PERBANDINGAN TINGKAT KEPUASAN PELAYANAN KESEHATAN RAWAT JALAN PADA PASIEN BPJS
DAN NON BPJS BERDASARKAN METODE SERVQUAL DI RSUD KOTA DUMAI
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
YULENDA MULIANA NIM : 140600170
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Tahun 2019
Yulenda Muliana
Perbandingan Tingkat Kepuasan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan pada Pasien BPJS dan Non BPJS berdasarkan Metode SERVQUAL di RSUD Kota Dumai
x+60 halaman
Kepuasan adalah hasil perbandingan antara harapan dengan kenyataan yang diterima oleh seseorang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tingkat kepuasan pasien BPJS dan non BPJS terhadap kualitas pelayanan kesehatan rawat jalan dengan metode SERVQUAL di RSUD Kota Dumai. Jenis penelitian adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 106 orang pasien yang telah menerima pelayanan rawat jalan. Data diambil menggunakan kuesioner dengan metode SERVQUAL pada pasien yang telah menerima pelayanan kesehatan rawat jalan. Analisis data yang digunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan persentase kepuasan pasien BPJS kategori puas tertinggi yaitu pada dimensi bukti fisik sebesar 45,3% dan kategori tidak puas tertinggi pada dimensi keandalan sebesar 69,8%. Persentase kepuasan pasien non BPJS kategori puas tertinggi yaitu pada dimensi bukti fisik sebesar 50,9% dan kategori tidak puas tertinggi pada dimensi empati sebesar 62,3%. Sebagai kesimpulan walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pasien BPJS dan non BPJS dengan tingkat kepuasan pasien (p>0,05), pasien BPJS memiliki persentase tidak puas lebih tinggi dibandingkan dengan pasien non BPJS.
Daftar rujukan : 37 (1985-2018)
Kata kunci: BPJS, kepuasan pasien, pelayanan kesehatan, SERVQUAL
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji
Medan, 4 Maret 2019
Pembimbing : Tanda Tangan
Darmayanti Siregar, drg., M.KM ………
NIP: 19831223201012004
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 4 Maret 2019
TIM PENGUJI
KETUA : Simson Damanik, drg., M. Kes ANGGOTA : 1. Gema Nazri Yanti, drg., M. Kes
2. Darmayanti Siregar, drg., M. KM
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan segala kemudahan, petunjuk serta kemampuan untuk menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan judul “Perbandingan Tingkat Kepuasan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan pada Pasien BPJS dan Non BPJS berdasarkan Metode SERVQUAL di RSUD Kota Dumai”.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang memberikan izin dan mempermudah peneliti dalam menjalankan penelitian ini.
2. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini.
3. Darmayanti Siregar, drg., M.KM selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan motivasi serta senantiasa memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berarti kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Simson Damanik, drg., M. Kes dan Gema Nazri Yanti, drg., M. Kes selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini.
5. Putri Welda Utami R, drg., MDSc., Sp.Pros selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan akademis.
6. Ferianto dr., SpAn.Msc selaku direktur RSUD Kota Dumai yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian.
7. Seluruh pasien rawat jalan yang telah bersedia menjadi subjek peneltian.
8. Seluruh staf pengajar FKG USU terutama di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
9. Teristimewa untuk orangtua tercinta, ibunda Hartini atas segala kasih sayang, doa, motivasi serta dukungan moril dan materil yang senantiasa diberikan kepada penulis selama ini.
10. Kakak, abang dan saudara penulis yang senantiasa memberikan doa, motivasi yang senantiasa diberikan kepada penulis selama ini..
11. Kepada para sahabat dan teman-teman skripsi di Departemen IKGP/KGM serta teman-teman FKG USU 2014 lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan, doa dan pertemanan selama ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu kedokteran gigi, terutama dalam bidang pencegahan dan kesehatan gigi masyarakat.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak keterbatasan.
Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini.
Medan, 4 Maret 2019 Penulis
Yulenda Muliana NIM: 140600170
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...
ABSTRAK ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI ...
KATA PENGANTAR ...
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Hipotesis ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Konsep Dasar Kepuasan ... 6
2.1.1 Pengertian Kepuasan ... 6
2.1.2 Persepsi ... 6
2.1.3 Harapan ... 7
2.1.4 Kepuasan Pasien ... 11
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien ... 11
2.1.6 Metode Pengukuran Kepuasan Pasien ... 12
2.2 SERVQUAL ... 15
2.2.1 Dasar SERVQUAL ... 18
2.3 Sumber Pembiayaan Kesehatan ... 20
2.4 Asuransi Kesehatan Pemerintah ... 22
2.4.1 BPJS Kesehatan ... 22
2.4.1.1 Fungsi ... 22
2.4.1.2 Tugas ... 22
2.4.1.3 Wewenang ... 23
2.4.1.4 Kewajiban ... 24
2.4.1.5 Hak ... 25
2.5 Asuransi Swasta/ Komersial... 26
2.6 Kualitas Pelayanan Rumah Sakit ... 26
2.7 Rumah Sakit ... 27
2.7.1 Pengertian Rumah Sakit ... 27
2.7.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 28
2.7.3 Jenis-jenis Rumah Sakit ... 29
2.8 Profil RSUD Kota Dumai ... 32
2.8.1 Unit Rawat Jalan ... 33
2.9 Kerangka Konsep ... 37
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 38
3.1 Jenis Penelitian ... 38
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38
3.3 Populasi dan Sampel ... 38
3.3.1 Populasi ... 38
3.3.2 Sampel ... 38
3.3.3 Kriteria inklusi ... 39
3.4 Definisi Operasional ... 40
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 41
3.6 Analisis Data ... 42
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 43
4.1 Karakteristik Responden di RSUD Kota Dumai ... 43
4.2 Distribusi Kepuasan Pasien Berdasarkan Karakteristik Responden ... 44
4.3 Distribusi Kepuasan Pasien BPJS Berdsarkan Kualitas Pelayanan ... 45
4.4 Distribusi Kepuasan Pasien Non BPJS Berdasarkan Kualitas Pelayanan ... 45
4.5 Gap Antara Harapan dan Persepsi Pasien BPJS dengan Non BPJS di RSUD Kota Dumai ... 46
4.6 Perbandingan Kepuasan Paien BPJS dan Non BPJS Berdasarkan Dimensi Kualitas Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan di RSUD Kota Dumai ... 49
4.7 Perbandingan Kepuasan Pasien BPJS dan Non BPJS Berdsarkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan di RSUD Kota Dumai... 49
BAB 5 PEMBAHASAN ... 50
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 55
6.1 Kesimpulan... 55
6.2 Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Dimensi dan atribut metode SERVQUAL ... 19 2. Kunjungan pasein rawat jalan RSUD Kota Dumai tahun 2017 ... 34 3. Cara bayar rawat jalan di RSUD Kota Dumai tahun 2017 ... 35 4. Persentase distribusi karakteristik responden di RSUD kota Dumai
(n=106) ... 43 5. Distribusi kepuasan pasien berdasarkan karakteristik responden
(n=106) ... 44 6. Distribusi kepuasan pasien BPJS berdasarkan kualitas pelayanan
(n=53) ... 45 7. Distribusi kepuasan pasien non BPJS berdasarkan kualitas pelayanan ..
(n=53) ... 46 8. Analisis gap antara harapan dan persepsi pasien BPJS dengan non
BPJS (n=106) ... 46 9. Perbandingan kepuasan pasien BPJS dan non BPJS berdasarkan
dimensi kualitas pelayanan kesehatan rawat jalan di RSUD kota
Dumai (n=106) ... 49 10. Perbandingan kepuasan pasien BPJS dan non BPJS berdasarkan
kualitas pelayanan kesehatan rawat jalan di RSUD kota Dumai
(n=106) ... 49
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Model konseptual ekspektasi pelanggan terhadap jasa ... 8 2. Kesenjangan model SERVQUAL ... 12
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian 2. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden Penelitian 3. Kuesioner Penelitian
4. Surat Persetujan Komisi Etik Penelitian Kesehatan/ ethical clearance 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian
6. Skor Atribut
7. Rata-rata Peratribut 8. Kepuasan Perdimensi
9. Persentase Kepuasan Perdimensi
10. Hasil Uji Statistik Distribusi Karakteristik Responden 11. Hasil Uji Statistik Chi Square
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dijelaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), dikemukakan pentingnya sumber daya yang mendukung upaya kesehatan tersebut. Sumber daya tersebut terdiri dari: upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, manajemen dan informasi kesehatan, dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Dalam hal ini, pelayanan kesehatan sebagai salah satu faktor yang ikut berperan dalam mencapai tujuan tersebut.1
Biaya kesehatan yang tinggi semakin menyulitkan masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan.2 Salah satu metode yang dapat digunakan untuk meringankan beban masyarakat dalam hal pembiayaan kesehatan adalah sistem asuransi. Di Indonesia, program jaminan pemeliharaan kesehatan dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun beberapa perusahaan dan kelompok masyarakat tertentu (swasta).3 Upaya telah dilakukan pemerintah dalam memberikan jaminan kesehatan untuk masyarakat seperti adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).4 Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat telah diselenggarakan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sebagai upaya memberikan perlindungan kesehatan kepada peserta untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.5
Masyarakat belum memahami betul soal alur pengurusan kartu BPJS kesehatan oleh karena lemahnya sosialisasi program BPJS tersebut. Akibatnya, pihak penyelenggara BPJS dihadapkan dengan berbagai protes dan komentar miring
keluarga pasien yang membutuhkan pelayanan tetapi tidak memiliki kartu Jamkesmas. Masalah yang sering di jumpai pada pengguna BPJS adalah keluhan asuhan keperawatan yang diberikan dan pengobatan yang di berikan tidak semuanya dapat di berikan secara gratis. Pelayanan yang diberikan cenderung tidak memenuhi kepuasan pasien.6
Komposisi opini peserta BPJS juga tecermin dari jajak pendapat. Dari responden jajak pendapat Litbang Kompas di 12 kota, 53,5% telah mengikuti BPJS Kesehatan. Komposisinya, lebih dari 60% pegawai negeri sipil dan pensiunan. Hanya 39,1% peserta program JKN BPJS Kesehatan yang menyatakan puas terhadap layanan BPJS. Sebanyak 42,9% responden pengguna layanan BPJS Kesehatan masih menyatakan tidak puas. Ketidakpuasan tersebut berdasarkan pada pengalaman mereka dalam berbagai hal, mulai dari kerumitan prosedur untuk mendapatkan layanan sejak pendaftaran keanggotaan hingga saat pemeriksaan. Peserta BPJS tak bisa bebas memilih fasilitas kesehatan (faskes) karena program JKN menggunakan pola rujukan berjenjang. Pasien diharapkan berobat terlebih dahulu ke faskes tingkat pertama, seperti puskesmas, klinik, ataupun dokter keluarga. Jika membutuhkan layanan lebih lanjut dari dokter spesialis, pasien akan dirujuk ke faskes yang tingkat layanannya lebih tinggi. Pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggunakan strategi utama persaingan perusahaan yaitu berorientasi pada kepuasan pasien akan mampu bertahan di tengah persaingan global yang semakin kuat.7
Ada berbagai metode untuk mengukur kualitas pelayanan seperti SERVQUAL (Service Quality), Directly reported satisfaction, Importance Performance Analysis, Problem Analysis, Kano model, dan lain-lain namun, SERVQUAL adalah skala yang paling andal untuk menilai persepsi dan harapan pelanggan, telah diakui sebagai standar dalam kualitas layanan, dan telah terbukti berlaku (valid) untuk semua situasi pelayanan.8,9 Ada lima dimensi dari SERVQUAL yang digunakan oleh pelanggan dalam menilai kualitas layanan yaitu bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati.8 Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sodik menunjukkan kepuasan terbesar pasien BPJS yaitu pada dimensi jaminan 82% dan kepuasan terkecil yaitu pada dimensi keandalan 14%, sedangkan kepuasan terbesar pasien non
BPJS ada pada dimensi bukti fisik 84% dan kepuasan terkecil yaitu dimensi empati 16%.10Hasil penelitian Ilahi menunjukkan sebagian besar pasien BPJS 67,3% merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan dibandingkan dengan pasien non BPJS 29,2%.11 Hasil penelitian Umniyati menunjukkan dimensi bukti fisik memiliki persentase kepuasan yang tertinggi sebesar 84,12% sedangkan persentase kepuasan terendah yaitu pada dimensi jaminan sebesar 65,07%.12 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah dkk. menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan antara pasien peserta JKN dengan umum berdasarkan mutu pelayanan kesehatan di instalasi rawat inap RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember (p>0,05).13 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutinah dan Simamora menunjukkan bahwa nilai gap dari kelima dimensi memiliki nilai negatif yang artinya seluruh pasien merasa tidak puas.14 Hasil penelitian Ramadhan menunjukkan tidak terdapat perbedaan kepuasan yang bermakna antara pasien peserta BPJS Kesehatan dengan pasien umum terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Negara (p>0,05).15 Hasil penelitian Widyaningsih dimana keseluruhan dimensi kualitas pelayanan rawat jalan menunjukkan skor harapan yang lebih besar dari skor persepsi dari responden.16
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Dumai adalah sebuah rumah sakit tipe B milik Pemerintah Kota Dumai yang didirikan pada tahun 1999. RSUD Kota Dumai merupakan satu-satunya rumah sakit di Kota Dumai yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan. Tingkat tertinggi cara bayar yang digunakan pasien rawat jalan di RSUD Kota Dumai tahun 2017 adalah cara bayar BPJS non PBI (Penerima Bantuan Iuran) berjumlah 44.069 pasien, sedangkan cara bayar pasien terendah terdapat pada cara bayar PT dengan jumlah 3.658 pasien.17 Penulis cenderung memiliki peluang lebih besar jika melakukan penelitian pada pasien rawat jalan, karena jumlah pasien rawat jalan lebih besar dan kondisi pasien rawat jalan yang lebih memungkinkan untuk diambil datanya atau dijadikan sebagai sampel kuesioner dibandingkan dengan kondisi pasien rawat inap. Banyak pasien dan keluarga pasien rawat inap yang tidak bersedia untuk dilakukan penelitian terkait dengan kondisi fisik dan emosional pasien yang tidak memungkinkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di RSUD kota Dumai mengenai perbandingan tingkat kepuasan pelayanan kesehatan rawat jalan pada pasien BPJS dan non BPJS berdasarkan metode SERVQUAL di RSUD Kota Dumai.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbandingan tingkat kepuasan pelayanan kesehatan rawat jalan pada pasien BPJS dan non BPJS di RSUD Kota Dumai?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien berdasarkan karakteristik responden di RSUD Kota Dumai.
2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat jalan peserta BPJS di RSUD Kota Dumai.
3. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat jalan peserta non BPJS di RSUD Kota Dumai.
4. Untuk menganalisis perbandingan tingkat kepuasan pasien BPJS dan non BPJS berdasarkan dimensi kualitas pelayanan di RSUD Kota Dumai.
5. Untuk menganalisis perbandingan tingkat kepuasan pasien BPJS dan non BPJS di RSUD Kota Dumai.
1.4 Hipotesis
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien BPJS dan non BPJS terhadap kepuasan pasien berdasarkan kualitas pelayanan kesehatan rawat jalan di RSUD Kota Dumai.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan rawat jalan sehingga yang diperoleh pasien sesuai yang diharapkan.
2. Sebagai informasi dan menambah wawasan peneliti tentang tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit.
3. Dapat menambah kepustakaan dan dapat menjadi landasan teoritis bagi penelitian berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Kepuasan 2.1.1 Pengertian Kepuasan
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya cukup baik atau memadai) dan “factio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan sebagai “upaya pemenuhan sesuatu” atau “membuat sesuatu memadai”.18 Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja atau hasil produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan.
Kepuasan pelanggan adalah perasaan konsumen setelah merasakan antara apa yang sudah dia terima dengan harapan yang diinginkannya dan merupakan indikator utama dari standar suatu fasilitas kesehatan dan merupakan suatu ukuran kualitas pelayanan.
Pelanggan akan merasa puas jika nilai yang diberikan oleh produk atau jasa memuaskan pelanggan dalam waktu yang lama.19,20
Kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi profitabilitas. Sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan kualitas pelayanan yang diberikan.19
2.1.2 Persepsi
Persepsi dapat dipahami sebagai suatu proses melalui bagaimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan sensorinya dalam usahanya memberikan sesuatu makna tertentu kepada lingkungannya. Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja.Tentu ada faktor- faktor yang mempengaruhinya. Faktor -faktor itulah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat sesuatu mungkin memberi interpretasi yang berbeda tentang yang dilihatnya itu. Secara umum menurut Sondang, bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu:
1. Diri orang yang bersangkutan sendiri
Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.
2. Sasaran persepsi
Sasaran dapat berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran tersebut berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya.
3. Faktor situasi
Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam penumbuhan persepsi seseorang.21
2.1.3 Harapan
Dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan, telah dicapai konsensus bahwa harapan pelanggan memainkan peran penting sebagai standar perbandingan dalam mengevaluasi kualitas maupun kepuasan. Harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk bersangkutan. Kendati demikian, konseptualisasi dan operasionalisasi harapan pelanggan masih menjadi isu kontroversial, terutama menyangkut karakteristik standar ekspektasi spesifik, jumlah standar yang digunakan. Dan sumber ekspektasi.
Setiap konsumen mungkin saja memiliki beberapa ekspektasi pra-konsumsi yang berbeda. Selain itu, konsumen yang berbeda bisa pula menerapkan tipe ekspektasi yang berbeda untuk situasi yang berbeda.18
Sementara itu, Zeithaml, et al. mengemukakan model konseptual ekspektasi pelanggan terhadp jasa yang mengindentifikasi 10 faktor yang mempengaruhi harapan pelanggan:
Gambar 1. Model konseptual ekspektasi pelanggan terhadap jasa18 1. Enduring Service Intensifiers
Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang dipengaruhi orang lain dan filosofi pribadi seseorang tentang jasa. Apabila pelanggan lain dilayani dengan baik oleh penyedia jasa, maka dengan sendirinya pelanggan spesifik akan berharap bahwa ia juga sepatutnya dilayani dengan baik. Selain itu, filosofi atau kenyakinan individu (misalnya seorang nasabah bank) tentang cara melayani yang benar akan menentukan harapannya pada sebuah bank.18
2. Personal Needs
Kebutuhan yang dirasajan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan personal meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis.18
3. Transitory Service Intensifiers
Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara (jangka pendek) yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa. Faktor ini meliputi:
a. Situasi darurat pada saat pelanggan sangat membtuhkan jasa dan ingin perusahaan bisa membantunya.
b. Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula menjadi acuannya dalam menentukan baik-buruknya jasa berikutnya.18
4. Perceived Service Alternatives
Faktor merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat layanan perusahaan lain sejenisnya. Jika konsumen memiliki beberapa alternatif, maka harapannya terhadap jasa tertentu cenderung akan semakin besar.18
5. Self-Perceived Service Roles
Faktor ini mencerminkan persepsi pelanggan terhadap tingkat keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. Jika konsumen terlibat dalam proses penyampaian jasa dan jasa yang direalisasikan ternyata tidak begitu baik, maka pelanggan tidak bisa menimpakan kesalahan sepenuhnya pada si penyedia jasa. Oleh karena itu, persepsi terhadap tingkat keterlibatan ini akan mempengaruhi tingkat jasa/layanan yang bersedia diterima seorang pelanggan tertentu. 18
6. Situational Factors
Faktor situasional terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa, yang berada di luar kendali penyedia jasa. Sebagai contoh, pada awal bulan biasanya sebah bank ramai dipenuhi nasabahnya dan ini akan menyebabkan nasabah terpaksa mengantri cukup lama. Sementara waktu, nasabah tersebut akan menurunkan tingkat layanan minimal yang bersedia diterimanya karena keadan itu bukanlah kesalahan penyedia jasa. Dengan kata lain, zone of tolerance nasabah tersebut menjadi semakin besar.18
7. Explicit Service Promises
Faktor ini merupakan pernyataan atau janji (secara personal maupun non personal) organisasi tentang jasanya kepada para pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan, personal selling, perjanjian, atau komunikasi dengan karyawan organisasi tersebut. Perusahaan harus berhati-hati dalam merancang komunikasi pemasarannya, karena situasi “over promise, under deliver” bisa berdampak negarif terhadap kepuasan pelanggan dan persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa.18
8. Implicit Service Promises
Faktor ini menyangkut petunjuk berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan atau gambaran bagi pelanggan tentang jasa seperti apa yang seharusnya dan yang akan diterimanya. Petunjuk yang memberikan gambaran gambaran jasa ini meliputi biaya untuk memperolehnya dan alat-alat atau sarana pendukung jasa.18
9. Word of Mouth (Komunikasi Getok Tular)
Merupakan pernyataan yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi penyedia jasa kepada pelanggan. Word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi, karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dirasakannya.18
10. Past Experiences
Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah diterimanya di masa lalu.
Ekspektasi pelanggan bersifat dinamis dan berkembang dari waktu ke waktu, seiring dengan semakin banyaknya informasi yang diterima pelanggan dan semakin bertambahnya pengalamannya. Menurut Zeithaml dan Bitner, explicit service promises, implicit service promises, dan enduring service intensifiers relatif lebih dapat dikendalikan penyedia jasa ketimbang tujuh faktor lainnya.18
Secara garis besar, ada lima penyebab utama tidak terpenuhinya ekspektasi pelanggan yaitu:
1. Pelanggan keliru mengkonfirmasikan jasa yang diinginkan 2. Kinerja buruk karyawan perusahaan jasa
3. Miskomunikasi penyediaan jasa oleh pesaing
4. Miskomunikasi rekomendasi getok tular
5. Pelanggan keliru menafsirkan sinyal (harga, posisi, dll.)18
2.1.4 Kepuasan Pasien
Pasien memasuki rumah sakit dengan serangkaian harapan dan keinginan dan jika pengalamannya selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit lebih baik daripada yang diharapkan maka dia akan puas, sebaliknya jika pengalaman selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit lebih buruk daripada yang mereka harapkan maka mereka akan merasa tidak puas.22
Kepuasan pasien adalah evaluasi positif dari dimensi pelayanan yang beragam.
Pelayanan yang dievaluasi dapat dari sebagian kecil dari pelayanan, misalnya salah satu jenis pelayanan dari serangkaian pelayanan rawat jalan atau rawat inap, dan semua jenis pelayanan yang diberikan untuk menyembuhkan seorang pasien sampai dengan sistem pelayanan secara menyeluruh di dalam rumah sakit. Kajian tentang kepuasan pasien harus dipahami sebagai suatu hal yang sangat banyak dimensinya atau variabel yang mempengaruhinya. Kepuasan pasien merupakan hal yang sangat subjektif, sulit diukur, dapat berubah-ubah, serta banyak sekali faktor yang berpengaruh sebanyak dimensi di dalam kehidupan manusia. Subjektivisme tersebut bisa berkurang dan bahkan bisa menjadi objektif bila cukup banyak orang yang sama pendapatnya terhadap sesuatu hal.22
2.1.5 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa aspek yaitu:
1. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.
2. Kualitas pelayanan
Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
3. Faktor emosional
Pasien yang merasa yakin bahwa orang lain kagum terhadap pasien yang memilih rumah sakit dengan kategori rumah sakit mahal cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk atau jasa, tetapi nilai sosial yang membuat konsumen atau pasien menjadi puas.
4. Harga
Harga merupakan aspek penting. Semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar dan menimbulkan kepuasan pada pasien.
5. Biaya
Pasien yang mendapatkan produk atau jasa dengan tidak mengeluarkan biaya tambahan cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.20
2.1.6 Metode Pengukuran Kepuasan Pasien
Ada beberapa metode yang dipergunakan untuk melakukan serta mengukur kepuasan:
1. Sistem Keluhan dan Saran (The System of Complaints and Suggestions) Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan akan memberikan kesempatan serta mempermudah konsumennya dalam memberikan saran, keluhan, dan pendapat terhadap produknya. Perusahaan memberikan kotak saran yang biasanya ada ditempat-tempat strategis. Terkadang metode ini kurang aktif sehingga perusahaan sulit untuk mendapatkan gambaran tentang kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan.14,16 Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya. Patut diingat pula bahwa kotak saran atau keluhan yang kosong tidak bisa lantas diinterpretasikan bahwa semua pelanggan telah puas.18
2. Ghost Shoping
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan memperkerjakan beberapa orang ghost shopper untuk berperan atau berpura- pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.18,20 Mereka diminta berinteraksi dengan staff penyedia jasa dan menggunakan produk atau jasa
perusahaan. Berdasarkan pengalamannya tersebut, mereka kemudian diminta melaporkan temuan-temuannya berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Biasanya para ghost shopper diminta mengamati secara seksama dan menilai cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan. Bilamana memungkinkan, ada baiknya pula jika para manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui langsung bagaimana karyawannya berinteraksi dan memperlakukan para pelanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu kalau atasannya sedang melakukan penelitian atau penilaian misalnya dengan cara menelepon perusahaannya sendiri dan mengajukan berbagai keluhan atau pertanyaan.18
3. Lost Costumer Analysis
Seyogianya perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli/menggunakan jasa agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang diperlukan, tetapi pemantauan customer loss rate juga penting di mana peningkatan custumer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.18
4. Survei Kepuasan Pelanggan (Costumer Satisfaction Survey)
Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode survei, baik survei melalui pos, telepon, e-mail, website, maupun wawancara langsung. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan langsung dari pelanggan dan juga memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelangganya. Pengukuran metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
a. Melaporkan Kepuasan Langsung (Directly Reported Satisfaction)
Pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilaksanakan secara langsung melalui pertanyaan mengenai produk atau jasa yang sudah dibeli atau dipakai oleh pelanggan.
Studi yang dilakukan Soderlund pada tahun 2003 menunjukkan dua ukuran kepuasan, yaitu Current Customer Satisfaction (CCS) dan Anticipated Cutomer Satisfacion
(ACS), berkaitan erat dan tidak berbeda secara signifikan, meskipun CCS lebih baik dibandingkan ACS dalam menjelaskan minat berprilaku masa datang.18
b. Analisa Masalah (Problem Analysis)
Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan dan saran-saran perbaikan. Kemudian perusahaan akan melakukan analisis konten (content analysis) terhadap semua permasalahan dan saran perbaikan untuk mengindentifikasi bidang- bidang utama yang membutuhkan perhatian dan tindak lanjut segera.18
c. Pentingnya Analisis Kerja (Importance Performance Analysis)
Teknik ini dikemukakan pertama kali oleh Martilla dan James (1977). Dalam teknik ini responden diminta untuk membuat rating (daftar urutan) terpenting pada produk atau jasa yang ditawarkan setelah itu pelanggan membuat rating seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing bagian.18,20
d. Kano Model
Sementara itu salah satu model pengukuran kepuasan pelanggan yang juga banyak diadopsi adalah Kano model, yang dikembangkan oleh Dr. Noriaki Kano. Ia menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan fungsi non-linear dari service functionality dan terdiri atas tiga komponen, yaitu attractive component, propotional (one-dimensional) component, dan “must-be” component. Kategorisasi ini didasarkan pada kemampuan atribut produk atau jasa dalam memuaskan kebutuhan konsumen. Kano model menegaskan bahwa layanan berkelas dunia harus memenuhi ketiga tipe kebutuhan dan bukan sekadar apa yang dikatakan pelanggan. Penyedia jasa harus mampu mengindentifikasi ekspektasi pelanggan saat ini dan ekspektasi potensial yang berkemungkinan untuk menyenangkan konsumen.18
e. E-satisfaction
Dalam konteks e-satisfaction, telah dikembangkan sejumlah skala pengukuran untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang mendorong pelanggan untuk mengunjungi sebuah website dan memicu mereka untuk menggunakan kembali situs bersangkutan.18
f. Ketidakpuasan Turunan (Derived Dissatisfaction)
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yaitu tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap kinerja produk atau perusahaan pada atribut-atribut relevan, dan persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk atau perusahaan bersangkutan (SERVQUAL). Alternatif lain, tingkat kepentingan masing- masing atribut dan/atau tingkat kinerja ideal juga bisa ditanyakan. Pengukuran ini mirip dengan pengukuran kualitas jasa model SERVQUAL.18
2.2 SERVQUAL
Kualitas layanan yang dirasakan sering dianalisis dengan menggunakan skala penilaian untuk menilai atribut layanan individual dalam survei kuesioner. Skala besar yang digunakan secara luas dan paling hati-hati diteliti adalah SERVQUAL (nama singkatan dari Service Quality). Skala ini merupakan hasil dari studi berkelanjutan kualitas layanan yang sistematis yang dimulai pada tahun 1983.23,24
Metode SERVQUAL telah banyak digunakan dalam berbagai penelitian tentang kualitas layanan, dalam berbagai bidang antara lain: layanan kesehatan, layanan pendidikan, dan layanan perbankan. Hal tersebut disebabkan adanya beberapa kelebihan yang terdapat dalam metode SERVQUAL, yaitu:
a. Telah diakui sebagai standar dalam kualitas layanan,
b. Telah terbukti berlaku (valid) untuk semua situasi pelayanan, c. Dapat diandalkan,
d. Instrumennya terdiri dari berbagai dimensi sehingga memudahkan pelanggan dan manajemen dalam melakukan pengisian,
e. Memiliki prosedur analisis standar yang sehingga memudahkan dalam interperstasi hasil.25
Model ini mendefinisikan kualitas sebagai perbedaan antara persepsi pelanggan dan harapan berkenaan dengan kualitas layanan yang disampaikan. Responden diminta untuk menjawab dua rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan subjek yang sama. Harus ditunjukkan bahwa SERVQUAL didasarkan pada asumsi sifat kardinal skala likert. Penilaian kualitas dapat dihitung sesuai dengan persamaan
berikut: Persepsi (P) - Harapan (E) = Kualitas (Q).23,24 Persepsi (P) didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan berkenaan dengan jasa yang diterima atau dialami.
Sedangkan Harapan atau Ekspektasi (E) dirumuskan sebagai hasrat atau keinginan konsumen, yaitu apa yang mereka rasakan harus (dan bukan bakal) ditawarkan penyedia jasa.18,24 Jika didapatkan hasil Q ≥ 0, Persepsi (P) – Harapan (E) = Positif (+) maka pelanggan puas atas pelayanan yang diterima. Jika Q < 0, Persepsi (P) – Harapan (E) = Negatif (-) maka pelanggan tidak puas atas pelayanan yang diterima.24
Pengukuran kualitas jasa dalam model SERVQUAL didasarkan pada skala multi–item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan, serta gap di antara keduanya pada lima dimensi utama kualitas jasa. Lima kesenjangan (Gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa sebagai berikut:
Gambar 2. Kesenjangan model SERVQUAL18
1. Gap 1 antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Gap ini muncul apabila manajemen tidak merasakan atau mengetahui dengan tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya.
2. Gap 2 antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Gap ini bisa terjadi apabila manajemen mungkin mampu merasakan atau mengetahui secara tepat apa yang dibutuhkan pelanggannya, tetapi tidak menyusun standar kerja yang harus dicapai.
3. Gap 3 antara spesifikasi kualitas penyampaian jasa. Hal ini bisa terjadi apabila standar-standar yang ditetapkan manajemen saling bertentangan sehingga tidak dapat dicapai. Misalnya karyawan diminta untuk harus meluangkan waktu mendengarkan keluhan pelanggan dan melayani mereka dengan cepat.
4. Gap 4 antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Gap ini bisa terjadi apabila apa yang dikomunikasikan (dipromosikan) perusahaan kepada pihak luar berbeda dengan kondisi nyata yang dijumpai pelanggan pada perusahaan tersebut.
5. Gap 5 antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berbeda dan salah dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperi masalah kualitas, komunikasi getok tular (komunikasi yang beredar dengan sendirinya di suatu komunitas tertentu) yang negatif, dampak negatif terhadaap citra korporat atau citra lokal, dan kehilangan pelanggan. Gap 5 ini dapat mewakili dari gap 1 hingga gap 4.18,24,26,27
Kelima dimensi utama tersebut dijabarkan ke dalam masing-masing 22 atribut rinci untuk variabel harapan dan variabel persepsi, yang disusun dalam pertanyaan- pertanyaan berdasarkan skala Likert. Dengan kata lain model ini menganalisis gap antara dua variabel pokok, yakni jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dipersepsikan (perceived service) oleh konsumen.18
2.2.1 Dasar SERVQUAL
Pengukuran kualitas jasa model service quality didasarkan pada skala multi item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan serta gap diantara keduanya pada 5 dimensi kualitas jasa. Uraiannya adalah sebagai berikut:18,26,28
1. Bukti Fisik yakni adanya penampakan berupa fasilitas-fasilitas penunjang, petugas ataupun sarana komunikasi yang menyertai produk tersebut. Karena suatu service tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba, maka aspek bukti fisik menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indera penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan.
2. Keandalan yakni adanya kemampuan untuk mewujudkan produk seperti yang telah dijanjikan. Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan perusahaan juga ditentukan oleh dimensi keandalan, yaitu dimensi yang mengukur keandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Dimensi ini sangat penting bagi pelanggan dari berbagai industri jasa. Ada dua aspek dari dimensi ini, pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang tepat dan akurat.
3. Daya Tanggap adalah adanya keinginan untuk menolong konsumen dan menyediakan kecepatan dan ketepatan pelayanan. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah yang kecenderungannya naik dari waktu ke waktu. Dalam bahasa ekonomi waktu adalah ”scarce resources”.
Karena itu waktu sama dengan uang yang harus digunakan secara bijak. Itulah sebabnya pelanggan merasa tidak puas apabila waktunya terbuang secara percuma karena dia sudah kehilangan kesempatan lain untuk memperoleh sumber ekonomi.
Pelanggan bersedia untuk mengorbankan biaya yang lebih mahal untuk setiap waktu yang dapat dihemat.
4. Jaminan adalah adanya pengetahuan dari karyawan dalam menanamkan kepercayaan atas produk tersebut. Ada empat aspek dari dimensi ini, yakni:
keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan keamanan. Keramahan adalah salah satu
aspek kualitas pelayanan yang paling mudah diukur. Salah satu bentuk konkretnya adalah bersikap sopan dan murah senyum. Aspek kompetensi maksudnya adalah setiap karyawan perusahaan harus memiliki pengetahuan yang baik terhadap suatu produk atau jasa yang diberikan sehingga tidak terlihat bodoh saat berhadapan dengan pelanggan. Kredibilitas adalah sejauh mana perusahaan memiliki reputasi yang baik sehingga pelanggan mempunyai keyakinan untuk menggunakan produk perusahaan.
Sedangkan keamanan dalam hal ini adalah pelanggan harus mempunyai rasa aman dalam melakukan transaksi. Aman karena perusahaan jujur dalam bertransaksi.
5. Empati adalah adanya perhatian secara individual dari perusahaan terhadap konsumennya.18,26,27
Tabel 1. Dimensi dan Atribut Metode SERVQUAL18
No. Dimensi Atribut
1. Keandalan 1. Menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan
2. Dapat diandalkan dalam menangani masalah jasa pelanggan 3. Menyampaikan jasa secara benar semenjak pertama kali 4. Menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan 5. Menyimpan catatan/dokumen tanpa kesalahan
2. Daya Tanggap
6. Menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu penyampaian jasa
7. Layanan yang segera/cepat bagi pelanggan 8. Kesediaan untuk membantu pelanggan
9. Kesiapan untuk merespon permintaan pelanggan.
3. Jaminan 10. Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya para pelanggan 11. Membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan
transaksi
12. Karyawan yang secara konsisten bersifat sopan.
13. Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan 4 Empati 14. Memberikan perhatian individual kepad para pelanggan
15. Karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh perhatian.
16. Sungguh–sungguh mengutamakan kepentingan pelanggan 17. Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan
18. Waktu beroperasi yang nyaman 5. Bukti fisik 19. Peralatan modern
20. Fasilitas yang berdaya tarik visual
21. Karyawan yang berpenampilan rapi dan profesional
22. Materi-materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual
2.3 Sumber Pembiayaan Kesehatan
Ada empat sumber utama untuk membiayai pelayanan kesehatan:
a. Pemerintah (APBN, APBD Prov, Kab/Kota) b. Swasta (Investasi langsung oleh pihak swasta)
c. Masyarakat melalui pembayaran langsung (fee for services) atau yang terhimpun oleh perusahaan asuransi.
d. Hibah atau pinjaman luar negeri.
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari asuransi kesehatan merupakan salah satu cara yang terbaik untuk mengatasi mahalnya biaya pelayanan kesehatan.
Alasannya antara lain karena:
1. Pemerintah dapat mendiversifikasikan sumber-sumber pendapatan dari sektor kesehatan,
2. Meningkatkan efisiensi dengan cara memberikan peran kepada masyarakat untuk ikut membiayai pelayanan kesehatan.
3. Memeratakan beban biaya kesehatan sesuai dengan waktu dan jumlah populasi yang perlu dicakup dalam pelayanan sehingga akan mengurangi risiko yang bersifat individu.3
Asuransi kesehatan adalah suatu mekanisme pengalihan risiko (sakit) dari risiko perorangan menjadi risiko kelompok. Dengan cara mengalihkan risiko individu menjadi risiko kelompok, beban ekonomi yang harus dipikul oleh masing-masing peserta asuransi akan lebih ringan tetapi mengandung kepastian karena memperoleh jaminan pembiayaan jika jatuh sakit.3
Bentuk asuransi kesehatan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu bentuk asuransi kesehatan tradisional dengan sistem reimburstment dan bentuk asuransi kesehatan managed care dengan sistem pelayanan kesehatan oleh jaringan PPK (Pemberi Pelayanan Kesehatan). Untuk bentuk asuransi kesehatan tradisional menggunakan pola bipartite, yaitu pola hubungan dua arah antara peserta dengan pihak penyelenggara asuransi kesehatan sebagai penanggung risiko. Bentuk asuransi managed care menggunakan pola hubungan tripartite. Pemerintah Indonesia cenderung menganut sistem pengelolaan asuransi kesehatan menggunakan konsep
Managed Care (MC). Konsep ini merupakan alternatif terbaik untuk menyeimbangkan antara aspek pembiayaan dengan aspek kualitas pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur kedokteran yang baku. Ada beberapa konsep managed care:3
a. Tripartite Model
Yang dimaksud dengan Tripartite (tiga pihak) adalah pihak perusahaan asuransi (insurance company) sebagai pengelola dana, pihak pemberi jasa pelayanan kesehatan (health provider), dan pihak peserta (consumer). Ketiga pihak harus saling bekerja sama, terutama dalam hal pengawasan pelaksanan pelayanan kesehatan kepada peserta sehingga dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.3
b. Prepaid Capitation
Suatu sistem pembiayaan kesehatan yang dilakukan di muka berdasarkan kapita atau jumlah orang yang diikutsertakan. Hal ini berbeda dengan “fee for services”, dimana pembiayaan kesehatan diberikan berdasarkan penggunaan fasilitas/jasa.
Apabila seseorang memperoleh pelayanan kesehatan melebihi nilai uang yang dibayarkan kepada pihak asuransi, kelebihan tersebut akan menjadi risiko pemberi pelayanan kesehatan (health provider). Sebaliknya, apabila biaya pelayanan yang diterima lebih kecil dari nilai uang yang telah dibayarkan, kelebihan tersebut akan menjadi insentif bagi pemberi pelayanan kesehatan.3
c. Pelayanan Menyeluruh
Bentuk pelayanan asuransi ini meliputi semua jenis pelayanan kesehatan, mulai dari bersifat preventif, promotif, kuratif sampai yang bersifat rehabilitatif. Di dalam pelaksanaannya, ada jaminan untuk pelayanan rawat jalan tingkat pertama, pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan, dan pelayanan rawat inap serta pelayanan obat.3
d. Konsep wilayah
Peserta asuransi dikelompokkan dalam satu wilayah tertentu dimana pelayanan kesehatan dasar diberikan oleh dokter umum atau dokter keluarga dengan sistem pembiayaan prepaid capitation (prospective payment). Wilayah kerja yang dikontrak dengan jaringan pelayanannya dinamakan purchasing health. Mereka dibayar dengan sistem kapitasi. Dengan cara seperti ini, RS akan melaksanakan program penyuluhan
dan pencegahan untuk masyarakat di wilayahnya sehingga masyarakat akan tetap sehat dan RS akan dapat menghemat dana kontrak yang sudah diterima.3
e. Sistem paket
Sistem paket ini adalah sistem pembiayaan yang dilakukan di fasilitas pelayanan rujukan dengan cara tarif paket yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sistem seperti ini ditempuh untuk menghindari pemanfaatan pelayanan yang berlebihan.3
2.4 Asuransi Kesehatan Pemerintah
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.29
2.4.1 BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.30,31
2.4.1.1 Fungsi
UU BPJS menentukan bahwa, “BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.”. Jaminan kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. 30,31
2.4.1.2 Tugas
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial;
7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.30,31
2.4.1.3 Wewenang
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas BPJS berwenang:
1. Menagih pembayaran iuran;
2. Menempatkan dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati- hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;
7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial.
Kewenangan menagih pembayaran iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik.30,31
2.4.1.4 Kewajiban
UU BPJS menentukan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:
1. Memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta. Yang dimaksud dengan ”nomor identitas tunggal” adalah nomor yang diberikan secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib administrasi atas hak dan kewajiban setiap peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua program jaminan sosial;
2. Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar- besarnya kepentingan peserta;
3. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya. Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup informasi mengenai jumlah aset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran untuk setiap Dana Jaminan Sosial, dan/ atau jumlah aset dan liabilitas, penerimaan dan pengeluaran BPJS;
4. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU SJSN;
5. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku;
6. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajiban;
7. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo Jaminan Hari Tua (JHT) dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
8. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
9. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum;
10. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial;
11. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
12. Kewajiban-kewajiban BPJS tersebut berkaitan dengan tata kelola BPJS sebagai badan hukum publik.30,31
2.4.1.5 Hak
UU BPJS menentukan bahwa dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS berhak:
1. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari DJSN.
Dalam Penjelasan Pasal 12 huruf a UU BPJS dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan “dana operasional” adalah bagian dari akumulasi iuran jaminan sosial dan hasil pengembangannya yang dapat digunakan BPJS untuk membiayai kegiatan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial. Mengenai hak memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan, dimaksudkan agar BPJS memperoleh umpan balik sebagai bahan untuk melakukan tindakan korektif memperbaiki penyelenggaraan program jaminan sosial. 30,31
Perbaikan penyelenggaraan program akan memberikan dampak pada pelayanan yang semakin baik kepada peserta. Dari 11 (sebelas) kewajiban yang diatur dalam UU BPJS, lima di antaranya menyangkut kewajiban BPJS memberikan informasi.
UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memang
mewajibkan badan publik untuk mengumumkan informasi publik yang meliputi informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik, informasi mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan keterbukaan informasi tersebut diharapkan ke depan BPJS dikelola lebih transparan dan adil, sehingga publik dapat turut mengawasi kinerja BPJS sebagai badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada pemangku kepentingan.30,31
2.5 Asuransi Swasta/Komersial
Model asuransi kesehatan ini dapat dibeli preminya oleh individu, yaitu segmen masyarakat kelas menengah ke atas. Asuransi kesehatan ini mempunyai prinsip kerja sebagai berikut:
a. Keikutsertaannya bersifat perorangan dan sukarela.
b. Iuran/premi berdasarkan angka absolut. Ditetapkan berdasarkan jenis tanggungan yang dipilih.
c. Premi didasarkan atas risiko perorangan dan ditentukan oleh faktor usia, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan.
d. Dilakukan pemeriksaan kesehatan awal.
e. Santunan diberikan sesuai kontrak.
f. Peranan pemerintah relatif kecil.
Di Indonesia, produk asuransi kesehatan komersial dikelola oleh Lippo Life, BNI Life, Tugu Mandiri, dan banyak lagi yang bekerjasama dengan bank.3
2.6 Kualitas Pelayanan Rumah Sakit
Beberapa definisi kualitas pelayanan kesehatan, antara lain sebagai berikut:
1. Kualitas pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggarannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi.
2. Memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan atau lainnya.
Secara umum pengertian kualitas pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia dirumah sakit secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.22
Kualitas layanan dan kepuasan pasien memiliki signifikan dampak terhadap pelayanan kesehatan. Jika pelayanan yang diterima lebih rendah dibandingkan yang diharapkan pasien maka kualitas pelayanan akan dianggap buruk. Baik buruknya kualitas pelayanan bergantung pada kemampuan suatu fasilitas pelayanan kesehatan memenuhi harapan pasien secara konsisten. Kualitas dalam jasa pelayanan kesehatan terdiri dari kualitas pasien, kualitas profesional tenaga kesehatan, dan kualitas manajemen fasilitas kesehatan. Persepsi pasien tentang fasilitas rumah sakit mempengaruhi citra dan efektivitas pembiayaan rumah sakit. Kualitas layanan yang dirasakan juga menentukan loyalitas pasien dan perilaku dari mulut ke mulut.9
2.7 Rumah Sakit
2.7.1 Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit (RS) sebagai salah satu sub-sistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan, yaitu pelayanan kesehatan dan administrasi.
Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan medik, penunjang medik, rehabilitasi medik, dan layanan keperawatan. Keempat jenis pelayanan tersebut dilaksanakan Unit Pelayanan Teknis (UPT), seperti Unit Gawat Darurat, Unit Rawat Jalan, Unit Rawat Inap, Unit Transfusi Darah, Unit Farmasi, dan sebagainya. Pelayanan administrasi mencakup semua jenis pelayanan yang bersifat administratif, termasuk administrasi keuangan yang fungsi utamanya adalah membantu kelancaran pelaksanaan pelayanan kesehatan.3
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya yang diperlukan dalam mendukung terlaksananya upaya kesehatan.32 Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.33 Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat lanjut setelah pasien mendapatkan rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Adanya program JKN, pihak rumah sakit tentu harus menyesuaikan pelayanan dengan kebijakan.34
Pelaksanaan pelayanan kesehatan di RS saat ini tidak hanya bersifat penyembuhan (curative aspect), juga bersifat pemulihan (rehabilitative). Kedua jenis pelayanan kesehatan ini dilaksanakan secara terintegrasi dengan pelayanan kesehatan promotif (promotive health services) dan pencegahan (preventive health services).
Dengan perubahan seperti ini, sasaran pelayanan kesehatan di RS tidak saja individu pasien, tetapi juga keluarga dan kelompok-kelompok masyarakat pengguna jasa pelayanan RS. Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau yang dirawat sebagai individu dan bagian dari keluarga.3,28 Atas dasar sikap seperti itu, pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna.28
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, menyebutkan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.28
2.7.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.28,33
Fungsi rumah sakit adalah: 28,33
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan. Untuk menyelenggarakan fungsinya, rumah sakit umum menyelenggarakan kegiatan:28
1. Pelayanan medis
2. Pelayanan dan asuhan keperawatan.
3. Pelayanan penunjang medis dan non medis.
4. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan.
5. Pendidikan, penelitian, dan pengembangan.
6. Administasi umum dan keuangan.
2.7.3 Jenis-jenis Rumah Sakit
Jenis rumah sakit di Indonesia berdasarkan kepemilikan, adalah sebagai berikut:
1. Rumah Sakit Milik Pemerintah
Rumah Sakit yang didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan unit pelaksana teknis dari instansi Pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan ataupun instansi Pemerintah lainnya.
Rumah sakit milik pemerintah dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Rumah Sakit Pemerintah bukan Badan Layanan Umum (BLU).
Awalnya, di rumah sakit pemerintah tidak mengenal adanya badan internal di atas Direktur rumah sakit yang dapat disamakan dengan governing body. Direktur atau Kepala rumah sakit langsung bertanggung jawab kepada pejabat di atas organisasi rumah sakit dalam jajaran birokrasi yang berwenang mengangkat dan memberhentikannya, untuk rumah sakit milik pemerintah bukan BLU yang ditentukan sebagai unit swadana ditetapkan adanya dewan penyantun, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, menetapkan tentang dewan penyantun, dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Dewan penyantun adalah kelompok pengarah atau penasehat yang keanggotaannya terdiri atas unsur pemilik rumah sakit, unsur pemerintah, dan tokoh masyarakat.
2) Dewan penyantun mengarahkan direktur dalam melaksanakan misi rumah sakit dengan memperhatikan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
3) Dewan penyantun dapat dibentuk pada rumah sakit yang ditentukan sebagai unit swadana.
4) Dewan penyantun ditetapkan oleh pemilik rumah sakit untuk masa kerja tiga tahun.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dewan penyantun disini berperan sebagai badan penasihat (advisor board), sehingga tidak dapat disamakan dengan governing body rumah sakit di Amerika yang wewenang dan tanggung jawabnya jauh lebih besar. Di samping itu tidak semua rumah sakit pemerintah memiliki dewan penyantun.22,28
b. RS Pemerintah dengan bentuk BLU.
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1243/Menkes/SK/VIII/2005 tentang penetapan RS Perusahaan Jawatan (Perjan) menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen kesehatan dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK/02/2006 tentang
pembentukan Dewan Pengawas pada Badan Layanan Umum, maka dapat disimpulkan bahwa tugas dan kewajiban Dewan Pengawas pada BLU adalah sebagai berikut: 22,28
1) Dewan Pengawas bertugas melaksanakan pengawasan terhadap pengurusan BLU yang dilakukan oleh pejabat pengelola BLU.
2) Dewan Pengawas memberi nasihat kepada pengelola BLU dalam melaksanakan kegiatan kepengurusan BLU.
3) Pengawasan tersebut antara lain menyangkut rencana jangka panjang dan anggaran, ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Rumah Sakit Milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
RS milik BUMN saat ini kebanyakan sudah diubah bentuk badan hukumnya menjadi Perseroan Terbatas (PT), RS tersebut sudah dijadikan anak perusahaan atau unit usaha yang dikelola secara mandiri.
2. Rumah Sakit Milik Swasta a. RS milik PT
Dalam RS yang dimiliki oleh PT, ada tiga bagian yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda, yaitu Dewan Komisaris, Direksi, dan Komite Medik.
b. RS milik Yayasan
Dalam RS milik Yayasan, terdapat tiga bagian yang mempunyai tugas, kewenangan, dan tanggung jawab yang berbeda, yaitu Pembina, Pengawas, dan Pengurus, yaitu kekuasaan tertinggi ada pada Pembina. Yayasan dapat mempunyai badan usaha untuk menunjang pencapaian tujuan Yayasan. Pembina berwenang mengangkat dan memberhentikan anggota pengawas dan pengurus. Pengawas adalah bagian yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.22,28
Di Indonesia, jenis pelayanan di RS diatur berdasarkan UU RI Nomor 44 tahun 2009 tentang RS dalam pasal 19, menyebutkan bahwa RS dapat dibedakan berdasarkan jenis pelayanannya menjadi dua jenis pelayanan, yaitu: