• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi deskriptif perilaku berpacaran pada remaja tuna rungu di Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Studi deskriptif perilaku berpacaran pada remaja tuna rungu di Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh : ADRIAN ASCHARI

NIM : 029114022

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

Hidup adalah sebuah penyerahan

Penyerahan diri kita kepada sesama

(5)

v

Kupersembahkan karya tulis ini kepada orang-orang yang telah berjasa

dalam hidupku khususnya pada saat menempuh jenjang pendidikan hingga

saat ini.

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 2010

(7)

vii

Nama : Adrian Aschari

Nomor Mahasiswa : 029114022

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

STUDI DESKRIPTIF PERILAKU BERPACARAN PADA REMAJA TUNA RUNGU DI YOGYAKARTA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 2010

Yang menyatakan

(8)

viii

Studi Deskriptif Perilaku Berpacaran Pada Remaja Tuna Rungu Di Yogyakarta.

Adrian Aschari

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini yaitu memberikan gambaran perilaku berpacaran para remaja tuna rungu dengan sesama remaja tuna rungu di Yogyakarta. Subyek penelitian ini adalah remaja yang mengalami kesulitan mendengar dan biasa disebut sebagai tuna rungu. Subyek juga sedang atau pernah memiliki pacar yang juga tuna rungu. Jumlah subyek dalam penelitian ini ada 4 orang yang terdiri dari 3 orang laki-laki dan seorang wanita. Subyek yang didapat dari seleksi angket ada 3 orang dan 1 orang lagi dari informasi narasumber. Prosedur pengumpulan data penelitian studi kepustakaan dan studi lapangan. Metode penelitian kualitatif-fenomenologi. Penelitian kualitatif yaitu upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Penelitian fenomenologi adalah suatu penelitian yang menggambarkan bagaimana individu mengkontruksikan suatu makna dari pengalaman dalam suatu fenomena (atau topik atau konsep). Pengumpulan data menggunakan interview sebagai sumber data utama yang didukung dengan kuesioner dan observasi sebagai sumber data tambahan. Proses interview dengan subyek dibantu oleh translatter. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan peneliti dalam berbahasa isyarat dan untuk membantu memahami apa yang dimaksud subyek sebagai orang yang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi.

Analisis data menggunakan Content analysis yaitu proses mengidentifikasi, mengkode, dan

mengkategorikan pola primer dalam data, menggunakan indikator-indikator atau tema-tema yaitu kencan, berdasar cinta kasih, komitmen, intimacy, dan passion yang berasal dari aspek pacaran dan cinta. Hasil penelitian memperlihatkan bagaimana perilaku berpacaran yang dipaparkan oleh masing-masing subyek ini beragam yaitu usaha menjalin komitmen dan komunikasi secara terus-menerus, adanya rasa senang jika bertemu si dia, adanya rasa kangen, mengobrol atau berkomunikasi sampai mengerti, setia untuk memberi komitmen sampai menikah, adanya kesabaran, kejujuran, senang, dan sopan. Keragaman ini dikarenakan oleh tingkat kecerdasan dan pengalaman subyek dalam berpacaran berbeda-beda. Kemampuan bahasa dan pemahaman bahasa yang kurang dari masing-masing subyek menjadi alasan mengapa data yang diperoleh menjadi sederhana.

(9)

ix ABSTRACT

The purposes of this research are to describe the picture of courtship behavior between deaf teenage in Yogyakarta. The subject of this research is the teenage who had difficulty to hear and commonly referred as the deaf. The Subject is or ever had the courtship relationship before, and they are deaf too. The number of research subject is 4 people, consisting of three men and one girl. The subject who obtained through questionnaire selection is three persons and one more person was from informant information. The procedures of data collecting are from literature study and field study. The research method was using phenomenology – qualitative. Qualitative research is the effort to present social world and its perspectives in terms o concepts, behaviors, perceptions, and the problem of human that investigated. Phenomenology research is the research which describes: how person was constructing the meaning of his/her experiences in a phenomenon (or topic or concept). Data collection is using interview as the main data which supported by questionnaire an observation as the additional resources. The interview process with the subject was helped by the translator. That caused the limitation of the researcher in the language cues and to help to understand what is meant by subject as the person who has limited in communication. Data analysis was using content analyses, which mean process to identify, coding and categorizing the primer pattern of data, using the indicators or themes like dating, based on loved, commitment, intimacy, and passion which derived from courtship and love The result of this research concluded that how courtship behavior which described by each subject was various. The behavior was referred to : effort to build commitment and communicated continuously each other, the pleasure when meet each other, missing each other, talk or communicated to understand, loyal and polite. This variety is caused by the intelligence level and subject experience in courtship was different each other. Language ability and less language comprehension from each subject was become a reason why the data obtained was very simple.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan tuntunan, rahmad, dan cinta-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari adanya keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, sehingga dengan bantuan dari berbagai pihaklah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan YME, Pelindungku, Tumpuan hidupku, Tujuan hidupku, Sahabatku, Guruku. Terima kasih Tuhan karena telah memberikan jalan yang terbaik untukku. Walaupun kadang aku tidak setia menjalankan ibadahku dan sering kali melakukan kesalahan, aku yakin Engkau selalu ada untukku. Hanya rasa syukur yang bisa selalu kuhaturkan kepada-Mu atas segala karunia dan kemudahan yang telah diberikan kepadaku. Terima Kasih Tuhan.

2. Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi. 3. Sylvia Carolina MYM. S.Psi., M.Si. selaku Kepala Program Studi

Psikologi.

4. A. Tanti Arini, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih ibu sudah sangat sabar dan memberikan keceriaan sekaligus ketegasan dalam menyelesaikan studi. Terima kasih pula atas bimbingan ibu beberapa tahun terakhir kepada saya selama menjadi mahasiswa Fakultas Psikologi di Universitas Sanata Dharma ini.

5. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang sudah sangat sabar menunggu kemajuan skripsi dan selalu memberikan semangat, dan dorongan. Terimakasi bapak, atas bimbingan dan nasehat-nasehatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak dan ibu dosen yang telah bersedia membaca, memberikan masukan,

(11)

xi

atas keramahan, sapaan, dan ketulusan yang diberikan setiap waktu dalam banyak hal sehingga memberi kemudahan bagi penulis selama penulis belajar di fakultas psikologi ini.

9. Alm. Bude Roos tercinta, terimakasih atas cinta yang begitu besar yang diberikan kepadaku sehingga aku bisa menyelesaikan pendidikanku selama ini. Semangat dan ketulusan Bude akan selalu menjadi inspirasiku dalam menjalani hidup. Doakan aku selalu Bude dan aku yakin Bude bahagia di surga.

10.Papi dan Mami tersayang, terimakasih atas cinta dan kepercayaan yang terus diberikan sehingga semangat ini terus ada sampai skripsi bisa terselesaikan.

11.Tante Ati, terimakasih atas kepercayaan dan dukungan materi yang diberikan sehingga bisa lebih nyaman dalam pengerjaan skripsi ini.

12.Sherly dan Rudi, kakak-kakakku yang selalu memahamiku dan mendukungku hingga aku berhasil sampai sejauh ini. Thanks ya bro… 13.Pakde, bude, om, tante, dan saudara-saudara sepupuku yang memberiku

semangat untuk pantang menyerah, selalu mendukung, menyemangatiku dan mendoakanku supaya aku dapat menyelesaikan skripsi.

14.Aster, terimakasih untuk semuanya karena kamu skripsi ini terasa lebih mudah.

15.Caris tersayang, senyum dan kelucuan yang tulus darimu memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

16.Mbak Menik selaku HRD YEU, terimakasih atas kepercayaannya sehingga aku memiliki pengalaman kerja yang tidak terlupakan di Jogja dan di Aceh.

(12)

xii

mengambil data dan mendukung penelitian ini hingga menjadi bahan skrisi ini.

18. Shinta, terimakasih karena dengan bantuanmulah skripsi ini menjadi lebih sempurna. Walau dirimu tuna rungu tapi aku yakin dirimu akan menjadi orang yang berharga. Sukses selalu untukmu dan semoga selalu dalam lindungan Tuhan.

19.Han-Han dan Remon, terimaksih untuk kegilaan-kegilaan yang kita lalui bersama sehingga beban pikiran dan stress selama mengerjakan skripsi ini menjadi terasa lebih ringan.

20.Rekan-rekan kerjaku di Play Group Ceria: Mr Didit, Chris, Ms Aster, Meme, Mas Sugik, Ms Ketrin, Yayan, Mely, Utin, Ms Diah, Ms Aan terimakasih untuk kesempatan yang diberikan sehingga aku bisa berkerja dan mulai mengenal dunia pendidikan anak usia dini, Bu Dewi anda sungguh direksi yang bijaksana dan terimakasih atas kesediaannya mengobatiku saat sakit, dll terimasih atas pengalaman yang indah.

21. Rekan-rekan di YEU: Mbak Menik saya banyak belajar dan terinspirasi dari anda, Erni si wanita hebat, Susi sungguh kamu tidak terduga, Mbak Sinta, Dita, Mbak Vita trims untuk kartu Hallonya, Mia, Mas Ambar kapan kita buka usaha bareng ya... dan kapan kita ber blup-blup di Sabang, dll sungguh aku bahagia bisa mengenal kalian. Terimakasih.

22.Rekan-rekan YEU Banda Aceh: Mas Henry, Yuyun, Burhan, Bang Najib, Agus bagaimana kabarmu... semoga sukses selalu, Mila trims untuk menjadi partner yang setia dan akupunturnya, Lamhot, Lativa, Bang Armia, dr Titin trims untuk pengobatannya, dll terimakasih atas pengalaman yang mengasikkan dan penuh konflik. Sukses ya.

(13)

xiii

25.Teman-teman di Psikologi USD 2002: Pandji, Meme, Tyas, Tisa, Suko, Danang, Nicko, Ian ‘cewek’, Hany, Danny, Si B, Siye, Cinghe, Wawan, Lisna, Dody, Lita, Anggi dll terimakasih untuk pertemanan yang kita lalui bersama ini. Kalian sungguh berharga meski aku sering lupa dengan nama-nama kalian tapi kalian telah memberi warna dalam hidupku ini.

26.Teman-teman Psikologi USD dari berbagai angkatan yang kukenal dan mengenalku, terimakasih untuk dukungan dan keceriaan yang dulu kita lalui bersama. Aku kangen pocinan dan nongkrong bareng bersama kalian; Mas Hendra Kusuma, Mas Hendra Bagus, Ekodok, Berta, Ariel, Nina, Farah, Nining, Siska, Dama, Ita, Dita, Desi dll.

27.Teman-teman Basket Psikologi USD; Nicko ‘Batak’, Tama, Amek, Tien, Bona, dll dari kalian aku belajar bekerja sama, percaya teman satu tim, dan belajar menjadi pemimpin. Terimakasih untuk semua itu.

28.Teman-teman di SLBN 3 khususnya bagian tuna rungu, terimakasih atas kesediaannya meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

29.Teman dan saudara yang tidak tersebutkan namanya diatas, namun sudah memberiku semangat dan doa. Dari lubuk hati yang paling dalam saya mengucapkan banyak terima kasih atas semuanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk menunjang kesempurnaan skripsi ini.

Yogyakarta, Penulis

(14)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

HALAMAN MOTTO ……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………. vii

ABSTRAK ………. viii

ABSTRACT ………. ix

KATA PENGANTAR ………...… x

DAFTAR ISI ……….. xiv

DAFTAR TABEL ……….. xvii

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………. 5

C. Tujuan Penelitian ……….. 5

D. Manfaat Penelitian ……… 5

1. Manfaat Praktis... 6

2. Manfaat Teoritis... 6

(15)

xv

B. Penderita Tuna Rungu ... 9

1. Definisi Tuna Rungu ... 9

2. Tingkat Ketunarunguan ... 11

C. Pacaran ... 12

1. Definisi Pacaran ... 12

2. Komponen Cinta ... 13

D. Remaja Tuna Rungu ... 14

1. Definisi Remaja Dengan Tuna Rungu ... 14

2. Ciri-ciri Remaja Tuna Rungu ... 15

E. Remaja Tuna Rungu Yang Berpacaran ... 16

BAB III. METODE PENELITIAN ... 17

A. Jenis Penelitian ... 17

B. Definisi Operasional Penelitian ... 18

C. Subyek Penelitian ... 19

D. Metode Pengambilan Sampel Penelitian ... 20

E. Metode Pengambilan Data Penelitian ... 21

F. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 27

G. Prosedur Pengumpulan Data Penelitian ... 27

H. Identifikasi Variabel dan Batasan Istilah Penelitian ... 28

(16)

xvi

J. Kredibilitas Penelitian ... 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pelaksanaan Penelitian ... 36

B. Hasil Penelitian ... 40

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 55

C. Keterbatasan Penelitian ... 56

(17)

xvii

Tabel 2 Tabel Pedoman Wawancara ... 23 Tabel 3 Tabel Kuesioner ... 24 Tabel 4 Tabel Tahap Pengambilan Data Penelitian ... 38 Tabel 5 Tabel Data Identitas Responden, Narasumber

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa berpacaran adalah waktu dimana seseorang berusaha saling mengenal pasangannya berdasarkan rasa kasih sayang. Setiap pasangan menginginkan menghabiskan waktu bersama sehingga seringkali timbul rasa kangen jika tidak bersama pasangannya dan juga timbul rasa cemburu jika ada orang lain ada di dekat pasangan kita. Situasi-situasi inilah yang seringkali dirasakan pada saat berpacaran.

Saat berinteraksi dengan teman-teman tuna rungu, penulis melihat mereka berinteraksi dengan bahasa isyarat dan membaca gerak bibir lawan bicaranya. Mereka tampak berekspresi tetapi tidak terlihat adanya rasa emosional seperti suka atau tidak suka dengan lawan komunikasinya. Ketika mereka mengatakan mempunyai pacar si A atau sedang berpacaran dengan si B, penulis bertanya-tanya bagaimanakah mereka pacaran itu, apakah sama seperti orang normal karena seperti kita ketahui remaja tuna rungu memiliki kekurangan pada komunikasi.

(19)

semakin kesulitan mencari pasangan hidup. Disisi lain, di SLBN tersebut juga pernah terjadi seorang siswi tuna rungu yang hamil di luar nikah akibat dari hubungan sex dengan pacarnya yang juga tuna rungu. Siswi tersebut berusaha menyembunyikan kehamilannya tersebut dengan cara menggunakan jaket setiap kali ke sekolah. Tetapi sepandai-pandainya siswi itu menyembunyikan, akhirnya pihak keluarga mengetahui juga dan siswi itu kemudian ‘diambil’ dan dipindahkan oleh pihak keluarga. Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 15 Oktober 2009 ini semakin menguatkan rasa ingin tahu penulis mengenai bagaimana perilaku berpacaran remaja tuna rungu.

Peristiwa di atas menjelaskan bahwa meskipun kedua insan tersebut tuna rungu tetapi mereka memiliki keinginan untuk berhubungan dengan lawan jenis, kebutuhan untuk dicintai dan mencintai satu sama lain dan juga kebutuhan untuk berhubungan seksual. Hal ini dikuatkan oleh Murray ( Hall & Lindzay, 1993) yang menyebutkan bahwa remaja tuna rungu memiliki kebutuhan psikogenik yang mencakup berbagai kebutuhan yang diantaranya adalah need of sex, yaitu kebutuhan untuk bergaul dengan lawan jenis dan kebutuhan untuk hubungan seksual serta need of succorance yaitu kebutuhan akan cinta.

(20)

3

dan menjalin komunikasi sehingga dapat menimbulkan rasa saling suka di antara mereka sehingga mereka memutuskan untuk berpacaran.

Pada kasus lain disebutkan bahwa gadis tuna rungu, En (16 th.) nekat menceburkan diri ke dalam sumur. Beruntung nyawanya masih bisa diselamatkan. En berusaha bunuh diri dengan menceburkan diri ke dalam sumur karena mengira Maulana (16 th.) telah berpacaran dengan siswi lain. En dan Maulana yang sama-sama tuna rungu ini memang berpacaran dan hubungan kasih itu telah diketahui oleh banyak siswa dan guru di salah satu SLB. Setelah berhasil diselamatkan dan siuman, En langsung menangis. Kehadiran Maulana akhirnya berhasil memecahkan kesedihan. Semula En tetap berduka karena menganggap Maulana telah ingkar janji dengan berpacaran dengan siswi baru. Setelah para guru meyakinkan bahwa Maulana tidak memiliki pacar lain, En kembali tersenyum. (Kompas.com, 21 Maret 2009)

(21)

individu dengan kelompok atau keluarga dan dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas.

Ibu Chitra mengatakan bahwa mereka tidak mendengar tetapi melihat, dengan penglihatannya mereka melihat sekitar atau lingkungannya juga melalui televisi dimana dapat dijumpai banyak remaja yang berpacaran. Proses belajar sosial yang lebih banyak dilakukan menggunakan indera penglihatan tersebut membuat mereka ingin dan mencontoh orang-orang yang mereka lihat. Mereka juga menjadi ingin menjalin hubungan dengan lawan jenis dan berpacaran.

Setiap manusia dalam kehidupannya selalu melakukan interaksi dengan orang lain. Komunikasi tersebut diperlukan untuk memenuhi segala kebutuhannya dengan cara menjelaskan apa yang ia inginkan. Orang lain menjadi tahu dan dapat membantu untuk pemenuhan kebutuhan orang tersebut, sehingga diperlukan kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik. Kemampuan komunikasi biasanya ditunjukkan dengan kemampuan berbicara dan kemampuan untuk mendengarkan yang tidak hanya sekedar mendengarkan tetapi juga mengerti apa yang dimaksud orang lain. Masa remaja pada umumnya adalah masa pencarian identitas diri, masa yang penuh harapan dan tuntutan sosial untuk segera mencapai kemandirian dalam berbagai aspek kehidupan. Pemenuhan harapan sosial tersebut seringkali tidak berjalan mulus sesuai dengan rencana.

(22)

5

tidak hanya pada aspek isinya saja tetapi juga pada aspek relasional. Artinya tidak benar anggapan bahwa makin sering seseorang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik hubungan mereka karena yang menjadi soal bukan berapa kali komunikasi dilakukan tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Jika dari komunikasi berkembang sikap curiga, maka semakin sering berkomunikasi akan semakin jauh jarak hubungan tersebut.

Fenomena yang terjadi pada kelompok pasangan remaja tuna rungu menimbulkan ketertarikan peneliti untuk melihat bagaimana perilaku berpacaran pada remaja tuna rungu.

B. Rumusan Masalah

Beranjak dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : Bagaimanakah deskripsi perilaku berpacaran pada remaja tuna rungu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan diperoleh dari penulisan ini adalah mendapatkan deskripsi perilaku pacaran pada remaja tuna rungu dan sekaligus sebagai gambaran bagaimana mereka berpacaran dengan sesama remaja tuna rungu di Yogyakarta.

(23)

D. Manfaat Penelitian

Dengan tidak mengesampingkan kelemahan-kelemahan, manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini terbagi menjadi :

1. Manfaat praktis :

Hasil penelitian ini bagi masyarakat dapat bermanfaat untuk membantu memahami keadaan remaja tuna rungu yang berpacaran sehingga dapat mengambil langkah bijak untuk membantu, mendampingi, dan bergaul dengan para penderita tuna rungu.

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk lembaga-lembaga pendampingan remaja tuna rungu dan peneliti selanjutnya yaitu untuk memberikan gambaran tambahan mengenai perilaku berpacaran pada remaja tuna rungu yang dapat dipakai dalam proses pendampingan.

Manfaat bagi penulis yaitu penelitian ini merupakan kesempatan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh semasa kuliah.

2. Manfaat teoritis :

(24)

7 BAB II KERANGKA TEORI

A. Remaja

1. Definisi Remaja

Remaja didefinisikan sebagai tahap perkembangan transisi yang membawa individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang ditandai dengan perubahan fisik karena pubertas serta perubahan kognitif dan sosial. Menurut Seifert dan Hoffnung (1987). Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).

(25)

perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan menurut Gunarso dan Gunarso (1989) serta Monks, Knoers, dan Haditono (1985) masa remaja berada antara usia 12 sampai 21 tahun. Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.

G. Stanley Hall menyebutkan : adolescence is a time of ”storm and stress”. Artinya, remaja adalah sebagai masa yang penuh dengan ”badai dan tekanan jiwa”, yaitu masa di mana terjadi perubahn besar secara fisik, intelektual, dan emosional pada seseorang yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan (konflik) pada yang bersangkutan, serta menimbulkan konflik dengan lingkungannya. (dalam Seifert & Hoffnung, 1987)

(26)

9

2. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :

a. Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan

b. Memperoleh peranan sosial

c. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif d. Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa

lainnya

e. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri f. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan

g. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga h. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup

Erikson (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat.

B. Penderita Tuna Rungu 1. Definisi Tuna Rungu

(27)

kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara.

Hallahan dan Kauffman (1991) mengemukakan batasan mengenai pengertian tuna rungu yaitu tuna rungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan kesulitan dengar dari yang ringan sampai berat dan digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah orang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa yang melalui pendengaran, baik yang memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar. Sedangkan seseorang yang kurang dengar adalah seseorang yang biasanya menggunakan alat bantu mendengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.

Menurut Donold F. Moores (1978), orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB 150 atau lebih sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau menggunakan alat bantu mendengar. Sedangkan Andreas Dwidjosumarto (dalam Sumantri, 2006) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tuna rungu.

(28)

11

berfungsinya sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran sehingga mereka mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa.

Definisi tuna rungu adalah seseorang menunjukkan kesulitan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa yang melalui pendengaran, baik yang memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar. 2. Tingkat Ketunarunguan

Kemampuan intelektual anak tuna rungu juga tergantung dari faktor kebahasaan, sesuai derajat ketunaan yang disandangnya. Pembedaan ini dilakukan oleh Hallahan, 1988 (Suparno, 2001 : 12) :

Tabel 1

Tabel Tingkat Ketunarunguan

Tingkat Ketunarunguan Pengaruh terhadap pemahaman bahasa Ringan

27-40 dB (ISO)

Kemungkinan mengalami kesulitan pendengaran ringan dalam jarak tertentu. Selain itu juga mengalami kesulitan dalam beberapa bidang bahasa

Sedang

41-55 dB (ISO)

Memahami pembicaraan pada jarak 3-5 kaki (tatap muka). Mereka kehilangan sebanyak 50% aktivitas diskusi kelas apabila suara tidak diperjelas atau tidak didukung visual. Mereka memiliki keterbatasan kosa kata atau pembicaraan-pembiacaraan tertentu.

Nyata

56-70 dB (ISO)

(29)

Berat

71-90 dB (ISO)

Hanya dapat memahami pembicaraan yang diperkeras dalam jarak 1 kaki dari telinga. Ada kemungkinan dapat mengidentifikasi asal suara, membedakan vocal dan beberapa konsonan. Berbicara dan bahasanya tidak teratur dan cenderung kacau.

Ekstrem

91 dB atau lebih (ISO)

Sudah tidak dapat mendengar meskipun suara sudah diperkeras, namun masih menyadari akan adanya getaran atau vibrasi suara. Lebih

mengandalkan penglihatan karena kemampuan berbicara dan bahasanya kacau.

C. Pacaran

1. Definisi Pacaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002: 807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih, berpacaran adalah bercintaan; (atau) berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar. Sedangkan kencan adalah (hal. 542) berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.

Lips (1998) menjelaskan hubungan heteroseksual ini dengan istilah kencan atau dating yang kemudian berlanjut dengan pacaran atau going steady (devito, 1995). Soesilowindradini mengatakan dating adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan hubungan antara remaja putra dan putri pada tahap pengenalan, yaitu : suatu tahap awal dari suatu hubungan yang serius.

(30)

13

1994). Proses tersebut diawali dengan berkencan. Acara kencan biasanya merupakan kesepakatan berdua untuk berjalan-jalan, menonton bioskop, atau makan.

Definisi pacaran didapat dari merangkai definisi-definisi di atas dan definisi pacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasihan antara lain dengan saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditetapkan bersama dengan kekasih atau teman lain jenis yang tetap yang hubungannya berdasarkan cinta kasih.

2. Komponen Cinta

Sternberg (dalam Baron & Byrne, 1994) menjelaskan cinta memiliki 3 komponen, yaitu :

a. “intimacy” yang merupakan aspek emosional dari cinta dan meliputi saling berbagi, komunikasi, dan dukungan yang mutualisme. Intimitas merupakan sisi kedekatan dan keterikatan antara pribadi dalam hubungan cinta.

b. “passion” yang merupakan aspek konstitusional dan meliputi ketertarikan fisik dan gairah romantik.

c. “Commitment” yang merupakan aspek kognitif yang meliputi keputusan-keputusan yang diambil dengan saling mempertimbangkan kepentingan satu sama lain.

(31)

hubungan yang penuh dengan hasrat seksual semata, sementara bila hanya aspek komitmen yang dimiliki maka hubungan itu bisa dikatakan cinta kosong. Oleh karena itu, ketiga komponen dari hubungan cinta ini harus dimiliki oleh pasangan manusia yang berpacaran secara seimbang sehingga mereka dikatakan memiliki cinta yang sempurna.

D. Remaja Tuna Rungu

1. Definisi Remaja Dengan Tuna Rungu

Menurut Papalia dan Olds (2001), remaja adalah seseorang yang memasuki masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Menurut Gunarso dan Gunarso (1989) serta Monks, Knoers, dan Haditono (1985) masa remaja berada antara usia 12 sampai 21 tahun.

G. Stanley Hall mencetuskan bahwa : adolescence is a time of “storm and stress “. Artinya, masa remaja adalah masa yang penuh dengan “badai dan tekanan jiwa”, yaitu masa di mana terjadi perubahan besar secara fisik, intelektual dan emosional pada seseorang yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan (konflik) pada yang bersangkutan, serta menimbulkan konflik dengan lingkungannya (Seifert & Hoffnung, 1987)

Hallahan dan Kauffman (1991) mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan kesulitan dengar dari yang ringan sampai berat dan digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar sehingga menghambat proses informasi bahasa yang melalui pendengaran, baik yang memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar.

(32)

15

sehingga menghambat proses informasi bahasa yang melalui pendengaran, baik yang memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar.

2. Ciri-Ciri Remaja Tuna Rungu

Ciri khas remaja tuna rungu memurut Sumadi dan Talkah (1984) a. Ciri fisik, secara fisik remaja tuna rungu ditandai dengan : cara

berjalan yang biasanya cepat dan agak membungkuk yang disebabkan adanya kemungkinan kerusakan pada alat pendengaran bagian

keseimbangan, gerakan matanya cepat, gerakan anggota badannya cepat dan lincah yang terlihat pada saat mereka sedang berkomunikasi menggunakan gerakan isyarat dengan orang-orang disekelilingnya, pada saat berbicara pernafasannya pendek dan sedikit terganggu. b. Ciri inteligensi, intelegensi remaja tuna rungu tidak banyak berbeda

dengan remaja normal pada umumnya, namun mereka sukar menangkap pengertian-pengertian yang abstrak, sebab hal ini

memerlukan pemahaman yang baik akan bahasa lisan maupun tulisan. Sehingga dapat dikatakan intelegensinya tidak berbeda dengan remaja normal tetapi dalam hal intelegensi fungsional rata-rata lebih rendah. c. Ciri emosi, kekurangan pemahaman akan bahasa lisan dalam

berkomunikasi seringkali menimbulkan kesalah pahaman, karena selain tidak dimengerti oleh orang lain, remaja tuna rungu pun sukar memahami orang lain. Bila pengalaman tersebut terus berlanjut maka dapat menimbulkan tekanan pada emosinya dan dapat menghambat perkembangan kepribadianya.

(33)

agresif atau sebaliknya.

e. Ciri bahasa, ciri remaja tuna rungu dalam hal bahasa ialah : miskin dalam perbendaharaan kata, sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan, sulit mengartikan kata-kata abstrak, kurang menguasai irama, dan gaya bahasa.

E. Remaja Tuna Rungu Yang Berpacaran

Remaja tuna rungu adalah seseorang yang pada umumnya berusia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang pada masa itu mengalami perubahan besar secara fisik, intelektual, dan emosional yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan, serta menimbulkan konflik dengan lingkungannya. Ia sekaligus menunjukkan kesulitan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa yang melalui pendengaran, baik yang memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar.

Pacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasihan antara lain dengan saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditetapkan bersama dengan kekasih atau teman lain jenis yang tetap yang hubungannya berdasarkan cinta kasih.

(34)

17 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk menggali definisi pacaran pada remaja tuna rungu yaitu deskriptif dengan metode penelitian kualitatif - fenomenologis. Menurut Jane Richie, penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Sedangkan penelitian fenomenologi merupakan suatu penelitian yang menggambarkan makna dari pengalaman dalam suatu fenomena (topik dan konsep) pada beberapa individu (Creswell, 1998). Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan memaparkan secara komprehensif, mendalam dan detail tentang suatu fenomena atau gejala (Handayani & Hartoko, 2003). Penelitian dengan metode kualitatif – fenomenologis diharapkan dapat memberikan gambaran definisi pacaran oleh para remaja tuna rungu sekaligus sebagai gambaran bagaimana mereka berpacaran dengan sesama remaja tuna rungu di Yogyakarta.

(35)

(Poerwandari, 1998). Penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat berkaitan dengan data atau informasi yang nyata ada dalam suatu populasi (Suryabrata, 2002).

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara deskriptif definisi pacaran oleh remaja tuna rungu yang pernah ataupun sedang berpacaran / menjalin hubungan dengan lawan jenis yang tetap berdasarkan cinta kasih dengan sesama remaja tuna rungu dan tidak dengan remaja yang tidak memiliki keterbatasan pendengaran. Penggambaran tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana kehidupan berpacaran remaja tuna rungu yang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi terutama ketika mereka menjalin hubungan yang erat seperti berpacaran dengan sesama remaja yang tuna rungu di Yogyakarta.

B. Definisi Operasional Penelitian

1. Tuna rungu : orang yang dengan kekurangannya dalam pendengaran mengalami kesulitan untuk dapat melakukan komunikasi, kesulitan untuk mengerti dan dimengerti dalam hal penyampaian bahasa.

(36)

19

3. Pacaran : hubungan dengan kekasih atau teman lain jenis yang tetap yang hubungannya berdasarkan cinta kasih yang antara lain ditandai dengan saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditetapkan bersama.

4. Remaja dengan tuna rungu : orang yang berusia 12 sampai 21 tahun yang akan menjadi dewasa ditandai dengan masa puber, mampu melakukan reproduksi dan dikatakan sebagai usia matang secara hukum yang sekaligus memiliki kekurangan dalam hal pendengaran sekaligus kesulitan dalam hal berkomunikasi.

C. Subyek Penelitian

(37)

remaja-remaja dengan tuna rungu dan juga merupakan lingkungan / masyarakat terdekat dengan peneliti. Secara khusus subyek yang digunakan adalah siswa SLBN 3 Yogyakarta khususnya kelas XI. Dipilihnya SLBN 3 Yogyakarta karena SLBN 3 ini memiliki akreditasi A yang berarti termasuk baik dalam hal pendidikkannya dan dari hasil observasi awal didapat bahwa tempat tinggal para siswanya tidak hanya disekitar sekolah tetapi menyebar ke berbagai pelosok di Yogyakarta. Dipilihnya siswa kelas XI karena siswa kelas ini secara umur dan pengamatan kepala sekolahnya termasuk paling dewasa. Para siswa kelas XI yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa yang memiliki atau pernah memiliki pacar yang juga sesama tuna rungu karena dengan demikian mereka mampu mendefinisikan pacaran berdasarkan pengalamannya. Pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan karakteristik subyek penelitian diharapkan dapat memperkuat hasil penelitian.

D. Metode Pengambilan Sampel Penelitian

(38)

21

yang diteliti. Subyek dipilih secara tipikal mewakili fenomena adanya remaja tuna rungu yang pernah / sedang memiliki hubungan atau berpacaran dengan sesama remaja tuna rungu sehingga benar-benar dapat diperoleh gambaran bagaimana definisi pacaran oleh mereka.

Subyek yang diambil harus sesuai dengan tujuan penelitian ini sehingga diperlukan beberapa kriteria untuk melakukan pemilihan subyek, antara lain :

1. Individu yang mempunyai keterbatasan dalam pendengaran sehingga individu tersebut disebut sebagai tuna rungu.

2. Keterbatasan pendengaran yang dimiliki menghambat kelancaran komunikasi dengan orang lain dan juga individu tersebut memiliki perkembangan bicara dan bahasa yang tidak sempurna.

3. Tidak dibatasi jenis kelamin.

4. Individu dengan gangguan pendengaran tersebut berusia remaja yaitu berkisar antara 13-21 tahun.

5. Individu tersebut sedang memiliki atau pernah memiliki hubungan dengan seseorang secara istimewa yaitu pacar (kekasih) yang sesama tuna rungu.

E. Metode Pengambilan Data Penelitian

(39)

maka kegiatan yang dilakukan antara lain : 1. Interview :

Interview atau wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan dengan maksud melakukan eksplorasi tersebut. Dalam penelitian kualitatif, interview dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang pemahaman subyektif individual berkaitan dengan topik yang diteliti, agar dapat melakukan eksplorasi terhadap topik tersebut. (Poerwandari, 1998).

Teknik interview yang digunakan adalah dengan pedoman umum, maksudnya yaitu interview ini menggunakan pedoman wawancara yang terdiri dari topik-topik yang harus digali secara umum, tanpa menentukan urutan pertanyaan dan bahkan tidak perlu mencantumkan bentuk pertanyaan secara explicit. Pedoman ini berfungsi juga sebagai pengecek (checklist), maksudnya yaitu berfungsi untuk mengingatkan peneliti agar topik yang ingin diketahui sudah terungkap dan agar aspek-aspek yang dibahas relevan dengan tujuan penelitian. (Paton dalam Poerwandari, 1998).

(40)

23

untuk membantu mengalihbahasakan dari bahasa isyarat ke bahasa lisan. Sehingga proses interview akan dibantu oleh orang yang mampu memahami apa yang dimaksud oleh subyek sebagai orang yang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi secara verbal.

Tabel 2 Pedoman Wawancara Aspek Indikator / tema /

unsur

Pertanyaan

Pacaran Kencan / saling bertemu / aktivitas berdua

Pernah janjian untuk bertemu di suatu tempat ?

Pernah pergi berdua ?

Apa yang dilakukan diwaktu kosong ?

Berdasar cinta

kasih

Kenapa kamu suka dengan pacarmu ? Apa arti pacaran ?

Pasangan lawan

jenis yang tetap

Kapan jadian ? Dimana jadian? Cinta Komitmen

Intimacy Apakah pernah memberinya sesuatu ? Kenal orang tuanya ?

Apa yang dilakukan jika sedang berdua ? Passion Ada keinginan untuk memeluk atau

mencium ?

Apa yang kamu sukai dari pacarmu ?

2. Kuesioner / angket :

(41)

Tabel 3 Kuesioner

Nama :……… Usia :... Jenis kelamin :... Alamat Rumah :... No. yang bisa dihubungi :... Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan apa yang anda rasakan

1. Saya melihat kamu memiliki banyak teman sesama tunarungu. Bagaimana menurut pendapatmu mengenai mereka ?

Jawab :

_____________________________________________________ _____________________________________________________ 2. Seberapa jauh kamu mengenal teman terdekatmu yang tunarungu? _____________________________________________________ _____________________________________________________ 3. Apa yang membuatmu menyukai sahabatmu yang juga tunarungu?

_____________________________________________________ _____________________________________________________ 4. Bisa jelaskan apa yang membuatmu putus hubungan atau

memusuhi teman dekatmu atau pacarmu yang sesama tunarungu? _____________________________________________________ _____________________________________________________ 5. Bagaimana pendapat anda dengan pemberian hadiah atau

mengeluarkan uang untuk membiayai makan malam sahabat? _____________________________________________________ _____________________________________________________ 6. Sebesar dan seperti apakah kepercayaanmu kepada seorang

sahabat?

_____________________________________________________ _____________________________________________________ 7. Apa yang anda ketahui dari kepribadian yang melekat pada

sahabat atau teman dekat anda yang tuna rungu?

(42)

25

8. Apa yang biasa teman dekat atau pacar anda lakukan saat sedang senang?

_____________________________________________________ _____________________________________________________ 9. Apa yang biasa teman dekat atau pacar anda lakukan saat sedang

sedih?

_____________________________________________________ _____________________________________________________ 10.Apa keinginan anda jika anda sedang mengalami kegembiraan?

_____________________________________________________ _____________________________________________________ 11.Apa keinginan anda jika anda sedang mengalami kesedihan?

_____________________________________________________ _____________________________________________________ 12.Apa arti dari sahabat menurutmu?

_____________________________________________________ _____________________________________________________ 13.Apa arti pacar/kekasih menurutmu?

_____________________________________________________ _____________________________________________________ 14.Pernahkah sahabat atau pacarmu memberikan dukungan?

Dukungan seperti apakah itu?

_____________________________________________________ _____________________________________________________ 15.Pernahkah sahabat atau pacarmu berbohong padamu?

Apakah itu?

_____________________________________________________ _____________________________________________________ 16.Apa yang anda rasakan saat dekat dengan sahabat atau pacarmu?

_____________________________________________________ _____________________________________________________

3. Observasi :

(43)

alamiah (Banister et al.dalam Poerwandari, 1998). Patton (dalam Poerwandari, 1998) menyebutkan bahwa metode pengumpulan data ini sangat esensial bagi penelitian kualitatif. Poerwandari (1998) menyebutkan bahwa observasi mengarah pada kegiatan dimana peneliti harus memperhatikan dengan akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.

Observasi bertujuan untuk mendeskripsikan situasi dan kondisi yang dipelajari, aktivitas-aktivitas, dan makna kejadian dari sudut pandang mereka yang terlibat pada kejadian yang diamati sehingga observasi harus akurat, faktual dan teliti. Peneliti akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang konteks yang diteliti sehinga dapat lebih bersikap terbuka, berorientasi pada penemua dari pada pembuktian (Patton dalam Poerwandari, 1998). Dengan metode ini peneliti akan memperoleh data yang tidak terungkap dari subyek pada saat wawancara.

Observasi digunakan untuk melihat kehidupan tuna rungu ketika ia berada di lingkungan sekolah, maka observasi yang dilakukan antara lain untuk melihat :

1. Interaksi remaja tuna rungu dengan pengajar, teman-teman, dan lingkungannya.

2. Mengamati aktivitas remaja tuna rungu ketika sedang mengikuti proses belajar mengajar.

(44)

27

F. Jenis dan Sumber Data Penelitian 1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang memiliki sifat tidak bisa dihitung (data yang bukan berupa angka- angka), berupa informasi atau penjelasan didasarkan pada pendekatan teoritis dan pemikiran secara logis.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian (Suparmoko, 1999), yaitu:

a. Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung dari subyek yaitu berupa kuesioner, observasi dan interview.

b. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain. Data ini diperoleh dari studi kepustakaan, berupa teori-teori, literatur atau catatan yang berhubungan dengan masalah yang telah diteliti.

G. Prosedur Pengumpulan Data Penelitian

Untuk pengumpulan data, maka penulis menggunakan prosedur sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan :

(45)

pembahasan penelitian. 2. Studi Lapangan :

Yaitu suatu metodologi penelitian yang digunakan untuk memperoleh data yang sebenarnya dengan melakukan kegiatan seperti membagi kuesioner, interview, observasi dan dokumentasi.

H. Identifikasi Variabel dan Batasan Istilah Penelitian

Penelitian ini untuk menggambarkan secara deskriptif definisi pacaran oleh remaja tuna rungu yang pernah ataupun sedang berpacaran / menjalin hubungan dengan lawan jenis yang tetap berdasarkan atas rasa saling mencintai dengan sesama remaja tuna rungu dan tidak dengan remaja yang tidak memiliki keterbatasan pendengaran. Penggambaran tersebut juga berarti mengeksplorasi bagaimana kehidupan berpacaran remaja tuna rungu yang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi terutama ketika mereka menjalin hubungan yang erat seperti berpacaran.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian ini mempunyai tiga buah variabel yang meliputi, pacaran, tuna rungu, dan remaja.

(46)

29

passion, dan commitment.

Batasan tuna rungu dalam penelitian ini adalah individu yang mengalami kehilangan atau kekurangan dalam hal kemampuannya untuk mendengar, yang sekaligus menghambat perkembangan bahasanya sehingga komunikasi dengan orang lain terganggu. Gangguan pendengaran ini dapat disebabkan karena peristiwa yang terjadi sebelum lahir, saat lahir atau pun setelah lahir.

Batasan remaja pada penelitian ini adalah individu laki-laki ataupun perempuan yang umumnya berusia 12 sampai 21 tahun yang pada masa tersebut mengalami perubahan-perubahan seperti mengalami masa puber, mampu melakukan reproduksi, matang secara hukum tetapi belum siap secara kemandiriannya.

Secara keseluruhan dapat disimpukan bahwa penelitian ini hanya akan melihat bagaimana individu yang berusia remaja dan dengan segala keterbatasannya sebagai tuna rungu yang sedang berpacaran / pernah berpacaran mendefinisikan pacaran.

I. Analisis Data Penelitian

(47)

kategori-kategori, membuat perbandingan dan kontradiksi.

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat pengkategorian data mentah dari semua data yang diperoleh, baik dari hasil wawancara ataupun dari hasil observasi. Dari semua data yang terkumpul, diharapkan dapat mendukung keberhasilan, keakuratan serta kredibilitas penelitian ini dan data yang diperoleh tidak terbuang. Highlen & Finley (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa dengan mengorganisasikan data secara sistematis, maka dimungkinkan untuk memperoleh kualitas data yang baik, dan dapat mendokumentasikan data serta analisis yang dilakukan, yang menunjang penyelesaian penelitian ini. Sedangkan Audifax (dalam Research, 2008) menjelaskan bahwa pengkategorisasian lebih jauh adalah sebuah elemen krusial dalam proses analisis. Content analysis atau menganalisis ini dari interview dan observasi, adalah proses mengidentifikasi, mengkode, dan mengkategorikan pola primer dalam data.

(48)

31

peneliti belum boleh melakukan interpretasi, yang bisa dilakukan hanya sebatas mengeluarkan kata-kata / kalimat kunci.

Proses koding yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan penomoran pada setiap baris transkrip wawancara ataupun pada setiap baris catatan hasil observasi (Poerwandari, 1998). Setelah melakukan penomoran, peneliti memberikan nama atau kode pada masing-masing berkas yang terkumpul, misalnya berdasarkan tanggal diperolehnya data. Kode atau nama yang diberikan sebaiknya yang mudah diingat dan cukup dapat merepresentasikan isi berkas tersebut.

Contoh pemberian nama pada berkas :

1. O.P.Sek.09sep09.S1 : Transkrip observasi pada seorang tuna rungu perempuan yang berada di sekolah, dilaksanakan tanggal 09 September 2009 pada Subyek 1.

2. W.L.Sek.09sep09.S2 :Transkrip wawancara pada seorang tuna rungu laki-laki yang dilakukan di sekolah, dilaksanakan pada tanggal 09 September 2009 pada Subyek 2.

(49)

Interpretasi yang dilakukan satu pihak dapat berbeda dengan interpretasi oleh pihak lain terhadap data yang sama. Namun, penelitian kualitatif dapat mentoleransi adanya multi tafsir tersebut karena dari data yang sama dapat dikembangkan interpretasi yang berbeda, dan bukan berarti penelitian kualitatif tidak ilmiah (Kvale, dalam Poerwandari 1998).

Kvale (dalam Poerwandari 1998) menjelaskan mengenai konteks situasi dan komunitas validasi yang bagaimana yang dapat menimbulkan munculnya interpretasi yang berbeda. Pertama, konteks interpretasi pemahaman diri dengan subjek yang diwawancara sebagai komunitas validasinya. Artinya, peneliti berusaha memformulasikan dalam bentuk lebih padat (condensed) apa makna dari pernyataan-pernyataan subjek itu sendiri sesuai dengan maksud subjek tersebut. Interpretasi dilihat dari sudut pandang dan pemahaman subjek penelitian itu sendiri, bukan dari sudut pandang peneliti.

Kedua, konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis dengan publik umum sebagai komunitas validasinya. Artinya, peneliti melakukan interpretasi dengan mengambil posisi sebagai masyarakat umum di lingkungan subjek berada sehingga pemahaman yang muncul adalah pemahaman yang lebih luas dari kerangka pemahaman subjek.

(50)

33

demikian, ketiga tingkatan dalam interpretasi ini dapat berbaur dan harus dilihat keterkaitannya satu sama lain. Menurut Poerwandari (1998) suatu penelitian yang baik akan mencakup semua tahapan interpretasi, tetapi berakhir pada kesimpulan pemahaman teroretis. Oleh sebab itu, untuk melihat validasi interpretasi juga harus dilakukan dalam tiga komunitas yang berbeda, baik dalam kerangka subjek penelitian tersebut, dalam kerangka pemahaman umum masyarakat atau kelompok, dan apakah interpretasi tersebut sesuai dengan logika teori yang dipakai.

J. Kredibilitas Penelitian

Hasil penelitian kualitatif harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Validitas dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah kredibilitas. Kredibilitas hasil penelitian kualitatif dapat dilihat berdasarkan keberhasilannya dalam melakukan pengeksplorasian masalah, mendeskripsikan situasi saat itu, bagaimana proses yang terjadi pada subyek, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif adalah deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan atau kompleksitas aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek (Poerwandari, 1998).

(51)

1. Validitas kumulatif, dicapai bila temuan dari studi-studi yang lain terhadap topik yang sama menunjukkan hasil yang kurang lebih serupa. 2. Validitas komunikatif, dicapai dengan melakukan konfirmasi kembali

data dan analisisnya pada responden penelitian.

3. Validitas argumentatif, dicapai bila presentasi temuan dan kesimpulan dapat diikuti dengan baik rasionalnya, dan dapat dibuktikan dengan melihat kembali data mentahnya.

4. Validitas ekologis, menunjuk pada sejauh mana studi dilakukan pada kondisi alamiah dari partisipan yang diteliti sehingga justru kondisi ‘apa adanya’ dan kehidupan sehari-hari menjadi konteks penting penelitian (Sarantakos, dalam Poerwandari 1998).

Reliabilitas dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah dependability.Dependability ini dilihat melalui :

1. Koherensi, yaitu dengan melihat bahwa metode yang digunakan memang mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Keterbukaan, yaitu sejauh mana peneliti membuka diri dengan memanfaatkan metode-metode yang berbeda untuk mencapai tujuan. 3. Diskursus, sejauh mana dan seintensif apa peneliti mendiskusikan

temuan dan analisisnya dengan orang-orang lain.

(52)

35

(53)

36 A. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan setelah tahap-tahap awal yang terdiri dari penyusunan rancangan penelitian, menetapkan calon responden yang akan digunakan, menetapkan metode pengambilan data, dan pengurusan perijinan ke Dinas.

1. Tahap Survei Pra-Penelitian

Tahap survei pra-penelitian merupakan survei awal yang dilakukan peneliti terhadap aktivitas remaja tuna rungu di sekolah SLBN 3 Yogyakarta. Tujuannya yaitu untuk menentukan variabel penelitian. Proses yang dilakukan pada survei pra-penelitian ini yaitu memberikan angket kepada siswa-siswi kelas XI yang direkomendasikan oleh pihak sekolah dalam hal ini yaitu Kepala Sekolah. Angket pertama berisi isian biodata dengan 3 buah pertanyaan yang wajib dijawab.

(54)

37

Hasil dari survei ini yaitu peneliti mendapat gambaran awal bahwa kelas XI meskipun kelas yang paling dewasa di sekolah ini tetapi untuk pemahaman dan kemampuan baca tulis tetap dirasa kurang. Terlihat dari setiap partisipan menanyakan setiap pertanyaan yang ada di angket. Meskipun telah diberi penjelasan oleh peneliti, para partisipan tetap saling bertanya-tanya. Pada angket yang pertama terlihat bahwa partisipan masih belum terbuka yang bisa juga dikarenakan adanya ketakutan jika menjawab pertanyaan tersebut akan berdampak pada sekolah yang bisa jadi karena adanya larangan untuk berpacaran.

2. Tahap Penentuan Subyek Penelitian

Ada dua cara yang dilakukan peneliti dalam menentukan subyek penelitian. Yang pertama yaitu hasil dari angket yang kedua. Dari angket tersebut diketahui siswa dan siswi yang memiliki dan pernah memiliki pacar yang juga tuna rungu. Siswa dan siswi inilah yang menjadi subyek penelitian.

Proses penentuan responden yang kedua didapat dari informasi yang diperoleh dari walikelas XI yang sekaligus menjadi narasumber penelitian ini. Walikelas tersebut memberikan informasi bahwa salah seorang partisipan di kelas tersebut layak menjadi subyek penelitian dikarenakan latar belakang partisipan tersebut di sekolah.

(55)

diketahui telah hamil. Informasi ini menjadikan siswa ini memang layak menjadi subyek penelitian ini.

Hasil yang diperoleh yaitu 4 orang subyek yang terdiri dari 3 orang laki-laki dan seorang wanita. Subyek yang didapat dari seleksi angket ada 3 orang dan 1 orang lagi dari informasi narasumber.

3. Tahap Pengambilan Data Penelitian Tabel 4

Tabel Tahap Pengambilan Data Penelitian No Tanggal Keterangan

1 01-09-09 Proses pencarian informasi sekolah untuk remaja tuna rungu melalui bertanya-tanya dan internet.

2 03-09-09 Perijinan secara fomal yaitu melalui surat dari fakultas ke dinas dan kemudian ke SLBN 3.

3 04-09-09 Surat ijin diterima SLBN 3.

4 05-10-09 Bertemu kepala sekolah bagian tuna rungu dan walikelas XI untuk menentukan jadwal sekolah yang bisa digunakan untuk penelitian sekaligus observasi awal untuk mengenali lingkungan sekolah.

5 07-10-09 Membagi angket I

6 15-10-09 Membagi angget II dan angket ke narasumber 7 22-10-09 Membagi kuesioner

8 29-10-09 Wawancara I dengan 2 orang subyek

9 30-10-09 Wawancara II dengan 2 orang subyek yang lain 10 03-12-09 Kroscek narasumber dan wawancara narasumber 11 05-12-09 Kroscek dengan translatter

12 10-12-09 Kroscek dengan subyek dan kroscek narasumber 13 --- Penyusunan hasil penelitian

(56)

39

Peneliti menyebarkan angket kepada 4 orang subyek untuk diisi. Angket tersebut berisi 20 pertanyaan yang harus diisi oleh subyek. Hasil dari angket tersebut menjadi dasar untuk melakukan interview kepada subyek penelitian.

Diwaktu yang berbeda dilakukan interview kepada ke 4 subyek penelitian. Proses interview dilakukan selama 2 hari dengan 2 orang subyek yang diwawancarai setiap harinya dengan waktu yang tidak bersamaan. Interview bersifat semi terbuka sehingga pedoman wawancara hanya digunakan sebagai panduan yang pertanyaannya dapat dikembangkan sesuai kondisi yang ada. Peneliti melakukan interview ditemani oleh seorang translatter yang membantu peneliti berkomunikasi dengan para subyek tuna rungu.

Setelah proses interview, hasilnya dari proses tersebut dikembalikan ke para subyek untuk dikoreksi apakah ada yang keliru atau terlewati. Hasil tersebut juga diserahkan ke translatter untuk dikoreksi kelengkapannya. Hal ini dilakukan karena translatter mengikuti proses interview sehingga ia mengetahui apa saja jawaban dari para subyek.

(57)

4. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian

Tahap penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan setelah semua kegiatan pengambilan data berakhir. Proses yang dilakukan setelah pengambilan data yaitu pengorganisasian data, analisis data, dan pemberian kode hingga didapatkan gambaran atas kehidupan dan devinisi pacaran dari setiap subjek penelitian beserta dinamikanya.

B. Hasil Penelitian

1. Data Identitas Responden, Narasumber, dan Translatter Tabel 5

Tabel Data Identitas Responden, Narasumber, dan Translatter No Keterangan Jenis

Kelamin

Usia Alamat Rumah Pernah/ Punya Pacar 1 Subyek 1

(S1)

Laki-laki 21 Gadingan RT 01 / RW 05

Tidak

2 (S2) Laki-laki 21 Japun,

Paremana Mungkid

Ya

3 (S3) Laki-laki 18 Jenggotan JK 01 / 334 RT 17 / RW 05

Ya

4 __ Perempuan 19 Jarakan

Sendangrejo Minggir Sleman

Tidak

5 __ Perempuan 18 Jl. Tambah

Triharjo Wates

Tidak

6 __ Perempuan 18 Setran Sb.

Arum Moyudan Sleman

Tidak

7 (S4) Perempuan 18 Wirobrajan

WB II / 320 RT 14/RW 03

Ya

(58)

41

(Ns) Timur MJ 2 /

119

9 Translatter Perempuan 26 Paingan __

2. Gambaran Narasumber, Subyek Penelitian, dan Translatter a. Narasumber (Ns)

Ns adalah seorang wanita berusia 54 thn yang juga seorang tuna rungu. Ia berprofesi sebagai guru di SLBN 3 sekaligus sebagai walikelas XI. Ns memberikan pelajaran seni dan budaya di kelas XI setiap hari kamis. Beliau sudah perprofesi sebagai pengajar selama 28 tahun.

Dilingkungan sosial, Ns terlihat tidak begitu akrap dengan pengajar yang lain. Ns juga menunjukkan kekecewaannya terhadap lingkungan sosial di sekolah dengan tulisan-tulisan yang ia tempel di pintu lemari buku miliknya yang ada di ruang guru. Ditulis dengan tulisan yang besar sehingga orang lain dapat membacanya dengan jelas. Bahkan pada saat proses wawancara berlangsung, salah seorang dari pengajar disana mengatakan ”Kae yo butuh di psikologi mas ...”, maksudnya yaitu dia juga butuh dibimbing secara psikologi. Ns tidak tahu temannya berkata seperti itu karena ia seorang tuna rungu.

b. Subyek I (S1)

(59)

mengaku tidak memiliki dan belum pernah memiliki pacar tetapi walikelas XI mengatakan bahwa S1 memiliki pacar. Pasangannya ini telah hamil dan tidak sekolah lagi SLBN 3. S1 memiliki handphone dengan fasilitas vidio call yang dia gunakan untuk berkomunikasi dengan temannya yang tuna rungu. Saat memeriksa hasil wawancara, ia terlihat mengganti beberapa kata yang tidak ia pahami dengan kata-kata yang rangkaiannya tidak sesuai dengan EYD sehingga sulit dipahami.

c. Subyek II (S2)

S2 adalah seorang laki-laki tuna rungu yang berusia 21 tahun. Ia siswa kelas XI di SLBN 3 Yogyakarta. S2 sehari-hari ke sekolah mengendarai sepeda motor. Ia secara terbuka mengakui memiliki pacar seorang wanita yang usianya lebih tua sebagai pacarnya sampai saat ini. Dia tinggal di Japun, Paremana, Mungkit bersama kakek dan neneknya. Ia juga kerap membantu kakek dan neneknya di waktu senggang. S2 terlihat mau membantu teman-temannya yang tidak paham akan sesuatu hal dan bertanya kepadanya.

d. Subyek III (S3)

(60)

43

selalu menyapa dan mencoba berkomunikasi. Saat mengisi angket, ia banyak bertanya kepada temannya.

e. Subyek IV (S4)

S4 adalah siswi tuna rungu kelas XI di SLBN 3 Yogyakarta yang berusia 18 tahun. S4 tinggal di Wirobrajan WB II / 320 bersama orang tuanya. Ia suka beraktifitas di warnet. Kemampuan bahasa S4 termasuk kurang, sehingga ia terlihat suka bertanya saat mengisi angket.

f. Translatter

Seseorang mahasiswi farmasi di salah satu universitas swasta di Yogyakarta yang sekaligus seorang tuna rungu. Ia memiliki kemampuan yang baik pada bahasa, bahasa isyarat, dan membaca bibir saat orang lain berbicara. Translatter membantu proses komunikasi / interview antara peneliti dengan subjek penelitian yang dikarenakan oleh keterbatasan peneliti untuk berkomunikasi dengan subyek tuna rungu dan keterbatasan kemampuan bahasa dari para subyek.

3. Observasi

Tabel 6 Tabel Observasi

Waktu Hasil Observasi

(61)

7/10/09 Para murid SLBN 3 kelas XI mengisi kuesioner dengan menggunakan pensil. Mereka juga terlihat beberapa kali menggunakan penghapus untuk menghapus jawaban dan mengganti dengan jawaban yang lain beberapa kali. Setelah diberi pengertian bahwa semua yang mereka tulis itu benar atau tdak ada jawaban yang salah, mereka tetap melakukan penghapusan jawaban untuk dilakukan koreksi. Mereka juga aktif bertanya jika tidak memahami pertanyaan atau beberapa kata. Bertanya kepada peneliti dan bertanya kepada temannya. Teman-teman yang laki-laki sering bertanya kepada S2 dan ia terlihat selalu menjawab pertanyaan tersebut dengan ekspresi yang biasa.

15/10/09 Selama proses pengambilan data ini, wali kelas XI tampak sedang mengalami tekanan dan ketidaknyamanan dengan rekan-rekan kerja. Ini terlihat dari subyek dengan menempelkan kertas yang isinya kalimat-kalimat kekesalan dan apa yang beliau rasakan. Terlihat juga dari kata-kata yang dituliskan melalui SMS kepada penulis. 22/10/09 Saat mengisi kuesioner, mereka saling berkomunikasi

satu sama lain. Mereka juga aktif bertanya pada penulis jika ada yang tidak dipahami. Semua soal yang ada di kuesioner ditanyakan oleh mereka.

29/10/09 Ada salah satu dari mereka (S1) terlihat menggunakan HP dengan fasilitas vidio call berkmunikasi dengan temannya yang berada di luar kelas tersebut. Aktivitas ini terjadi saat waktu istirahat dan dilakukannya di dalam kelas. Ia terlihat sembunyi-sembunyi saat melakukannya. Orang yang dihubunginya itu tidak jelas laki-laki atau perempuan.

30/10/09 Pada saat wawancara (S4) terlihat mengenali adik kelasnya yang lawan jenis. Ini tampak saat ditengah proses wawancara, dua adik kelasnya menanyakan apa yang sedang dilakukannya. Hal ini memungkinkan terjadi karena wawancara dilakukan diruang kelas yang hanya dibatasi sekat papan dengan kelas sebelahnya.

Translatter saat waktu istirahat terlihat sedang berkomunikasi dengan beberapa siswi kelas X menggunakan bahasa isyarat.

(62)

45

dan benar sehingga kalimat yang terbentuk pun belum jelas maknanya. Hal ini sesuai dengan kata-kata wali kelas yang mengatakan bahwa kemampuan bahasa mereka kurang. Saat peneliti mencari S2, S3 menawarkan diri untuk membantu mencari.

Keseluruhan Selama proses pengambilan data tidak terlihat sepasang remaja tuna rungu yang sedang berbicara secara khusus berdua atau terlihat sedang bermesraan.

4. Pengorganisasian Data Mentah

Pada tahap pengorganisasian data mentah, peneliti sebenarnya telah dapat memperkirakan kategori-kategori yang mungkin dapat muncul. Sedangkan aturan pengkodingan adalah tidak boleh mengubah esensi kalimat. Tahap ini hanya sebatas mengeluarkan kata-kata / kalimat kunci.

5. Hasil Penelitian

Kode : W.L.Sek.29okt09.3.S1

Kencan : Menjemput pasangan untuk aktifitas berdua.

Berdasarkan cinta kasih : Bentuk cinta dari hubungan subyek yaitu diperhatikan yang tampak dari perhatian pasangan kepada diri subyek dan adanya rasa kangen atau keinginan yang besar untuk bertemu. Komitmen : Mengakui komitmennya. Menjalin hubungan / jadian pada waktu tertentu dan di suatu tempat. Adanya keinginan untuk menjalin komitmen secara berkelanjutan dengan pasangan.

(63)

Orang tua sudah mengenal pasangan meskipun ia belum mengenal orang tua pasangannya. Hari jadian juga dilalui dengan biasa saja. Sisi passion : Adanya rasa ingin bertemu yang besar.

Arti pacaran : Menjalin komitmen dan komunikasi secara terus menerus.

Hobi : Nonton TV.

Kode : W.L.Sek.29okt09.3.S2

Kencan : Rutinitas 1 minggu 1X ke rumah pasangan untuk bertemu, menjemput pasangan untuk pergi jalan-jalan dan makan bersama. Cinta kasih : Jatuh cinta yang diawali dengan pertemanan dan juga diwarnai dengan cemburu. Suka dengan pasangan karena iman.

Komitmen : Memiliki pasangan sejak 2006 sampai sekarang walau sudah tidak satu sekolah lagi. Menjalin komitmen secara langsung di rumah pasangan.

Intimasi : Aktifitas berdua yang dilakukan antara lain ngobrol-ngobrol, belajar menjahit, jalan-jalan, dan makan bersama. Juga merayakan hari jadiannya. Pasangan ini juga sudah mulai mengenal orang tua masing-masing dan pasangannya.

(64)

47

Arti pacaran : Adanya rasa senang jika bertemu si dia dan adanya rasa kangen.

Hobi : Membaca dan membantu orang lain.

Kode : W.L.Sek.30okt09.3.S3

Kencan : Aktifitas yang mereka lakukan bersama yang bisa mempengaruhi kedekatan mereka yaitu makan bersama, jalan-jalan, ngobrol-ngobrol, belanja, dan ke rumah pasangan dimalam minggu. Cinta kasih : Aktifitas yang dilakukan karena cinta kasih yaitu mampir ke rumah pasangan dan memberikan pengertian-pengertian sampai menikah.

Komitmen : Menjalin komitmen melalui HP atau SMS dan memberi pengertian sampai menikah tetapi hanya selama 6 bulan karena sekarang sudah putus dengan pacar.

Intimasi : Aktifitas yang dilakukan berdua yaitu malam minggu main ke rumahnya, memperkenalkan pasangan dengan orang tua, jalan-jalan, dan saling berkomunikasi untuk saling mengenal sifat, memberi pengertian dan menguji pasangan. Tetapi di sisi yang lain ada hal-hal yang menjauhkan hubungan pasangan tersebut antara lain bohong,tidak tepat waktu, tidak menurut, banyak bicara, bicara dengan suara keras, dan kurang perhatian meskipun saat ulang tahun.

(65)

Arti pacaran : Ngobrol-ngobrol, berkomunikasi sampai mengerti, setia, untuk memberi komitmen sampai menikah.

Hobi : Main sepak bola, volly, dan main facebook dengan komputer.

Kode : W.P.Sek.30okt09.3.S4 Kencan : Pergi dan janjian ke warnet.

Cinta kasih : Menyukai pasangan karena baik. Tetapi tidak suka jika pasangan berbicara dengan wanita lain dan menilai pasangannya berbohong karena rasa cemburu. Hal tersebut menyebabkan hubungannya tidak berlanjut.

Komitmen : Pernah memiliki hubungan yang diawali dengan SMS dan ingin terikat dengan pernikahan. Tetapi takut menjalin komitmen karena takut dibohongi pasangan, pasangan memiliki pacar lain, dan orang tua melarang pacaran.

Intimasi : aktifitas berdua yang mendekatkan yaitu belajar bersama, pergi ke warnet, ke rumah masing-masing, memberi selamat ulang tahun, tetapi ada penilaian tentang ketidakjujuran, pasangan memiliki hubungan dengan yang lain, tidak ingat kapan jadian, dan orang tua melarang pacaran yang bertolak belakang dengan intimasi.

(66)

49

6. Deskripsi Hasil Penelitian

Subyek pertama mendevinisikan pacaran sebagai menjalin komitmen dan komunikasi secara terus menerus, didalamnya terdapat unsur kencan yang ditunjukkan dengan menjemput pasangan untuk beraktivitas berdua; unsur berdasar cinta kasih seperti diperhatikan yang tampak dari perhatian pasangan kepada diri subyek dan adanya rasa kangen atau keinginan yang besar untuk bertemu; unsur komitmen yang ditunjukkan dengan mengakui komitmennya, menjalin hubungan / jadian pada waktu tertentu dan di suatu tempat, dan adanya keinginan untuk menjalin komitmen secara berkelanjutan dengan pasangan; unsur intimasi ditunjukkan dengan menjalin komunikasi yang dilakukan dengan cara ngobrol atau bercakap-cakap secara langsung maupun tidak langsung contohnya melalui media HP, subyek juga memperkenalkan pasangan pada orang tuanya, makan bersama, menjemput pasangan, dan jalan-jalan berdua; unsur passion ditunjukkan dengan rasa ingin bertemu yang besar; hobi menonton tv tidak menunjukkan adanya hubungan kedekatan dengan pasangan.

(67)

mencintai pasangannya; unsur komitmen ditunjukkan dengan menjalin komitmen di rumah pasangan dan menjaga komitmen tersebut sejak 2006 sampai sekarang; unsur intimasi ditunjukkan dengan beraktivitas berdua yang dilakukan antara lain dengan ngobrol-ngobrol, belajar menjahit, jalan-jalan, dan makan bersama seperti saat merayakan hari jadian. Pasangan ini juga sudah mulai mengenal orang tua masing-masing; unsur passion ditunjukkan dengan adanya rasa kangen dan senang jika bertemu pasangan. Keinginan untuk mencium dan memeluk pasangan juga dimiliki tetapi hanya ingin dilakukan sesudah menikah; hobi membaca tidak menunjukkan adanya hubungan kedekatan dengan pasangan.

(68)

51

malam minggu main ke rumahnya, memperkenalkan pasangan dengan orang tua, jalan-jalan, dan saling berkomunikasi untuk saling mengenal sifat, memberi pengertian dan menguji pasangan. Tetapi di sisi yang lain ada hal-hal yang menjauhkan hubungan pasangan tersebut antara lain bohong, tidak tepat waktu, tidak

Gambar

Tabel Tingkat Ketunarunguan
Tabel 2
Tabel 3 Kuesioner
Tabel 4
+2

Referensi

Dokumen terkait

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015

Memposisikan ilmu sebagai al-‘aqabah atau rintangan dalam ibadah merupakan hasil sebuah renungan pemikiran yang mendalam. Satu sisi ilmu itu dibutuhkan

Selain itu, generasi muda juga memiliki kemampuan organisasi yang tinggi sehingga berpeluang mengawal perubahan melalui gerakan sosial yang positif.. Hal ini menarik untuk

Herein most of the authors from the early centuries of Islam belonged to non-Muslim societies, cultures, or religions. The primary intent of many early works was to inform

Tutor pada kegiatan hijab class adalah anggota dari Hijabers Community sendiri yang dianggap menjadi inspirasi dalam style hijab. Pada kegiatan pertama kita bisa melihat bahwa

Dalam pandangannya, perempuan diidentik dengan sosok yang lemah, halus dan emosional. Pandangan ini telah memposisikan perempuan sebagai mahkluk yang seolah-olah harus dilindungi

Pemahaman konsep siswa pada penentuan jumlah molekul zat hasil reaksi yang dihasilkan pada akhir reaksi berdasarkan perbandingan pereaksi yang tersedia digali dengan

segala karya yang indah (gambar atau lukisan atau pahatan atau ukiran atau segala jenis seni visual) harus berhubungan dengan figur-figur atau tokoh-tokoh penting atau