• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 4.2 Posisi Relatif Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Semarang dan 5 Kota lain di Jawa Tengah dan Kawasan Strategis Kedungsapur Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Gambar 4.2 Posisi Relatif Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Semarang dan 5 Kota lain di Jawa Tengah dan Kawasan Strategis Kedungsapur Tahun 2014"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-1 4.1. ANALISIS SOSIAL

4.1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI) merupakan indeks pembangunan manusia yang dipergunakan untuk mengukur keberhasilan upaya membangun kualitas hidup manusia, dalam hal ini berarti kualitas hidup masyarakat/penduduk yang dijadikan sebagai salah satu ukuran kinerja di masing-masing daerah. Ukuran pencapaian keberhasilan suatu daerah diihat melalui 3 dimensi dasar pembangunan yaitu : (1) lamanya hidup, (2) pengetahuan/tingkat pendidikan dan (3) standar hidup layak. Indikator yang mewakili ketiga dimensi tersebut yaitu : Angka Harapan Hidup (AHH) untuk mengukur peluang hidup, Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) untuk mengukur status tingkat pendidikan, serta pengeluaran rill per kapita disesuaikan untuk mengukur akses terhadap sumberdaya untuk mencapai standar hidup layak.

(2)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-2 Sumber : BPS Kota Semarang

Gambar 4.1

Grafik Perkembangan IPM Kota Semarang Tahun 2010 – 2014

Berdasarkan posisi relatif IPM tahun 2014, capaian IPM Kota Semarang yang sebesar 79,24 lebih rendah dari capaian IPM Kota Salatiga yang sebesar 79,98. Jika dibandingkan dengan capaian IPM Provinsi Jawa Tengah, capaian IPM Kota Semarang masih lebih tinggi dengan perbedaan capaian sebesar 4,49. Untuk melihat posisi relatif perkembangan IPM Kota Semarang dapat dilihat dari Sebagaimana gambar di bawah ini.

Sumber : BPS Kota Semarang

Gambar 4.2

(3)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-3 Indikator pembentuk IPM Kota Semarang, meliputi usia harapan hidup, Harapan Lama Sekolah, Rata-rata Lama Sekolah dan pengeluaran per kapita yang disesuaikan, mengalami kenaikan dalam kurun waktu 2010-2014. Pencapaian indikator pembentuk IPM, baik usia harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah maupun pengeluaran perkapita yang disesuaikan juga sudah berada di atas pencapaian indikator pembentuk IPM Provinsi Jawa Tengah.

Pada tahun 2014, terdapat metode baru untuk menghitung IPM dan indikator kompositnya. Capaian indikator komposit IPM Kota Semarang pada tahun 2014 adalah sebagai berikut Angka Harapan Hidup (AHH) Kota Semarang sebesar 77,18, kemudian indikator komposit Rata-rata Lama Sekolah (Mean Years of Schooling) sebesar 10,19 tahun, Harapan Lama Sekolah (Expected Years of Schooling) sebesar 13,97 tahun, dan Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan yang didekati dengan indikator Paritas Daya Beli (PPP) yang sebesar Rp. 12.802,- (ribu rupiah).

Tabel perkembangan indikator pembentuk IPM Kota Semarang tahun 2010 – 2014 dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 4.1

Perkembangan Indikator Pembentuk IPM Kota Semarang Tahun 2010 – 2014

Tahun

Angka Harapan Hidup (AHH)

Harapan Lama Sekolah

(HLS)

Rata-rata Lama Sekolah

(RLS)

Paritas Daya Beli (PPP-Ribu

Rupiah)

2010 Kota Semarang 77,17 13,12 9,61 11.987,00

Jawa Tengah - - - -

2011 Kota Semarang 77,17 13,26 9,80 12.271,00

Jawa Tengah - - - -

2012 Kota Semarang 77,18 13,37 9,92 12.488,00

Jawa Tengah - - - -

2013 Kota Semarang 77,18 13,66 10,06 12.714,00

Jawa Tengah - - - -

2014 Kota Semarang 77,18 13,97 10,19 12.802,00

Jawa Tengah 73,88 12,17 6,93 9.639,78

Keterangan : Data IPM dan Pembentuk IPM (Metode Baru) Provinsi Jawa Tengah untuk Tahun 2010 – 2013 tidak tersedia

(4)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-4 4.1.2. Indeks Pembangunan Gender (IPG)

Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM, hanya saja data yang ada dipilah antara laki-laki dan perempuan. IPG digunakan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Dikatakan tidak ada kesenjangan pembangunan apabila nilai IPG sama dengan IPM. Pada kurun waktu 2010 – 2014 capaian IPG Kota Semarang cenderung mengalami kenaikan, dari tahun 2010 sebesar 92,66% menjadi 95,56% pada tahun 2014, seperti terlihat pada gambar berikut ini :

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.3

Perkembangan IPG Kota Semarang Tahun 2010 – 2014

(5)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-5 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.4

Posisi Relatif Peringkat 10 Besar IPG Kab/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014

Capaian IPG Kota Semarang Tahun 2014 jika dilihat dari indikator komposit pembentuknya, terlihat bahwa perempuan unggul di dua indikator komposit yaitu Angka Harapan Hidup dan Angka Harapan Lama Sekolah. Sementara dua indikator komposit lainnya diungguli oleh laki-laki, yaitu Angka Rata-rata Lama Sekolah dan Pengeluaran. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan dalam memperoleh manfaat pembangunan dibidang pendidikan dan perekonomian cenderung lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, sehingga perlu upaya-upaya yang dilakukan pemerintah agar hasil pembangunan dapat dirasakan secara merata oleh laki-laki dan perempuan.

(6)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-6 Tabel 4.2

Capaian Indikator Komposit IPG Kota Semarang Tahun 2014

No Indikator Komposit IPG

Capaian

Laki-laki Perempuan

1 Angka Harapan Hidup (tahun) 75,15 79,11

2 Harapan Lama Sekolah (tahun) 14,07 13,91

3 Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 10,99 9,62

4 Pengeluaran (ribu rupiah) 14.429 12.685

Sumber : Badan Pusat Statistik

4.1.3. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) merupakan indeks komposit yang tersusun dari beberapa variabel yang mencerminkan tingkat keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan dalam bidang politik dan ekonomi. Pada tahun 2010 capaian IDG Kota Semarang adalah sebesar 63,19% dan terus mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2013 mencapai sebesar 70,62%, seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.5

(7)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-7 Jika dibandingkan dengan Kab/Kota lain di Provinsi Jawa Tengah, capaian IDG Kota Semarang pada tahun 2013 berada di urutan ke-8 diantara kab/kota di Jawa Tengah dengan capaian sebesar 62,59%. Capaian ini berada di bawah capaian Provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 70,62%. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Sumber : BPS dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Gambar 4.6

Posisi Relatif IDG Kab/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

(8)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-8 Tabel 4.3

Capaian Indikator Komposit IDG Kota Semarang Tahun 2013

No Indikator Komposit IDG Capaian

1 Keterlibatan perempuan dalam parlemen (%) 18,00

2 Perempuan sebagai tenaga manager, professional, administrasi, dan teknisi (%) 46,07

3 Sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja (%) 35,54

Sumber : BPS Kota Semarang dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

4.1.4. Aspek Pendidikan

Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas melalui peningkatan mutu pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan.Dalam lingkup Sustainable Development Goals aspek pendidikan menjadi salah satu aspek terpenting untuk diperhatikan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2030. Sebelumnya, pelaksanaan SDGs ini diawali dengan pelaksanaan MDGs yang telah selesai di tahun 2014. Berdasarkan laporan capaian pelaksanaan MDGs di Kota Semarang, disebutkan bahwa keberhasilan capaian pada aspek pendidikan di Kota Semarang dilihat melalui Angka Partisipasi Murni untuk jenjang pendidikan SD/MI/Paket A, proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan SD/MI/Paket A dan angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun perempuan dan laki-laki. Status capaian MDGs Kota Semarang menunjukan bahwa Angka Partisipasi Murni SD/MI tahun 2015 sebesar 93,26%, Angka Partisipasi Murni SMP sebesar 83,89%, Proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan SD/ MI

sebesar 99. Berdasarkan Laporan dan Evaluasi Pelaksanaan MDG’s Kota Semarang 2013 – 2015, dalam aspek pendidikan, Kota Semarang telah dinilai berhasil mencapai target yang ditetapkan.

Selain melihat dari pencapaian MDG’s di Kota Semarang, perlu diketahui bagaimana kinerja

pembangunan Pemerintah Kota Semarang khususnya di bidang pendidikan dengan melihat beberapa indikator baik yang tercantum dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan maupun dalam indikator minimal yang ada di Permendagri No. 54 Tahun 2010 khususnya pada urusan pendidikan diantaranya adalah :

1. Angka Melek Huruf;

2. Angka Rata-Rata Lama Sekolah; 3. Angka Partisipasi Kasar;

4. Angka Partisipasi Murni;

(9)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-9 Tabel 4.4

Aspek Pendidikan

No Uraian

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015*) 1 Angka Melek Huruf 99,97 99,95 99,91 99,96 99,97 99,96

2 Rata Lama Sekolah 9,61 9,80 9,92 10,06 10,19 10,19

3 Angka Partisipasi Kasar (APK)

PAUD **) 26,24 42,20 53,72 57,38 58,95 60,36

SD/MI 105,77 105,69 107,25 107,45 107,35 107,54

SLTP/MTS 111,85 110,31 112,20 117,19 116,43 110,07

SMA/SMK/MA 116,71 111,39 119,56 118,97 121,87 113,81

4 Angka Partisipasi Murni (APM)

SD/MI 90,85 90,55 92,58 92,22 91,90 92,08

SLTP/MTS 79,53 79,24 79,14 80,23 82,97 81,24

SMA/SMK/MA 79,54 79,29 84,11 81,87 83,67 76,41

5 Angka Pendidikan Yang Ditamatkan *)

Tamat SD/MI/Paket A - 22,87 22,87 22,87 32,00 22,88

Tamat SMP/MTs/Paket B 20,29 20,29 20,29 20,29 20,29 20,29

Tamat SMA/SMK/MA/Paket C 21,11 21,11 21,11 21,11 21,11 21,11

Tamat D1/D2/D3 4,35 4,35 4,35 4,35 4,35 4,34

Tamat D4/S1/S2/S3 4,45 4,45 4,45 4,45 4,45 4,44

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Semarang

Keterangan : *). Capaian MDG’s Kota Semarang

**). Sumber Dinas Pendidikan

4.1.5. Aspek Kesehatan

Perkembangan pembangunan kesejahteraan sosial dapat dilihat juga dari aspek kesehatan. Selain aspek pendidikan, aspek kesehatan juga memegang peranan penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia di Kota Semarang. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan menjelaskan bahwa terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas pelayanan kesehatan di suatu wilayah diantaranya :

1. Angka Kelangsungan Hidup Bayi; 2. Angka Usia Harapan Hidup; 3. Persentase Balita Gizi Buruk

(10)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-10 Tabel 4.5

Aspek Kesehatan

No Uraian

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Angka Kelangsungan Hidup bayi per/ 1000

Kelahiran Hidup (%) 87% 87,85% 89,33% 99,55% 90,63% 90,44%

2 Angka Harapan Hidup 72,13 72,18 72,24 72,44 72,45 77,18

3 Persentase Gizi Buruk 1,01% 1,05% 0,69% 0,87% 0,38% 0,40%

Sumber : Bappeda Kota Semarang

Berbeda dengan indikator minimal yang tercantum baik dalam Permendagri No. 54 Tahun 2010 dan SPM Kesehatan, pentingnya aspek kesehatan menjadi tujuan yang harus diwujudkan pada pelaksanaan Sustainable Development Goals di Kota Semarang. Sama halnya dengan aspek pendidikan, aspek kesehatan juga perlu diperhatikan guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2030. Sebelumnya, pelaksanaan SDGs ini diawali dengan pelaksanaan MDGs yang telah selesai di tahun 2014.

Berdasarkan laporan capaian pelaksanaan MDGs di Kota Semarang, terdapat beberapa tujuan yang terkait erat dengan aspek kesehatan diantaranya :

1. Tujuan ke-4 : Menurunkan Angka Kematian Anak 2. Tujuan ke-5 : Meningkatkan Kesehatan Ibu

3. Tujuanke-6 : Memerangi HIV/ AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya

Menurunkan angka kematian anak yang merupakan tujuan ke-4 dari MDGs menjadi suatu tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kota Semarang untuk lebih meningkatkan kualitas kesehatan anak. Pada tujuan ke-4, terdapat beberapa indikator yaitu:

1. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup 2. Angka Kematian Balita (AKBA) per 1.000 kelahiran hidup 3. Persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak

(11)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-11 Pada tujuan ke-5 MDGs, aspek kesehatan khususnya ibu menjadi perhatian utama dengan indikatornya terdiri dari:

1. Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup;

2. Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih;

3. Angka pemakaian kontrasepsi/Contraceptive Prevalence Rate (CPR) pada perempuan menikah usia 15-49 tahun (cara modern dan semua cara);

4. Tingkat kelahiran pada remaja (per 1.000 perempuan usia 15 – 19 tahun); 5. Cakupan pelayanan antenatal (K4); dan

6. Unmet need KB (Kebutuhan keluarga berencana / KB yang tidak terpenuhi)

Dari keenam indikator tersebut, terdapat beberapa indikator yang telah tercapai, akan tercapai dan perlu diperhatikan. Indikator yang sudah tercapai yaitu Angka Pemakaian Kontrasepsi/ CPR bagi perempuan menikah usia 15-49 cara modern. Sedangkan beberapa indikator memiliki status belum tercapai namun sudah memiliki indikasi akan segera tercapai adalah proporsi kelahiran yang ditolong kesehatan terlatih dan cakupan pelayanan antenatal. Sedangkan indikator lainnya seperti Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup dan Unmeet need KB perlu membutuhkan perhatian khusus mengingat capaiannya mengalami penurunan di tahun 2014.Terkait dengan pencapaian target Angka Kematian Ibu, salah satu upaya untuk menekan kasus kematian pada ibu melahirkan adalah meningkatkan pelayanan kelahiran melalui tenaga kesehatan. Proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dari tahun 2009 sampai tahun 2015 sudah mencapai 98,2%. Angka tersebut masih sedikit di bawah target yang telah ditetapkan dalam MDGs yakni 100%. Sedangkan angka unmetneed KB di Kota Semarang pada tahun 2015 sudah on the track karena pada tahun 2015 angkanya sudah menurun menjadi 12,22% dari 13,54% pada tahun 2010, sedangkan angka yang ditargetkan adalah menurun.

Selain terkait dengan kesehatan ibu, MDGs juga masih memiliki tujuan lain yang terkait erat dengan aspek kesehatan diantaranya adalah tujuan ke-6 yaitu “Memerangi HIV/AIDs, Malaria,

dan Penyakit Menular Lainnya”. Adapun target yang akan dicapai terdiri dari 3 target utama yaitu:

1. Mengendalikan penyebaran kasus HIV dan AIDS dan menurunkan jumlah kasus baru dengan indikator:

 Persentase kasus Infeksi Menular Seksual yang diobati  Persentase ODH yang aktif minum ARV

(12)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-12  Persentase penduduk 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif

tentang HIV/AIDS

2. Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2015 dengan indikator persentase penduduk terinfeksi HIV yang aktif minum ARV (antiretroviral)

3. Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru TBC dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015, dengan indikator:

 Proporsi kasus TB yang ditemukan.

 Proporsi kasus TB yang disembuhkan melalui DOTS (cure rate).  Persentase keberhasilan pengobatan kasus TB

 Angka Kesakitan DBD (per 100.000 penduduk).

 Kematian DBD

Terkait dengan ke tiga target tersebut, Pemerintah Kota Semarang telah berhasil mencapai target khususnya pada pengendalian penyebaran dan penemuan jumlah kasus HIV/AIDS pada tahun 2015 dan target untuk mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/ AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2021. Sementara itu, pada target ke-3 yaitu Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015, Pemerintah Kota Semarang belum mencapai target dan perlu memberikan pehatian lebih pada beberapa indikator yaitu :

 Tingkat kematian karena tuberculosis (per 100.000 penduduk)

 Proprosi kasus Tuberkulosis yang berhasil diobati dalam program DOTS  Angka kesakitan DBD (per 100.000 penduduk)

Angka keberhasilan pengobatan TB masih belum sesuai yang diharapkan tahun 2015 yaitu sebesar 83% dari target 90%. Target MDGs pada tahun 2015 adalah menurun, sehingga Kota Semarang pada indikator ini harus bekerja keras untuk mencapainya. Kemudian, selain TB, Pemerintah Kota Semarang perlu bekerja keras khsusnya menekan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan buku MDGs Nasional, DBD bukan merupakan indikator dalam tujuan 6. Pemerintah Jawa Tengah menambahkan DBD dikarenakan Jawa Tengah merupakan daerah endemis DBD. Incident Rate (IR) DBD pada tahun 2009-2015 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2010 IR DBD sebesar 368 per 100.000 penduduk turun tahun 2015 menjadi 84,65 per 100.000 penduduk. Meskipun demikan angka tersebut belum sesuai dengan target MDGs.

(13)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-13 Kondisi ini belum sesuai dengan target MDGs tahun 2015, karena yang diharapkan adalah angka ini menurun menjadi 1%.

Kasus HIV/AIDS yang ditemukan di Kota Semarang cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2011-2015 yaitu 427, 520, 430, 453, dan 456 kasus. Sedangkan kasus AIDS pada tahun 2011-2015 adalah 61, 59, 104, 75, 40 dan 51 kasus. Meskipun demikian masih banyak kasus HIV baru yang belum ditemukan karena kasus HIV seperti fenomena gunung es. Untuk orang dengan HIC/AIDS (ODHA) yang aktif minum ARV mengalami penurunan. Pada tahun 2015 sebesar 34%. Kondisi ini masih belum sesuai dengan kondisi yang diharapkan yaitu semua ODHA yang memenuhi syarat harus minum ARV.

4.1.6. Kemiskinan

Dalam menentukan penduduk kategori miskin, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Penduduk miskin di Kota Semarang dalam 4 tahun terakhir menunjukkan kondisi yang fluktuatif. Ini dapat dilihat dari tingkat keimiskinan Kota Semarang pada tahun 2013 sebesar 5,25% mengalami kenaikan dibandingkan pada tahun 2012 sebesar 5,13%. Kondisi tahun 2012 sebetulnya sudah menurun sangat baik jika dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 5,68%. Sementara itu kondisi tahun 2011 menunjukkan tingkat kemiskinan paling tinggi jika dibandingkan dengan 3 tahun lainnya. Perkembangan tingkat kemiskinan Kota Semarang dapat dilihat pada Grafik di bawah ini.

Sumber : BPS Kota Semarang

Gambar 4.7

(14)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-14 Tingkat kemiskinan Kota Semarang pada tahun 2013 sebesar 5,25% jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat kemiskinan Jawa Tengah sebesar 14,44% menunjukan kondisi yang lebih baik yaitu berada di bawahnya. Jika dibandingkan dengan kota lainnya yang ada di Jawa Tengah, tingkat kemiskinan di Kota Semarang menunjukkan kondisi yang lebih baik dibandingkan lima kota lainnya, walaupun dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduk Kota Semarang lebih besar. Untuk lebih jelasnya posisi relatif tingkat kemiskinan Kota Semarang dapat dilihat melalui tabel grafik berikut di bawah ini.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.8

Perbandingan Persentase Penduduk Miskin Kota Semarang dengan Kota-Kota Lain dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Tabel Persentase Pentahapan Keluarga Sejahtera Kota Semarang; 5 Kota lain di Jawa Tengah dan Kawasan Strategis Kedungsapur Tahun 2014.

Tabel 4.6

Pentahapan Keluarga Sejahtera Kota Semarang dengan Kota-Kota Lain dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014

No Kota / Kabupaten

Keluarga Pra Sejahtera

Keluarga Sejahtera I

Keluarga Sejahtera

II

Keluarga Sejahtera

III

Keluarga Sejahtera III Plus 1 Kab. Grobogan 60,06 12,66 13,56 12,29 1,43

2 Kab. Demak 35,89 23,30 23,24 14,03 3,54

3 Kab. Semarang 25,71 22,84 16,65 31,27 3,53

4 Kab. Kendal 34,61 14,45 16,13 30,95 3,85

5 Kota Magelang 14,48 20,16 14,66 40,77 9,93

(15)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-15

No Kota / Kabupaten

Keluarga Pra Sejahtera

Keluarga Sejahtera I

Keluarga Sejahtera

II

Keluarga Sejahtera

III

Keluarga Sejahtera III Plus 7 Kota Salatiga 11,10 14,01 21,10 43,52 10,27

8 Kota Semarang 10,06 18,03 22,38 38,79 10,74

9 Kota Pekalongan 15,20 19,43 25,74 28,10 11,53

10 Kota Tegal 16,92 25,34 21,12 30,71 5,91

11 Prov. Jawa Tengah 26,11 20,70 23,40 25,38 4,42

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Sampai saat ini, kemiskinan masih menjadi tantangan besar bagi setiap daerah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui program dan kegiatan untuk menurunkan angka kemiskinan. Upaya-upaya tersebut baik dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Dalam melaksanakan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan perlu adanya ketepaduan antara pemerintah kota, dunia usaha, perguruan tinggi dan masyarakat yang peduli terhadap pengentasan kemiskinan.

Berdasarkan pendataan warga miskin Kota Semarang yang dilakukan Pemerintah Kota Semarang dapat diketahui jumlah penduduk rawan miskin dari tahun 2010-2015 sebagaimana pada grafik di bawah ini :

Sumber : Bappeda Kota Semarang

Gambar 4.9

(16)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-16 4.1.7. Angka Kriminalitas

Dinamika perkembangan Kota Semarang yang pesat dengan kemajemukan masyarakat akan berdampak pada perubahan sosial di masyarakat. Disisi lain peningkatan jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan ketersediaan fasilitas akan berdampak negatif seperti semakin bertambahnya tingkat pengangguran, bertambahnya angka kemiskinan, akan memicu meningkatnya angka kriminalitas. Selama 4 tahun dari tahun 2010 – 2013, jumlah tindak pidana menonjol (crime index) menurut jenis adalah sebagai berikut :

Tabel 4.7

Jumlah Tindak Pidana Menonjol (Crime Index) Menurut Jenis Di Kota Semarang Tahun 2010 – 2014

Jenis Tindak Pidana Jumlah

2010 2011 2012 2013 2014

a. Pencurian dgn pemberatan 147 539 521 419 438

b. Pencurian ranmor 407 884 768 566 620

c. Pencurian dgn kekerasan 15 58 92 82 89

d. Penganiayaan berat 13 171 206 200 172

e. Kebakaran 1 14 11 13 0

f. Pembunuhan 1 7 14 2 10

g. Perkosaan 6 5 3 3 4

h. Kenakalan remaja 0 0 0 0 0

i. Uang palsu 0 2 2 3 0

j. Narkotika 0 40 63 61 80

k. Perjudian 14 81 92 88 35

l. Pemerasan / Ancaman 36 94 150 116 131

Jumlah 640 1.895 1.922 1.553 1.579

Sumber : BPS Kota Semarang Tahun 2014

(17)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-17 4.2. ANALISIS EKONOMI

4.2.1. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu tolok ukur untuk melihat kondisi perekonomian suatu wilayah pada periode tertentu. Penghitungan PDRB dilakukan atas dasar harga berlaku harga pada tahun penghitungan) dan atas dasar harga konstan (harga-harga pada tahun yang dijadikan tahun dasar penghitungan) untuk dapat melihat pendapatan yang dihasilkan dari lapangan usaha (sektoral) maupun dari sisi penggunaan.

PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan. sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi. pergeseran struktur ekonomi suatu daerah. Sementara itu. PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga. (BPS. 2013).

Besarnya PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2010

(18)

Laporan Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-18

Tabel 4.8

Nilai PDRB dan Kontribusi Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Milyar Rupiah)

Kategori Kategori / Subkategori 2010 2011 2012 2013 2014

Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 849,08 1,05 935,16 1,03 995,39 1,00 1.127,32 1,04 1.191,74 0,98

B Pertambangan dan Penggalian 160,72 0,20 176,76 0,19 184,89 0,19 197,68 0,18 237,36 0,20

C Industri Pengolahan 20.032,78 24,79 24.308,84 26,70 27.081,66 27,15 29.630,55 27,24 34.014,76 28,05

D Pengadaan Listrik, Gas 97,24 0,12 105,37 0,12 112,47 0,11 114,57 0,11 115,32 0,10

E Pengadaan Air 99,63 0,12 102,00 0,11 99,27 0,10 101,37 0,09 106,01 0,09

F Konstruksi 22.459,13 27,79 24.091,57 26,46 26.644,82 26,71 28.890,04 26,56 32.419,24 26,73

G Perdagangan besar dan eceran, reparasi dan

perawatan mobil dan sepeda motor 13.083,37 16,19 14.738,17 16,19 15.143,68 15,18 16.216,45 14,91 17.109,72 14,11

H Transportasi dan Pergudangan 2.739,45 3,39 2.964,07 3,26 3.265,04 3,27 3.783,64 3,48 4.443,06 3,66

I Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 2.469,89 3,06 2.790,80 3,07 3.235,13 3,24 3.708,67 3,41 4.193,19 3,46

J Informasi dan Komunikasi 6.581,51 8,14 7.214,59 7,93 7.645,50 7,66 7.976,71 7,33 8.613,39 7,10

K Jasa Keuangan 3.606,96 4,46 3.923,15 4,31 4.397,83 4,41 4.803,99 4,42 5.182,18 4,27

L Real Estate 2.358,52 2,92 2.543,86 2,79 2.690,97 2,70 2.937,75 2,70 3.302,29 2,72

M, N Jasa Perusahaan 425,23 0,53 497,44 0,55 547,93 0,55 643,16 0,59 712,30 0,59

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib 3.008,67 3,72 3.147,23 3,46 3.517,89 3,53 3.774,72 3,47 4.031,88 3,32

P Jasa Pendidikan 1.396,30 1,73 1.887,77 2,07 2.456,87 2,46 2.913,46 2,68 3.329,44 2,75

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 488,97 0,60 580,14 0,64 691,32 0,69 777,57 0,71 902,19 0,74

R, S, T Jasa lainnya 966,67 1,20 1.027,19 1,13 1.043,01 1,05 1.185,72 1,09 1.358,82 1,12

(19)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-19 Tabel 4.9

Nilai PDRB dan Kontribusi Sektor Atas Dasar Harga Konstan 2010 Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Milyar Rupiah)

Kategori Kategori / Subkategori

2010 2011 2012 2013 2014 **)

Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 849,08 1,05 903,82 1,05 919,39 1,01 954,10 0,98 955,37 0,93

B Pertambangan dan Penggalian 160,72 0,20 165,92 0,19 173,03 0,19 179,27 0,18 180,99 0,18

C Industri Pengolahan 20.032,78 24,79 21.956,02 25,49 23.700,81 25,96 25.954,06 26,66 27.693,43 27,02

D Pengadaan Listrik, Gas 97,24 0,12 104,33 0,12 114,15 0,13 123,21 0,13 123,65 0,12

E Pengadaan Air 99,63 0,12 101,22 0,12 99,15 0,11 98,54 0,10 100,36 0,10

F Konstruksi 22.459,13 27,79 23.022,73 26,73 24.467,35 26,80 25.709,84 26,41 26.606,79 25,96

G Perdagangan besar dan eceran, reparasi dan

perawatan mobil dan sepeda motor 13.083,37 16,19 14.300,92 16,60 14.404,60 15,78 14.968,95 15,38 15.307,23 14,93

H Transportasi dan Pergudangan 2.739,45 3,39 2.877,54 3,34 3.099,05 3,40 3.415,67 3,51 3.718,91 3,63

I Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 2.469,89 3,06 2.651,72 3,08 2.866,79 3,14 3.040,32 3,12 3.238,50 3,16

J Informasi dan Komunikasi 6.581,51 8,14 7.117,18 8,26 7.826,30 8,57 8.449,29 8,68 9.498,19 9,27

K Jasa Keuangan 3.606,96 4,46 3.699,67 4,29 3.809,63 4,17 3.961,91 4,07 4.048,69 3,95

L Real Estate 2.358,52 2,92 2.505,22 2,91 2.640,25 2,89 2.842,92 2,92 3.026,68 2,95

M, N Jasa Perusahaan 425,23 0,53 466,45 0,54 497,32 0,54 558,25 0,57 597,79 0,58

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib 3.008,67 3,72 3.091,25 3,59 3.117,27 3,41 3.215,76 3,30 3.198,84 3,12

P Jasa Pendidikan 1.396,30 1,73 1.644,24 1,91 1.946,15 2,13 2.125,57 2,18 2.312,70 2,26

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 488,97 0,60 537,74 0,62 597,81 0,65 640,17 0,66 711,49 0,69

R, S, T Jasa lainnya 966,67 1,20 997,01 1,16 1.002,97 1,10 1.103,14 1,13 1.181,77 1,15

(20)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-20 Struktur lapangan usaha sebagian masyarakat Kota Semarang telah bergeser dari lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ke lapangan usaha ekonomi lainnya yang terlihat dari penurunan peranan setiap tahunnya terhadap pembentukan PDRB Kota Semarang. Sumbangan terbesar pada tahun 2014 dihasilkan oleh lapangan usaha Industri Pengolahan, kemudian lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan,lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Motor, lapangan usaha Konstruksi. Sementara peranan lapangan usaha lainnya di bawah 5 persen.

(21)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-21 Sumber : BPS Kota Semarang

Gambar 4.10

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang Dibandingkan Dengan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2010 – 2014

Laju pertumbuhan PDRB Kota Semarang tahun 2014 mencapai 5,30 persen, lebih lambat dibandingkan tahun 2013 dengan pertumbuhan 6,64 persen. Angka tersebut berada dibawah Prov. Jawa Tengah dan diatas Nasional. Selama kurun waktu tahun 2011 – 2013, LPE Kota Semarang berada diatas LPE Prov. Jawa Tengah dan saling bertukar tempat dengan LPE Nasional.

Tabel 4.10

Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Brutto (PDRB) Kota Semarang Tahun 2010 – 2014

Kategori Kategori / Subkategori 2010 2011 2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Atas Dasar Harga Berlaku :

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan - 10,14 6,44 13,25 5,71

B Pertambangan dan Penggalian - 9,98 4,59 6,92 20,07

C Industri Pengolahan - 21,35 11,41 9,41 14,80

D Pengadaan Listrik, Gas - 8,35 6,74 1,87 0,65

E Pengadaan Air - 2,37 -2,67 2,12 4,58

F Konstruksi - 7,27 10,60 8,43 12,22

G Perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor

- 12,65 2,75 7,08 5,51

H Transportasi dan Pergudangan - 8,20 10,15 15,88 17,43

I Penyediaan Akomodasi & Makan Minum - 12,99 15,92 14,64 13,06

J Informasi dan Komunikasi - 9,62 5,97 4,33 7,98

K Jasa Keuangan - 8,77 12,10 9,24 7,87

(22)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-22

Kategori Kategori / Subkategori 2010 2011 2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Atas Dasar Harga Berlaku :

M, N Jasa Perusahaan - 16,98 10,15 17,38 10,75

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

- 4,61 11,78 7,30 6,81

P Jasa Pendidikan - 35,20 30,15 18,58 14,28

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial - 18,64 19,16 12,48 16,03

R, S, T Jasa lainnya - 6,26 1,54 13,68 14,60

LAJU PERTUMBUHAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTTO (PDRB) - 12,63 9,58 9,05 11,47

Kategori Kategori / Subkategori 2010 2011 2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Atas Dasar Harga Konstan 2010 :

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan - 6,45 1,72 3,78 0,13

B Pertambangan dan Penggalian - 3,23 4,29 3,61 0,96

C Industri Pengolahan - 9,60 7,95 9,51 6,70

D Pengadaan Listrik, Gas - 7,29 9,41 7,94 0,36

E Pengadaan Air - 1,59 -2,04 -0,61 1,85

F Konstruksi - 2,51 6,27 5,08 3,49

G Perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor

- 9,31 0,73 3,92 2,26

H Transportasi dan Pergudangan - 5,04 7,70 10,22 8,88

I Penyediaan Akomodasi & Makan Minum - 7,36 8,11 6,05 6,52

J Informasi dan Komunikasi - 8,14 9,96 7,96 12,41

K Jasa Keuangan - 2,57 2,97 4,00 2,19

L Real Estate - 6,22 5,39 7,68 6,46

M, N Jasa Perusahaan - 9,69 6,62 12,25 7,08

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib

- 2,74 0,84 3,16 -0,53

P Jasa Pendidikan - 17,76 18,36 9,22 8,80

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial - 9,97 11,17 7,09 11,14

R, S, T Jasa lainnya - 3,14 0,60 9,99 7,13

LAJU PERTUMBUHAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTTO (PDRB) - 6,58 5,97 6,64 5,30

(23)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-23 Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 12,41 persen. Lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Pertanian merupakan satu-satunya lapangan usaha yang mengalami kontraksi 0,13 persen. Laju pertumbuhan tertinggi kedua yaitu lapangan usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 11,20 persen, diikuti lapangan usaha Jasa Pendidikan tumbuh sebesar 11,14 persen, Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 8,88 Persen, Jasa lainnya tumbuh sebesar 7,13 persen, Jasa Perusahaan tumbuh sebesar 7,08 persen, Industri Pengolahan tumbuh sebesar 6,70 persen, Penyediaan Akomodasi dan Makan minum tumbuh sebesar 6,52, Real Estate tumbuh sebesar 6,46 persen, pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan sebesar 0,96 persen.

Dibandingkan dengan kota lain di Jawa Tengah, pertumbuhan ekonomi Kota Semarang merupakan yang tertinggi kedua setelah Kota Pekalongan yang sebesar 6,14%. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, capaiannya juga masih lebih tinggi. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang dengan Kota Lain dan Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Sumber : BPS Kota Semarang

Gambar 4.11

(24)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-24 4.2.2. Laju Inflasi

Inflasi adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Dampak dari inflasi salah satunya adalah menurunnya daya beli masyarakat. yang dapat diartikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat terganggu karena ketidakmampuan penduduk dalam mengkonsumsi barang ataupun jasa.

Kondisi inflasi di Kota Semarang menunjukkan kondisi yang fluktuatif selama periode tahun 2011 – 2015. Angka inflasi meningkat dari tahun 2011 sebesar 2,87% mencapai angka tertinggi pada tahun 2014 sebesar 8,53%, selanjutnya pada tahun 2015 menurun menjadi hanya 2,56%.

Tingginya tingkat inflasi Kota Semarang ditengarai karena seluruh indeks kelompok pengeluaran mengalami kenaikan terutama kenaikan indeks kelompok bahan makanan dan indeks kelompok transportasi. Perkembangan tingkat inflasi di Kota Semarang selanjutnya dapat dilihat pada Grafik di bawah ini.

Sumber : BPS Kota Semarang

Gambar 4.12

Grafik Laju Inflasi di Kota Semarang Tahun 2011 – 2015

(25)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-25 dibandingkan dengan tingkat inflasi Provinsi Jawa Tengah, tingkat inflasi Kota Semarang masih lebih rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Sumber : BPS Kota Semarang

Gambar 4.13

Perbandingan Laju Inflasi Kota Semarang Dibandingkan Dengan 5 Kota di Jawa Tengah Tahun

2015

4.2.3.PDRB Perkapita

PDRB perkapita merupakan PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang tinggal di daerah tersebut. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. Di tahun 2014, PDRB per kapita Kota Semarang mencapai Rp 72.482.351,82 dengan pertumbuhan sebesar 9,59%.

Tabel 4.11

PDRB perkapita Kota Semarang Tahun 2010-2014 ( Juta Rupiah )

Kategori Kategori / Subkategori 2010 2011 2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,54 0,59 0,62 0,69 0,71

B Pertambangan dan Penggalian 0,10 0,11 0,11 0,12 0,14

C Industri Pengolahan 12,84 15,30 16,75 18,01 20,33

D Pengadaan Listrik, Gas 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07

E Pengadaan Air 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06

F Konstruksi 14,40 15,17 16,48 17,56 19,38

(26)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-26

Kategori Kategori / Subkategori 2010 2011 2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

perawatan mobil dan sepeda motor

H Transportasi dan Pergudangan 1,76 1,87 2,02 2,30 2,66

I Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 1,58 1,76 2,00 2,25 2,51

J Informasi dan Komunikasi 4,22 4,54 4,73 4,85 5,15

K Jasa Keuangan 2,31 2,47 2,72 2,92 3,10

L Real Estate 1,51 1,60 1,66 1,79 1,97

M, N Jasa Perusahaan 0,27 0,31 0,34 0,39 0,43

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib 1,93 1,98 2,18 2,29 2,41

P Jasa Pendidikan 0,89 1,19 1,52 1,77 1,99

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,31 0,37 0,43 0,47 0,54

R, S, T Jasa lainnya 0,62 0,65 0,65 0,72 0,81

P D R B Per Kapita 51,80 54,23 56,46 59,18 61,27

Sumber : BPS Kota Semarang

Jika dilihat dari pertumbuhannya, PDRB per kapita Kota Semarang dari tahun 2010 hingga 2014 mengalami penurunan di tahun 2012 dan 2013 yang kemudian perlahan naik kembali di tahun 2014.

Sumber : BPS Kota Semarang

Gambar 4.14

(27)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-27 4.2.4. Indeks Gini

Indeks Gini atau koefisien Gini adalah salah satu ukuran umum untuk distribusi pendapatan atau kekayaan yang menunjukkan seberapa merata pendapatan dan kekayaan didistribusikan di antara populasi. Indeks Gini memiliki kisaran 0 sampai 1. Nilai 0 menunjukkan distribusi yang sangat merata yaitu setiap orang memiliki jumlah penghasilan atau kekayaan yang sama persis. Nilai 1 menunjukkan distribusi yang timpan sempurna yaitu satu orang memiliki segalanya dan semua orang lain tidak memiliki apa-apa.

Perkembangan indeks Gini Kota Semarang menunjukkan pada tahun 2013 sebesar 0,3514, menurun jika dibandingkan dengan kondisi 2 tahun berikutnya yaitu 0,3545 tahun 2011 dan 0,3518 tahun 2012. Besaran indeks Gini Kota Semarang tahun 2014 sebesar 0,3807 menunjukkan bahwa tingkat pemerataan pendapatan dan kekayaan termasuk kategori sedang. Kondisi indeks Gini Kota Semarang dalam empat tahun terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Sumber : BPS Kota Semarang

Gambar 4.15

(28)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-28 4.3. ANALISIS LINGKUNGAN

Kinerja urusan lingkungan hidup terjabarkan dalam program-program untuk mencapai target capaian kinerja dan sasaran-sasarannya. Salah satu hasil yang menonjol adalah untuk kesekian kalinya, tercatat mulai tahun 2012, secara berturut-turut Kota Semarang sukses memperoleh penghargaan Adipura untuk kategori kota metropolitan terbersih. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota memiliki kepedulian dalam pengendalian pencemaran serta memiliki komitmen dalam mewujudkan kota bersih dan hijau (clean and green city).

Berikut capaian kinerja urusan lingkungan hidup dari tahun 2010-2015, yang secara umum kondisinya ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.12

Urusan Lingkungan Hidup

No Uraian

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Lingkungan Hidup :

1 Persentase penanganan sampah 77 79 81 83 85 87

2 Persentase Penduduk berakses air

minum - 45,07 48,20 50,84 57,99 56,11

3 Pencemaran status mutu air 48 50 54 60 60 60

4 Cakupan penghijauan wilayah rawan

longsor dan Sumber Mata Air 10 15 21 26 31,5 36,5

5

Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan amdal (jumlah perusahaan yang diawasi)

4,97 8,19 10,76 9,35 8,92 13,98

6 Tempat pembuangan sampah (TPS) 77 79 81 83 85 87

7 Penegakan hukum lingkungan (%) 100 100 100 100 100 100

8 Indek kualitas lingkungan hidup

(RPJMN) (%) - - - 45

9 Presentase jumlah usaha dan atau kegiatan yang mentaati persayaratan administrasi dan teknis pencegahan pencemaran air (%)

40 58 68 97 100 100

10 Presentase jumlah usaha dan atau kegiatan sumber tidak bergerak yang mentaati persayaratan administrasi dan teknis pencegahan pencemaran udara (%)

25 38,5 47 82 100 100

Sumber : Bappeda, BLH, dan DKP Kota Semarang

(29)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-29 Safeguard sosial dan lingkungan di bidang keciptakaryaan sangat dibutuhkan, sehingga pada setiap program/ kegiatan yang ada dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya Kota Semarang tetap memperhatikan kelayakan sosial dan kelayakan lingkungannya.

Tujuan safeguard sosial dan lingkungan ini adalah untuk meminimalisasi dampak sosial dan lingkungan (dampak negatif) akibat adanya rencana program/ kegiatan investasi bidang keciptakaryaan di Kota Semarang baik pada saat pra konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi.

Semua kegiatan investasi di bidang keciptakakaryaan yang diperkirakan menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup memerlukan kajian lingkungan berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Rencana kegiatan yang wajib AMDAL tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL, maka pihak pemilik kegiatan (pemrakarsa) wajib melaksanakan studi AMDAL. Studi AMDAL akan mengidentifikasi kemungkinan terjadinya dampak penting terhadap lingkungan hidup, baik lingkungan alam maupun sosial di sekitar lokasi kegiatan.

Sedangkan kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia tetap menyusun kajian lingkungan berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sebagai upaya dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh pemilik kegiatan (pemrakarsa). Pedoman pelaksanaan UKL-UPL tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup.

(30)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-30 Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan. Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Seluruh program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip berikut:

1. Penilaian lingkungan (environment assessment) dan rencana mitigasi dampak sub proyek, dirumuskan dalam bentuk :

 Analisis Mengenai Dampak lingkungan atau AMDAL (atau Analisis Dampak Lingkungan –ANDAL dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan-RKL dan Rencana Pemantauan Lingkungan-RPL);

 Upaya pengelolaan lingkungan –UKL dan upaya pemantauan lingkungan-UPL; atau

 Standar Operasi Baku-SOP

 Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.

2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan Format AMDAL atau UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, ekonomi, sosial, kelembagaan dan keuangan sub proyek;

3. Sejauh mungkin, sub proyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin. Sub proyek yang diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negative yang besar terhadap lingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa, harus dilengkapi dengan AMDAL;

4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta karya tidak dapat dipergunakan mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negative terhadap habitat alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi, alur laut internasional atau kawasan sengketa. Di samping itu dari usulan RPIJM juga tidak membiayai pembelian, produksi atau pengunaan:

(31)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-31  Bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 (bahan beracun dan

berbahaya). Rencana investasi tidak membiayai kegiatan yang menggunakan, menghasilkan, menyimpan atau mengangkut bahan/material beracun, korosif atau eksplosif atau bahan/material yang termasuk dalam kategori b3 menurut hokum yang berlaku di Indonesia;

 Pestisida, herbisida dan insektisida. RPIJM tidak diperuntukan mambiayai kegiatan yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida dan insektisida.  Pembangunan bendungan. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak

membiayai pembangunan atau rehabilitasi bendungan atau investasi yang mempunyai ketergantungan pada kinerja bendungan yang telah ada ataupun yang sedang dibangun.

 Kekayaan budaya RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa benda dan budaya maupun lokasi yang dianggap sacral atau memiliki nilai spiritual, dan

 Penebangan kayu. RPIJM bidang infrastruktur Pu/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan penebangan kayu.

Panduan kerangka safeguard lingkungan dan sosial dalam RPIJM dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku antara lain:

1. Undang-undang (UU) No. 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan, pasal 5 (1) mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang memungkinkan dapat menimbulkan dampak lingkungan besar dan signifikan harus dilengkapi dengan AMDAL.

2. Peraturan Pemerintah (PP) No.27/1997 tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pasal 5 (1), AMDAL diperlukan jika proyek tersebut : (i) mempengaruhi sejumlah besar orang, wilayah dan komponen lingkungan; (ii) menimbulkan dampak yang berlangsung kuat, lama, komulatif dan tidak dapat dipulihkan kembali (irreversible);

(32)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-32 terkena dampak, sifat kumulatif dampak, dan berbalik (revesible) atau tidak berbaliknya dampak. Pasal 11 (1) tentang AMDAL menyatakan bahwa Komisi AMDAL Pusat berwenang menilai hasil AMDAL bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi unsur-unsur strategis nasional dan/atau berkaitan dengan ketahanan nasional dengan dampak mencakup lebih dari propinsi, terletak di wilayah konflik dengan negara lain, terletak di perairan laut, dan/atau lokasinya mencakup wilayah hokum Negara lain. Pasal 11 (2) menyatakan Komisi AMDAL daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) berwenang menilai AMDAL bagi jenis-jenis usaha dan/atau kegiatan yang berada di luar kriteria di atas;

4. Sesuai PP 27/1999 tentang AMDAL pasal 33 (3), dalam waktu 30 hari setelah pengumuman proyek, pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk warga yang terkena dampak, LSM setempat, dan pihak lainnya, dapat menyampaikan tanggapan, saran dan keluhan kepada Pemrakarsa kegiatan;

5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17/2001, tanggal 22 Mei 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

6. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 09 tahun 2000 tentang pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 7. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.17/KPTS/2003, tanggal 3

Februari 2003, tentang penetapan jenis Usaha dan/atau kegiatan bidang permukiman dan Prasarana Wilayah yang wajib dilengkapi dengan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); dan

8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.86/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan UKL/UPL.

Kerangka Kelembagaan Safeguard lingkungan di Kota Semarang yaitu sebagai berikut:

1. Pemrakarsa kegiatan

Pemrakarsa kegiatan adalah perumus dan pelaksana RPIJM di Kota Semarang. Pemrakarsa kegiatan bertanggung jawab untuk melaksanakan:

(33)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-33 b. Konsultasi dengan warga yang secara potensial dipengaruhi dampak

lingkungan atau PAP dalam forum stakeholder, baik pada saat perumusan KA-ANDAL, draft ANDAL dan RKL/RPL. Sebelum kegiatan konsultasi dilakukan, pemrakarsa kegiatan perlu menyediakan semua bahan yang relevan sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum kegiatan dilakukan yang setidaknya mencakup ringkasan tujuan kegiatan, rincian kegiatan, dan gambaran menyeluruh potensi dampaknya. Hasil konsultasi dalam forum stakeholder tersebut harus dicatat sebagai bagian dari laporan ANDAL. Di samping itu, kegiatan konsultasi dengan PAP bila perlu juga dilakukan selama pelaksanaan sub proyek;

c. Melaporkan pelaksanaan RKL/RPL dan hasil pemantauannya Badan Lingkungan Hidup, Bupati/Walikota;

d. Keterbukaan informasi mengenai draft ANDAL dan RKL/RPL atau UKL/UPL pada public dalam waktu yang tidak terbatas; dan

e. Penanganan keluhan publik secara transparan. Perlu dikembangkan prosedur penyampaian keluhan publik yang trasparan. Keluhan harus dijawab sebelum tahap pelelangan kegiatan dimulai. Keluhan yang diajukan sebelum konstruksi, selama konstruksi dan/atau operasi kegiatan perlu diselesaikan secara musyawarah antara pemrakarsa kegiatan dengan pihak-pihak yang mengajukan keluhan.

2. Badan Lingkungan Hidup atau instansi terkait

a. Menurut SK Menteri Negara Lingkungan hidup no. 86/2009, Badan Lingkungan Hidup atau Dinas/Instansi yang berkecimpung dalam masalah lingkungan hidup, bertanggung jawab untuk mnegkaji dan memberikan persetujuan terhadap UPL/UKL yang dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan;

b. Dalam pelaksanaan RPIJM, Badan Lingkungan Hidup juga bertanggung jawab untuk melakukan supervise pelaksanaan RKL/RPL serta melakukan pemantauan terhadap lingkungan secara umum

c. Badan Lingkungan Hidup juga merupakan anggota tetap Komisi AMDAL.

3. Komisi AMDAL

Komisi AMDAL adalah badan yang berwenang dan bertanggung jawab untuk melakukan;

(34)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-34 b. Penyampaian laporan hasil kajian yang dilakukan kepada Walikota yang

bersangkutan (sesuai dengan PP No. 27/1999 mengenai AMDAL, pasal 8, dalam RPIJM yang dimaksudkan sebagai Komisi AMDAL adalah Komisi AMDAL tingkat Kota)

4.3.1 KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)

1. Pengkajian Pengaruh Kebijakan/Rencana/Program (KRP) terhadap Kondisi Lingkungan

Hidup di Kota Semarang

Pembangunan Kota Semarang sebagai bagian integrasi dari pembangunan regional dan nasional pada hakekatnya merupakan suatu proese yang bersifat integratif baik dalam tatanan perencanaan, pelaksanaan maupun pengendalian. Mengingat ruang lingkupnya yang sangat luas, kegiatan pembangunan tidak semata-mata menjadi tanggungjawab pemerintah, melainkan harus didukung oleh seluruh komponene masyarakat. Oleh karena itu, hubungan kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat merupakan kata kunci yang strategis dan harus menjadi fokus perhatian terutama untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam pembangunan. Kemitraan yang dijalin dan dikembangkan tentunya harus berdasar pada aspek dan posisi kesejajaran yang bersifat demokratis dan proporsional. Implikasinya adalah bahwa pembangunan kota harus direncanakan, dilaksanakan dan dikendalikan oleh seluruh warga masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah kota.

Perkembangan wilayah yang sedemikian pesat menuntut upaya perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pembangunan dari segala sektor yang ada secara sinergis, berkesinambungan dan pro-lingkungan. Perencanaan tata ruang wilayah yang berlandaskan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan akan menjaga tekanan-tekanan eksternalitas maupun internal yang mempengaruhi terhadapperkembangan wilayah Kota Semarang ke arah yang semakin terkendali.

(35)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-35 pada kajian atau perencanaan sarana untuk pencapaian tujuan suatu kebijakan. Strategis menjadi suatu perbuatan atau aktivitas yang dilakukan sejak awal proses pengambilan keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil akhir yang akan diraih. Dalam konteks KLHS perbuatan yang dimaksud adalah suati kajian yang dapat menjamin dipertimbangkannya sejak dini aspek lingkungan hidup dalam proses pengambilan keputusan di level Kebijakan, Rencana atau Program (KRP).

KLHS yang berbasis pendekatan AMDAL maupun yang berbasis pendekatan berkelanjutan pada dasarnya hadir sebagai respon terhadap adanya beragam kebutuhan akan KLHS. KLHS berbasis pendekatan AMDAL muncul untuk mengatasi beberapa kelemahan yang dijumpai dalam AMDAL yang bersifat spesifik proyek, sementara KLHS berbasis berkelanjutan muncul sebagai sarana untuk mengimplementasikan konsep berkelanjutan dan dapat diformulasikan visi, tujuan dan kerangka kerja keberlanjutan untuk memandu pengambilan keputusan KRP yang lebih baik di masa mendatang.

Secara filosofi dan fenomena riil, pendekatan konsep keruangan sangat identik dengan fenomena lingkungan hidup yang dinamis dan sistematik. Selanjutnya kesamaan makna tersebut menjadi landasan penilaian kuatnya relevansi pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan yang berbasis pada kepentingan pembangunan lingkungan hidup untuk diterapkan dalam proses penataan ruang di beberapa tingkat pemerintahan daerah mulai dari kabupaten/kota sampai dengan nasional.

a. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan

Daya dukung dan daya tampung di Kota Semarang menjelaskan beberapa permasalahan terkait dengan kondisi lingkungan di Kota Semarang yang dapat dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 4.14. Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan di Kota Semarang

No. Isu-Isu Pembangunan

Berkelanjutan Kebijakan dan Rencana Pengembangan 1 Peningkatan pusat pelayanan kota

yang memperkuat kegiatan perdagangan, jasa dan industri berskala regional

Pengembangan jalan lingkar antar kota dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pada pusat-pusat pelayanan

Menetapkan hirarki sistem pusat pelayanan secara berjenjang dengan mengembangkan pusat perdagangan berskala regional

Mengembangkan kegiatan wisata pesisir dengan mengoptimalkan pelayan pelabuhan laut sebagai pintu gerbang regional

Mengembangkan pusat perdagangan berskala regional diimbangi dengan pengembangan kegiatan jasa pertemuan dan jasa pameran

2 Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem prasarana sarana umum

Mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi dan informasi pada kawasan pertumbuhan ekonomi

(36)

L

aporan

Akhir

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-36

No. Isu-Isu Pembangunan

Berkelanjutan Kebijakan dan Rencana Pengembangan

Meningkatkan sistem pengelolaan persampahan dengan teknik-teknik yang berwawasan lingkungan

Mengembangkan prasarana sumber daya air dalam upaya untuk meningkatkan pengolahan air bersih

Meningkatkan prasarana pengelolaan air limbah dan pengoptimalan sistem sanitasi lingkungan yang sudah ada serta mengembangkan sistem prasarana drainase secara terpadu

3 Isu pengembangan kawasan budidaya yang efisien dan kompak

Mengembangkan ruang-ruang kawasan yang efisien dan kompak dengan sistem insentif dan disinsentif

4 Isu peningkatan dan penyediaan ruang terbuka hijau yang proporsional di seluruh wilayah kota

Mempertahankan fungsi dan menata ruang terbuka hijau yang ada Mengembalikan ruang terbuka hijau yang telah beralih fungsi

Meningkatkan ketersediaan ruang terbuka hijau di kawasan pusat kota Mengembalikan inovasi dalam penyediaan ruang terbuka hijau

Mengembalikan kemitraan atau kerjasama dengan swasta dalam penyediaan dan pengelolaan ruang terbuka hijau

5 Isu peningkatan pemanfaatan ruang pada wilayah pesisir yang memperhatikan daya dukung lingkungan

Mengembangkan kolam tampung air dan tanggul pantai untuk menanggulangi potensi banjir dan rob

Melakukan penghijauan kawasan pantai

Mengupayakan pengembalian ruang hijau sempadan sungai dan sempadan pantai

6 Isu peningkatan pengelolaan kawasan industri

Pengembangan kawasan industri terkelola (industrial estate) Pengembangan sarana pengolah limbah

7 Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan dalam kerangka ketahanan nasional

Membatasi perkembangan kegiatan pada kawasan pertahanan dan keamanan

Menjaga dan meningkatkan fungsi aksesibilitas yang menghubungkan jalan arteri dengan kawasan pertahanan dan keamanan

8 Isu pelestarian lingkungan dan peningkatan fungsi perlindungan kawasan

Membatasi perkembangan kegiatan pada kawasan sempadan sungai dan pantai

Meningkatkan intensitas dan luasan hutan mangrove sebagai upaya perlindungan terhadap wilayah pesisir

9 Isu peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian wilayah Kota Semarang

Mengembangkan kegiatan perdagangan dan jasa dengan mendukung infrastruktur kawasan

Mengembangkan kegiatan perdagangan dan jasa dengan merevitalisasi kawasan perdagangan kota lama

10 Isu pelestarian dan peningkatan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat

Mengembangkan nilai budaya bahari sebagai bagian dari kekayaan budaya lokal melalui pengembangan kawasan wisata bahari

Melestarikan nilai budaya dan arsitektur melalui penetapan, pemeliharaan, dan pengembangan benda-benda cagar budaya

(37)

Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kota Semarang Tahun 2016-2020 4-37 b. Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)

Tabel 4.15. Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP) di Kota Semarang

No. Kebijakan dan Rencana Pengembangan

Pengaruh

Lokasi

Positif Negatif

1 Pengembangan jalan

lingkar antar kota dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pada pusat-pusat pelayanan

Aspek sosial

 Peningkatan pusat pelayanan kota yang memperkuat kegiatan perdagangan, jasa dan industri berskala regional

 Meingkatkan keberadaan fasum dan fasos sebagai penunjang perkembangan kawasan perkotaan, misalnya fasilitas pendukung transportasi (halte, terminal)

Aspek ekonomi

 Meningkatkan pertumbuhan pada kawasan pembangunan

 Meningkatkan nilai lahan pada kawasan pembangunan akibat dari aksesibilitas yang meningkat

 Meningkatnya peluang usaha baru sebagai akibat dari meningkatnya aksesibilitas lahan

Aspek sosial

 Ketidaksiapan masyarakat daerah hinterland terhadap laju perkembangan kawasan perkotaan yang menimbulkan banyak masalah sosial

 Tingkat kenyamanan masyarakat di sekitar kawasan jalan lingkar menurun akibat tingkat aktivitasnya yang semakin meningkat Aspek ekonomi

 Munculnya pusat-pusat pertumbuhan baru yang cenderung tidak terkendali

 Meningkatnya nilai lahan cenderung meningkatkan kesenjangan wilayah

Aspek lingkungan

 Kualitas lingkungan menurun (lahan, air, udara)

 Kemungkinan timbulnya polusi (udara) akibat pembangunan jalur jalan lingkar di Kota Semarang

 Peningkatan intensitas kebisingan akibat meningkatnya keramaian dari perkembangan kawasan perkotaan

Kelurahan Mangkang Kulon,

Mangunharjo, Mangkang Wetan, Randugarut, Tugurejo, Jerakah, Tambakharjo, Tawangsari, Panggung Lor, Bandarharjo

2 Menetapkan hirarki sistem pusat pelayanan secara berjenjang dengan mengembangkan pusat

Aspek sosial

 Pemeratan pelayanan baik pada pelayanan pusat sampai ke lingkungan

 Meningkatkan fungsi fasum pada wilayah

Aspek sosial

 Menimbulkan peluang dalam kecemburuan sosial akibat pelayanan yang kurang merata  Terjadi perbedaan kualitas SDM yang terlihat

Gambar

Gambar 4.1
Tabel 4.1 Perkembangan Indikator Pembentuk IPM
gambar berikut ini :
Gambar 4.5 Perkembangan Indeks Gender (IDG) Kota Semarang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Common yard merupakan fasilitas logistik yang digunakan bersama oleh TMMIN, TAM, dan Main Dealer sebagai Delivery Center unit-unit ekspor dan domestik, sekaligus sebagai

Hasil analisis pada uji homogenitas ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dalam karakteristik responden pada kedua kelompok sehingga membantu

Kandungan kalsium (Ca) yang cukup besar berpotensi dalam pembuatan amelioran, yang dimana amelioran sendiri merupakan bahan yang mampu meningkatkan kesuburan tanah

kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam. hubungan dengan orang

mengalir pada konduktor jangkar yang ditempatkan dalam suatu medan adalah :. F

Keesokan hari ibu dan bapak Boncel berangkat dari Desa Bungbulang dengan tujuan Kadipaten Caringin untuk menemui anaknya yang telah lama pergi.. Berbekal makanan hasil dari

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelas memiliki karakteristik yang relatif sama atau tidak, selain itu uji homogenitas berfungsi untuk.. menentukan

Dalam pembelajaran, macromedia flash merupakan gabungan konsep pembelajaran dengan teknologi audio-visual yang mampu menghasilkan fitur-fitur baru yang dapat