• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontra produktif pada perawat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontra produktif pada perawat"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

i PERAWAT

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Novitha Ekajaya

NIM : 099114119

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai

sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari

depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11)”

Pemenang mengatakan

“itu sulit tapi mungkin”

You never really know yourself until you

see yourself under pressure

(5)

v

Tuhan Yesus Kristus

Bapak, Mama, & Adikku Tercinta

Serta

Semua pihak yang sudah membantu mendorongku

hingga karya ini selesai

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia

memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat

menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir

(Pengkhotbah 3:11)

(6)
(7)

vii PERAWAT

Novitha Ekajaya

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat. Subjek pada penelitian ini adalah perawat yang bekerja di rumah sakit Abepura dengan masa kerja minimal 1 tahun. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 50 dipilih dengan menggunakan metode nonprobabilty sampling atau nonrandom sampling subjek. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif. Penelitian ini menggunakan dua skala Likert yaitu skala gaya kepemimpinan transformasional dan skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif. Reliabilitas skala gaya kepemimpinan transormasional adalah 0,940 dan reliabiltas skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif adalah 0,935 Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Spearman dan diperoleh nilai r sebesar 0,125 artinya terdapat hubungan positif antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat.

(8)

viii

AND THE TENDENCY OF COUNTERPRODUCTIVE WORK BEHAVIOR ON NURSES

Novitha Ekajaya

Abstract

This research aim to understand the relationship between the transformational leadership style on nurses. The subjects in this research are nurses who are working in Abepura Hospital with at least one year working time. The numbers of the subject are 50 subjects which choosen by using nonprobabilty sampling or nonrandom sampling method . The hypothesis in this research is there any negative relation between transformational leadership style scale and the tendency of counterproductive work behavior scale. This research used two Likert scales which are transformational leadership style scale and the tendency of counterproductive work behavior scale. The reliability of transformational leadership style scale is 0,940 and the reliability of tendency of counterproductive work behavior scale is 0,935. Data in this research analyzed by using Spearman correlation technique and had a result of r = 0,125. It means there is a positive relation between the transformational leadership style and the tendency of counterproductive work behavior.

(9)
(10)

x

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena penyertaan dan

tuntunanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul

“Hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku

kerja kontraproduktif pada perawat”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan bantuan banyak pihak.

Maka dari pada itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. T.Priyo Widiyanto, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi.

Terimakasih atas bantuannya dalam kelancaran proses pembuatan skripsi ini.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku kepala program studi. Terimakasih atas

bantuannya dalam kelancaran proses pembuatan skripsi ini.

3. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik.

Terimakasih atas bantuan bapak dalam mendampingi dan membimbing saya,

(11)

xi

menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Yohanis Pasa, Mama Ludia Pasulu, adik Yupie Faming Jaya yang

senantiasa memberikan nasehat, dukungan dan semangatnya kepada saya

untuk menyelesaikan skripsi ini. Kalian adalah motivasiku dalam

menyelesaikan skripsi ini. Love you all.

6. Om, tante, kakak sepupu dan seluruh keluarga yang selalu memberikan

semangat dan nasehatnya agar skripsi ini selesai.

7. Tiga ponakan kecilku Raina, Geraldine, dan Hanesa. Terima kasih atas

keceriaan kalian yang selalu menjadi semangat buat Onty dalam

menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Terimakasih karena telah membimbing saya dan membagikan ilmunya.

9. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi, Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi’,

Mas Muji, dan Mas Donny. Terima kasih atas pelayanannya.

10.Bapak Agung Santoso, S.Psi. Terima kasih telah membantu saya ketika saya

mengalami kesulitan dalam mengerjakan analisis data. Bantuan bapak

(12)

xii

selama saya mengerjakan skripsi ini.

12.“LC WELL” ka Ocha, ka Rya, Astrid, Fanbo, Elti, Sisil, Dewi, Shune, Mika.

Terima kasih atas bantuan, dukungan, kebersamaan dan semangatnya selama

ini. Terima kasih juga karena kalian tetap hadir dalam masa-masa sulit saya

sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini. Senang sekali bisa

mengenal kalian semua. Saranghaeyo

13.ASAF Lovers, ada Mas Nomo, Mbak Iin, Mama Mela, Pak Polly, Kezia,

Hana, Sisil, Yoha, Audri, Igar, Fanny, Elti. Terima kasih untuk

kebersamaannya dalam tim ASAF. Saya merasa terberkati dan belajar

banyak hal selama bergabung dalam tim ASAF. Terima kasih untuk

dukungan semangatnya selama saya mengerjakan skripsi ini.

14.Teman-teman kelas C 09. Terima kasih untuk semua kenangan yang ada.

Bahagia bisa bergabung dalam kelas C dan senang rasanya bisa mengenal

kalian semua. Gommawo

15.Teman-teman kost Wisma Surya. Sista Dhinie, Nadia Dongsaeng, Tyas,

Dita, Yuditha, Yoana, Uli, Reri, Via, Vero, Monic, Fanny, Veni, Asti, Yaya,

Yovica, Yulian, Keket. Terima kasih untuk canda tawanya, nasehat, serta

(13)

xiii

bareng di tahun 2014. Hahaha.

17.Togar dan Yoha. Terima kasih karena sudah menjadi sahabat saya dan mau

menjadi “tempat sampah” selama saya mengerjakan skripsi ini. Kiranya

persahabatan yang sudah terjalin ini tetap ada untuk selamanya. Ayookkk

semangaattt 

18.Terima kasih kepada Hani yang telah membantu saya mengerjakan skripsi ini

khususnya bab IV. Maaf sudah merepotkan dan terima kasih banyak atas

bantuannya.

19.Terima kasih kepada Benny atas nasehat, omelan, kebersamaan, dan

semangatnya selama saya mengerjakan skripsi ini. Terima kasih juga karena

mau mencurahkan tenaga dan waktunya untuk menemani saya mengambil

data. Doaku selalu menyertaimu. Jadi dokter yang hebat dan besar ya 

20.Semua orang-orang yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi

ini. Terima kasih banyak.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan.

(14)

xiv

Yogyakarta, 13 Oktober 2014

Penulis,

(15)
(16)

xvi

A. Gaya Kepemimpinan Transformasional ...14

1. Definisi Gaya Kepemimpinan... 14

2. Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional…... 15

3. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional... 16

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Transformasional... 17

5. Pengukuran Kepemimpinan Transformasional...19

6. Komponen Kepemimpinan Transformasional...21

7. Dampak Dari Kepemimpinan Transformasional...22

B. Perilaku kerja Kontra Produktif ...25

1. Definisi Perilaku Kerja Kontra Produktif ...25

2. Dimensi Perilaku Kerja Kontra Produktif...26

3. Kategori Perilaku Kerja Kontra Produktif...28

4. Faktor Penyebab Perilaku Kerja Kontra Produktif...30

C. Perawat...34

1. Definisi Perawat...34

2. Tugas, Fungsi, dan Peran Perawat...35

(17)

xvii

dan Kecenderungan Perilaku Kerja Kontra Produktif...42

E. Kerangka Penelitian...46

2. Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif...50

D. Subjek Penelitian...52

E. Metode dan Alat Pengambilan Data...53

(18)

xviii

2. Uji Hipotesis...69

BAB IV PEMBAHASAN A. Rumah Sakit Umum Daerah Abepura...70

1. Sejarah...70

2. Visi dan Misi...71

B. Pelaksanaan Penelitian...72

1. Izin Penelitian...72

2. Pelaksanaan Penelitian...73

C. Deskripsi subjek...73

D. Deskripsi Data Penelitian...75

E. Analisis Data Penelitian...76

1. Uji Asumsi...76

a. Uji Normalitas...76

b. Uji Linearitas...78

2. Uji Hipotesis...81

(19)

xix

B. Saran...91

1. Bagi Perawat Rumah Sakit Abepura...91

2. Bagi Rumah Sakit Abepura...91

3. Bagi Peneliti Selanjutnya...92

DAFTAR PUSTAKA...93

(20)

xx

Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional

(sebelum uji coba)... 57

Tabel 2 Komponen dan Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif (sebelum uji coba)... 61

Tabel 3 Komponen dan Distribusi Aitem Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional (setelah uji coba)...65

Tabel 4 Komponen dan Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif (setelah uji coba)...66

Table 5 Deskripi Subjek...74

Table 6 Deskripsi Data Penelitian...75

Table 7 Hasil Uji Normalitas...78

Table 8 Hasil Uji Linearitas...79

Table 9 Nilai Korelasi dan Tingkat Hubungan...82

(21)

xxi

Bagan 1 Kerangka Berpikir...46

(22)

xxii

Lampiran 1 Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional dan

Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif

(sebelum tryout)...108

Lampiran 2 Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional dan

Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif

(setelah Tryout)...145

Lampiran 3 Skor Tryout skala Gaya Kepemimpinan

Transformasional...160

Lampiran 4 Reliabilitas skala Gaya Kepemimpinan

Transformasional...167

Lampiran 5 Skor Tryout skala Kecenderungan

(23)

xxiii

Kontraproduktif...176

Lampiran 7 Skor skala Gaya Kepemimpinan Transformasional...179

Lampiran 8 Skor skala Kecenderungan Perilaku Kerja

Kontraproduktif...182

Lampiran 9 Reliabilitas skala Gaya Kepemimpinan

Transformasional...185

Lampiran 10 Reliabilitas skala Kecenderungan Perilaku Kerja

Kontraproduktif...189

Lampiran 11 Surat Keterangan Penelitian...193

(24)

1 BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Saat ini Rumah Sakit sudah menjadi kebutuhan yang cukup penting bagi

masyarakat. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

659/MENKES/PER/VIII/2009, rumah sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Revalicha,

2013). Rumah sakit sangat diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik

kepada masyarakat. Salah satu tenaga medis yang berperan dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat adalah perawat.

Menurut Menteri Kesehatan jumlah perawat pada tahun 2013 adalah

220.575 dan mayoritas adalah perempuan

(http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2251). Perawat merupakan

tenaga medis yang bekerja di rumah sakit. Perawat adalah salah satu tenaga kerja

yang bekerja 24 jam (Revalicha, 2013).

(25)

da masyarakat. Namun sampai saat ini masih saja ada keluhan dari masyarakat

tentang buruknya pelayanan yang diberikan oleh perawat. Misalnya keluhan

tentang perawat yang bersikap galak kepada pasien

(http://www.suarapembaruan.com/home/menkes-ada-dua-masalah-keperawatan-saat-ini/31959).

Perawat tidak hanya dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan (Revalicha, 2013), namun perawat juga dituntut untuk lebih

professional. Seorang perawat juga dituntut untuk mengembangkan keterampilan

dan pengetahuannya. Perawat dituntut untuk mampu bersikap sopan, loyal serta

ramah (Koesmono, 2007).

Menurut wawancara awal peneliti dengan salah satu perawat yang

bekerja di Rumah Sakit Daerah Jayapura, sampai saat ini masih ditemui

perawat yang datang terlambat ketika bekerja (Komunikasi pribadi, 20 April

2014 ). Hal yang sama juga terjadi di rumah sakit Betesdha Serukam

Kalimantan Barat bahwa sampai saat ini masih sering dijumpai perawat

yang datang terlambat ketika bekerja dan masih ditemui perawat yang galak

(Komunikasi pribadi, 15 Mei 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Neila

(26)

h ada perawat yang tidak peduli terhadap keluhan pasien dan keluarga

(http://ugm.ac.id/id/berita/8489karir.perawat.pengaruhi.mutu.pelayanan.keperaw

atan). Selain itu, masih banyak ditemui juga perawat yang mempunyai

kemampuan komunikasi yang buruk sehingga perawat tidak memiliki empati

kepada pasien

(http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/11/04/dokter-dan-perawat-galak-siapa-mau-505673.html).

Kasus-kasus di atas merupakan contoh dari perilaku kerja

kontraproduktif. Perilaku kerja kontraproduktif atau counterproductive work

behavior merupakan topik atau isu penting yang muncul di dunia industri dan

psikologi industri (Dalal, 2005; Vardi & Weits, 2004, dalam Bowling &

Eschleman, 2010). Hal ini menjadi perhatian besar karena perilaku kerja

kontraproduktif merupakan perilaku yang dapat merugikan karyawan dan

organisasi (Fox, Spector, & Miles, 2001).

Menurut Gruys dan Sakett (dalam Aftab dan Javeed, 2012) perilaku kerja

kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja oleh anggota

organisasi yang bertentangan dengan kepentingan organisasi. Sejalan dengan

yang diungkapkan oleh Gruys dan Sakett, Thomas (2012) mendefinisikan

perilaku kerja kontraproduktif sebagai perilaku yang terjadi di dalam organisasi

(27)

Perilaku kerja kontraproduktif tidak dapat diterima di dalam organisasi karena

bersifat merugikan. Beberapa perilaku kerja kontraproduktif yang biasa terjadi

dalam organisasi ialah datang terlambat, absen tanpa alasan yang jelas,

mengambil waktu istirahat yang berlebihan, mencuri, malas, tidak disiplin,

korupsi, sabotase, menyebarkan gossip, dan pelecehan seksual di tempat kerja

(Thomas, 2012).

Murray (2009) menemukan salah satu perilaku kerja kontraproduktif

yang terjadi di Rumah Sakit, yaitu perilaku bullying. Bullying yang terjadi

diantara perawat biasanya dilakukan oleh senior. Beberapa perilaku bullying

yang biasa dilakukan oleh senior kepada perawat adalah berteriak kepada

perawat dihadapan orang lain untuk membuat perawat terlihat buruk, usaha yang

dilakukan oleh perawat untuk mempelajari prosedur baru tidak pernah dihargai

oleh senior, pelaku bullying akan terus menyiksa dan merusak pekerjaan yang

dilakukan oleh korban.

Dampak dari perilaku bullying yang diterima oleh perawat adalah

perasaan depresi, cemas,perasaan terisolasi, sakit kepala, mengalami gangguan

makan, dan lain-lain. Selain itu, menurut Murray (2009) perilaku bullying juga

(28)

menurunnya kepuasan kerja, menurunnya produktivitas, kecelakaan kerja

meningkat, serta dapat menimbulkan kerugian finansial pada organisasi.

Menurut Thomas (2012) penyebab perilaku kerja kontraproduktif dapat

dibagi kedalam penyebab internal dan eksternal. Penyebab internal dari perilaku

kerja kontraproduktif ialah kepribadian atau karakter individu (personality).

Kepribadian ini difokuskan pada ciri-ciri kepribadian lima besar yaitu kestabilan

emosi (emotional stability), ekstrovert (extraversion), keterbukaan kepada

pengalaman baru (openness to experience), keramahan (agreeableness), dan

ketelitian (conscientiousness). Penyebab eksternal yaitu pekerjaan meliputi

tuntutan kerja, tanggung jawab kerja, lingkungan fisik kerja, rasa kurang

memiliki pengendalian, hubungan antar manusia yang buruk, kurang pengakuan

dan peningkatan jenjang karir, rasa kurang aman dalam bekerja (Hardjana,

1994).

Beberapa hasil penelitian juga mendapati bahwa perilaku kerja

kontraproduktif dapat menjadi penyebab seseorang mengalami stres kerja

(Bowling & Eschleman, 2010; Aftab & Javeed, 2012). Penelitian yang dilakukan

oleh Aftab dan Javeed (2012) menemukan bahwa stres kerja dapat mengarahkan

karyawan menuju perilaku kerja kontraproduktif. Beberapa perilaku kerja

(29)

meminta ijin, tinggal di rumah untuk menjauhi pekerjaan, dan secara sengaja

melakukan kesalahan dalam pekerjaan. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh

sebuah penelitian yang dilakukan oleh Salami (2010) bahwa stres kerja dapat

menyebabkan perilaku kerja kontraproduktif.

Stres kerja yang dialami oleh karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Menurut The Health and Safety Executive (dalam Blaugh, Kenyon, dan

Lekhi 2007) stres kerja dapat dipengaruhi oleh tuntutan, kontrol, hubungan,

perubahan, aturan, dan dukungan. Sedangkan menurut Robbins (1993) penyebab

stres kerja dapat dibagi kedalam tiga kategori yaitu faktor lingkungan

(ketidaktentuan ekonomi, dan ketidaktentuan politik) , faktor individu (isu-isu

keluarga, masalah ekonomi, dan kepribadian), dan faktor organisasi (tuntutan

kerja, tuntutan peran, tuntutan interpersonal, struktur organisasi, kepemimpinan

dalam organisasi).

Salah satu penyebab stres kerja yang berasal dari faktor organisasi adalah

gaya kepemimpinan (Robbins, 1993). Kepemimpinan sendiri merupakan hal

utama yang berkontribusi pada kesejahteraan organisasi dan bangsa.

Kepemimpinan diartikan sebagai sebuah proses dari pengaruh sosial dimana

seseorang dapat meminta bantuan dan dukungan dari orang lain dalam

(30)

Frankel, 2009) mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses

multifaceted yang mengidentifikasi tujuan atau target, memotivasi orang lain

untuk bertindak, dan memberikan dukungan dan motivasi untuk mencapai

tujuan. Menurut Ancok (2012) gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam

sebuah organisasi sangat menentukan seberapa banyak inovasi yang dapat

dihasilkan dalam organisasi yang bertujuan untuk kesejahteraan organisasi

tersebut.

Menurut Govier (2009) gaya kepemimpinan sangat penting dalam dunia

kesehatan. Hal ini karena lingkungan kesehatan secara terus menerus beradaptasi

dengan tren dan kebijakan, sehingga perawat harus bisa memimpin, mengatur

dan memberikan perawatan di lingkungan yang semakin menantang dan

berubah-ubah. Selain itu, para perawat juga diharapkan dapat menjaga dan

meningkatkan efisiensi dalam organisasi. Hal ini dapat membuat perawat merasa

tertekan hingga akhirnya dapat meningkatkan stres dan menurunkan kinerja. Hal

ini juga berpotensi membahayakan pelayanan kepada pasien. Perawat dapat

melakukan kesalahan-kesalahan medis ketika bekerja.

Menurut Warrick (1981) terdapat empat gaya kepemimpinan dasar dalam

sebuah organisasi yaitu gaya kepemimpinan autocratic, democratic, Laissez

(31)

kepemimpinan seperti gaya kepemimpinan birokrasi (bureaucratic leadership),

gaya kepemimpinan karismatik (charismatic leadership), gaya kepemimpinan

yang berorientasi pada orang (people-oriented leadership) atau gaya

kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan (relations-oriented leadership),

gaya kepemimpinan hamba (servant leadership), gaya kepemimpinan

berorientasi pada tugas (task-oriented leadership), gaya kepemimpinan

transaksional (transactional leadership), gaya kepemimpinan transformasional

(transformational leadership). Masing-masing gaya kepemimpinan mempunyai

dampak kinerja yang berbeda-beda, beberapa gaya kepemimpinan membantu

organisasi berkembang dan mencapai sukses, namun beberapa diantaranya dapat

menghambat organisasi (Maria, 2012).

Dari beberapa gaya kepemimpinan di atas, gaya kepemimpinan

transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan

pada lingkungan kesehatan. Hal ini karena komponen kunci dari gaya

kepemimpinan transformasional adalah mempengaruhi dan menginspirasi orang

lain (Govier, 2009). Hal ini senada dengan Oliver (2006) yang menyampaikan

bahwa seorang pemimpin di dunia kesehatan harus mampu untuk mengajar,

menginspirasi, meningkatkan performasi, memimpin dan mengembangkan

(32)

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai sebuah proses

transformasi/perubahan perilaku organisasi, budaya dan individu, dan secara

bersamaan pemimpin juga mengubah dirinya sendiri (Suresh dan Rajini, 2013).

Pemimpin transformasional adalah seseorang yang menstimulasi dan

menginspirasi pengikutnya untuk mencapai hasil yang luar biasa. Pemimpin

transformasional berfokus pada kebutuhan pengikutnya; mereka mampu untuk

meningkatkan dan menginspirasi pengikutnya untuk mengeluarkan usaha yang

besar untuk mencapai tujuan kelompok (Robbins dan Coulter, dalam James dan

Ogbonna, 2013).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Alimo-Metcalfe dan

Alban-Metcalfe (dalam Govier, 2009) pada The National Health Service (NHS)

menemukan bahwa budaya kepemimpinan transformasional secara signifikan

dapat meningkatkan motivasi, kepuasan, komitmen, dan produktivitas diantara

para pekerja. Selain itu, kepemimpinan transformasional juga dapat mengurangi

stress dan kelelahan emosi. Hasil penelitian ini senada dengan yang diungkapkan

oleh Bass dan Riggio (dalam Govier, 2009) bahwa gaya kepemimpinan

transformasional dapat meningkatkan kepuasan kerja, motivasi, dan performansi

(33)

Menurut Given (2008) gaya kepemimpinan transformasional

berpengaruh positif pada Organization Citizenship Behavior (OCB), budaya

organisasi, visi organisasi, kepuasan kerja, komitmen, kepercayaan, dan

motivasi. Penelitian yang dilakukan oleh Gillet, Fouquereau,

Bonnaud-Antignac, Mokounkolo, dan Colombat (2013) mendapati bahwa pemimpin

dengan gaya kepemimpinan transformasional dapat membantu menjaga kualitas

kehidupan kerja perawat yang pada akhirnya dapat meningkatkan keterlibatan

perawat dalam pekerjaannya. Hal ini menguntungkan perawat dan organisasi.

Meskipun sebagian besar penelitian mendapati bahwa gaya

kepemimpinan transformasional membawa pengaruh yang positif pada karyawan

namun gaya kepemimpinan transformasional juga memiliki kemungkinan

membawa dampak yang negatif bagi para pengikutnya atau organisasi. Menurut

Harrison (dalam, Yukl, 1999) tingkat emosional para pengikut di tempat kerja

dapat diubah ke tingkat yang lebih tinggi dari waktu ke waktu sehingga para

pengikut mengalami burn out karena stres yang berkepanjangan. Pemimpin juga

bisa mengeksploitasi pengikut tanpa disadari. Porter dan Bigley (dalam Yukl,

1999) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional juga memiliki

dampak merugikan bagi organisasi. Jika anggota organisasi dipengaruhi oleh

(34)

peran dan konflik peran. Selain itu adanya persaingan diantara subunit dapat

mengakibatkan penurunan keefektifan organisasi. Burn out, ambiguitas peran,

dan konflik peran merupakan salah satu penyebab dari stres kerja yang dialami

karyawan (Robbins, 1993). Menurut penelitian yang dilakukan oleh beberapa

ahli, stres kerja yang dialami oleh karyawan dapat mendorong karyawan tersebut

untuk melakukan perilaku kontraproduktif atau perilaku yang merugikan

organisasi (Aftab dan Javeed, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat apakah

ada hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan

kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan

kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan

transformasional dengan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada

(35)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya psikologi industri dan psikologi

kepemimpinan mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan

kecenderungan perilaku kontra produktif yang terjadi pada perawat.

2. Manfaat Praktis

1. Bagi subjek

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi subjek dalam

memahami gaya kepemimpinan dan kecenderungan perilaku kerja

kontraproduktif yang dapat terjadi pada diri subjek.

2. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih untuk

membantu rumah sakit dalam memahami gaya kepemimpinan yang tepat

untuk diterapkan diantara perawat dan kecenderungan perilaku kerja

kontraproduktif yang terjadi pada perawat.

(36)

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan untuk

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan

transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada

(37)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gaya Kepemimpinan Transformasional 1. Definisi Gaya Kepemimpinan

Riggio (2008) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk

membimbing atau menuntun kelompok untuk mencapai suatu tujuan.

Menurut Maria (2012) secara singkat kepemimpinan diartikan sebagai seni

untuk memotivasi sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang sama.

Sedangkan gaya kepemimpinan merupakan cara-cara khusus dalam

melakukan kepemimpinan.

Menurut Lussier dan Achua (dalam Bosiok, Sad, dan Serbia, 2013) gaya

kepemimpinan adalah kombinasi dari sifat, kemampuan, dan perilaku yang

pemimpin gunakan ketika pemimpin berinteraksi dengan bawahan. Lewin

(dalam Bosiok, Sad, dan Serbia, 2013) mendefinisikan gaya kepemimpinan

sebagai cara dimana pemimpin mempengaruhi dan merangsang kegiatan dari

(38)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan adalah sebuah cara yang dipakai oleh pemimpin untuk

mencapai tujuan organisasi.

2. Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional pertama kali diperkenalkan oleh

Burns pada tahun 1978 kemudian dikembangkan lagi oleh Bass (1985,

1998). Gaya kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses

transformasi/perubahan perilaku organisasi, budaya dan individu, dan secara

bersamaan pemimpin juga mengubah dirinya sendiri (Suresh dan Rajini,

2013).

Menurut Riggio (2008) gaya kepemimpinan transformasional adalah

gaya kepemimpinan dimana pemimpinnya menginspirasi para pengikut

melalui visi dan pengembangan budaya organisasi yang merangsang kinerja.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional adalah sebuah gaya kepemimpinan yang

(39)

3. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional

Menurut beberapa sumber, dibawah ini merupakan ciri-ciri dari

kepemimpinan transformasional :

a. Gaya kepemimpinan transformational berfokus pada kemampuan

pemimpin untuk membagikan nilai-nilai dan visi untuk masa depan di

dalam kelompok kerjanya (Riggio, 2008).

b. Menurut Northouse (dalam Aamodt, 2010) kepemimpinan

transformasional berfokus untuk mengubah tujuan, nilai-nilai, etika,

standar, dan kinerja dari orang lain.

c. Kepemimpinan transformasional meningkatkan motivasi, semangat,

dan kinerja dari pengikutnya melalui berbagai mekanisme (James dan

Ogbonna, 2013).

d. Menurut Ancok (2012) kepemimpinan transformasional mampu

mendorong anggota untuk mengembangkan aspirasi, mampu

mengembangkan pemimpin-pemimpin baru di lingkungan kerjanya,

serta mampu menciptakan lingkungan kerja yang apresiatif.

e. Pemimpin transformasional adalah seseorang yang mendorong dan

menginspirasi pengikutnya untuk mencapai hasil yang luar biasa

(40)

(2007) mengatakan bahwa pemimpin transformasional adalah

seseorang yang memimpin dengan menginspirasi orang lain untuk

mengadopsi tinggi tujuan dan berusaha untuk mencapainya. Menurut

Bryman (dalam Aamodt, 2010) seorang pemimpin transformasional

penuh keyakinan, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang

lain, dan memiliki sikap yang kuat atas apa yang mereka percayai, dan

ide-ide yang benar.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional ciri-ciri berfokus pada nilai, visi dan tujuan,

meningkatkan motivasi, dan mendorong serta mengembangkan aspirasi

pengikutnya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Transformasional

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepemimpinan

transformasional, yaitu :

a. Perkembangan Moral dan Kepribadian

Menurut Kuhnert dan Lewis (dalam Bass, 1999) kedewasaan moral pada

kepemimpinan transformasional sangat diperlukan. Standar moral yang

(41)

pengalaman aktivitas ekstrakulikuler diperkirakan dapat membuat

seseorang mempunyai kecenderungan untuk menjadi pemimpin

transformasional (Avolio, dalam Bass, 1999).

b. Pelatihan dan Pendidikan

Dalam hal ini para pemimpin transformasional akan dilatih untuk

meningkatkan perilaku mereka tentang kepemimpinan. Pelatih akan

membantu untuk membuat perencanaan bagaimana meningkatkan

perilaku dan bagaimana mengubah rintangan yang dirasakan. Kemudian,

para pemimpin akan dikembalikan ke tempat kerjanya semula untuk

melanjutkan rencana mereka.

c. Budaya Organisasi

Perilaku dari pemimpin ditingkat atas menjadi simbol bagi budaya

organisasi yang baru. Pemimpin yang peduli tentang pembaharuan

organisasional akan berusaha untuk menumbuhkan budaya organisasi

yang kondusif dan ramah bagi kreativitas, pemecahan masalah,

pengambilan resiko, dan eksperimentasi (Bass, 1999).

d. Perbedaan Jenis Kelamin

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa wanita cenderung untuk

(42)

sebagian besar penelitian di organisasi memperlihatkan bahwa yang

mendominasi adalah laki-laki (Bass, 1999).

e. Keragaman

Del Castillo (dalam Bass 1999) menyatakan bahwa pemimpin

transformasional akan sangat baik jika bisa menghargai dan beradaptasi

dengan perbedaan yang ada di antara pengikutnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan transformasional ada lima

yaitu perkembangan moral dan kepribadian, pelatihan dan pendidikan,

budaya organisasi, perbedaan jenis kelamin, dan keragaman.

5. Pengukuran Kepemimpinan Transformasional

Bass (dalam Popper, Mayseless, dan Castelnovo, 2000) mengukur

kepemimpinan transformasional melalui pengembangan Multifactor

Leadership Questionnaire (MLQ). Ada tiga hal yang mempengaruhi

kepemimpinan transformasional pada versi pertama MLQ yaitu karisma,

pertimbangan individu, dan rangsangan intelektual. Pada perkembangan

selanjutnya komponen karisma dibagi menjadi dua bagian yaitu pengaruh

(43)

perkembangan lagi sehingga terbentuklah empat komponen dari

kepemimpinan transformasional, yaitu pengaruh ideal yaitu

mempertimbangkan kebutuhan orang lain sebelum kebutuhan pribadi ,

menghindari penggunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, menunjukkan

standar moral yang tinggi, dan mengatur tujuan bagi para pengikut mereka.

Kedua, inspirasi yang memotivasi yaitu mengacu pada cara-cara

pemimpin transformasional memotivasi dan mengilhami orang-orang di

sekitar mereka, sebagian besar dengan memberikan makna dan tantangan.

Secara khusus, mereka melakukannya dengan menampilkan semangat dan

optimisme, dengan melibatkan para pengikut membayangkan masa depan

negara, dengan mengkomunikasikan harapan yang tinggi, dan dengan

menunjukkan komitmen terhadap tujuan bersama.

Ketiga, pertimbangan individu yaitu usaha pemimpin yang konsisten

untuk memperlakukan setiap individu sebagai orang yang spesial dan

bertindak sebagai seorang pelatih dan mentor yang terus-menerus mencoba

untuk mengembangkan potensi pengikutnya. Keempat, rangsangan intelektual

yaitu usaha pemimpin dalam merangsang pengikutnya untuk lebih inovatif

(44)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional dapat diukur dengan menggunakan

Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) dan meliputi emapat hal yaitu

pengaruh ideal, inspirasi yang memotivasi, pertimbangan individu, dan

rangsangan intelektual.

6. Komponen Kepemimpinan Transformasional

Warrilow (dalam James dan Ogbonna, 2013) dan Riggio (2008)

membagi komponen gaya kepemimpinan transformasional kedalam empat

komponen yang dikenal juga dengan sebutan four I, yaitu:

a. Karisma atau pengaruh ideal : Merujuk pada pemimpin transformasional

yang menjadi model bagi pengikutnya. Pemimpin transformasional

memegang nilai-nilai dan kepercayaan mereka sehingga pengikutnya

sangat menghargai pemimpin transformasional.

b. Inspirasi yang memotivasi : pemimpin transformasional mampu untuk

meningkatkan gairah dan menginspirasi pengikutnya dengan cara

membagikan visi untuk masa depan dan hasil yang bermakna.

c. Rangsangan Intelektual: pemimpin merangsang rasa ingin tahu dan

(45)

d. Perhatian individu atau pertimbangan individu : melibatkan perhatian

pribadi pemimpin untuk mengetahui perasaan, kebutuhan, dan

kekhawatiran pengikutnya. Pemimpin bertindak sebagai mentor atau

pelatih dan menghargai dan mengapresiasi setiap kontribusi dari individu.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan memiliki transformasional mempunyai empat komponen

atau yang biasa disebut Four I yaitu Karisma atau pengaruh ideal, Inspirasi

yang memotivasi, rangsangan intelektual, dan Perhatian individu atau

pertimbangan individu.

7. Dampak dari Kepemimpinan Transformasional

Menurut Givens (2008), kepemimpinan transformasional dapat

berdampak pada oraganisasi dan kepribadian. Givens secara khusus

membahas pengaruh dari kepemimpinan transformasional pada organisasi.

Kepemimpinan transformasional memberikan dampak pada organizational

citizenship behavior (OCB). Penelitian memperlihatkan bahwa OCB

memiliki dampak yang positif pada kinerja karyawan dan memberikan

keuntungan pada organisasi. Selain itu, kepemimpinan transformasional juga

(46)

yang bekerja di organisasi. Pemimpin transformasional akan membantu

bawahannya untuk mencapai misi organisasi dan akhirnya meningkatkan

komitmen organisasi pada bawahan. Pemimpin transformasional juga

berpengaruh pada budaya organisasi melalui produktifitas organisasi.

Produktivitas pada organisasi akan meningkat. Kemudian, kepemimpinan

transformasional juga memberikan pengaruh yang positif pada visi

organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Nguni, Sleegers, dan Denessen

(dalam Givens, 2008) mendapatkan hasil bahwa pemimpin transformasional

memberikan dampak pada organisasi seperti organizational citizenship

behavior, komitmen organisasi, kepuasan kerja, usaha, dan kinerja.

Selain berdampak pada organisasi, kepemimpinan transformasional juga

berdampak pada hasil personal. Hasil panelitian memperlihatkan bahwa

kepemimpinan transformasional memberikan pengaruh positif pada

kekuatan, kepuasan kerja, komitmen, kepercayaan, keyakinan diri, dan

motivasi pada bawahan (Givens, 2008).

Yukl (1999) menambahkan bahwa kepemimpinan transformasional dapat

menghasilkan efek atau dampak yang negatif bagi pengikut dan organisasi.

Menurut Harrison (dalam, Yukl, 1999) tingkat emosional para pengikut di

(47)

sehingga para pengikut mengalami burn out karena stres yang

berkepanjangan. Pemimpin juga bisa mengeksploitasi pengikut tanpa

disadari. Porter dan Bigley (dalam Yukl, 1999) menyatakan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional juga memiliki dampak merugikan bagi

organisasi. Jika anggota organisasi dipengaruhi oleh pemimpin-pemimpin

yang berbeda visi, hasilnya akan meningkatkan ambiguitas peran dan

konflik peran. Selain itu adanya perasaingan diantara subunit dapat

mengakibatkan penurunan keefektifan organisasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional dapat memberikan dampak positif pada

organisasi dan individu seperti OCB, budaya organisasi, komitmen

organisasi, kepuasan kerja, keprcayaan, dan motivasi. Selain berdampak

positif, gaya kepemimpinan transformasinal juga membawa dampak negative

pada karyawan dan organisasi yaitu karyawan dapat mengalami stres dan

(48)

B. Perilaku Kerja Kontraproduktif

1. Definisi Perilaku kerja kontraproduktif

Perilaku kerja kontraproduktif adalah sebuah perilaku yang mempunyai

dampak merusak atau merugikan bagi sebuah organisasi dan anggotanya

(Neuman & Baron, 1998; Fox & Spector, 1999, dalam Spector, Fox & Miles,

2001 ). Menurut Sackett (dalam Firdousiya & Jayan, 2013) perilaku kerja

kontraproduktif adalah perilaku yang sengaja dilakukan oleh anggota

organisasi dimana perilaku tersebut jika dilihat oleh organisasi adalah sebuah

perilaku yang bertentangan dengan kepentingan organisasi.

Robbinson dan Bennet (dalam Kelloway, Francis, Prosser, & Cameron,

2010 ) mendefinisikan perilaku kerja kontraproduktif sebagai salah satu

perilaku menyimpang yang dilakukan secara sukarela di tempat kerja dengan

melanggar semua norma-norma organisasi, sehingga mengancam

kesejahteraan organisasi dan anggota organisasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku kerja

kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja oleh

(49)

2. Dimensi Perilaku Kerja Kontraproduktif

Hollinger, Hollinger dan Clark, Robbinson dan Bennett (dalam

Kelloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyebut perilaku kerja

kontraproduktif sebagai perilaku menyimpang dan membaginya dalam dua

dimensi. Dimensi yang pertama melihat perilaku menyimpang dari tingkat

keparahannya (minor-mayor). Beberapa perilaku menyimpang seperti

berbicara antar karyawan pada saat jam kerja termasuk dalam kategori

penyimpangan perilaku minor. Sedangkan perilaku penyerangan fisik

dikategorikan sebagai penyimpangan perilaku yang parah atau mayor.

Dimensi yang kedua melihat perilaku menyimpang dari sifat target, misalnya

perilaku yang dapat membahayakan individu (interpersonal deviance) atau

kesejahteraan organisasi (organizational deviance).

Berdasarkan hal tersebut maka Robbinson dan Banett (dalam Anderson,

Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2001) membagi perilaku kerja

kontraproduktif kedalam empat dimensi, yaitu:

a. Penyimpangan Property (Property Deviance)

Pada penyimpangan properti, yang menjadi target adalah organisasi.

Individu mencuri atau memakai barang-barang milik perusahaan

(50)

keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) masuk kedalam

perilaku penyimpangan property.

b. Penyimpangan Produksi (Production Deviance)

Robbins dan Banett (dalam Keloway, Francis, Prosser, & Cameron,

2010) menyatakan bahwa perilaku yang termasuk dalam

penyimpangan produksi misalnya, datang terlambat atau mengambil

terlalu banyak waktu untuk beristirahat. Dan target dari perilaku

penyimpangan produksi ialah organisasi.

c. Agresi Individu (Personal Agression)

Yang menjadi target dalam agresi individu adalah individunya atau

rekan kerja. Perilaku agresi individu seperti pelecehan seksual,

agresi non verbal dan agresi verbal.

d. Penyimpangan Politik (Politic Deviance)

Menurut Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, &

Viswesvaran, 2001) yang menjadi target dari penyimpangan politik

adalah interpersonal. Tindakan memilih kasih antar karyawan,

bergosip, dan menyalahkan atau menuduh seseorang atas suatu

perbuatan yang tidak dilakukannya menurut Robbinson dan Banett

(51)

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dimensi dari perilaku

kerja kontraproduktif adalah peyimpangan property (Property deviance),

penyimpangan produksi (production deviance), agresi individu (personal

agression), dan penyimpangan politik (politic deviance).

3. Kategori Perilaku kerja kontraproduktif

Gruys (dalam Anderson, Ones, Sinangil, dan Viswesvaran, 2001)

mengemukakan 11 kategori dari perilaku kerja kontraproduktif. 11 kategori

perilaku kerja kontraproduktif ini merupakan gambaran dari perilaku yang

masuk kedalam perilaku kerja kontraproduktif :

a. Pencurian dan perilaku yang terkait (theft and related behavior) yaitu

pencurian uang tunai atau barang milik perusahaan/organisasi,

memberikan pelayanan atau barang tanpa seijin

organisasi/perusahaan, dan penyalahgunaan diskon karyawan.

b. Merusak barang (Destruction of property) yaitu merusak atau

menghancurkan barang-barang milik perusahaan/organisasi serta

(52)

c. Menyalahgunakan informasi (misuse of information) yaitu

mengungkapkan atau menyebarkan rahasia organisasi/perusahaan

serta memalsukan informasi mengenai organisasi/perusahaan.

d. Menyalahgunakan waktu dan sumber daya (misuse of time and

resources) yaitu membuang-buang waktu, memalsukan jam kerja,

dan melakukan pekerjaan pribadi diwaktu bekerja.

e. Perilaku tidak aman yang membahayakan organisasi/perusahaan

(unsafe behavior) seperti gagal mengikuti atau gagal mempelajari

prosedur yang benar.

f. Tingkat kehadiran yang rendah (poor attendance) seperti absen atau

datang terlambat tanpa alasan yang jelas serta menyalahgunakan ijin

sakit.

g. Rendahnya kualitas kerja (poor quality work) seperti dengan sengaja

bekerja secara lambat atau melakukan suatu pekerjaan dengan tidak

rapi.

h. Penggunaan alkohol (alcohol use) seperti meminum alkohol pada saat

bekerja atau datang ke kantor dalam keadaan mabuk akibat

(53)

i. Penggunaan obat-obat terlarang (drug use) seperti memiliki,

menggunakan, dan menjual obat-obatan di tempat kerja.

j. Berbicara kasar (inappropriate verbal actions) seperti berdebat

dengan pelanggan atau secara lisan melecehkan teman kerja.

k. Kekerasan fisik (Inappropriate physical actions) seperti menyerang

sesama teman kerja dan melakukan pelecehan seksual kepada sesama

pekerja.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan perilaku kerja yang masuk

dalam kategori perilaku kerja kontraproduktif, yaitu pencurian dan perilaku

yang terkait, merusak barang, menyalahgunakan informasi,

menyalahgunakan waktu dan sumber daya, perilaku tidak aman yang

membahayakan organisasi/perusahaan, tingkat kehadiran yang rendah,

rendahnya kualitas kerja, penggunaan alkohol, penggunaan obat-obat

terlarang, berbicara kasar, kekerasan fisik.

4. Faktor Penyebab Perilaku kerja kontraproduktif

Menurut Thomas (2012) faktor-faktor yang dapat menyebabkan

(54)

a. Kepribadian (personality)

Kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab

seseorang melakukan perilaku kerja kontraproduktif. Penelitian yang

dilakukan selama ini berfokus pada big five personality yaitu

extraversion (keinginan seseorang untuk terlibat dalam interaksi

sosial), openness to experience(kemampuan individu untuk menerima

ide baru dan pengalaman baru), agreebleness(kemampuan individu

untuk bersama dengan orang lain), conscientiousness (kemampuan

individu untuk melatih kontrol diri, perencanaan, dan pengaturan),

emotional stability (salah satu kemampuan individu untuk mengatur

suasana hati).

b. Stresor dari organisasi (organisational stresors)

I.1 Kontrak psikologis (psychological contract)

Kontrak psikologis ini mengarahkan karyawan kepada sebuah

kepercayaan apa yang bisa karyawan berikan kepada

perusahaan/organisasi dan apa yang karyawan bisa terima dari

perusahaan/organisasi. Kontrak ini lebih sering diartikan secara

(55)

sepenuhnya oleh kedua belah pihak dan jika seorang karyawan

percaya bahwa organisasi telah melakukan pelanggaran maka

akan menimbulkan perasaan negatif pada organisasi/perusahaan

sehingga mendorong karyawan untuk melakukan perilaku kerja

kontraproduktif.

I.2 Pemberian hadiah (reward allocation)

Apabila karyawan melihat bahwa organisasi/perusahaan tidak adil

dalam memberikan hadiah maka karyawan akan lebih terdorong

untuk melakukan perilaku kerja kontraproduktif.

I.3 Kepemimpinan (leadership)

Kepemimpinan otoritatif merupakan salah satu faktor penyebab

terjadinya perilaku kerja kontraproduktif. Jika manager dan

sepervisor tidak menaati kode etik atau aturan-aturan dalam

perusahaan/organisasi dan banyak melakukan pelecehan kepada

karyawan maka konsekuensinya adalah munculnya perilaku kerja

kontraproduktif di kalangan karyawan.

I.4 Lingkungan kerja (work environment)

Lingkungan kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan

(56)

mengakibatkan karyawan merasa stres, sakit, dan konsekuensinya

adalah karyawan meninggalkan perusahaan/organisasi.

I.5 Stres Kerja

Beberapa hasil penelitian mendapati bahwa stres kerja dapat

menjadi salah satu penyebab dari perilaku kerja kontraproduktif

(Bowling & Eschleman, 2010; Aftab & Javeed, 2012). Penelitian

yang dilakukan oleh Aftad dan Javeed (2012) mendapati bahwa

stres kerja dapat mendorong seseorang untuk melakukan perilaku

kerja kontraproduktif. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh

penelitian yang dilakukan oleh Salami (2010). Penelitian ini

mendapati bahwa stres kerja mempunyai hubungan yang

signifikan dengan perilaku kerja kontraproduktif. Karyawan yang

mempunyai pengalaman negatif di tempat kerja seperti konflik

interpersonal, masalah kepemimpinan, kelebihan beban kerja, dan

ketidakadilan dalam organisasi dapat mendorong karyawan untuk

melakukan perilaku kontra produktif. Selain itu, perilaku kerja

kontraproduktif dapat dihasilkan oleh kejadian-kejadian stres atau

emosi negatif (Fox & Spector, 1999; Glomb, 2002, dalam

(57)

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku kontra

produktif dapat disebabkan oleh kepribadian (personality), stressor yang

berasal dari organisasi (kontrak psikologis, pemberian hadiah,

kepemimpinan, lingkungan kerja), dan stress kerja.

C. Perawat

1. Definisi Perawat

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

HK.02.02/MENKES/148/1/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik

perawat, definisi perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan

perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan

perundang-undangan (Revalicha, 2013). Menurut College of Nurses of

Ontario (2011), perawat adalah sebuah profesi yang difokuskan pada

hubungan kolaboratif atau kerjasama untuk mempromosikan hasil yang

terbaik bagi klien. Hubungannya dapat terjadi baik secara interprofessional

dengan melibatkan berbagai professional kesehatan yang bekerjasama untuk

(58)

dengan melibatkan beberapa anggota dengan profesi yang sama untuk

memberikan perawatan yang berkualitas.

Ellis dan Harley (dalam Pratopo, 2001, dalam Almasitoh, 2011)

mendefinisikan perawat sebagai orang yang merawat, memelihara, dan

menjaga orang yang sakit. Sementara Gunarsa (dalam Almasitoh, 2011)

mengartikan perawat sebagai individu yang telah dipersiapkan melalui

pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit

yang dilaksanakan sendiri atau di bawah pengawasan supervise dokter atau

penyelia.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat ialah seseorang

yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan bertugas untuk

merawat serta memelihara orang yang sakit di rumah sakit.

2. Tugas, Fungsi, dan Peran Perawat

Menurut Yulmawati, Manjas, dan Bachtiar (2011) tugas utama yang

dimiliki oleh perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan kepada

pasien, baik untuk kesembuhan ataupun pemulihan status fisik dan mental

pasien. Perawat juga bertugas memberikan pelayanan lain bagi kenyamanan

(59)

perawat juga mempunyai tugas-tugas administratif seperti

mendokumentasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan

keperawatan.

Organization of Nursing (dalam manajemen keperawatan, 2003)

menjabarkan peran, tugas, serta fungsi dari perawat. Dalam manajemen

keperawatan seorang perawat mempunyai peran sebagai berikut:

a. Pelaksana Pelayanan Keperawatan

Perawat mempunyau tanggung jawab untuk memberikan pelayanan

dari yang bersifat sederhana hingga kompleks.

b. Pengelola dalam bidang pelayanan keperawatan

Tenaga keperawatan secara fungsional mengelola pelayanan

keperawatan termasuk perlengkapan, peralatan, dan lingkungan.

Selain itu, perawat juga membimbing tenaga kesehatan yang

berpendidikan lebih rendah dan bertanggung jawab dalam hal

administrasi.

c. Pendidik pelayanan keperawatan

Tenaga Keperawatan bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan

pengajaran ilmu keperawatan dasar bagi tenaga kesehatan lainnya dan

(60)

Menurut Organization of Nursing (dalam manajemen keperawatan, 2003)

tenaga keperawatan juga diharapkan dapat melaksanakan fungsi (khususnya

pada pasien yang dirawat) sebagai berikut :

a. Menentukan kebutuhan kesehatan pasien dan mendorong pasien

untuk berperan serta di dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya.

b. Memberikan penyuluhan kesehatan mengenai kebersihan perorangan,

kesehatan lingkungan, kesehatan mental, gizi, kesehatan ibu dan

anak, pencegahan penyakit dan kecelakaan.

c. Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang meliputi

perawatan darurat, serta bekerjasama dengan dokter dalam program

pengobatan.

d. Melaksanakan rujukan terhadap kasus-kasus yang tidak dapat

ditanggulangi dan menerima rujukan dari organisasi kesehatan

lainnya.

e. Melaksanakan pencatatan asuhan keperawatan.

Menurut Organization of Nursing (dalam manajemen keperawatan, 2003)

seorang perawat bertugas untuk memelihara kebersihan dan kerapihan di

dalam ruangan; menerima pasien baru; melaksanakan asuhan keperawatan

(61)

keluar; membimbing dan mengawasi pekarya kesehatan dan pekarya rumah

tangga; mengatur tugas jaga; mengelola peralatan medis dan keperawatan,

bahan habis pakai dan obat; mengelola administrasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perawat

mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan perawatan, kenyamanan, dan

keamanan kepada pasien dan peran sebagai pelaksana, pengelola, dan

pendidik dibidang pelayanan kesehatan. Selain itu, perawat juga

melaksanakan fungsinya untuk merawat dan memenuhi kebutuhan pasien

selama masa perawatan.

3. Tuntutan Bagi Seorang Perawat

Menurut Revalicha (2013) seorang perawat dituntut untuk meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, seorang

perawat dituntut untuk lebih professional. Selain itu seorang perawat juga

dituntut untuk memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan

keterampilan dan pengetahuannya dalam usaha untuk memberikan pelayanan

yang berkualitas kepada pasien.

Perawat juga dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang ramah,

(62)

dalam diri perawat sangat diperlukan misalnya melakukan tugas lainnya

apabila dibutuhkan oleh rumah sakit (Koesmono, 2007).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perawat

dituntut untuk dapat meningkatkan dan memberikan pelayanan kesehatan

yang berkualitas kepada masyarakat

4. Penelitian Tentang Perawat

The Institute of Medicine (IOM) (dalam Olds dan Clarke, dalam Bae,

2012) merekomendasikan kepada perawat untuk tidak bekerja lebih dari 12

jam perhari dan tidak lebih dari 60 jam perminggu. Olds dan Clarke

menemukan bahwa perawat yang bekerja lebih dari 40 jam perminggu

berhubungan dengan kesalahan-kesalahan medis. Menurut Trinkoff (dalam

Bae, 2012 ) jam kerja yang panjang pada perawat juga berhubungan dengan

kematian pasien

Penelitian yang dilakukan oleh Trinkoff (dalam Berry & Curry, 2012)

menemukan bahwa jadwal kerja perawat berpengaruh pada hasil pasien.

Peluang kematian pasien pneumonia di rumah sakit naik menjadi 31% ketika

perawat melaporkan jadwal kerja dengan jam kerja yang panjang dan 24%

(63)

pasien dengan penyakit jantung akut, peluang kematian naik hingga 33%

ketika perawat bekerja dengan jam kerja yang panjang dan peluang kematian

pada pasien dengan penyakit gagal jantung naik hingga 39% ketika perawat

bekerja dalam keadaan sakit

Penelitian yang dilakukan oleh Schwartz, Spencer, Wilson, dan Wood

(2011) mendapati bahwa kepuasan kerja diantara perawat memiliki

hubungan yang kuat dengan gaya kepemimpinan transformasional. Selain itu

penelitian yang dilakukan oleh Bass dan Avolio (dalam Scwartz et all, 2011)

memperlihatkan bahwa komitmen pada organisasi di antara perawat

meningkat ketika pemimpin mereka menggunakan gaya kepemimpinan

transformasional. Casida dan Pinto-Zipp (dalam Scwartz et all, 2011)

menemukan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berhubungan

positif dengan budaya organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Poghosyan, Clarke, dan Finlayson (dalam

Berry & Curry, 2012) pada 55.000 perawat di enam Negara, menemukan

hubungan yang sangat tinggi antara burnout dengan rendahnya kualitas

(64)

lainnya yaitu, turnover. Turnover yang terjadi diantara perawat berhubungan

signifikan dengan sistem kesehatan dan kepuasan kerja perawat.

Perawat juga sering merasa kelelahan. Berdasarkan survei yang

dilakukan oleh Canadian Nurses Association (CNA) dan Registered Nurses

Association of Ontario (RNAO) menemukan bahwa kelelahan yang

dirasakan oleh perawat mempunyai pengaruh negatif dalam keterlibatan

perawat, pengambilan keputusan, kreativitas dan kemampuan pemecahan

masalah, dan semua aspek-aspek keamanan pasien. Selain itu, setiap minggu

ditemukan perawat yang tidak masuk kerja dengan alasan sakit. Absensi

yang terjadi diantara perawat berkaitan dengan kepuasan kerja, komitmen

organisasi, dan lingkungan kerja (Davey, Cummings, Newburn-Cook & Lo,

2009, dalam Berry & Curry, 2012).

D. Dinamika Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Perilaku Kontraproduktif pada Perawat

Perawat adalah salah satu tenaga medis yang bekerja di rumah sakit.

Perawat bertugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

(65)

masyarakat, perawat dituntut untuk dapat bersikap professional, ramah, sopan,

loyal, serta dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya

(Revalicha, 2013).

Di antara semua tenaga medis, perawat merupakan pekerja yang

rentan terkena stres. Hal ini disebabkan karena perawat mempunyai tuntutan

yang sangat banyak (Revalicha, 2013). Selain itu adanya konflik dengan

dokter, diskriminasi, beban kerja yang tinggi, menghadapi pasien, kematian

pasien dan keluarga pasien juga dapat menyebabkan perawat mengalami stres

(Perancis, Lenton, Walters, & Eyles, dalam Mark & Smith, 2011, dalam

Revalicha, 2013).

Dalam dunia kesehatan, gaya kepemimpinan sangat penting karena

lingkungan kesehatan secara terus menerus mengalami perubahan. Menurut

Govier (2009), gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya

kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan pada lingkungan kesehatan

karena seorang pemimpin di lingkungan kesehatan harus mampu untuk

mengajar, menginspirasi, meningkatkan performasi, memimpin dan

mengembangkan pelayanan, serta mendukung organisasi (Oliver, 2006). Hal

ini sama dengan ciri utama dari kepemimpinan transformasional yaitu

(66)

Gaya kepemimpinan adalah sebuah cara yang dipakai oleh pemimpin

untuk mencapai tujuan organisasi. Ada beberapa macam gaya kepemimpinan

yang dipakai, salah satunya adalah gaya kepemimpinan transformasional.

Gaya kepemimpinan transformasional sendiri diartikan sebagai sebuah proses

perubahan yang terjadi dalam sebuah organisasi yang dapat meningkatkan

motivasi diantara pengikutnya.

Gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh seorang

pemimpin mempunyai empat kriteria yaitu karisma atau pengaruh ideal

dimana pemimpin menjadi model/teladan bagi bawahannya, inspirasi yang

memotivasi dimana pemimpin mampu untuk memotivasi bawahannya,

rangsangan intelektual dimana pemimpin merangsang kreativitas dari

pegikutnya dan perhatian individu dimana pemimpin lebih memperhatikan

dan menghargai bawahannya (Warrilow, dalam James & Ogbonna, 2013, dan

Riggio, 2008).

Gaya kepemimpinan transformasional mempunyai efek atau dampak

positif bagi pengikutnya. Hal ini disebabkan karena pemimpin

transformasional akan membuat bawahannya merasa yakin, menghormati,

dihargai dan setia kepada pemimpinnya dan mereka akan termotivasi untuk

(67)

dengan penelitian yang dilakukan oleh Givens (2008) yang menyatakan

bahwa gaya kepemimpinan transformasional secara signifikan berpengaruh

positif terhadap OCB, budaya organisasi, dan visi organisasi Selain itu,

menurut Schwartz, Spencer, Wilson, dan Wood (2011) kepemimpinan

transformasional juga berhubungan dengan kepuasan kerja, komitmen

organisasi, dan budaya organisasi.

Namun, gaya kepemimpinan transformasional juga dapat memberikan

efek negatif bagi pengikutnya. Karena pada dasarnya gaya kepemimpinan

transformasional merupakan sebuah gaya kepemimpinan yang berusaha untuk

merubah perilaku, budaya dan individu di dalam organisasi (Suresh dan

Renini, 2013).

Perubahan yang terjadi akan membuat perawat merasa cemas dan

tidak senang sehingga pada akhirnya perawat mengalami stres kerja (Salami,

2010). Stres kerja yang dialami perawat dapat mendorong dan

mengarahkannya kepada perilaku kontra produktif (Bowling & Eschleman,

2010; Aftab & Javeed, 2012). Beberapa perilaku kontra produktif yang dapat

terjadi antara lain datang terlambat, absen tanpa alasan yang jelas, mencuri,

(68)

Yukl (1999) gaya kepemimpinan transformasional juga dapat memberikan

(69)

E. Kerangka Penelitian (Bagan 1)

Positif Negatif

Perawat

Berpengaruh positif pada

Komitmen kepuasan kerja, OCB, budaya organisasi, motivasi

Gaya Kepemimpinan transformasional

Dipersepsi / Dampak

Muncul CWB seperti datang

terlambat, malas, tidak disiplin, burn out, keefektifan organisasi menurun CWB Tidak muncul

(70)

F. Hipotesis

Ada hubungan negatif antara gaya kepemimpinan transformasional dengan

(71)

48 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif menekankan pada data-data numerikal (angka) yang

diolah dengan menggunakan metoda statistika (Azwar, 2013). Menurut Noor

(2012) penelitian kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori-teori

dengan cara meneliti hubungan antar variabel.

Penelitian ini menggunakan penelitian korelasional. Penelitian

korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel

berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien

korelasi (Azwar, 2013).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel pada penelitian ini, yaitu :

(72)

2. Variabel Dependen (Terikat) : Kecenderungan Perilaku Kerja

Kontraproduktif

C. Definisi Operasional

1. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional adalah persepsi bawahan dalam

melihat gaya pemimpin dalam memimpin dengan cara meningkatkan

motivasi serta semangat bawahannya. Gaya kepemimpinan dapat diukur

dengan menggunakan skala gaya kepemimpinan transformasional. Semakin

tinggi skor total gaya kepemimpinan transformasional berarti semakin

baik/positif dampak dari gaya kepemimpinan transformasional. Skala

kepemimpinan transformasional didasarkan pada 4 komponen, yaitu:

a. Karisma atau pengaruh ideal : Merujuk pada pemimpin

transformasional yang menjadi model bagi pengikutnya. Pemimpin

transformasional memegang nilai-nilai dan kepercayaan mereka

sehingga pengikutnya sangat menghargai pemimpin transformasional

b. Inspirasi yang memotivasi : pemimpin transformasional mampu

untuk meningkatkan gairah dan menginspirasi pengikutnya dengan

(73)

c. Rangsangan intelektual : pemimpin merangsang rasa ingin tahu dan

inovasi serta kreativitas dari pengikutnya.

d. Perhatian individu atau pertimbangan individu : melibatkan perhatian

pribadi pemimpin untuk mengetahui perasaan, kebutuhan, dan

kekhawatiran pengikutnya. Pemimpin bertindak sebagai mentor atau

pelatih dan menghargai dan mengapresiasi setiap kontribusi dari

individu.

2. Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif

Kecenderungan Perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang

dilakukan secara sengaja oleh karyawan kepada organisasi atau amggota

organisasi yang sifatnya merugikan. Kecenderungan perilaku kerja

kontraproduktif dapat diukur dengan menggunakan skala kecenderungan

perilaku kontraproduktif. Semakin tinggi skor total pada kecenderungan

perilaku kerja kontraproduktif berarti semakin tinggi kecenderungan perilaku

kontraproduktif yang ada di dalam organisasi tersebut.

Skala ini terdiri dari beberapa dimensi, yaitu :

Gambar

Tabel 2
Tabel 3 Komponen dan distribusi aitem skala gaya kepemimpinan
Tabel 4 Komponen dan Distribusi aitem kecenderungan perilaku kerja
Tabel 5 Deskripsi Subjek
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sungai Maruok Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Nomor : 19.I/PBJ/UPT-ULP/2014 tanggal 29 September 2014, bersama ini diumumkan Penyedia Barang/Jasa untuk pelaksanaan

Berdasarkan uraian diatas, baik teori-teori yang menjelaskan kepemimpinan terhadap dirinya sendiri maupun dalam kelompoknya serta data masalah yang diperoleh

Pada Matlab tersedia algoritma yang dapat mendeteksi bagian tertentu saja pada citra.Peneliti menggunakan algoritma ini untuk mendeteksi bagian paru dan menghilangkan

Tuturan yang ada dalam spanduk di wilayah kota Surakarta setelah dianalisis ditemukan data yang berupa tindak tutur ilokusi dengan bentuk asertif yang meliputi

Sedangkan harga emas, inflasi, GDP, BI Rate , kurs Dollar, dan kurs Euro tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham sektor perdagangan, jasa, dan investasi

Disisi lain, kenaikan Ib pada bulan Mei 2015 ini disebabkan karena terjadi perubahan pada indeks kelompok konsumsi rumah tangga naik sebesar 0.13 persen relatif lebih cepat

[r]

Dari suatu penelitian, demam kejang sederhana menyebabkan kelainan pada IQ tetapi pada klien demam kejang yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau