• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Kecerdasan Emosional

2.1.1 Definisi Kecerdasan Emosional

Menurut Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2001), kecerdasan emosional merupakan kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Individu yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi akan mampu mengatasi berbagai masalah atau tantangan yang muncul dalam hidupnya. Seligman (dalam Goleman, 2001) mengungkapkan bahwa individu yang cerdas emosinya akan bersikap optimis, bahwa segala sesuatu dalam kehidupan dapat teratasi kendati ditimpa kemunduran atau frustasi.

Sedangkan menurut Goleman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengelola perasaan antara lain memotivasi dirinya sendiri dan orang lain, tegar menghadapi frustasi, sanggup mengatasi dorongan-dorongan primitif dan kepuasan-kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, mampu berempati pada orang lain. Kemampuan pengelolaan emosi berdampak pada pengambilan keputusan dengan tepat dan tidak merugikan pihak manapun. Selain itu kecerdasan emosional mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi masalah yang muncul pada dirinya (Melianawati dkk, 2001).

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan individu dalam mengenali, memahami perasaan dirinya dan orang lain, mengendalikan perasaanya sendiri, menjalin hubungan serta memotivasi diri sendiri untuk memandu pikiran agar dapat mengatasi masalah dan menjadi lebih baik.

(2)

2.1.2 Teori Kecerdasan Emosional

Four Branch Model of Emotional Intelligence menurut Mayer & Salovey (1997) :

1. Emotional perception and expression

- Kemampuan mengidentifikasi emosi seseorang dalam pernyataan secara fisik dan psikis.

- Kemampuan mengidentifikasi emosi orang lain.

- Kemampuan untuk mengekspresikan emosi dengan baik dan mengekspresikan kebutuhan yang berhubungan dengannya.

- Kemampuan membedakan antara perasaan yang tepat/jujur dengan perasaan yang tidak jujur/tidak tepat.

2. Emotional facilitation of thought (using emotion)

- Kemampuan untuk menentukan dan memprioritaskan pemikiran dengan dengan berdasarkan perasaan yang terkait.

- Kemampuan meluapkan emosi untuk memfasilitasi keputusan dan memori

- Kemampuan menggunakan kesempatan pada perubahan mood untuk menghargai berbagai pandangan atau keadaan.

- Kemampuan menggunakan emosi untuk memfasilitasi penyelesaian masalah dan kreatifitas

3. Emotional understanding

- Kemampuan untuk mengerti hubungan dalam berbagai emosi - Kemampuan untuk melihat penyebab dan konsekuensi dari emosi - Kemampuan memahami perasaan yang kompleks, perpaduan emosi,

kritik

- Kemampuan memahami perubahan emosi 4. Emotional management

- Kemampuan untuk terbuka terhadap perasaan yang baik maupun yang tidak

- Kemampuan untuk mengawasi dan merefleksikan emosi

- Kemampuan melibatkan, memperpanjang, dan melepaskan dari keadaan emosional

(3)

- Kemampuan mengatur emosi diri - Kemampuan mengatur emosi orang lain

Ada lima aspek yang digunakan untuk mengukur kecerdasan emosional menurut Goleman (2001), yaitu :

1.Self awareness (mengenali emosi diri)

Kesadaran diri, yaitu mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasan perasaan. Orang yang memiliki keyakinan lebih tentang perasaaanya adalah pilot yang handal bagi kehidupan mereka, karena mempunyai kepekaan lebih tinggi akan perasaan mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan masalah pribadi. Mereka juga memiliki penilaian yang realistis akan kemampuan diri mereka.

2.Self regulation (mengelola emosi)

Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam keterampilan ini akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan untuk mencapai tujuan.

3.Motivation (memotivasi diri)

Kemampuan memotivasi diri untuk terus berusaha dalam mencapai tujuan, meningkatkan inisiatif diri dalam berkembang, lebih produktif, serta gigih dalam menghadapi rintangan dan frustasi.

4.Empathy (memahami emosi orang lain)

Kemampuan merasakan perasaan orang lain, mampu menerima pandangan orang lain, mengelola hubungan dan menyelaraskan perasaan dengan beragam orang.

5.Social skill (keterampilan sosial)

Menangani emosi dengan baik dalam menjalin hubungan, membaca situasi sosial dengan akurat, berinteraksi dengan lancar, menggunakan

(4)

kemampuan ini untuk mengajak dan memimpin, bernegosiasi dan menyelesaikan masalah demi kerjasama.

2.2 Kepuasan Kerja

2.2.1 Definisi Kepuasan Kerja

Ada pernyataan yang mengatakan bahwa kepuasan adalah perasaan yang menyenangkan, merupakan hasil dari persepsi individu dalam rangka menyelesaikan tugas atau memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh nilai-nilai kerja yang penting bagi dirinya. Locke (dalam Waluyo, 2013) mendefinisikan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu tingkat emosi yang positif dan menyenangkan individu. Dengan kata lain, kepuasan kerja adalah suatu hasil perkiraan individu terhadap pekerjaan atau pengalaman positif dan menyenangkan dirinya.

Sedangkan menurut Howell dan Robert (dalam Waluyo, 2013) memandang bahwa kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat suka atau tidak sukanya karyawan terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain, kepuasan kerja mencerminkan sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Jika karyawan bersikap positif terhadap pekerjaan yang dikerjakannya, maka dia akan memperoleh perasaan puas terhadap apa yang dikerjakannya. Sebaliknya, jika karyawan bersikap negatif atau tidak suka, maka dia akan merasa tidak puas akan apa yang dikerjakannya. Selain itu, menurut Luthans (2006) kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap situasi pekerjaan yang berfokus pada sikap karyawan terhadap pekerjaan mereka dan komitmen organisasi, dan organisasi secara keseluruhan.

Menurut Spector (2000) kepuasan kerja merupakan perasaan individu terhadap pekerjaannya dan berbagai aspek yang terkandung di dalamnya. Tiffin dan McCormik (1979) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan sikap diri dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antar pemimpin dan sesama karyawan. Selain itu Waluyo (2013) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan

(5)

hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri, dan hubungan sosial individu di luar kerja.

Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap diri karyawan yang positif terhadap pekerjaan dan aspek-aspek atau faktor-faktor yang mempengaruhi, seperti situasi kerja, hubungan sosial, keseluruhan organisasi, pengalaman individu dan sebagainya.

2.2.2 Cara Mengungkapkan Ketidakpuasan Kerja

Ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara yang terletak pada dua dimensi, yakni constructiveness – destructiveness dan aktif-pasif:

Gambar 2. 1 Cara Mengungkapkan Ketidakpuasan Sumber : Robbins & Judge (2007)

a. Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan, termasuk mencari pekerjaan lain.

b. Aspirasi (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi, termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.

c. Mengabaikan (Neglect): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap yang secara pasif membiarkan keadaan memburuk, yang meliputi sering absen atau datang terlambat, upaya berkurang, dan semakin banyak berbuat kesalahan.

d. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan cara pasif namun optimis menunggu perbaikan kondisi, yang meliputi membela

(6)

organisasi dan kritikan eksternal dan mempercayai organisasi dan menajemennya untuk “melakukan hal yang benar”.

2.2.3 Teori Kepuasan Kerja

a. Teori Proses Bertentangan (Opponent-process Theory)

Dalam teori proses bertentangan Landy (dalam Munandar, 2001) memandang kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain. teori ini memberi tekanan bahwa individu ingin mempertahankan keseimbangan emosional (emotional equilibrium).

b. Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)

Teori pertentangan dari Locke menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai, yaitu :

1. pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seorang individu dengan apa yang dterima.

2. pentingnya apa yang diiinginkan bagi individu.

Menurut Locke seorang individu akan merasa puas atau tidak merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung bagaimana dia mempersiapkan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan dan hasil yang keluar.

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Mullin (1993) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :

1. Faktor pribadi, antara lain kepribadian, pendidikan, intelejensi, kemampuan, usia, status perkawinan, dan orientasi kerja.

2. Faktor sosial, antara lain hubungan dengan rekan kerja, kelompok kerja dan norma-norma, kesempatan untuk berinteraksi, dan organisasi informal. 3. Faktor budaya, antara lain sikap-sikap yang mendasari, kepercayaan, dan

nilai-nilai.

4. Faktor organisasi, antara lain sifat dan ukuran, struktur formal, kebijakan-kebijakan personalia dan prosedur, relasi karyawan, sifat pekerjaan,

(7)

teknologi dan organisasi kerja, supervisor dan gaya kepemimpinan, sistem manajemen, dan kondisi-kondisi kerja,

5. Faktor lingkungan, antara lain ekonomi, sosial, teknik, dan pengaruh-pengaruh pemerintah.

Selain itu, Wijono (2010) juga menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, diantaranya :

1. Karakterisitik individu, antara lain adalah perbedaan individu, usia, pendidikan dan kecerdasan, jenis kelamin, dan jabatan.

2. Karakteristik pekerjaan, antara lain adalah organisasi dan manajemen, supervisi langsung, lingkungan sosial, komunikasi, kemananan, monoton, dan penghasilan.

As’ad (2003) mengungkapkan empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :

1. Faktor fisiologis, diantaranya jenis pekerjaan, keadaan ruangan, pengaturan jam kerja, waktu istirahat, perlengkapan kerja, dan semua yang menyangkut kondisi fisik lingkungan kerja dan lingkungan fisik karyawan. 2. Faktor psikologis, diantaranya minat, ketentraman kerja, sikap terhadap

kerja, bakat, intelejensi, dan keterampilan atau pengalaman seseorang. 3. Faktor sosial, yaitu segala hal yang berhubungan dengan interaksi sosial

individu, diantaranya interaksi atasan dengan bawahan, interaksi dengan rekan kerja dan sebagainya.

4. Faktor finansial, merupakan segala hal yang berhubungan dengan jaminan dan kesejahteraan individu, diantaranya gaji, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas, dan kesempatan promosi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan menurut Luthans (2006) ada 6 faktor, yaitu :

1. Pay (gaji).

Gaji dapat dikatakan penentu penting dalam menentukan kepuasan kerja, karena diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pegawai. Lebih jauh lagi gaji merupakan sebuah simbol pencapaian atau sukses dan sumber pengakuan diri. Karyawan biasanya melihat gaji sebagai refleksi bagaimana perusahaan melihat kontribusi yang

(8)

diberikan kepada perusahaan.

Ada beberapa pendapat bahwa gaji atau upah merupakan faktor utama untuk timbulnya kepuasan kerja. Sampai taraf tertentu hal ini memang bisa diterima, terutama dalam suatu negara yang sedang berkembang dimana uang merupakan kebutuhan yang vital untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Akan tetapi kalau masyarakat sudah dapat memenuhi kebutuhan keluarganya maka gaji atau upah ini tidak lagi menjadi faktor utama, namun yang terpenting adalah gaji yang diterima karyawan itu adil sesuai dengan pelayanan yang telah diberikan kepada perusahaan, maka akan ada kepuasan kerja.

2. The work itself (pekerjaan itu sendiri).

Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan, di mana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Karyawan cenderung menyukai pekerjaan yang memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan kecakapan serta menawarkan variasi pekerjaan, kebebasan dan tanggapan/feedback tentang sejauh mana pekerjaan mereka.

3. Promotions opportunities (kesempatan promosi).

Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada atau tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Faktor ini menyangkut kemungkinan seseorang untuk maju dalam perusahaan dan dapat berkembang melalui kenaikan jabatan, serta proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja karyawan. Jika sistem penghargaan dirancang secara tepat oleh perusahaan maka karyawan yang berkinerja baik akan merasa puas, sedangkan yang berkinerja rendah akan merasa tidak puas.

4. Supervision (atasan)

Cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi bawahannya mempengaruhi kepuasan kerja. Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan

(9)

bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman, sekaligus atasan. Hubungan antara atasan dengan karyawan bisa disebut functional attraction yang menjelaskan sejauh mana karyawan merasa atasannya memberikan masukan, bantuan, dan berkomunikasi dalam mencapai hasil yang baik.

5. Work group (rekan kerja)

Di dunia kerja, membangun hubungan baik dengan sesama rekan kerja jelas sangat penting. Bagaimanapun, berhubungan sosial dengan rekan kerja tak hanya membuat suasana kerja menjadi terasa lebih nyaman, tetapi produktivitas pun dapat meningkat. Rekan kerja yang bersahabat dan kooperatif serta memberikan dukungan, kenyamanan, masukan dan bantuan merupakan kelompok kerja yang baik yang akan membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan.

6. Working conditions (kondisi lingkungan kerja)

Jika kondisi lingkungan kerja baik, maka akan tercipta kepuasan kerja dikarenakan kondisi lingkungan kerja sangat penting bagi karyawan untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan pengerjaan tugas. Beberapa studi menunjukkan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Disamping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, serta fasilitas yang bersih danrelatif modern dengan alat-alat yang memadai.

Menurut Spector (1997), dalam kepuasan kerja terdapat aspek-aspek yang mempengaruhinya, aspek-aspek tersebut adalah gaji, kesempatan untuk promosi, atasan atau pemimpin, tunjangan, penghargaan non-finansial, peraturan dan prosedur kerj, rekan kerja, sifat/jenis pekerjaan, dan komunikasi dalam perusahaan.

1. Gaji (pay)

Aspek ini mengukur kepuasan pegawai berkaitan dengan penghasilan atau gaji yang diterimanya, dimana mendapatkan imbalan sesuai dengan apa yang telah dia lakukan untuk perusahaan.

(10)

2. Kesempatan untuk promosi. (promotion)

Aspek ini mengukur sejauh mana seorang pegawai puas dengan kesempatan promosi yang diberikan oleh perusahaan. Seseorang akan merasa puas apabila kesempatan untuk promosi dalam perusahaan memang pantas ia dapatkan dan sesuai dengan apa yang telah ia lakukan untuk perusahaan (McKenna, 2000).

3. Tunjangan (fringe benefits)

Aspek ini mengukur sejauh mana seorang pegawai puas dengan tunjangan tambahan yang diberikan oleh perusahaan, yaitu tambahan pendapatan diluar gaju sebagai bantuan dari perusahaan, seperti tunjangan kesehatan, bonus dll.

4. Atasan atau pimpinan. (supervision)

Aspek ini mengukur sejauh mana seorang pegawai merasa puas dengan hubungannya dengan atasan. Hubungan dengan atasan bisa baik atau buruk.

5. Penghargaan non-finansial. (contingent rewards)

Aspek ini mengukur kepuasan seorang pegawai terhadap pengharagaan yang diiberikan oleh perusahaan berdasarkna performa atau hasil kerja mereka. Penghargaan ini berbentuk non-finansial.

6. Peraturan dan prosedur. (operating conditions)

Aspek ini mengukur kepuasan seseorang berkaitan dengan peraturan dan prosedur kerja, seperti tata tertib, birokrasi, dan beban kerja. jika birokrasi perusahaan terlalu rumit dan membuat pegawai frustasi, maka ia akan cenderung mengalami ketidakpuasan kerja. namun jika birokrasi perusahaan “ramah” terhadap pegawai, maka mereka akan lebih mengalami kepuasan kerja.

7. Rekan kerja (co-workers)

Rekan kerja yang supportif dan menyenangkan serta hubungan yang rukun dan saling melengkapi dianggap lebih dapat menimbulkan kepuasan kerja. namun ika terdapat konflik yang bisa menyebabkan suasana kerja menjadi tidak kondusif, maka pegawai akan mengalami ketidakpuasan kerja.

(11)

8. Sifat/jenis pekerjaan (nature of work)

Aspek ini mengukur sejauh mana seseorang merasa puas dengan sifat atau jenis pekerjaan yang dia jalani, meliputi deskripsi kerja, variasi tugas, peran kerja, dan jadwal kerja.

9. Komunikasi (communication)

Komunikasi dalam perusahaan adalah pergerakan alur informasi dari antar pegawai, apakah lancar atau tidak. Jika komunikasi tidak lancar, maka akan banyak terjadi kesalahpahaman, maka pegawai cenderung mengalami ketidakpuasan kerja.

2.3 Kerangka Berpikir

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Demo buruh, isu ketidakpuasan kerja di PT. INKOSINDO SUKSES dan penelitian ilmiah mengenai hubungan kecerdasan

emosional dengan kepuasan

Kepuasan kerja (Job Satisfaction Spector) : 1. gaji

2. kesempata untuk promosi 3. tunjangan

4. atasan/pimpinan 5. pengharagaan non-finansial

6. peraturan dan prosedur 7. rekan kerja

8.sifat/jenis pekerjaan 9. komunikasi

Kecerdasan emosional (Goleman, 2001) : 1. mengenali emosi diri 2. mengelola emosi diri 3. memotivasi diri 4. memahami emosi orang lain

(12)

Kepuasan kerja merupakan aspek yang penting pada Sumber Daya Manusia dan perusahaan, karena dengan kepuasan kerja yang tinggi maka karyawan akan lebih produktif dan perusahaan menjadi lebih efektif, sedangkan bila kepuasan kerja karyawan rendah maka karyawan bisa menjadi tidak produktif, seperti sering absen, meningkatkan turnover, bersikap negatif terhadap perusahaan, menyebabkan stress kerja, unjuk rasa, bahkan mogok kerja. Ketidakpuasan karyawan tersebut dapat kita lihat dalam fenomena demo dan mogok buruh yang tidak puas dengan pekerjaan mereka, seperti gaji dan kondisi kerja. Dalam aksinya tersebut para buruh bersikap anarkis dan tidak peduli dengan masyarakat lain yang terkena imbas kemacetan karena aksi mereka.

Perilaku buruh ini memperlihatkan kurangnya nilai kecerdasan emosional pada diri mereka, adapun kecerdasan emosional adalah kemampuan individu dalam mengenali, memahami perasaan dirinya dan orang lain, mengendalikan perasaanya sendiri, menjalin hubungan serta memotivasi diri sendiri untuk memandu pikiran agar dapat mengatasi masalah dan menjadi lebih baik. Bila para buruh memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, maka mereka akan lebih mampu mengendalikan perasaan mereka, memahami perasaan orang lain, dan memotivasi diri untuk memandu pikiran agar masalah selesai dan menjadi lebih baik tanpa melakukan tindakan anarkis dan tidak peduli dengan hal-hal yang timbul akibat demo tersebut.

Dalam aksi demo dan mogok buruh tersebut, peneliti melihat adanya ketidakpuasan kerja dan kurangnya kecerdasan emosional yang dimiliki oleh para buruh, selain itu ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kepuasan kerja. Dalam PT. INKOSINDO SUKSES peneliti menemukan indikator ketidakpuasan kerja pada buruh, yaitu setiap hari selalu ada buruh yang mangkir dari pekerjaan mereka tanpa izin, dan hampir setiap bulan selalu ada buruh yang keluar tanpa alasan jelas. Oleh karena itu peneliti menjadikan hal tersebut sebagai kerangka berpikir untuk melihat apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kepuasan kerja pada buruh di PT. INKOSINDO SUKSES.

Gambar

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Bimbingan mental yang dalam hal ini dilakukan oleh sesepuh dalam perguruan pencak silat ini yang tergabung dalam biro pembinaan siswa,dengan memberikan suatu

Diharapkan penurunan vigor benih dapat diatasi dengan peningkatan kerapatan benih yang akan meningkatkan jumlah kecambah normal kuat yang akan digunakan untuk kegiatan

Ulead Video Studio ini sangat cocok digunakan untuk kalangan pemula yang ingin belajar editing video, selain itu program ini memiliki tampilan yang menarik dan menu-menu

Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

Sebagai bahan perbandingan, penyusunan standar kompetensi lulusan Program Studi S2 Teknik Eektro Udayana juga diambil dari ABET (Accreditation Board for Engineering

Djaman Satori (dalam Suhardan, 2010 hlm. 28) mengemukakan bahwa supervisi pendidikan dipandang sebagai kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu

Karena kondisi ini, pada kasus kecelakaan lalu lintas dengan cedera pada dada, seyogyanya dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada otot jantung yang akan dapat

PERTAMA : Status Program dan Satuan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Nonformal yang Terakreditasi di Pokja Akreditasi PNF Provinsi Jawa Barat Tahap 2 Tahun