• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sikap Terhadap Bullying 1. Pengertian Sikap - BAB II INANDY ARMADA PSIKOLOGI'18

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sikap Terhadap Bullying 1. Pengertian Sikap - BAB II INANDY ARMADA PSIKOLOGI'18"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sikap Terhadap Bullying

1. Pengertian Sikap

Walgito (2003) sikap merupakan suatu bentuk pendapat individu

yang disertai dengan adanya perasaan tertentu, sehingga dapat

menimbulkan respon dalam bentuk cara yang telah dipilih individu

tersebut. Allport ( dalam Susilo 2015) sikap adalah suatu keadaan mental

dan syaraf sehubungan dengan kesiapan atau reflek menanggapi,

berdasarkan oleh pengalaman dan memiliki pengauh yang mengarahkan

terhadap perilaku

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai sikap dapat diambil

kesimpulan bahwa sikap adalah suatu bentuk respon atau reaksi dari

individu yang bisa berupa respon emosional, respon kogniif terhadap suatu

objek atau subjek.

2. Komponen Sikap

Azwar (2007) sikap memiliki tiga kommponen yakni ;

a. Kognitif

Merupakan sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap

objek atau subjek.

b. Afektif

(2)

c. Kecenderungan tindakan ( konatif)

Keinginan untuk menunjukan suatu sikap sesuai dengan keyakinan dan

keinginan individu.

3. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Azwar (2007) fakor yang mempengaruhi pembentukan sikap

diantaranya yaitu :

a. Pengalaman pribadi

Merupakan dasar pembentukan sikap. Apabila individu tidak memiliki

pengalaman dengan suatu objek psikologis maka akan cenderung

membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut

b. Kebudayaan

Kebudayaan memiliki peran dalam pembentukan sikap individu

terhadap berbagai masalah. Dalam contoh, apabila dalam budaya di

ajarkan untuk hidup berkelompok, maka sangat besar

kemungkinannya individu memiliki sikap negatif terhadap

individualisme.

c. Orang lain yang dianggap penting

Individu cenderung memilih untuk mengambil sikap berdasarkan

konformis dengan seseorang yang dianggap pentinng. Kecenderungan

ini dimotivasi untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap

(3)

d. Media masa

Memiliki pengaruh dalam pembentukan sikap. Dikarenakan dalam

penyampaian informasi pada media masa membawa pesan-pesan yang

berisi sugesti yang dapat mengarahkan seseorang. Pesan –pesan yang

dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberi

dasar afektif dalam menilai sesuatu hal, sehingga terbentuk arah sikap

tertentu.

e. Institusi

Dalam institusi pendidikan maupun institusi agama memiliki sistem

pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan di dalam institusi

menerapkan konsep moral dalam diri individu.

f. Faktor emosi dalam diri individu

Suatu bentuk sikap dapat terbentuk merupakan pernyataan yang

didasari oleh emosi individu sebagai pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego.

4. Pengertian Bullying

Coloroso (2006) bullying merupakan aktifitas sadar, dan bertujuan

untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih

lanjut dan menciptakan teror yang didasari oleh ketidak seimbangan

kekuatan, niat untuk mencenderai, ancaman agresi lebih lanjut, terror,

yang dapat terjadi jika penindasan meningkat tanpa henti. Olweus (2004)

mengartikan bullying sebagai suatu perilaku agresif yang diniatkan untuk

(4)

dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam hubungan yang tidak terdapat

keseimbangan kekuasaan atau kekuatan di dalamnya.

Menurut Rigby (2002) bullying merupakan suatu hasrat untuk

menyakiti yang diperlihatkan dalam aksi yang dapat menyebabkan

penderitaan pada korbannya. Aksi ini dapat dilakukan oleh individu

ataupun kelompok yang lebih berkuasa, tidak bertanggung jawab dan

dilakukan berulang kali dengan sengaja untuk menyakiti korban.

Donnellan (2006) menambahkan bullying merupakan interaksi antara

pelaku bullying (individu yang dominan) terhadap korban bullying

(individu kurang dominan) dengan cara menunjukan perilaku agresif.

Sullivan (2005) mengartikan bullying sebagai serangkaian tindakan

negatif dan agresif yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang

terhadap orang lain dalam beberapa periode waktu tertentu. Istilah bullying

diilhami dari kata bull (bahasa Inggris) yang berarti “banteng” yang suka

menanduk. Pihak pelaku bullying biasa disebut bully. Bullying adalah

sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan

yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Pihak yang kuat di sini

tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tapi bisa juga kuat secara

mental. Dalam hal ini sang korban bullying tidak mampu membela atau

mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik dan mental (Sejiwa,

2008).

Murphy (dalam Rahmawan 2012) memandang bullying sebagai

(5)

seimbangan kekuatan serta orang atau kelompok yang menjadi korban

adalah yang tidak memiliki kekuatan dan perlakuan ini terjadi

berulang-ulang dan diserang secara tidak adil.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Bullying

Menurut Usman (dalam Oktaviana 2014) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya perilaku bullying antara lain faktor kepribadian,

faktor interpersonal siswa dengan orangtua, faktor pengaruh teman sebaya,

dan faktor iklim sekolah. Adapun menurut Astuti (dalam Rahmawan,

2012) menyatakan bahwa terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi

terjadinya bullying yaitu :

a. Perbedaan kelas ekonomi, agama, gender, etnisitas atau rasisme Pada

dasarnya, perbedaan (terlebih jika perbedaan tersebut bersifat ekstrim)

individu dengan suatu kelompok, jika tidak toleransi oleh anggota

kelompok tersebut, maka dapat menjadi penyebab bullying.

b. Senioritas

Perilaku bullying seringkali juga justru diperluas oleh siswa sendiri

sebagai kejadian yang bersifat lazim. Pelajar yang akan menjadi senior

menginginkan suatu tradisi untuk melanjutkan atau menunjukkan

kekuasaan, penyaluran dendam, iri hati atau mencari popularitas

c. Tradisi senioritas

Senioritas yang salah diartikan dan dijadikan kesempatan atau alasan

(6)

periode saja. Hal ini tak jarang menjadi peraturan tak tertulis yang

diwariskan secara turun menurun kepada tingkatan berikutnya

d. Keluarga yang tidak rukun

Kompleksitas masalah keluarga seperti ketidakhadiran ayah, ibu

menderita depresi, kurangnya komunikasi, antara orang tua dan anak,

perceraian atau ketidakharmonisan orang tua dan ketidakmampuan

sosial ekonomi merupakan penyebab tindakan agresi yang signifikan

e. Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif

Bullying juga dapat terjadi jika pengawasan dan bimbingan etika dari

para guru rendah, sekolah dengan kedisiplinan yang sangat kaku,

bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten

f. Karakter individu atau kelompok, seperti;

1) Dendam atau iri hati, karena pelaku merasa pernah diperlakukan

kasar dan dipermalukan sehingga pelaku menyimpan dendam dan

kejengkelan yang akan dilampiaskan kepada orang yang lebih lemah

atau junior pada saat menjadi senior.

2) Adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuasaan fisik

dan daya tarik seksual, yaitu keinginan untuk memperlihatkan

kekuatan yang dimiliki sehingga korban tidak berani melawannya.

3) Untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman

sepermainan (peers), yaitu keinginan untuk menunjukkan eksistensi

(7)

g. Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban.

Korban seringkali merasa dirinya memang pantas untuk

diperlakukan demikian (bully), sehingga korban hanya mendiamkan hal

tersebut terjadi berulang kali padanya. Di bawah ini terangkum

beberapa pendapat orang tua dalam sebuah pelatihan tentang mengapa

anak-anak menjadi bully (Sejiwa, 2008) ; a) karena mereka pernah

menjadi korban bullying, b) ingin menunjukkan eksistensi diri, c) ingin

diakui, d) Pengaruh tayangan TV yang negatif, e) senioritas, f) hati, g)

menutupi kekurangan diri, h) mencari perhatian, i) balas dendam, j)

iseng k) sering mendapat perlakuan kasar di rumah dan dari

teman-teman, l) ingin terkenal, m) ikut-ikutan .

6. Jenis-jenis Bullying

Ada beberapa jenis dan wujud bullying, menurut Sullivan dan clearly

(2005) bentuk bullying dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori:

bullying fisik, bullying non-fisik/verbal, dan bullying mental/psikologis.

a. Bullying fisik

Bullying fisik adalah jenis bullying yang kasat mata. Siapapun

bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan

korbannya. Contoh-contoh bullying fisik antara lain: menampar,

menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar

dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan, dan

(8)

b. Bullying non-fisik/verbal

Bullying non-fisik/verbal adalah jenis bullying yang bisa

terdeteksi karena bisa tertangkap indra pendengaran. Contoh-contoh

bullying verbal antara lain: memaki, menghina, menjuluki, meneriaki,

mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gosip,

dan memfitnah.

c. Bullying mental/psikologis

Bullying mental/psikologis adalah jenis bullying yang paling

berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga kita jika kita

tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam-diam

dan luar radar pemantauan. Contoh-contohnya: memandang sinis,

memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum,

mendiamkan, mengucilkan, mempermalukan, meneror lewat pesan

pendek telepon genggam atau e-mail, memandang yang merendahkan,

memelototi, dan mencibir.

7. Sikap terhadap Bullying

Menurut (Susilo 2015) Sikap terhadap bullying dapat diartikan

sebagai penilaian, perasaan, dan kecenderungan bertindak individu

terhadap perilaku menyakiti, mengancam, dan menakuti baik fisik maupun

psikis yang dilakukan secara berulang-ulang yang dilakukan oleh individu

lain secara pribadi atau berkelompok terhadap orang yang lemah, dan

(9)

B. Permainan Tradisional “Bentengan”

1. Permainan Tradisional

Menurut Nani (2007) permainan tradisional adalah sejenis

permainan warisan nenek moyang. Ia adalah adalah salah satu aktiviti

bermain yang dicipta oleh nenek moyang yang dimainkan di seluruh

rantau negeri Tanah Melayu suatu ketika dahulu. Sedangkan menurut

Sukintaka (1992) permainan tradisional merupakan permainan yang telah

dilakukan oleh anak-anak pada suatu daerah secara tradisi. Tradisi disini

memiliki arti bahwa permainan tersebut telah dimainkan dari suatu zaman

ke zaman berikutnya yang telah diwarisi dari generasi yang satu ke

generasi berikutnya.

Menurut Iswinarti ( 2017) ada konsensus bahwa permainan

tradisional merujuk pada aktivitas - aktivitas seperti engklek, permainan

kelereng , lompat tali yang sebetulnya beberapa permainan seperti lelucon

praktis, ritus iniasi, pemberian nama julukan, dan sebagainya juga

merupakan permainan tradisional selama permainan tersebut memiliki

sejarah yang panjang dan terdokumentasi.

Iswiniarti (2005) melakukan studi pendahuluan tentang permainan

tradisional di Indonesia dan diperoleh sebanyak 43 permainan.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut dilakukan analisis tehadap

Permainan Tradisional Indonesia yang dilakukan oleh anak-anak indonesia

ternata memiliki manfaat yang besar dalam perkembangan intelektual,

(10)

a. Dalam Perkembangan Intelektual, permainan tradisional ini dapat

memberi sumbangan bagi kemampuan anak dalam berfikir logis,

mengikuti aturan, mengatur strategi, berhitung, dan kemampuan

kreatifitas.

b. Dalam perkembangan sosial, dapat membantu anak untuk

bersosialisasi, berkomunikasi, berkompetisi, bekerja sama, belajar

menjadi pemimpin, belajar menjadi anggota.

c. Dalam perkembangan kepribadian, dapat meningkatkan harga diri rasa

percaya diri, seta membuat anak bergembira sehingga mengurangi

ketegangan emosional yang dialami.

Tabel 1.1 Aspek Kompetensi Sosial Dalam Permainan Tradisional (Iswinarti, 2008)

No.

Nama Permainan

Aspek Kompetensi Sosial Problem

Solving

Pengendalian Diri

Empati Kerja Sama

1. Batu Taba √ √ √ √

2. Bentengan √ √ √ √

3 Bekelan √ √ - -

4 Cician √ √ √ √

5 Congklak

Lidi

√ √ - -

6

Cublak-cublak Suweng

√ √ √ √

7 Dakon √ √ - -

8 Dam-

daman

√ √ - -

9 Dingklik √ √ - √

10 Engklek √ √ - -

11 Enthik √ √ √ √

12 Gembatan √ √ √ √

13 Goak-goakan

√ √ √ √

14 Gobak Sodor

√ √ √ √

(11)

16 Isutan Jarat √ √ √ √

17 Kelereng √ √ - -

18 Keng- keng √ √ √ √

19 Ketek Karet √ √ √ -

20 Kodok-kodokan

√ √ - √

21 Landar-lundur

√ √ √ √

22 Lelade √ √ √ √

23 Lompat tali √ √ √ √

24 Main kemwereh

√ √ - -

25 Mpa’a isi

mangge

√ √ - √

26 Penteng √ √ √ √

27 Petak jongkok

√ √ √ -

28 Petak umpet √ √ √ √

29 Plek-plek tembako

√ √ √ √

30 Sepak tekong

√ √ √ √

31 Slenthik √ √ √ √

32 Tepuk Nyamuk

√ √ √ √

33 Tokyo √ √ - √

34 Gwak-gwak gong

√ √ √ √

2. Permainan Tradisional Bentengan

Menurut Hamzani dan Siregar (1998) permainan tradisional

mempunyai makna sesuatu (permainan) yang dilakukan dengan berpegang

teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun dan

dapat memberikan rasa puas atau senang bagi pelaku. Berdasarkan

penjelasan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan permainan tradisional

adalah permainan warisan dari nenek moyang yang dimainkan oleh

(12)

dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun dan dapat memberikan

rasa puas atau senang bagi pelaku. Permainan tradisional yang digunakan

dalam penelitian ini adalah permainan tradisional bentengan. Permainan

bentengan menurut Husna (2009) menggunakan cara bermain sebagai

berikut:

a) Pemain dibagi menjadi dua grup.

b) Masing-masing grup memilih tiang atau pohon sebagai bentengnya

c) Tugas setiap grup adalah merebut benteng musuh.

d) Setiap pemain harus menyentuh tiang untuk memperbarui kekuatannya.

e) Pemain yang tertangkap akan menjadi tawanan musuh dan dipenjara

disebelah benteng lawan.

f) Pemain yang tertangkap dapat diselamatkan jika disentuh oleh teman

satu grupnya.

g) Pemain yang menang adalah kelompok yang dapat meebut benteng

lawan dengan cara menyentuh.

(13)

3. Aspek Psikologis dalam Permainan Tradisional Bebentengan

Menurut Iswinarti (2008) Aspek psikologis didalam permainan tradisional

diantaranya :

a. Dapat meningkatkan problem solving

Dalam aspek problem solving ini adalah pembelanjaran kemampuan

mengatur strategi, mengambil keputusan, dan resolusi konflik.

b. Meningkatkan empati

Dalam aspek empati ini adalah memahami perasaan,pandangan, dan

kondisi anak lain.

c. Meningkatkan kerja sama

Dalam aspek kerjasama ini adalah berinteraksi positifdengan anak

lain, berbagi gagasan atau strategi, bekerja dengan anak lain dalam

kelompok.

d. Meningkatkan pengendalian diri

Dalam aspek pengendalian diri adalah mengikuti aturan permainan,

membedakan perilaku yang benar dan yang salah, mengekspresikan

perasaan dengan tindakan yang tepat.

4. Efektifitas Permainan Tradisional “Bentengan”

Menurut (Azwar, 2017) efektifitas bertujuan untuk melihat efek atau

suatu pengaruh pemberian intervensi terhadap suatu atribut yang diteliti,

bukan atribut target modul tersebut. .

Iswiniarti (2005) melakukan studi pendahuluan tentang permainan

(14)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut dilakukan analisis tehadap

Permainan Tradisional Indonesia yang dilakukan oleh anak-anak indonesia

ternyata memiliki manfaat yang besar dalam perkembangan intelektual,

sosial, maupun kepribadian anak. Yaitu :

a. Dalam Perkembangan Intelektual, permainan tradisional ini dapat

memberi sumbangan bagi kemampuan anak dalam berfikir logis,

mengikuti aturan, mengatur strategi, berhitung, dan kemampuan

kreatifitas.

b. Dalam perkembangan sosial, dapat membantu anak untuk

bersosialisasi, berkomunikasi, berkompetisi, bekerja sama, belajar

menjadi pemimpin, belajar menjadi anggota.

c. Dalam perkembangan kepribadian, dapat meningkatkan harga diri rasa

percaya diri, seta membuat anak bergembira sehingga mengurangi

ketegangan emosional yang dialami.

Penelitian ini mengggunakan permainan tradisional bentengan

sebagai media untuk menurunkan sikap bullying karena permainan

bentengan memiliki aspek kompetensi sosial. Menurut Iswinarti (2017)

aspek kompetensi sosial didalam permainan tradisional bentengan

diantaranya adalah ; a) problem solving, b) pengendalian diri, c) empati, d)

kerjasama.

Sedangkan menurut Olweus (dalam Karina 2013) bahwa remaja

(15)

sikap positif terhadap kekerasan, b) impulsif, c) ingin mendominasi orang

lain, d) kurang memiliki rasa empati.

Sehingga dari beberapa aspek kompetensi sosial dalam permainan

tradisional bentengan tersebut diasumsikan dapat menurunkan sikap

bullying melihat dari karakteristik remaja sebagai pelaku bullying.

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan

manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis,

perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Remaja sering kali

didefinisikan sebagai periode transisi antara masa kanak-kanak ke masa

dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan

tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya

dan sebagainya.

Kartono (1995) “masa remaja disebut pula sebagai penghubung

antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa”. Pada periode ini terjadi

perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan

fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi-fungsi seksual.

Rumini (2004) “menjelaskan masa remaja adalah masa peralihan

dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan

(16)

World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja (dalam

Sarlito 2006) adalah suatu masa ketika:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Berdasarkan beberapa

pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada

masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai

dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan

sosial.

d. Batasan Usia Remaja

Terdapat batasan usia pada masa remaja yang difokuskan pada

upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk

mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa.

2. Tahapan Perkembangan Remaja

Menurut Kartono (1995) dibagi tiga yaitu:

a. Remaja Awal (12-15 Tahun) Pada masa ini, remaja mengalami

perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual

yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar

(17)

belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Selain itu pada

masa ini remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas

dan merasa kecewa.

b. Remaja Pertengahan (15-18 Tahun) Kepribadian remaja pada masa ini

masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru

yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri.

Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan

perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari perasaan

yang penuh keraguan pada masa remaja awal ini rentan akan timbul

kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja

menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian

terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini

remaja menemukan diri sendiri atau jati dirnya.

c. Remaja Akhir (18-21 Tahun) Pada masa ini remaja sudah mantap dan

stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola

hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian.

3. Karakteristik Remaja Sebagai Pelaku Bullying

Menurut Olweus (dalam Karina 2013) pelaku Bullying memiliki beberapa

kriteria diantaranya :

a) Memiliki sikap positif terhadap kekerasan

b) Impulsif

c) Ingin mendominasi orang lain

(18)

D. Kerangka Berfikir

Kecenderungan memiliki sikap positif terhadap bullying pada remaja

dikarenakan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu senioritas. Senioritas

dapat terjadi dimana saja, dalam sekolah menengah pertama, menengah atas,

hingga ke jenjang kuliah pun terdapat senioritas. Fenomena yang terjadi yaitu

pelaku bullying adalah remaja yang menginjak umur 13-17 tahun, sehingga

ini sangat menarik untuk diteliti. Bagi remaja perempuan atau laki-laki

menjadi penguasa atau senior di sekolah, merupakan hal yang memuaskan

bagi remaja sebagai pelaku bullying, apalagi jika di sekolah tersebut terdapat

tradisi senioritas yang akan terus turun ke generasi berikutnya hal ini

didukung oleh penelitian dari (Ulfa, 2017) hal ini mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian mengenai bullying di pondok pesantren karena tidak

menutup kemungkinan apa yang terjadi di sekolahan juga terjadi di pondok

pesantren , meninjau dari persamaan kriteria subjek dan faktor penyebab

bullying di sekolahan.

Bullying merupakan suatu perilaku yang ditunjukan untuk menakuti

atau mengancam lawan atau yang dijadikan sebagai korban bullying. Seperti

apa yang dikatakan Coloroso (dalam Saifullah, 2016) bullying adalah

tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang

bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan

menimbulkan teror. Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang

spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau

(19)

persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu tindakan negatif

berulang yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bermaksud untuk

menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan orang lain.

Kecenderungan bullying berdasarkan uraian diatas sangat besar

pengaruhnya oleh faktor senioritas dan tradisi senioritas, karena adanya

mindset tentang siapa yang lebih dulu berada di dalam suatu tempat,

lembaga/institusi/sekolah adalah yang memiliki hak atau kuasa untuk

bertindak semaunya dan tidak menutup kemungkinan di pondok pesantren

pun terdapat bullying.

Untuk menurunkan sikap bullying, peneliti menggunakan permainan

tradisional bentengan sebagai media untuk menurunkan sikap bullying,

menurut Kurniati (dalam Nur, 2013) permainan anak tradisional dapat

menstimulasikan anak dalam mengembangkan kerjasama, membantu anak

menyesuaikan diri, saling berinteraksi secara positif, mengembangkan sikap

empati terhadap teman, dan membantu mengembangkan ketrampilan emosi

dan sosial anak. Sehingga akan mempengaruhi penurunan sikap bullying.

Penelitian ini mengggunakan permainan tradisional bentengan sebagai

media untuk menurunkan sikap bullying karena Pemainan bentengan

memiliki aspek kompetensi sosial. Menurut Iswinarti (2017) aspek

kompetensi sosial didalam permainan tradisional bentengan diantaranya

(20)

Permainan tradisional bentengan dapat menjadi media untuk

menurunkan sikap bullying dengan meningkatkan aspek kompetensi sosial

yang terdapat dalam permainan ttradisional bentengan. Dalam aspek problem

solving, proses pembelajaran adalah mengatur srategi, mengambil keputusan

dan resolusi konflik. Santriwati belajar mengatur strategi dengan “bagaimana

santriwati harus mencari cara untuk membebaskan sandera. Santriwati belajar

mengambil keputusan dengan menentukan arah lari agar tidak terkejar

musuh. Santriwati belajar untuk resolusi konflik bagaimana santriwati

menyelesaikan perdebatan ketika ada yang melanggar aturan, meminta maaf

karena membuat lawan terjatuh atau kawannya terjatuh.

Aspek pengendalian diri ditunjukan yaitu mengikuti aturan, santriwati

dapat membedakan benar dan salah, mengekspresikan perasaan dengan

tindakan yang tepat. Aspek empati adalah memahami perasaan, pandangan

dan kondisi sanriwati lain, dalam permainan bentengan santriwati belajar

memahami bagaimana keadaan teman yang disandera lawan, berfikir untuk

menyelamatkannya.

Menurut Olweus (dalam Karina 2013) bahwa remaja sebagai pelaku

bullying memiliki karakteristik diantaranya : a) memiliki sikap positif

terhadap kekerasan, b) impulsif, c) ingin mendominasi orang lain, d) kurang

memiliki rasa empati. Sehingga dari beberapa aspek kompetensi sosial dalam

permainan tradisional bentengan tersebut diasumsikan dapat menurunkan

(21)

Gambar 2. Kerangka Berfikir

Remaja Awal

Jenis Perilaku Bullying :

a. Fisik b. Verbal c. psikis

Perlakuan Permainan Tradisional Bentengan

Bullying Menurun

(22)

E. Hipotesis

Terapi Permainan Tradisional “Bentengan” Efektif Untuk Menurunkan

Gambar

Tabel 1.1 Aspek Kompetensi Sosial Dalam Permainan Tradisional
Gambar 1. Arena Permainan Bentengan
Gambar 2. Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Berikutnya cari lagi baris atau kolom yang hanya memuat satu angka nol, dan ini kita dapati pada kolom P berkaitan dengan baris C, sehingga penugasan pekerjaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah bank syariah adalah variabel price (harga), service

Penelitian ini menggunakan subjek utama citra wajah terbatas pada citra abu-abu dengan beberapa kondisi yang harus dipenuhi yaitu ukuran semua citra wajah harus sama serta

Untuk orang-orang yang saat ini sedang duduk dan kesakitan di luar sana, jika saya ingin meringkas hidup saya dan meringkas apa yang dapat mereka lakukan dalam

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Widodo dalam Puspitasari (2009) yang meneliti mengenai Hubungan tingkat pengetahuan keluarga tentang

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul

1. sebagai dosen pembimbing I yang dengan pengertian dan kesabaran; membimbing, memotivasi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis mulai dari proses awal

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi spesies berbagai produk olahan ikan sidat menggunakan marka molekuler mini-COI barcodes.. Pengolahan suhu tinggi yang