• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu syarat. memperoleh gelar Sarjana Sosial. Universitas Sumatera Utara. Disusun Oleh WINDY SAFUTRY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu syarat. memperoleh gelar Sarjana Sosial. Universitas Sumatera Utara. Disusun Oleh WINDY SAFUTRY"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGUATAN KELUARGA OLEH YAYASAN SOS CHILDREN’S

VILLAGE MEDAN DI LINGKUNGAN III KELURAHAN NAMO GAJAH KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN

Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh WINDY SAFUTRY

090902061

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Windy Safutry Nim : 090902061

Abstrak

Efektivitas Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Penguatan Keluarga Oleh Yayasan SOS Children’s Village Medan di Lingkungan III Kelurahan

Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan

Keluarga merupakan unit terpenting dalam masyarakat sebagai pondasi utama untuk membangun sumberdaya manusia yang berkualitas. Namun tingkat kemiskinan yang tinggi khususnya di Sumatera Utara mengakibatkan banyaknya anak terlantar karena lemahnya kondisi ekonomi keluarga. Hal ini akan dikhawatirkan hak mereka untuk memperoleh pendidikan, perlindungan, dan kebutuhan mereka masa kecil yang bahagia, berkualitas dan layak yang seharusnya didapatkan oleh anak-anak menjadi terampas. Oleh karena itu, melalui program penguatan keluarga yang berbasis pemberdayaan masyarakat, SOS Children's Villages Medan membantu keluarga kurang beruntung untuk menjadikan keluarga yang berkualitas dan mandiri dalam jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui program penguatan keluarga oleh yayasan SOS Children’s Village Medan di Lingkungan III Kelurahan Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan.

Tipe penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan efektivitas pelaksanaan pemberdayaan melalui program penguatan keluarga.

Adapun populasi penenlitian ini adalah penduduk lingkungan III kelurahan Namo Gajah yang terdaftar sebagai anggota program penguatan keluarga yang berjumlah 36 orang. Sementara itu, teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel tunggal dan dijelaskan secara kualitatif dengan skala likert.

Kesimpulan yang diperoleh melalui analisis data bahwa efektivitas pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui program penguatan keluarga oleh yayasan SOS Children’s Village Medan di Lingkungan III Kelurahan Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan adalah efektif. Hasil perhitungan dikatakan efektif dilihat dari beberapa pengukuran yang telah dilakukan yaitu dari pemahaman program sebanyak 0,47, dari ketepatan sasaran sebanyak 0,46, dari ketepatan waktu sebanyak 0,53, dari tercapainya tujuan sebanyak 0,61, dan dari perubahan nyata sebanyak 0,34.

Kata kunci: Efektivitas, Pemberdayaan Masyarakat, Program Penguatan Keluarga

(3)

Abstract

Family is the most important unit in society as the main foundation for building quality human resources. The problems that occur in the community due to the weakness of the family institution. Seeing family especially economically disadvantaged feared to neglect the rights and needs of their children to be able to evolve like as a child. Therefore, through family strengthening programs are based on community empowerment, SOS Children's Villages Medan help families less fortunate families to make quality and independent in the long run. This study aims to determine the extent to which the effectiveness of the implementation of community empowerment through family strengthening programs by foundations SOS Children's Village Medan in Environment III Village Namo Gajah District Medan Tuntungan.

This type of research used in this research is descriptive research type . The resident population is urban research Village Namo Gajah are listed as members of the family strengthening program , amounting to 36 people . Meanwhile , the data analysis techniques in this study using a single table and explained qualitatively by a Likert scale .

Conclusions were obtained through analysis of the data that the effective implementation of community empowerment through family strengthening programs by foundations SOS Children 's Village Medan in Environment III Village Namo Gajah District Medan Tuntungan is effective . The calculation result is said to be affective from several measurements that have been done on understanding the program as much as 0.47 , 0.46 of targeting accuracy , timeliness as of 0.53 , from 0.61 as the achievement of objectives , and of real change as much as 0 , 34 .

Keywords : Effectiveness, Community Empowerment, Family Strengthening Programs

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bismillahirrahmaanirrahim

Puji dan syukur penulis haturkan kepada-Mu ya Allah atas selesainya penulisan skripsi ini. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempurnaan Nikmat dan Rahmat-Nya berupa kesehatan, kekuatan, kesabaran dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan masa kuliah di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan merampungkan penulisan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Penguatan Keluarga Oleh Yayasan SOS Children’s Village Medan Di Lingkungan III Kelurahan Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan”. Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang senantiasa mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini banyak mendapat bantuan dan dukungan baik materil maupun moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si., Ph.D selaku dosen pembimbing penulis yang telah bersedia membimbing, meluangkan waktu, tenaga, kesabaran dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih Pak, sudah berkenan membagi ilmunya kepada saya.

(5)

4. Seluruh Dosen di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan pegawai administrasi FISIP USU.

5. Pimpinan dan staff di yayasan SOS Children’s Village Medan, terima kasih atas izin penelitian beserta bantuannya dalam melakukan penelitian ini hingga selesai.

6. Kepada kader FSP dan warga binaan Namo Gajah yang telah membantu dalam melakukan penelitian ini.

7. Teristimewa kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta Wawan Kuswanto dan Syamsiah, yang tak pernah lelah memberikan semangat, do’a dan motivasi dengan penuh kasih sayang kepada kami semua anak-anaknya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU.

8. Teristimewa kepada adikku satu-satunya yang tersayang Widy Seprianto semoga dapat mengikuti jejak penulis untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi lagi.

9. Teristimewa kepada Eyang uti,Paman,Pakde,Bude dan Tante dan semua saudara-saudara yang telah memberikan do’a dan dukungan materinya kepada penulis.

10. Kepada seseorang yang selama ini menjadi penyemangat istimewa dan terindah bagi penulis Feri Saputra terimakasih untuk semua dukungannya dan semoga kita selalu diberikan jalan yang terbaik oleh-Nya.

11. Sahabat-sahabat seperjuangan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Stambuk 2009 maktin, juntak,bebeb intan, vira (teman senasib dan sepenanggungan selama 4 tahun ini),citra, juli, febri (sesama bimbingan papi tercinta),raihana, mita, uni, via dan lainnya semoga kita semua dapat mengejar cita-cita dan terima kasih setulusnya atas kebersamaan yang selama ini tercipta.

12. Buat anak-anak kost muslimah kak karin, kak meye,mintul,atul,eko dan semua anak kost yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini.

(6)

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah dan limpahan rahmat dan karunianya serta membalas segala kebaikan dengan yang lebih baik lagi. Sungguh penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun, untuk itu sangat diharapkan masukannya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama bagi kemajuan Ilmu Kesejahteraan Sosial Kedepannya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Medan, Desember 2013 Penulis,

Windy Safutry

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………... I

ABSTRAK………...…... ii

KATA PENGANTAR………...………...…... iii

DAFTAR ISI...…………....………... vi

DAFTAR TABEL…...………...………... ix

DAFTAR BAGAN………..………... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 9

1.4 Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas ... 11

2.1.1 Pengertian Efektivitas ... 11

2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektifitas ... 14

2.1.3 Masalah Dalam Pengukuran Efektivitas... 15

2.2 Pemberdayaan Masyarakat ... 18

2.2.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat... 18

2.2.2 Aspek Pemberdayaan... 20

2.2.3 Tahap-Tahap Pemberdayaan... 23

2.2.4 Indikator Pemberdayaan ... 26

(8)

2.2.5 Strategi Pemberdayaan ... 30

2.2.6 Pendekatan Pemberdayaan ... 31

2.2.7 Prinsip Pemberdayaan ... 33

2.2.8 Tugas Pekerja Sosial Dalam Pemberdayaan ... 34

2.3 Keluarga ... 35

2.3.1 Pengertian Keluarga ... 35

2.3.2 Peranan Keluarga ... 35

2.3.3 Fungsi-fungsi Keluarga ... 36

2.3.4 Keluarga dan Masyarakat ... 37

2.4 Program Penguatan Keluarga... 38

2.5 Kerangka Pemikiran ... 40

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 44

2.6.1 Defenisi Konsep ... 44

2.6.2 Defenisi Operasional ... 45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Teknik Penelitian ... 48

3.2 Lokasi Penelitian ... 48

3.3 Populasi ... 48

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.5 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Latar Belakang Yayasan SOS Children’s Village ... 51

4.2 Letak dan Kedudukan Yayasan SOS Children’s Village Medan... 52

4.3 Prinsip-prinsip Yayasan SOS Children’s Village ... 53

(9)

4.5 Fasilitas,Sarana Prasarana dan Kegiatan di Yayasan SOS Children’s Village

Medan... 58

4.6 Sumber Dana Yayasan SOS Children’s Village Medan ... 62

4.7 Gambaran Umum Lingkungan III Kelurahan Namo Gajah... 64

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Analisis Identitas Responden ... 66

5.1.1 Umur ... 66

5.1.2 Jenis Kelamin... 67

5.1.3 Agama ... 68

5.1.4 Suku Bangsa ... 69

5.1.5 Pendidikan Terakhir ... 70

5.1.6 Pekerjaan ... 71

5.2 Program Penguatan Keluarga... 72

5.2.1 Pemahaman Program ... 72

5.2.2 Ketepatan Sasaran ... 80

5.2.3 Ketepatan Waktu ... 86

5.2.4 Tercapainya Tujuan ... 91

5.2.5 Perubahan Nyata ... 101

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 110

6.2 Saran ... 112

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perubahan Nyata ... 47

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 66

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 68

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 69

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 70

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 71

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Pengetahuan Program Penguatan Keluarga ... 72

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Program Penguatan Keluarga Setelah Mendapatkan Informasi ... 74

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden Mengenai Sasaran Program Penguatan Keluarga... 75

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden Pemahaman Responden Mengenai Tujuan Program Penguatan Keluarga ... 76

Tabel 5.11 Distribusi Responden Mengenai Ketidakpahaman Tentang Jenis Kegiatan Dari Program Penguatan Keluarga ... 77

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Usaha Yang Dikembangkan Anggota Binaan Program Penguatan Keluarga ... 78

(11)

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Wadah Komunikasi Dan Informasi Antar Anggota Binaan Dengan Staff Yayasan SOS Children’s Village Medan ... 79

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Keluarga Miskin Yang Merupakan Sasaran Program Penguatan Keluarga ... 80

Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Keterangan Tercatat Sebagai Keluarga Miskin Di Kantor Kelurahan ... 81 Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Makan Dalam Sehari

... 82

Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Berobat ... 83 Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Rumah ... 84

Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Mendapat Bantuan Dari Pemerintah ... 85

Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Dari Program Penguatan Keluarga ... 86

Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarka Ketetapan Waktu Menerima Bantuan Program Penguatan Keluarga ... 87 Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Mendapatkan Pinjaman Koperasi

Selama Setahun ... 88

Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Menerima Bantuan Pendidikan Dalam Setahun... 89

(12)

Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Menerima Bantuan Kesehatan Dalam Setahun ... 90 Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Bantuan Pendidikan Yang Diperoleh Dari Program Penguatan Keluarga ... ... 91

Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Pelayanan Yang Pernah Diterima Dari Program Penguatan Keluarga ... 92

Tabel 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Terpenuhinya Kebutuhan Anggota

Keluarga Binaan ... 93

Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Kesejahteraan Keluarga ... 94

Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Pendapatan Keluarga

... .... 95 Tabel 5.30 Distribusi Responden Berdasarkan Kelancaran Biaya Sekolah Anak

... 96

Tabel 5.31 Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Prestasi Anak

... 97

Tabel 5.32 Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Kemandirian Dan Ketahanan Keluarga ... 98

Tabel 5.33 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Dalam Membantu Pemerintah Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat ... 99 Tabel 5.34 Distribusi Responden Berdasarkan Kelanjutan Pelaksanaan Program

Penguatan Keluarga ... 100

(13)

Tabel 5.35 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok/Utama Keluarga Sebelum Menjadi Anggota Binaan Program Penguatan Keluarga ... 101 Tabel 5.36 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok/Utama Keluarga

Setelah Menjadi Anggota Binaan Program Penguatan Keluarga... 102

Tabel 5.37 Distribusi Responden Berdasarkan Perubahan Status Kepemilikan Rumah Setelah Menjadi Anggota Binaan Program Penguatan Keluarga... 104

Tabel 5.38 Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Fasilitas Perabot Rumah Setelah Menjadi Anggota Binaan Program Penguatan Keluarga ... 105

Tabel 5.39 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Anak Setelah Menjadi Anggota Binaan Program Penguatan Keluarga ... 106 Tabel 5.40 Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Peluang Menabung Keluarga

Setelah Menjadi Anggota Binaan Program Penguatan Keluarga... 107

(14)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Tahap-Tahap Pemberdayaan... 24 Bagan 2.2 Bagan Alir Pemikiran... 43 Bagan 4.1 Struktur Kepengurusan Yayasan SOS Children’s Village Medan ... 55

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi oleh seluruh pemerintahan yang ada di dunia ini khususnya di negara berkembang. Sekitar 1,29 milyar penduduk dunia terjebak dalam perangkap kemiskinan. Kemiskinan termasuk dalam masalah sosial yang sulit ditanggulangi karena bersifat kronis dimana sekelompok orang berada di dalam wilayah kemiskinan, bahkan juga anak-anaknya. Mereka terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan dan bisa dikatakan mengalami “kemiskinan abadi”. Bentuk kemiskinan ini disebut dengan kemiskinan struktural (http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/04550060-ahmad-zaky- fuadi.ps diakses pada tanggal 06 Juni 2013 pukul 19.42 Wib).

Di Indonesia, masalah kemiskinan juga masih menjadi persoalan yang mendapat prioritas utama dalam penanggulangan, karena tingkat kemiskinan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat pada data kemiskinan dari BPS di Indonesia pada bulan September 2012, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,66 persen dari jumlah penduduk indonesia sebanyak 230 juta jiwa), berkurang sebesar 0,54 juta orang (0,30 persen dari jumlah penduduk miskin sebanyak 28,59) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebesar 29,13 juta orang (11,96 persen) (www.bps.go.id diakses pada tanggal 10 April 2013 pukul 15.10 Wib).

Secara khusus di Sumatera Utara, BPS mencatat bahwa jumlah penduduk miskin pada September 2012 sebanyak 1.378.400 orang. Jumlah tersebut berkurang sebanyak 28.800 orang bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2012 yang berjumlah

(16)

1.407.200 orang (10,67 persen dari jumlah penduduk miskin pada September 2012 sebanyak 1.378.400 orang). Pada periode Maret 2012 - September 2012, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 28.900 orang, yakni dari 738.000 orang pada Maret 2012 menjadi 709.100 orang pada September 2012. Berbeda dari daerah perdesaan, kemiskinan di daerah perkotaan pada periode yang sama, justru relatif sama, yakni di kisaran 669.300 orang.

Sedangkan data Badan Pemberdayaan Masyarakat yang diambil dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan, mencatat bahwa jumlah penduduk miskin pada 2010 mencapai 496.283 jiwa atau 41.537 KK dari jumlah penduduk di Kota Medan pada 2010 sebanyak 2,5 juta jiwa. (www.sumut.bps.go.id diakses pada 10 April 2013 pukul 14.35 Wib).

Berdasarkan statistik, angka kemiskinan di Sumatera Utara memang mengalami penurunan, tetapi kenyataannya masih banyak masyarakat yang melarat sehingga sulit mengakses pekerjaan, pendidikan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan yang terjadi tidak hanya memberikan dampak negatif pada orang dewasa termasuk juga anak-anak. Kemiskinan yang terjadi karena lemahnya fungsi keluarga baik dari segi ekonomi maupun sosialnya.

Dampak yang terjadi pada anak justru lebih berbahaya daripada orang tua, karena akan berdampak buruk bagi anak dalam jangka panjang. Hak mereka untuk memperoleh pendidikan, perlindungan, dan kebutuhan mereka masa kecil yang bahagia, berkualitas dan yang layak didapatkan oleh anak-anak menjadi terampas sehingga menyebabkan anak tersebut menjadi terlantar karena kondisi ekonomi keluarga. Tercatat tingkat anak terlantar khususnya di Sumatera Utara mencapai sekitar 146.130 jiwa yang tersebar di beberapa kabupaten/kota (hhtp://dbyanrehsos.go.id diakses pada tanggal 20 Mei 2013 pukul 12.14 Wib)

Fakta tersebut membuat miris berbagai kalangan termasuk pemerintah. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Sumatera Utara dalam mengatasi masalah kemiskinan. Masih jauh dari keberhasilan karena masih banyak penyimpangan yang terjadi pada program-

(17)

program yang dijalankan. Kegagalan dari program yang di jalankan pemerintah karena proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program pembangunan seringkali dilakukan dari atas ke bawah (top down). Rencana program pengembangan masyarakat biasanya dibuat di tingkat pusat dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah setempat. Masyarakat seringkali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberi masukan. Sehingga untuk mencapai efesiensi dalam pembangunan bagi masyarakat, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan- kebutuhannya. Selain itu, karena kurangnya pengawasan, pendampingan dan evaluasi pada program-program tersebut. Program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah seharusnya berupa program-program yang membuat masyarakat lebih produktif lagi, bukan hanya sekedar memberi mereka bantuan-bantuan yang justru membuat mereka bergantung pada pemerintah.

Selain itu salah satu faktor ketidakberhasilan pembangunan nasional dalam berbagai bidang, antara lain disebabkan oleh minimnya perhatian pemerintah dan semua pihak terhadap eksistensi keluarga. Seharusnya pembangunan nasional memandang penting keluarga sebagai unit analisis maupun fokus pemberdayaan karena keluarga memiliki makna sentral dalam sebuah realitas sosial. Hampir semua disiplin ilmu memandang keluarga sebagai entitas terkecil sangat lokal. Dalam Ilmu Ekonomi dikenal domestic economy dan subsistence economy yang kajiannya terpusat pada keluarga.

Sedangkan dalam Ilmu Sosiologi ada salah satu teori tentang pentingnya institusi keluarga dalam menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa, yaitu “family is the fundamental unit of society” (keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat).

Artinya kalau institusi keluarga sebagai pondasi lemah, maka “bangunan” masyarakat juga akan lemah. Menurut teori tersebut, masalah-masalah yang terdapat dalam masyarakat seperti kemiskinan, kekerasan yang merajalela, dan segala macam kebobrokan sosial, adalah

(18)

cerminan dari tidak kokohnya institusi keluarga. Selain itu pekerjaan sosial juga telah banyak berjasa dalam mengembangkan berbagai pelayanan sosial untuk keluarga (Edi suharto.2009:169).

Mengingat pentingnya fungsi dan peran keluarga baik bagi kehidupan individu dan keluarga itu sendiri maupun terhadap kelangsungan masyarakat, Zeitlin (1995) memandang penting upaya penguatan keluarga serta implikasinya dalam kebijakan dan program pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Khususnya di Indonesia penguatan keluarga sangat penting dilakukan karena mengingat jumlah keluarga miskin setiap tahun terus bertambah.

Pentingnya penguatan keluarga, karena secara teoritis keluarga merupakan institusi utama pembangunan sumber daya manusia karena di keluargalah aktivitas utama kehidupan seorang individu berlangsung sehingga keberfungsian, ketahanan, kesejahteraan keluarga akan menentukan kualitas individu. Penguatan keluarga berkaitan dengan keberfungsian keluarga dalam pembangunan kualitas sumberdaya anak seperti hasil penelitian Sunarti (2008) yang menunjukkan bahwa penguatan keluarga mempengaruhi pengasuhan anak dan akibatnya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Penguatan ketahanan keluarga semakin penting dewasa ini dimana keluarga menghadapi berbagai perubahan, tantangan, dan krisis. Pada kondisi tersebut keluarga membutuhkan dukungan sosial dari lingkungan di sekitarnya (Sunarti 2007) (http://euissunarti.staff.ipb.ac.id/keluarga-berencana- kualitas-sdm-ketahanan-keluarga/ diakses pada tanggal 07 Juni 2013 pukul 8.07 Wib)

Salah satu organisasi masyarakat independen non-pemerintah di Sumatera Utara khususnya di Medan yaitu SOS Children’s Village Medan yang sudah berdiri pada tahun 2007 ini menerapkan pelayanan berbasis keluarga. Salah satu pelayanan yang dilakukan yaitu dengan membuat Program Penguatan Keluarga (Family Strengthing Programs). Program Penguatan keluarga ini mempunyai misi yaitu membantu membangun keluarga kurang

(19)

beruntung yang mempunyai keterbatasan atau kekurangan secara ekonomi dan sosial untuk dapat mandiri dalam lingkungan masyarakatnya Sehingga diharapkan setelah mandiri secara sosial dan ekonomi, para orang tua dari keluarga tersebut dapat memelihara dan menjaga anak anak mereka.

Dalam pelaksanaan program penguatan keluarga dalam memperkuat keluarga, SOS Children’s Village Medan memberdayakan keluarga dan masyarakat untuk melindungi dan merawat anak-anak mereka, dengan menggunakan langkah-langkah proses perencanaan pembangunan keluarga. Program ini dirancang sesuai dengan kebutuhan dan prioritas pada anak-anak ber-risiko kehilangan perawatan keluarga mereka. Hal ini melibatkan penilaian secara mendalam tentang situasi kelompok sasaran kita dalam masyarakat.

Fokus utama program penguatan keluarga adalah pada peningkatan kesejahteraan keluarga, karena kesejahteraan anak tidak dapat dipisahkan dari kesejahteraan keluarga dan perkembangan anak secara optimal tercapai dalam keluarga yang sejahtera. Program penguatan keluarga ini dilakukan dengan pendampingan anak dan keluarga yang merupakan bagian dari pemberdayaan masyarakat dengan melakukan segala upaya fasilitasi yang bersifat noninstruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan mencari pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada.

Pemberdayaan masyarakat melalui program penguatan keluarga oleh yayasan SOS Children Village dilakukan dalam lingkup keruangan berbasis desa, dimana pembangunan dilaksanakan pada lingkup desa atau antar desa, namun pengambilan keputusan terhadap prioritas kegiatan yang akan terdanai ditentukan oleh masyarakat pada rapat mingguan di tingkat kecamatan bersama kader dan pendamping . Pemilihan desa yang akan menjadi desa binaan untuk menjalankan program penguatan keluarga dilakukan dengan melihat kondisi keluarga yang miskin di desa tersebut sehingga menyebabkan anak-anak beresiko kehilangan

(20)

perawatan dari keluarga dan tidak mendapat perlindungan serta terpenuhi hak-hak sebagai anak. Keluarga yang menjadi anggota program penguatan keluarga ini disebut warga binaan.

Salah satu desa yang menjadi desa binaan dari progam penguatan keluarga ini adalah Kelurahan Namo Gajah lingkungan III Kecamatan Medan Tuntungan. Kelurahan Namo Gajah ini merupakan salah satu kelurahan yang termasuk dalam 14 kelurahan di Kota Medan yang memiliki KK miskin dan rawan pangan. Selain itu kelurahan Namo Gajah lingkungan III disini juga rendah akan tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan kurang peduli dengan hak-hak anak sehingga dengan keadaan yang seperti ini yayasan SOS Children’s Village Medan melakukan program penguatan keluarga di desa ini. Karena dikhawatirkan jika keadaan seperti ini terus dibiarkan anak-anak menjadi kehilangan hak- haknya dan anak tersebut menjadi terlantar.

Pemberdayaan masyarakat dimulai dari pendekatan keluarga, karena keluarga adalah wujud sosial terkecil dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini perhatian dikhususkan bagi keluarga, karena keluarga merupakan istitusi pertama dalam pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Upaya pendekatan keluarga perlu diikuti dengan upaya untuk memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh keluarga. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat yaitu melalui mekanisme kelompok. Pendekatan ini secara sosiologis banyak membantu individu untuk belajar satu sama lain, sehingga mampu menyelesaikan permasalah yang dihadapi (Sulistyo,2012).

Dalam pengelolaan program pemberdayaan masyarakat, masyarakat mendapatkan kewenangan untuk mengelola semua kegiatan secara mandiri dan partisipatif dengan ikut terlibat dalam setiap tahapan kegiatan mulai dari sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pelestarian dan pengembangan kegiatan. Selain itu masyarakat mendapat pendampingan dari fasilitator, dukungan dari pemerintah dan juga adanya kader-kader

(21)

disetiap desa yang anggotanya berasal dari masyarakat serta mendapat pelatihan-pelatihan yang mendukung peningkatan kemampuan masyarakat.

Pelaksanaan program penguatan keluarga diharapkan menjadi salah satu program pembangunan partisipatif yang dapat berkontribusi bagi pemulihan kondisi dan peningkatan kemandirian masyarakat di kelurahan Namo Gajah lingkungan III Kecamatan Medan Tuntungan. Pelaksanaan program penguatan keluarga tersebut berdasarkan Standar dan Pedoman progam penguatan keluarga yang telah disetujui tim manajemen senior dari yayasan SOS Children Village yang berpusat di Lembang.

Jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam program penguatan keluarga berupa kegiatan pengembangan ekonomi, kegiatan kesehatan, kegiatan pendidikan. Tiga bentuk kegiatan yang dilakukan melalui program penguatan keluarga ini merupakan tiga serangkai yang sangat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia. Sedangkan, sumberdaya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan nasional.

Kegiatan ini di dampingi oleh kader (stake holder) di desa binaan dan staff dari yayasan SOS Children’s Village Medan.

Selain itu, penyelenggara kegiatan program penguatan keluarga menerapkan pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan cara melibatkan masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam proses pelaksanaannya. Adanya keterlibatan masyarakat dalam program ini bertujuan agar masyarakat tidak bergantung dengan bantuan yang diberikan program oleh SOS Children’s Village Medan. Program penguatan keluarga dilaksanakan dalam kemitraan dengan mitra implementasi lokal untuk memastikan bahwa mereka secara efektif 'berakar' dalam masyarakat dan secara bersama-sama "dimiliki" oleh organisasi mitra dan SOS.

Pelayanan program dilaksanakan dalam kemitraan dengan struktur/organisasi berbasis masyarakat, atau kelompok mandiri dimana mitra implementasi ini tidak memiliki kapasitas

(22)

untuk secara efektif mengelola bahan dan sumber daya keuangan dengan efisiensi dan akuntabilitas. Akan tetapi mengambil pendekatan langkah-demi-langkah membantu mereka untuk membangunnya. Seiring waktu, SOS Children’s Village Medan mendukung mitra ini bergerak menuju swasembada, sehingga mereka dapat menyediakan sumber daya yang diperlukan bagi diri sendiri. Dalam melakukan hal ini, kita membantu masyarakat untuk membantu diri sendiri dan menciptakan peserta menghindari ketergantungan program pada organisasi SOS Children’s Village Medan.

Program penguatan keluarga diharapkan agar kelak terjadinya peningkatan kualitas hidup keluarga dan masyarakat, membangun kesadaran masyarakat akan hak-hak anak, menjadikan masyarakat mandiri, membangun keluarga. Sehubungan dengan hal itu maka untuk dapat mengetahui proses pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan program penguatan keluarga dan efeknya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat perlu dilakukan kajian lebih lanjut.

Berdasarkan latar belakang permasalahan,maka peneliti tertarik untuk meneliti pelaksanaan pemberdayaan melalui program penguatan keluarga yang merupakan salah satu program dari yayasan SOS Children’s Village Medan yang hasilnya akan dituangkan dalam penelitian berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Penguatan Keluarga oleh Yayasan SOS Children’s Village Medan di Kelurahan Namo Gajah lingkungan III Kecamatan Medan Tuntungan”.

(23)

I.2 Perumusan Masalah

Masalah merupakan pokok dari suatu penelitian. Untuk itu, penelitian ini perlu ditegaskan dan dirumuskan masalah yang diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : Sejauh mana efektivitas pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui program penguatan keluarga oleh yayasan SOS Children’s Village Medan di Kelurahan Namo Gajah lingkungan III Kecamatan Medan Tuntungan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui program penguatan keluarga oleh yayasan SOS Children’s Village Medan di Kelurahan Namo Gajah Lingkungan III Kecamatan Medan Tuntungan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka:

1. Pengembangan teori-teori tentang pemberdayaan masyarakat dengan sistem sumber masyarakat melalui program penguatan keluarga oleh yayasan SOS Children’s Village Medan.

2. Pengembangan model efektivitas pemberdayaan masyarakat agar lebih efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(24)

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

Penulis menyajikan penelitian ini dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah,perumusan masalah,tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti,kerangka pemikiran,definisi konsep, dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSIKAN LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.

Efektivitas di definisikan oleh para pakar dengan berbeda-beda tergantung pendekatan yang digunakan oleh masing-masing pakar. Berikut ini beberapa pengertian efektivitas dan kriteria efektivitas organisasi menurut para ahli sebagai berikut:

1. Drucker (1964:5) mendefinisikan efektivitas sebagai melakukan pekerjaan yang benar (doing the rights things).

2. Chung & Megginson (1981:506, dalam Siahaan,1999:17) mendefinisikan efektivitas sebagai istilah yang diungkapkan dengan cara berbeda oleh orang-orang yang berbeda pula. Namun menurut Chung & Megginson yang disebut dengan efektivitas ialah kemampuan atau tingkat pencapaian tujuan dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan agar organisasi tetap survive (hidup).

3. Pendapat Arens and Lorlbecke yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf (1999:765), mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas mengacu kepada pencapaian suatu tujuan, sedangkan efisiensi mengacu kepada sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan itu”. Sehubungan dengan yang Arens dan Lorlbecke tersebut, maka efektivitas merupakan pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

(26)

4. Menurut Supriyono pengertian efektivitas, sebagai berikut:

“Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran suatu pusat tanggung jawab dengan sasaran yang mesti dicapai, semakin besar konstribusi daripada keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan efektif pula unit tersebut” (Supriyono, 2000:29).

5. Gibson dkk (1994:31) memberikan pengertian efektivitas dengan menggunakan pendekatan sistem yaitu (1) seluruh siklus input-proses-output, tidak hanya output saja, dan (2) hubungan timbal balik antara organisasi dan lingkungannya.

6. Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :

1.Keberhasilan program 2.Keberhasilan sasaran

3.Kepuasan terhadap program 4.Tingkat input dan output

5.Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121)

Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokonya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989:47).

Menurut Hani Handoko (2000) Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Efektivitas berfokus

(27)

pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan.

Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan pendapat sehubungan dengan cara meningkatnya, cara mengatur dan bahkan cara menentukan indicator efektivitas, sehingga, dengan demikian akan lebih sulit lagi bagaimana cara mengevaluasi tentang efektivitas.

Dari beberapa uraian definisi efektivitas menurut para ahli tersebut, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan manusia dengan adanya suatu program tertentu, karena kesejahteraan manusia merupakan tujuan dari proses pembangunan. Adapun untuk mengetahui tingkat kesejahteraan tersebut dapat pula di lakukan dengan mengukur beberapa indikator spesial misalnya: pendapatan, pendidikan, ataupun rasa aman dalam mengadakan pergaulan (Soekanto, 1989 : 48).

Beberapa pendapat dan teori efektivitas yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan atau aktifitas perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu :

1. Pemahaman program.

2. Tepat Sasaran.

3. Tepat waktu.

4. Tercapainya tujuan.

5. Perubahan nyata (Sutrisno, 2007 : 125-126)

(28)

2.1.2 Pendekatan Efektivitas

Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif.

Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu:

1. Pendekatan sasaran (Goal Approach)

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut (Price, 1972:15).

Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarakan sasaran resmi “Official Goal” dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu dengan mengukur keberhasilan programdalam mencapai tingkat output yang direncanakan.

Dengan demikian, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai.

Efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan dan tujuan tercapainya dengan waktu yang tepat makan program tersebut akan lebih efektif. Pendekatan sasaran dalam pelaksanaan program penguatan keluarga dilihat dari pendampinga kepada anak dan keluarga yang menjadi anggota binaan dalam mengarahkan tujuan yang ingin dicapai.

2. Pendekatan Sumber (System Resource Approach)

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system

(29)

agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dalam lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan seringkai bersifat langka dan bernilai tinggi. Pendekatan sumber dalam kegiatan program penguatan keluarga ini dilihat dari seberapa jauh hubungan antara anggota binaan program penguatan keluarga dengan lingkungan sekitarnya, berusaha usaha yang menjadi sumber dalam mencapai tujuan.

3. Pendekatan Proses (Internal Process Approach)

Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga (Cunningham, 1978: 635).

2.1.3 Masalah dalam pengukuran Efektivitas

Banyaknya ancangan untuk mengukur efektivitas organisasi baik dalam sifat maupun titik asal mereka membuat kesulitan dalam usaha menilai efektivitas dari sesuatu program atau organisasi. Kesulitan menilai efektivitas ini disebabkan oleh beberapa masalah yang tak terpisahkan dari model yang sekarang mengenai keberhasilan organisasi. Adapun masalah yang terjadi dalam pengukuran efektivitas adalah sebagai berikut:

1. Masalah susunan

Susunan adalah suatu hipotesis yang abstrak mengenai hubungan antara beberapa variabel yang saling berhubungan. Masalahnya disini adalah bahwa

(30)

benar berarti atau berguna baik bagi para manajer ataupun para ahli teori organisasi.

2. Masalah stabilitas kriteria

Masalah besar yang dihadapi dalam usaha mengukur efektivitas organisasi adalah banyak dari kriteria evaluasi yang digunakan ternyata relatif tidak stabil setelah beberapa waktu. Yaitu kriteria yang dipakai untuk mengukur efektivitas pada suatu waktu mungkin tidak tepat lagi atau menyesatkan pada waktu berikutnya. Kriteria tersebut berubah-ubah tergantung pada permintaan, kepentingan, dan tekanan-tekanan ekstern. Pada kenyataannya, sifat mudah berubah ini telah mengakibatkan beberapa peneliti kemudian mernyatakan bahwa fleksibilitas dalam menghadapi perubahan seharusnya menjadi ciri yang menentukan efektivitas organisasi.

3. Masalah perspektif waktu

Masalah yang ada hubungannya dengan hal ini adalah perspektif waktu yang dipakai orang pada waktu menilai efektivitas. Jadi masalahnya bagi mereka yang mempelajari manajemen adalah cara yang terbaik menciptakan keseimbangan antara kepentingan jangka pendek dengan keperntingan jangka panjang, dalam usaha mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan dalam perjalanan waktu.

4. Masalah kriteria ganda

Keuntungan utama dari ancangan multivariasi dalam evaluasi efektivitas adalah sifatnya yang komprehensif, memandukan beberapa faktor ke dalam suatu kerangka yang kompak. Hal yang terpenting disini adalah bahwa, jika kita menerima kriteria tersebut untuk efektivitas, maka organisasi menurut definisinya tidak dapat menjadi efektif, mereka tidak dapat memaksimalkan kedua dimensi tersebut secara serempak.

(31)

5. Masalah ketelitian pengukuran

Pengukuran terdiri dari peraturan atau prosedur untuk menentukan beberapa nilai atribut dalam angka agar atribut-atribut ini dapat dinyatakan secara kuantitatif. Jadi, apabila kita membicarakan “pengukuran” efektivitas organisasi, dianggap ada kemungkinan menentukan kuantitas dari konsep ini secara konsisten dan tetap. Dalam pengukuran ini orang harus berusaha mengenali kriteria yang dapat diukur dengan kesalahan minimun atau berusaha mengendalikan pengaruh yang menyesatkan dalam proses analisis.

6. Masalah kemungkinan generalisasi

Jika berbagai masalah pengukuran dapat dipecahkan, masih timbul persoalan mengenai seberapa jauh orang dapat menyatakan kriteria evaluasi yang dihasilkannya dapat berlaku juga pada organisasi lainnya. Jadi pada waktu memilih kriteria, orang harus memperhatikan tingkat konsistensi kriteria tersebut dengan tujuan dan maksud organisasi yang sedang dipelajari.

7. Masalah relevansi teoritis

Tujuan utama setiap ilmu adalah merumuskan teori dan model-model yang secara tepat mencerminkan sifat subyek yang dipelajari. Jadi, dari suddut pandang teoritis harus diajukan pertanyaan yang logis sehubungan dengan relevansi model-model bagi tingkah laku organisasi. Ancangan ini memberikan jauh lebih banyak hal, baik pada peneliti maupun pada para manajer, daripada hanya daftar catatan yang lebih sederhana mengenai apa yang membentuk efektivitas.

8. Masalah tingkat analisis

Kebanyakan model efektivitas hanya menggarap tingkat makro saja, membahas gejala keseluruhan organisasi dalam hubungannya dengan

(32)

efektivitas, tetapi mengabaikan hubungan yang kritis antara tingkah laku individu dengan persoalan yang lebih besar yaitu keberhasilan organisasi.

2.2 Pemberdayaan Masyarakat

2.2.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Secara konseptual, pemberdayaan berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karena ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal :

1. Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.

2. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

Beberapa ahli mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan (Suharto, 1997: 210-224) :

1. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (lfe,1995).

2. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons,et.al.,1994). ??

(33)

3. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin, 1987).

4. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport,1984).

Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Suharto,2009:57-60).

Sedangkan pengertian pemberdayaan masyarakat merupakan suatu progam / proyek yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan berdasarkan pengembangan kemandirian masyarakat melalui peningkatan kapasitas masyarakat, partisipasi masyarakat dan kelembagaan dalam penyelenggaraan pembangunan (http://anshorfazafauzan.blogspot.com/2009/06/pengertian-pengembangan masyarakat.

html diakses pada tanggal 19 Mei 2013 pukul 22.00 Wib).

(34)

2.2.2 Aspek pemberdayaan

Dalam pelaksanaannya, Narayan (2002:18) mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan keberdayaan suatu komunitas di dukung oleh beberapa elemen berikut : a. Aspek terhadap informasi

Informasi merupakan salah satu sarana bagi masyarakat untuk memperoleh akses terhadap kekuasaan dan kesempatan. Pengertian kekuasaan yang dimaksud merupakan kemampuan masyarakat, terutama masyarakat miskin untuk memperoleh akses dan kesempatan untuk mempejuangkan hak-hak dasarnya. Informasi memberikan khasanah dan wawasan baru bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Informasi ini tidak hanya berupa kata-kata yang tertulis, namun dapat pula diperoleh melalui diskusi kelompok, cerita, debat,dan opera jalanan dalam bentuk yang berbeda-beda secara kultural dan biasanya menggunakan media seperti radio, internet, dan televisi.

b. Inklusi dan partisipasi

Inklusi memfokuskan pada pertanyaan siapa yang terlibat (Bennet ,2002, dalam Malholtra, 2002:5) mengungkapkan bahwa pengertian inklusi sosial sebagai berikut:

“The removal of institutional barriers and the enchancement of incentives to increase the access of diverseindividuals and groups to assets and development opportunities.”

(Pengurangan hambatan institusional dan peningkatan insentif untuk meningkatkan askes bagi individu dan kelompok yang beragam untuk memiliki kesempatan dan pengembangan).

Lebih lanjut Bennet menekankan bahwa pengertian pemberdayaan dan inklusi sosial ini adalah sebuah proses daripada suatu hasil akhir. Proses pemberdayaan merupakan proses yang dilakukan “dari bawah” dan melibatkan lembaga seperti individu dan kelompok. Sementara inklusi membutuhkan perubahan sistemik yang

(35)

dimulai “dari atas”. Sementara pasrtisipasi secara sederhana diartikan bagaimana komunitas miskin terlibat dan peran apa yang dimainkan.

Inklusi sosial pada komunitas miskin merupakan aspek penting dalam proses pembuatan kebijakan publik. Hal ini bertujuan agar setiap proses pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan memperhatikan aspek kebutuhan masyarakat, serta memiliki komitmen untuk membuat suatu perubahan yang merupakan hakekat dari pemberdayaan.

Usaha untuk mempertahankan inklusi dan partisipasi membutuhkan perubahan peraturan agar masyarakat memiliki ruang untuk berdiskusi dan berpartisipasi secara langsung dalam penentuankebijakan lokal dan nasional, penyusunan anggaran, dan pemberian pelayanan dasar. Dalam hal ini, kita dapat melihat partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan memiliki peranan yang vital untuk menentukan berjalan atau tidaknya suatu pemberdayaan. Partisipasi masyarakat dalam berbagai tahap pemberdayaan akan mendukung mereka menjadi lebih berdaya dan memiliki ketahan dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi.

Conyers (1991: 86-187) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, diantaranya adalah masyarakat akan merasa lebih dihargai apabila keterlibatan (partisipasi) mereka berpengaruh terhadap suatu kebijakan tertentu dan berpengaruh langsung terhadap apa yang mereka rasakan.

Faktor lainnya yang mempengaruhi adalah penyesuaian diri perencana sosial atau pemangku kepentingan atas apa yang pentinga dan apa yang tidak penting oleh suatu komunitas.

(36)

c. Akuntabilitas

Akuntabilitas merujuk pada kemampuan pemerintah, perusahaan swasta, atau penyedia pelayanan untuk dapat mempertanggungjawabkan kebijakan, tindakan, serta penggunaan dana yang mendukung pelaksanaan tindakan tersebut.

d. Kapasitas organisasi lokal

Kapasitas organisasi lokal merujuk pada kemampuan masyarakat untuk bekerja sama, mengorganisasikan diri mereka, dan memobilisasi sumber daya untuk memecahkan masalah. Seringkali, di luar jangkauan sistem formal, masyarakat miskin saling mendukung satu sama lain dan memiliki kekuatan untuk memecahkan masalah sehari-hari. Organisasi masyarakat miskin umumnya bersifat informal.

Contohnya tetangga yang saling meminjam uang atau beras satu sama lain. Mereka juga dapat berbentuk formal, dengan atau tanpa registrasi yang sah, contohnya kelompok tani kelompok lingkungan ketetanggan.

Suara dan permintaan masyarakat yang terorganisasi umumnya lebih didengarkan daripada masyarakat yang tidak terorganisir. Keanggotaan masyarakat miskin berdasarkan organisasi dapat lebih efektif dalam memenuhi kebutuhanmendasarnya, namun mereka terhambat oleh sumber daya dan pengetahuan teknis yang terbatas. Seringkali mereka kurang memiliki modal sosial yang menjembatani dan menghubungkan, yaitu mereka tidak dapat terhubunga dengan kelompok lain atau sumber daya lainnya. Kapasitas organisasi lokal merupakan kunci dari efektifnya sebuah pemberdayaan. Organisasi, asosiasi, federasi, jaringan, dan gerakan sosial, kelompok miskin merupakan pemain kunci dalam tataran institusional.

Lebih lanjut Narayan mengungkapkan bahwa kaum miskin tidak akan berpartisipasi dalam sebuah kegiatan apabila partisipasi mereka tidak dihargai dan

(37)

tidak menimbulkan perubahan-perubahan yang cukup signifikan bagi kesejahteraan mereka dan berguna dalam proses pengambilan keputusan . Meskipun terdapat organisasi lokal yang kuat, hal ini tetaplah menyebabkan kaum miskin tidak memiliki akses terhadap pemerintahan lokal, sektor ekonomi swasta, dan kurangnya akses terhadap informasi.

2.2.3 Tahap-tahap Pemberdayaan

Pada hakekatnya, pemberdayaan merupakan suatu kegiatan yang lebih menekankan proses, tanpa bermaksud menafikan hasil dari pemberdayaan itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan proses, maka partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan pemberdayaan mutlak diperlukan. Sebagaimna yang diungkapkan oleh Adi (2003: 70-75) bahwa pemberdayaan menekankan pada process goal, yaitu tujuan yang berorientasi pada proses yang mengupayakan integrasi masyarakat dan dikembangkan kapasitasnya guna memecahkan masalah mereka secara kooperatif atas dasar kemauan dan kemampuan menolong diri sendiri (self help) sesuai prinsip demokratis. Dengan menekankan pada proses, maka pemberdayaan pun memiliki tahap-tahap sebagai berikut:

1. Penyadaran

Pada tahap ini, dilakukan sosialisasi terhadap komunitas agar mereka mengerti bahwa kegiatan pemberdayaan ini penting bagi peningkatan kualitas hidup mereka, dan dilakukan secara mandiri (self help).

2. Pengkapasitasan

Sebelum diberdayakan, komunitas perlu diberikan kecakapan dalam mengelolanya. Tahap ini sering disebut sebagai capacity building, yang terdiri atas pengkapasitasan manusia, organisasi, dan sistem nilai.

(38)

3. Pendayaan

Pada tahap ini, target diberikan daya, kekuasaan, dan peluang sesuai dengan kecakapan yang sudah diperolehnya.

Tahapan program pemberdayaan masyarakat atau pengembangan masyarakat merupakan sebuah siklus perubahan yang berusaha mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. Secara lebih jelas, tahapan tersebut digambarkan sebagai berikut:

Bagan 2.1 Tahap-tahap Pemberdayaan

Berdasarkan bagan 2.1 tersebut, tahap-tahap pemberdayaan dibagi ke dalam tujuh tahap, yaitu tahap persiapan (intake process), assesment, perencanaan partisipasi, proses intervensi, monitoring dan evaluasi, serta terminasi. Pada tahap intake ,terdapat dua sasaran yang dituju yaitu klien aktual dan klien potensial. Klien aktual merujuk pada klien yang akan diintervensi, sementara klien potensial adalah klien yang memiliki potensi untuk diintervensi.

Kedua klien tersebut memperoleh sosialisasi dan melalui tahap assesment untuk kemudian direncanakan sebuah rencana aksi untuk kegiatan pendampingan. Dalam setiap tahap, terutama tahap pendampingan, monitoring dan evaluasi diperlukan. Kemudian akhirnya tahap

Sosialisasi Actual Client

Interventio n Process Participation

Planning Assesment

Intake Process

Monitoring &

Evaluasi Potential

Client

Termination

(39)

terminasi atau pelepasan merupakan tahap terakhir dari proses pemberdayaan dimana komuntas sasaran telah mampu mandiri dan berberdaya. Berikut tahap-tahap pemberdayaan :

1. Tahap Persiapan

Tahap ini mencakup tahap penyiapan petugas dan tahap penyiapan lapangan.

Penyiapan petugas dalam hal ini (community worker) merupakan prasyarat suksesnya suatu pengembangan masyarakat.

2. Tahap Pengkajian (assesment)

Proses assesment dilakukan dengan mengidentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan = felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki oleh klien.

3. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan dan Tahap Pemformulasian Rencana Aksi

Pada tahap ini, agen perubah (community worker) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya.

4. Tahap capacity building dan networking Tahap ini mencakup :

a. Melakukan penelitian, workshop, dan sebagainya untuk membangun kapasitas setiap individu masyarakat sasaran agar siap menjalankan kekuasaan yang diberikan kepada mereka.

b. Masyarakat sasaran bersama-sama membuat aturan main dalam menjalankan progam, berupa anggaran dasar organisasi, sistem, dan prosedurenya.

c. Membangun jaringan dengan pihak luar seperti pemerintah daerah setempat yang dapat mendukung kelembagaan lokal.

(40)

5. Tahap pelaksanaan dan pendampingan

Tahapan ini mencakup : Melaksanakan kegaitan yang telah disusun dan direncanakan bersama masyarakat sasaran.

6. Tahap Evaluasi

Tahapan ini mencakup :

a. Memantau setiap tahapan pemberdayaan yang dilakukan.

b. Mengevaluasi kekurangan dan kelebihan dari tahapan pemberdayaan yang dilakukan.

c. Mencari solusi atas konflik yang mungkin muncul dalam setiap tahapan pemberdayaan.

Tahap evaluasi akhir dilakukan setelah semua tahap dijalankan. Tahap evaluasi akhir menjadi jembatan menuju tahap terminasi (phasing out strategy).

7. Tahap Terminasi

Tahap terminasi dilakukan setelah program dinilai berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dengan berakhirnya tahap terminasi ini, maka fasilitator menyerahkan kontinuitas program kepada masyarakat sasaran sebagai bagian dari kegiatan keseharian mereka.

2.2.4 Indikator Pemberdayaan

Menurut Kieffer (1981), pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif (Suharto,1997:215). Parsons et.al (1994:106) juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada:

a. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar.

(41)

b. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.

Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan.

Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu : ‘kekuasaaan didalam ‘ (power within),’kekuasaan untuk’ (power to),’kekuasaan atas’ (power with). Adapun indikator pemberdayaan yaitu :

1. Kekuasaan di dalam : Meningkatkan kesadaran dan keinginan untuk berubah a. Kemampuan Ekonomi

1. Evaluasi positif terhadap kontribusi ekonomi dirinya.

2. Keinginan memiliki kesempatan ekonomi yang setara.

3. Keinginan memiliki kesamaan hak terhadap sumber yang ada pada rumahtangga dan masyarakat.

b. Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan : 1. Kepercayaan diri dan kebahagiaan.

2. Keinginan memiliki kesejahteraan yang setara.

3. Keinginan membuat keputusan mengenai diri dan orang lain.

4. Keinginan untuk mengontrol jumlah anak.

c. Kemampuan Kultural dan Politis :

1. Keinginan untuk menghadapi subordinasi gender termasuk tradisi budaya, diskriminasi hukum dan pengucilan politik.

(42)

2. Keinginan terlibat dalam proses-proses budaya, hukum dan politik

2. Kekuasaan untuk : Meningkatkan kemampuan individu untuk berubah dan meningkatkan kesempatan untuk memperoleh akses.

a. Kemampuan Ekonomi :

1. Akses terhadap pelayanan keuangan mikro.

2. Akses terhadap pendapatan.

3. Akses terhadap aset-aset produktif dan kepemilikan rumah tangga.

4. Akses terhadap pasar.

5. Penurunan beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak.

b. Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan:

1. Keterampilan, termasuk kemelekan huruf.

2. Status kesehatan dan gizi.

3. Kesadaran mengenai dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi.

4. Ketersedaan pelayanan kesejahteraan publik.

c. Kemampuan Kultural dan Politis :

1. Mobilitas dan akses terhadap dunia di luar rumah.

2. Pengetahuan mengenai proses hukum, politik dan kebudayaan.

3. Kekuasaan atas : Perubahan pada hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro; Kekuasaan atau tindakan individu untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut.

a. Kemampuan Ekonomi:

1. Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkan.

2. Kontrol atas pendapatan aktivitas produktif keluarga yang lainnya.

3. Kontrol atas aset produktif dan kepemilikan keluarga.

(43)

4. Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga.

5. Tindakan individu menghadapi diskriminasi atas akses terhadap sumber dan pasar.

b. Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan:

1. Kontrol atas ukuran konsumsi keluarga dan aspek bernilai lainnya dari pembuatan keputusan keluarga termasuk keputusan keluarga berencana.

2. Aksi individu untuk mempertahankan diri dari kekerasan keluarga dan masyarakat.

c. Kemampuan Kultural dan Politis:

1. Aksi individu dalam menghadapi dan mengubah persepsi budaya kapasitas dan hak wanita pada tingkat keluarga dan masyarakat.

2. Keterlibatan individu dan pengambilan peran dalam proses budaya, hukum dan politik.

4. Kekuasaan dengan : Meningkatnya solidaritas atau tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro.

a. Kemampuan Ekonomi:

1. Bertindak sebagai model peranan bagi orang lain terutama dalam pekerjaan publik dan modern.

2. Mampu memberi gaji terhadap orang lain.

3. Tindakan bersama menghadapi diskriminasi pada akses terhadap sumber (termasuk hak atas tanah), pasar dan diskriminasi gender pada konteks ekonomi makro.

(44)

b. Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan:

1. Penghargaan tinggi terhadap dan peningkatan pengeluaran untuk anggota keluarga.

2. Tindakan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan publik c. Kemampuan Kultural dan Politis:

1. Peningkatan jaringan untuk memperoleh dukungan pada saat krisis.

2. Tindakan bersama untuk membela orang lain menghadapi perlakuan salam dalam keluarga dan masyarakat (Suharto, 2009:63-65).

2.2.5 Strategi Pemberdayaan

Parsons et.al (1994:112-113) menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Dalam beberapa situasi,strategi pemberdayaan dapat dilakukan secara individual,meskipun pada gilirannya straegi ini pun berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain di luar dirinya. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga cara pemberdayaan yaitu:

1. Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual melalui bimbingan,konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).

2. Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan

(45)

dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

3. Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.

2.2.6 Pendekatan Pemberdayaan

Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu : Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan (Suharto, 1997:218-219)

1. Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural menghambat.

2. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Pemberdayaan harus mamu menumbuh kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarkat yang menunjang kemandirian mereka.

3. Perlindungan : melindungi masyarkat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak

(46)

seimbang antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.

4. Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpingirkan.

5. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.

Dubois dan Miley (1992:211) memberi beberapa cara atau teknik yang lebih spesifik yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat yaitu :

a. Membangun relasi pertolongan yang merefleksikan respon empati, menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self-determination), menghargai perbedaaan dan keunikan individu, menekankan kerjasama klien.

b. Membangun komunikasi yang menghormati martabat dan harga diri klien, mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien, menjaga kerahasiaan klien.

c. Terlibat pemecah masalah yang memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah, menghargai hak-hak klien, merangkai tantangan- tantangan sebagai kesempatan belajar, melibaatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.

(47)

d. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui: ketaatan terhadap kode etik profesi; keterlibatan dalam pengembangan profesional,riset, dan perumusan kebijakan; penerjemahan kesulitan-kesulitan pribadi kedalam isu-isu publik; penghapusan segala bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan kesempatan.

2.2.7 Prinsip Pemberdayaan

Pelaksanaan pendekatan pemberdayaan berlandaskan pada pedoman dan prinsip pekerjaan sosial. Ada beberapa prinsip pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan sosial (Suharto, 1997:216-217).

1. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Oleh karena itu, pekerja sosial dan masyarakat harus bekerjasama sebagai partner.

2. Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan.

3. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi perubahan.

4. Kompetensi diperoleh melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat.

5. Solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus harus beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut.

6. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan mengendalikan seseorang.

7. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri. Tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan sendiri.

(48)

8. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan karena pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi peubahan.

9. Pemberdayaan melibatkan askes terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.

10. Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif,permasalahan selalu memiliki beragam solusi.

11. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara paralel.

2.2.8 Tugas Pekerja Sosial dalam Pemberdayaan

Dalam Konferensi Dunia di Montreal Kanada, Juli tahun 2000, International Federation of Social Workers (IFSW) (Tan dan Envall, 2005:5) mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai berikut :

“Profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayan dan pembebasan masyarakat. Menggunakan teori-teori perilaku manusia dan sistem-sistem sosial, pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik atau situasi dimana orang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial sangat penting bagi pekerjaan sosial.”

Schwartz (1961:157-158), mengemukakan lima tugas yang dapat dilaksanakan oleh pekerja sosial :

1. Mencari persamaan mendasar antara persepsi masyarakat mengenai kebutuhan mereka sendiri dan aspek-aspek tuntutan sosial yang dihadapi mereka

Referensi

Dokumen terkait

Dari keseluruhan uji yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang Upaya Masyarakat Kampung Kubur dalam mengubah stigma negatif Kampung Narkoba menjadi Kampung Sejahtera di

Setelah diadakan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi Program KKS desa Manuk Mulia, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo ini sudah berjalan dengan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan strategi pasif yang dilakukan pedagang pasar tradisional malam Kecamatan Pagar Merbau dalam beradaptasi ditengah pandemi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Peran Ganda Perempuan Single Parent dalam Mempertahankan Kesejahteraan Keluarga di Desa Simanindo maka

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk lulus memperoleh gelar Sarjana Akuntansi pada Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sumatera

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data pada penelitian yang dilakukan untuk menemukan permasalahan yang diteliti dengan cara melakukan penelitian secara

Kekerasan seksual adalah aktivitas seksual yang dilakukan pelaku tanpa persetujuan atau kerelaan dari orang lain yang di kenai tindakan. Pelaku adalah orang yang