• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia kaya akan suku dan budaya yang beragam disetiap daerahnya, hampir setiap daerah mempunyai bahasa, kesenian, lagu, baju bahkan bangunan-bangunan adatnya sendiri. BPS atau Badan Pusat Statistik Indonesia merilis pada tahun 2010 bahwa jumlah suku bangsa di Indonesia berjumlah 1.128 suku bangsa. Selain karena negara Indonesia yang berbentuk kepulauan, perkembangan tiap daerah dan juga pengaruh asing yang membawa agama dan kepercayaan juga mempengaruhi banyaknya suku bangsa yang ada di Indonesia. Namun dengan begitu banyaknya budaya yang kita punya membuat Indonesia tidak hanya sekali atau dua kali kesenian dan kebudayaannya di klaim oleh negara tetangga seperti lagu rasa sayange dan Reog Ponorogo yang diakui Malaysia dan masih banyak kesenian lainnya.

Budaya merupakan warisan leluhur yang sangat luar biasa, pembentukan karakter suatu bangsa ditentukan oleh budaya dan adat istiadat daerahnya. Philip R. Harris dan Robert T. Moran dalam Mulyana (2009:37) menjelaskan bahwa cara kita berpikir dapat terkondisikan secara struktural, budaya-budaya timur melukiskan sesuatu dengan menggunakan visualisasi-visualisasi, sedangkan budaya-budaya barat cenderung menggunakan konsep-konsep. Menurut pernyataan tersebut terbukti memang bahwa budaya timur bisa mempertahankan budayanya karena selalu menvisualisasikan budayanya, sedangkan budaya barat termakan modernisasi karena budaya mereka hanya sebatas konsep saja.

Di Indonesia budaya juga merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan secara turun-temurun disetiap masa regenerasinya. Untuk itulah budaya warisan leluhur ini sudah seyogyanya terus dilestarikan agar terus bisa menjadi asset yang dibanggakan dan tidak termakan oleh modernisasi zaman. Jika kita lihat lebih

(2)

2 dalam lagi, budaya merupakan sebuah kesatuan unsur-unsur yang kompleks dan saling berhubungan, setiap ujungnya selalu menyambung kepada fungsi yang lain yang membuat budaya tersebut tetap ada dengan dihubungkan oleh garis yang disebut komunikasi, seperti contoh dalam sebuah lingkungan budaya kita akan menemukan banyak kebiasan yang mengatur para pelaku di dalam ruang lingkup budaya tersebut, seperti bagaimana cara menyapa, bagaimana cara makan, bagaimana cara berpakaian, berjalan, bahkan sampai bagaimana cara menjamu tamu, dan juga mengatur falsafah hidup masing-masing pelakunya. Untuk itulah kita mengenal adanya mitos karena suatu kebudayaan datang dari sebuah kebiasaan yang menjadi tradisi dan kepercayaan terhadap sesuatu dan menuangkannya menjadi sebuah cerita atau tradisi yang sekarang dipercayai oleh masyarakat sebagai mitos.

Mitos sendiri merupakan cerita rakyat yang terjadi di masa lampau yang dipercaya dan diyakini oleh masyarakat yang biasanya mengandung penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya sehingga menjadi sebuah legenda tersendiri. Legenda adalah kisah yang secara tradisional dianggap benar-benar terjadi, namun berlatar pada masa-masa yang lebih terkini, saat dunia sudah terbentuk seperti sekarang ini. Seperti legenda yang sangat terkenal di tanah sunda yaitu legenda gunung tangkuban perahu yang bercerita tentang cinta naas yang menimpa sangkuriang yang jatuh cinta kepada Dayang Sumbi yang ternyata adalah ibunya sendiri. Legenda seperti ini lahir dari cerita rakyat yang akhirnya menghasilkan mitos yang dipercaya oleh masayarakat pada masanya bahkan mungkin sampai saat ini.

Dalam bahasa inggris legenda atau cerita rakyat dikenal dengan istilah Folklore, biasanya meliputi beberapa hal seperti sikap tubuh, busana adat dan musik. Cerita rakyat sangat melekat dalam kehidupan orang Indonesia sehingga bisa mempengaruhi budaya yang ada di daerah atau tempat tersebut. Cerita-cerita rakyat yang berkembang di Indonesia biasanya berasal dari zaman–zaman kerajaan atau zaman sebelum penjajahan dimulai dan cerita tersebut berubah menjadi legenda yang dipercaya dan memiliki sebuah keunikan dan kekhasan

(3)

3 tersendiri, seperti cerita rakyat Malin Kundang, cerita Bawang Merah dan Bawang Putih, cerita tentang Jaka Tarub atau Roro Jonggrang.

Cirebon merupakan daerah yang cukup berpengaruh dalam perkembangan perdagangan dan industri di Jawa Barat, pada abad ke XIII rakyat Cirebon ditandai dengan kehidupan yang masih tradisional, kemudian pada tahun 1479 berkembang pesat dan menjadi pusat penyebaran ajaran Islam terutama di wilayah Jawa Barat, sampai akhirnya setelah Belanda memasuki Cirebon dibangunlah jalan raya darat dan kereta api sehingga mempengaruhi perkembangan industri dan perdagangan di Cirebon, wilayah cirebon sendiri yang berada di daerah pantai utara Propinsi Jawa Barat bagian Timur. dengan letak geografis yang sangat strategis, yang merupakan jalur utama transportasi di masanya.

Begitu juga dengan seni dan kebudayaan yang banyak di Cirebon juga di latar belakangi oleh banyaknya etnis yang ada di Cirebon, seperti Arab, Cina, India yang menjadi imigran utama semasa abad ke XIII. Kebudayaan yang melekat pada masyarakat Cirebon merupakan perpaduan berbagai budaya yang datang dan membentuk ciri khas tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pertunjukan khas masyarakat Cirebon antara lain Tarling, Tari Topeng Cirebon, Sintren, Kesenian Gembyung, dan Sandiwara Cirebonan.

Masyarakat Cirebon adalah masyarakat yang lahir dari hibriditas budaya antara ”kebudayaan mainstream” yang ditempati oleh kebudayaan Sunda (dalam konteks kewilayahan Jawa Barat) dengan ”kebudayaan marjinal” yang dilekatkan kepada entitas kebudayaan Jawa Reang, atau Wong Jawa Cirebonan. Akulturasi budaya tersebut akhirnya melahirkan budaya baru yang lebih dominan dalam hal ini budaya Jawa Cirebon, hal ini terbukti dari bahasa yang digunakan oleh masyarakat Cirebon yaitu bahasa Cirebon. Selain bahasa mitos yang berkembang di kalangan orang Cirebon juga sangat beragam seperti ketika seorang gadis duduk di depan pintu maka gadis tersebut akan sulit menemukan jodoh, atau kebiasaan memuja beberapa tempat menjadi tempat pesugihan atau pembersihan, contohnya Telaga Remis yang berada di daerah Raja Galuh yang dipercaya jika

(4)

4 perawan mandi di telaga tersebut akan bertambah cantik dan segera mendapat jodoh.

Cirebon sendiri tidak semua bagiannya berada di pesisir pantai, ibu kota Kabupaten Cirebon berada di kota Sumber yang daerahnya lebih teduh dan berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kuningan yang merupakan daerah pegunungan, keadaan tersebutlah yang membuat Cirebon mempunyai banyak kesenian dan lahirnya fenomena bahasa hibrid di daerah Cirebon. Orang Cirebon di daerah kabupaten atau sekitar pesisir pantura terbiasa menggunakan bahasa Jawa dan daerah kabupaten yang tidak dekat dengan pesisir terbiasa menggunakan campuran Jawa dengan Sunda, karena berbatasan dengan Kabupaten Kuningan dan Majalengka yang mayoritas berbahasa Sunda.

Di Cirebon, cerita rakyat juga banyak terdapat di berbagai daerahnya, banyak sekali tempat-tempat atau nama-nama daerah yang ada di Cirebon saat ini berasal dari cerita rakyat yang berkembang pada zaman dulu kala, seperti daerah Tegal-Gubug di Kecamatan Arjawinangun Cirebon berawal dari kisah rakyat yang ternyata sangat menarik, terkisah pada zaman dulu Syeikh Syarif Hidayatullah yang saat itu memerintah Cirebon mengutus seorang patih bernama Ki Suro untuk mengambil Al-Qur’an yang akan digunakan untuk penyebaran agama Islam, namun dalam perjalanananya, Ki Suro beristirahat di sebuah desa dan sekalian menyebarkan agama Islam akhirnya kepala desa tersebut memeluk Islam, kepala desa tersebut mempunyai istri yang amat cantik bernama Nyi Mas Ratu Antra Wulan, kemudian jatuh cinta dan bermaksud meminang putri tersebut, namun ternyata Ki Pancawala yang juga kepala desa tersebut hendak menjodohkan putrinya dengan Syeikh Syarif Hidayatullah, akhirnya Ki suro mengalah, tapi diperjalanan Ki Suro beristirahat di sebuah gubug di tegalan sawah kemudian menyatakan cintanya, singkat cerita Ki Suro kembali menemui Syeikh dengan membawa Nyi Mas yang palsu, namun Syeikh sudah mengetahui lebih dulu, akhirnya Ki Suro dipecat dan kembali ke gubug itu untuk menemui Nyi Mas yang asli dan hidup bahagia, untuk itulah desa tersebut mempunyai nama Tegal-Gubug. Selain itu tempat lain yang diangkat dari cerita rakyat adalah Desa

(5)

5 Arjawinangun di Kabupaten Cirebon Barat, nama Arjawinangun terdiri dari dua kata yaitu “Arja” dan “Winangun” Arja artinya bahagia dan Winangun artinya membangun atau telah selesai melaksanakan tugas. Desa ini menjadi tempat peristirahatan Pangeran Arya Kemuning yang merupakan anak angkat Putri An Liong Tin dari Cina yang di nikahi oleh Syekh Syarif Hidayatullah dan menetap di Desa Luragung Kuningan.

Selain nama-nama daerah, kesenian-kesenian di Cirebon juga banyak yang berasal dari cerita rakyat, seperti halnya Sintren, Sintren pada zaman dahulu merupakan tradisi atau sarana ritual yang bersifat sakral, selain bersifat sakral Sintren juga biasa dimanfaakan untuk hiburan dan tontonan dalam upacara besar dan hanya bisa dilakukan dalam waktu-waktu tertentu seperti malam bulan purnama. Berawal dari sebuah cerita rakyat pada zaman dulu kala Kalisabak dipimpin oleh seorang penguasa wilayah yang bernama Raden Bahureksa.Ia tinggal bersama istrinya yang bernama Roro Rantamsari dan putra semata wayangnya, Raden Sulandono. Raden Sulandono tumbuh menjadi seorang pangeran yang tampan dan baik budi pekertinya. Singkat cerita diujung desa Kalisabak juga terdapat putri yang sangat cantik yang terkenal bernama Sulasih, singkat cerita akhirnya Raden Sulandono dan Sulasih pun bertemu dan saling jatuh cinta, namun cintanya tidak berjalan mulus banyak hambatan dan rintangan, Ki Bahureksa tidak menyetujui cinta mereka, sampai akhirnya Ki Bahureksa wafat, Sulandono terus berjuang mendapatkan cintanya sampai akhirnya meninggal pada pertempuran merebut Sulasih dengan para pemuda desa tersebut. Kisah inilah yang mendasari lahirnya kesenian Sintren ini, dan masyarakat Cirebon pada zaman dahulu percaya bahwa arwah yang memasuki Sintren adalah arwah Dewi Sulasih.

Sintren juga pada masa lalu digunakan sebagai media pemujaan terhadap roh putri Sulastri yang dimasukan ke tubuh Sintren dengan sengaja oleh para pelaku pertunjukan, namun pada masa sekarang kesenian ini sudah mengarah pada seni yang hanya dipertontonkan dan tidak ada lagi nilai tradisi yang tertanam di dalamnya, banyak kesenian Sintren ini hanya dipergunakan untuk tontonan

(6)

6 komersil semata dan bisa dipertontonkan dimana dan kapan saja untuk kepentingan umum yang ingin menyewa untuk ditontonkan kepada khalayak ramai. Sintren mempunyai keistimewaan sendiri dalam pertunjukannya yaitu dengan menggunakan kepercayaan magisnya bahwa Sintren atau penari bisa menari diluar kesadarannya dengan dirasuki oleh arwah Sulandono yang merupakan putri yang merasuki Sintren, kepercayaan seperti ini sangat kental di kalangan masyarakat pesisiran, maka dari itu penulis dapat menyimpulkan bahwa beberapa bagian atau tahapan dalam penampilan Sintren ini dapat mereprsentasikan tradisi kehidupan sosial masyarakat pesisir yang berbeda dengan masyarakat pedalaman dan pegunungan.

Dewasa ini fenomena seni budaya Sintren di Cirebon sudah semakin hilang terkikis zaman yang semakin modern, seni budaya Sintren mulai terbenam dengan budaya barat yang semakin merajalela di Indonesia, jangankan budaya daerah mungkin budaya nasional negara Indonesia sendiri juga semakin terkikis dan sudah sedikit sekali yang tertarik mempreservasi dan melestarikannya. Budaya seyogyanya merupakan representasi sebuah peradaban, sebuah penggambaran kehidupan yang dijadikan panutan setiap manusia. Lihat saja Indonesia terkenal dengan budaya andap asor-nya (rendah hati) orangnya yang ramah-ramah dan budaya ketimuran lainnya.

Untuk itulah penulis melihat adanya sebuah nilai-nilai yang dianut masyarakat pesisir Cirebon itu sendiri, melalui lirik yang dilantunkannya dan bahasa yang digunakan serta mitos yang memang membawa Sintren menari diluar alam sadarnya, membuat penulis semakin tertarik untuk meneliti apa makna yang dibawa atau terkandung dan merepresentasikan kehidupan masyarakat pesisiran dalam pertunjukan seni Sintren tersebut.

Dalam tembang atau kawih yang dilantunkan saat pertunjukan Sintren, terdapat lirik yang menceritakan permohonan kepada sang maha kuasa untuk bisa menurunkan titisan atau menurunkan arwah putri Sulasih kepada penari yang akan berperan menjadi seorang Sintren, selain itu lirik tersebut juga berisi tentang cerita

(7)

7 cinta atau sejarah kasih Sulandono dan Sulasih dengan menggunakan bahasa Cirebon, tentunya hal ini mempunyai nilai-nilai estetis yang ada di dalamnya yang bisa digali lebih dalam lagi. Dengan menggunakan kajian analisis semiotika Roland Barthes ini penulis bermaksud mengupas lebih dalam lagi makna apakah yang terdapat dalam lirik tembang kesenian Sintren ini.

1.2 Fokus Penelitian

Seperti yang penulis uraikan dalam latar belakang penulisan diatas, penulis lebih memfokuskan penelitian ini dalam mencari tau makna apa yang terkandung dalam pertunjukan seni Sintren ini dengan menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes.

1. Apa makna denotasi dari lirik dalam pertunjukan Sintren? 2. Apa makna konotasi dari lirik dalam pertunjukan Sintren?

3. Bagaimana mitos yang terkandung dalam lirik seni pertunjukan Sintren?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan fokus penelitian yang penulis buat dalam penelitian ini, penulis mempunyai tujuan untuk :

1. Mendapatkan informasi tentang arti tanda, makna denotasi dari lirik tembang dalam pertunjukan seni Sintren

2. Mendapatkan informasi tentang arti tanda, makna konotasi dari lirik tembang dalam pertunjukan seni Sintren

3. Mendapatkan informasi tentang makna mitos dari lirik tembang dalam pertunjukan seni Sintren.

(8)

8 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : a. Aspek Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan perpustakaan bagi jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi Bisnis Universitas Telkom. Khususnya dalam hal semiologi komunikasi, serta sebagai masukan bagi rekan-rekan mahasiswa yang mengadakan penelitian dapat dijadikan acuan atau literature untuk penelitian selanjutnya

b. Aspek Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kembali rasa cinta terhadap kebudayaan daerah sendiri, terutama untuk warga Cirebon agar terus melestarikan kebudayaan asli Cirebon. Selain itu penelitian ini juga bisa bermanfaat bagi para sanggar pertunjukan seni Sintren yang ada di Cirebon agar lebih menjiwai lagi dalam menampilkan pertunjukan seni ini kepada khalayak karena pertunjukan seni ini merupakan representasi luhur dari nilai budaya Cirebon.

(9)

9 1.5 Tahapan Penelitian

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipakai untuk penelitian ini adalah sanggar seni Sekar Pandan yang berada di komplek keraton Kacirebonan, Cirebon Jawa Barat. Peneliti melakukan observasi atau wawancara langsung dengan mendatangi sanggar seni Sekar Pandan atau biasa menggunakan email atau melalui telepon, untuk itu jarak tidak terlalu mempengaruhi penelitian dan penilitian bisa dilakukan dimana saja. Sanggar sanggar seni Sekar Pandan ini peneliti pilih karena originalitas keseniannya yang masih dipertahankan, walaupun peneliti menemukan beberapa sanggar kesenian Sintren yang serupa, tapi hanya sanggar yang ada di Bongas inilah yang masih mempertahankan originalitas tradisi tersebut.

Mencari Ide penilitian

Mencari literature & teori terkait penelitian Pengumpulan data Analisis pertunjukan mencari makna : 1. Denotasi 2. Konotasi 3. Mitos Validitas data Hasil Akhir

Data sekunder : studi kepustakaan dan wawancara

Data primer : video pertunjukan

(10)

10 1.6.2 Waktu Penelitian

kegiatan Bulan

Desember Januari Februari Maret April Mei Juni

Mencari ide penelitian Proses pengumpulan data Mencari teori terkait penelitian Proses pengerjaan laporan penelitian Proses pengerjaan hasil dan pembahasan Proses analisis dan kesimpulan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

No. Biaya operasional langsung selain untuk operasional kantor juga digunakan untuk biaya pembuangan sisa sampah yang tidak diolah dan dibuang ke landfill.. Biaya ini

Sentuhan mata : Gejala yang teruk boleh termasuk yang berikut: kesakitan atau kerengsaan.. berair kemerahan Kesan Kesihatan

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat penetapan yang menetapkan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit

Berdasarkan hasil penelitian dapat disim- pulkan bahwa uji amplifikasi PCR menggunakan sampel darah utuh tanpa didahului ekstraksi DNA merupakan uji yang sensitif,

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh interaksi edukatif guru dan siswa terhadap

Dari hasil penelitian pengaruh penambahan cmc (A), 2,4 gr, 3,6 gr , 0,8 gr dan lama penyimpanan (B), 7 hari, 14 hari, 21 hari, terhadap mutu sari buah asam jawa dapat dinyatakan

Bab keempat merupakan bab analisis data; bab ini membahas tentang analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan, pokok bahasan dalam bagian ini adalah

Tugas Lembaga Penjaminan Simpanan, (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan, (2) melaksanakan penjaminan simpanan, (3) merumuskan dan