• Tidak ada hasil yang ditemukan

Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES GIGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES GIGI"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI ANTIBAKTERI INFUSA TEH HIJAU TERHADAP Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES GIGI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Yanuar Prasetya

088114123

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

POTENSI ANTIBAKTERI INFUSA TEH HIJAU TERHADAP Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES GIGI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Yanuar Prasetya

088114123

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Adawaktu untuk menangis,

untuk tertawa,

untuk bertahan saja...

Ada waktu untuk menunggu,

untuk percaya,

bahwa semua akan indah

pada waktunya...

Dedicated to my beloved “Thesis”

Karya ini kupersembahkan untuk

Mama dan Papa tercinta,

Iva-N-ovi tersayang,

Sahabat, Saudara, dan teman seperjuangan

Jefta Willy Setiady

Teman-teman angkatan 2008

(6)
(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, tuntunan serta penyertaan dan kasih karunia yang telah diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Potensi Antibakteri Infusa Teh Hijau terhadap

Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Kesarjanaan Strata Satu (S1) Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian ini, dan telah memberikan saran serta dukungan selama penyusunan skripsi ini. 2. Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si. selaku Dosen Pembimbing yang dengan

sabar membimbing dan memberikan arahan, saran, kritikan serta dukungan kepada penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi.

(8)

viii

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si selaku Dosen Penguji yang memberikan saran dan kritikan serta dukungan kepada penulis dalam proses menyempurnakan naskah skripsi.

5. Teman-teman kelompok penelitian, Adelia Indah Pratiwi, Maria Siska Triyuniar Kusumastuti, dan Irene Aninditya Putri Ahtha yang telah saling menguatkan, memberikan semangat dan bantuan kepada penulis serta bersama-sama menjalani suka dan duka selama menjalankan penelitian ini. 6. Teman-teman kelas FKK B 2008, terima kasih atas 2 tahun kebersamaannya

dan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani kuliah dan praktikum serta dorongan semangat dan doa yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi yang membutuhkan.

(9)
(10)
(11)

xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... A. Teh (Camellia sinensis L.)... 1. Keterangan botani... 2. Deskripsi teh hijau... 3. Kandungan kimia teh hijau... 4. Kegunaan teh hijau... B. Plak dan Karies Gigi... C. Ekstraksi... D. Streptococcus mutans... E. Uji Potensi Antibakteri... F. Landasan Teori... G. Hipotesis... BAB III. METODE PENELITIAN... A. Jenis dan Rancangan Penelitian... B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 1. Variabel penelitian... 2. Definisi operasional... C. Bahan Penelitian... D. Alat Penelitian... E. Tata Cara Penelitian... 1. Pengumpulan bahan dan identifikasi daun teh... 2. Pembuatan serbuk dan infusa teh hijau... 3. Uji kemurnian isolat bakteri uji dan identifikasi bakteri uji...

(12)

xii

4. Uji sterilitas infusa teh hijau... 5. Pembuatan variasi konsentrasi EGCG dalam infusa teh hijau 6. Uji potensi antibakteri infusa teh hijau dengan metode difusi

paper disc... a. Pembuatan media Nutrien Agar (NA)... b. Pembuatan suspensi bakteri uji... c. Uji potensi antibakteri infusa teh hijau dengan berbagai

variasi konsentrasi EGCG dengan metode difusi paper disc... 7. Penentuan nilai KHM dan KBM dengan metode dilusi cair.. a. Pembuatan infusa teh hijau dengan berbagai variasi

konsentrasi EGCG untuk uji potensi antibakteri dengan metode dilusi cair... b. Blanko standar autozero... c. Uji penentuan nilai KHM dan KBM dengan metode dilusi cair... d. Penegasan penentuan KHM dan KBM dengan metode

streak plate... F. Tata Cara Analisis Hasil... BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...

A. Pengumpulan Bahan dan Identifikasi Daun Teh... B. Pembuatan Serbuk dan Infusa Teh Hijau... C. Uji Kemurnian Isolat Bakteri Uji dan Identifikasi Bakteri Uji...

(13)

xiii

D. Uji Sterilitas Infusa Teh Hijau... E. Pembuatan Variasi Konsentrasi EGCG dalam Infusa Teh Hijau.. F. Uji Potensi Antibakteri Infusa Teh Hijau dengan Berbagai

Variasi Konsentrasi EGCG dengan Metode Difusi Paper Disc.... 1. Pembuatan media Nutrien Agar (NA)... 2. Pembuatan suspensi bakteri uji... 3. Uji potensi antibakteri infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG dengan metode difusi paper disc. G. Penentuan Nilai KHM dan KBM dengan Metode Dilusi Cair...

1. Pembuatan infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG untuk uji potensi antibakteri dengan metode dilusi cair... 2. Penegasan penentuan KHM dan KBM dengan metode

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Variasi konsentrasi EGCG dalam infusa teh hijau untuk uji potensi antibakteri dengan metode difusi paper disc...

28

Tabel II. Variasi konsentrasi EGCG dalam infusa teh hijau untuk uji potensi antibakteri dengan metode dilusi cair...

31

Tabel III. Hasil uji identifikasi biokimia isolat S. mutans... 42 Tabel IV. Hasil uji potensi antibakteri infusa teh hijau dengan berbagai

variasi konsentrasi EGCG dibandingkan dengan kontrol...

48 dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG terhadap S. mutans dengan metode Kolmogorov-Smirnov... Hasil uji homogenitas varians data diameter zona hambat infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG terhadap S. mutans... Hasil transformasi uji homogenitas varians data diameter zona hambat infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG terhadap S. mutans... Analisis One-Way ANOVA diameter zona hambat infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG dibandingkan dengan kontrol... Nilai Optical Density (OD) infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG waktu inkubasi 24 jam...

50

51

51

51

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hasil uji sterilitas infusa teh hijau... 42 Gambar 2. Hasil uji potensi antibakteri infusa teh hijau terhadap S.

mutans...

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat identifikasi teh hijau dari Perkebunan Teh Rumpun Sari Medini Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah...

63

Lampiran 2. Kadar EGCG dalam infusa teh hijau dengan metode KLT Densitometri oleh LPPT UGM...

64

Lampiran 3. Prosedur kerja pembuatan serbuk dan infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG oleh LPPT UGM...

65

Lampiran 4. Certificate of Analysis (CoA) pembuatan infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG oleh LPPT UGM...

Lampiran 6. Hasil uji identifikasi bakteri uji S. mutans... 68 Lampiran 7. Hasil uji sterilitas infusa teh hijau... 70 Lampiran 8. Hasil uji potensi antibakteri infusa teh hijau terhadap S.

mutans...

71

Lampiran 9. Diameter zona hambat yang dihasilkan pada uji potensi antibakteri infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG terhadap S. mutans dengan difusi paper disc...

77

(17)

xvii

pada uji potensi antibakteri infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG terhadap S. mutans dengan difusi

paper disc... Lampiran 11. Hasil uji penegasan penentuan KHM dan KBM dengan metode streak plate...

(18)

xviii INTISARI

Teh hijau bermanfaat untuk menjaga kerja jantung, mencegah kanker, sebagai antivirus dan antibakteri, dihasilkan tanpa proses fermentasi dan oksidasi enzimatik serta mengandung katekin, terutama epigalokatekin-3-galat (EGCG).

Streptococcus mutans merupakan bakteri fakultatif anaerob dan mikroflora rongga mulut yang memproduksi glukosiltransferase (GTF), memfermentasi substrat karbohidrat membentuk asam dan mengakibatkan turunnya pH di bawah 5. Penurunan pH berulang menyebabkan demineralisasi permukaan gigi dan

terbentuknya karies gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi

antibakteri pada berbagai variasi konsentrasi EGCG, dan mengetahui Kadar Hambat Minimum (KHM) serta Kadar Bunuh Minimum (KBM) infusa teh hijau terhadap bakteri S. mutans penyebab karies gigi.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Teh hijau yang digunakan berasal dari Perkebunan Teh Rumpun Sari Medini Boja. Uji potensi antibakteri infusa teh hijau terhadap bakteri S. mutans dilakukan dengan metode difusi paper disk, yang dianalisis statistik One-Way ANOVA untuk mengetahui signifikansi berbagai variasi konsentrasi EGCG dibandingkan dengan kontrol negatif, serta dengan metode dilusi cair menggunakan spektrofotometer untuk mengetahui KHM dan KBM, lalu ditegaskan dengan metode streak plate dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa EGCG dalam infusa teh hijau dari Perkebunan Teh Rumpun Sari Medini Boja berpotensi sebagai antibakteri terhadap bakteri S. mutans, dan memiliki nilai KHM, yaitu 0,9 mg/ mL serta KBM yaitu 1 mg/ mL.

(19)

xix ABSTRACT

Green tea is useful to maintain cardiac performance, prevent cancer, as antiviral and antibacterial, produced without fermentation process and enzymatic oxidation also contains cathecin, especially epigallocatechin-3-gallate (EGCG). Streptococcus mutans is an anaerobic facultative bacteria and the oral microflora that produce glucosyltransferase (GTF), fermentating carbohydrate

substrat to form acids, results lowering the pH to below 5. Decrease in pH which

repeatedly cause tooth surface demineralization and dental caries formation. This research was aimed to determine the antibacterial potency of EGCG variation concentration and Minimum Inhibitory Concentration (MIC) also Minimum Bactericidal Concentration (MBC) in green tea infusion against S. mutans bacteria cause tooth decay.

This research was a purely experimental research with one way random research design. Research material used was green tea from Rumpun Sari Medini Boja Tea Plantation. Antibacterial potency test of green tea infusion against S. mutans bacteria was done by paper disk diffusion method, analyzed by statistically One-Way ANOVA to determine the significance of EGCG variation concentration compared with the negative control, also by the liquid dillution method using a spectrophotometer to determine MIC and MBC, confirmed by streak plate method and was analyzed descriptively.

The results showed that EGCG inside green tea infusion from Rumpun Sari Medini Boja Tea Plantation potentially as an antibacterial against bacteria S. mutans, and had a MIC 0,9 mg/ mL also MBC 1 mg/ mL.

(20)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Gigi berlubang (karies gigi) merupakan salah satu penyakit yang umum terjadi pada manusia. Plak dan karies gigi disebabkan karena produk asam yang terbentuk dari hasil fermentasi karbohidrat yang berasal dari makanan, misalnya glukosa dan sukrosa, yang mengakibatkan turunnya pH sampai di bawah 5 dalam waktu 1-3 menit. Untuk kembali ke pH normal sekitar 6 atau 7 dibutuhkan waktu

30-60 menit. Asam yang terbentuk akan masuk ke dalam bagian bawah

permukaan email karena permukaan email lebih tahan terhadap serangan asam. Penurunan pH yang berulang-ulang menyebabkan demineralisasi gigi di mana

jumlah kalsium (Ca) yang lepas bertambah banyak dan lama kelamaan akan ke luar dari email sehingga menyebabkan gigi menjadi rentan dan terbentuk plak yang memulai terbentuknya karies gigi (Cahyati, 2005).

(21)

fermentasi karbohidrat, sehingga terjadi hidrolisis karbohidrat yang membentuk

asam dan memulai proses pembentukan plak dan karies gigi.

S. mutans akan memulai pembentukan plak dengan mendegradasi sukrosa yang berasal dari makanan oleh aktivitas enzim GTF menjadi glukosa dan fruktosa yang selanjutnya difermentasi menjadi polisakarida ekstraseluler (glukan) dan asam. Asam yang terbentuk dari hasil fermentasi ini akan membantu proses pembentukan plak. Akibat adanya pembentukan plak oleh glukan ini menyebabkan demineralisasi email. Jika proses ini terus menerus terjadi dan tidak dilakukan penanggulangan, hal inilah yang mampu memicu timbulnya karies gigi (Panjaitan,1997).

Berdasarkan proses pengolahannya teh dibagi menjadi 3 jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau diolah tanpa mengalami proses fermentasi, tidak mengalami oksidasi enzimatik untuk menjaga senyawa aktif yang terkandung di dalamnya, sehingga diharapkan kandungan senyawa aktif, terutama katekin, yang terkandung lebih banyak dibanding teh jenis lain, tidak banyak terbuang oleh karena proses fermentasi yang dapat mengurangi potensi teh hijau tersebut, sementara teh hitam diolah dengan memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatik terhadap kandungan katekin teh. Teh oolong diolah melalui proses fermentasi dengan metode semi-fermentasi dalam jangka waktu yang lebih singkat dari proses fermentasi teh hitam (Hartoyo, 2003).

(22)

epigalokatekin-3-galat (EGCG). Kandungan EGCG adalah yang paling tinggi dalam teh hijau (Graham, 1992). Teh hijau digunakan dalam banyak penelitian karena kandungan katekin dalam teh hijau dapat menghambat efek pertumbuhan mikrobia penyebab karies gigi (Alschuler, 1998) karena gugus fenol EGCG memiliki mekanisme merusak membran plasma pada fungi yang tersusun dominan oleh ergosterol yang bersifat permeabel selektif untuk mengatur keluar masuknya zat, antara lain air, nutrisi, dan enzim. Pada perusakan membran plasma, senyawa fenol EGCG akan melepaskan ion H+yang menyerang gugus hidrofilik (gugus hidroksi dan fosfat) pada permukaan membran sel mikrobia (fungi). Gugus hidroksi pada molekul ergosterol fungi tidak mampu mempertahankan ikatan hidrogen yang terbentuk, sehingga menyebabkan membran sel tidak mampu menahan tekanan dari dalam dan sitoplasma dalam sel akan menembus keluar. Pada bakteri, ion H+ dari senyawa fenol EGCG akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) pada molekul fosfolipid sehingga akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran sitoplasma, sehingga membran sitoplasma akan bocor, menyebabkan zat-zat yang seharusnya digunakan untuk metabolisme sel bakteri keluar dan menyebabkan kematian bakteri (Parwata dan Dewi, 2008).

(23)

tergolong dalam kelas flavanol merupakan senyawa polar, sehingga larut dalam air yang memiliki sifat tidak berwarna, memiliki titik lebur 960C serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh (Hartoyo, 2003).

Penelitian tentang potensi antibakteri infusa teh hijau terhadap S. mutans

penyebab karies gigi diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat terkait manfaat teh hijau sebagai antibakteri terhadap bakteri S. mutans menjadi terapi alternatif penyakit karies gigi akibat infeksi bakteri, serta dapat dikembangkan dalam formulasi bahan alam menjadi obat-obatan atau sediaan farmasi dengan dosis terapi infusa teh hijau yang dapat digunakan secara mudah oleh masyarakat, misalnya sediaan pasta gigi atau mouthwash. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Ahtha (2012), sediaan pasta gigi dan

mouthwash dengan kandungan infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG berpotensi antibakteri terhadap S. mutans penyebab karies gigi, membantu proses penghambatan dan pengurangan plak gigi, serta lebih efisien dalam penggunaan.

Penelitian tentang potensi antibakteri infusa teh hijau terhadap S. mutans

(24)

berupa teh hijau yang berkualitas, karena teh ditanam pada ketinggian 1200-2000 m dari permukaan laut termasuk dalam teh dataran tinggi (Hartoyo, 2003). Semakin tinggi letak suatu tempat memiliki suhu yang semakin rendah dan menghasilkan kandungan senyawa dalam teh yang lebih baik dari sisi kualitas dan kuantitas dibandingkan teh yang ditanam di dataran rendah maupun sedang (Suseno, 1977).

1. Perumusan masalah

a. Apakah infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG mempunyai potensi antibakteri terhadap bakteri S. mutans penyebab karies gigi?

b. Berapakah Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari infusa teh hijau terhadap bakteri S. mutans penyebab karies gigi?

2. Keaslian karya

(25)

karies gigi dengan cara menghambat enzim glukosiltransferase yang dihasilkan S. mutansdengan KHM sebesar 0,5 mg/ mL dan KBM sebesar 1,0 mg/ mL.

Penelitian lain oleh Zaveri (2005) menunjukkan bahwa teh hijau memiliki kandungan polifenol dan epigalokatekin-3-galat (EGCG) yang merupakan katekin paling aktif dalam mencegah kanker, penyakit kardiovaskular, dan penyakit yang berhubungan dengan saraf serta antimikrobia bagi penyakit akibat infeksi bakteri. Penelitian oleh Petti dan Scully (2009) menunjukkan bahwa polifenol dalam teh hijau dapat membantu untuk melawan penyakit yang biasa muncul di sekitar mulut, seperti penyakit gusi, dan karies gigi. Penelitian lain oleh Sandler (2010) menunjukkan hasil bahwa teh hijau poten dan efektif membunuh mikrobia, namun efektivitas teh hijau tersebut tergantung pada konsentrasi teh hijau yang digunakan.

Perbedaan dengan penelitian-penelitian tersebut terletak pada sumber bahan teh hijau yang diperoleh dari Perkebunan Teh Rumpun Sari Medini Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dengan ketinggian optimum untuk mendapatkan teh hijau yang berkualitas.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi bagi ilmu pengetahuan tentang potensi antibakteri, serta konsentrasi paling efektif EGCG infusa teh hijau untuk menghambat bakteriS. mutanspenyebab karies gigi.

(26)

mutans menjadi salah satu terapi alternatif penyakit karies gigi akibat infeksi bakteri di masyarakat, serta dapat dikembangkan dalam formulasi bahan alam menjadi obat-obatan atau sediaan farmasi dengan dosis terapi infusa teh hijau yang dapat digunakan secara mudah oleh masyarakat, sehingga prevalensi karies gigi akibat infeksi bakteri di Indonesia dapat diturunkan.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui manfaat teh hijau sebagai antibakteri terhadap bakteri S. mutans penyebab karies gigi akibat infeksi bakteri untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat dan menjadi terapi alternatif penyakit karies gigi di masyarakat.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui potensi antibakteri infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG terhadap bakteriS. mutanspenyebab karies gigi. b. Menentukan KHM dan KBM dari infusa teh hijau terhadap bakteri S.

(27)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Teh (Camellia sinensisL.) 1. Keterangan botani

Teh merupakan tanaman sub tropik yang termasuk dalam suku Theaceae

dengan genus Camellia dan spesies Camellia sinensis L. Secara umum, tanaman teh berakar dangkal, peka terhadap keadaan fisik tanah dan cukup sulit untuk menembus lapisan tanah. Perakaran utama berkembang pada lapisan tanah atas dengan kedalaman 0 hingga 25 cm, yang merupakan tempat utama berakumulasinya unsur-unsur hara tanaman di dalam tanah (Setyamidjaja, 2000).

Teh mengalami proses pengolahan yang berbeda-beda dan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hitam diolah dengan oksidasi enzimatik terhadap kandungan katekin teh. Teh oolong diolah melalui proses fermentasi dengan metode semi-fermentasi dalam jangka waktu yang lebih singkat dari proses fermentasi teh hitam (Hartoyo, 2003).

2. Deskripsi teh hijau

(28)

3. Kandungan kimia teh hijau

Bahan-bahan kimia dalam daun teh dikelompokkan menjadi 4 kelompok besar, yakni: substansi fenol, substansi bukan fenol, substansi aromatis, dan enzim (Setyamidjaja, 2000). Katekin merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanol dengan titik lebur sekitar 960C (Hartoyo, 2003), sehingga katekin dapat diperoleh dengan metode ekstraksi infundasi pada suhu 900C selama 15 menit. Epikatekin (EC), epikatekin-3-galat (ECG), epigalokatekin (EGC), dan epigalokatekin-3-galat (EGCG) merupakan kandungan utama katekin dalam teh hijau. Teh hijau memiliki kandungan EGCG yang paling tinggi (Graham, 1992). Kandungan katekin dalam teh hijau dapat menghambat efek pertumbuhan bakteri penyebab karies gigi dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri penyebab plak pada permukaan gigi (Alschuler, 1998). Fluorida yang terkandung dalam teh hijau juga mampu menghambat metabolisme bakteri. Ketika pH plak menurun, ion florida bergabung dengan ion hidrogen membentuk asam fluorida dan berdifusi ke dalam sel, membuat suasana asam dalam sel, berdisosiasi dan melepaskan ion fluorida. Ion fluorida yang dilepaskan ini bersifat toksik bagi sel dan dapat mengganggu kerja enzim sehingga menghambat metabolisme bakteri (Islam, Khan, dan Khan, 2007).

Indonesia merupakan negara dengan perkebunan teh yang cukup luas. Tanaman teh yang tumbuh di Indonesia sebagian besar merupakan varietas

Assamica yang berasal dari India, berbeda dengan tanaman teh yang tumbuh di Jepang dan Cina yang merupakan teh varietas Sinensis. Teh varietas Assamica

(29)

komponen katekin daun teh yang paling dominan berfungsi sebagai pencegah karies gigi adalah EGCG. Teh hitam hanya mengandung EGCG sebesar 4,63%, sementara teh hijau mengandung komponen EGCG mencapai 20,29% (Tuminah, 2008). Perbedaan jumlah kandungan EGCG dalam teh hijau dan teh hitam tersebut dikarenakan selama proses pengeringan, katekin yang terkandung dalam teh hijau telah diupayakan proses inaktivasi enzim oksidasi, sehingga tidak terjadi oksidasi berlebihan dari katekin. Teh hitam melalui proses fermentasi selama 2 minggu hingga 1 bulan, di mana katekin yang terkandung akan berkurang karena diolah menjadi theaflavin yang menimbulkan rasa khas pada teh hitam dan

thearubigin yang memberikan warna coklat gelap kehitaman pada teh hitam (Hartoyo, 2003).

4. Kegunaan teh hijau

Teh hijau biasa digunakan untuk mengatur suhu tubuh, gula darah, serta menjaga kesehatan jantung (Chopade, Phatak, Upaganlawer, dan Tankar, 2008), mencegah kanker prostat, payudara, perut, pankreas, dan usus (Katiyar dan Mukhtar, 1997), mengontrol berat badan (Dulloo, Duret, dan Rohrer, 1999), dan sebagai antivirus serta antibakteri penyebab karies gigi dan penyakit yang berhubungan dengan jaringan di sekitar gigi (Sinija dan Mishra, 2008).

B. Plak dan Karies Gigi

(30)

oleh kotoran akan bersentuhan dengan air ludah sehingga dalam beberapa menit akan terjadi lapisan yang disebut pelikel. Pelikel merupakan endapan glikoprotein berasal dari ludah dan terjadi tanpa adanya bakteri. Bakteri dapat tumbuh dengan cepat pada permukaan pelikel dan melekat sehingga terbentuk plak (Kidd dan Bechal, 1992).

(31)

C. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Zat aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam alkaloida, glikosida, flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, logam berat, udara, cahaya, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya zat aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan cairan penyari dan cara penyarian yang tepat (DepKes RI, 1986).

(32)

Infundasi adalah proses penyarian (menyari simplisia dengan air pada suhu 900C selama 15 menit) yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati (DepKes RI, 1995). EGCG yang terkandung dalam katekin adalah senyawa flavonoid dan tergolong dalam kelas flavanol merupakan senyawa polar yang memiliki sifat tidak berwarna, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh (Hartoyo, 2003), sehingga sesuai dengan penyari yang digunakan yakni aquadest, karena sifat kepolaran katekin yang sama sehingga dapat terlarut sempurna dalam cairan penyari aquadest. Pemilihan cairan penyari aquadest juga disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat pada umumnya dalam kehidupan sehari-hari untuk membuat seduhan teh hijau sebagai minuman.

Metode ekstraksi infundasi merupakan metode penyarian yang membutuhkan waktu yang lebih singkat, relatif lebih sederhana dan mudah, dibandingkan metode penyarian yang lain. Metode ekstraksi infundasi menggunakan penyari yang sesuai dengan senyawa uji yang ingin didapatkan (katekin) yakni aquadest yang bersifat polar. Kelemahan dari metode ekstraksi infundasi adalah infusa yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang (DepKes RI, 1986), sehingga infusa tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam kecuali disimpan dalam lemari pendingin.

D. Streptococcus mutans

(33)

tumbuh pada media cair, non motil, tidak berspora, merupakan Gram positif, dan fakultatif anaerob. Metabolisme genus Streptococcus secara fermentatif menghasilkan sebagian besar laktat bukan gas, dan tidak memproduksi enzim katalase, serta tumbuh pada temperatur 25-450C (optimum 370C), parasit bagi vertebrata, kebanyakan tinggal atau berhabitat di mulut dan jalur pernapasan bagian atas, beberapa spesies bersifat patogen bagi manusia dan hewan. Genus

Streptococcus menunjukkan hasil positif pada uji Voges-Proskauer (VP), serta membentuk asam dari inulin, laktosa, manitol, rafinosa, salisin, sorbitol, dan trehalosa (Holt, Krieg, Sneath, Staley, dan Williams, 2000).

S. mutans merupakan bakteri penyebab penyakit sekitar mulut, misalnya plak dan karies gigi (Alaluusua dan Renkonen, 2010) yang memproduksi GTF

dan mempunyai kemampuan untuk melakukan fermentasi substrat karbohidrat,

sehingga terjadi hidrolisis karbohidrat yang membentuk asam danmengakibatkan

turunnya pH sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Asam yang terbentuk

akan masuk ke dalam bagian bawah permukaan email karena permukaan email yang lebih tahan terhadap serangan asam. Penurunan pH yang berulang-ulang

menyebabkan demineralisasi gigi di mana jumlah kalsium (Ca) yang lepas

bertambah banyak dan lama kelamaan akan ke luar dari email sehingga menyebabkan gigi menjadi rentan dan terbentuk plak yang memulai terbentuknya

karies gigi (Cahyati, 2005).

(34)

ekstraseluler (glukan) dan asam. Asam yang terbentuk dari hasil fermentasi ini akan membantu proses pembentukan plak. Akibat adanya pembentukan plak oleh glukan ini menyebabkan demineralisasi email. Jika proses ini terus menerus terjadi dan tidak dilakukan penanggulangan, hal inilah yang mampu memicu timbulnya karies gigi (Panjaitan,1997).

E. Uji Potensi Antibakteri

Antibakteri adalah senyawa pembasmi bakteri di mana senyawa ini bersifat toksik untuk bakteri, namun relatif tidak toksik untuk inangnya. Didasarkan pada sifat toksisitas selektif, antibakteri bersifat menghambat pertumbuhan bakteri yang dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan membunuh bakteri yang dikenal sebagai aktivitas bakterisidal. Kadar minimal untuk menghambat pertumbuhan bakteri dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM), sementara kadar minimal untuk membunuh bakteri dikenal sebagai Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Sulistia, 1995).

Untuk menentukan kepekaan bakteri terhadap antibakteri di luar jaringan hidup terdapat 2 metode yakni:

1. Metode difusi

Metode difusi digunakan untuk menentukan aktivitas agen antibakteri.

(35)

pengukuran potensi antimikroba berdasarkan pengamatan luas daerah hambatan pertumbuhan mikroba karena berdifusinya obat dari titik awal pemberian ke daerah difusi (Jawetz, Melnick, and Adelberg, 1991). Terdapat 2 macam metode difusi, meliputi:

a. CaraKirby Bauwer/ paper disc

Kapas lidi steril dicelupkan dalam suspensi bakteri atau fungi dengan konsentrasi 108CFU/ mL, lalu ditekankan pada dinding tabung hingga kapasnya tidak terlalu basah. Kemudian kapas lidi ditekankan pada permukaan media rata. Pada permukaan media diletakkan kertas cakram atau disc yang mengandung larutan uji antimikroba dan diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-24 jam. Parameter yang diamati adalah diameter zona hambat yang dihasilkan larutan uji antimikroba (Edber, 1986).

b. Cara sumuran

Pada agar yang telah ditanami mikroba, dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu. Dan ke dalam sumuran diberi larutan uji antimikroba dan diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-24 jam. Parameter yang diamati adalah diameter zona hambat yang dihasilkan larutan uji antimikroba (Edber, 1986). 2. Metode dilusi

(36)

Bactericidal Concentration) yaitu konsentrasi terendah bahan antibakteri yang mampu membunuh mikrobia (Sulistia, 1995).

Terdapat 2 macam metode dilusi, yakni metode dilusi padat dan metode dilusi cair. Pada metode dilusi padat, setiap konsentrasi antibakteri dicampurkan dengan media agar, kemudian ditanami bakteri. Pada metode dilusi cair, masing-masing konsentrasi dicampurkan langsung dengan media (Jawetzet al., 1991).

Parameter yang diukur pada metode dilusi cair adalah tingkat kekeruhan yang menunjukkan nilai Optical Density (OD), yakni nilai kerapatan yang menunjukkan pertumbuhan mikrobia uji dibandingkan dengan blanko standar

(37)

Penentuan nilai KHM didasarkan pada konsentrasi terendah senyawa antibakteri dengan nilai OD yang telah mencapai 0 pada pengukuran dengan spektrofotometer dan masih menunjukkan pertumbuhan bakteri pada uji penegasan secara streak plate. Nilai KBM didasarkan pada konsentrasi terendah senyawa antibakteri dengan nilai OD yang telah mencapai 0 pada pengukuran dengan spektrofotometer dan sudah tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri pada uji penegasan secarastreak plate(McKane dan Kandel, 1996).

F. Landasan Teori

Teh hijau adalah tanaman yang termasuk dalam suku Theaceae, genus

Camellia dan spesies Camellia sinensis L. Teh hijau merupakan minuman yang sering dikonsumsi dengan cara diseduh oleh hampir seluruh masyarakat di dunia. Dalam teh hijau terdapat katekin yang mengandung komponen EGCG hingga mencapai 20,29%, jauh lebih banyak dibandingkan dengan kandungan katekin dalam teh hitam yang hanya 4,63% dan berkhasiat untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab karies gigi.

Karies gigi adalah suatu penyakit multifaktorial yang dapat menjadi pemicu gigi berlubang. Penyebabnya antara lain adalah faktor inang, mikrobia, pola konsumsi makanan, serta faktor waktu. Streptococcus mutans merupakan bakteri anaerob fakultatif dan mikroflora rongga mulut yang memproduksi GTF

dan mempunyai kemampuan untuk melakukan fermentasi substrat karbohidrat,

misalnya glukosa dan sukrosa sehingga membentuk asam dan mengakibatkan

(38)

normal sekitar 6 atau 7 dibutuhkan waktu 30-60 menit. Penurunan pH yang

berulang-ulang menyebabkan demineralisasi gigi di mana jumlah kalsium (Ca)

yang lepas bertambah banyak dan lama kelamaan akan ke luar dari emailsehingga menyebabkan gigi menjadi rentan dan terbentuk plak yang memulai terbentuknya

karies gigi.

Infusa teh hijau didapatkan dengan metode ekstraksi infundasi dengan cara pemanasan menggunakan aquadest pada suhu 900C selama 15 menit karena katekin dalam daun teh hijau memiliki titik lebur sekitar 960C, sehingga proses ektraksi ini dapat dilakukan sesuai dengan kebiasaan konsumsi teh hijau di masyarakat, yakni dengan diseduh.

Potensi antibakteri infusa teh hijau ditunjukkan dengan metode difusi

paper disc berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan dan metode dilusi untuk mendapatkan nilai MIC dan nilai MBC. Prinsip metode difusi yaitu pengukuran potensi antimikroba berdasarkan pengamatan luas daerah hambatan pertumbuhan mikroba karena berdifusinya obat dari titik awal pemberian ke daerah difusi.

(39)

menunjukkan pertumbuhan mikrobia uji dibandingkan dengan blanko standar

autozero.

Penentuan nilai MIC didasarkan pada konsentrasi terendah senyawa antibakteri dengan nilai OD yang telah mencapai 0 pada pengukuran dengan spektrofotometer dan masih menunjukkan pertumbuhan bakteri pada uji penegasan secara streak plate, sementara nilai MBC didasarkan pada konsentrasi terendah senyawa antibakteri dengan nilai OD yang telah mencapai 0 pada pengukuran dengan spektrofotometer dan sudah tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri pada uji penegasan secarastreak plate.

Penelitian tentang potensi antibakteri infusa teh hijau terhadap S. mutans

penyebab karies gigi diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat terkait manfaat teh hijau sebagai antibakteri terhadap bakteri S. mutans menjadi terapi alternatif penyakit karies gigi akibat infeksi bakteri di masyarakat, serta dapat dikembangkan dalam formulasi bahan alam menjadi obat-obatan atau sediaan farmasi dengan dosis terapi infusa teh hijau yang dapat digunakan secara mudah oleh masyarakat, sehingga prevalensi karies gigi akibat infeksi bakteri di Indonesia dapat diturunkan.

G. Hipotesis

(40)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada, Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas: infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG: 0,25 ; 0,5 ; 0,75 ; 1 ; 2,5 ; 5 ; dan 7,5 mg/ mL berdasarkan pengembangan konsentrasi dari penelitian sebelumnya dengan hasil nilai KHM 0,5 mg/ mL dan KBM 1,0 mg/ mL (Pratikno, 2003).

b. Variabel tergantung: diameter zona hambat yang dihasilkan infusa teh hijau terhadap pertumbuhanS. mutans, nilai KHM, nilai KBM.

(41)

Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah), metode ekstraksi (infundasi), volume suspensi bakteri uji (1 mL), volume senyawa uji dalam paper disc(25 µL).

2. Definisi operasional

a. Teh hijau adalah daun dari tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O.K.), sinonim Thea sinensis L., suku Theaceae yang diperoleh dari tanaman teh di Perkebunan Teh Rumpun Sari Medini Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah yang telah diolah tanpa mengalami proses fermentasi. b. Kultur murni S. mutans diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah diuji kemurnian isolat dan identifikasi bakteri uji.

c. Potensi antibakteri adalah kemampuan infusa teh hijau dalam menghambat atau membunuh bakteri uji S. mutansdibandingkan dengan kontrol negatif (aquadest).

(42)

f. Dilusi cair yakni metode uji potensi infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG untuk mendapatkan nilai KHM dan KBM dengan melihat nilai Optical Density (OD) menggunakan spektrofotometer visible. Pada metode dilusi cair, masing-masing infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG diinokulasikan ke mediaNutrien Broth(NB) yang mengandung bakteri uji yang digunakan. g. Zona hambat adalah zona jernih yang menunjukkan berkurangnya pertumbuhan bakteri S. mutans penyebab karies gigi dilihat dari kejernihan media dibandingkan dengan kontrol negatif (aquadest).

h. Optical Density(OD) adalah nilai kerapatan optik berdasarkan kekeruhan yang menunjukkan pertumbuhan populasi sel bakteri S. mutans

dibandingkan blanko standarautozeromenggunakan spektrofotometer. i. Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah konsentrasi terendah infusa teh

hijau yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. mutans dilihat dari uji penegasan penentuan KHM dan KBM dengan metode streak plateyang masih menunjukkan pertumbuhan.

(43)

C. Bahan Penelitian

Teh hijau diperoleh dari Perkebunan Teh Rumpun Sari Medini Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, kultur bakteri S. mutans dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, aquadest steril, etanol, Media Nutrien Agar (NA), Media Nutrien Broth (NB), larutan standar Mc. Farland II (6.108CFU/mL).

D. Alat Penelitian

Alat-alat gelas (Pyrex), timbangan/ neraca analitik, penangas magnetik (Stirer IKA-Combimag RCT Nr. 61801), stirer, autoklaf (Model KT-40, GmbH+CoKG-D91126, Swahaban FRG, Germany), vortex (IKA-Werk VF 1), bunsen, mikropipet (Ependrof-Netler-Hinz), spreader, jarum ose, sengkelit (loop), oven (Memmert, Germany), almari es, penggaris, spektrofotometervisible.

E. Tata Cara Penelitian 1. Pengumpulan bahan dan identifikasi daun teh

(44)

2. Pembuatan serbuk dan infusa teh hijau

Teh hijau yang diperoleh dari Perkebunan Teh Rumpun Sari Medini Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah kemudian dibuat serbuk dan diolah menjadi infusa teh hijau di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada berdasarkan prosedur kerja yang dilakukan oleh LPPT UGM Yogyakarta.

3. Uji kemurnian isolat bakteri uji dan identifikasi bakteri uji

Isolat bakteri ujiS. mutansyang berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta digoreskan ke dalam 3 cawan petri berisi Nutrien Agar (NA) secara streak plate sebanyak 3 kali reisolasi untuk uji kemurnian isolat, sehingga diperoleh isolat bakteri yang benar-benar murni ditunjukkan dengan koloni-koloni yang terpisah dan homogen pada seluruh bagian cawan petri. Diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah inkubasi dan didapatkan koloni terpisah dan homogen yang ditunjukkan oleh bentuk koloni, ukuran diameter, dan warna koloni yang sama, dilakukan isolasi kembali dengan digoreskan dalam media NA miring dan NB sebagai stok kultur murni bakteri uji.

Identifikasi bakteri uji pertama kali dilakukan dengan uji pengecatan Gram dengan reagen cat Gram A (Kristal violet), Gram B (Larutan iodine), Gram C (Alkohol 96%), dan Gram D (Safranin) dari media Nutrien Agar (NA) miring tersebut untuk mengetahui sifat Gram dan bentuk sel bakteri uji. Kemudian, dilanjutkan uji biokimiawi meliputi uji Katalase, Oksidasi-Fermentasi (O-F),

(45)

media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) terkait karakter Streptococcus mutans

berdasarkan buku panduan determinasi bakteri (Holt,et al., 2000).

a. Uji katalase. Satu sampai dua tetes 30% H2O2 diletakkan pada gelas benda, kemudian ditambahkan 1 ose atau 2-3 tetes suspensi isolat murni bakteri uji. Katalase positif ditandai dengan pembentukan buih seketika, dibandingkan dengan kontrol. S. mutans bersifat katalase negatif berdasarkan buku panduan determinasi bakteri (Holt,et al., 2000).

b. Uji Oksidasi-Fermentasi (O-F). Isolat murni bakteri uji diinokulasikan dalam 4 tabung berisi media O-F yang mengandung 1% dekstrosa (karbohidrat). Tabung 1 ditutup dengan parafin lunak, tabung 2 tidak ditutup parafin, tabung 3 digunakan sebagai kontrol ditutup parafin, dan tabung 4 digunakan sebagai kontrol yang tidak ditutup parafin, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C, dan perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Proses oksidasi terjadi pada bakteri aerob dan fermentasi pada bakteri anaerob. Hasil positif jika terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning baik pada tabung 1 dan tabung 2 yang menunjukkan bakteri uji melakukan metabolisme dekstrosa secara oksidasi maupun fermentasi menjadi asam (fakultatif anaerob).S. mutansbersifat fakultatif anaerob berdasarkan buku panduan determinasi bakteri (Holt,et al., 2000).

(46)

S. mutans membentuk asam dari proses fermentasi glukosa (Uji MR positif) berdasarkan buku panduan determinasi bakteri (Holt,et al., 2000).

d. UjiVoges Proskauer (VP). Isolat murni bakteri uji diinokulasikan dalam tabung berisi media MR-VP, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah masa inkubasi, ditambahkan 0,6 mL larutan alpha-naphtol 5% dilanjutkan 0,2 mL KOH 40%. Larutan dikocok dengan hati-hati, dilonggarkan tutupnya, dan dikocok kembali, diulangi setiap 5 menit. Perubahan warna dibaca setelah 30 menit. Hasil positif jika terjadi perubahan warna menjadi merah setelah 30 menit penambahan reagen. S. mutans membentuk asam dari proses fermentasi glukosa (Uji VP positif) berdasarkan panduan determinasi bakteri (Holt,et al., 2000).

e. Uji fermentasi karbohidrat dalam mediaTriple Sugar Iron Agar (TSIA). Isolat murni bakteri diinokulasikan dalam tabung berisi media TSIA secara tusukan menggunakan jarum inokulasi dan streak menggunakan jarum ose. Perubahan warna media TSIA dari merah-orange menjadi kuning menunjukkan adanya fermentasi laktosa, sukrosa, dan dekstrosa dibandingkan dengan kontrol.

S. mutansmembentuk asam dari proses fermentasi laktosa, sukrosa, dan dekstrosa (Uji TSIA positif) berdasarkan panduan determinasi bakteri (Holt,et al., 2000). 4. Uji sterilitas infusa teh hijau

(47)

5. Pembuatan variasi konsentrasi EGCG dalam infusa teh hijau

Tujuh variasi konsentrasi EGCG dalam infusa teh hijau dibuat dengan modifikasi variasi konsentrasi berdasarkan pengembangan konsentrasi dari penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dan memberikan hasil nilai KHM 0,5 mg/ mL dan KBM sebesar 1,0 mg/ mL (Pratikno, 2003), yaitu 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2,5; 5; dan 7,5 mg/ mL dengan volume 14 mL.

Tabel I. Variasi konsentrasi EGCG dalam infusa teh hijau untuk uji potensi antibakteri dengan metode difusi paper disc(LPPT UGM, 2011)

Konsentrasi EGCG

6. Uji potensi antibakteri infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG dengan metode difusipaper disc

a. Pembuatan media Nutrien Agar (NA). Sebanyak 3 gbacteriological agar

dan 2 g NB dilarutkan dalam 125 mL aquadest steril. Larutan dipanaskan dengan sesekali diaduk hingga jernih dan terlarut sempurna. Larutan tersebut kemudian diautoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Selanjutnya media dibiarkan agak dingin dan siap untuk digunakan.

(48)

Mc. Farland II (6.108 CFU/ mL). Apabila kekeruhan kultur bakteri uji dalam NB tidak setara, maka dapat ditambahkan NB steril hingga kekeruhannya setara dengan larutan standar Mc. Farland II (6.108CFU/ mL).

c. Uji potensi antibakteri infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG dengan metode difusi paper disc. Kontrol positif berupa standar baku EGCG dengan variasi konsentrasi 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2,5; 5; dan 7,5 mg/ mL, dan senyawa perlakuan berupa infusa teh hijau dengan variasi konsentrasi EGCG yang sama, yakni 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2,5; 5; dan 7,5 mg/ mL.

Diambil tabung reaksi yang berisi 15 mL media NA, dituangkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat sebagai kontrol kontaminasi media. Diambil tabung reaksi yang berisi 15 mL media NA, ditambahkan dengan 1 mL suspensi bakteri S. mutans untuk kemudian diinokulasikan dalam media NA secara pour plate, dimasukkan dalam cawan petri, dan dibiarkan memadat sebagai kontrol pertumbuhan bakteri uji. Diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 370C bersama dengan perlakuan.

(49)

Diambil tabung reaksi yang berisi 15 mL media NA, ditambahkan dengan 1 mL suspensi bakteri S. mutansuntuk kemudian diinokulasikan dalam media NA secarapour plate, dan dibiarkan memadat. 25 µL senyawa uji perlakuan infusa teh hijau dengan variasi konsentrasi EGCG 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2,5; 5; dan 7,5 mg/ mL diinokulasikan dalampaper disc, yang diletakkan dalam 4 kuadran dan satupaper disc di tengah cawan petri sebagai kontrol negatif (aquadest). Dibuat replikasi sebanyak 6 kali replikasi. Diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 370C. Parameter yang diamati adalah diameter zona hambat yang dihasilkan oleh senyawa uji infusa teh hijau dengan variasi konsentrasi 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2,5; 5; dan 7,5 mg/ mL dan kontrol negatif (aquadest) dengan diukur menggunakan penggaris.

7. Penentuan nilai KHM dan KBM dengan metode dilusi cair

(50)

Tabel II. Variasi konsentrasi EGCG dalam infusa teh hijau untuk uji potensi

0,1 0,4 0,6 1 Pengenceran dari EGCG 0,25 mg/ mL

0,2 0,8 0,2 1 Pengenceran dari EGCG 0,25 mg/ mL

0,3 0,6 0,4 1 Pengenceran dari EGCG 0,5 mg/ mL

0,4 0,8 0,2 1 Pengenceran dari EGCG 0,5 mg/ mL

0,5 1 0 1 Dari larutan stok

0,6 0,8 0,2 1 Pengenceran dari EGCG 0,75 mg/ mL

0,7 0,7 0,3 1 Pengenceran dari EGCG 1 mg/ mL

0,8 0,8 0,2 1 Pengenceran dari EGCG 1 mg/ mL

0,9 0,9 0,1 1 Pengenceran dari EGCG 1 mg/ mL

1 1 0 1 Dari larutan stok

2 0,4 0,6 1 Pengenceran dari EGCG 5 mg/ mL

3 0,6 0,4 1 Pengenceran dari EGCG 5 mg/ mL

4 0,8 0,2 1 Pengenceran dari EGCG 5 mg/ mL

5 1 0 1 Dari larutan stok

6 0,8 0,2 1 Pengenceran dari EGCG 7,5 mg/ mL

b. Pembuatan blanko. Diambil 15 tabung reaksi yang masing-masing berisi 15 mL media NB dan ditambahkan masing-masing 1 mL infusa teh hijau dengan variasi konsentrasi baru EGCG yang sudah dibuat 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; 1; 2; 3; 4; 5; dan 6 mg/ mL, kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam. Pembuatan blanko ini digunakan sebagai blanko untuk perlakuan uji penentuan nilai KHM dan KBM dengan metode dilusi cair (tahap c).

c. Uji penentuan nilai KHM dan KBM dengan metode dilusi cair. Diambil 15 tabung reaksi yang masing-masing berisi 15 mL media NB dan ditambahkan masing-masing 1 mL infusa teh hijau dengan variasi konsentrasi EGCG baru yang sudah dibuat 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; 1; 2; 3; 4; 5; dan 6 mg/ mL, kemudian ditambahkan pula masing-masing 1 mL suspensi bakteri S. mutans

(51)

mengamati selisih nilai absorbansi yang muncul dari perlakuan uji penentuan nilai KHM dan KBM dengan metode dilusi cair dan blanko (tahap b) dengan spektrofotometrivisible.

d. Penegasan penentuan KHM dan KBM dengan metode streak plate. Dilakukan uji penegasan hasil dengan menginokulasikan tabung reaksi perlakuan (tahap c) dengan nilai OD = 0 pada uji penentuan nilai KHM dan KBM dengan metode dilusi cair dalam media NA secara streak plate. Dilakukan pengamatan setelah masa inkubasi 24 jam pada suhu 370C. Setelah inkubasi, nilai KHM dan nilai KBM ditentukan sebagai berikut: jika pada media agar uji penegasan masih terdapat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi terkecil yang membunuh semua bakteri S. mutans berdasarkan nilai OD = 0 pada pengukuran spektrofotometer, maka konsentrasi infusa EGCG infusa teh hijau tersebut dinyatakan sebagai KHM. Jika pada media agar tidak terdapat pertumbuhan bakteri S. mutans sama sekali pada konsentrasi terkecil yang membunuh semua bakteri S. mutans

berdasarkan nilai OD = 0 pada pengukuran spektrofotometer, maka konsentrasi EGCG infusa teh hijau tersebut dinyatakan sebagai KBM (McKane dan Kandel, 1996).

F. Tata Cara Analisis Hasil

(52)

mutans penyebab karies gigi dianalisis secara statistik menggunakan One-Way

ANOVA untuk melihat perbedaan bermakna antara infusa teh hijau dalam berbagai variasi konsentrasi EGCG dengan kontrol negatif (aquadest). Data berupa diameter zona hambat diawali dengan melakukan uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas Levene-test terlebih dahulu untuk mengetahui apakah data yang didapatkan terdistribusi normal dan homogen. Pemilihan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas Levene-test

dikarenakan jumlah sampel data yang ada berjumlah lebih dari 50 data. Data yang didapatkan dinyatakan terdistribusi normal dan homogen jika nilai p > 0,05. Setelah melalui uji normalitas Kolmogorov-Smirnovdan uji homogenitas Levene-test dilanjutkan dengan analisis secara statistik One-Way ANOVA yang menghasilkan nilai p sehingga hasil uji potensi bisa disimpulkan untuk melihat perbedaan bermakna atau tidak bermakna antara infusa teh hijau dalam berbagai variasi konsentrasi EGCG dengan kontrol negatif (aquadest). Data yang didapatkan dinyatakan berbeda bermakna antara infusa teh hijau dalam berbagai variasi konsentrasi EGCG dengan kontrol negatif (aquadest) jika nilai p < 0,05 dan dilanjutkan pada uji Post-hoc untuk mengetahui pada variasi konsentrasi infusa teh hijau berapakah dengan kontrol negatif (aquadest) terdapat perbedaan bermakna (Dahlan, 2009). Perbandingan uji potensi antibakteri infusa teh hijau dengan kontrol positif (epigalokatekin-3-galat (EGCG)) dilakukan secara deskriptif karena data yang kurang lengkap.

(53)

yang menunjukkan pertumbuhan mikroba uji dibandingkan kontrol menggunakan spektrofotometer. Data berupa nilai KHM dan KBM ditegaskan dengan metode

(54)

35 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karies gigi merupakan satu dari penyakit pada manusia yang paling umum terjadi. Plak dan karies gigi disebabkan oleh karena produk asam yang terbentuk dari hasil fermentasi karbohidrat, misalnya glukosa dan sukrosa yang mengakibatkan turunnya pH sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang menyebabkan demineralisasi gigi di mana

jumlah kalsium (Ca) yang lepas bertambah banyak dan lama kelamaan akan ke luar dari email sehingga menyebabkan gigi menjadi rentan dan terbentuk plak yang memulai terbentuknya karies gigi (Cahyati, 2005).

Streptococcus mutans merupakan bakteri penyebab penyakit sekitar mulut, misalnya plak dan karies gigi.S. mutans memproduksiglukosiltransferase

(GTF) dan mempunyai kemampuan untuk melakukan fermentasi karbohidrat, sehingga terjadi hidrolisis karbohidrat yang membentuk asam dan memulai proses

pembentukan plak dan karies gigi(Alaluusua dan Renkonen, 2010).

(55)

terjadi dan tidak dilakukan penanggulangan, hal inilah yang mampu memicu timbulnya karies gigi (Panjaitan,1997).

Teh hijau diolah tanpa mengalami proses fermentasi, tidak mengalami oksidasi enzimatik untuk menjaga senyawa aktif yang terkandung di dalamnya (Hartoyo, 2003), sehingga diharapkan bahwa kandungan senyawa aktif terutama EGCG dalam katekin yang terkandung lebih banyak dibanding teh jenis lain sehingga berpotensi menghambat metabolisme S. mutans untuk memproduksi enzim GTFyang menyebabkan terjadinya hidrolisis karbohidrat membentuk asam penyebab timbulnya plak gigi.

Pemilihan metode infundasi didasarkan pada sifat senyawa katekin yang polar sehingga dapat terlarut sempurna dalam cairan penyari aquadest, dan disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat pada umumnya dalam kehidupan sehari-hari untuk membuat seduhan teh hijau sebagai minuman (Hartoyo, 2003).

(56)

A. Pengumpulan Bahan dan Identifikasi Daun Teh

Teh hijau diperoleh dari Perkebunan Teh Rumpun Sari Medini Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dan diolah tanpa mengalami proses fermentasi, tidak mengalami oksidasi enzimatik untuk menjaga senyawa aktif yang terkandung di dalamnya sehingga diharapkan bahwa kandungan senyawa aktif terutama katekin yang terkandung lebih banyak dibanding teh jenis lain, tidak banyak terbuang oleh karena proses fermentasi yang dapat mengurangi potensi teh hijau tersebut.

Identifikasi teh hijau bertujuan untuk memastikan bahwa daun yang digunakan benar-benar merupakan daun dari tanaman teh (Camellia sinensis L.) dan diolah tanpa mengalami proses fermentasi. Berdasarkan identifikasi teh hijau yang dilakukan oleh Perkebunan Teh Rumpun Sari Medini Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, bahan yang digunakan benar merupakan teh hijau (Lampiran 1).

B. Pembuatan Serbuk dan Infusa Teh Hijau

(57)

senyawa dalam teh yang lebih baik dari sisi kualitas dan kuantitas dibandingkan teh yang ditanam di dataran rendah maupun sedang (Suseno, 1977).

Teh hijau kemudian dibuat serbuk di LPPT Universitas Gadjah Mada menggunakan mesin penyerbuk dengan saringan berdiameter 1 mm berdasarkan prosedur kerja yang dilakukan oleh LPPT UGM Yogyakarta (Lampiran 3) yang bertujuan untuk memperkecil ukuran teh hijau agar air yang mungkin masih terkandung semakin mudah menguap. Proses pembuatan serbuk yang dilakukan juga bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan kontak dengan cairan penyari aquadest yang akan mengoptimalkan proses penyarian senyawa EGCG dari dalam sel daun. Kehalusan serbuk yang sesuai akan menghasilkan ekstraksi yang sempurna dalam waktu singkat. Bahan yang akan diekstraksi jangan terlalu halus karena dapat menyebabkan pemampatan pada proses filtrasi atau terlalu kasar karena senyawa yang diinginkan tidak dapat tersari dengan sempurna (Rustanti, 2009).

(58)

steril 500 mL selama 15 menit terhitung ketika air dalam panci infusa bagian bawah mendidih, dan suhu air dalam panci infusa bagian atas mencapai 900C sesuai prinsip metode infundasi dan selanjutnya disaring dengan menggunakan kain flanel, sehingga didapatkan filtrat dan ampas. Filtrat yang didapat kemudian ditambahkan dengan aquadest steril hingga diperoleh volume akhir total 400 mL dengan konsentrasi 25% b/v dan siap digunakan sebagai bahan uji penelitian.

(59)

diameter rata-rata 1-2 µm, sesuai dengan karakteristik bakteri S. mutans.

Pengamatan secara makroskopis menunjukkan koloni bakteri yang terpisah dan homogen berwarna kuning, berbentuk bulat dengan diameter rata-rata 1-2 mm. Dilakukan reisolasi beberapa kali dalam media Nutrien Agar (NA) miring dan

Nutrien Broth(NB) sebagai stok kultur murni bakteri ujiS. mutans(Lampiran 5). Identifikasi bakteri uji penting dilakukan untuk memastikan bahwa bakteri uji yang digunakan benar merupakan S. mutans. Langkah pertama yang dilakukan adalah pengecatan Gram untuk mengetahui sifat Gram dan bentuk sel bakteri uji dengan reagen Gram A (Kristal violet), B (Larutan iodine), C (Alkohol 96%), dan D (Safranin) dari kultur murni bakteri uji S. mutans. Reagen Gram A berfungsi sebagai cat utama, Gram B sebagai penguat Gram A (cat mordan), Gram C sebagai peluntur/decolorizer, dan Gram D sebagai cat pelawan (penutup cat utama yang dominan). Dari hasil uji pengecatan Gram, diketahui bahwa bakteri uji berwarna ungu saat diamati dengan mikroskop. Hal ini dikarenakan dinding sel bakteri Gram positif cenderung terdiri dari peptidoglikan yang tebal sehingga mampu mengikat cat utama (kristal violet) dan akan membentuk senyawa kompleks kristal violet iodium ribonukleat dengan afinitas yang kuat, sehingga tidak larut/ luntur dalam peluntur/ decolorizer (alkohol 96%) serta cat pelawan (safranin). Berdasarkan uji pengecatan Gram, bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Gram positif yang benar merupakan bentuk S. mutans, yakni

coccusberantai (Lampiran 5) (Holtet al., 2000).

(60)
(61)

Tabel III. Hasil uji identifikasi biokimia isolatS. mutans

Voges-Proskauer(VP) Produksi asam hasil fermentasi glukosa

Fermentasi karbohidrat dengan media TSIA

Produksi asam hasil fermentasi laktosa, sukrosa, dan dekstrosa

Berdasarkan hasil uji identifikasi (Tabel III dan lampiran 6) serta dicocokkan dengan buku panduan determinasi bakteri (Holt et al., 2000) disimpulkan bahwa bakteri uji yang digunakan benar merupakanS. mutans.

D. Uji Sterilitas Infusa Teh Hijau

Sediaan yang steril adalah sediaan yang bebas dari mikrobia (Irianto, 2006). Uji sterilitas infusa teh hijau dilakukan untuk mengetahui sterilitas pada sediaan infusa teh hijau dalam tiap konsentrasi terkait kelemahan dari metode infundasi yang digunakan di mana cairan penyari aquadest mudah tercemar oleh kuman dan kapang dan tidak stabil (DepKes RI, 1986). Dari uji yang dilakukan, tiap konsentrasi sediaan infusa teh hijau steril yakni bebas dari mikrobia karena tidak terdapat pertumbuhan bakteri atau mikrobia dalam media (Gambar 1).

(62)

E. Pembuatan Variasi Konsentrasi EGCG dalam Infusa Teh Hijau Dibuat tujuh variasi konsentrasi EGCG dalam infusa teh hijau berdasarkan penelitian Pratikno (2003) dengan modifikasi variasi konsentrasi, yaitu 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2,5; 5; dan 7,5 mg/ mL dengan volume akhir yang diinginkan 14 mL. Pengenceran yang menghasilkan variasi konsentrasi tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui konsentrasi infusa teh hijau minimal yang digunakan sebagai antibakteri yang poten terhadapS. mutanspenyebab karies gigi akibat infeksi bakteri, sehingga dapat diketahui dosis terapi yang efektif dari infusa teh hijau untuk dikembangkan menjadi jenis obat-obat atau sediaan farmasi baru yang dapat digunakan secara mudah oleh masyarakat, karena peningkatan kadar/ konsentrasi EGCG infusa teh hijau yang digunakan akan memberikan potensi antibakteri yang lebih besar.

(63)

F. Uji Potensi Antibakteri Infusa Teh Hijau dengan Berbagai Variasi Konsentrasi EGCG dengan Metode DifusiPaper Disc

Potensi antibakteri adalah kemampuan senyawa antibakteri dalam menghambat atau membunuh bakteri uji dibandingkan dengan kontrol negatif (aquadest) dan kontrol positif berdasarkan diameter zona hambat dengan metode difusi paper disc dan nilai KHM serta nilai KBM dengan metode dilusi cair (Jawetz, Melnick, dan Adelberg, 2007).

Uji potensi antibakteri penting dilakukan untuk menemukan jenis senyawa-senyawa baru yang poten sebagai antibakteri dan terkandung dalam bahan-bahan alami di alam sehingga dapat terus dikembangkan menjadi jenis obat-obat atau sediaan farmasi baru untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat pada umumnya. Uji potensi antibakteri infusa teh hijau terhadap S. mutans perlu dilakukan untuk mengetahui potensi infusa teh hijau sebagai antibakteri terhadap S. mutans penyebab karies gigi akibat infeksi bakteri, sehingga dari hasil yang diperoleh dapat dikembangkan menjadi jenis obat-obat atau sediaan farmasi baru yang dapat digunakan secara mudah oleh masyarakat, sehingga prevalensi karies gigi akibat infeksi bakteri di Indonesia dapat diturunkan.

Penelitian tentang potensi antibakteri infusa teh hijau terhadap S. mutans

(64)

Rumpun Sari Medini Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dengan ketinggian optimum untuk mendapatkan teh hijau yang berkualitas.

1. Pembuatan media Nutrien Agar (NA). NA adalah media kompleks yang mengandung agar 15% berbentuk padat. Media ini mengandung nutrisi tinggi,

yang terdiri dari bubuk ‘Lab-Lemco’ 1%, ekstrak ragi 2%, pepton 5%, sodium

klorida 5% dan agar 15%. S. mutans dapat tumbuh dengan baik pada media NA karena kandungan pepton yang merupakan protein sebagai sumber energi bagi bakteri, yaitu dengan mengubah protein menjadi asam amino dengan menggunakan enzim atau asam sehingga protein dapat dicerna oleh bakteri. Vitamin, mineral, dan bahan organik lain yang diperoleh dari ekstrak ragi dalam media NA juga merupakan sumber nutrisi untuk mempercepat pertumbuhan bakteri (Bridson, 1998; Radji, 2010). Penelitian secara in vitro dengan menggunakan media NA disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi S. mutans secara

in vivo dalam rongga mulut, di mana S. mutans akan melakukan metabolisme secara fakultatif anaerob (oksidasi dan fermentasi) dari sisa makanan tertinggal dalam rongga mulut dan mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh, sehingga media NA dipilih sebagai media tumbuh bakteri ujiS. mutans.

(65)

3. Uji potensi antibakteri infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG dengan metode difusipaper disc. Uji potensi antibakteri infusa teh hijau terhadapS. mutans dilakukan untuk mengetahui potensi infusa teh hijau sebagai antibakteri terhadap S. mutans penyebab karies gigi. Penelitian ini menggunakan metode difusi paper disc karena sifat polar dan bentuk sediaan infusa teh hijau yang cair sehingga dapat berdifusi sempurna dalam paper disc. Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh infusa teh hijau menunjukkan potensi antibakteri terhadap bakteri S. mutans pencetus terbentuknya plak yang akan memulai terbentuknya karies gigi.

(66)

Uji potensi antibakteri dilakukan dengan menginokulasikan 25 µL masing-masing konsentrasi senyawa uji infusa teh hijau pada paper disc dalam cawan petri yang telah dibagi menjadi 4 kuadran. Hal yang sama juga dilakukan pada kontrol positif, yakni EGCG yang bertujuan untuk mengetahui potensi senyawa EGCG yang digunakan, serta kontrol negatif aquadest sebagai pelarut. Potensi infusa teh hijau ditunjukkan diameter zona hambat yang dihasilkan lalu dibandingkan kontrol positif EGCG dan kontrol negatif aquadest (Gambar 2).

Gambar 2. Hasil uji potensi antibakteri infusa teh hijau terhadapS. mutans

Keterangan:

A: kontrol media Nutrien agar (NA)

B: kontrol pertumbuhan bakteri uji

J : kontrol (-) pelarut aquadest

1: Infusa teh hijau yang mengandung EGCG 0,25 mg/ mL

2: Infusa teh hijau yang mengandung EGCG 0,5 mg/ mL

3: Infusa teh hijau yang mengandung EGCG 0,75 mg/ mL

4: Infusa teh hijau yang mengandung EGCG 1 mg/ mL

5: Infusa teh hijau yang mengandung EGCG 2,5 mg/ mL

6: Infusa teh hijau yang mengandung EGCG 5 mg/ mL

(67)

Tabel IV. Hasil uji potensi antibakteri infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG dibandingkan dengan kontrol

Berdasarkan Tabel IV, hasil rata-rata diameter zona hambat kontrol negatif (aquadest) adalah 6,00 mm, sementara rata-rata diameter zona hambat kontrol positif (EGCG) terkecil pada konsentrasi 0,25 mg/ mL, yakni 6,00 mm; dan terbesar pada konsentrasi 7,5 mg/ mL, yakni 12,00 mm. Rata-rata diameter zona hambat perlakuan terkecil pada konsentrasi EGCG 0,25 mg/ mL, yakni 6,20 mm ± 0,41; dan terbesar pada konsentrasi EGCG 7,5 mg/ mL, yakni 12,70 mm ± 0,82. Data diameter zona hambat tersebut dibandingkan dengan kontrol negatif (aquadest) dan kontrol positif EGCG untuk mengetahui potensi infusa teh hijau sebagai antibakteri terhadap S. mutans penyebab karies gigi tergantung pada konsentrasi EGCG yang terkandung dalam infusa teh hijau.

Pengukuran diameter zona hambat yang dihasilkan dilakukan tanpa pengurangan diameter paper disc yang digunakan karena prinsip metode difusi, yakni terdifusinya suatu senyawa antibakteri dalam paper disc dan tersebarnya senyawa antibakteri di bawah dan sekeliling paper discmenghasilkan suatu zona jernih yang menunjukkan potensi dari senyawa antibakteri yang digunakan, sehingga tidak dilakukan pengurangan diameterpaper discsaat pengukuran.

(68)

Standar deviasi merupakan parameter penting untuk menggambarkan variasi yang memberikan nilai terendah dan tertinggi dari suatu distribusi normal. Perhitungan standar deviasi memiliki variasi nilai terendah dan tertinggi sekitar 30% - 180% dari nilai yang sebenarnya (Ermer dan Miller, 2005).

Gugus fenol EGCG akan merusak membran plasma pada fungi yang tersusun dominan oleh ergosterol yang bersifat permeabel selektif untuk mengatur keluar masuknya zat antara lain air, nutrisi, dan enzim. Pada perusakan membran plasma, senyawa fenol EGCG akan melepaskan ion H+ yang menyerang gugus hidrofilik (gugus hidroksi dan fosfat) pada permukaan membran sel mikrobia (fungi). Gugus hidroksi pada molekul ergosterol fungi tidak mampu mempertahankan ikatan hidrogen yang terbentuk, sehingga menyebabkan membran sel tidak mampu menahan tekanan dari dalam dan sitoplasma dalam sel akan menembus keluar. Pada bakteri, ion H+ dari senyawa fenol EGCG akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) pada molekul fosfolipid sehingga akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran sitoplasma, sehingga membran sitoplasma akan bocor, menyebabkan zat-zat yang seharusnya digunakan untuk metabolisme sel bakteri keluar dan menyebabkan kematian bakteri (Parwata dan Dewi, 2008).

(69)

terlebih dahulu untuk mengetahui apakah data yang didapatkan terdistribusi normal dan homogen. Pemilihan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas Levene-test dikarenakan jumlah sample data yang ada berjumlah lebih dari 50 data. Data yang didapatkan dinyatakan terdistribusi normal dan homogen jika nilai p > 0,05 (Dahlan, 2009). Data yang didapatkan dinyatakan normal karena bernilai signifikansi 0,166 (Tabel V).

Tabel V. Hasil uji normalitas diameter zona hambat infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG terhadapS. mutansdengan metode

Kolmogorov-Smirnov

(70)

kontrol negatif (aquadest) terhadap seluruh variasi konsentrasi EGCG infusa teh hijau.

Tabel VI. Hasil uji homogenitas varians data diameter zona hambat infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG terhadapS. mutans

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

3.019 7 40 .012

Tabel VII. Hasil transformasi uji homogenitas varians data diameter zona hambat infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG

terhadapS. mutans Levene

Statistic df1 df2 Sig.

1.774 7 40 .120

Tabel VIII. AnalisisOne-WayANOVA diameter zona hambat infusa teh hijau dengan berbagai variasi konsentrasi EGCG dibandingkan dengan

kontrol

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.043 7 .149 167.614 .000

Within Groups .036 40 .001

Total 1.079 47

Gambar

Tabel I. Variasi konsentrasi EGCG dalam infusa teh hijau untuk uji
Gambar 2. Hasil uji potensi antibakteri infusa teh hijau terhadap S.
Tabel I. Variasi konsentrasi EGCG dalam infusa teh hijau untuk uji potensi
Tabel II. Variasi konsentrasi EGCG dalam infusa teh hijau untuk uji potensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai kematangan/bobot indikator adalah 85,19 % , sehingga kinerja Indikator 3.1 dinilai dengan predikat BAIK. PT Austral Byna mempunyai SOP Perlindungan Hutan

Halaman data pelanggaran ini berisi data pelanggaran tata tertib yang dilakukan olehp peserta didik. Halaman data pelanggaran ini hanya bisa diakses oleh pengguna

Laporan telah melunasi Pajak tahun terakhir (SPT/PPh) atau Surat Keterangan Fiskal serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 25 atau Pasal 21/Pasal 23 atau PPN sekurang

Penelitian tentang teknol mencari metode terefisien adalah hidrolisis asam.Na masih tergolong mahal, k Limbah asam ini dapat sulit.Melihat kondisi terse dilakukan suatu

Penggunaan metode Total Physical Response ini dalam melatih pemahaman kosakata pada anak juga didukung dengan penelitian terdahulu oleh Jafar Shodiq (UIN Sunan Kalijogo, Vol:

Assignment Errors Correct forms Linguistic Description Surface Structure Description most beautiful more beautiful most beautifulest the most beautiful Noun phrase;

Gambar 12 Grafik path loss yang diterima Dari nilai level daya seperti pada grafik dapat dilihat bahwa daerah rumput mempunyai level daya terima paling besar untuk

Ras ini termasuk dalam Ras Mongoloid (sub ras Malayan Mongoloid) berasal dari daerah Yunan (Asia Tengah) masuk ke Indonesia melalui Hindia Belakang (Vietnam)/