• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. unsur tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut dengan makanan sehat. 2 Karena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. unsur tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut dengan makanan sehat. 2 Karena"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang cukup jumlah dan mutunya, manusia tidak dapat produktif dalam melakukan aktivitasnya. Masalah pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan dan kesehatan baik jasmani maupun rohani.1 Agar makanan dapat berfungsi dengan baik, maka diperlukan berbagai syarat agar memenuhi kriteria seperti yang diharapkan. Selain harus mangandung zat gizi (lemak, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin), makanan harus baik dan yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah bahwa makan harus aman untuk dikonsumsi. Setelah ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut dengan makanan sehat.2 Karena pentingnya keberadaan pangan, banyak pihak yang berkepentingan dengan konsumen dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Pemerintah harus sangat memperhatikan agar pangan dapat tersedia dan cukup di segala pelosok tanah air.3 Di lain pihak, bagi organisasi bisnis terutama industri pangan, jumlah konsumen yang banyak merupakan potensi pasar bagi berbagai produk makanan yang

1

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 169.

2

Marwanti, Keamanan Pangan,

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Keamanan%20Pangan.pdf, (diakses pada tanggal 25 April 2016).

3

(2)

diproduksinya.4 Industri pangan perlu mengetahui makanan apa yang seharusnya diproduksi dan dipasarkan kepada konsumen. Oleh sebab itu konsumen harus dilindungi dari berbagai makanan yang tidak aman dan merugikan konsumen.5 Masalah pangan sendiri bukanlah hal yang dapat dianggap remeh. Tetapi hal tersebut adalah masalah yang sangat serius dan strategis. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditunda pemenuhannya dalam sekejap.6

Sebagai bagian dari masyarakat, setiap individu mempunyai limitasi dalam hal menilai mutu pangan yang akan ia pilih dan konsumsi sehingga terdapat berbagai pertanyaan yang sulit dijawab. Misalnya, apakah dalam makanan tertentu terdapat kontaminasi yang membahayakan konsumen? Apakah makanan tersebut cukup sanitasi dan higienanya sehingga pantas dikonsumsi oleh manusia?7 Betapapun tingginya nilai mutu dan lezatnya makanan tersebut, tetapi bila tidak aman untuk dikonsumsi tidak akan ada artinya sama sekali bagi konsumen, karena konsumen yang tidak berdaya sama sekali dalam menghadapi tantangan tersebut, maka mereka memerlukan perlindungan. Dalam hal ini pemerintah adalah lembaga satu-satunya yang berkewajiban menangani dan melindungginya.8

Namun sebaliknya, perlu diperhatikan bahwa dalam memberikan perlindungan kepada konsumen, tidak boleh justru mematikan usaha dari pelaku usaha, karena keberadaan mereka sangat esensial dalam perekonomian suatu

4 Ibid 5 Ibid. 6

Beddli Amang, Sistem Pangan Nasional, (Jakarta: Dharma Karsa Utama, 1995), hal. 3. 7

Winarno, Pangan,Gizi, Teknologi dan Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hal. 31.

8

(3)

negara.9 Oleh karena itu, ketentuan yang memberikan perlindungan kepada konsumen juga harus diimbanggi dengan memberikan perlindungan kepada pelaku usaha, sehingga perlindungan konsumen tidak justru membalikan kedudukan konsumen dari kedudukan yang lemah menjadi lebih kuat, dan sebaliknya produsen menjadi lebih lemah.10

Dengan semakin berkembangnya era globalisasi, industri pangan nasional akan menghadapi tantangan pasar bebas berupa iklim persaingan yang semakin ketat. Membanjirnya produk pangan impor adalah bukti bahwa fenomena pasar bebas telah berlangsung saat ini.11 Untuk memenangkan persaingan ini, tantangan yang paling besar bagi industri pangan di Indonesia adalah kemampuan untuk memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk pangan yang dikonsumsi bermutu dan aman, serta pada tingkat harga yang terjangkau.12 Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, industri pangan nasional harus mampu menerapkan sistem jaminan mutu dan jaminan keamanan pangan sebagai fokus kegiatan utama dalam memproduksi pangan yang layak untuk dikonsumsi.13

Namun keadaan keamanan mutu pangan di Indonesia saat ini masih jauh dari keadaan aman, dimana hal ini dapat dilihat dari peristiwa keracunan makanan yang banyak terjadi belakangan ini.14 Misalnya, pelaku usaha makanan yang

9

Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 4. 10

Ibid. 11

Stella Darmadi, Tinjauan Aspek Mutu Dalam Kegiatan Industri Pangan, https://www.scribd.com/doc/27853638/TINJAUAN-ASPEK-MUTU-DALAM-KEGIATAN-INDUSTRI-PANGAN (diakses pada tanggal 26 Juni 2016).

12

Ibid. 13

Ibid.. 14

(4)

senang menggunakan zat pewarna tekstil untuk berbagai produk makanan dan minuman karena pertimbangan ekonomis.15

Salah satu penyebab dari peristiwa-peristiwa tersebut di atas adalah kurang pedulinya konsumen terhadap keamanan makanan yang mereka konsumsi serta kurangnya informasi yang dimiliki oleh konsumen tentang pangan yang dikonsumsinya, sehingga belum banyak yang menuntut produsen untuk menghasilkan produk makanan yang aman.16 Hal ini juga menyebabkan produsen makanan semakin mengabaikan keselamatan konsumen demi memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.17

Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (selanjutnya disebut “UU Pangan”)18 maka penerapan standar mutu untuk produk pangan dan mutu di dalam proses produksi telah menjadi suatu kewajiban yang harus dijalankan oleh para produsen pangan. Dalam UU Pangan Bab VII tentang Keamanan Pangan secara tegas telah diatur bahwa produsen produk pangan harus mampu untuk memenuhi berbagai persyaratan produksi sehingga dapat memberikan jaminan dihasilkannya produk pangan yang aman dan bermutu bagi konsumen. Jaminan mutu bukan hanya menyangkut masalah metode tetapi juga merupakan sikap tindakan pencegahan

15 Ibid. 16 Ibid. 17 Ibid. 18

Indonesia (Pangan), Undang-Undang tentang Pangan, UU No. 18 Tahun 2012, LN Nomor 227 Tahun 2012, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5360.

(5)

terjadinya kesalahan dengan cara bertindak tepat sedini mungkin oleh setiap orang baik yang berada di dalam maupun di luar bidang produksi.19

Penerapan jaminan mutu pangan dilakukan dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (selanjutnya disebut “GMP”). Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20/Permentan/OT.140/2/2010 (selanjutnya disebut “Permentan 20/2010”), GMP adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara Pengolahan Hasil Pertanian yang Baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi.20 GMP menetapkan Kriteria (istilah umum, persyaratan bangunan dan fasilitas lain, peralatan serta kontrol terhadap proses produksi dan proses pengolahan), Stándar (spesifikasi bahan baku dan produk, komposisi produk) dan Kondisi (parameter proses pengolahan) untuk menghasilkan produk mutu yang baik.21

Untuk menjamin dilaksanakannya penerapan GMP oleh pelaku usaha dalam menjaga mutu pangan konsumen maka produsen pangan ataupun pelaku usaha haruslah dibebankan tanggung jawab atas produk pangan yang dihasilkannya. Dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

19

Rana Bella, Good Manufacturing Practices,

https://www.scribd.com/document_downloads/direct/182500213?extension=docx&ft=146160811 9&lt=1461611729&user_id=250379097&uahk=xTbi+j8GXG/Qj9cbyjXPg76+MDY, (diakses pada tanggal 26 April 2016).

20

Indonesia (Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian), Peraturan Menteri Pertanian tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian, Permentan No. 20 Tahun 2010 Pasal 1 angka 8.

21

Rana Bella, Good Manufacturing Practices,

https://www.scribd.com/document_downloads/direct/182500213?extension=docx&ft=146160811 9&lt=1461611729&user_id=250379097&uahk=xTbi+j8GXG/Qj9cbyjXPg76+MDY, (diakses pada tanggal 26 April 2016).

(6)

Konsumen (selanjutnya disebut “UUPK”) 22

telah dinyatakan dengan tegas tanggung jawab yang harus diemban oleh pelaku usaha terhadap konsumen. Dalam Pasal 19 ayat (1) disebutkan, bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.23 Berdasarkan hal ini, maka adanya produk barang dan/atau jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggungjawaban pelaku usaha. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami konsumen.24

Bertitik tolak pada permasalahan pangan di atas, penulis tertarik untuk membahas bagaimana penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) untuk mewujudkan keamanan mutu pangan hasil pertanian dalam rangka perlindungan konsumen.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha di Indonesia?

2. Bagaimanakah pengaturan Good Manufacturing Practices di Indonesia?

22

Indonesia (Perlindungan Konsumen), Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN Nomor 42 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821.

23

Indonesia (Perlindungan Konsumen), Op. Cit., Pasal 19 ayat (1). 24

(7)

3. Bagaimanakah penerapan Good Manufacturing Practices sebagai bentuk keamanan mutu pangan hasil pertanian dalam rangka perlindungan konsumen?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penyusunan skripsi ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hak dan kewajiban dari konsumen dan pelaku usaha dalam pelaksanaan perlindungan konsumen di Indonesia.

2. Untuk mengetahui tentang pengaturan GMP dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan penerapan Good Manufacturing Practices di Indonesia.

3. Untuk mengetahui tentang penerapan GMP sebagai bentuk keamanan mutu pangan hasil pertanian dalam rangka perlindungan konsumen.

Manfaat penulisan yang diharapkan melalui penulisan skripsi ini adalah :

a. Secara Teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang perlindungan konsumen serta peraturan hukum lainnya yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

(8)

b. Secara Praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi serta masukan bagi pemerintaah, pelaku usaha, dan konsumen mengenai perkembangan dan problematika perlindungan konsumen terhadap mutu pangan hasil pertanian.

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui dari lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan skripsi dengan judul “Penerapan

Good Manufacturing Practices (GMP) untuk Mewujudkan Keamanan Mutu Pangan Hasil Pertanian Dalam Rangka Perlindungan Konsumen” belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian, dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya sendiri yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi orang lain yang diperoleh dari pemikiran, referensi buku-buku, makalah-makalah, jurnal, media elektronik, yaitu internet serta bantuan dari berbagai pihak. Jika terdapat judul skripsi yang hampir sama dengan ini, akan tetapi substansi pembahasannya berbeda.

E. Tinjauan Kepustakaan

Adapun judul yang dikeukakan penulis adalah “Penerapan Good

(9)

Pangan Hasil Pertanian”, maka sebelum diuraikan lebih lanjut terlebih dahulu

Penulis akan memberikan penjelasan tentang judul dengan maksud untuk menghindarkan dari kesalahpahaman dan memberikan batasan yang jelas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “perlindungan” memiliki arti: tempat berlindung; Hal (perbuatan dan sebagainya) yang bertujuan untuk memperlindungi (menjadikan atau menyebabkan berlindungan).25

Sedangkan kata “konsumen” memiliki arti: Pemakai barang-barang hasil produksi (bahan makan, pakaian dan sebagainya); penerimaan pesanan iklan; pemakai jasa.26

Istilah konsumen barasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau

consument itu tergantung dari posisi mana ia berada.27 Secara harafiah arti kata

consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.28

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produk terakhir dari barang atau jasa. Dengan rumusan ini, Hondius membedakan antara

25

Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal. 595.

26

Ibid, hal. 522. 27

AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2002), hal . 3.

28

(10)

konsumen antara dan komsumen akhir.29 Konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya, sedangkan konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk.30 Konsumen akhir ini lah yang dengan jelas diatur perlindungannya dalam UUPK.

Pengertian konsumen dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 UUPK menyatakan :

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”31

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk mengambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.32

Pengertian Perlindungan Konsumen dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 UUPK menyatakan :

“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepada konsumen.”33

Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 UUPK tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya

29

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (rev.ed. 2006; Jakarta: Grasindo, 2006), hal. 3.

30

AZ. Nasution, op. cit., hal. 13. 31

Indonesia (Perlindungan Konsumen), Op. Cit., Pasal 1 angka 2. 32

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 7.

33

(11)

yang menjamin adanya segala kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.34

Pengertian pangan dan mutu pangan menurut beberapa peraturan perundang-undangan dapat dilihat sebagai berikut :

1. Pangan

a. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Pangan :

“Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan,dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.”35

b. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan (“PP KMPG”) :36

“Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.”37

34

Ahmad Miru, Sutarman Yodo, Op. Cit., hal. 1. 35

Indonesia (Pangan), Op. Cit., Pasal 1 angka 1. 36

Indonesia ( Keamanan, Mutu, dan, Gizi Pangan), Peraturan Pemerintah tentang Keamanan, Mutu, dan, Gizi, PP No. 28 Tahun 2004, LN Nomor 107 Tahun 2004, TLN Nomor 4424

37

(12)

Dari pengertian pangan di atas, dapat dikembangkan beberapa hal, yaitu :38 a) Pangan berasal dari sumber daya hayati dan air, yang berarti pangan

merupakan semua sumber dari organisme, baik hewan dan tumbuhan yang dapat diolah dan dikonsumsi. Selain itu, air merupakan salah satu komponen pangan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme yang membutuhkannya.

b) Pangan yang diolah maupun yang tidak diolah, yang berarti pengelolaan pangan terdiri dari dua jenis, yaitu pangan yang harus diolah sebelum dikonsumsi, seperti daging dan telur, serta pangan yang dapat langsung dikonsumsi tanpa harus diolah, seperti sayur dan buah-buahan.

c) Diperuntukkan sebagai makanan atau minuman, merupakan dua jenis komponen utama pangan yang sangat dibutuhkan makhluk hidup. d) Bahan tambahan pangan, merupakan zat atau bahan tertentu yang

ditambahkan ke dalam pangan, berfungsi untuk menambah rasa, aroma, bentuk dan daya tarik pangan tersebut untuk dikonsumsi. e) Bahan baku pangan, merupakan bahan-bahan utama yang digunakan

dalam membuat suatu makanan atau minuman.

38

Aufa Aulia Kanza, Sukma Chaedir Umar, “Mutu, Gizi, dan Keamanan Pangan” https://www.academia.edu/12468426/Buku_Mutu_Gizi_dan_Keamanan_Pangan (diakses pada tanggal 26 April 2016).

(13)

2. Mutu Pangan

Berdasarkan Pasal 1 angka 36 UU Pangan :

“Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan Gizi, Pangan.”39

Berdasarkan Pasal 1 angka 24 PP KMGP :

“Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.”40

Mutu pangan merupakan seperangkat sifat atau faktor pada produk pangan yang membedakan tingkat pemuas/aseptabilitas produk itu bagi konsumen. Mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai banyak aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut antara lain adalah :41

a) aspek gizi (kalori, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain); b) aspek selera (indrawi, enak, menarik, segar);

c) aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu); serta d) aspek kesehatan (jasmani dan rohani).

Mutu pangan merupakan hal yang penting untuk konsumen oleh sebab itu setiap pelaku usaha wajib menjamin mutu pangan setiap produknya dengan menerap kan GMP sebagai syarat dasar menjamin mutu pangan. Di Indonesia pedoman pelaksanaan GMP dalam indutri berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No. 23/MENKES/SK/I/1978 tanggal 24 Januari 1978 tentang Pedoman Cara produksi yang Baik untuk Makanan. Badan obat dan makanan Amerika Serikat

39

Indonesia (Pangan), Op. Cit., Pasal 1 angka 36. 40

Indonesia ( Keamanan, Mutu, dan, Gizi), Op. Cit., Pasal 1 angka 24. 41

Stella Darmadi, Tinjauan Aspek Mutu Dalam Kegiatan Industri Pangan, https://www.scribd.com/doc/27853638/TINJAUAN-ASPEK-MUTU-DALAM-KEGIATAN-INDUSTRI-PANGAN (diakses pada tanggal 26 Juni 2016).

(14)

atau Food and Drug Administration (selanjutnya disebut FDA) membuat panduan GMP dalam bentuk regulasi CFR 21 part 110 (FDA, 1996). Persyaratan GMP juga dapat ditemukan dalam peraturan European Commission (EC) No. 852/2004 dan EC No. 853/2004.42

F. Metode Penulisan

Dalam suatu penulisan skripsi, posisi metode penelitian sangatlah penting sebagai suatu pedoman. Pedoman ini nantinya akan menjelaskan mengenai apa yang seharusnya atau yang tidak seharusnya dilakukan dalam penulisan. Dalam penulisan skripsi ini metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut.

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, jenis yang digunakan adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder.43

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan

42

Chindarwani, “Kajian Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berbasis Iso 22000 Di PT Nestle Indonesia, Kejayan Factory”, (Skripsi Sarjana, Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Pertanian Bogor, Bogor, 2007), hal. 38-42. 43

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), hal. 24.

(15)

undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus serta data lain yang terdiri atas44 :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri atas :

1) Pembukaan UUD 1945;

2) Peraturan Perundang-undangan :

a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen;

c) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;

d) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan;

e) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20 Tahun 2010 tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan;

f) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan Yang Baik (Good Manufacturing Practices).

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.

44

(16)

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, bahan dari internet dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode Library Research (penelitian kepustakaan), yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.45

4. Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis dengan menggunakan metode dedukatif dan indukatif. Metode dedukatif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan mebandingkan, sedangkan metode indukatif dilakukan dengan cara menerjemahkan bebagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi

45

(17)

ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan.46

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini dibagi atas 5 (lima) Bab dan masing-masing bab dibagi lagi dalam beberapa sub bagian sesuai dengan kepentingan penulisan. Bab I : Bab ini menerangkan secara ringkas mengenai Latar Belakang,

Perumusan Masalah, Tinjauan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Bab ini membahas tentang Perkembangan Perlindungan Konsumen di Indonesia, Prinsip-Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen, Aspek Hukum Publik dan Hukum Perdata Perlindungan Konsumen, dan Dinamika Perkembangan Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha. Pembahasan dalam Bab II akan menjawab perumusan masalah pertama dalam skripsi ini.

Bab III : Bab ini menguraikan tentang Tinjauan Umum Good Manufacturing Practices, Perkembangan Good Manufacturing Practices, dan Penerapan Good Manufacturing Practices di Indonesia yang diatur

46

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), hal. 71.

(18)

dalam Permentan 35/2008 Pembahasan dalam Bab III akan menjawab perumusan masalah kedua dalam skripsi ini.

Bab IV : Bab ini menguraikan tentang Standardisasi Mutu Pangan di Indonesia, Pengawasan Mutu Pangan dan, Penerapan Good Manufacturing Practices ( GMP ) sebagai Bentuk Keamanan Mutu Pangan Hasil Pertanian dalam Rangka Perlindungan Konsumen. Pembahasan dalam Bab IV akan menjawab perumusan masalah ketiga dalam skripsi ini.

Bab V : Bab ini berisi kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran yang mungkin berguna dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui insidensi dan faktor-faktor risiko ikterus neonatorum di Rumah Sakit Immanuel Bandung.. Penelitian retrospektif ini menggambarkan

Desa Kampung Beru Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar merupakan daerah yang 10% lahannya ditanami tebu dan masyarakatnya adalah petani tebu, ini

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

Untuk menggambarkan rekaman trend fluktuasi suhu udara di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan yang terjadi selama kurun waktu 30 tahun terakhir dari Tahun 1980 – 2009..

Namun atas pertimbangan bahwa makna yang tersirat dalam nama itu hanya mencakup satu segi dari kegiatan penelitian laut, sedangkan tugas lembaga ini jauh lebih luas dari itu,

Studi Eksperimen ini dilakukan dilaboratorium dengan membuat sejumlah benda uji untuk ditest sehingga didapat data-data yang diperlukan, setelah data-data tersebut

Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik responden yang me- rupakan faktor – faktor risiko ter- jadinya postpartum blues yaitu umur, paritas, pendidikan,

[r]