• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. berhasil dalam berkompetisi dengan suatu standar keunggulan (standar of

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. berhasil dalam berkompetisi dengan suatu standar keunggulan (standar of"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Motivasi Berprestasi

1. Definisi Motivasi Berprestasi

McClelland (1987) menggunakan istilah need for achievement (n Ach) untuk kebutuhan berprestasi yaitu sebagai suatu dorongan pada seseorang untuk berhasil dalam berkompetisi dengan suatu standar keunggulan (standar of excellence).

Atkinson (1978) menyatakan bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu tendensi untuk meraih sukses dan tendensi untuk menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berarti ia memiliki motivasi untuk meraih sukses yang lebih kuat daripada motivasi untuk menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya.

Menurut Woolfolk (1993) pengertian motivasi berprestasi sebagai suatu keinginan untuk berhasil, berusaha keras dan mengungguli orang lain berdasarkan suatu standar mutu tertentu. Dwivedi dan Herbert (dalam Asnawi, 2002) juga mengungkapkan motivasi berprestasi sebagai dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan pada ukuran keunggulan dibanding standarnya sendiri ataupun orang lain.

Sedangkan menurut Royanto (2002) motivasi berprestasi adalah keinginan mencapai prestasi sebaik-baiknya, biasanya yang menjadi ukurannya adalah diri sendiri (internal) ataupun orang lain (eksternal). Slavin (1994) juga

(2)

mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai keinginan untuk mencapai sukses dan berpartisipasi dalam kegiatan, yang mana sukses itu tergantung pada upaya dan kemampuan individu. Sama halnya dengan Santrock (2003) yang merumuskan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan untuk menyempurnakan sesuatu, untuk mencapai sebuah standar keunggulan dan untuk mencurahkan segala upaya untuk mengungguli. Jadi motivasi berprestasi sangat tergantung pada usaha dan upaya seseorang.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik pengertian bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan atau keinginan dalam diri individu yang menimbulkan kecenderungan menuntut dirinya berusaha lebih keras untuk melakukan sesuatu hal yang lebih baik serta adanya dorongan untuk mengatasi tantangan atau rintangan dan memecahkan masalah tersebut.

2. Ciri Motivasi Berprestasi

Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki motivasi berprestasi yang dijabarkan oleh McClelland (1987), yakni sebagai berikut: a. Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang

Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang menantang tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi lebih suka menghindari tujuan prestasi yang mudah dan sukar. Mereka sebenarnya lebih menyukai tujuan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Oleh karena itu,

(3)

mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas dengan taraf kesulitan sedang yang dianggap realistis sesuai dengan kemampuannya.

b. Bertanggung jawab secara personal

Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Mereka akan memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik dengan tanggung jawab personal terhadap tugas yang dilakukan. Mereka juga mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, dan selalu ingat akan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.

c. Menyukai umpan balik

Orang dengan motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas dimana prestasi mereka dapat dibandingkan dengan prestasi orang lain. Mereka menyukai umpan balik tentang pekerjaan mereka. Umpan balik dibutuhkan agar dapat meningkatkan efektivitas dari pekerjaan yang telah dilakukan dan untuk mencapai hal yang diinginkan. Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi lebih menyukai timbal balik (feedback) yang cepat dan efisien mengenai prestasi mereka.

d. Inovatif

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi juga selalu berupaya untuk lebih inovatif, menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka didorong oleh motif efisiensi, dimana mereka memperhitungkan keefisienan ketika melakukan sesuatu dengan lebih baik.

(4)

Mereka senang mencari informasi untuk menemukan cara menyelesaikan tugas dengan lebih baik dan menghindari cara kerja yang monoton dan rutin. Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan mencari kesempatan yang menantang mulai dari yang mampu mereka lakukan sampai pada sesuatu kesempatan yang sedikit lebih menantang. Ketika orang yang memiliki kebutuhan berprestasi meraih kesuksesan dengan taraf kesulitan sedang, maka mereka akan terus meningkatkan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis, sehingga dapat bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan lebih menantang. Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi suka bertanggung jawab pada pemecahan masalah

e. Ketahanan

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas dibanding dengan orang dengan motivasi berprestasi rendah. Individu tersebut umumnya mampu bertahan terhadap tekanan sosial yang ada. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di masa yang akan datang.

Sedangkan menurut Atkinson (1978) bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu kecenderungan untuk meraih sukses dan kecenderungan untuk menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berarti memiliki motivasi untuk meraih sukses yang lebih kuat daripada motivasi untuk menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya.

(5)

Atkinson dan Feather (1966) menyatakan bahwa persepsi terhadap kemungkinan untuk berprestasi didasarkan atas dua hal yaitu untuk motive to achieve dan motive to avoid failure (takut gagal)

Motif untuk mencapai keberhasilan didasarkan pada kebutuhan untuk sukses, persepsi individu tentang kemungkinan untuk berhasil, dan persepsi individu terhadap nilai hasilnya (Atkinson & Feather, 1966).

Motif untuk menghindari kegagalan didasarkan pada kebutuhan untuk menghindari kegagalan, persepsi individu dari kemungkinan untuk gagal, dan persepsi individu terhadap efek kegagalan.

Persepsi seseorang tentang kemungkinan berprestasi ditentukan oleh kebutuhan untuk mencapai dan rasa takut terhadap kegagalan. Efek yang dihasilkan memutuskan perilaku nya, apakah akan mencoba atau tidak. Jika kebutuhan untuk berprestasi lebih kuat dari rasa takut akan kegagalan, ia akan melanjutkan untuk mencoba tugas. Sebaliknya, jika rasa takut akan kegagalan lebih kuat dari kebutuhan untuk berprestasi, ia akan menghindari tugas (Atkinson & Feather, 1966). Oleh karena itu, apakah seseorang akan mencoba tugas ditentukan oleh keseimbangan antara kebutuhan untuk berprestasi dan ketakutan akan kegagalan.

Dalam penelitian Atkinson dan Feather ini (1966), lemparan cincin digunakan untuk mengukur motivasi berprestasi. Tiga pasak berdiri di tanah dengan jarak yang berbeda: lima kaki, sepuluh kaki, dan lima belas meter. Setiap peserta bisa melempar cincin hanya sekali di salah satu tiga pasak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta dengan motivasi berprestasi tinggi

(6)

melemparkan cincin ke pasak dengan jarak sepuluh kaki (Atkinson & Feather, 1966). Atkinson dan Feather (1966) menyatakan bahwa individu dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi lebih menyukai tugas dengan kesulitan moderat karena mereka akan berhasil dengan usaha dan hasil keberhasilan akan berharga. Sebaliknya, individu dengan motif tinggi untuk menghindari kegagalan cenderung untuk memilih baik mudah atau sulit tugas karena kemungkinan kegagalan untuk tugas-tugas mudah akan sangat rendah dan mereka tidak akan merasa malu banyak ketika gagal dalam tugas-tugas yang sulit (Atkinson & Feather, 1966).

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Motivasi Berprestasi Menurut Mc.Clelland (1987) tinggi rendahnya derajat motivasi berprestasi yang dimiliki individu, dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu :

1. Faktor individual a. Intelegensi

Intelegensi merupakan kecakapan yang bersifat potensial yang dimiliki individu dan merupakan salah satu unsur penting dalam proses pemecahan masalah yang dihadapi individu.

b. Penilaian tentang diri

Faktor lainnya adalah penilaian individu tentang kemampuan dirinya. Faktor ini merupakan salah satu komponen kepribadian yang dibentuk berdasarkan penilaian atau pandangan orang lain tentang dirinya maupun penilaian individu sendiri tentang kondisi fisiknya, kemampuan melakukan suatu tugas atau apa yang dirasakannya. Penilaian ini dapat berupa penilaian yang

(7)

bersifat positif maupun negatif. Bila individu memiliki penilaian diri yang positif, maka ia akan percaya pada kemampuan diri sendiri, aktif berusaha dan berani menghadapi tantangan. Dalam berprestasi, individu akan merasa tertantang untuk menyelesaikan tugas yang menuntut keahlian atau kemampuannya serta berusaha untuk mencapai standar keunggulan yang ditetapkan olehnya. Sebaliknya, seseorang yang memiliki penilaian diri negatif akan tampak kurang percaya diri dan kurang berani menghadapi tantangan meski ia sebenarnya memiliki kemampuan.

c. Self-efficacy

Self-efficacy, mengacu pada keyakinan individu pada dirinya untuk mampu

mencapai sukses. Semakin tinggi tingkat keyakinan seseorang maka individu akan semakin termotivasi untuk berprestasi.

d. Konsep Diri

Konsep diri adalah penilaian, pandangan, dan perasaan seseorang tentang dirinya. Konsep diri terdiri atas dua aspek, yaitu konsep diri fisik yang tercermin pada penampilannya, dan konsep diri psikologis yang terinci atas konsep diri akademis dan konsep diri sosial.

e. Jenis Kelamin

Laki-laki memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi karena laki-laki lebih dilatih untuk aktif, kompetitif, dan mandiri daripada perempuan karena perempuan lebih pasif, selalu bergantung pada orang lain dan kurang percaya diri.

(8)

f. Usia

Kualitas motivasi berprestasi mengalami perubahan sesuai dengan usia individu. Motivasi berprestasi individu tertinggi pada usia 20-30 tahun, dan mengalami penurunan setelah usia pertengahan.

g. Kepribadian

Faktor kepribadian juga dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Individu yang menganggap keberhasilan adalah karena dirinya akan memiliki motivasi berprestasi yang berbeda pula dengan individu yang menganggap keberhasilan hanya karena sesuatu diluar dirinya atau karena keberuntungan saja. Individu yang mengalami kecemasan akan semakin termotivasi karena adanya perasaan takut terhadap kegagalan.

2. Faktor Lingkungan a. Lingkungan keluarga

Suasana keluarga yang harmonis dan hangat akan memberikan rasa aman kepada individu untuk berekspresi secara bebas. Dengan suasana seperti ini, individu diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri dan akan merasa tertantang untuk dapat meraih prestasi yang lebih baik walaupun ia mengalami kegagalan.

b. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial turut mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi, bila lingkungan sosialnya memberi kesempatan pada individu untuk mengekspresikan kemampuannya, maka individu menjadi lebih percaya diri,

(9)

sehingga walaupun ia mengalami kegagalan, ia tetap terdorong untuk mengatasinya dan berusaha lebih baik.

Apabila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat untuk berprestasi tinggi.

B. Masyarakat India

1. Nilai-nilai Sosial Budaya India

Kebudayaaan dan kehidupan orang India sehari-hari ditentukan oleh sistem kepercayaan yang berasal dari agama Hindu. Dalam agama Hindu tercantum juga etika, bentuk masyarakat, dan juga keseluruhan yang berkaitan dengan etika tersebut. Keseluruhan ini disebut dengan agama Hindu. Jadi agama Hindu ialah agama orang India dan juga seluruh kebudayaan yang berkaitan dengan orang India (Ghonig, 2005).

Karakteristik utama filsafat India adalah kebatinan spiritualnya yaitu, orientasinya ke arah realisasi. Kepribadian orang India ditandai oleh konsep jiva. Jiva mewakili segala sesuatu mengenai seorang individu. Konsep jiva ini terdiri dari lima lapisan, lapisan terluar adalah tubuh (body), lapisan berikutnya adalah nafas kehidupan (mengarah kepada proses fisiologis), lapisan ketiga melibatkan sensasi dan fikiran yang mengkoordinasi fungsi sensoris, lapisan keempat

(10)

mewakili aspek kognitif dan yang kelima atau lapisan terdalam adalah atman, suatu asas abadi sebagai representasi Yang Esa (Panjpe dalam Berry dkk, 2004).

Etnis India mempercayai ajaran Karmaphala atau hukum karma untuk mempertebal keyakinan agar tidak melakukan tingkah laku yang menyimpang. Ajaran ini mengajarkan tentang hubungan antara perbuatan atau tingkah laku manusia itu sendiri. Apabila berbuat jahat atau berfikiran jahat maka akibat buruk yang didapat dan sebaliknya apabila berbuat baik maka kebaikan yang akan didapat. Etnis India juga percaya bahwa keharmonisan diri dengan alam dan lingkungan sekitar merupakan bagian dari keagamaan yang harus dilaksanakan. Karena manusia tidak dapat hidup sendri dan tidak dapat hidup tanpa alam sekitar, jadi harus adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya (Nuriah, 1990).

2. Sistem Pelapisan Sosial Etnis India

Di India diterapkan lapisan sosial tertutup. Lapisan Sosial ini terwujud dalam bentuk kasta. Di dalam seluruh kebudayaan India, sifat yang paling kuat ialah susunan kasta. Sistem kasta ini telah ada sejak berabad-abad yang lalu, yang disebut Yati, sedangkan sistemnya disebut Varna. Satu-satunya jalan untuk menjadi anggota yaitu melalui kelahiran atau keturunan. Kasta pada masyarakat India tersusun dari atas ke bawah, yaitu sebagai berikut :

a. Brahmana, yaitu kasta para pendeta agama Hindu, yang merupakan lapisan tertinggi pada masyarakat

(11)

b. Ksatria , yaitu kasta para bangsawan dan tentara

c. Waisya, yaitu kasta para pedagang. Kasta ini dianggap sebagai kelompok lapisan menengah pada masyarakat

d. Sudra , yaitu kasta yang dimiliki oleh orang kebanyakan atau rakyat jelata e. Di dalam sistem kasta ini terdapat kelompok masyarakat yang tidak

memiliki kasta atau budak. Adapun mereka yang tidak berkasta disebut kaum Paria.

Kasta pada masyarakat India ini mempunyai ciri -ciri sebagai berikut :

1. Keanggotaan pada kasta diperoleh karena keturunan / warisan

2. Keanggotaan yang diwariskan berlaku seumur hidup karena seseorang tidak mungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia dikeluarkan dari kastanya

3. Perkawinan bersifat endogam, artinya harus menikah dengan orang yang sekasta

4. Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas 5. Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta tertentu, terutama nyata dari

nama kasta

6. Kasta diikat oleh kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan 7. Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan

Susunan kasta tersebut kedudukannya sangat kompleks dan sampai sekarang masih tetap dipertahankan walaupun masyarakat India sendiri terkadang tidak mengakuinya. Lapisan sosial bersifat tertutup ini lebih bersifat statis,

(12)

terutama mereka yang berada pada lapisan bawah jarang memiliki cita-cita yang tinggi karena masyarakat akan melecehkannya atau terkadang keberhasilan yang ditempuh seseorang tidak diakui. Dengan demikian, kedudukan yang dimiliki setiap individu sebagai anggota masyarakat relatif bersifat permanen. Begitu pula hubungan yang dilakukan dengan sesama anggota masyarakat yang berlainan lapisan harus dibatasi sesuai dengan kedudukan sosial yang dimiliki. Sistem lapisan sosial tertutup ini sering disebut sebagai sistem yang kaku atau ekstrim. Sebagai akibatnya, kemampuan pribadi tidak diperhitungkan dalam menentukan tinggi rendah kedudukan seseorang dalam masyarakat (Waluya, 2007).

3. Karakteristik Etnis India

Karakter orang India adalah ulet dan pekerja keras (Oentoro 2010). Orang India mementingkan hal yang bersifat universal, mengecilkan arti individualitas, memandang segala sesuatu sebagai kesatuan statik, menganggap kepribadian manusia dari segi subektif, tunduk kepada hal universal, terasing dari dunia nyata, serta suka kepada pemikiran introspektif dan metafisik (Habib, 2004).

Orang India cukup santai terhadap waktu dan ketepatan waktu. Oleh karena hierarki di masyarakat India yang kaku, keputusan hanya dilakukan oleh eksekutif tingkat atas (Cateora, 2007). Bangsa India karakternya, jiwanya, dan corak jiwanya religius (Soekarno, 2006) . Orang India menjunjung tinggi intuisi, sikap subjektivitas, sifat samar, sikap lepas bebas dan mengupayakan penindasan keinginan (Bahm,2003).

(13)

4. Pembagian Suku Etnis India

India memiliki bermacam-macam hal yang berkaitan dengan ras, etnis, agama dan bahasa yang sangat berbeda. Sulit untuk membuat suatu pengelompokan yang sederhana untuk semua penduduk. Suatu penelitian yang dilaksanakan pada tahun 1991 menemukan adanya 4.635 masyarakat atau suku. India Utara dan tengah terdapat beragam suku seperti Hindi, Marath, Bengal, Urdu, Bhojpurbihar, Gujarat, Oriya, Punjab, Sindhi, Rajasthan/Mawar, Assam, Nepal, Kasmir, Lambad/Gypsy, Konkan dan Bagri. India Selatan terdapat orang Dravida. Dravida sendiri terbagi atas 4 suku yakni, Tamil, Telugu, Kannada, dan Malayalam (Cahyono, 2003).

Masyarakat India di Indonesia mempunyai sub kelompok yakni Punjabi, Tamil, Sindhi, Telegu, Gujarat. Kelompok India Tamil yang berasal dari India Selatan merupakan etnis India terbesar di kota Medan. Orang India lainnya yang terdapat di Medan adalah Punjabi. Suku bangsa Punjabi adalah kelompok suku bangsa Indo-Arya dari Asia Selatan yang berasal dari India Utara (Waspada, Juni 2011).

5. Masyarakat India di Kota Medan a. Komunitas Tamil

Komunitas Tamil merupakan komunitas yang berasal dari India. Menurut sejarahnya, mereka adalah pendatang yang pada awalnya sebagai kuli di perkebunan Deli. Mereka pertama kali dibawa masuk ke Indonesia oleh pemerintah Belanda pada abab ke 19, mereka umumnya dibawa sebagai pekerja pada sejumlah perkebunan di kota Medan, pulau Sumatera. Sebagian besar berasal

(14)

dari India bagian selatan, namun tidak sedikit pula yang berasal dari India bagian utara (Sinar, 2001)

Umumnya etnis Tamil berasal dari kerajaan Drawidia di India Selatan, sebagian besar dari mereka berasal dari kelas atau status sosial ekonomi rendah dan tidak terpelajar. Mereka dibujuk untuk datang ke tanah Deli dengan cerita tentang kekayaan dan kesuburan Tanah Deli serta dijanjikan akan mendapatkan pekerjaan mudah dengan bayaran tinggi pada industri perkebunan yang berkembang pada masa itu (Sinar, 2001).

Etnis Tamil yang masuk ke Indonesia kebanyakan dipekerjakan di perusahaan perkebunan Belanda yang bernama Deli Maatschappij. Pada kenyataannya mereka tidak mendapatkan seperti apa yang dijanjikan. Mereka dipekerjakan sebagai buruh kasar dengan beban kerja yang sangat berat tetapi gaji yang diperoleh rendah. Mereka juga menempati perumahan yang tidak layak. Mereka banyak diasosiasikan dengan pekerjaan kasar, seperti kuli perkebunan, kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot. Hal ini terkait dengan latar belakang orang Tamil yang datang ke Medan, yaitu mereka yang berasal dari golongan rendah di India, yang tentu saja memiliki tingkat pendidikan yang amat rendah pula (Sinar, 2001).

Etnis tamil tidak hanya tersebar di Sumatera Utara, tetapi juga mereka banyak menetap di Jakarta dan di Sigli, Aceh. Kebanyakan dari masyarakat Tamil beragama Hindu, namun tidak sedikit pula yang beragama Islam dan Kristen. Istilah “keling” di Sumatera Utara digunakan untk menyebut orang India yang

(15)

identik dengan kulit gelap, khususnya masyarakat Tamil dan julukan ini cenderung memiliki konotasi negatif. Padahal sebenarnya istilah kata “keling” ini digunakan untuk orang Jawa yang berasal dari kerajaan Kalingga di Jawa Tengah. Namun orang Belanda membuat kesalahan pengucapan kata Kalingga sehingga menjadi kata keling. Hal ini juga berdampak pada penyebutan nama daerah yang sampai saat ini merupakan salah satu pusat kebudayaan dan pengembangan etnis Tamil yaitu Kampung Keling (Bates, 2001).

Dari segi ekonomi mayoritas orang-orang India Tamil bermata pencaharian sebagai pedagang. Orang India Tamil umumnya berjualan makanan seperti martabak, burger, mie goreng, sate, nasi goreng, mie balap, bubur candil dan lain-lain. Tidak jarang juga orang-orang India Tamil bermata pencaharian dari hasil Salon, Laundry dan ada juga yang hanya sebagai tukang parkir (Florence, 2008).

Dalam sistem kasta, orang Tamil menduduki golongan kasta Sudra. Hal ini sesuai dengan kasta mereka ketika didatangkan sebagai buruh di perkebunan Deli. Falsafah hidup orang India Tamil berbunyi “ Yathum Ure, Yawerum Kellir “ yang artinya bahwa mereka harus menjaga budaya dan tingkah laku dalam bermasyarakat dimanapun mereka berada. Solidaritas kelompok diantara orang Tamil masih kuat yakni berupa sistem tolong menolong atau yang disebut dengan “Uthewi Sheitel”. Solidaritas mereka diwujudkan pada saat mengadakan kegiatan perkawinan, rangkaian upacara kematian dan acara hari-hari besar mereka. Sistem tolong menolong ini memiliki prinsip timbal balik, orang yang pernah ditolong

(16)

harus membantu mereka ketika membutuhkan dan demikian pula sebaliknya (Florence, 2008).

b. Komunitas Punjabi

Orang Punjabi menganut Agama Sikh. Ajaran Sikh merupakan bagian dari agama Hindu yang didirikan pada abad ke-16 di Punjab. Guru Nanak merupakan pembawa ajaran sikh. Guru Nanak mengambil yang terbaik dari agama Hindu dan Islam selanjutnya menggabungkan kedua agama tersebut, sehingga terbentuk ajaran sikh. Dari kedua agama tersebut, ajaran sikh mengikuti sisi teologi dari agama Islam yaitu tentang keyakinan satu Tuhan serta percaya kepada Allah Yang Maha Esa dan melarang penggunaan berhala. Selain itu, ajaran Sikh mengikuti sisi ritual dari agama Hindu yaitu pengaruh tradisi Hindu yang sangat kental (Veneta, 1998).

Dalam sistem kasta, orang India Punjabi menduduki kasta Ksatria. Komunitas ini masih memegang teguh sistem kasta. Mereka ditekankan untuk menikah dengan sesama kasta dan mereka lebih mengutamakan satu etnik yang kastanya sama baik untuk dipekerjakan di usaha mereka maupun untuk ditolong pada saat kesulitan (Florence, 2008).

Orang Punjabi diajarkan bahwa dalam hidup harus taat pada aturan agama dan budaya mereka. Ada tiga prinsip utama dalam agama Sikh, Kiri Kero, Nam Japo, dan Wand Shako. Kiri Kero artinya setiap orang Sikh harus bekerja mencari nafkah dengan jalan halal. Nam Japo artinya di sepanjang hari harus menyebut nama Tuhan yang Maha Esa. Wand Shako artinya harus memberi sedekah kepada sesama manusia (Florence, 2008).

(17)

Orang Punjabi yang beragama Sikh sudah hadir di Sumatera Utara sejak awal perkebunan tembakau dibuka. Asal-usul mereka dapat ditelusuri ke Amritsar atau Jullundur di kawasan Punjab, India. Mereka biasanya datang ke Deli untuk beberapa tahun dan kembali ke India untuk menikah, lalu membawa isterinya kembali ke Sumatera. Di Sumatera Utara mereka banyak bermukim di kota Medan, Binjai, dan Pematang Siantar. Pada umumnya dulu mereka bekerja sebagai pengawas dan pengantar surat di perkebunan, serta memelihara ternak sapi (Mani, 1980).

Berbeda dengan orang Tamil yang bermukim di suatu tempat yang relatif menyatu dan mudah dikenali menurut nama-namanya, orang Punjabi tidak bermukim di suatu tempat yang demikian. Mereka tersebar di kota maupun di pinggiran kota berbaur dengan pemukiman penduduk lainnya. Biasanya mereka bertempat tinggal dekat dengan lokasi usaha, misalnya di sekitar pusat perdagangan, dan juga di bagian pinggiran kota di mana mereka bisa memelihara sapi. Tidak diketahui dengan jelas berapa jumlah mereka saat ini di kota Medan. Diperkirakan jumlah mereka lebih dari 5000 orang termasuk yang berada di Pematang Siantar dan Binjai (Lubis, 2005).

Berbeda dengan orang Tamil yang sebagian dipekerjakan sebagai kuli di perkebunan pada masa kolonial, orang-orang Punjabi pada umumnya bekerja sebagai petugas jaga malam, pengawal, maupun sebagai upas. Dengan bekal pendidikan mereka yang relatif lebih baik, orang-orang Punjabi dapat mengisi berbagai lowongan pekerjaan administratif di kantor-kantor perusahaan yang ada di Medan ketika itu (Lubis, 2005).

(18)

Pekerjaan yang ditekuni oleh orang-orang Punjabi berada di seputar triple S, yaitu susu, sport, dan sekolah (pendidikan). Pada masa sekarang boleh dikatakan mereka yang menguasai bisnis tersebut, meskipun banyak juga di antara orang-orang Punjabi yang sudah menggeluti profesi lain seperti dokter, dosen, manajer, akuntan, dan lain sebagainya. Jenis usaha lain yang banyak digeluti bahkan jaringan bisnisnya dikuasai oleh orang-orang Punjabi adalah bisnis alat-alat olah raga dan musik, yang di Medan dikenal dengan sebutan toko sport. Diperkirakan usaha toko sport ini sudah berkembang di Medan sejak tahun 1930-an (Veneta 1998).

C. Perbedaan Motivasi Berprestasi India Tamil dan Punjabi di Kota Medan Masyarakat India di Indonesia mempunyai sub kelompok yakni Punjabi, Tamil, Sindhi, Telegu, dan Gujarat. Kelompok India Tamil yang berasal dari India Selatan merupakan etnis India terbesar di kota Medan . Orang India lainnya yang terdapat di Medan adalah Punjabi yang berasal dari India Utara (Waspada, Juni 2011).

India Punjabi yang ada di kota Medan tergolong tekun dan sukses menjalankan bisnis mereka dibandingkan dengan etnis India Tamil, sehingga baik secara ekonomi maupun tingkat pendidikan, Punjabi terlihat lebih mapan dibandingkan suku-suku India lain yang menetap di Sumatera Utara (Lubis, 2005).

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah seorang tokoh India Tamil, Mose Allegessen, bahwa tidak sedikit wanita India Tamil yang ke Malaysia

(19)

sebagai TKI. Tidak adanya orang Tamil yang diterima menjadi pegawai negeri sipil dan juga wilayah kampung Madras seluas 10 hektar yang sebetulnya area yang penuh dengan peluang kerja namun ternyata di tempat seperti itu tidak ada orang Tamil yang diterima bekerja (Waspada, Juni 2011).

Di dalam seluruh kebudayaan India sifat yang paling kuat ialah susunan kasta (Waluya, 2007). Dalam sistem kasta, India Tamil ditempatkan pada kasta yang lebih rendah daripada India Punjabi. India Tamil menduduki kasta Sudra sedangkan India Punjabi menduduki kasta Ksatria (Florence, 2008).

LeVine (dalam Martaniah, 1998) menyatakan bahwa kebudayaan akan mempengaruhi motif sosial. Maka dapat diperkirakan bahwa budaya kasta pada etnis India akan mempengaruhi motif sosial mereka. Motif sosial merupakan motif yang mendasari aktifitas yang dilakukan individu dalam reaksinya terhadap orang lain (Borkowitz dalam Martaniah, 1998). Motif sosial terdiri dari motivasi afiliasi, berprestasi dan berkuasa.

Sistem kasta telah dihapuskan sejak tahun 1950, tetapi dampaknya pada persepsi masyarakat India tetap bertahan. Kasta yang rendah mempersepsikan dirinya dan dipersepsikan oleh masyarakat sebagai inferior dalam domain tugas dan tugas kognitif lainnya. Secara umum stigma kasta mereka menandai mereka tidak mampu. Persepsi individu terhadap dirinya mempengaruhi motivasi berprestasi (Hoff dan Pandey, 2006).

Apabila individu memandang positif terhadap kemampuan dirinya maka individu tersebut akan berusaha mencapai apa yang diinginkannya, begitu juga sebaliknya apabila individu memandang negatif terhadap kemampuan dirinya

(20)

maka seseorang tersebut akan merasa bahwa dirinya tidak mampu untuk mencapai suatu prestasi sehingga dalam dirinya kurang memiliki motivasi untuk meraih sesuatu (Fernald dan Fernald, 1999).

Penelitian Hoff dan Pandey (2008) menunjukkan perbedaan motivasi berprestasi antara siswa yang berasal kasta tinggi dan kasta rendah. Mereka yang berasal dari kasta yang tinggi memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kasta rendah. Menurut Hoff dan Pandey (2008) hal ini dikarenakan mereka yang berasal dari kasta tinggi termotivasi oleh lingkungan sosial mereka.

Hal ini sejalan dengan penelitian Florence (2008) yang menyebutkan bahwa budaya dalam bentuk kasta telah menyebabkan perbedaan ekonomi antara India Tamil dan Punjabi. Budaya kasta telah mempengaruhi motivasi kerja dan moral ekonomi komunitas Tamil dalam berdagang sehingga sulit berkembang. Pada umumnya komunitas Tamil hanya memiliki usaha yang lebih kecil seperti pedagang kaki lima, warung kecil, dan tukang parkir sedangkan komunitas Punjabi memiliki toko dalam mengembangkan usaha mereka.

Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan juga mempengaruhi motivasi berprestasi individu, apabila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat untuk berprestasi tinggi (Hill & Shelton dalam Martaniah, 1998).

(21)

Menurut McClelland (1987) salah satu faktor keberhasilan/kesuksesan individu adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan konsep personal yang merupakan faktor pendorong untuk meraih atau mencapai sesuatu yang diinginkannya dengan kesuksesan (keberhasilan).

Terdapat suatu penelitian yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi memiliki hubungan yang selaras dengan tingkat ekonomi seseorang (Laurier dalam Hariyono, 2006). Motivasi berprestasi juga dapat menjelaskan mengapa suatu kelompok dapat lebih sukses secara ekonomi daripada kelompok lain. Motivasi yang tinggi sering diasosiasikan dengan kesuksesan dalam materi dan karir. McClelland (1987) menjelaskan bahwa hal yang bertanggung jawab terhadap perkembangan ekonomi suatu negara ataupun suatu kelompok adalah motivasi berprestasi. Perkembangan ekonomi India Punjabi yang lebih baik daripada India Tamil di Kota Medan dikarenakan India Punjabi memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi daripada India Tamil di kota Medan.

D. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan kerangka berpikir yang diajukan di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah India Punjabi memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi daripada India Tamil di kota Medan .

Referensi

Dokumen terkait

Lebih lanjut, dengan menggunakan teknik lesap dapat diketahui pelesapan kata baik pada data (41b) menyebabkan frasa itu tidak gramatikal, maka kata baik sebagai UI memiliki

dapat mengatur masalah keuangan dan perbankan, sehingga pengaturan yang bersumber pada negara (pemerintah federal) lah yang berlaku secara nasional.. dengan ketentuan

Dalam bidang industri farmasi, perkembangan tekhnologi farmasi sangat berperan aktif dalam peningkatan kualitas produksi

Kelompok Collembola yang ditemukan pada sampel tanah yang diidentifikasi adalah Isotomiela, memiliki panjang tubuh sekitar 0,5-1,5 mm, tidak memiliki pigmen, tanpa

Kontribusi dari kegiatan pertanian ini juga belum dapat dievaluasi, karena sampling air laut yang dilakukan masih berada mendekati pantai, sehingga perlu dilakukan sampling

Tabel 5 menunjukkan bahwa faktor yang paling memepengaruhi terjadinya pencurian mesin traktor di Kabupaten Sidenreng Rappang adalah faktor kemiskinan, sebanyak

Intervensi Integrated Neuromuscular Inhibition Technique (INIT) dan Infrared Lebih Baik Dalam Menurunkan Nyeri Myofascial Pain Syndrome Otot Upper Trapezius

Pada pembahasan-pembahasan di DPR, meski secara formal ruang yang disediakan bagi partisipasi publik hanya ada pada mekanisme RDPU, namun pada pembahasan RUU PP, Koalisi