iv
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena mengenai kemandirian pada remaja panti asuhan “X” Bandung beserta aspek-aspek kemandirian yang meliputi emotional autonomy, behavioral autonomy, value autonomy. Maksud dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai pengaruh program pelatihan kemandirian dalam meningkatkan kemandirian pada remaja madya yang tinggal di panti asuhan “X” Bandung yang terukur melalui evaluasi pelatihan pada level reaksi dan level pembelajaran.
Desain penelitian yang digunakan adalah Single group pre-post design. Sampel penelitian meliputi 10 remaja madya panti asuhan “X” Bandung. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner kemandirian yang disusun berdasarkan teori kemandirian dari Steinberg (2002). Pengujian validitas alat ukur dilakukan dengan teknik
construct validity . Validitas alat ukur berkisar antara 0,339 – 0,651. Sedangkan uji reabilitas menggunakan Alpha Cronbach dengan hasil 0,916.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar remaja madya menampilkan reaksi positif terhadap pelatihan dan menunjukkan peningkatan derajat ketiga aspek kemandirian. Peningkatan terbesar terjadi pada emotional autonomy, sedangkan value autonomy mengalami peningkatan yang paling kecil.
Saran teoritis, bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan revisi modul pelatihan pada metode pelatihan untuk meningkatkan kemandirian. Saran praktis remaja madya panti asuhan “X” Bandung dapat melakukan sharing pengalaman antara sesama remaja madya. Bagi pihak pengurus panti asuhan, dapat menerapkan metode pengembangan kemandirian pada remaja madya panti asuhan berikutnya agar dapat membantu mengembangkan kemandirian mereka.
v
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT
This research is based on the autonomy phenomena and its aspect such as emotional autonomy, behavioral autonomy and value autonomy at youth in the “X” reformatory Bandung. The research purpose is to have a picture of the influence of autonomy training program to enhance the autonomy of the youth who is living in the reformatory which evaluated by reaction and learning level. The research design to be used is Single Group Pre Test-Post test Design (Before-After). The sample of this study consist 10 (ten) youth who lived in the “X” reformatory Bandung.
The measuring instrument used is autonomy questionnaire which is arranged based on autonomy aspects by Steinberg (2002). Measuring instrument validity test is done with construct validity technique.Which the test validity is revolves around 0,339 - 0,651. While reliability test for the instrument is using Cronbach Alpha which obtained result 0,916.
The result of the research showed that most of the youth gained positive reactions on the training . It can be seen from the increase happening from three types of autonomy which become the focus of this research, emotional autonomy, behavioral autonomy and value autonomy.If compared with the other two types, the increase in emotional autonomy endures the highest increase. And value autonomy endures the least increase.
Theoretical suggestion for the following research is to do revision in the module especially in the method which is used to increase the autonomy of the researcher. Practical suggestion for the youth of the “X” reformatory Bandung is that they can share their experience between themselves about the autonomy they have got to share and give insight among them. For the “X” reformatory foundation can use autonomy training module for the following youth of the reformatory.
LEMBAR PENGESAHAN ……… i
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ……… ii
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ……….. iii
ABSTRAK ……… iv
ABSTRACT ……… v
KATA PENGANTAR ……… vi
DAFTAR ISI ………...……… xi
DAFTAR TABEL ……….……… xv
DAFTAR BAGAN ………..……… xvi
DAFTAR LAMPIRAN ………..……….……… xvii
BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Masalah ……….……….……… 1
1.2 Identifikasi Masalah ……….…..……… 11
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………...……… 11
1.3.1 Maksud Penelitian ………...………….……… 11
1.3.2 Tujuan Penelitian ………..………….……… 11
1.4 Kegunaan Penelitian ………..……….……… 12
1.4.1 Kegunaan Ilmiah ………….……….……… 12
1.4.2 Kegunaan Praktis ………..……… 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 2.1 Kemandirian ………..……….……… 14
2.1.1 Pengertian Kemandirian ………..………...………..……… 14
DAFTAR ISI
2.1.2 Kemandirian sebagai suatu issue penting pada remaja ……….… 14
2.1.3 Aspek - aspek kemandirian ……… 17
2.1.3.1 Emotional Autonomy………...…… 17
2.1.3.2 Behavioral Autonomy ……….……… 25
2.1.3.3 Value Autonomy ………..……… 29
2.2 Remaja ……….……… 32
2.2.1 Teori dan Perkembangan Remaja ……….………..… 32
2.2.1.1 Pengertian dan Batasan Remaja ……….………… 32
2.2.1.2 Tugas Perkembangan pada Masa Remaja ……… 33
2.2.2 Perubahan dasar yang terjadi selama masa remaja ……….………… 35
2.2.2.1 The fundamental changes of adolescence ………. 36
2.2.2.2 The psychosocial of adolescence……… 38
2.3 Pelatihan ………….. ……….…………..……… 39
2.3.1 Pengertian Pelatihan …………..……….…………..… 39
2.3.2 Area Pembelajaran……… 40
2.3.3 Metode Pelaksanaan Pelatihan ……….……… 42
2.3.4 Pembelajaran Experiensial 42 2.3.5.1 Metode Experiential Learning ………. 43
2.3.5 Instruktur ……….……….… 47
2.3.6 Model Evaluasi program …………..……….……… 47
2.4 Kerangka Pemikiran ……….…………..…………..……… 49
2.5 Asumsi Penelitian ……….…………..……...……… 64
2.6 Hipotesa Penelitian ……….……….…………...……… 64
BAB III METODE PENELITIAN 65 3.1 Rancangan Penelitian ……….…………..……...………… 65
3.2 Variabel Penelitian ……….…………..……….……… 66
3.2.1 Definisi Konseptual ……….…………..……...……… 66
3.2.2 Definisi Operasional ………..……….…………..………… 67
3.3 Alat Ukur ……….…………..…..……… 70
3.3.1 Kisi-kisi Kuesioner Kemandirian Remaja ……….……… 70
3.3.2 Data Penunjang ……….…………..………...… 71
3.3.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……….…………..… 71
3.3.4.1 Validitas Alat Ukur ……….………… 72
3.3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ……….………… 75
3.4. Metode Pelatihan ……….…………..………..…… 76
3.4.1 Tujuan Interaksional ……….…………..……… 76
3.4.1.1 Tujuan Interaksional Umum ……… 76
3.4.1.2 Tujuan Interaksional Khusus ……… 77
3.4.2 Pelatihan ……….…………..……… 78
3.5 Teknik Analisis Data ………..……… 81
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 82 4.1 Hasil Uji Coba Modul Pelatihan……… 82
4.1.1 Gambaran Peserta ……… 82
4.1.2 Hasil Penelitian ……… 83
4.1.3 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Reaksi ……… 85
4.1.4 Hasil Penelitian berdasarkan Level Learning ……… 91
4.2 Pembahasan ……… 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 108 5.1 Kesimpulan ……… 108
5.2 Saran ……… 109
5.2.1 Saran Teoretis ……… 109
5.2.2 Saran Praktis ……… 110
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RUJUKAN
LAMPIRAN
Tabel 2 Proses Pengukuran dan Pengumpulan Data Evaluasi……….…………..… 61
Tabel 3.1 Kisi - kisi Kuesioner Kemandirian……… 82
Tabel 3.2 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Emotional Autonomy ……… 84
Tabel 3.3 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Behavioral Autonomy ……… 85
Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Value Autonomy ……… 85
Tabel 3.5 RekapitulasiHasil Uji Reabilitas ……… 86
Tabel 4.1 Gambaran Peserta ……… 93
Tabel 4.2 Tabel Uji Wilcoxon ……… 95
Tabel 4.3 Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Pelatihan ……… 97
Tabel 4.4 Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Materi ……… 98
Tabel 4.5 Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Perubahan yang Dirasakan ……… 99
Tabel 4.6 Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Trainer dan Fasilitator ……… 100
Tabel 4.7 Perubahan Proses Learning ……… 103
Tabel 4.8 Perubahan Aspek-aspek Kemandirian ……… 104
Tabel 4.9 Frekuensi Perubahan masing-masing Aspek Kemandirian ……… 105 DAFTAR TABEL
Bagan 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Bagan 3.1. Bagan Metode Penelitian
DAFTAR BAGAN
LAMPIRAN 1 SURAT KESEDIAAN
LAMPIRAN 2 ALAT UKUR
LAMPIRAN 3 MODUL PELATIHAN KEMANDIRIAN
LAMPIRAN 4 LEMBAR KERJA
LAMPIRAN 5 LEMBAR EVALUASI PELATIHAN
DAFTAR LAMPIRAN
1
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan, setiap manusia memiliki dambaan untuk hidup bersama
dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.
Perhatian serta bimbingan orang tua diharapkan dapat menuntun setiap anak untuk
tumbuh menjadi anak yang mampu mengembangkan potensi diri serta mampu
menghadapi setiap permasalahan hidup secara mandiri. Namun, pada kenyataannya
banyak yang pada akhirnya tidak dapat hidup serta tinggal bersama ibu, ayah ataupun
keduanya dengan berbagai alasan, antara lain ketiadaan ayah atau ibu serta
keterbatasan ekonomi. Hingga, pada akhirnya keadaan tersebut memaksa mereka
untuk hidup tidak bersama orang tua atau keluarga mereka.
Salah satu cara yang dilakukan agar anak yang tidak memiliki ayah atau ibu
ataupun memiliki keterbatasan secara ekonomi tetap dalam pengasuhan adalah
dengan menampung anak-anak tersebut ke dalam suatu wadah. Dalam hal ini panti
asuhan merupakan wadah guna membantu meningkatkan kesejahteraan anak dengan
cara mendidik, merawat, membimbing, mengarahkan dan memberikan
2
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Panti Asuhan Yatim “X” yang
bertempat di Bandung Tengah berdiri sebagai wujud usaha untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan sosial anak yatim, piatu, yatim piatu dan anak dari
keluarga miskin bagi masyarakat. Anak asuh yang ditampung dalam panti asuhan ini
adalah anak yang tidak mempunyai ayah, ibu atau keduanya dan anak-anak dari
keluarga kurang mampu sehingga orang tua tidak mampu memberikan kehidupan
yang layak bagi anak. Panti asuhan ini terdiri atas anak asuh balita berusia 2 tahun
hingga remaja berusia 18 tahun dengan jumlah keseluruhan 50 anak asuh. Beberapa
anak asuh ada yang tinggal sejak kecil dan adapula sejak remaja berusia 13 atau 15
tahun. Mereka juga berasal dari berbagai latar belakang antara lain, tidak memiliki
ayah, ibu atau ayah dan ibu, adapula yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Beberapa anak asuh, sebelumnya ada yang tinggal bersama ayah, ibu ataupun
neneknya, umumnya mereka berasal dari keluarga kurang mampu yang memiliki
beberapa saudara kandung sehingga orang tuanya tidak mampu lagi membiayai hidup
mereka.
Anak asuh (remaja) yang telah menyelesaikan sekolah menengah tingkat atas
diharapkan telah mandiri, salah satunya mampu mengambil suatu keputusan serta
mampu untuk melakukan aktivitasnya tanpa bergantung pada orang lain. Salah
seorang pengurus panti asuhan mengungkapkan bahwa anak asuh yang telah
menyelesaikan sekolah menengah atas, diharapkan tidak lagi tinggal di panti asuhan.
Mereka harus segera mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka
setiap anak asuh di panti asuhan diharapkan untuk mandiri sebagai bekal di masa
3
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha akan menghadapi berbagai tantangan serta diharapkan mampu menyelesaikan
permasalahan tanpa bimbingan pengasuh serta tidak mendapatkan fasilitas (tempat
tinggal, perhatian, dan lainnya) seperti yang didapatkan dalam panti .
Kemandirian yang menjadi tugas perkembangan pada masa remaja
dipengaruhi beberapa faktor eksternal yang dimulai dari lingkungan keluarga melalui
pola pengasuhan orangtua sehari-hari, tingkat pendidikan orangtua, dan banyaknya
anggota keluarga (Steinberg, 2002). Kehidupan dalam panti asuhan bukan berarti
anak asuh tidak mendapatkan perhatian serta kasih sayang yang dibutuhkan, hanya
saja intensitas perhatian serta dukungan dan kasih sayang yang didapatkan lebih
sedikit dibandingkan dengan mereka yang hidup dengan orang tua. Di panti asuhan
ini terdapat 50 anak asuh dengan jumlah pengasuh sebanyak 7 orang, sehingga
perhatian yang diberikan terhadap anak asuh cenderung terbatas. Berdasarkan hasil
wawancara dengan salah seorang pengasuh panti, diperoleh informasi bahwa
pengasuh berusaha menyempatkan diri untuk memberikan perhatian pada anak asuh
yang telah remaja sesuai dengan kemampuannya. Salah satu contohnya pada saat
anak asuhnya tersebut ingin bercerita mengenai permasalahan yang dihadapinya,
namun seringkali hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh pengasuh. Pengasuh juga
menyadari bahwa perhatian yang diberikan tidak dapat dilakukan secara terus
menerus, hal ini dikarenakan jumlah pengasuh yang terbatas. Disisi lain, pengasuh
juga mengharapkan anak asuh memiliki kemandirian agar dapat menyelesaikan
4
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Kemandirian secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mengatur diri sendiri secara bertanggungjawab dalam ketidakhadiran atau jauh dari
pengawasan langsung dari orang tua ataupun orang dewasa lain (Steinberg,2002).
Selain mencakup usaha menyelesaikan permasalahan sendiri, kemandirian juga
memiliki pertimbangan rasional terhadap masalah yang dihadapi, termasuk
didalamnya dalam pengambilan suatu keputusan. Remaja juga diharapkan mampu
melaksanakan keputusan yang diambil dengan penuh tanggung jawab serta mampu
memberikan alasan dari keputusan yang diambilnya dengan cara-cara yang dapat
diterima serta memprediksi akibat dari keputusannya.
Kemandirian remaja dalam hal ini anak asuh yang tinggal di panti asuhan
adalah usaha untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan
keinginannya setelah mempelajari keadaan sekelilingnya. Salah satu contohnya yaitu
pada saat anak asuh (remaja) ingin melakukan suatu kegiatan ekstrakulikuler di
sekolahnya namun akan memakan waktu yang cukup lama serta memungkinkan
mereka pulang lebih lama dari biasanya, maka anak asuh tersebut diharapkan untuk
mampu mengungkapkan apa yang diinginkan pada pengasuhnya. Juga di contoh lain,
pada saat anak asuh ingin mengikuti jurusan tertentu di sekolahnya namun pengasuh
memberikan saran untuk mengikuti jurusan lain. Berdasarkan wawancara, ada anak
asuh yang kurang berani untuk mengungkapkan hal tersebut serta cenderung
mengikuti saran dari pengasuh, dengan pertimbangan bahwa itu yang terbaik
untuknya.
5
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha aspek kemandirian yang berhubungan dengan perubahan kedekatan hubungan
emosional, terutama dengan orang tua (dalam hal ini adalah pengasuh) atau figur
orang dewasa lain. Dalam hal ini, remaja mulai menganggap orang tua sebagai
individu, sehingga ia mampu untuk tidak selalu bergantung pada orang tua ataupun
pengasuh.
Behavioral autonomy merupakan kemampuan membuat keputusan-keputusan secara bertanggungjawab dan siap melaksanakannya. Dalam hal ini, remaja
mengetahui kepada siapa harus meminta nasehat dalam situasi yang berbeda-beda.
Remaja yang mandiri tidak mudah dipengaruhi dan mampu mempertimbangkan
terlebih dahulu nasehat yang diterima, misalnya dalam menentukan pilihan jurusan
ataupun ekstrakulikuler di sekolah. Sedangkan value autonomy merupakan kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang
penting dan tidak penting (Steinberg,2002). Remaja dapat memberi penilaian benar
atau salah berdasarkan keyakinannya dan tidak dipengaruhi nilai yang ada pada
masyarakat.
Menurut Steinberg (2002), remaja madya atau middle adolescence, berkisar antara usia 14 hingga 18 tahun. Remaja madya yang tinggal di panti asuhan X
Bandung, mereka diharapkan mampu untuk mandiri. Namun berdasarkan hasil
wawancara pada sepuluh remaja madya dipanti asuhan “X” Bandung, diperoleh hasil
bahwa tujuh orang (70%) diantaranya ragu untuk dapat menyelesaikan permasalahan
tanpa bantuan pengasuh. Remaja tersebut juga cenderung menganggap pengasuh
merupakan figur yang penting apabila tidak ada pengasuh maka akan mengalami
6
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha bantuan ataupun perhatian serta sarana (tempat tinggal, sekolah) serta fasilitas lain
yang dibutuhkan. Selain itu, beberapa diantaranya juga mengatakan bahwa mereka
mengganggap bahwa pengasuh mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan anak
asuhnya hingga remaja tersebut cenderung mengikuti apa yang dikatakan pengasuh
dan remaja cenderung enggan untuk mengungkapkan apa yang ingin disampaikan
kepada pengasuh.
Fenomena yang terjadi diatas, menunjukkan bahwa remaja madya di panti
asuhan “X” tersebut mengalami keraguan untuk menyelesaikan permasalahannya
sendiri. Remaja madya diharapkan dapat menampilkan perilaku mandiri secara
emosional (emotional autonomy). Remaja yang telah mandiri secara emosional dapat menampilkan perilaku yang tidak lagi bergantung secara emosional antara lain, tidak
lagi sering bertanya pada pengasuh saat mereka mengalami kesulitan ataupun merasa
bingung. Hal tersebut berkaitan dengan salah satu indikator dari emotional autonomy
yaitu tidak lagi memandang pengasuh sebagai orang yang serba tahu. Selain daripada
itu, mereka juga diharapkan dapat melakukan interaksi dengan pengasuh sebagai
seorang individu misalnya, mampu untuk berkomunikasi dengan pengasuh apabila
mereka menghadapi suatu permasalahan ataupun memiliki kesediaan untuk
mendengarkan saran - saran dari pengasuh atau lingkungan sekitar.
Berdasarkan fenomena berikutnya, sebanyak tiga orang (30%) diantaranya
mengatakan apabila diminta untuk mengambil keputusan maka keputusan yang
diambilnya merupakan saran yang paling tepat yang diberikan oleh pengasuhnya.
Contohnya saat memilih ekstrakulikuler di sekolah, mereka cenderung mengikuti
7
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha kurang berminat dengan ekstrakulikuler yang dipilih tersebut. Selain itu, berdasarkan
wawancara peneliti terdapat tiga orang mengatakan apabila mengalami suatu
permasalahan maka biasanya ia berusaha menggabungkan semua saran-saran tersebut
dan mencoba mengikuti semua saran yang ada. Seorang remaja diantaranya merasa
bingung dan merasa semakin tidak jelas apa yang harus dilakukan apabila mengalami
masalah dan menerima banyak saran dari orang lain.
Dalam fenomena berikutnya, menunjukkan bahwa sebanyak 30 % remaja
madya tersebut cenderung menerima banyak saran dari orang lain serta mencoba
menggabungkan banyak saran tersebut dan terdapat remaja yang merasa bingung apa
yang harus dilakukan. Hal tersebut berkaitan dengan aspek Behavioral Autonomy, dimana aspek ini diharapkan remaja tidak mudah terpengaruh oleh individu lain dan
mampu memahami serta mengolah saran dan kritik dari orang lain. Remaja
diharapkan tidak mudah terpengaruh oleh saran-saran orang lain serta menyadari
bahwa keputusan yang dibuatnya berdasarkan proses pemikiran yang telah dibuat
hingga remaja yakin serta siap menerima konsekuensi dari keputusan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap sepuluh remaja panti asuhan “X”
Bandung, terdapat 6 orang (60%) mengatakan bahwa ia cenderung mengikuti teman
lain yang mencontek saat ulangan dengan alasan pada umumnya teman - teman lain
juga mencontek. Walaupun mereka menyadari bahwa hal tersebut tidak baik untuk
dilakukan. Tiga orang (30%) lainnya akan tetap akan berusaha mengerjakan soal
ulangannya sendiri dengan alasan ia ingin memiliki hasil usaha sendiri dan
mencontek bukan merupakan kebiasaan yang baik untuk dilakukan. Selain itu
8
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang mengawasi di kelas mereka walaupun mereka mengatakan bahwa hal tersebut
tidak sebaiknya dilakukan.
Pada fenomena berikutnya, menunjukkan bahwa remaja tersebut cenderung mengikuti temannya yang mencontek walaupun ia menyadari bahwa hal tersebut
tidak baik. Hal tersebut berkaitan dengan value autonomy dimana remaja mampu berfikir secara lebih abstrak, mampu menilai apa yang penting dan tidak penting
serta, menilai yang benar dan salah tanpa harus selalu diberitahu juga tidak lagi
bergantung pada sistem nilai yang diberikan oleh orang tua ataupun pengasuh.
Pengalaman anak asuh yang didapatkan selama dalam pengasuhan panti
asuhan diharapkan dapat menjadi bekal bagi mereka untuk dapat mandiri. Dalam
panti asuhan, para remaja diberi tanggungjawab serta aktivitas untuk membina
kemandiriannya yaitu menjadi kakak yang membimbing adik asuh, mengurus
keperluan adik asuh dalam panti antara lain, serta memasak, membersihkan ruangan.
Namun, menurut staf panti asuhan, permasalahan yang biasanya terjadi yaitu anak
asuh yang beranjak remaja belum menampilkan perilaku mandiri antara lain, untuk
membersihkan kamar ataupun kebutuhannya masih cenderung harus diingatkan,
mereka belum menyadari bahwa hal tersebut merupakan salah satu hal yang perlu
diperhatikan untuk kepentingan dirinya.
Pengasuh khawatir bahwa kemandirian yang belum ditampilkan oleh remaja
tersebut akan mempersulit diri mereka saat mereka berada di lingkungan luar panti
asuhan dimana mereka tidak lagi memperoleh dukungan dari pengasuh. Kondisi anak
9
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha mampu membuat mereka dihadapkan pada situasi yang mengharuskan mereka
mampu menentukan hidup tanpa harus bergantung pada pengasuh. Pengasuh
mengkhawatirkan para remaja tersebut akan sulit menyesuaikan diri dengan
masyarakat, dan kurang dapat mandiri. Selain itu, terdapat remaja di panti tersebut
khawatir serta bingung saat menghadapi kelulusan karena dituntut untuk mendapat
pekerjaan serta berusaha seorang diri tanpa pengasuh yang biasanya ada di dekatnya.
Pengurus panti menyebutkan bahwa memang terdapat beberapa anak asuh yang
setelah keluar dari panti telah mampu mendapatkan pekerjaan. Namun terdapat anak
asuh yang mengalami kebingungan bagaimana mendapatkan pekerjaan, serta mereka
juga bingung apa yang sebaiknya dilakukan oleh mereka sehingga masih
membutuhkan perhatian dari pengasuh.
Mengembangkan kemandirian merupakan salah satu visi dari panti asuhan
dalam rangka mempersiapkan anak asuh menghadapi berbagai tantangan di
lingkungan luar panti. Namun dengan adanya keterbatasan jumlah pengasuh
dikhawatirkan hal tersebut menjadi cenderung terabaikan. Anak asuh tidak
mendapatkan dukungan yang cukup untuk mengembangkan kemandiriannya. Panti
asuhan sebagai suatu lembaga yang menampung beragam karakteristik anak dengan
rentang usia, jenis kelamin dan latar belakang yang berbeda seringkali mengalami
keterbatasan dalam sarana dan fasilitas. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan
panti asuhan dalam menjamin perkembangan psikososial anak secara optimal
(Karolina Lamthiur Dalimunthe, 2009). Perkembangan kemandirian merupakan suatu
isu penting psikososial sepanjang rentang kehidupan, namun perkembangan
10
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan wawancara pada salah seorang pengurus terungkap pentingnya
suatu pelatihan untuk para anak asuh adalah untuk menumbuhkan kemandirian. Para
pengasuh memahami bahwa pentingnya kemandirian pada remaja terutama yang
telah memasuki masa SMA. Selain itu, diperlukan persiapan para remaja tersebut
setelah mereka menyelesaikan pendidikan SMA, tidak lagi tinggal di panti asuhan
serta menjalani kehidupan mereka secara mandiri. Pengurus panti asuhan
mengharapkan ada suatu pelatihan untuk mempersiapkan anak asuh menghadapi
lingkungan setelah mereka keluar dari panti asuhan. Hal tersebut dilakukan dalam
rangka mempersiapkan para remaja tersebut untuk mandiri terutama setelah keluar
dari panti asuhan. Selain itu , di panti asuhan “X” belum pernah ada pelatihan untuk
mempersiapkan para remaja untuk keluar panti asuhan.
Peneliti melihat bahwa pelatihan kemandirian dibutuhkan oleh remaja madya
panti asuhan “X” di Bandung ini. Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Dyah
Titi Setyaningrum (2009) mengenai perancangan dan uji coba modul pelatihan
kemandirian pada remaja madya di panti asuhan “X” Cimahi dikatakan bahwa
rancangan pelatihan kemandirian dapat digunakan untuk meningkatkan kemandirian
pada remaja panti asuhan “X” di Cimahi.
Berdasarkan dengan fenomena yang terjadi pada remaja madya di panti
asuhan “X” Bandung mengenai kemandirian, maka dibutuhkan suatu bentuk
intervensi yaitu pelatihan. Peneliti tertarik untuk menggunakan modul pelatihan yang
telah dibuat oleh Dyah Titi Setyaningrum sebagai referensi untuk membuat intervensi
11
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
experiental learning. Hal tersebut dilakukan berdasarkan saran dari penelitian tersebut diatas. Pelatihan kemandirian diharapkan mampu membantu para remaja
tersebut untuk memperoleh pemahaman mengenai kemandirian, agar para remaja
madya di panti asuhan dapat menjadi individu yang lebih siap saat keluar dari panti
asuhan serta mampu berinteraksi dengan masyarakat walaupun tanpa pengarahan
ataupun pengawasan langsung dari pengasuh panti asuhan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti tertarik untuk melihat pengaruh
pelatihan kemandirian terhadap peningkatan kemandirian remaja madya panti asuhan
‘X’ di Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah :
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan di atas, maka pada
penelitian ini perumusan masalahnya adalah : Apakah modul pelatihan kemandirian
yang disusun dapat berpengaruh untuk meningkatkan kemandirian pada remaja
madya dipanti asuhan “X” Bandung ?
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud penelitian : Memperoleh gambaran mengenai pengaruh program
pelatihan kemandirian dalam meningkatkan kemandirian pada remaja madya
12
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 1.3.2 Tujuan Penelitian : Mengetahui lebih rinci mengenai pengaruh pelatihan
kemandirian terhadap peningkatan kemandirian.
1.4Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Ilmiah :
a. Menambah wawasan teoretis mengenai pengaruh pelatihan kemandirian
terhadap peningkatan kemandirian pada remaja madya.
b. Sebagai bahan masukan bagi ilmu Psikologi ,khususnya bidang Psikologi
Perkembangan mengenai suatu program pelatihan kemandirian pada remaja
madya.
c. Sebagai landasan informatif bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan kemandirian pada remaja madya.
1.4.2 Kegunaan Praktis
a. Sebagai masukan bagi para pengasuh panti asuhan mengenai pentingnya
kemandirian pada anak asuh remaja madya untuk kemudian menjadi bahan
pertimbangan untuk melakukan suatu program pelatihan kemandirian.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi remaja madya
dipanti asuhan untuk memahami pentingnya memiliki kemandirian sebagai
bekal untuk mempersiapkan diri ketika keluar dari panti asuhan sekaligus
108
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh melalui pengolahan data Pelatihan
Kemandirian pada remaja panti asuhan “X” Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Terdapat pengaruh pelatihan kemandirian terhadap peningkatan kemandirian
pada remaja panti asuhan “X” Bandung.
2. Setelah mengikuti program Pelatihan Kemandirian bagi remaja madya panti
asuhan “X” Bandung, sebagian besar peserta menunjukkan adanya
peningkatan Kemandirian yang terdiri dari aspek emotional autonomy, behavioral autonomy dan value autonomy.
3. Modul Pelatihan Kemandirian dapat digunakan untuk meningkatkan
kemandirian aspek emotional autonomy, behavioral autonomy dan value autonomy pada remaja madya di panti asuhan “X” Bandung.
4. Secara keseluruhan peserta memberikan penilaian yang positif terhadap
seluruh rangkaian pelatihan baik dari sisi pemberi materi (trainer), fasilitator,
109
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha dalam pelatihan ini adalah metode audiovisual, diskusi kelompok, role playing, simulasi dan tugas tertulis.
5. Seluruh peserta Pelatihan Kemandirian menghayati bahwa pelatihan ini
bermanfaat, menarik, dan merasa puas setelah mengikutinya, sehingga
mendorong mereka untuk melaksanakan hasil yang mereka dapatkan dari
setiap sesi pelatihan. Penghayatan peserta seperti ini membantu proses
learning menjadi lebih mudah sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan kemandirian setelah diberikan pelatihan.
5.2 SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
ada beberapa saran yang dapat diajukan, antara lain :
5.2.1 Saran Teoretis
Untuk peneliti yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut disarankan :
1. Meneliti pengaruh pelatihan kemandirian pada remaja madya yang telah
tinggal di panti asuhan sejak masa kanak-kanak.
2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti pengaruh pelatihan
kemandirian dengan sampel yang lebih banyak serta dikarenakan keterbatasan
110
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha mereplikasi penelitian ini disarankan untuk melakukan perbaikan khususnya
pada metode games serta pemilihan waktu untuk meningkatkan kemandirian.
5.2.2 Saran Praktis
1. Bagi psikolog dan trainer, dapat menggunakan modul pelatihan kemandirian
ini sebagai salah satu model intervensi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kemandirian pada remaja madya panti asuhan dengan
karakteristik sampel yang sama.
2. Bagi pihak panti asuhan “X” dapat menerapkan metode pengembangan
kemandirian yang disajikan dalam pelatihan ini disertai dengan pemberian
tanggung jawab dan feedback dalam kehidupan sehari-hari agar remaja madya yang tinggal di panti asuhan ini dapat mengembangkan kemandirian.
3. Bagi pihak panti asuhan khususnya pengasuh dapat menambah pemahaman
mengenai kemandirian sehingga komunikasi dengan anak asuh memiliki
kualitas yang lebih baik mengenai kemandirian.
4. Bagi para remaja madya panti asuhan “X” Bandung dapat melakukan
pertemuan untuk menerapkan metode menonton atau observasi film yang
berkaitan dengan kemandirian dalam kehidupan sehari-hari dan dilanjutkan
dengan saling berbagi pengalaman antara sesama remaja lainnya berkaitan
111
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha sesama remaja mengenai hal- hal yang berkaitan dengan kemandirian dengan
tujuan agar mereka dapat terus memperoleh pengembangan wawasan
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Adams, Gerald R : Berzonsky, Michael D. 2003. Blackwell Handbook of Adolescence. Oxford : Blackwell Publishing.
Bloom, Benjamin S. 1984. Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of Educational Goals. Longman. New York.
Bramley, Peter. 1996. Evaluating Training Effectiveness. McGraw – Hill Companies,inc.
Brookfield, Stephen D. and Stephen Preskill. 1999. Discussion As A Way of Teaching: Tools and Techniques for Creating Democratic Classrooms. San Francisco, CA: Jossey-Bass.
Graziano, Anthony M. & Michael L. Raulin. 2000. Research Methods, A Process of Inquiry. Neidham Height : A Pearson Education Company.
Hall, Calvin S. & Gardner Lindzey, 1985. Introduction to Theories of Personality.
New York : John Willey & Sons.
Kirkpatrick, Donald L.(1998). Evaluating Training Program 2nd Edition. Berrete-Koehler Publisher. Inc. Boston
Papalia, E.Diane & Feldman, Ruth R. Feldman. 2012. Experience Human Development. New York : Mc Graw – Hill International Edition.
Posavac,Emil J & Carey,Raymond G.(2003). Program Evaluation-Methods and Case Studies 6th Edition. Pearson Education,Inc. New Jersey.
Santrock, John. W, 1998. Life Span Development 7th Edition. Boston : McGraw - Hill. Inc.
Silberman, Mel, 1990, Active Training, a Handbook of Technique Design, Case Example and Tips. University Press, New York.
Steinberg, Lawrence. 2002. Adolescence. Sixth Edition. New York : Mc Graw - Hill Inc.
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Walter GA, Marks SE. 1981. Experiential Learning and Change: Theory, Design and
Practice. John Wiley & Sons. New York.
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
Anggriana, Elda. 2009. Tesis : Perancangan Dan Evaluasi Program Pelatihan Kemandirian Bidang Akademik Pada Mahasiswa (Studi pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2007 Universitas “X” Bandung yang memeiliki Kemandirian Bidang Akademik yang Rendah) . Bandung. Universitas Kristen Maranatha.
Setyaningrum, T, Dyah. 2009. Tesis : Perancangan Modul Pelatihan Kemandirian pada Siswa/I SMU/Sederajat yang Tinggal di Panti Asuhan “X” Cimahi. Bandung. Universitas Kristen Maranatha.
Maria, Cindy. 2008. Tesis : Perancangan Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pendidikan pada Siswa/I Kelas 1 SMA “X” Bandung. Universitas Kristen Maranatha.
Yudistira, P, Chandra. 2012. Tesis : Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Self Efficacy dalam Mengerjakan Skripsi pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Jendral Achmad Yani. Universitas Kristen Maranatha.
Romadona Putra Setiyadi (2010). Skripsi : Perilaku Kemandirian Anak Yatim Setelah Lepas dari Pengasuhan Panti Asuhan. Melalui : lib.unnes.ac.id/5851/1/7044_A.pdf
Nandang Budiman. Perilaku Kemandirian Pada Remaja. Melalui :
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/19
7102191998021-NANDANG_BUDIMAN/PERKEMBANGAN_KEMANDIRIAN.pdf (26 Agustus 2013)
Karolina Lamtiur Dalimunthe (2009). Kajian Mengenai Kondisi Psikososial Anak
yang Dibesarkan di Panti Asuhan.Melalui : pustaka.unpad.ac.id/.../kajian_mengenai_kondisi_psikososial_anak.pdf (2 Juli 2013)
http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-00320081.pdf (7 Maret 2013)
http://www.personalvaluesbeliefs.com/ PICTURES (13 Mei 2014)