• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Guided Imagery 1. Definisi - Surya Eka Ningrum BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Guided Imagery 1. Definisi - Surya Eka Ningrum BAB II"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Guided Imagery

1. Definisi

Metode non farmakologi yang terbukti efektif dalam meringankan nyeri adalah imajinasi terpimpin. Menurut Potter and Perry (2006) imajinasi terpimpin merupakan teknik relaksasi yang dapat memberikan konrol kepada pasien sehingga memberikan kenyamanan fisik dan mental (Wulandari, 2015).

Menurut (Muttaqin, 2008) Imajinasi terbimbing (Guided Imagery) adalah menggunakan imajinasi seseorang dalm suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Imajinasi terbimbing digunakan untuk relaksasi dan meredakan nyeri serta menurunkan tekanan darah yang dapat terdiri atas penggabungan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyataan (Fiani, 2016).

(2)

gambaran yang dapat berkomunikasi dengan pikiran sadar (Fiani, 2016).

Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa guided imagery merupakan salah satu tindakan komplementer dengan teknik untuk menuntun seseorang dalam membayangkan atau berimajinasi dengan panca indera untuk membayangkan apa yang dilihat dirasakan, didengar, dicium, dan disentuh atau membayangakan pengalaman yang menyenangkan untuk membawa respon fiik yang diinginkan (menurunkan intensitas nyeri).

2. Tujuan

Johnson JY, (2005) menyebutkan bahwa Guided Imagery akan memberikan efek rileks dengan menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri akan berkurang. Pasien yang melakukan guided imagery ini diharuskan berkonsentrasi terhadap imajinasi yang disukai dengan di pimpin oleh perawat. Guided Imagery ini diharapkan akan meningkatkan relaksasi pada pasien (Wulandari, 2015)

3. Manfaat

Imjinasi terpimpin sejak lama dikenal manusia dalam meningkatkan relaksasi terhadap gangguan fisik maupun mental (Johnson JY, 2005). Menurut Perry and Potter (2006) imajinasi terpimpin memiliki efek relaksasi yang bermanfaat terhadap kesehatan seseorang antara lain :

(3)

b. Menurunkan ketegangan otot. c. Meningkatkan kesadaran global.

d. Mengurangi perhatian terhadap stimulus lingkungan. e. Membuat tidak adanya perubahan posisi yang volunter. f. Meningkatkan perasaan damai dan sejahtera.

g. Menjadikan periode kewaspadaan yang santai, terjaga dan dalam.

Menurut Snyder (2006) Guided imagery merupakan salah satu metode relaksasi untuk mengkhayal tempat dan kejadian yang menyenangkan sehingga manfaat teknik ini sama dengan teknik relaksasi yang lainnya. Para ahli dalam bidang guided imagery menjelaskan bahwa imajinasi merupakan pengobatan yang efektif dalam mengurangi nyeri, kecemasan, menurunkan tekanan darah, mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh dalam mencegah berbagai macam penyakit. Guided imaery telah menjadi standar terapi untuk mengurangi kecemasan dan memberikan tindakan relaksasi pada orang dewasa atau anak – anak, dapat juga untuk menurunkan sensasi nyeri, susah tidur, dan menurunkan tekanan darah (Fiani, 2016).

4. Prosedur Tindakan

(4)

keadaan intern dan ekstern. Keadaan yang intern yang mendukung lancarnya proses terapi ini adalah salah satunya pasien harus kooperatif dengan perawat, tidak mengalami gangguan pendengaran, dan mudah berkonsentrasi. Keadaan ekstern yang mendukung imajinasi terbimbing adalah lingkungan yang tenang, nyaman sehingga akan meningkatkan konsentrasi pada saat terapi berlangsung (Wulandari, 2015). Teknik yang dilakukan pada guided imagery menurut Asmadi (2008) dalam Fiani (2016) :

a. Atur posisi yang nyaman pada klien.

b. Dengan suara yang lembut, bimbing untuk memikirkan hal – hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua indera.

c. Bimbing pasien post sc untuk tetap fokus pada bayangan yang menyenangkan dengan merelaksasikan tubuhnya.

d. Bila sudah tampak rilkes, perawat tidak perlu bicara lagi.

e. Jika klien menunukan tanda – tanda agitasi, gelisah, atau tidak nyaman, perawat harus menghentikan latihan dan memulainya kembali saat klien sudah siap.

Menurut Snyder (2006) dalam Fiani (2016) teknik guided imagery dilaksanakan dalam waktu 10-15 menit, teknik pelaksanaan guided imagery secara umum antara lain :

a. Membuat individu dalam keadaan santai yaitu :

(5)

2) Silangkan kaki, tutup mata atau fokuskan pada suatu titik yang menyenangkan.

3) Fokus pada pernapasan otot perut, menarik napas dalam dan pelan, napas berikutnya biarkan sedikit lebih dalam dan lama dan tetap fokus pada pernapasan dan tetapkan pikiran tubuh semakin santai dan semakin santai.

4) Rasakan tubuh menajdi lebih berat dan hangat dari ujung kepala dan ujung kaki.

5) Jika pikiran tidak fokus, ulangi lagi pernafasan dalam dan

pelan.

b. Sugesti khusus untuk imajinasi, yaitu :

1) Pikirkan bahwa seolah-olah pergi kesuatu tempat yang menyenangkan dan merasa senang ditempat tersebut. 2) Sebutkan apa yang bisa dilihat, dengar, cium dan apa yang

dirasakan.

3) Ambil nafas panjang beberapa kali dan nkmati berada dalam tempat tersebut.

4) Sekarang, minta pasien untuk membayangkan apa yang diinginkan (uraikan sesuai tujuan yang diinginkan).

c. Beri kesimpulan dan perkuat hasil praktek yaitu :

(6)

2) Ini dapat dilakukan dengan berfokus pada pernafasan, santai, dan membayangkan sedang berada pada tempat yang disenangi.

d. Kembali ke keadaan semula yaitu :

1) Ketika kita telah siap kembali keruang dimana kita berada. 2) Dengan perasaan yang sudah segar dan siap untuk

melanjutkan kegiatan yang selanjutnya.

3) Sebelumnya mintalah pasien untu dapat menceritakan pengalaman klien ketika klien telah siap.

Menurut Kozier (2009) teknik majinasi terbimbing (guided imagery) yaitu dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan hingga dokumentasi (Fiani, 2016).

a. Persiapan

Sediakan lingkungan yang nyaman dan tenang, seperti jauh dari kebisingan.

b. Pelaksanaan

1) Jelaskan keuntungan dari imajinasi tebimbing. 2) Berikan privasi

3) Posisikan pada posisi yang nyaman (berbaring maupun

duduk dengan memejamkan mata serta gunakan sentuhan terapeutik).

(7)

o Bicara yang jelas dengan nada bicara yang tenang

dan netral.

o Bimbing untuk tarik napas dalam dan perlahan

untuk merelaksasikan semua ototnya.

5) Bimbing untuk merinci gambaran dari bayangannya. 6) Minta untuk menjelaskan perasaan fisik dan emosional

yang ditimbulkan oleh bayangannya. 7) Beri umpan balik yang positif.

8) Sadarkan kembali dari bayangannya dengan hitungan

mundur.

9) Diskusikan perasaan yang dialami dalam imajinasi terbimbing.

10) Dorong pasien post SC untuk mempraktikkan teknik imajinasi sediri.

c. Dokumentasikan respon nyeri terhadap latihan.

5. Fisiologi

(8)

B. Aromaterapi

1. Definisi

Menurut Craig Hospital (2013) Aromaterapi adalah terapi atau pengobatan dengan menggunakan bau – bauan yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, bunga, pohon yang berbau harum dan enak. Minyak atsiri digunakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehata dan kesejahteraan, sering digabungkan untuk menenangkan sentuhan penyembuhan dengan sifat terapeutik dengan minyak atsiri (Cahyasari, 2015).

Aromaterapi dapat juga didefinisikan sebagai penggunaan terkendali essensial tanaman untuk tujuan terapeutik (Posadzki et al, 2012 dalam Cahyasari 2015).

Jenis minyak aromaterapi yang umum digunakan yaitu :

a) Minyak Eukaliptus (Eukaliptus Oil) b) Minyak Rosemary (Rosemary Oil) c) Minyak Ylang-Ylang (Ylang-Ylang Oil) d) Minyak Tea Tree (Tea Tree Oil)

e) Minyak Lavender (Lavender Oil) f) Minyak Geranium (Geranium Oil) g) Minyak Peppermint

(9)

2. Mekanisme Aromaterapi

Efek fisilogis dari aroma dapat dibagi menjadi dua jenis : mereka yang bertindak melalui stimulasi syaraf dan organ – organ yang bertindak langsung pada organ atau jaringan melalui effector-receptor mekanisme (Hongratanaworakit, 2004). Aromaterapi didasarkan pada teori bahwa inhalasi atau penyerapan minyak essensial memicu perubahan dalam sistem limbik, bagian dari otak yang berhubungan dengan memori dan emosi. Hal ini dapat merangsang respon fisiologis syaraf, endokrin atau sistem kekebalan tubuh, yang mempengaruhi denyut jantung, tekanan darah, pernapasan, aktifitas gelombang otak dan pelepasan berbagai hormon di seluruh tubuh.

Efeknya pada otak dapat menjadikan tenang atau merangsang, sistem syaraf, serta mungkin membantu dalam menormalkan sekresi hormon. Menghirup minyak essensial dapat meredakan gejala pernapasan, sedangkan aplikasi lokal miyak yang diencerkan dapat membantu untuk kondisi tertentu. Pijat yang dikombinasikan dengan minyak essensial memberikan relaksasi, serta bantuan dari rasa nyeri, kekuatan otot dan kejang. Beberapa minyak essensial yang diterapkan pada kulit dapat menjadi anti mikroba, antiseptik, anti jamur, atau anti inflamasi (Hongratanaworakit, 2004 dalam Cahyasari 2015 ).

3. Manfaat Minyak Aromaterapi

(10)

a) Levender : Dianggap paling bermanfaat dari semua minyak atsiri, lavender dikenal untuk dapat membantu meringankan nyeri, sakit kepala, insomnia, ketegangan dan stres (depresi) melawan kelelahan dan untuk relaksasi, merawat agar tidak infeksi paru – paru, sinus, termasuk jamur vaginal, radang tenggorokan, asma, kista dan peradangan lain. Meningkatkan daya tahan tubuh, regenerasi sel, luka terbuka, infeksi kulit dan sangat nyaman untuk kulit bayi , dll.

b) Jasmine : Pembangkit gairah cinta, baik untuk kesuburan wanita,

mengobati impotensi, anti depresi, pegal linu, sakit menstruasi dan radang selaput lendir.

c) Orange : Baik untuk kulit berminyak, kelenjar getah bening tak lancar, debar jantung tak teratur dan tekanan darah tinggi.

d) Peppermint : Membasmi bakteri, virus dan parasit yang bersarang di pencernaan. Melancarkan penyumbatan sinus dan paru, mengaktifkan produksi minyak di kulit, menyembuhkan gatal – gatal karena kadas dan kurap, herpes, kudis karena tumbuhan beracun.

(11)

f) Sandalwood : Menyembuhkan infeksi saluran kencing dan alat kelamin, mengobati radang dan luka bakar, masalah tenggorokan, membantu mengatasi sulit tidur, dan menciptakan ketenangan hati. g) Green Tea : Berperan sebagai tonik kekebalan yang baik

mengobati penyakit paru-paru, alat kelamin, vagina, sinus, infeksi mulut, infeksi jamur, cacar air, ruam syaraf serta melingdungi kulit karena radiasi bakar selama terapi kanker.

h) Ylang-Ylang : Bersifat menenangkan, melegakan sesak nafas, berfungsi sebagai tonik rambut sekaligus sebagai pembangkit rasa cinta.

i) Lemon : Selain baik untuk kulit yang berminyak, berguna pula sebagai zat antioksidan, antiseptik melawan virus dan bakteri, mencegah hipertensi, kelenjar hati dan limfa yang tersumbat, memperbaiki metabolisme, menunjang sistem kekebalan tubuh serta memperlambat kenaikan berat badan.

j) Strawberry : Dapat meningkatkan selera makan, mengurangi penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan kanker.

k) Lotus : meningkatkan vitalitas, konsentrasi, mengurangi panas dalam, meningkatkan fungsi limpa dan ginjal.

l) Apel : Dapat menyembuhkan mabuk, diare, menguatkan sistem pencernaan, menjernihkan pikiran, mengurangi gejala panas dalam. m) Vanilla : Dengan aroma yang lembut dan hangat mampu

(12)

n) Night Queen : Membuat rasa nyaman dan rileks.

o) Opium : menggembirakan, memberi energi dan semangat tertentu. p) Coconut : memberikan efek ketenangan, menghilangkan stres,

mampu mempertahankan keremajaan kulit wajah sehingga wajah namapak selalu bersinar sepanjang masa.

q) Sakura : dapat mengobati disentri, demam, muntah, batuk darah,

keputihan, tumor, insomnia, mimisan, sakit kepala dan hipertesi.

Dari uraian aromaterapi dan manfaatnya, aromaterapi yang mempunyai manfaat meringankan nyeri adalah jenis aromaterapi lavender. Minyak lavender di ekstrak dari tanaman yang disebut Lavandula Angustifolia. Dari semua aromaterapi, lavender dianggap paling bermanfaat dari semua jenis minyak atsiri

4. Bunga Lavender

Nama lavender berasal dari bahasa latin “lavera“ yang berarti

menyegarkan dan orang – orang Roma telah memakainya sebagai parfum dan minyak mandi sejak jaman dahulu. Bunga lavender memiliki 25 – 30 spesies, beberapa diantaranya yaitu lavandula angustifolia, lavandula lattifolia, lavandula stoechas. Penampakan bunga ini adalah berbentuk kecil, berwarna ungu kebiruan, dan tinggi tanamannya sekitar 72 cm. Asal tumbuhan ini adalah dari wilayah selatan Laut Tengah sampai Afrika Tropis dan ke arah timur sampai India. Tanaman ini tumbuh baik pada daerah datara tinggi, dengan

(13)

Gambar 1.1 Bunga Lavender (Cahyasari, 2015)

5. Zat Yang Terkandung Dalam Minyak Lavender

Menurut Mclain DF (2009) minyak Lavender memiliki banyak potensi karena terdiri atas beberapa kandungan. Menurut penelitian, dalam 100 gram minyak lavender tersusun atas beberapa kandungan, seperti : minyak essesnsial ( 13% ), alpha-pinene (0,22%), champene (0,06%), beta-myrcene (5,33%), p-cymene ( 0,3%), limonene (1,06%),

cineol (0,51%), linalool (26,12%), borneol (1,21%), terpinen-4-o1

(4,64%), linail Acetate (26,2%), geranyl acetate (2,14%), dan

caryopyllene (7,55%). Berdasarkan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa kandungan utama dari bunga lavender adalah

(14)

6. Teknik Pemberian Aromaterapi

Dikutip dari Cahyasari (2015), teknik pemberian aromaterapi bisa digunakan dengan cara :

a. Inhalasi : Biasanya dianjurkan untuk masalah dengan pernafasan

dan dapat dilakukan dengan menjatuhkan beberapa tetes minyak essensial ke dalam mangkuk air mengepul. Uap tersebut kemudian dihirup selama beberapa saat , dengan efek yang ditingkatkan dengan menempatkan handuk di atas kepala sehingga mangkuk membentuk tenda untuk menangkap udara yang dilembabkan dan bau.

b. Massage/pijat : Menggunakan minyak essensial aromatik dikombinasikan dengan minyak dasar yang dapat menenangkan atau merangsang, tergantung pada minyak yang digunakan. Pijat minyak essensial dapat diterapkan ke area masalah tertentu atau ke seluruh tubuh.

(15)

d. Kompres : Panas atau dingin yang mengandung minyak essensial dapat digunakan untuk nyeri otot dan segala nyeri, memar dan sakit kepala.

e. Perendaman : Mandi yang mengandung minyak essensial dan

berlangsung selama 10-20 menit yang di rekomendasikan untuk masalah kulit dan menenangkan syaraf.

7. Prosedur Kerja Inhalasi Aromaterapi

Menurut Kim et al (2006), metode kerja inhalasi dengan cairan aromaterapi lavender dengan konsentrasi 2% yang sudah dilarutkan dengan 9ml aquabides kemudian diteteskan 0,3 ml kedalam masker. Lalu masker dikenakan pada pasien dan anjurkan pasien menghirup aromaterapi yang sudah dikenakan di maskernya. Intervensi ini dilakukan kurang lebih 15 menit bersamaan dengan dilakukannya kombinasi terapi guided imagery untuk memperoleh hasil yang optimal untuk membantu menurunkan intensitas nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea (Cahyasari, 2015).

C. Nyeri

1. Definisi

(16)

peneitian nyeri (International Assosiation For the Studi Of Pain), mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensorik subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual dan potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan, sedangkan menurut MC. Caffery dalam (Potter and Perry,2005). Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja, dia mengatakan bahwa ia merasakan nyeri. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan untuk mengkaji nyeri (Cahyasari, 2015).

2. Fisiologis Nyeri

Nyeri merupakan suatu fenomena yang komplek. Nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh manusia yang dapat mengindikasikan bahwa tubuh seseorang sedang mengalami masalah. Nyeri dapat berasal dari fisik maupun psikologis (Tamber & Heryati, 2008 dalam Cahyasari 2015).

a) Reseptor Nyeri

(17)

nosireceptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya berbeda-beda inilah nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor Kutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan (Tamsuri, 2007).

Reseptor jaringan kulit terbagi dalam dua komponen menurut Tamsuri 2007, yaitu :

o Serabut A delta, merupakan komponen cepat (kecepata

transmisi 6-30 m/detik) yang mungkin timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.

o Serabut C merupakan serabut komponen lambat (kecepatan

transmisi 0,5 m/detik) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri bersifat tumpul dan sulit dialokasikan.

b) Transmisi Nyeri

Menurut Tamsuri 2007, terdapat beberapa teori yang menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghilangkan rangsangan nyeri (Cahyasari, 2015) yaitu :

o Teori Spesivitas (Specivicity Theory)

Teori dirasakan pada kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus mentransmisikan rasa nyeri.

(18)

Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri, yaitu serabut yang mampu mengantar rangsangan dengan cepat dan serabut yang mengantar rangsangan dengan lambat. Kedua serabut syaraf tersebut bersinapsis pada medula spinalis dan meneruskan informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas, dan tipe input senssasi nyeri menafsirkan karakter dan kuantitas input sensori nyeri.

o Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory)

Teori gerbang kendali nyeri menyatakan terdapat semacam “ pintu

gerbang “ yang dapat memfasilitasi atau memperlambat transmisi

sinyal nyeri.

c) Neuro Regulator Nyeri

Neuroregulator yang berperan dalam transmisi impuls syaraf dibagi dalam kelompok besar, yaitu neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter mengirim impuls – impuls alektrik melalui rongga sinapsis antar dua serabut syaraf, dan dapat bersifat sebagai penghambat atau dapat pula mengeksitasi. Sedangkan neuromodulator bekerja untuk memodifikasi aktifitas neuron tanpa mentransfer secara langsung sinyal – sinyal menuju sinap (Tamsuri 2007 dalam Cahyasari 2015).

3. Klasifikasi Nyeri

(19)

a) Nyeri Superfisial

Biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperti pada laserasi, luka bakar dan sebagainya. Nyeri jenis ini mempunyai durasi yang pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam. b) Nyeri somatik dalam

Nyeri yang terjadi pada otot dan tulang struktur penyokong lainnya. Umumnya nyeri bersifat tumpul dan stimulasi dengan adanya peregangan iskemik.

c) Nyeri Viseral

Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ internal, nyeri timbul bersifat difusi dan durasinya cukup lama, sensasi yang timbul biasanya cukup tumpul.

d) Nyeri Radiasi

Sensasi nyeri yang meluas dari daerah asal ke jaringan sekitar , nyeri jenis ini biasanya dirasakan oleh klien dimana nyerinya bergerak di daerah asal nyeri hingga ke sekitar atau sepanjang bagian tubuh tertentu, nyeri dapat bersifat intermitten atau konstan. e) Nyeri Fantom

Nyeri khusus yang dirasakn oleh klien yang mengalami amputasi, nyeri yang dipersepsikan berada pada organ yang telah diamputasi seolah – olah organnya masih ada.

(20)

Nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang menjalar keorgan lain sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi. Nyeri jenis ini dapat timbul karena masuknya neuron sensori dri organ yang mengalami nyeri.

4. Respon Tubuh Terhadap Nyeri

Tamber & Heryati (2008). Menyebutkan beberapa respon tubuh terhadap nyeri sebagai berikut :

1) Respon Fisiologik

Respon fisiologik yang diperlihatkan dapat berrupa respon simpatik atau parasimpatik.

a) Respn simpatik terlihat pada nyeri akut atau nyeri permukaan (superfisial) dan merupakan respon homeostasis.

b) Respon parasimpatis menunjukan bahwa tubuh tidak mampu melakukan aktifitas.

2) Respon Afektif

a) Diam tidak berdaya b) Menolak

c) Depresi d) Marah

(21)

Menurut Potter and Perry (2005), respon ini dapat dikaji secara verbal, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan interaksi sosial.

5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Faktor – faktor yang memperngaruhi nyeri menurut Potter and Perry (2005), adalah :

a) Usia

Merupakan variabel yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak –anak dan usia lanjut.

b) Jenis kelamin

Gil dalam Potter and Perry (2005). Menyatakan umumnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki- laki dalam merespon nyeri tetapi anak perempuan lebih cenderung menangis bila mengalami nyeri dibandingkan anak laki-laki.

c) Kebudayaan

Keyakinan dan nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.

d) Perhatian

Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya penglihatan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.

(22)

Hubungan nyeri dengan ansietas bersfat kompleks. Ansietas sering kali meningkatkan persepsi tentang nyeri tetapi nyeri jga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.

f) Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu itu akan menerima nyeri yang lebih mudah pada masa yang akan datang.

g) Dukungan keluarga dan sosial

Faktor lainnya yag bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat, untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan (Potter and Perry, 2005 ).

h) Keletihan

Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri, kelelahan menyebabkan nyeri semakin intensif dan menurun kemampuan koping.

6. Pengukuran Skala Nyeri

(23)

a. Skala Verbal Descriptive Scale (VDS)

Adapun menurut Potter and Perry (2005) skala yang digunakan dalam menguji nyeri yaitu skala intensitas nyeri deskriptif. Pengkajian akan lebih akurat apabila klien mampu mendeskripsikan sensasi yang dirasakan. Perawat juga dapat memberikan klien daftar istilah untuk mendeskripsikan nyeri kemudian skala deskriptif juga bermanfaat bukan saja dalam mengkaji tetapi juga untuk mengevaluasi perubahan kondisi klien (Cahyasari, 2015).

Tidak ada nyeri ringan nyeri sedang nyeri hebat nyeri sangat hebat nyeri paling hebat

Gambar 1.2Skala Nyeri Deskriptif Sederhana

Karakteristik nyeri dengan skala deskriptif 0 :Tidak Nyeri

1-3 :Nyeri ringan (secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik)

(24)

7-9 :Nyeri berat terkontrol (secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tetapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukka lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi dan distraksi).

10 :Nyeri angat tidak terkontrol (pasien sudah tidak mampu berkomunikasi).

b. Skala Intensitas Nyeri Longitudinal Hayward.

Hayward (1975) mengembangkan alat ukur nyeri dengan skala longitudinal yang paad salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung yang lainnya nilai 10 (untuk keadaan nyeri paling hebat) (Hidayah, 2017).

Gambar 1.3 Skala Nyeri Longitudinal Hayward

(25)

(severity), adalah keparahan atau intensitas nyeri. T (time) adalah lama atau waktu serangan atau frekuensi nyeri.

Hayward (1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala longitudinal. Untuk mengukurnya penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat dalam sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktifitas dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala dengan beberapa kategori.

Skala Keterangan

0 Tidak nyeri

1-3 Nyeri ringan

4-6 nyeri sedang

7-9 Sangat nyeri, tetapi masih

(26)

10 Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol

c. Skala Nyeri Visual ( VAS )

Gambar 1.4 Skala Nyeri VAS

d. Skala Nyeri Wong and Baker

Alat Ukur yang lain yaitu dengan menggunakan skala wajah, yakni Wong-Baker FACES Pain Rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyeri melalui skala angka ( Mubarak, 2008)

(27)

Wong-Baker FACES rating scale yang ditujukan untuk klien yang tida mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak – anak yang tidak mampu berkomuniasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.

e. Numeric Rating Scale (NRS)

NRS merupakan alat yang digunakan untuk mengukur intensitas nyeri atau derajat keparahan nyeri dan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri yang dirasakan (Potter and Perry, 2006). Menurut Strong, et al (2002) dalam Rahma (2015), NRS merupakan skala nyeri yang paling banyak digunakan di klinik, khususnya pada posisi akut. NRS digunakan untuk mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik. NRS mudah digunakan dan didokumentasikan.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 1.6 Numeric Rating Scale (NRS)

0 : None (Tidak nyeri)

(28)

4-6 : Moderate ( Nyeri sedang)

7-9 : Severe (Nyeri Hebat)

10 : Nyeri sangat hebat

7. Manajemen Nyeri

a. Manajemen Farmakologi

Obat adalah bentuk pengendalian nyeri yang sering digunakan. Kelompok obat nyeri menurut Price and Wilson (2006) dalam Cahyasari (2015) adalah :

a) Analgesik Nonpoid : Obat Anti inflamasi Nonsteroid (OAINS),

contoh asam asetilisilat (aspirin).

b) Analgesik Oploid : contoh morfin, meperidin dan lain – lain. c) Adjuvan dan koanalgesik : contoh amitripilin.

b. Manajemen non farmakoogis

Secara non farmakologis, metode dan teknik yang dapat digunakan dalam upaya untuk mengatasi nyeri antara lain distraksi, meditasi, teknik terapi musik, hipnotis, sentuhan, pijat, akupuntur, kompres panas atau dingin, teknik relaksasi serta aromaterapi (Lynn, 2006 ).

D. Persalinan

(29)

dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi bai dari ibu maupun dari janin (Prawiroharjo, 2010). Bentuk-bentuk persalinan ada dua yaitu, persalinan spontan dan bantuan. Persalinan spontan adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan bantuan adalah proses persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi dengan forsep atau dilakukan operasi sectio caesarea (Manuaba, 2007 dalam Setyowati, 2016). Proses persalinan terkadang tidak berjalan semestinya dan janin tidak dapat lahir secara normal karena beberapa faktor, yaitu komplikasi kehamilan, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, rupture uteri, cairan ketuban yang tidak normal , kepala panggul. Kedaan tersebut memerlukan tindakan medis berupa operasi Sectio Caesarea (Padila, et al.,2008).

E. Sectio Caesarea

1. Definisi

(30)

tahun 1877 sudah dilaksanakan 71 kali pembedahan caesarea di Amerika Serikat. Angka mortalitasnya 52 persen yang terutama disebabkan oleh infeksi dan perdarahan (Oxorn & Forte, 2010).

Menurut Mochtar (2011) Sectio Caesaria ialah salah satu cara melahirkan janin dan membuat sayatan pada dinding depan perut dan juga didefinisikan sebagai suatu histeroktomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Chotimah, 2016). Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh serta berat badan janin diatas 500 gram (Sarwono, 2009).

2. Etiologi

Sectio Caesaria yang dilakukan dapat di indikasikan oleh : a Indikasi Ibu

1) Panggul sempit absolute 2) Placenta previa

3) Ruptura uteri mengancam 4) Partus Lama

5) Partus Tak Maju

6) Pre eklampsia, dan Hipertensi b Indikasi Janin

(31)

3) Janin besar

3. Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi sectio caesarea bisa indikasi absolute dan relatif. Setiap kedaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolute untuk sectio abdominal. Diantaranya adalah kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya. Indikasinya diantaranya, janin sungsang, plaenta menutupi jalan lahir, persalinan .

Angka sectio caesarea terus meningkat dari insidensi 3 hingga 4 persen 15 tahun yang lampau sampai insiedensi 10 hingga 15 persen sekarang ini. Angka terakhir mungkin bisa diterima dan benar. Bukan saja pembedahan manjadi lebih aman bagi ibu, tetapi juga jumlah bayi yang cidera akibat partus lama dan pembedahan traumaik vagina menjadi berkurang. Disamping itu, perhatian terhadap kualitas terhadap kehidupan dan pengembangan intelektual bagi bayi telah memperluas indikasi sectio caesarea (Oxorn & Forte, 2010).

4. Kontra Indikasi Sectio Caesarea

Sectio Caesarea tidak boleh dikerjakan kalau ada keadaan berikut ini : a) Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas

(32)

b) Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman, kalau keadaannya tidak menguntungkan bagi pembedahan, atau kalau tidak tersedia tenaga asisten yang memadai (Oxorn & Forte, 2010)

5. Klasifikai Sectio Caesarea

Klasifikasi sectio caesarea menurut Oxorn & Forte, 2010 : a) Segmen Bawah : Insisi Melintang

Karena cara ini memungkinkan kelahiran perabdominam yang aman sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga rahim terinfeksi, maka insisi melintang segmen bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetrik pada hal – hal berikut :

 Insisi ini memungkinkan ahli kebidanan untuk mengubah

keputusannya.

 Insisi ini menghasilkan konsep trial of labor , trial of oxytocin

stimulation dan trial forceps.

 Indikasi kelahiran dengan forceps yang membawa cidera benar – benar telah ditindakan.

 Indikasi akan sectio caesarea semakin meluas.

 Mordibitas dan mortalitas maternal lebih rendah dibandingkan

dengan insisi segmen atas.

Cicatrix yang terjadi pada uterus lebih kuat.

(33)

vesicouterina peritoneum (Bladder Flap) yang terletak dekat sambungan segmen atas dan bawah bersama – sama kandung kemih di dorong kebawah serta ditarik agar tidak menutupi lapangan pandangan. Pada segmen bawah uterus dibuat insisi melingtang yang kecil ; luka insisi ini dilebarkan ke samping denan jari – jari tangan dan berhenti di dekat daerah pembuluh – pembuluh darah uterus. Kepala janin yang pada sebagian besar kasus terletak dibalik insisi di ekstraksi atau di dorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya dan kemudian placenta serta selaput ketuban. Insisi melintang tersebut ditutup dengan jahitan catgut bersambung satu atau dua lapis. Lipatan vesicouterina kemudian dijahit kembali pada dinding uterus sehingga seluruh luka insisi terbungkus serta tertutup dari rongga peritoneum generalisata. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis.

b) Segmen Bawah : Insisi Membujur

(34)

Sebagian ahli kebidanan menyukai insisi jenis ini untuk placenta previa.

Salah satu kerugian utamanya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya otot juga, serigkali luka insisi tanpa dikehendaki melua ke segmen atas sehingga nilai penutupan retroperitoneal yang lengkap akan hilang.

c) Sectio Caesarea Klasik

Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel kedalam dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta placenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hampir sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan sectio caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknik dalam menyingkapkan segmen bawah.

1. Indikasi

a. Kesulitan dalam menyingkapkan segmen bawah

 Adanya pembuluh – pembuluh darah besar pada

dinding anterior.

 Vesika urinaria yang letaknya tinggi dan melekat

 Myoma pada segmen bawah

(35)

c. Beberapa kasus placenta previa anterior d. Malformasi uterus tertentu

d) Sectio Caesarea Extraperitoneal

Pembedahan extraperitoneal dikerjakan untuk menghindari perlunya histeroktomi pada kasus – kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode sectio caesarea extraperitoneal, seperti metode waters, Latzko dan Norton. Teknik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja masuk ke dalam cavum peritonei, dan insidensi cidera vesika urinaria meningkat. Perawatan prenatal yang lebih baik, penurunan insidensi kasus yang terlantar, dan tersedianya darah dan antibiotik telah mengurangi perlunya teknik extraperitoneal. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan sebagai cadangan bagi kasus-kasus tertentu.

e) Histeroktomi Caesarea

(36)

1. Indikasi

a. Perdarah akibat atonea uteri setelah terapi konservatif gagal.

b. Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus –

kasus placenta previa dan abruptio placenta tertentu. c. Placenta accreta

d. Fibromyoma yang multiple dan luas

e. Pada kasus tertentu kanker serviks atau ovarium f. Ruptura uteri yang tidak diperbaiki

g. Sebagai metode sterilisasi kalau kelanjutan haid tidak dikehendaki demi alasan medis.

h. Pada kasus – kasus terlantar dan terinfeksi kalau resiko peritonitis generalisata tidak dijamin dengan mempertahankan uterus misalnya, pada seorang ibu yang sudah memiliki beberapa orang anak dan tidak ingin menambahnya lagi.

i. Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus

j. Pelebaran luka insisi yang mengenai pelebaran pembuluh – pembuluh darah sehingga perdarahan tidak bisa dihentikan dengan pengikatan ligature.

2. Komplikasi

(37)

c. Kerusakan pada traktus urinarius dan usus termasuk pembentukan fistula

d. Truma psikologis akibat hilangnya rahim. 3. Komplikasi Serius

a. Perdarahan  Atonia uteri

 Pelebaran insisi uterus

 Kesulitan mengeluarkan placenta

Hematoma Ligamentum latum (Broad Ligamen)

b. Infeksi

Traktus genetalia

 Insisi

Traktus urinaria

 Paru – paru dan traktusrespiratorius atas

c. Trhombophlebitis

d. Cidera dengan atau tanpa fistula  Traktus urinaria

 Usus

e. Obstruksi usus  Mekanis

(38)

6. Patofisiologi

(39)

karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga dapat mempengaruhi pencernaan dengan menurunkan peristaltik usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk ke lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari motilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien juga sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu di pasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun akan berakibat pada peubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer dan Prawiroharjo, 2002 dalam Laely 2016).

7. Alasan Persalinan Sectio Caesarea

Jadi alasan untuk melakukan operasi Cesar pada ibu hamil atau pada ibu dalam persalinan adalah :

a Placenta menghalangi jalan lahir (Placenta Previa). b Perdarahan dalam kehamilan lainnya.

c Kelainan letak (letak lintang, letak sungsang).

d Ketidaksesuaian antara jalan lahir ibu dengan besarnya janin atau presentasi janin (panggul sempit, anak besar, letak dahi, letak muka, dsb).

(40)

f Persalinan tidak maju, drip oksitoksin yang gagal.

g Ibu mengalami preeklamsi berat (keracunan kehamilan, hipertensi dalam kehamilan) atau eklampsi (preeklampsi yang disertai kejang) (Indiarti, 2015).

8. Manifestasi Klinik

Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih komprehensif yaitu perawatan post operatif dan perawatan post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara lain :

a Nyeri akibat luka pembedahan

b Adanya luka insisi pada bagian abdomen

c Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

d Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)

e Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 f Emosi labil atau perubahan emosional dengan mengekspresikan

ketidakmampuan menghadapi situasi baru g Terpasang kateter urinarius

h Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar

i Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah j Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler

(41)

l Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan

9. Pemeriksaan Penunjang

a Elektroensefalogram (EEG)

Untuk menetapkan jenis dan fokus dari kejang. b. Pemindaian CT

Untuk mendeteksi kerapatan jaringan. c. Magnety Resonance Imaging (MRI)

Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak jelas terlihat bila melihat dengan pemindaian CT.

d. Pemindaian Positron Emmision Tomography (PET). e. Ultrasonografi (USG)

f. Uji Laboratorium

Fungsi lumbal, pemeriksaan darah lengkap, panel elektrolit, skrining toksik dari urin dan serum, AGD, kadar kalsium darah, kadar natrium darah, kadar magenesium darah (Laely, 2016).

10.Penatalaksaan

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:

a. Penatalaksanaan secara medis

(42)

2) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.

3) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria, keefektifannaya masih dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.

4) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.

b. Kateterisasi

c. Pengaturan Diit

Makanan dan minuman diberikan setelah klien Flatus, diilakukan secara bertahap dari minum air putih sedikit tapi sering. Makanan yang diberikan berupa bubur saring, selanjutnya bubur, nasi tim dan makanan biasa. Namun apabila sectio caesarea tidak mengenai usus maka bisa makan dan mnim secara langsung.

d. Penatalaksanaan secara keperawatan

1) Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian.

2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat 3) Mobilisasi

4) Pada hari pertama setelah operasi penderita harus belajar turun dari tempat

(43)

6) Pembalutan luka (Wound Dressing / wound care) 7) Pemulangan

Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari ketiga setelah operasi.

F.

Asuhan Keperawatan

I. Data Subjektif

a. Biodata

Untuk mengetahui biodata pasien, perawat atau bidan dapat menanyakan :

Istri

Nama : ...

Umur : ...

Agama : ...

Pendidikan : ...

Pekerjaan : ...

Suku / ras : ...

Alamat : ...

No Hp : ...

Suami

Nama : ...

Umur : ...

Agama : ...

Pendidikan : ...

Pekerjaan : ...

Suku / ras : ...

(44)

II. Riwayat Pasien

a. Keluhan Utama

Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Misalnya, ibu post partum sectio caesarea ingin memeriksakan keadaan jahitan dan kesehatannya setelah persalinan. Contohnya, ibu post partum patologis dengan keluhan demam, nyeri dan infeksi pada luka jahitannya, dll.

b. Riwayat Kebidanan

Data ini paling penting untuk diketahui oleh tenaga kesehatan sebagai data acuan apabila pasien mengalami kesulitan post partum.

1) Menstruasi

Beberapa data yang harus diperoleh dari riwayat menstruasi misalnya :

o Menarche

Menarche adalah usia pertama kali mengalami mesntruasi. Pada wanita di Indonesia umumnya pada usia 12 – 16 tahun.

o Siklus

Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang dialami dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan hari, biasanya sekitar 23 – 32 hari.

(45)

Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi yang dikeluarkan. Kadang akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan data yang valid. Sebagai acuan, terkadang bidan menggunakan kriteria banyak, sedang dan sedikit.

o Keluhan

Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang dirasakan ketika mengalami menstruasi, misalnya sakit yang sangat, pening sampai pingsan, atau jumlah darah yang banyak. Ada beberapa keluhan yang disampaikan oleh pasien yang dapat menunjukkan pada suatu diagnosa tertentu.

2) Gangguan Kesehatan Alat Reproduksi

Data yang perlu di gali dari pasien, yaitu apakah pasien mengalami gangguan, seprti keputihan , infeksi, gatal karena jamur, atau tumor.

3) Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas dan KB Yang Lalu.

(46)

4) Riwayat Persalinan Sekarang dimana, keluhan masalah, obat / suplementasi, screening imunisasi, nasihat atau penkes yang didapat. Pada trimester II tanyakan gerakan janin pertama kali dirasakan oleh ibu kapan (berapa kal sehari, gerakan dalam 2 jam terakhir), kaluhan atau masalah, obat / suplementasi, pendidikan kesehatan yang didapat. Pada trimester III tanyakan gerakan janin pertama kali dirasakan oleh ibu kapan (berapa kal sehari, gerakan dalam 2 jam terakhir), kaluhan atau masalah, obat / suplementasi, pendidikan kesehatan yang didapat.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Terdahulu

(47)

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Tanyakan adakah penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes mellitus, malaria, asma dan HIV/AIDS.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

d. Riwayat Persalinan Sekarang

Hasil pemeriksaan dalam, ketuban pecah (tanggal dan jam, warna jernih/keruh), tanggal persalinan, penolong, jenis persalinan (sectiocaesarea / spontan pervaginam), komplikasi, lama persalinan.

e. Riwayat KB

Tanyakan pada pasien alat kontrasepsi yang pernah digunakan, lama penggunaan, keluhan/masalah, alasan berhenti, rencaan KB selanjutnya.

f. Status Perkawinan

Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan antara lain :  Usia menikah pertama kali : ...

 Status perkawinan : Sah / Tidak

 Lama Pernikahan : ...  Ini adalah suami yang ke : ...

g. Pola Makan

Beberapa hal yang perlu ditanyakan pada pasien, dalam kaitannya dengan pola makan antara lain :

(48)

h. Pola Minum

Yang perlu ditanyakan pada pasien tentang pola minum antara lain :

o Frekuensi, jumlah perhari, jenis minuman i. Pola Istirahat

Informasi seputar istirahat pada ibu supaya dapat diketahui hambatan yang mungkin muncul jika bidan / perawat menemukan data yang senjang tentang pemenuhan kebutuhan istirahat. Yang ditanyakan adalah berapa lama biasanya ibu beristirahat dalam sehari ( jika malam hari biasanya 6 – 8 jam ).

j. Aktivitas Sehari – Hari

Jika kegiatan pasien terlalu berat sehingga menimbulkan kesulitan post partum maka akan dberikan peringat seawal mungkin pada pasien untuk membatasi kegiatannya sampai ia sehat dan pulih kembali. Aktifitas yang terlalu berat dapat menimbulkan perdarahan per vaginam.

k. Personal Hygiene

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam perawatan kebersihan diri, antara lain :

o Mandi, keramas, ganti baju dan celana dalam, kebersihan kuku

l. Aktifitas Seksual

Hal yang ditanyakan misalnya :

(49)

berhubungan, ketidakpuasan dengan suami, kurangnya keinginan untuk melakukan hubungan, dll.

m. Keadaan Lingkungan

Keadaan lingkungan sangat memperngaruhi status kesehatan keluarga. Beberapa data yang dapat dgali untuk memastikan keadaan kesehatan keluarga, adalah :

 Fasilitas MCK (mandi, cuci, Kakus), letak tempat tinggal dekat

dengan kandang ternak atau tidak, polusi udara, dan keadaan kamar

n. Psikososial, Kultural, Spiritual

1) Psikososial

 Repon ibu dan keluarga dalam penerimaan ibu dan bayi dalam

masa nifas.

 Dukungan keluarga terhadap proses menyusui.

 Hubungan dengan suami.

2) Kultural

 Pantangan / adat istiadat, kebiasaan yang berhubungan.

 Pengambilan keputusan dalam keluarga

3) Spiritual

 Ketaatan dalam menjalankan ibadah.

 Aktivitas kagamaan.

o. Data Pengetahuan Ibu

(50)

p. Data Sosial Ekonomi

1) Kebiasaan yang mrugikan kesehatan 2) Merokok

3) Minuman beralkohol 4) Obat – obatan terlarang 5) Jamu – jamuan

III. Data Objektif

Langkah – langkah pemeriksaannya adalah sebagai berikut :

a) Keadaan Umum

Hasil pengamatan akan dilapporan dengan kriteria :

1) Baik : pasien dimasukkan dalam kriteria ini apabila pasien memperlihatkan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain, serta secara fisik paien tidak mengalami ketergantungan dalam berjalan.

2) Lemah : pasien dimasukkan dalam kriteria ini apabila ia kurang

atau tida memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain, serta pasien sudah tidak mampu lagi untuk bejalan sendiri.

b) Kesadaran

c) Tanda Vital

(51)

Periksa setiap 15 menit di 1 jam pertama, kemudian 30 menit pada jam berikutnya.

2) Nadi : ... x/menit

Periksa setiap 15 menit pada 1 jam pertama, kemudian setiap 30 menit pada jam berikutnya.

3) Pernafasan : ... x/menit

Periksa setiap 15 menit dan biasanya akan kembali normal pada 1 jam post partum.

4) Suhu : ... x/menit

Periksa 1 kali pada 1 jam pertama, suhu tubuh akan meningkat apabila terjadi keletihan dan dehidrasi.

d) Kepala

1) Rambut (warna rambut, kebersihan dan mudah rontok atau tidak ) 2) Telinga ( kebersihan, gangguan pendengaran )

3) Mata (konjungtiva, sklera, kebersihan kelainan, gangguan penglihatan).

4) Hidung (kebersihan, polip, alergi debu) 5) Mulut

o Bibir (warna, integritas jaringan lembab, kering atau pecah

pecah)

o Lidah (warna dan kebersihan)

(52)

e) Leher

1) pembesaran kelenjar limfe 2) parotitis

3) pembesaran kelenjar tyroid

f) Dada

1) Bentuk

2) Mamae membesar dan aerola hyperpigmentasi 3) Kelenjar montghometri terlihat jelas

4) kesimetrisan

5) Payudara (gangguan, ASI, keadaan puting, kebersihan, bentuk BH) 6) Denyut jantung

7) Gangguan pernafasan (auskultasi)

g) Abdomen

1) Bentuk

2) Striae gravidarum

3) Kontraksi uterus

4) TFU

5) Luka bekas operasi 6) Nyeri tekan

7) Ada linea nigra

h) Ekstremitas

1) Atas (gangguan / kelianan dan bentuk)

(53)

i) Genetalia

1) Kebersihan 2) Oedem

3) Pengeluaran pervaginam (lokhea meliputi jumlah dan baunya) 4) Keadaan luka jahitan (bila ada)

5) Tanda – tanda infeksi jahitan 6) Varises vagina

7) Nyeri

j) Anus

1) Hemoroid

2) Kebersihan

k) Data penunjang

1) Laboratorium

o Kadar Hb

o Hmt (hematokrit)

o Kadar leukosit o Golongan darah

IV. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik (Sectio Caesarea). 2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (luka operasi

sectio caesarea).

(54)

V. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik (Sectio Caesarea)

o Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri

pada pasien berkurang.

o Krteria Hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol,

wajah tampak meringis, klien tampat rileks, dapat beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan.

Intervensi :

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komperehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, dan faktor presipitasi.

b. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif.

c. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex

beraktifitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial).

d. Ajarkan pengunaan teknik nonfarmakologis ( relaksasi nafas

dalam. Relaksasi progresif, imajinasi, sentuhan terapeutik, aromaterapi).

(55)

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (luka operasi sectio caesarea).

o Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam

diharapkan klien tidak mengalami infeksi.

o Kriteia Hasil : tidak terjadi tanda tanda infeksi (kalor, rubor,

dolor, tumor, fungsio laesea). Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu = 36,5 – 37,50 C, frekuensi nadi = 60 – 100 ali permenit), WBC dalam batas normal ( 4,10 – 10,9 uL ).

Intervensi :

a. Observasi adanya tanda infeksi ( kalor, rubor, dolor, tumor dan fungsio laesea ).

b. Monitor karakteristik luk, termasuk drainase, warna, ukuran dan bau.

c. Ukur luas luka yang sesuai

d. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka

e. Pertahankan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka dengan tepat

f. Ajarkan pasien dan keluarga pada prosdur perawatan luka dan tanda gejala infeksi

(56)

3. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan defisiensi pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan post sectio caesarea berkurang.

Kriteria hasil : pengetahuan pasien dan keluarga meningkat terutama tentang prosedur penatalaksaan post sectio caesarea.

Intervensi :

a. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan

b. Gambarkan aktifitas sebelum prosedur/penanganan c. Jelaskan manfaat prosedur/penanganan

d. Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini pada individu dan keluarga.

e. Rumuska tujuan dalam program pendidikan kesehatan yang diberikan

f. Beri informasi seputar prosedur yang harus dilakukan

(57)

G. KERANGKA TEORI PENELITIAN

Gambar 1.7 Kerangka Teori Penelitian PERSALINAN

(58)

H. KERANGKA KONSEP

Gambar 1.8 Kerangka Konsep Penelitian NYERI POST

SECTIO CAESAREA

TERAPI RELAKSASI GUIDED IMAGERY DAN INHALASI AROMATERAPI LAVENDER

Gambar

Gambar 1.1 Bunga Lavender (Cahyasari, 2015)
Gambar 1.2 Skala Nyeri Deskriptif Sederhana
Gambar 1.3 Skala Nyeri Longitudinal Hayward
Gambar 1.4 Skala Nyeri VAS
+6

Referensi

Dokumen terkait

Anak usia sekolah menderita anemia disebabkan oleh berbagai faktor antara lain dipengaruhi oleh pola makanan yang berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi rendah

Perawat membantu keluarga untuk mengenal penyimpangan dari keadaan normal tentang kesehatannya dengan menganalisa data secara objektif serta membuat keluarga sadar akan

mempengaruhi pengetahuan dan cara pandang. Kontak sosial dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung antara satu pihak ke pihak lainnya. Kontak sosial dapat berlangsung

Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung berbentuk tabung J dan bila penuh akan tampak seperti buah

perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Bibir tampak pucat, karena pada anemia terjadi.. penurunan sel darah merah atau penurunan. konsentrasi hemoglobin didalam

membaca, group program yang dapat mengurangi perilaku klien yang.. tidak sesuai dan ini dapat dimodifikasi dengan melakukan terapi. kognitif untuk meningkatkan adaptasi sosialnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan kekerasan baik verbal maupun non verbal yang dapat membahayakan diri

Pada populasi yang memmpunyai tubuh tipe muscular/ berotot akan memiliki peningkatan dari konsentrasi kadar kreatinin dalam serum. Sedangkan pada populasi yang