6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka 1. Pedagang Kaki Lima
Sektor ketenagakerjaan secara umum dibagi menjadi sektor formal dan sektor informal. Penyerapan tenaga kerja sektor informal relatif luas dan mencakup jumlah yang besar. Pekerja sektor informal di perkotaan didominasi oleh masyarakat lapisan menengah kebawah dan berpendidikan rendah. Usaha sektor informal membutuhkan modal yang relative kecil, tenaga kerja berasal dari keluarga, dan merupakan pasar yang tidak terorganisir. Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah salah satu bentuk kegiatan ekonomi sektor informal yang banyak dilakukan oleh masyarakat perkotaan. Fenomena PKL umum terjadi di kota-kota besar dan sering diidentikkan dengan kesemrawutan dan ketidakteraturan. PKL sering dikaitkan sebagai penyebab kemacetan lalu lintas dan mengurangi keindahan tata ruang kota karena PKL memanfaatkan trotoar jalan dan fasilitas umum lain sebagai tempat berdagang. PKL menawarkan akses yang mudah untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari dengan harga yang murah, baik berupa kebutuhan pangan maupun jasa, mulai dari sayuran, buah-buahan, makanan ringan, hingga jasa permak jeans, dan tambal ban. PKL adalah salah satu dari wujud kewirausahaan yang mandiri, sehingga perlu ruang untuk melangsungkan kehidupannya.
Konsep PKL diartikan oleh McGee dan Yeung (Widjajanti, 2009) sebagai hawkers, yang berarti orang-orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di tempat umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar. Dilihat dari perkembangan ruang aktivitas usahanya, pengertian PKL menjadi semakin luas, PKL menjalankan usahanya menggunakan ruang publik yang ada dari trotoar, jalur pejalan kaki, area parkir, taman-taman kota, terminal, dan jalan-jalan kampung perkotaan. Pola ruang aktivitas PKL dalam menjaring konsumen sangat dipengaruhi oleh aktivitas sektor formal. Waktu berdagang PKL menyesuaikan dengan irama aktivitas kehidupan masyarakat sehari-hari. Waktucommit to user
berdagang PKL juga didasarkan pada perilaku kegiatan formal, sehingga pola perilaku kegiatan keduanya cenderung sejalan. Selanjutnya McGee dan Yeung juga menjelaskan tentang pola penyebaran dan pola pelayanan PKL.
a. Pola penyebaran PKL dipengaruhi oleh aglomerasi dan aksesibilitas.
Aglomerasi (berkelompok) berarti aktivitas PKL akan selalu memanfaatkan aktivitas-aktivitas sektor formal seperti pusat-pusat perbelanjaan. Cara berkelompok mendorong PKL untuk bekerjasama dan saling mendukung dengan PKL lainnya yang sama jenis dagangannya. Aglomerasi dibedakan menjadi 2 yaitu, pola penyebaran secara mengelompok (focus agglomeration) dan pola penyebaran memanjang (linear agglomeration).
Pengelompokan PKL merupakan salah satu daya tarik bagi konsumen karena konsumen bebas memilih barang atau jasa pada satu lokasi. Pola penyebaran yang kedua adalah aksesibilitas, PKL berdagang di sepanjang jalan atau tempat-tempat yang memiliki akses mudah dan dilewati oleh banyak orang.
b. Pola pelayanan PKL digolongkan menjadi 3, yaitu unit PKL tidak menetap, unit PKL setengah menetap, dan unit PKL menetap. Unit PKL tidak menetap ditunjukkan oleh saran fisik yang dibawa, atau berjualan bergerak dari satu tempat ke tempat lain, sarana berdagang dapat berupa kereta dorong, pikulan/keranjang, atau sepeda berkeranjang. Unit PKL setengah menetap berarti PKL berdagang pada periode tertentu di suatu lokasi kemudian berpindah ke lokasi lain pada waktu berikutnya. Sarana fisik yang digunakan berupa kios beroda atau gerobak/kereta beratap dan beroda. Unit PKL menetap berarti PKL berjualan pada suatu tempat tertentu dengan sarana fisik kios tenda atau gerobak beratap.
PKL secara operasional diatur dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 17-B Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima, PKL didefinisikan sebagai pedagang yang menjalankan kegiatan usaha dagang dan jasa non-formal dalam jangka waktu tertentu dengan mempergunakan lahan fasilitas umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai tempat usahanya, baik dengan menggunakan sarana atau perlengkapan yang mudah commit to user
dipindahkan, dan/atau dibongkar pasang. Jadi dapat dikatakan, PKL adalah usaha dagang yang bersifat nonformal, dengan media berdagang dapat berupa gerobak dorong maupun shelter, yang menggunakan lahan tertentu yang disediakan oleh pemerintah. Lahan penempatan PKL adalah tepi-tepi jalan Surakarta yang strategis dan diharapkan mampu dimanfaatkan oleh PKL untuk menjalankan usaha secara maksimal.
2. Teori Modal Sosial
Melihat permasalahan penelitian, teori modal sosial dipilih sebagai teori yang mampu menganalisis tema penelitian ini. Teori modal sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori modal sosial menurut Robert Putnam. Modal sosial adalah modal non materi yang merupakan perekat dalam sebuah kelompok masyarakat untuk mecapai sebuah tujuan. Modal sosial menurut Putnam didefinisikan sebagai bagian dari kehidupan sosial yaitu norma, kepercayaan, dan jaringan yang mendorong partisipan bertindak secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Gagasan inti dari modal sosial yaitu jaringan sosial yang memiliki nilai, kontak sosial memengaruhi produktifitas individu dan kelompok. Hubungan antar individu adalah jaringan sosial dan norma resiprositas dan kepercayaan yang tumbuh dari hubungan- hubungan tersebut (Putnam dalam Field, 2010).
Modal sosial dapat dibangun dalam sebuah kelompok masyarakat karena adanya rasa senasib sepenanggungan dan adanya tujuan yang sama.
Sehingga dibutuhkan kerjasama dan gotong royong sebagai strategi kelangsungan usaha. Dalam konsep modal sosial Putnam terdapat tiga unsur penting yang saling berkaitan, yaitu jaringan, kepercayaan, dan norma.
Pertama, jaringan adalah ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan yang dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak (Lawang dalam Damsar, 2009). Jaringan-jaringan sosial yang erat akan memperkuat kerjasama sehingga anggota dalam jaringan tersebut akan mendapatkan manfaat dari partisipasi jaringan yang mereka miliki. Jaringan sosial melihat hubungan antar individu yang memiliki makna subyektif yang commit to user
dikaitkan dengan sesuatu sebagai simpul dan ikatan. Simpul dilihat melalui aktor individu dalam jaringan, sedangkan ikatan adalah hubungan antar actor tersebut (Damsar, 2009).
Kedua kepercayaan, adalah mengenai bagaimana seorang anggota komunitas atau kelompok masyarakat percaya terhadap orang lain di dalam kelompok tersebut. Ikatan kepercayaan ini diharapkan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, sehingga kepercayaan sifatnya timbal balik. Damsar berpendapat bahwa kepercayaan memperbesar kemampuan manusia untuk bekerjasama, bukan didasarkan pada kalkulasi rasional tetapi melalui pertimbangan dari suatu ukuran penyangga antara keinginan yang sangat dibutuhkan dan harapan yang mungkin secara parsial akan mengecewakan.
Kerjasama tidak mungkin terjalin jika tidak didasarkan atas rasa saling percaya antara pihak yang terlibat (Damsar, 2009).
Ketiga adalah norma, yaitu seperangkat aturan yang mengikat semua anggota di dalam sebuah komunitas atau kelompok masyarakat, baik tertulis maupun tidak tertulis dan diharapkan untuk dipatuhi agar tercipta sebuah keteraturan. Norma sosial dapat berwujud apa saja, norma sosial merupakan aturan kolektif yang biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakat dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam hubungan sosial. Norma biasanya mengandung sanksi sosial sebagai kontrol sosial untuk mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang.
Modal sosial yang terbentuk dan berkembang dalam masyarakat juga dibagi menjadi dua bentuk dasar. Putnam mencoba menjelaskan kedua bentuk tersebut sebagai modal sosial menjembatani dan modal sosial mengikat. Modal sosial menjembatani bersifat inklusif, dicirikan dengan adanya ikatan sosial yang menyatukan orang dari beragam ranah sosial. Cakupan modal sosial menjembatani lebih luas daripada modal sosial mengikat. Modal sosial mengikat bersifat eksklusif, ditandai dengan adanya perekat sosial yang kuat dalam suatu masyarakat, seperti ikatan kekeluargaan, kekerabatan, ketetanggaan, dsb. Modal sosial mengikat cenderung mempertahankan
commit to user
homogenitas sehingga meningkatkan solidaritas dan memperkuat identitas bagi individu dalam sebuah kelompok (Field, 2010).
3. Penelitian Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti yaitu penelitian yang bertemakan tentang modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Penelitian pertama membahas mengenai kelangsungan usaha PKL yang dipengaruhi oleh modal sosial yang dimiliki dalam penelitian berjudul Keterkaitan Modal Sosial dengan Strategi Kelangsungan Usaha Pedagang Sektor Informal di Kawasan Waduk Mulur (2015) oleh Suka Mahendra. Dijelaskan bahwa kelangsungan usaha pedagang yang meliputi permodalan, sumber daya manusia, produksi, dan pemasaran sangat dipengaruhi oleh modal sosial yang terbentuk dari hubungan sosial antar sesama pedagang dan antara pedagang dengan masyarakat sekitar. Hubungan sosial yang terjalin ini akan membentuk modal sosial meliputi jaringan sosial, tukar-menukar kebaikan (resiprositas), norma keuntungan (saling menguntungkan), nilai kepedulian, dan nilai kejujuran, selain itu juga modal sosial bridging dan bonding. Hasil penelitian tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Eko Handoyo, berjudul Kontribusi Modal Sosial dalam Meningkatkan Kesejahteraan Pedagang Kaki Lima Pasca Relokasi (2013), PKL dihadapkan pada situasi yang baru yaitu relokasi, modal sosial terutama jaringan sosial dan kepercayaan dimanfaatkan sebagi strategi adaptasi dan pemenuhan kebutuhan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kelangsungan usaha dalam jangka panjang.
Pada masa sekarang ini, tahun 2020, situasi pandemi Covid-19 adalah sebuah kondisi baru yang membuat masyarakat harus beradaptasi. Pandemi Covid-19 ditetapkan sebagai bencana nasional didasarkan pada peningkatan jumlah korban dan kerugian harta benda. Strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi bencana dapat dilakukan pula dengan penguatan modal sosial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suleman Samuda di Kota Ternate berjudul Bari Fola Sebagai Modal Sosial dan Instrumentasi Masyarakat Tangguh Bencana (2017), melihat gerakan sosial Bari Fola sebagai commit to user
modal sosial individu dan komunitas yang dibangun atas kepercayaan dan norma sehingga memungkinkan untuk mobilisasi sumber daya demi terwujudnya tujuan bersama yaitu masyarakat tangguh bencana.
Penelitian lain yang juga berfokus pada pentingnya penguatan jaringan (networking) sebagai modal sosial di dalam masyarakat yang diwujudkan dalam organisasi, lembaga, asosiasi, perkumpulan atau gerakan komunitas sebagai strategi penanggulangan bencana dalam masyarakat adalah Peran Modal Sosial dalam Resiliensi Komunitas Menghadapi Erupsi Gunung Merapi (2018) oleh Aisyah Karimatunnisa & Nurmala K. Pandjaitan. Dalam penelitin ini jaringan masyarakat membentuk organisasi Pengurangan Resiko Bencana yang mengatur masyarakat untuk meminimalisir korban bencana dan membantu masyarakat untuk mendapatkan bantuan pasca bencana. Sama halnya dengan hasil penelitian yang didapat oleh Baiq Lily Handayani dalam penelitiannya yang berjudul Memperkuat Modal Sosial Perempuan dalam Menghadapi Bencana (2019), bahwasannya organisasi dalam masyarakat dapat berperan sebagai bridging social capital yang menghubungkan kelompok di desa dengan kelompok-kelompok lain di luar desa, yang berguna untuk mengatasi masalah kebencanaan.
Kepercayaan (trust) yang dilandasi oleh jaringan komunikasi dan kerja sama yang harmonis antara masyarakat dengan pihak luar baik pemerintah maupun organisasi di luar masyarakat. Pihak luar yang dipercayai oleh masyarakat dapat memberikan naungan dan bantuan berupa penyaluran sumber daya, pemberian penguatan secara moril, sebagai agen pengambil keputusan, dan memberikan pelatihan kepada masyarakat sehingga resiliensi masyarakat terhadap bencana dapat meningkat. Hal tersebut dijelakan oleh Sudirah, dkk.
dalam penelitian yang berjudul Hubungan Penguatan Modal Sosial, Mitigasi Bencana Banjir dan Peningkatan Produksi Pertanian (2020). Selain itu penelitian yang berjudul Kepemimpinan dan Pengelolaan Modal Sosial dalam Penanggulangan Bencana Banjir (2018) oleh Tatik Yuniarti, juga menekankan kepercayaan yang terjalin di tingkat pemerintahan dari ketua Satlak kepada bawahannya dan kepercayaan masyarakat terhadap petugas akan mewujudkan commit to user
mutual respect dan kerjasama yang baik dapat mengoptimalkan pencegahan dan penanganan banjir di Kota Bekasi.
Dari beberapa kajian penelitian yang diatas dapat diketahui bahwa masyarakat akan senantiasa melakukan tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan. Fokus yang dikaji adalah tentang penguatan modal sosial yang dimiliki masyarakat dan bagaimana modal sosial tersebut dapat membawa masyarakat menuju kesejahteraan terutama dalam menghadapi situasi baru seperti bencana. Kajian dan penelitian yang berfokus pada modal sosial dan strategi kelangsungan usaha PKL di masa bencana non- alam seperti pandemi covid-19 masih belum banyak dilakukan. Pandemi Covid- 19 yang merupakan situasi baru yang tidak terprediksi sebelumnya dan belum pula diketahui kapan masa pandemi ini akan selesai atau kapan normal yang baru akan memulihkan keadaan seperti sebelumnya. PKL sebagai usaha masyarakat kelas bawah sangat merasakan dampak dari pandemi covid-19 masih belum banyak diperhatikan. Sehingga relisiensi usaha PKL ini masih merupakan daya juang yang dilakukan oleh mereka sendiri, disini penguatan modal sosial jaringan, norma, dan kepercayaan diantara pedagang dapat berpengaruh besar terhadap kelangsungan usaha PKL. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya untuk menemukan dan menganalisis modal sosial yang dimiliki oleh PKL, serta mengkaji mengenai bagaimana modal sosial yang dimiliki tersebut dimanfaatkan dalam strategi untuk mempertahankan usaha dilihat dari kelangsungan pemasaran, kelangsungan produksi, dan kelangsungan permodalan usaha PKL di masa pandemi Covid-19. Sehingga dengan pemanfaatan modal sosial dalam serangkaian strategi kelangsungan usaha yang dilakukan oleh PKL, usaha yang mereka jalankan akan tetap bertahan walaupun berada dalam situasi krisis yang diakibatkan oleh pandemi covid-19.
commit to user
Tabel 2.1 Penelitian Relevan
Judul Penulis Teori dan
Metode Hasil Penelitian
Keterkaitan Modal Sosial dengan Strategi Kelangsungan Usaha Pedagang Sektor Informal di Kawasan Waduk Mulur (2015)
Suka Mahendra
Modal Sosial Kualitatif studi kasus
Modal sosial pedagang dilihat dari 4 bentuk yaitu jaringan, resiprositas, kepercayaan, dan norma. Keterkaitan modal sosial dengan kelangsungan usaha pedagang terwujud dalam tindakan ekonomi yang dilakukan, seperti kelangsungan permodalan, sumber daya manusia, produksi, dan pemasaran.
Keseluruhan tindakan ekonomi tersebut diwarnai oleh hubungan sosial dalam kegiatan partisipasi jaringan, tukar-menukar kebaikan (resiprositas), dan terkandung norma keuntungan (saling menguntungkan), nilai kepedulian, dan nilai kejujuran dalam setiap hubungan yang dibangun antara pemodal, tenaga kerja, relasi usaha serta pelanggan. Modal sosial bridging lebih berperan karena kuatnya hubungan antara pedagang dengan tetangga dalam membantu mempertahankan usaha, modal sosial bonding tidak terlalu berpengaruh karena hanya beberapa saja pedagang yang masih dibantu oleh keluarga untuk dijadikan karyawan/tenaga kerja. Modal sosial linking tidak ada sama sekali karena tidak ada asosiasi/lembaga yang menaungi pedagang di Waduk Mulur (Mahendra, 2015).
Kontribusi Modal Sosial dalam Meningkatkan Kesejahteraan Pedagang Kaki
Eko Handoyo Modal Sosial Kualitatif
Relokasi PKL dilakukan oleh Pemkot bertujuan untuk mewujudkan Kota Semarang sebagai pusat perdagangan dan jasa berskala international yang aman, nyaman dan produktif dan berkelanjutan. Secara umum PKL dapat menerima kebijakan Pemkot dan beradaptasi secara sosial dan ekonomi di lingkungan baru. Modal sosial, terutama kepercayaan dan jaringan berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan PKL dengan memenuhi kebutuhan minimal
commit to user
Lima Pasca Relokasi (2013)
pedagang sehingga dalam jangka pajang menjamin kelangsungan hidup PKL.
Kepercayaan diantara pedagang contohnya terjuwud dalam model “ambil barang dulu bayar kemudian” atau pinjam dan utang ke sesama pedagang.
Jaringan sosial selain terbentuk dalam hubungan antara satu pedagang dengan pedagang lain, juga hubungan antara PKL dengan paguyuban PKL yang memfasilitasi dan memenuhi kebutuhan seperti listrik dan air (Handoyo, 2013).
Bari Fola Sebagai Modal Sosial dan Instrumentasi Masyarakat Tangguh Bencana (2017)
Suleman Samuda
Modal sosial Kualitatif eksploratif
Kesetaraan kepemilikan sumber daya dan akses terhadap modal sosial akan mempengaruhi kondisi individu dalam menghadapi bencana. Modal sosial pada tingkat individu, yaitu jaringan pribadi keluarga, teman, tetangga, kenalan, dan organisasi, sangat dibutuhkan untuk penyediaan sumber daya yang diperlukan untuk ketahanan individu. Oleh karena itu Paguyuban Bari Fola hadir sebagai instrument yang dapat dimanfaatkan individu untuk mengakses jaringan sosial.
Bari Fola sabagai modal sosial dan sebagai instrumentasi masyarakat tangguh bencana sangat penting bagi individu dan komunitas karena: (1) menjadi media pembagian sumber daya dalam komunitas; (2) mengembangkan solidaritas; (3) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas; (4) memungkinkan pencapaian bersama; dan (5) membentuk perilaku kebersamaan (Samuda, 2017).
Hubungan Penguatan Modal Sosial, Mitigasi Bencana Banjir dan Peningkatan Produksi
Pertanian (2020)
Sudirah, Agus Sutanto, Sumartono, Muhammad Syukur
Modal sosial Kualitatif deskriptif
Modal sosial dapat mendorong mitigasi bencana banjir. Mitigasi bencana banjir dapat meningkatkan produksi pertanian. Penguatan modal sosial petani padi sawah melalui kearifan budaya, tata nilai, gotong royong, membangun kepercayaan, dan jejaring sosial. Penguatan modal sosial dilakukan melalui penguatan kapasitas diri petani, dan koordinasi kelembagaan desa bersama masyarakat petani. Sehingga tercipta jaringan kerjasama yang baik, dan rasa saling percaya antar petani, maupun dengan pihak pemerintah. Tujuan dari
commit to user
penguatan modal sosial adalah meningkatkan kapasitas diri tentang pemantapan aturan sosial, pemahaman bertani di sawah, seluk beluk usaha tani, pelestarian warisan budaya bercocok tanam, pengembangan usaha pertanian, diversifikasi usaha tani, dsb. (Sudirah, Susanto, Sumartono, & Syukur, 2020).
Peran Modal Sosial dalam Resiliensi Komunitas Menghadapi Erupsi Gunung Merapi (2018)
Aisyah Karimatunnisa , Nurmala K.
Pandjaitan
Modal sosial Kuantitatif &
kualitatif
Bencana menyebabkan tingkat kerentanan komunitas yang tinggi. Modal sosial sangat berperan terhadap resiliensi komunitas pada saat bencana terjadi dan untuk mempertahankan sumber daya yang mereka miliki. Modal sosial dalam komunitas membuat masyarakat yang memiliki kekuatan lebih akan membantu masyarakat yang kekuatannya lemah dan rentan. Jaringan modal sosial juga membantu mempersiapkan dampak dari bencana, jaringan yang dimiliki masyarakat membuat adanya agent of change dari pihak luar, jaringan masyarakat yang membentuk organisasi Pengurangan Resiko Bencana (PRB) inilah yang mengatur masyarakat untuk meminimalisir korban. Modal sosial membantu masyarakat yang tidak memiliki jaringan yang kuat untuk tetap mendapat bantuan pasca bencana. Modal sosial membentuk kerjasama yang kuat dalam masyarakat, sehingga resiliensi terhadap bencana dapat terwujud (Karimatunnisa & Pandjaitan, 2018).
Memperkuat Modal Sosial Perempuan dalam Menghadapi Bencana (2019)
Baiq Lily Handayani
Modal Sosial Kualitatif
Kapasitas perempuan yang dianggap sebagai kelompok rentan dalam mengahadapi bencana. Perempuan memiliki kapasitas jaringan yang terwujud dalam kelompok PKK, kelompok arisan, dan kelompok pengajian yang lain.
Melalui kelompok tersebut perempuan melakukan sharing value, berbagi informasi, dan saling menguatkan. Peran perempuan dalam menghadapi bencana berada pada sektor domestik, namun jaringan kelompok-kelompok diatas cukup kuat dengan kelompok dari luar, dimana beberapa kelompok merupakan basis massa partai politik atau ormas. Kekuatan jaringan kelompok-
commit to user
kelompok perempuan ini mampu menjembatani lemahnya akses perempuan dalam ranah struktural. Kelompok-kelompok lain dari luar desa mampu menjadi bridging social capital bagi kelompok-kelompok perempuan di desa Kemiri untuk menjangkau akses structural. Jaringan perempuan dangat berfungsi dalam manajemen bencana, keahlian domestik perempuan menjadi kekuatan dan potensi bagi mereka. Jaringan perempuan membuat mereka dapat tergabung dalam kelompok khusus menangani masalah kebencanaan, seperti kelompok Perempuan Siaga Bencana (Handayani, 2019).
Kepemimpinan dan Pengelolaan Modal Sosial dalam
Penanggulangan Bencana Banjir (2018)
Tatik Yuniarti Modal Sosial Kualitatif deskriptif literatur
Bencana banjir di Kota Bekasi tahun 2016 dianggap paling parah dalam sejarah, penangan dalam hal fisik saja tidak cukup, perlu kepercayaan, kerjasama, dan jaringan yang untuk mendapat hasil yang maksimal. Kepercayaan terjalin di tingkat pemerintahan yaitu dari ketua Satlak kepada bawahannya yaitu kepala dinas dan pihak lain yang terkait dengan penanggulangan bencana banjir untuk menjaga kepercayaan yang diberikan pemimpin. Kepercayaan juga ditanamkan antar masyarakat, dan antara masyarakat dengan petugas agar terwujud mutual respect dan kerjasama yang baik. Memaksimalkan pengelolaan modal sosial dalam pencegahan dan penanganan bencana banjir perlu dilakukan agar seluruh pembangunan dapat bersinergi (Yuniarti, 2018).
commit to user
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir digunakan sebagai landasan berpikir dalam melakukan penelitian dengan tujuan menjelaskan fakta suatu fenomena atau kasus yang terjadi dalam masyarakat. Selain itu kerangka berpikir juga digunakan untuk menjelaskan hubungan antar faktor atau variable berdasarkan pada landasan teori yang digunakan dalam analisis penelitian. Kerangka berpikir pada penelitian ini dapat diuraikan mulai dari penyebaran Pandemi Covid-19 dan pelaksanaan program penanggulangan Pandemi Covid-19. Program tersebut yaitu “jarak sosial”, “berkerja dari rumah”, dan
“belajar dari rumah” tentu berpengaruh pada perekonomian masyarakat, pasalnya aktivitas masyarakat menjadi sangat terbatas untuk memaksimalkan kegiatan perekonomian seperti biasanya. Namun, walaupun dihadapkan pada resiko kesehatan, tidak sedikit dari masyarakat menengah kebawah yang tetap melakukan aktivitas berkerja di luar rumah seperti biasa, terutama untuk perkerja yang menggantungkan kehidupan mereka pada upah harian, seperti PKL. Oleh sebab itu strategi bertahan PKL sangat dibutuhkan dalam masa sulit seperti ini. Kegiatan usaha tidak cukup dibangun hanya dengan modal finansial dan modal manusia saja, namun juga dibutuhkan modal sosial sebagai mekanisme keberlangsungan usaha.
Modal sosial dapat digunakan sebagai salah satu bentuk strategi mempertahankan kelangsungan usaha. Implementasi nilai dan norma kolektif dapat menumbuhkan rasa saling percaya diantara pelaku usaha PKL, rasa percaya juga dapat ditumbuhkan dengan masyarakat sekitar dan pihak-pihak lain, sehingga jaringan sosial dapat terbentuk. Jaringan sosial akan mendorong terjadinya kerjasama dengan dilandasi oleh komunikasi dan interaksi yang efektif, kondusif, dan harmonis.
Sehingga ketiga unsur modal sosial tersebut akan memudahkan tercapainya tujuan bersama yaitu kelangsungan pemasaran, kelangsungan produksi, dan kelangsungan permodalan sehingga terwujud ketahanan dan kelangsungan usaha PKL. Skema kerangka berpikir dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
commit to user
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
Pandemi Covid-19
Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap
PKL di belakang kampus UNS
Jaringan
Kepercayaan
Norma
Strategi Kelangsungan Usaha PKL di Belakang Kampus UNS
1. Modal Sosial mengikat 2. Modal Sosial
Menjembatani Modal Sosial PKL
commit to user