif
HTN Umum membahas asas-asas dan prinsip-prinsip HTN yang berlaku umum HTN Positif hanya membahas HTN yang
berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu yang masih berlaku pada saat sekarang misal : HTN Indonesia
3. HTN Statis dan HTN Dinamis
HTN Statis yaitu mempelajari perihal negara yang berada dalam keadaan diam/statis
biasa disebut sebagai HTN dalam arti sempit HTN Dinamis mempelajari perihal negara
dalam keadaan bergerak biasa disebut
sebagai HTN dalam arti luas biasa disebut juga sebagai HAN
Dilihat dari ruang lingkup studi dan objek
studi HTN, hubungan terdekat HTN yaitu
terutama dengan Hukum Administrasi
Negara, Ilmu Negara, dan Ilmu Politik.
Namun tidak tertutup kemungkinan HTN
terbangun hubungan dengan ilmu-ilmu
lain.
1. Hubungan HTN dan Ilmu Negara
Ilmu negara menyelidik asas-asas pokok dan
pengertian-pengertian pokok tentang negara
Ilmu negara tidak memiliki nilai praktis, tetapi bernilai
teoretis-ilmiah yang bermanfaat bagi HTN
Ilmu negara merupakan ilmu pengetahuan pengantar
untuk mempelajari HTN
Saat mempelajari HTN, tidak perlu lagi mempelajari
pengetahuan dasar tentang negara yang telah dibahas oleh ilmu negara.
2. Hubungan HTN dan Ilmu Politik
Menurut Prof. Barents, HTN diumpamakan sebagai kerangka
tubuh dan Ilmu Politik diumpamakan sebagai daging yang membalutnya
HTN memerlukan Ilmu Politik untuk memahami apa yang ada
dibalik daging yang membalut kerangka tulang belulang
Ilmu Politik mempelajari gejala kekuasaan yang berlangsung
dalam kehidupan masyarakat
Hukum adalah produk keputusan politik, begitu pula aspek
normatif-regulatif dari HTN adalah produk keputusan politik
Keputusan politik banyak mempengaruhi HTN
3. Hubungan HTN dan HAN
Ada yang berpendapat antara HTN dan HAN terdapat
perbedaan prinsipil keilmuan baik mengenai sistematika maupun isinya.
Ada juga yang berpendapat antara HTN dan HAN tidak
terdapat perbedaan prinsipil, melainkan hanya perbedaan pembagian kerja untuk manfaat praktisnya saja HAN adalah HTN dalam arti luas
HTN membutuhkan HAN untuk memahami aspek teknis
dari penerapan HTN pelaksanaan tugas dan fungsi organ-organ negara oleh para pejabat negara.
4. HTN dan Hukum Internasional Publik
HTN dan Hukum Internasional Publik sama-sama membahas tentang organisasi negara
HTN hanya mempelajari negara dari struktur internalnya, sedangkan Hukum Internasioanal Publik mempelajari hubungan-hubungan hukum antarnegara secara eksternal
Hukum Internasional Publik berguna bagi HTN untuk memahami aspek eksternal dari negara.
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid
I (Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI: Jakarta, 2006).
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (PSHTN FH UI: Jakarta, Cetakan Kelima, 1983).
Sri Soemantri M, Prosedur dan Sistem Perubahan
Konstitusi Sebelum dan Sesudah Perubahan UUD 1945 (PT Alumni: Bandung, Edisi Khusus, cetakan pertama, 2006)