• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual - GITHA FARIDA BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual - GITHA FARIDA BAB II"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Deskripsi Konseptual

Deskripsi konseptual merupakan bagian dari laporan penelitian yang berisi berbagai konsep teori yang relevan dengan tema penelitian. Isi dari deskripsi konseptual merupakan kajian berbagai teori yang relevan dengan varibel penelitian baik variabel bebas maupun varibel terikat. Pada penelitian ini deskripsi konseptual meliputi hakikat menganalisis butir kebahasaan, hakikat menganalisis teks eksposisi, dan hakikat metode Problem Based Learning. Berikut diuraikan masing-masing deskripsi konseptual dalam penelitian ini.

1. Hakikat Metode Problem Based Learning

1.1Pengertian Problem Based Learning (PBL)

(2)

Rumusan dari Dutch (1994), Problem Based Learning (PBL) merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar dan belajar”, bekerja sama dengan kelompok untuk mencari solusi

masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based Learning (PBL) mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.

Problem Based Learning (PBL) mempunyai perbedaan penting dengan pembelajaran penemuan. Pada pembelajaran penemuan didasarkan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin ilmu dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru terbatas dalam ruang lingkup kelas, sedangkan Problem Based Learning (PBL) dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna dimana siswa mempunyai kesempatan dalam memlilih dan melakukan penyelidikan apapun baik di dalam maupun di luar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah.

(3)

keterampilan memecahkan masalah. Selain itu, dengan pemberian masalah autentik, siswa dapat membentuk makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan lagi.

Jadi Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Kamdi, 2007: 77). PBL atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

(4)

kerjasama dan interaksi dalam kelompok, di samping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.

1.2Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL)

Menurut Arends berbagai pengembangan pengajaran Problem Based Learning (PBL) telah memberikan model pengajaran itu

memiliki karakteristik sebagai berikut: 1.2.1 Pengajuan pertanyaan atau masalah

Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. 1.2.2 Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

(5)

benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

1.2.3 Penyelidikan autentik

Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukann penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

1.2.4 Menghasilkan produk dan memamerkannya

Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam karya nyata. Produk tersebut bisa berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Dalam pembelajaran kalor, produk yang dihasilkan adalah berupa laporan.

1.2.5 Kolaborasi dan kerja sama

Pembelajaran bersdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu: 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah

(6)

menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

2) Berfokus pada keterkaitan antara disiplin ilmu

Masalah yang akan diselidiki dalam PBL telah dipilih benar-benar nyata agar nantinya siswa dalam memecahkan dapat dipandang dari beberapa disiplin ilmu walaupun nantinya pembelajaran tersebut berpusat pada pelajaran tertentu.

3) Penyelidikan autentik

Pada strategi PBL siswa mencari sendiripemecahan masalah mulai dari mendefinisikan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat referensi serta kesimpulan. 4) Menghasilkan karya dan memamerkannya

Hasil karya dalam penerapan PBL dapat berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Hasil karya ini merupakan bentuk karya nyata dan peragaan dari penyelesaian masalah yang telah mereka temukan.

5) Dikerjakan secara bersama-sama antara siswa dalam kelompok kecil

(7)

mengembangkan ketrampilan berfikirnya sangat ditekankan dalam strategi PBL.

Model pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan baru. Seperti yang diungkapkan oleh Suyatno (2009 : 58) bahwa: ”Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge) untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru”.

Sedangkan menurut Arends (dalam Trianto 2007 : 68) menyatakan bahwa: ”Model pembelajaran berdasarkan masalah

merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri”.

Model pembelajaran berdasarkan masalah juga mengacu pada model pembelajaran yang lain seperti yang diungkapkan oleh diungkapkan oleh Trianto (2007 : 68) : ”Model pembelajaran

(8)

Based Learning), Pendidikan Berdasarkan Pengalaman (Experience

Based Education), Belajar Autentik (Autentic Learning), Pembelajaran

Bermakna (Anchored Instruction)”.

Berbagai pengembang menyatakan bahwa ciri utama model pembelajaran berdasarkan masalah ini dalam Trianto (2007 : 68) adalah:

1) Pengajuan pertanyaan atau masalah.

Guru memunculkan pertanyaan yang nyata di lingkungan siswa serta dapat diselidiki oleh siswa kepada masalah yang autentik ini dapat berupa cerita, penyajian fenomena tertentu, atau mendemontrasikan suatu kejadian yang mengundang munculnya permasalahan atau pertanyaan.

2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.

Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial) masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa dapat meninjau dari berbagi mata pelajaran yang lain.

3) Penyelidikan autentik.

(9)

nyata terhadap masalah yang disajikan. Metode penyelidikan ini bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

4) Menghasilkan produk atau karya.

Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer

5) Kolaborasi.

Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama untuk terlibat dan saling bertukar pendapat dalam melakukan penyelidikan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang disajikan.

1.3Langkah-Langkah Problem Based Learning

(10)

Tabel 1.1 Sintaks Model pembelajaran berdasarkan masalah Fase Indikator Aktifitas / Kegiatan Guru

(11)

pembelajaran PBL adalah: keterbukaan, keterlibatan peserta didik secara aktif, dan atmosfir kebebasan intelektual.

Pembelajaran Berbasis Masalah cukup tepat untuk merealisasikan tujuan-tujuan pendidikan fisika (Tobin, 1986; AAAS, 1993). Sekarang ini, pendidik banyak menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dalam pendidikan fisika (Lazear, 1991; Treagust & Peterson, 1998; Gallagher et al., 1999; Slavin, 1999; Greenwald, 2000; Yuzhi, 2003; Şenocak, 2005; Wilson, 2005; Kilic,

2006). Fakta bahwa pendidikan fisika didasarkan pada keduanya, praktek dan interpretasi, yakni sangat berhubungan dengan kehidupan nyata, dan pembelajaran berbasis masalah memfasilitasi hubungan keduanya. Dalam PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga pebelajar tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Pembelajar tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.

(12)

pertanyaan disekitar masalah.. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri pebelajar maka motivasi intrinsik mereka untuk belajar akan tumbuh.

Pada kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan pebelajar tentang pengetahuan apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah, apa yang harus dilakukan, atau bagaimana melakukannya dan seterusnya. Penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong pebelajar mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.

Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya. Lebih lanjut. PBL juga bertujuan untuk membantu pebelajar belajar secara mandiri. Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik.

Arends (2004) mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL. Fase-fase tersebut merujuk pada tahap-tahapan praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dengan PBL sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

(13)

Instruction (Arends, 2001: 348). Landasan teoretik model pembelajaran CL adalah: teori Dewey tentang kelas berorientasi masalah; konstruktivisme Piaget dan Vygotsky; serta belajar penemuan menurut Bruner. Efek pembelajaran model PBL adalah pencapaian kompetensi berupa keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah, perilaku berperan orang dewasa, dan keterampilan belajar mandiri (independen).

Gambar 1.1 Model Pembelajaran PBL

Fase 1: Mengorientasikan siswa/mahasiswa pada masalah

(14)

pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat terlibat dalam pembelajaran yang akan dilakukan.

Fase 2: Mengorganisasikan pebelajar untuk belajar

Disamping mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong siswa/mahasiswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama antar anggota. Guru/dosen dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda.

Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru/dosen sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran. Setelah pebelajar diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar, selanjutnya guru/dosen dan pebelajar menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal.

(15)

kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.

Fase 3: Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

Inti dari PBL adalah penyelidikan. Mungkin saja setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru/dosen harus mendorong pebelajar untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan.

Tujuannya adalah agar pebelajar mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Pada fase ini seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang masalah-masalah dalam buku-buku. Guru/dosen membantu pebelajar untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan guru/dosen seharusnya mengajukan pertanyaan pada pebelajar untuk berifikir tentang massalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.

(16)

mereka mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelesan, dan pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini, guru/dosen mendorong pebelajar untuk menyampikan semua ide-idenya dan menerima secara penuh ide tersebut. Guru/dosen juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat mahasiswa berfikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas informasi yang dikumpulkan.

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan hasil karya dan memamerkannya. Hendaknya hasil karya lebih dari sekedar laporan tertulis, melainkan dapat berupa suatu videotape (yang menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan hasil karya sangat dipengaruhi tingkat berfikir pebelajar. Selanjutnya adalah memamerkan hasil karya pebelajar dan guru/dosen berperan sebagai organisator pameran.

(17)

meminta pebelajar untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.

Kapan mereka pertama kali memperoleh pemahaman yang jelas tentang situasi masalah? Kapan mereka yakin dalam pemecahan tertentu? Mengapa mereka dapat menerima penjelasan lebih siap dibanding yang lain? Mengapa mereka menolak beberapa penjelasan? Mengapa mereka mengadopsi pemecahan akhir dari mereka? Apakah mereka berubah pikiran tentang situasi masalah ketika penyelidikan berlangsung? Apa penyebab perubahan itu? Apakah mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan datang?

Problem Based Learning (PBL) akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan. Pemelajar pun harus harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompok-kelompok kecil. Umumnya, setiap kelompok menjalankan proses yang dikenal dengan proses tujuh langkah:

1) Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas

(18)

2) Merumuskan masalah

Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi di antara fenomena itu. 3) Menganalisis masalah

Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan dalam tahap ini.

4) Menata gagasan secara sistematis dan menganalisis

Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain kemudian dikelompokkan; mana yang paling menunjang, mana yang bertentangan, dan sebagainya. Analisis adalah upaya memilahmemilah sesuatu menjadi bagian-bagian yang membentuknya.

5) Memformulasikan tujuan pembelajaran

Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat

6) Mencari informasi tambahan dari sumber lain

(19)

mereka harus mencari informasi tambahan itu, dan menemukan kemana hendak dicarinya.

7) Mensistesis

Mensintesis (menggabungkan) dan menguji informasi baru dan membuat laporan.

1.4Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Learning 1) Keunggulan Model Problem Based Learning (PBL)

Keunggulan PBL memiliki ragam namun, pada intinya PBL membentuk agar peserta didik mengembangkan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah. Keunggulan PBL menurut Thobroni dan Arif (2011, hlm.349) yaitu:

a) mengembangkan peserta didik berfikir kritis; b) peserta didik aktif dalam pembelajaran; c) belajar menganalisis suatu masalah; dan d) mendidik percaya pada diri sendiri.

Kemendikbud dalam Abidin (2013, hlm. 160) memaparkan beberapa keunggulan PBL yaitu:

(20)

meningkatkan kemampuan berfikir kritis, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Sanjaya (2008, hlm.220-221) mendeskripsikan bahwa keunggulan dari PBL sebagai berikut:

a) PBL merupakan teknik yang bagus untuk lebih memahami pelajaran;

b) PBL dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik;

c) Meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik;

d) Membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata;

e) Membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang dilakukannya; f) Memperlihatkan kepada peserta didik setiap mata pelajaran pada

dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh peserta didik;

g) Menyenangkan dan disukai peserta didik;

(21)

i) Memberikan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dalam dunia nyata.

PBL memiliki keunggulan yang banyak dalam pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Berdasarkan ungkapan sebelumnya mengenai keunggulan-keunggunalan PBL dapat ditarik kesimpulannya bahwa :

a) PBL membangun pemikiran kontruktif;

b) Memiliki karakteristik kontekstual dengan kehidupan nyata peserta didik;

c) Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran; d) Materi pelajaran dapat terliputi dengan baik, dan

e) Membekali peserta didik mampu memecahkan masalah dalam kehidupan nyata.

2) Kelemahan Problem Based Learning

Dibalik keunggulan tentunya akan ada kelemahan. PBL selain memiliki keunggulan yang banyak, namun satu sisi PBL memiliki kelemahan. Menurut Sanjaya (2008, hlm.221) mengungkapkan kelemahan PBL yaitu sebagai berikut:

a) Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka enggan untuk mencoba;

(22)

c) Tahap pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Sedangkan menurut Thobroni dan Arif (2011 : 350) mengungkakan bahwa kelemahan PBL yaitu:

a) memerlukan waktu yang banyak;

b) tidak bisa digunakan dikelas-kelas rendah; dan c) tidak semua peserta didik terampil bertanya.

Berdasarkan ungkapan dari Sanjaya, Thobroni dan Arif dapat disimpulkan bahwa PBL memiliki kelemahan terutama dalam masalah waktu yang lama dalam hal persiapan, perlunya motivasi kuat dari peserta didik untuk mempelajari masalah yang ada dalam materi pembelajaran, dan tidak semua materi dalam pelajaran geografi dapat menggunakan model ini.

1.5 Tahapan dalam menerapan Problem Based Learning

Berikut ini beberapa tips yang dapat diperhatikan dan dilakukan guru dalam implementasi model PBL (model problem based learning), antara lain:

(23)

semata-mata adalah untuk tujuan membantu pembelajaran atau proses belajar siswa. Ketika pusat pembelajaran di kelas adalah siswa, maka akan terlihat bahwa segala aktivitas belajar jelas-jelas nampak pada siswa.

2) Arahkan Pertanyaan-Pertanyaan

Pada saat proses pembelajaran di kelas di mana guru menerapkan model problem based learning, maka guru harus mengarahkan siswa melalui pertanyaan-pertanyaan, bukan penjelasan. Pertanyaan-pertanyaan dari guru, ataupun pertanyaan-pertanyaan dari siswa akan mengarahkan kegiatan pembelajaran siswa untuk menemukan informasi baru. Pertanyaan-pertanyaan siswa tidak dijawab oleh guru, tetapi akan diarahkan sedemikian rupa sehingga siswa berusaha mencari tahu tentang jawaban pertanyaan itu, yang akan bernilai penting apabila jawaban-jawaban atas pertanyaan itu nantinya akan membantu mereka menemukan solusi untuk masalah yang disajikan. Melalui pertanyaan-pertanyaan inilah siswa akan dimotivasi untuk mempelajari pengetahuan baru.

3) Fasilitasi Siswa Melakukan Penyelidikan untuk Menyelesaikan Masalah

(24)

mengumpulkan informasi yang mereka perlukan. Pada saat inilah mereka sebenarnya sedang membangun pengetahuannya. Mereka dapat menelusuri beragam bahan bacaan yang telah disediakan melalui fasilitasi guru. Mereka dapat melakukan percobaan-percobaan dan merancangnya sendiri sesuai dengan tujuan mereka. Guru harus memfasilitasi keberlangsungan kegiatan penting dalam model problem based learning ini.

4) Berikan Otonomi pada Siswa

Ketika kelompok siswa atau siswa telah mampu berinisiatif untuk melakukan penyelidikan, mempelajari sesuatu yang mereka rasa akan dibutuhkan untuk penyelesaian masalah, maka guru harus memberikan otonomi kepada siswa. Guru memberikan kebebasan cara-cara apa yang akan siswa tempuh untuk memecahkan masalah, tetapi tentu tetap dengan pengarahan agar penyelesaian masalah yang dilakukan akan lebih efektif. Memberikan otonomi kepada siswa diharapkan akan menumbuhkan motivasi intrinsik di dalam diri mereka untuk belajar berdasarkan kebutuhan mereka. Ini akan membentuk siswa menjadi pmebelajar yang mandiri.

5) Masalah Berasal dari Dunia Nyata

(25)

yang akan dipelajari siswa dalam model pembelajaran problem based learning ini bermanfaat bagi kehidupan mereka baik saat ini maupun nanti ketika mereka terjun ke masyarakat. Prinsip belajar dalam model problem based learning tidak hanya ditujukan untuk menjawab soal-soal tes semata, tetapi yang jauh lebih penting mereka belajar menghadapi dunia nyata dengan melatihkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah (problem solving).

2. Hakikat Menulis 2.1Konsep Menulis

Sebelum menulis, seorang penulis harus memahami konsep dasar menulis dengan baik. Konsep dasar menulis terkait definisi menulis, tujuan menulis, ragam tulisan, tahapan menulis, dan problem menulis harus dikuasai. Selanjutnya, penulis dapat menuangkan gagasan dan perasaaannya melalui tulisan.

(26)

harus bekerjasama, berikut gambar pemanfaatan kedua belahan otak kiri dan otak kanan dalam menulis (DePorter, 2000:179).

Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang aktif, produktif, kompleks, dan terpadu yang berupa pengungkapan dan yang diwujudkan secara tertulis. Menulis juga merupakan keterampilan yang menuntut penulis untuk menguasai berbagai unsur di luar kebahasaan itu sendiri yang akan menjadi isi dalam suatu tulisan (Nurgiyantoro, 2001:271).

Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang definisi menulis, carilah referensi lain baik dari media cetak maupun elektronik! Dengan referensi lain, Anda diharapkan dapat semakin memahami definisi menulis dari berbagai sudut pandang.

2.2Manfaat Menulis

(27)

Percy (dalam Nuruddin, 2011:20-27) menyatakan enam manfaat menulis, yaitu (a) sarana untuk mengungkapkan diri, (b) sarana untuk pemahaman, (c) membantu mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan, perasaan harga diri, (d) meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan, (e) keterlibatan secara bersemangat dan bukannya penerimaan yang pasrah, dan (f) mengembangkan suatu pemahaman tentang sesuatu dan kemampuan menggunakan bahasa.

Komaidi (2011, 9-10) memberikan enam manfaat menulis. Keenam manfaat tersebut adalah (a) menimbulkan rasa ingin tahu dan melatih kepekaan dalam melihat realitas kehidupan, (b) mendorong kita untuk mencari referensi lain, misalnya buku, majalah, koran, jurnal, dan sejenisnya, (c) terlatih untuk menyusun pemikiran dan argumen secara runtut, sistematis, dan logis, (d) mengurangi tingkat ketegangan dan stres, (e) mendapatkan kepuasan batin terlebih jika tulisan bermanfaat bagi orang lain melalui media massa, dan (e) mendapatkan popularitas di kalangan publik.

(28)

Sementara itu, mengacu pada pendapat Fatimah Merisi bahwa menulis dapat mengencangkan kulit di wajah dan membuat awet muda.

2.3Tujuan Menulis

Setiap penulis memiliki tujuan dalam menuangkan pikiran/gagasan dan perasaannya melalui bahasa tulis, baik untuk diri sendiri dan orang lain. Contoh tujuan menulis untuk diri sendiri antara lain agar tidak lupa, agar rapi, untuk menyusun rencana, dan untuk menata gagasan/pikiran. Bentuk tulisan tersebut dapat dituangkan dalam buku harian, catatan perkuliahan, catatan rapat, catatan khusus, dan sebagainya.

Contoh tujuan menulis untuk orang lain antara lain untuk menyampaikan pesan, berita, informasi kepada pembaca, untuk memengaruhi pandangan pembaca, sebagai dokumen autentik, dan sebagainya. Umumnya, terdapat dua kondisi penulis terkait tujuan menulis. Ada penulis yang dengan sangat sadar terhadap dampak positif dan negatif terhadap apa yang ditulis.

(29)

2.4Proses Menulis

Menulis merupakan kegiatan yang membutuhkan proses untuk menghasilkan tulisan. Dalam proses tersebut, menulis terdiri atas tahapan-tahapan kegiatan yang harus dilalui hingga menghasilkan tulisan. Berikut ini pendapat para ahli tentang proses menulis.

2.4.1 Graves 1975 (dalam Tompkins, 1994:8) menggambarkan proses menulis dalam tahapan (a) pra-menulis, (b) saat menulis, dan (c) pasca menulis.

2.4.2 Tompkins (1994:7) menguraikan tahap-tahap proses menulis terdiri atas (a) pramenulis, (b) pengonsepan, (c) revisi, (d) penyuntingan, dan (e) pemajangan.

2.4.3 DePorter (2000:195) mengemukakan proses menulis terdiri (a) persiapan, (b) draf kasar, (c) berbagi, (d) memperbaiki, (e) penyuntingan, (f) penulisan kembali, dan (g) evaluasi.

(30)

diperlukan, dan (h) publikasi tulisan. Tahapan dalam proses kegiatan menulis ini dijelaskan lanjut pada bagian berikutnya.

2.5Ciri Kemampuan Menulis

Sebagai salah satu keterampilan/ kemahiran berbahasa selain membaca, menyimak, dan berbicara, menulis harus dikuasai oleh pengguna bahasa. Kapan seseorang dapat dikatakan terampil/mahir dalam menulis? Mosley (dalam Widodo & Chasanah, 1993) menyatakan seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan tulis tampak empat ciri berikut ini.

2.5.1 Dapat mengungkapkan informasi sarana bahasa melalui bentuk karangan sebagai proses kognisi (reproduksi, organisasi/reorganisasi, cipta/kreasi).

2.5.2 Dapat mengungkapkan informasi bahasa melalui bentuk karangan yang mengandung maksud/tujuan (latihan, emosional, informasi/referensial, persuasi, hiburan, dsb.). 2.5.3 Dapat mengunggapkan informasi dengan menggunakan bahasa

dalam bentuk karangan sesuai pembaca atau untuk diri sendiri 2.5.4 Dapat mengungkapkan informasi dengan menggunakan bahasa

(31)

2.6Teori Menulis

Teori menulis yang berkembang saat ini adalah menulis model proses. Dengan model ini menulis dilakukan dengan tahapan-tahapan: 2.6.1 Pra menulis (prewriting): siswa memilih topik, siswa

mengumpulkan dan menyesuaikan ide-ide, siswa mengidentifikasi pembacanya, siswa mengidentifikasi tujuan menulis, siswa memilih bentuk yang sesuai berdasarkan pembaca dan tujuan menulis.

2.6.2 Pengedrafan (drafting): siswa menulis draf kasar, siswa siswa menulis pokok-pokok yang menarik pembaca, siswa lebih menekankan isi dari pada mekanik. Dengan aktivitas pengarang merangkaikan gagasan dalam sebuah tulisan tanpa memperhatikan kerapihan atau mekanik.

(32)

2.6.4 Mengedit (editing): siswa mebaca ulang tulisannya, siswa membantu baca ulang tulisan temannya, siswa mengidentifikasi kesalahan mekanisme dan membetulkannya.

2.6.5 Mempublikasikan (publishing): siswa mempublikasikan tulisannya dalam bentuk yang sesuai, siswa membagi tulisanya yang sudah selesai kepada teman sekelasnya.

2.7Jenis Tulisan

Ragam tulisan dapat didasarkan pada isi tulisan, isi tulisan mempengaruhi jenis informasi, pengorganisasian dan tata sajian tulisan. Berdasarkan ragam tersebut tata tulisan dibedakan menjadi empat : deskripsi, eksposisi, argumentasi, narasi (Syafi‟ie,1990: 151).

Sedangkan menurut Keraf (1989: 6) ragam tulisan didasarkan pada tujuan umum, berdasarkan hal tersebut menulis dapat dibedakan menjadi lima: Deskripsi, eksposisi, argumentasi, narasi, persuasi. 2.7.1 Deskripsi (Pemerian)

(33)

2.7.2 Eksposisi (Paparan)

Eksposisi berasal dari kata exposition yang berarti membuka. Dapat pula diartikan sebagai tulisan yang bertujuan untuk memberitahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu.

2.7.3 Argumentasi (Bahasan)

Yang dimaksud dengan tulisan argumentasi adalah karangan yang terdiri atas paparan alasan dan penyintesisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan. Karangan ini ditulis dengan maksud untuk memberikan alasan, memperkuat atau menolak sesuatu pendapat, pendirian, gagasan.

2.7.4 Narasi (Kisahan)

Narasi atau naratif adalah tulisan berbentuk karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa atau kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis). Dengan maksud memberi makna kepada sebuah atau rentetan kejadian sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu.

2.7.5 Persuasi (Ajakan)

(34)

3. Hakikat Teks Eksposisi 3.1Pengertian Teks Eksposisi

Teks eksposisi merupakan karangan yang berisi pemaparan tentang suatu konsep, ide, gagasan, dengan tujuan menguraikan, mengupas, menerangkan sesuatu yang akan menambah pengetahuan atau wawasan terhadap pembaca.

Teks eksposisi merupakan salah satu jenis teks yang dipelajari siswa berdasarkan kurikulum 2013. Eksposisi (exposition: bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin yang berarti membuka atau memulai. Keraf (1983: 3) mengemukakan “Eksposisi atau pemaparan adalah salah satu bentuk tulisan atau retorika yang berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran, yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang yang membaca uraian tersebut.”Senada dengan pendapat Keraf sebelumnya, Keraf (1999: 7) mengemukakan bahwa eksposisi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menguraikan suatu objek sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca.

Kosasih (2012: 17) menyatakan, “Eksposisi adalah paragraf

yang memaparkan sejumlah pengetahuan atau informasi.” Lebih jauh

(35)

Nursisto (2000: 41) menjelaskan, “Eksposisi (paparan) adalah

karangan yang menerangkan atau menjelaskan pokok pikiran yang dapat memperluas wawasan atau pengetahuan pembaca.”

Senada dengan yang diungkapkan Nursisto dalam Wiyanto (2014: 66) menjelaskan bahwa paragraf eksposisi bertujuan memaparkan, menjelaskan, menyampaikan informasi, mengajarkan dan menerangkan sesuatu tanpa disertai ajakan atau desakan agar pembaca menerima atau mengikutinya. Paragraf eksposisi biasa digunakan untuk menyajikan pengetahuan atau ilmu, definisi, pengertian, langkah-langkah suatu kegiatan, metode, cara, dan proses terjadinya sesuatu.

Berdasarkan beberapa pendapat pakar di atas, penulis menyimpulkan bahwa eksposisi merupakan teks yang berbentuk paragraf-paragraf hasil pemikiran seseorang yang disajikan kedalam bentuk tulis. Tujuan eksposisi untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu bahkan mengajarkan sehingga memperluas pandangan dan pengetahuan seseorang yang membacanya, namun tidak mempengaruhi atau mengajak pembaca untuk mengikutinya.

3.2Ciri-ciri Teks Eksposisi

(36)

gambar atau statistik. Tidak jarang eksposisi berisi uraian tentang langkah/ cara/ proses kerja. Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.

Keraf (1999: 20) menjelaskan ciri-ciri eksposisi sebagai berikut. 1) Eksposisi berusaha untuk menjelaskan atau menerangkan suatu

pokok permasalahan, tanpa usaha memengaruhi pembaca.

2) Dalam eksposisi penulis menyerahkan keputusan kepada pembaca, untuk menerima atau tidak menerima apa yang dikatakan oleh penulis.

3) Dalam eksposisi penulis tidak bermaksud mengundang reaksi, ia sama sekali tidak bermaksud memengaruhi sikap dan pendapat pembaca.

4) Cara penyajian dalam eksposisi lebih condong ke gaya informatif. Gaya ini hanya berusaha (menguraikan objek atau informasi sejelas-jelasnya).

5) Gaya yang digunakan dalam penyajian eksposisi adalah bahasa berita tanpa rasa subjektif dan emosional.

6) Dalam eksposisi fakta-fakta dipakai hanya sebagai alat konkretisasi (perwujudan) yaitu membuat rumusan, kaidah, atau simpulan yang dikemukakan menjadi lebih konkret.

(37)

keputusannya kepada pembaca untuk menerima atau tidak menerima isi dan maksud dari teks eksposisi yang dibuatnya. Eksposisi bersifat memberikan informasi kepada pembaca yang didalamnya berupa berita atau fakta-fakta yang diungkapkan hanya sebagai konkretisasi.

3.3Metode-metode Teks Eksposisi

Metode atau cara-cara yang bisa digunakan untuk menyampaikan informasi melalui eksposisi menurut Keraf (1982: 7) adalah sebagai berikut.

1) Metode Identifikasi

Metode Identifikasi merupakan suatu metode untuk menggarap sebuah eksposisi sebagai jawaban atas pertanyaan: Apa dan Siapa.

2) Metode Perbandingan

Metode perbandingan adalah suatu cara untuk menunjukkan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan antara dua objek atau lebih dengan mempergunakan dasar-dasar tertentu.

3) Metode Ilustrasi atau Eksemplikasi

(38)

4) Metode Klasifikasi

Metode klasifikasi merupakan metode yang menempatkan barang-barang dalam suatu system kelas, sehingga dapat dilihat hubungannya ke samping. Ke atas, ke bawah.

5) Metode Definisi

Metode definisi merupakan suatu upaya untuk menagadakan atau menggarap sebuah eksposisi.

6) Metode Analisis

Metode analisis merupakan suatu cara untuk membagi-bagi suatu subjek ke dalam komponen-komponennya.

3.4Struktur Teks Ekposisi

Menurut Keraf (1999: 8) menyatakan bahwa eksposisi tetap mengandung tiga bagian utama, yaitu sebuah Pendahuluan, Tubuh Eksposisi, dan Kesimpulan.

1) Pendahuluan

(39)

2) Tubuh Eksposisi

Agar uraian mengenai tubuh atau isi eksposisi ini disajikan dengan teratur, penulis harus mengembangkan sebuah organisasi atau kerangka karangan terlebih dahulu. Berdasarkan organisasi tadi, penulis kemudian menyajikan uraiannya mengenai tiap bagian secara terperinci, sehingga konsep atau gagasan-gagasan yang ingin diinformasikan pada para pembaca tampak jelas. Eksposisi dapat menggunakan bermacam-mavam metode, yaitu dengan mengadakan analisa mengenai topik garapan (analisa umum, analisa bagian, analisa fungsi, analisa proses, analisa kausal), menyodorkan sebuah klasifikasi, member batasan mengenai objek tadi, mengadakan perbandingan, menyajikan ilustrasi mengenai pokok bahasan, sehingga gagasan atau informasi yang akan disampaikan jelas bagi pembaca.

Dalam ruang lingkup metode-metode yang disajikan itu, penulis mengajukan fakta-fakta untuk mengkonkretkan informasi yang disampaikan itu. kaitan antara fakta dengan fakta harus dijalin sedemikian rupa sehingga kelihatan logis dan masuk akal. Pendapat dan gagasan-gagasan yang disampaikan biasannya dijalin dalm alinea-alinea yang padu dan kompak.

3) Kesimpulan

(40)

bersifat semacam pendapat atau kesimpulan yang dapat diterima atau ditolak pemabaca. Yang penting penulis sudah menyajikan sejumlah informasi mengenai topik tadi, untuk memperluas pandangan pembaca.

Setelah membaca buku siswa yang disiapkan pemerintah guna implementasi kurikulum 2013, penulis berpendapat bahwa antara istilah struktur teks eksposisi yang dikemukakan Keraf dengan istilah yang terdapat di dalam buku siswa pada dasarnya mengandung makna dan maksud yang sama. Selain itu, materi-materi yang tertulis di dalam buku siswa ternyata berlandasakan dari teori-teori yang sudah ada sebelumnya, seperti teori yang dikemukakan Keraf mengenai teknik menulis eksposisi yang memiliki kesamaan makna dengan struktur teks eksposisi yang tertulis dalam buku siswa.

Berdasarkan paparan di atas penulis menarik garis kesamaan bahwa pada dasarnya struktur teks eksposisi ada tiga, namun ada sedikit perbedaan dari segi istilah.

1) Pernyataan pendapat/ tesis (pendahuluan) merupakan pendapat yang berasal dari hasil pemikiran penulis,

2) Argumentasi/ alasan (Tubuh Eksposisi) untuk memperkuat atau menyanggah pendapat (biasanya berasal dari pendapat-pendapat ahli yang melakukan riset atau penelitian), dan

(41)

3.5Ciri Kebahasaan dalam Teks Eksposisi

Didalam buku paket siswa yang disiapkan pemerintah guna implementasi Kurikulum 2013 (2013: 96-97) dijelaskan bahwa “Ciri kebahasaan yang digunakan didalam teks eksposisi ada 4, yaitu pronomina, leksikal, konjungsi, dan argumentasi satu sisi.” Keempat ciri kebahasaan teks eksposisi tersebut akan dijelaskan penulis sebagai berikut.

3.6Pronomina dalam Teks Eksposisi

Alwi, dkk. (2003: 249) menyatakan, “Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain .” Contohnya nomina Dokter dapat diacu dengan pronomina dia atau ia .

Ada tiga macam pronomina dalam bahasa Indonesia, yakni 1) pronomina persona 2) pronomina penunjuk, dan 3) pronomina penanya (Alwi, dkk., 2003: 249).

1) Pronomina Persona

Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang. Berikut adalah pronomina persona yang disajikan dalam bagan.

Tabel 2.5

Pronomina. Alwi, Hasan, dkk. (2003: 249) Persona

Makna

Tunggal Jamak

(42)

Tertulis di dalam buku siswa yang pemerintah siapkan guna implementasi kurikulum 2013 (2013: 96) bahwa teks eksposisi dapat dikatakan sebagai teks ilmiah. Hal tersebut mengandung arti bahwa dalam teks eksposisi, penulis harus berhati-hati menggunakan pronomina atau kata ganti seperti saya dan kita. Kedua kata tersebut tidak dapat digunakan disembarang tempat tetapi hanya dapat digunakan pada struktur pernyataan pendapat dan penegasan ulang pendapat, sebab kedua struktur teks ini berisi pendapat pribadi penulis.

2) Pronomina Penunjuk

(43)

Tabel 2.6

Alwi, Hasan, dkk. dalam Maya Gustina Sucipto, dkk (2013: 97) Jenis Pronomina Penunjuk jauh dari pembicara atau penulis,

ke masa lampau, atau ke

informasi yang jauh dari

pembicaraan penulis. Anu :

Mengacu ke acuan yang tidak dapat disebutkan karena lupa atau karena tergesa gesa ingin

menunjuk sesuatu yang dekat.

Begitu :

digunakan untuk

menunjuk sesuatu yang jauh.

Demikian :

mencakup keduanya,

dekat dan jauh. Dekat dan jauh yang dimaksud ini

berdasarkan aspek

psikologis.

3) Pronomina Penanya

Alwi, dkk. (2003: 265) menyatakan, “Pronomina penanaya adalah pronomina yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan. Dari segi maknanya, yang ditanyakan itu dapat mengenai (a) orang, (b) barang, atau (c) pilihan.“ Berikut dijelaskan pula kata yang

termasuk kata tanya beserta dengan fungsinya.

(a) Pronomina siapa dipakai jika yang ditanyakan orang atau nama orang.

(b) Pronomina apa bila yang ditanyakan barang.

(44)

Disamping itu, menurut Alwi, dkk. (2003: 265) ada kata penanya lain, yang meskipun bukan pronomina. Berikut penjelasannya.

(1) Pronomina mengapa, kenapa untuk menanyakan sebab. (2) Pronomina kapan, bila (mana) untuk menanyakan waktu. (3) Pronomina di mana, ke mana, dari mana untuk menanyakan

tempat.

(4) Pronomina bagaimana untuk menanayakan cara.

(5) Pronomina berapa untuk menanayakan jumlah atau urutan. 3.7Leksikal dalam Teks Eksposisi

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia/ KBBI (2008: 805) disebutkan “Leksikal berkaitan dengan kata.” Pernyataan tersebut

mengandung arti bahwa setiap yang berkaitan dengan kata, yaitu kata nomina, kata verba, kata adjektiva, dan kata adverbia disebut dengan leksikal.

(45)

1) Nomina (kata benda)

Alwi, dkk (2003: 213) menyatakan bahwa nomina yang sering juga disebut kata benda, dapat dilihat dari tiga segi. Untuk lebih jelasnya penulis jabarkan nomina (kata benda) sebagai berikut.

(a) Segi Semantis, kita dapat mengatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Contohnya guru, kucing, meja, dan kebangsaan.

(b) Segi Sintaksis

(1) Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap. Contohnya kata pekerjaan dalam kalimat Ayah mencarikan saya pekerjaan adalah nomina.

(2) Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. Kata pengingkarnya ialah bukan. Contohnya untuk mengingkarkan Ayah saya guru harus dipakai kata bukan: Ayah saya bukan guru.

(46)

(c) Segi Bentuknya

Alwi, dkk (2003: 217) menyatakan, “Dilihat dari segi bentuk morfologisnya, nomina terdiri atas 2 macam, yakni (1) nomina yang berbentuk kata dasar dan (2) nomina turunan. Penurunan nomina ini dilakukan dengan (a) afiksasi, (b) perulangan, atau (c) pemajemukan.” Berikut akan penulis jelaskan nomina dilihat dari segi bentuknya.

(1) Nomina dasar

Nomina dasar adalah nomina yang terdiri atas satu morfem. Contoh nomina dasar adalah gambar, malam, tongkat, Farida, adik, batang.

(2) Nomina turunan

(a) Afiksasi dalam Penurunan Nomina diantaranya (ke-), (pel-,per-, dan pe-), (peng-: pem-, pen-, peny-, peng-, penge-, dan pe-), (-an), (peng-an), (per-an), dan (ke-an).

(1) ke-

Nomina yang diturunkan dengan penambahkan prefiks (awalan) ke- tidak banyak dalam bahasa kita. Contoh ketua, kehendak, kekasih, dan kerangka. (2) pel-, per-, dan pe.

(47)

Nomina yang diturunkan dengan per- itu banyak karena nomina dengan per- berkaiatan erat dengan verba yang berafiks ber- nomina per- tidak lagi mempertahankan /r/-nya sehingga nomina tadi muncul hanya dengan pe- saja. Yang masih mempertahankan bentuk per- sangat terbatas. Contoh petapa, persegi, pejuang, petanda, percaya.

(3) peng- : pem-, pen-, peny-, peng-, penge-, dan pe-. Pada umumnya sumber untuk penurunan nomina ini adalah verba atau adjektiva. Contoh pembeli, pengawas, pengirim.

(4) –an

Nomina dengan sufiks –an umumnya diturunkan dari sumber verba walaupun kata dasarnya kelas kata lain. Contoh anjuran, kiriman, asinan, kiloan,belokan, awalan, akhiran, mingguan, harian, durian, rambutan. (5) peng-an

(48)

(6) per-an

Nomina dengan per-an juga diturunkan dari verba, tetapi umumnya dari verba taktransitif dan berawalan ber-. Contoh perjanjian-berjanji, pergerakan-bergerak. Ada per-an yang berkaitan dengan verba meng- atau memper- yang berstatus transitif. Contoh perlawanan-melawan, pertahanan-mempertahankan.

(7) ke-an

Nomina ke-an dapat diturunkan dari sumber verba, adjektiva, atau nomina. Makna nomina ini bergantung pada sumber yang dipakai. Bila sumbernya verba, maknanya adalah „hal atau keadaan yang

berhubungan dengan yang dinyatakan verba.‟ Contoh kepergian-hal yang berhubungan dengan pergi, keberangkatan-hal yang berhubungan dengan berangkat. Sama halnya ke-an dengan verba, ke-an dengan adjektiva juga bermakna „hal yang

berhubungan dengan yang dinyatakan adjektiva.‟

(49)

(8) Perulangan

Alwi, dkk (2003: 238) menyatakan, “Perulangan atau reduplikasi adalah proses penurunan

kata dengan perulangan, baik secara utuh maupun sebagaian.” Berikut beberapa perulangan menurut

Alwi, dkk (2003: 238).

(1) Perulangan utuh, contohnya rumah-rumah, buku-buku, burung-burung.

(2) Perulangan salin suara, contohnya warna-warni, corat-coret, sayur-mayur.

(3) Perulangan sebagian, contohnya jaksa-jaksa tinggi, surat-surat kabar, rumah-rumah sakit. (4) Perulangan yang disertai pengafiksan, contohnya

bangun-bangunan, main-mainan, padi-padian. (d) Pemajemukan

Alwi, dkk (2003: 238) menjelaskan, “Nomina

majemuk dapat dibagi berdasarkan (1) bentuk morfologis dan (2) hubungan komponennya. Berdasarkan bentuk morfologisnya nomina majemuk terdiri atas (a) nomina majewmuk dasar dan (b) nomina majemuk berafiks.” Berikut

(50)

(1) Nomina majemuk dasar

Nomina majemuk dasar adalah nomina majemuk yang komponennya terdiri dari kata dasar. Contoh suami istri, abak cucu, ganti rugi, doa restu.

(2) Nomina majemuk berafiks

Nomina majemuk berafiks adalah nomina majemuk yang salah satu atau kedua komponennya mempunyai afiks. Contoh sekolah menengah, orang terpelajar, penyakit menular.

2) Verba (kata kerja)

(a) Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. (1) Pencuri itu lari dan (2) Mereka sedang belajar di kamar.

(b) Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.

(c) Verba, khususnya bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti „paling‟. Verba seperti mati atau suka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *termati atau *tersuka. (d) Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata

(51)

ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.

3) Adjektiva (kata sifat)

Alwi, dkk. (2003: 171) menjelaskan “Adjektiva adalah kata yang memberi keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat.”. Contoh kecil, berat,

merah, bundar, dan gaib. Contoh anak kecil, beban berat, meja bundar, dan alam gaib.

“Adjektiva juga dapat berfungsi sebagai predikat dan adverbia kalimat. Fungsi predikatif dan adverbia itu dapat mengacu ke suatu keadaan.” (Alwi, dkk., 2003: 171) Contoh agaknya dia sudah mabuk, bajunya basah kena hujan, ia berhasil dengan baik.

(52)

4) Adverbia (keterangan kalimat)

Alwi, dkk. (2003: 197) mengungkapkan, “Dalam tataran frasa, adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, adjektiva atau adverbia lain.” Contoh Ia sangat mencintai istrinya, Ia selalu sedih mendengar lagu itu.

Alwi, dkk. (2003: 197) menyatakan, “Dalam tataran klausa, adverbia mewatasi atau menjelaskan fungsi-fungsi sintaksis.” Contoh Guru saja tidak dapat menjawab pertanyaan itu, ia merokok hampir lima bungkus sehari.

Alwi, dkk. (2003: 197) mengungkapkan, “Selain adverbia pada tataran frasa dan klausa, ada pula adverbia yang menerangkan seluruh kalimat.” Jenis adverbia ini tidak terikat oleh unsur kalimat tertentu sehingga tempat atau posisinya dalam kalimat pun dapat berpindah pindah. Perpindahan posisi adverbia tampaknya dalam contohnya ini tidak mengubah makna kalimat secara keseluruhan. (a) Tampaknya dia tidak menyetujui usul itu.

(b) Dia sesungguhnya tidak menyetujui usul itu. (c) Dia tidak menyetujui usul itu tampaknya.

3.8Konjungsi dalam Teks Eksposisi

(53)

Alwi, dkk. (2003: 296) mengungkapkan, “Konjungsi atau konjungtor yang juga dinamakan kata sambung, adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa. Perhatikan contoh kalimat berikut.” Berikut contohnya.

1) Toni dan Ali sedang belajar bahasa Indonesia di kamar.

2) Tim ahli Indonesia dan utusan IMF berunding lebih dari seminggu.

3) Mahasiswa ingin berdialog, tetapi ide itu dianggap tidak praktis. “Dalam hubungannya dengan kata dan frasa, bentuk-bentuk itu bertindak sebagai preposisi, dalam hubungannnya dengan klausa, bentuk-bentuk itu bertindak sebagai konjungsi.” (Alwi, dkk., 2003: 296).

1) Dia tidak kuliah karena masalah keuangan. 2) Dia sudah tinggal disini sejak bulan Agustus. 3) Kami boleh menemui dia setelah pukul 14.00

Preposisi Preposisi dan Konjungsi Konjungsi Di

(54)

Menurut Alwi, dkk. (2003: 297) menyatakan bahwa dilihat dari prilaku sintaksisnya dalam kalimat, konjungsi dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu konjungsi koordinatif, korelatif, subordinatif, dan antarkalimat. Berikut penjelasan keempat konjungsi menurut menurut Alwi, dkk. (2003: 297-302).

1) Konjungsi koordinatif

Konjungsi yang menghubungkan dua unsur atau lebih yang sama pentingnnya, atau memiliki status yang sama seperti dinyatakan di atas dinamakan konjungsi koordinatif.

dan penanda hubungan penambahan serta penanda hubungan pendampingan atau penanda hubungan pemilihan tetapi penanda hubungan perlawanan melainkan penanda hubungan perlawanan padahal penanda hubungan pertentangan sedangkan penanda hubungan pertentangan 2) Konjungsi korelatif

Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi korelatif terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frasa atau klausa yang dihubungkan.

baik … maupun …

(55)

bukan hanya …, melainkan juga …

demikian … sehingga …

3) Konjungsi subordinatif

Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa, atau lebih, dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama. Salah satu dari klausa itu merupakan anak kalimat.

(a) Konjungsi Subordinatif Waktu a. Sejak, semenjak, sedari

b. Sewaktu, ketika, tatkala, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, serta, sambil, demi

c. setelah, sesudah, sebelum, sehabis, selesai, seusai d. hingga, sampai

(b) Konjungsi Subordinatif Syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala

(c) Konjungsi Subordinatif Pengandaian: andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya

(d) Konjungsi Subordinatif Tujuan: agar, supaya, biar

(e) Konjungsi Subordinatif Konsesif: biarpun, meski(pun), walau(pun), sekalipun, sungguhpun, kendati(pun)

(56)

(g) Konjungsi Subordinatif Sebab: sebab, kareana, oleh sebab, oleh karena

(h) Konjungsi Subordinatif Hasil: sehingga, samapai (-sampai), maka(nya)

(i) Konjungsi Subordinatif Alat: dengan, tanpa (j) Konjungsi Subordinatif Cara: dengan, tanpa (k) Konjungsi Subordinatif Komplementasi: bahwa (l) Konjungsi Subordinatif Atribut: yang

(m) Konjungsi Subordinatif Perbandingan: sama … dengan, lebih … dari(pada)

4) Konjungsi antarkalimat

Berbeda dengan konjungsi di atas, konjungsi antar kalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain.

(a) biarpun demikian/begitu (b) sekalipun demikian/begitu (c) walaupun demikian/begitu (d) meskipun demikian/begitu (e) sungguhpun demikian/begitu

(f) kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya (g) tambahan pula, lagi pula, selain itu

(h) sebaliknya

(57)

(k) (akan) tetapi, namun (l) kecuali itu

(m) dengan demikian

(n) oleh karena itu, oleh sebab itu (o) sebelum itu

Penulis menyimpulkan bahwa yang dinamakan dengan konjungsi adalah kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan paragraf dengan paragraf.

3.9Argumentasi Satu Sisi

Di dalam buku siswa yang disiapkan pemerintah guna implementasi Kurikulum 2013 (2013: 97) dinyatakan bahwa di dalam teks eksposisi penulis mengambil salah satu sisi, baik itu persetujuan maupun ketidaksetujuan. Perlu diketahui bahwasannya terdapat teks eksposisi yang mengandung dua argumentasi. Teks eksposisi yang mengandung dua argumentasi disebut teks eksposisi dualisme argumentasi.

B. Penelitian Relevan

(58)

IPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP.” Penelitian yang dilakukan oleh Widiadnyana dkk merupakan penelitian yang relevan dengan penulis karena pada penelitian tersebut menggunakan model Problem Based Learning sebagai variable bebas atau yang memberikan pengaruh terhadap varibael terikat. Hanya saja dalam penelitian Widiadnyana dkk. dilaksanakan pada siswa SMP pada mata pelajaran IPA sementara yang peneliti lakukan adalah pada siswa SMK pada pelajaran menganalisis teks cerpen serta pengaruhnya terhadap sikap tanggung jawab siswa.

Hasil penelitian Widiadnyana dkk. menunjukkan terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah antara siswa yang belajar menggunakan model Problem Based Learning dengan siswa yang belajar menggunakan model pengajaran langsung. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penliti berasumsi bahwa metoe Problem Based Learning dapat berpengaruh juga pada sikap tanggung jawab dan kemampuan menganalisis teks cerpen karena pada penelitian tersebut sudah terlihat pengaruhnya pada pemahaman dan juga sikap hanya objek kajian yang berbeda.

(59)

diiringi dengan pengaruh minat belajar siswa pada pembelajaran IPA. Sementara peneliti akan mengujicobakan metode Problem Based Learning terhadap sikap tanggung jawab dan kemampuan menganalisis cerpen.

Berdasarkan hasil analisis data penelitian Putrayasa dkk.diperoleh perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Problem Based Learning dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.Terdapat juga interaksi antara model pembelajaran dan minat terhadap hasil belajar IPA siswa.Berdasarkan minat juga terdapat perbedaan hasil belajar yang mengikuti pembelajaran dengan model Problem Based Learningdengan pembelajaran siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa model Problem Based Learningberpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Hal ini menguatkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learningyang akan peneliti terapkan berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.

(60)

hafalan kepada siswa kea rah pembelajaran siswa aktif. Hal ini sejalan dengan cara pandang penulis bahwa pembelajaran cerpen bukan semata untuk menhapal teori akan tetapi menghayati, mengapresiasi sebuah karya sehingga memperoleh nilai positif dari pembelajaran tersebut.

Penelitian Pratiwiberupa artikel penelitian (2014) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Problem Based Learning dengan Pendekatan Saintifik TerhadapKeterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA.” Penelitian yang dilakukan Pratiwi memiliki relevansi bahwa dalam penelitian Pratiwi mengujicobakan model Problem Based Learning sebagai variabel bebas dipadukan pendekatan saintifik sebagai variabel antara terhadap keterampilan berpikir kritis siswa.

(61)

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan di atas metode Problem Based Learning telah berhasil memberikan hasil pembelajaran yang baik. Hanya penerapan metode tersebut sebagain besar dilakukan dalam penelitian mata pelajaran matematika dan IPA.Hasil penelitian teserbut peneliti jadikan acuan dalam melaksanakan penelitian menganalisi teks cerpen baik dari segi aspek hasil belajar maupun sikap tanggung jawab siswa.Hal ini juga yang menjadi pembeda dengan penelitian sebelumnya bahwa penelitian yang peneliti lakukan mengarah terhadap hasil belajar menganalisis cerpen sekaligus sikap tanggung jawab siswa, dengan metode penelitian eksperimen.

C. Kerangka Pikir

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting.Kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiyono, 2012: 60). Variabel penelitian ini adalah metode Problem Based Learning, ciri kebahasaan dan teks eksposisi.

(62)

dibekali untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Pembelajar yang demikian sudah semestinya ditinggalkan karena tuntutan pendidikan dewasa ini bukan hanya sebatas kepada kemampuan segi kognitif saja akan tetapi sudah harus memperhatikan aspek lain seperti sikap, keterampilan yang menjadi potensi siswa yang harus dikembangkan.

Pembelajaran dewasa ini juga tidak hanya semata ditujukan untuk aspek kognitif saja akan tetapi terhadap sikap. Pendidikan karakter yang didengungkan akhir-akhir ini mengisyaratkan bahwa sikap merupakan salah satu kompetensi yang harus ditingkatkan siswa. Salah satu sikap yang harus dibangun dari siswa adalah sikap tanggung jawab yang merupakan suatu sifat yang ada dalam diri seseorang.Sifat tersebut apabila muncul akan melahirkan sikap berani, penuh kesadaran menjalankan segala sesuatu yang menjadi tugasnya dan siap menerima sanksi apabila terjadi ketidaksesuaian dalam melaksanakan tugas tersebut. Visualisasi diri dalam sikap tanggung jawab akan tercermin ketika siswa melaksanakan sebuah kegiatan yang dalam hal ini adalah pembelajaran. Pemunculan sikap tanggung jawab tersebut dapat ditumbuhkan atau dipengaruhi oleh sebuah metode pembelajaran yang mampu mendorong siswa bertanggung jawab.

(63)

berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingka tinggi, pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Dengan Problem Based Learning (PBL) siswa dilatih menyusun sendiri pengetahuannya, mengembangkan keterampilan memecahkan masalah. Selain itu, dengan pemberian masalah autentik, siswa dapat membentuk makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan lagi.

Jadi Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

(64)

Bagan 2.3

Kerangka Pikir Pembelajaran dengan Metode Problem Based Learning

(65)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Model pembelajaran Problem Based Learning mempengaruhi terhadap kemampuan siswa dalam menganalisis Butir Kebahasaan?

2. Model pembelajaran Problem Based Learning mempengaruhi terhadap kemampuan siswa dalam menganalisis Teks Eksposisi?

Gambar

Tabel 1.1 Sintaks Model pembelajaran berdasarkan masalah
Gambar 1.1 Model Pembelajaran PBL
gambar atau statistik. Tidak jarang eksposisi berisi uraian tentang
Tabel 2.5 Pronomina. Alwi, Hasan, dkk. (2003: 249)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, kemandirian belajar antara anak yang mengalami kelekatan menghindar dengan anak yang mengalami gaya kelekatan cemas tidak menunjukkan perbedaan.. Penelitian ini

Berdasarkan hal ini maka dilakukan penyelesaian yang salah satu caranya dengan membuat perancangan sistem penilaian dan evaluasi vendor bahan baku menggunakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan, tingkat produksi dan pendapatan yang diterima petani dalam usahatani tomat, serta untuk

Rooting dan Menghisap Bayi baru lahir menolehkan kepala ke arah stimulus, embuka mulut, dan mulai mengisap bila pipi, bibir, atau sudut mulut bayi disentuh

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Laksmi Hartayanie, MP., selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing,

malam hari disertai batuk.. 4) Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan tidak produktif tetapi yang tersering adalah batuk basah yaitu batuk yang

persentase fagositosis makrofag mencit yang iiiof"rci P.bighei secara in vitro ?' Tujuan pe- nelitian ini adalah untuk rnengetatrui pengaruh pemberian ektrak etanol

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sampel dengan penambahan gum arabic 4,5% : sucrose ester 0,225% adalah perbandingan konsentrasi yang terbaik untuk