• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS ROHIMAH SIREGAR /KIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS ROHIMAH SIREGAR /KIM"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PLASTISISER GLISEROL DAN POLIGLISEROL ASETAT (PGA) TERHADAP BIODEGRADASI PLASTIK

POLIPROPILEN/KITOSAN DENGAN BAKTERI EFFECTIVE MICROORGANISM 4 (EM4)

TESIS

ROHIMAH SIREGAR 137006003/KIM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

(2)

PENGARUH PLASTISISER GLISEROL DAN POLIGLISEROL ASETAT (PGA) TERHADAP BIODEGRADASI PLASTIK

POLIPROPILEN/KITOSAN DENGAN BAKTERI EFFECTIVE MICROORGANISM 4 (EM4)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains dari Program Studi Magister Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

oleh

ROHIMAH SIREGAR 137006003/KIM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

(3)
(4)

Tanggal Lulus: 21 Januari 2016

Telah diuji pada

Tanggal : 21 Januari 201

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. Marpongahtun, M.Sc

Anggota : 1. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc 2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Prof. Dr. Tamrin, M.Sc

4. Dr. Andriani, M. Si

(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGARUH PLASTISISER POLIGLISEROL ASETAT (PGA) DAN GLISEROL TERHADAP BIODEGRADASI PLASTIK

POLIPROPILEN/KITOSAN DENGAN BAKTERI EFFECTIVE MICROORGANISM 4 (EM4)

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya benar.

Medan, 21 Januari 2016

Rohimah Siregar

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat- Nya sehingga tesis dengan judul “PENGARUH PLASTISISER GLISEROL DAN POLIGLISEROL ASETAT (PGA) TERHADAP BIODEGRADASI PLASTIK POLIPROPILEN/KITOSAN DENGAN BAKTERI EM4 (Effective Microorganism 4 )” ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memeperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Departemen Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan rasa tulus yang mendalam, saya sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang tersayang Ayahanda Usman Effendi dan Ibunda Henny Susantri atas segala do’a dan semangat, serta dukungan moril dan materil yang tidak terhingga selama menyelesaikan studi.

Serta tidak lupa pula terimakasih untuk adik-adik saya Hafizhah Siregar, Nurul Huda Siregar, Khoirul Amri Siregar, Abdis Salim Siregar, Syaiful Akbar Siregar, dan Rizki Khoiro yang telah membantu dan memberikan semangat. Khusus teristimewa kebahagiaan ini saya persembahkan buat suami tercinta Lukman As’ari Sinambela yang selalu memberikan cinta, semangat, dukungan moril dan materil selama menyelesaikan studi, serta kedua buah hati saya Farhana Dzu Hasna Sinambela dan Rafli Sanjaya Sinambela yang selalu memberikan semangat kepada saya untuk tidak menyerah dan terus belajar sampai terselesaikannya penulisan tesis ini.

(7)

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara. Dan ucapan terimakasih kepada Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Pascasarjana Ilmu Kimia atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa dan memberikan kesempatan serta fasilitas kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Pascasarjana Ilmu Kimia..

Serta ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: Dr. Marpongahtun, M.Sc dan Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil selaku dosen pembimbing yang penuh dengan kebaikan dan kesabarannya telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing saya di tengah kesibukan Beliau serta teristimewa saran dan koreksi selama menyelesaikan tesis. Kepada Prof. Basuki Wirjosentono, MS., Ph.D, Prof. Dr. Thamrin, M.Sc, dan Dr. Andriani, M.Si selaku penguji dan seluruh staf FMIPA USU serta Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan wawasan intelektualnya yang luar biasa. Serta tidak lupa pula menyampaikan terimakasih kepada Lely Ratnawati, S.T selaku sekretaris Departemen Ilmu Kimia Pascasarjana FMIPA USU, Laboratorium Mikrobiologi Politeknik Tanjungbalai, Laboratorium Kimia Polimer dan Kimia Fisika FMIPA USU serta seluruh rekan-rekan asisten laboratorium terutama Diana yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.

(8)

Dan secara khusus ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya untuk yang terindah Zulhijah Hia dan Zubaidah, serta teman-teman seperjuangan Angkatan 2013 Ganjil dan Genap di Pascasarjana Kimia USU.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Akhir kata, saya berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita semua terutama untuk pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2016

Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara pada tanggal 27 Maret 1985.

Merupakan anak pertama dari 7 bersaudara dari Bapak Usman Effendi dan Ibunda Henny Susantri.

Pendidikan Formal:

 Lulus SD pada tahun 1996

 Lulus SLTP pada tahun 1999

 Lulus SMU pada tahun 2002

 Lulus Sarjana Pendidikan Kimia pada tahun 2008

Riwayat Pekerjaan:

Pernah bekerja sebagai tenaga pengajar di Kursus Bahasa Inggris Liberty Kota Tanjungbalai tahun 2000-2002.

Pernah bekerja di PT. PP London Sumatera Tbk Medan tahun 2007-2008.

Pernah bekerja sebagai tenaga pendidik di MTs dan MA Kota Tanjungbalai tahun 2008-2010.

Bekerja sebagai Dosen di Perguruan Tinggi Politeknik Tanjungbalai tahun 2009 sampai dengan sekarang.

(10)

PENGARUH PLASTISISER GLISEROL DAN POLIGLISEROL ASETAT (PGA) TERHADAP BIODEGRADASI PLASTIK PLASTIK

POLIPROPILEN/KITOSAN DENGAN BAKTERI EFFECTIVE MICROORGANISM 4 (EM4)

ABSTRAK

Upaya untuk menanggulangi masalah lingkungan terhadap bahan plastik yang sulit terdegradasi telah banyak dilakukan. Salah satunya dengan menggunakan bakteri Effective Microorganism 4 (EM4). Pembuatan plastik polipropilen/kitosan (PP/kitosan) dengan plastisiser gliserol dan poligliserol asetat (PGA) telah dilakukan dengan menggunakan metode refluks. Analisa sifat morfologi plastik dilakukan dengan uji Scanning Electron Microscopy (SEM) dan analisa sifat biodegradasi dilakukan dengan metode mixed microbial batch. Analisa morfologi permukaan plastik PP/kitosan, PP/kitosan-gliserol, dan PP/kitosan-PGA menunjukkan permukaan yang homogen. Uji biodegradasi dengan menggunakan bakteri EM4 menghasilkan persen degradasi optimum sebesar 71,18% yang diperolehi dari plastik PP/kitosan dengan pengisi kitosan sebesar 20% dan plastisiser PGA 2,5%.

Kata kunci : PP, Kitosan, Polgliserol Asetat, Biodegradasi, Bakteri EM4

(11)

THE EFFECT OF PLASTICIZER GLYCEROL AND POLYGLYCEROL ACETATE (PGA) ON BIODEGRADATION PLASTIC

POLYPROPYLEN/CHITOSAN WITH EFFECTIVE MICROORGANISM 4 (EM4)

ABSTRACT

Attempts to tackle environmental problems against hard-to-degrade plastic materials have been widely practiced. One of them was by using Effective Microorganism 4 (EM4) bacteria. Preparation of polypropylene / chitosan (PP / chitosan) plastic with glycerol plastisiser and polyglycerol acetate (PGA) have been done by using reflux method. Plastic morphology analysis was done by Scanning Electron Microscopy (SEM) test and biodegradation characteristic was analyzed by mixed microbial batch method. Analysis of surface plastic morphology of PP / chitosan, PP / chitosan-glycerol, and PP / chitosan-PGA showed a homogeneous surface. Biodegradation test was using EM4 bacteria resulted in an optimum percentage of degradation of 71.18% obtained from PP / chitosan plastic with 20%

chitosan filler and PGA plastisiser 2.5%.

Keywords: PP, Chitosan, Polyglycerol Acetate, Biodegradation, EM4 Bacteria .

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

RIWAYAT HIDUP iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR SINGKATAN xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Metodologi Penelitian 5

1.7 Lokasi Penelitian 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plastik 7

2.2 Plastik Biodegradasi 8

2.3 Polipropilena 10

2.4 Kitosan 11

2.5 Kompatibilisasi Campuran Polimer 12

2.6 Plastisiser 13

(13)

2.7 Gliserol 14 2.8 Pemanfaatan Poligliserol Asetat (PGA) Sebagai Plastisiser 15 2.9 Effective Microorganism 4 (EM4) ` 17

2.10 Analisa Gugus Fungsi Dengan Fourier Transform 18

Infrared Spectroscopy 2.11 Analisa Morfologi Dengan Scanning Electron Microscopy 19 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat 21 3.2 Bahan 21 3.3 Prosedur Penelitian 22 3.3.1 Preparasi Polipropilen Bekas 22 3.3.2 Pembuatan Poligliserol 22 3.3.3 Pembuatan Poligliserol Asetat 22 3.3.4 Pembuatan Plastik Polipropilen/Kitosan 22 3.3.5 Karakterisasi Polipropilen/Kitosan 23 3.3.5.1 Penentuan Densitas 23

3.3.5.2 Penentuan Indeks Bias 23

3.3.5.3 Penentuan Kelarutan Terhadap Toluena 24

3.3.5.4 Analisa Biodegradasi Dengan Mikroorganisme 24

3.3.5.4.1 Pembuatan Molase 24

3.3.5.4.2 Aktivasi EM4 24

3.3.5.4.3 Metode Mixed Microbial Batch 24 Dengan EM4

3.4 Bagan Penelitian 25

3.4.1 Preparasi Polipropilen Bekas 25

3.4.2 Pembuatan Poligliserol 25

3.4.3 Pembuatan Poligliserol Asetat 26

3.4.4 Pembuatan Plastik Polipropilen/Kitosan 27

(14)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Poligliserol Asetat 28

4.2 Karakterisasi Plastik Polipropilen/Kitosan 30 4.2.1 Karakterisasi Gugus Fungsi Dengan Menggunakan 30 Fourier Transform Infrared Spectroscopy

4.2.2 Karakterisasi Dengan Scanning Elektron Microscopy 32

4.3 Karakterisasi Biodegradasi 33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 43

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Jenis-jenis plastik berdasarkan pengklasifikasian bahan baku dan kemampuan degradasi

8

3.1 Alat-alat penelitian 21

3.2 Bahan-bahan penelitian 21

4.1 Hasil karakterisasi dari karakterisasi uji fisik 28 4.2 Hasil FTIR poligliserol dan poligliserol asetat 29 4.3 Hasil analisa FTIR dari PP/kitosan-PGA; PP/kitosan-

gliserol; PP/kitosan; PP-g-MAH

31 4.4 Persentase degradasi film plastik PP/kitosan,

PP/kitosan-gliserol dan PP/kitosan-PGA

34

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Struktur Polipropilena 10

2.2 Struktur Kitosan 12

2.3 Struktur Gliserol 15

2.4 Skema Esterifikasi Gliserol Menjadi Poligliserol 16 2.5 Reaksi Esterifikasi Poligliserol Membentuk

Poligliserol Asetat

17 4.1 Spektrum FTIR (-) poligriserol asetat; (-) poligliserol 29 4.2 Spektrum FTIR a) PP/kitosan-PGA; (b) PP/kitosan-

gliserol; (c) PP/kitosan; (d) PP-g-MAH

30

4.3 Hasil foto SEM (a) PP-g-MAH; (b) PP/Kitosan 32 4.4 Hasil foto SEM (a) PP/Kitosan-gliserol ; (b)

PP/Kitosan-PGA

33

4.5 Grafik Persentase Pengurangan Massa Film Plastik PP/Kitosan

35

(17)

DAFTAR SINGKATAN

DCP : Dikumil Peroksida

EM4 : Effective Microorganism 4

MAH : Maleat Anhidrat

PGA : Poligliserol Asetat

PP : Polipropilen

PP-g-MAH : Polipropilen Tergrafting Maleat Anhidrat

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran A1 Spektrum FT IR 43

Lampiran A1a Spektrum FT IR poligliserol 43

Lampiran A1b Spektrum FT IR poligliserol asetat 43

Lampiran A1c Spektrum FTIR PP-g-MAH 44

Lampiran A1d Spektrum FTIR PP-g-MAH/Kitosan 44 Lampiran A1e Spektrum FT IR PP-g-MAH/Kitosan-gliserol 45 Lampiran A1f Spektrum FT IR PP-g-MAH/kitosan-PGA 45

Lampiran A2 Hasil Foto SEM 46

Lampiran B Perhitungan % degradasi 48

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Plastik telah dikenal luas dalam kehidupan manusia. Plastik adalah benda yang ringan, tahan lama dan dapat dibentuk dengan mudah tetapi plastik juga banyak digunakan untuk barang sekali pakai sehingga sampah plastik semakin bertambah dan dibutuhkan ratusan tahun untuk dapat terurai secara keseluruhan (Morgan, 1965).

Penggunaan kemasan plastik sintetik tidak bisa lepas dalam kehidupan sehari- hari. Hal ini dikarenakan plastik sintetik memilki keunggulan seperti ringan tetapi kuat, transparan, tahan air serta harganya relatif murah dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat (Latief, 2001). Secara umum plastik sintetik digunakan sebagai pembungkus makanan dan kebanyakan yang beredar di pasaran saat ini merupakan polimer sintetik yang diproduksi dari minyak bumi, sehingga sulit untuk terurai di alam. Proses degradasi plastik sintetik di alam membutuhkan waktu sekitar 50 tahun.

Untuk mengurangi dampak tersebut beberapa penelitian telah dilakukan, antara lain dengan cara sintetis polimer alam. Plastik yang mudah terdegradasi oleh alam (biodegradabel) disebut dengan plastik yang ramah lingkungan (Chan, 1994).

Polipropilena (PP) merupakan jenis plastik yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti pengemasan, tali, alat tulis dan wadah makanan. PP mudah diproses dan bersifat tahan terhadap bahan kimia, mudah diwarnai, kaku dan mudah dicampur (Mark, 1999). Polipropilena juga sering digunakan bahan plastik kemasan karena sifat mekaniknya yang baik, densitas rendah dan harga yang terjangkau. Keuntungan utama penggunaan polipropilen ini adalah ketahanan tekanannya pada suhu rendah (Ezzati, 2008).

(20)

Tingginya kebutuhan plastik jenis polipropilen (PP) akan berdampak negatif terhadap pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan plastik polipropilen (PP) merupakan jenis plastik konvensional (non biodegradasi) sehingga sukar untuk didegradasi oleh mikroorganisme di tanah. Metode penghancuran sampah plastik dengan pembakaran dinilai kurang efisien karena dapat menimbulkan pencemaran udara dan menghasilkan residu yang berbahaya bagi kesehatan makhluk hidup (Martaningtyas, 2004). Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah memodifikasi plastik tersebut agar bersifat biodegradasi. Plastik biodegradasi tersebut dari material yang dapat diperbaharui, misalnya selulosa, kolagen, kasein, protein atau lipid (Weber, 2000).

Seiring dengan semakin tumbuhnya kesadaran akan biopolimer yang ramah terhadap lingkungan, penggunaan plastik biodegradabel menjadi semakin meningkat dan menjanjikan (Pranamuda, 2001). Beberapa plastik biodegradabel yang sering digunakan antara lain: poli asam laktat (PLA), polipropilen, polivinil alkohol (PVA) dan kitosan. Plastisiser lainnya yang memiliki kemampuan sangat baik dalam pembuatan plastik adalah gliserol. Adanya gliserol ini akan membuat plastik menjadi lebih elastis (Ogur, 2005).

Penambahan plastisiser dapat menghasilkan sifat perlakuan yang lebih baik, namun sifat lain seperti daya serap air, permeabilitas gas dan sifat mekanis dapat berubah. Penambahan plastisiser yang umum digunakan adalah poliol seperti sorbitol, gliserol, poligliserol asetat (PGA) yang masuk diantara ikatan polimer, sehingga meningkatkan fleksibilitas serta permeabilitas uap air dan gas (Baldwin, 2002).

Berbagai penelitian telah dilakukan pada penggunaan plastisiser, misalnya Azkarahman (2012) yang menggunakan plastisiser jenis gliserol pada pembuatan film komposit whey-kitosan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gliserol sebagai plasticizer pada edible film komposit whey – kitosan memberikan pengaruh pada sifat mekanik film.

Plastik biodegradabel biasanya dibuat dengan menggabungkan plastik dengan bahan yang bersumber dari alam. Plastik terbiodegradasikan adalah salah satu bahan

(21)

dalam kondisi tertentu, waktu tertentu mengalami perubahan dalam struktur kimianya, yang mempengaruhi sifat-sifat yang dimilikinya oleh pengaruh mikroorganisme (bakteri, jamur, algae) (Firdaus, 2008). Plastik biodegradabel biasanya dibuat dengan menggabungkan plastik dengan polimer alam (Matondang, dkk.,2013).

Jenis polimer alam antara lain selulosa, karet alam dan kitosan. Kitosan adalah suatu biopolimer dari D-glukosamin yang dihasilkan dari kitin yang berasal dari kulit crustaceae seperti kulit udang, kulit kepiting dan kulit cumi-cumi (Alimuniar, 1998).

Kitosan memiliki gugus fungsi amin, gugus hidroksil primer dan sekunder, dengan adanya gugus fungsi tersebut mengakibatkan kitosan memiliki kereaktifan kimia yang tinggi karena dapat membentuk ikatan hydrogen, sehingga kitosan merupakan bahan pencampur yang ideal. Selain itu, kitosan merupakan turunan kitin, polisakarida paling banyak di bumi setelah selulosa, bersifat hidrofobik serta dapat membentuk film dan membrane dengan baik (Dallan dkk, 2006).

Pemilihan kitosan sebagai salah satu alternatif untuk membuat plastik ramah lingkungan dikarenakan kitosan memiliki sifat biodegradasi yang baik. Limbah kulit udang digunakan sebagai alternatif untuk menghasilkan kitosan, selain mudah didapat juga dapat mengurangi masalah pencemaran lingkungan. Elastisitas kitosan yang sangat kecil dapat ditingkatkan dengan kopolimerisasi dengan monomer sintesis seperti polipropilen (PP) (Prashantha dkk, 2005).

Telah dilakukan penelitian terdahulu oleh M. Sunil Kumar (2012) tentang pembuatan komposit biodegradabel dengan plastik menggunakan jenis plastik LDPE dan kitosan sebagai filler serta minyak kelapa sawit sebagai plastisiser. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa telah terjadi biodegradasi pada komposit plastik campuran LDPE/Kitosan.

Berdasarkan hasil di atas maka dilakukan penelitian tentang Pengaruh Plastisiser Poligliserol Asetat (PGA) dan Gliserol Terhadap Biodegradasi Plastik Polipropilen/Kitosan Dengan Bakteri Effective Microorganism 4 (EM4). Penelitian

(22)

ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan plastisiser gliserol dan Poligliserol Asetat (PGA) terhadap sifat morfologi dan biodegradasi.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah morfologi plastik polipropilen/kitosan dengan penambahan plastisiser PGA dan gliserol dengan pengujian SEM.

2. Bagaimanakah biodegradasi plastik polipropilen/kitosan yang dihasilkan dengan adanya penambahan plastisiser PGA dan gliserol menggunakan bakteri EM4.

1.3 Pembatasan Masalah

1. Pembuatan PGA dengan menggunakan gliserol komersil

2. Karakterisasi PGA meliputi uji FTIR, indeks bias, densitas, dan uji kelarutan dengan toluena

3. Pembuatan film plastik polipropilen/kitosan

4. Karakterisasi film plastik dengan beberapa pengujian antara lain FTIR, SEM dan biodegradasi dengan menggunakan bakteri EM4.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan plastisiser gliserol dan Poligliserol Asetat (PGA) terhadap sifat morfologi dan sifat biodegradasi plastik polipropilen/kitosan.

(23)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi tentang pengaruh plastisiser terhadap biodegradasi plastik polipropilen/kitosan dengan bantuan bakteri EM4.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yang dilengkapi dengan analisis data dengan menggunakan metode experimental laboratories. Adapun tahapan- tahapan pada penelitian ini antara lain adalah:

1. Preparasi limbah polipropilen

2. Pembuatan plastisiser poligliserol asetat dengan proses esterifikasi terhadap poligliserol dengan asam asetat yang akan digunakan sebagai salah satu plastisiser 3. Pembuatan plastik polipropilen/kitosan dengan pencampuran menggunakan

metode refluks yang kemudian hasil blending dicetak dengan menggunakan hot press pada suhu 165 oC

Adapun yang menjadi variabel pada penelitian ini adalah:

1. Variabel terikat :

a. Analisa gugus fungsi dengan menggunakan FTIR b. Analisa morfologi dengan SEM

c. Analisa biodegradasi dengan menggunakan bakteri EM4

2. Variabel tetap:

a. Polipropilen digunakan dari limbah aqua cup sebanyak 40 g b. Maleat anhidrat yang digunakan sebanyak 0,8 g

c. Dikumil Peroksida (DCP) yang digunakan sebanyak 0,2 g

d. Berat kitosan yang digunakan 10% dan 20% terhadap berat total polipropilen

(24)

e. Plastisiser yang digunakan adalah gliserol dan poligliserol asetat sebanyak 2,5 % dari berat total polipropilen (10 g)

f. Suhu biodegradasi 40 o

g. Waktu inkubasi selama 10 hari C

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika dan Kimia Polimer FMIPA USU, Laboratorium Biologi Politeknik Tanjungbalai, Pusat Nanotech LIPI Serpong, Tangerang, Jakarta Utara, dan Laboratorium Kimia Dasar Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan.

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plastik

Plastik adalah bahan yang mempunyai derajat kekristalan lebih rendah daripada serat dan dapat dilunakkan atau dicetak pada suhu tinggi. Plastik memiliki suhu transisi gelas diatas temperature ruang, jika tidak banyak bersambung silang. Istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik. Plastik dapat terbentuk melalui reaksi kondensasi organik dan penambahan polimer atau zat lain untuk meningkatkan kualitas atau harga dari plastik. Plastik dapat dibentuk menjadi film atau fiber sintetik. Plastik yang umumnya digunakan saat ini merupakan polimer sintetik dari bahan baku minyak yang terbatas jumlahnya dan tidak dapat diperbaharui (Ronald, 1986).

Plastik merupakan bahan polimer kimia yang berfungsi sebagai kemasan yang selalu digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar, karena sifatnya yang ringan dan mudah digunakan. Masalah yang timbul dari plastik adalah membutuhkan waktu lama untuk terurai untuk dapat terdegradasi menjadi H2O dan O2

Biasanya plastik konvensional berbahan dasar petroleum, gas alam, atau batu bara. Sementara plastik biodegradabel terbuat dari material yang dapat diperbaharui, yaitu dari senyawa – senyawa yang terdapat dalam tanaman misalnya selulosa, kolagen, kasein, protein atau lipid yang terdapat dalam hewan (Peter, 2004).

. Beberapa jenis plastik yang tergolong dalam polimer sintetik adalah sebagai berikut: polipropilen (PP), polietilen (PE), polivinil klorida (PVC), polistiren (PS) dan polietilen tetraftalat (PET) (Pranamuda, 2001).

Klasifikasi jenis plastik berdasarkan bahan baku dan kemampuan degradasi disajikan pada tabel 2.1

(26)

Tabel 2.1 Jenis-jenis plastik berdasarkan pengklasifikasian bahan baku dan kemampuan degradasi

Jenis Bahan Baku Biodegradable Non-Biodegradable

Renewable Bahan berbasis pati,

bahan berbasis selulosa, poliasam laktat (PLA), polihidroksi alkanoat (PHA)

Polietilena (PE) dan Polivinil klorida (PVC) dari bioetanol, poliamida

Non-renewable Polikaprolakton (PCL), polibutilena suksinat (PBS), polivinil alkohol (PVA)

Polietilena (PE), Polipropilena (PP), Polivinil klorida (PVC)

Sumber: Narayan, 2006

Bahan dasar plastik konvensional adalah phthalate ester, diethylhexyl phthale (DEHP) yang merupakan produk hasil pengolahan minyak bumi, memiliki ukuran molekul yang sangat besar dan inert, serta memilki berat molekul ratusan ribu hingga jutaan, sehingga sukar diuraikan oleh mikroorganisme ataupun membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mendegradasi plastik tersebut (Koswara, 2006). Sampah plastik yang berada dalam tanah yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme menyebabkan mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun nonorganik semakin berkurang, hal ini menyebabkan jarangnya fauna tanah seperti cacing dan mikroorganisme tanah yang hidup pada area tanah tersebut sulit untuk memperoleh makanan dan berlindung. Selain itu, kadar O2 dalam tanah semakin sedikit, sehingga fauna tanah sulit untuk bernapas dan akhirnya mati. Hal ini berdampak langsung pada tumbuhan yang hidup di area itu. Dimana tumbuhan membutuhkan mikroorganisme tanah sebagai perantara dalam kelangsungan hidupnya (Ahmann, 2007).

2.2 Plastik Biodegradasi

Biodegradasi diartikan sebagai kemampuan mendekomposisi bahan menjadi karbondioksida, metana, air, komponen anorganik atau biomassa melalui mekanisme enzimatis mikroorganisme dengan pengujian standar dalam periode waktu tertentu.

(27)

Biodegradasi merupakan salah satu mekanisme degradasi selain compostable, hydrobiodegradable, photobiodegradable dan bioerodable (Nolan-ITU, 2002).

Plastik biodegradasi adalah plastik yang dapat digunakan seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke dalam lingkungan (Pranamuda, 2001). Plastik biodegradasi merupakan suatu bahan dalam kondisi dan waktu tertentu mengalami perubahan dalam struktur kimianya oleh pengaruh mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan alga. Plastik biodegradasi dapat pula diartikan sebagai suatu material polimer yang berubah menjadi senyawa dengan berat molekul rendah dimana paling sedikit satu atau beberapa tahap degradasinya melalui metabolisme organism secara alami (Latief, 2001).

Polimer-polimer yang mampu terdegradasi harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu mengandung salah satu dari jenis ikatan asetal, amida atau ester, dimana memiliki berat molekul dan kristalinitas rendah, serta memiliki hidrofilitas yang tinggi. Persyaratan ini tidak sesuai dengan spesifikasi teknis plastik yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pasar sehingga perlu adanya pengoptimalan pengaruh berat molekul, kristalinitas dan hidrofilitas terhadap biodegradabilitas dan sifat mekanik (Peter, 2004).

Pada dasarnya terminologi plastik biodegradasi merupakan salah satu pengertian turunan dari bioplastik, dimana bioplastik didefinisikan sebagai:

1. Penggunaan sumber daya alam terbarukan dalam produksinya (biobased) a. Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil

b. Meningkatkan konsumsi sumber daya alam yang dapat diperbaharui c. Mempromosikan sumber daya alam lokal

2. Sifat biodegradabilitas atau kompatibilitas (plastik biodegradasi) a. Dapat dibuang dan dihancurkan

b. Segmentasi produk untuk kemasan pangan

c. Mampu mengalihkan pengolahan sampah dari landfill dan incinerator

(28)

Jenis plastik biodegradasi lain yang banyak diteliti dan dikembangkan adalah plastik campuran dari bahan biodegradasi dengan bahan non-biodegradasi, misalnya polipropilen dicampur dengan kitosan. Pencampuran tersebut merupakan salah satu alternatif yang mungkin diterapkan walaupun tidak terdegradasi sempurna (Narayan, 2006).

Plastik biodegradasi merupakan salah satu solusi alternatif yang sangat prospektif untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan pemanfaatan optimal sumber daya alam lokal. Saat ini dinegara luar, penggunaan tray dan kontainer untuk buah, sayuran, telur dan daging, botol-botol untuk softdrink dan produk-produk dari susu, blister foil untuk buah-buahan dan produk-produk ketering termasuk yang menggunakan perishable plastic, disposable crockery dan cutlery, pot, cawan, pack foils untuk hamburger dan sedotan untuk minum mulai diproduksi secara luas menggunakan bioplastik. Beberapa aplikasi bioplastik untuk outside packaging seperti cashing handphone (oleh NEC jepang), serat karpet oleh Dupont Sorona dan interior mobil oleh Mazda. Tahun 2005, Fujitsu Jepang telah membuat case computer dari bioplastik. Tahun 2007, Brazil memproklamirkan pembuatan HDPE menggunakan turunan dari etilen yang diambil dari gula tebu (Sunarti, 2008).

2.3 Polipropilena

Polipropilena merupakan plastik yang paling ringan, dengan densitas 0,905 g/cm3. Kristalinitas yang tinggi memberi kekuatan tarik yang besar, kekakuan dan kekerasan. Kekuatannya yang tinggi membuatnya banyak digunakan dalam berbagai aplikasi (Billmeyer, 1984). Struktur polipropilena dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Polipropilena

(29)

Polipropilena memiliki temperatur transisi gelas (Tg) dan titik leleh (TL) yang tinggi daripada polietilena serta ketahanan terhadap retakan yang baik. Polipropilena memiliki ketahanan yang rendah terhadap degradasi daripada polietilena, rendahnya ketahanan degradasi PP dikarenakan adanya karbon tersier pada PP. Sebagai hasilnya antioksidan ditambahkan pada polipropilena untuk memperbaiki ketahanan oksidasinya (Harper, 1999).

Sifat kelarutan polipropilena sama dengan sifat kelarutan yang dimiliki polietena, yakni tak larut pada suhu ruang. Polipropilena banyak digunakan pada bagian dalam mesin pencuci, komponen mobil, kursi, tangkai pegangan, kotak, keranjang, pipa, isolator listrik, kemasan (berupa lembaran tipis) makanan, dan barang (Cowd, 1991)

2.4 Kitosan

Kitosan merupakan bahan polimer karbohidrat alami termodifikasi yang diperoleh melalui destilasi kitin, sebuah biopolimer alami yang terdapat pada cangkang kepiting, udang maupun lobster. Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D- glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)nn yang dapat diperoleh dari deasetilisasi kitin. Kitosan memiliki gugus fungsi amina (N-H) yang merupakan karakteristik dari kitosan (Sugita, 2009). Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Proses deasetilisasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilisasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93% (Sugita, 2009). Kitosan adalah suatu rantai linier dari D-Glukosamin dan N- Asetil D-Glukosamin yang terangkai pada posisi β (1-4) (Adriana dkk, 2003).

Kitosan adalah suatu kitin N-deasetilisasi yaitu biomaterial yang mempunyai sifat biologi yang efektif seperti aktivitas bakteri (Sashiwa, 2003). Biodegradasi , biokompatibel dan tidak beracun (Kaban, 2006).

(30)

Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya di industri makanan, pemprosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan dan lingkungan (Balley, 1977). Akan tetapi kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.

Kitosan mempunyai berat molekul 12 x 105

Adanya gugus fungsi hidroksil primer dan sekunder mengakibatkan kitosan mempunyai kereaktifan kimia yang tinggi. Gugus fungsi yang terdapat pada kitosan memungkinkan juga untuk memodifikasi kimia yang beraneka ragam termasuk reaksi-reaksi dengan zat perantara ikat silang, kelebihan ini dapat memungkinkan kitosan digunakan sebagai bahan campuran bioplastik yaitu, plastik yang dapat terdegradasi dan tidak tercemari lingkungan (Kaban, 2009). Struktur kitosan dapat dilihat pada gambar 2.2

. Sifat biologi kitosan adalah biokompatibel yaitu tidak mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna dan mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradabel), dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif, mampu meningkatkan pembentukkan yang berperan dalam pembentukkan tulang, anti tumor, anti kolestrol dan bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat (Mekawati, 2000). Selain itu, kitosan banyak digunakan di berbagai industri kimia, antara lain dipakai sebagai koagulan dalam pengolahan limbah air, bahan pelembab, pelapis benih yang ditanam, adsorben ion logam, komponen tambahan pakan ternak, sebagai lensa kontak, pelarut lemak dan pengawetan makanan (Majeti, 2000).

O O

H

H NH2 H CH2OH

H

O O O

H

CH2OH

H O H

H NH2

H

n

Gambar 2.2 Struktur Kitosan

(31)

2.5 Kompatibilisasi Campuran Polimer

Kompatibilisasi campuran polimer dapat didefinisikan sebagai : 1. Campuran dari polimer pada skala molekul tertentu.

2. Kesesuaian campuran polimer yang sifatnya diinginkan.

3. Kesesuaian campuran polimer yang menunjukkan satu fasa ketika digabung (Bhatnagar, 2004).

Kebanyakan paduan polimer memperlihatkan sistem yang tidak bercampur, bukan hanya pada komposisi campuran tetapi juga bergantung sekali pada ukuran partikel fasa terdispersi, dan juga interaksi antara komponen campuran. Banyak pasangan polimer, bukan hanya tidak bercampur tetapi juga tidak sesuai. Ada dua jenis kompatibilisasi, yaitu; kompatibilisasi yang dilakukan sebelum pencampuran disebut dengan kompatibilisasi secara fisika sedangkan kompatibilisasi yang terjadi pada reaksi antarmuka disebut kompatibilisasi reaktif (Peter, 2004). Kompatibilitas yang baik menunjukkan campuran plastisiser dan polimer yang homogen (Chattopadhyay, 2000). Kompatibilisasi berguna untuk :

1. Mengurangi energi antarmuka dan memperbaiki adhesi antara fase dengan mengumpulkan pada batas layar, sehingga memperkecil fase dispersi ukuran partikel.

2. Memperoleh dispersi yang baik selama campuran.

3. Menstabilkan dispersi yang baik terhadap agglomeration (penumpukan) selama berlangsungnya proses.

4. Mencapai suatu morfologi yang seimbang yang akan memberikan tegangan halus yang ditransfer dari satu fase ke fase yang lain dan digunakan untuk menahan gangguan (kerusakan) tegangan yang lebih besar.

Salah satu dari zat kompatibilitas dalam pembuatan polimer adalah maleat anhidrat (MAh). Dimana maleat anhidrat yang berperan sebagai zat kompatibilitas

(32)

yang paling populer diantara semua jenis anhidrida dan digunakan pada material polimer seperti polipropilen(Dhini, 2011).

2.6 Plastisiser

Plastisiser adalah zat aditif yang digunakan untuk melembutkan polimer plastik sehingga dapat merubah sifat kaku menjadi lebih fleksibel. Penambahan plastisiser atau pemlastis baik sintetis maupun alami bertujuan untuk memperbaiki sifat bioplastik yang dihasilkan, memperluas atau memodifikasi sifat dasarnya atau dapat memunculkan sifat baru yang tidak ada dalam bahan dasarnya (Spink dan Waychoff dalam Frados, 1958).

Plastisiser dapat menurunkan gaya-gaya intermolekuler (gaya dipol, gaya dispersi dan ikatan hidrogen) sebanyak mungkin dan mengurangi ikatan antara molekulmolekul polimer satu sama lain, yaitu dengan cara menyelubungi titik pusat gaya yang menahan rantai polimer bergabung. Hal ini mengurangi titik kontak antara molekul polimer dan merubah polimer menjadi lentur/fleksibel. Dengan berkurangnya gaya antar molekul, menyebabkan gerakan bagian rantai lebih mudah bergerak akibatnya bahan yang tadinya keras (kaku) akan menjadi lembut pada suhu kamar (Cowd, 1991).

2.7 Gliserol

Bahan tambahan yang dicampurkan pada pembuatan plastik bertujuan untuk memperbaiki sifat mekanik plastik. Sifat mekanik plastik sangat penting dalam pengemasan dan penyimpanan produk terutama dari faktor mekanis seperti tekanan fisik (jatuh dan gesekan), getaran, benturan antara bahan dengan alat atau wadah selama penyimpanan dan pendistribusian (Harsunu, 2008). Bahan yang ditambahkan berfungsi sebagai plastisiser, penstabil, pewarna, dan penyerap UV.

(33)

Plastisiser didefinisikan sebagai bahan non volatil, bertitik didih tinggi, jika ditambahkan pada material lain dapat merubah sifat material menjadi lebih plastis.

Plastisiser berfungsi untuk mengurangi kerapuhan film, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air, dan zat terlarut serta meningkatkan plastis (Gontard, 1994).

Beberapa jenis Plastisiser yang dapat digunakan dalam pembuatan biodegradable film antara lain gliserol, lilin lebah, polivinil alkohol dan sorbitol (Julianti, 2006).

Gliserol adalah senyawa golongan alkohol polihidrat dengan 3 buah gugus hidroksil dalam satu molekul (alkohol trivalen). Gliserol memiliki berat molekul 92,1 g/mol dan massa jenis 1,23 g/cm2. Rumus molekul gliserol adalah C3H8O3 dengan nama kimia 1,2,3, - propanatriol. Gliserol terdapat pada lemak hewani dan minyak nabati sebagai ester gliserin dari asam palmitat dan oleat. Gliserol adalah senyawa netral, rasa manis, tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 20 oC dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu 290 oC. Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol namun tidak larut dalam minyak. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik (Winarno, 1997). Gliserol memiliki titik didih tinggi karena adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat antar molekul gliserol (Austin, 1985).

Gliserol bermanfaat sebagai anti beku (antifreeze) serta mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan dan minuman lainnya.

Campuran antara gliserol dan asam lemak digunakan sebagai bahan kosmetika dan obat-obatan (Austin, 1985). Struktur gliserol disajikan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur Gliserol

(34)

2.8 Pemanfaatan Poligliserol Asetat (PGA) Sebagai Plastisiser

Dalam penelitian ini digunakan PGA sebagai plastisiser yang merupakan turunan dari residu gliserol komersial. Dewasa ini sumber utama gliserol komersial diperoleh dari pengolahan minyak nabati, sebagai produk samping industri oleokimia dan juga dari industri petrokimia. Gliserol yang diperoleh ini hanya sebagian digunakan sebagai bahan baku industri dan masih merupakan sumber komoditas yang melimpah.

Gliserol umumnya digunakan pada bahan peledak, sebagai bahan anti pembeku, bahan pembasah atau pengemulsi produk kosmetika. Sehubungan dengan terbatasnya diversifikasi produk olahan berbasis gliserol, maka harga jual komoditas gliserol masih tetap rendah, kecuali bila kebutuhan bahan peledak meningkat (Arsyad, 2008).

Sehubungan dengan struktur gliserol yang mempunyai gugus alkohol sekunder dan gugus alkohol primer, maka akan memberikan banyak kemungkinan terjadinya reaksi untuk mengembangkan senyawa turunan alkohol ini (Finar, 1980). Misalnya dengan menambahkan gugus asetal pada struktur gliserol akan dihasilkan senyawa surfaktan yang dapat terdegradasi oleh pengaruh bahan kimia atau dalam air dan oleh kegiatan mikroba (Piasecki, 2000).

Masalah yang selalu dihadapi pada pemanfaatan bahan aditif (khususnya plastisiser, pengemulsi, stabilizer, surfaktan dsb) adalah substansifitasnya atau keberadaannya agar tetap tinggal didlam matriks terplastisasi yang menurun selama pemakaian karena proses migrasi bahan aditif tersebut. Proses migrasi plastisiser ini terutama dipengaruhi oleh berat molekul aditif dan interaksi atau kompatibilitas antara aditif dan matriks, serta oleh faktor eksternal misalnya bila produk terplastisasi digunakan dalam lingkungan yang ekstraktif dan agresif seperti dalam media berair, minyak atau suhu tinggi. Dampak migrasi ini bukan saja akan menurunkan kandungan plastisiser yang berakibat pada penurunan sifat fisika serta sifat mekanis bahan terplastisasi, tetapi juga dapat menyebabkan kontaminasi bahan plastisiser ke dalam media. Oleh karena itu, substansifitas gliserol dan turunannya sebagai bahan plastisiser perlu dipertahankan dengan cara meningkatkan berat molekul melalui

(35)

reaksi esterifikasi membentuk poligliserol. Digliserol atau campuran (di, tri)-gliserol dapat disiapkan melalui esterifikasi langsung gliserol tanpa dengan penambahan pelarut (Clacens, 2001). Esterifikasi gliserol menjadi poligliserol dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Skema Esterifikasi Gliserol Menjadi Poligliserol

Penelitian yang dilakukan Yusuf (2007) menyatakan bahwa poligliserol asetat dibuat dari esterifikasi poligliserol dengan asam asetat glassial menggunakan katalis asam sulfat pekat. Terbentuknya poligliserol asetat terlihat dari kelarutannya dalam kloroform dan toluena. Hal ini menunujukkan ester yang terbentuk telah bersifat semi polar. Reaksi esterifikasi poligliserol membentuk poligliserol asetat disajikan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Reaksi Esterifikasi Poligliserol Membentuk Poligliserol Asetat

(36)

Selain itu jika dilihat dari segi biodegradasinya, jenis plastisiser seperti gliserol dan poligliserol asetat ini merupakan jenis plastisiser yang mudah terbiodegradasi oleh mikroorganisme (Marhamah, 2008).

2.9 Effective Microorganism 4 (EM4)

EM4 merupakan biakan mikrobia yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, kuantitas dan kualitas produksi tanaman (Amien, 2004). EM4 yang digunakan merupakan teknologi alternatif yang diterapkan pada bidang pertanian untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi. Produk EM4 pertanian dapat menyuburkan tanaman dan menyehatkan tanah. Hasil seleksi alami mikroorganisme fermentasi dan sintetik di dalam tanah yang dikemas dalam medium cair digunakan sebagai pengurai atau pupuk. Penerapan EM4 ini telah dilakukan dalam pembuatan kompos sebagai pengurai dan pendegradasi bahan organik kompleks menjadi sederhana dalam bentuk tanah (Indriani, 2011). EM4 dapat bekerja optimum pada suhu 40-50 o

Hasil fermentasi bahan organik berupa senyawa organik yang mudah diserap langsung oleh perakaran tanaman misalnya gula, alkohol, asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan senyawa organik lainnya (Triyanto, 2005). Selain mendekomposisi bahan organik di dalam tanah, EM4 juga merangsang perkembangan mikroorganisme yang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman, misalnya bakteri pengikat nitrogen, bakteri pelarut fosfat dan mikoriza. Mikoriza membantu tumbuhan menyerap fosfat di sekelilingnya. Ion fosfat dalam tanah yang sulit bergerak menyebabkan tanah kekurangan fosfat (Triyanto, 2005).

C (Siti, 2000).

EM4 mengandung beberapa jenis mikrobia pengurai yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillu sp., Actinomycetes, Streptomyces sp.,dan khamir. Bakteri fotosintetik merupakan bakteri bebas yang mensintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya (Indriani, 2005). Hasil metabolit dapat diserap langsung oleh tanaman dan tersedia untuk perkembangan mikroorganisme yang menguntungkan

(37)

lainnya. Lactobacillus sp. berfungsi dalam melakukan fermentasi bahan organik (glukosa, pati, hemiselulosa) menjadi senyawa-senyawa asam organik yang mempunyai berat molekul rendah berupa asam laktat yang mudah diserap tanaman.

Asam laktat yang dihasilkan merupakan hasil sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya (Rao, 2010).

2.10 Analisa Gugus Fungsi Dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy

Analisa gugus fungsi dengan FTIR bertujuan untuk mengetahui gugus-gugus yang terbentuk dari sampel yang dihasilkan dan juga memprediksikan reaksi polimerisasi yang terjadi. Analisis ini didasarkan pada analisis dari panjang gelombang puncak- puncak karakteristik dari suatu sampel. Panjang gelombang puncak-puncak tersebut menunjukkan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada sampel, karena masing- masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang spesifik untuk gugus fungsi tertentu (Kroschwitz, 1990).

Spectrofotometry FTIR merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 μm atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10 cm-1.

Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah.

Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan .

(38)

Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi tekuk, khususnya vibrasi rocking (goyangan), yaitu yang berada di daerah bilangan gelombang 2000 – 400 cm-1. Karena di daerah antara 4000 – 2000 cm-1 merupakan daerah yang khusus yang berguna untuk identifkasi gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi regangan. Sedangkan daerah antara 2000 – 400 cm-1 seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun bengkokan mengakibatkan absorbsi pada daerah tersebut. Dalam daerah 2000 – 400 cm-1 tiap senyawa organik mempunyai absorbsi yang unik, sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint region). Meskipun pada daerah 4000 – 2000 cm-1 menunjukkan absorbsi yang sama, pada daerah 2000 – 400 cm-1

Secara keseluruhan, analisis menggunakan Spektrofotometer FTIR memiliki dua kelebihan utama dibandingkan metoda konvensional lainnya, yaitu :

juga harus menunjukkan pola yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa dua senyawa adalah sama.

1. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau scanning.

2. Sensitifitas dari metode Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless) (Hsu, 1994).

2.11 Analisa Morfologi Dengan Scanning Electron Microscopy

Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi dari film yang dihasilkan.

Prinsip analisis SEM adalah dengan menggunakan alat sinyal elektron sekunder.

Berkas elektron diarahkan pada suatu permukaan spesimen yang telah dilapisi oleh suatu film konduktor. Pelapisan ini bertujuan agar polimer yang digunakan dapat menghasilkan arus listrik sehingga dapat berinteraksi dengan berkas elektron. Berkas

(39)

elektron yang berinteraksi dengan spesimen dikumpulkan untuk menghasilkan sinyal.

Sinyal ini digunakan untuk mengatur intensitas elektron pada suatu tabung televisi yang diarahkan serentak dengan sinar dari mikroskop. Interaksi berkas elektron dengan spesimen akan menghasilkan pola difraksi elektron yang dapat memberikan informasi mengenai kristalogafi, jenis unsur dan distribusinya, dan morfologi dari permukaan bahan. Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data yang diperoleh merupakan data dari permukaan atau lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan.

Gambar topografi diperoleh dengan penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen (Annisa, 2007).

(40)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam tabel 3.1 Tabel 3.1 Alat-alat penelitian

Nama Alat Spesifikasi Merek

Oven 30-2000C Precision Scienticif

Fourier Transform Infared Spectroscopy

Shimadzu

Scanning Electron Microscopy JEOL-JSM-6510LV

Cawan petri pyrex

Inkubator Waterbath Autoclab

Labu leher tiga pyrex

Labu alas pyrex

3.2 Bahan

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian disusun dalam tabel 3.2 Tabel 3.2 Bahan-bahan penelitian

Bahan Spesifikasi Merek

Polipropilen Bekas Aqua

Kitosan komersil

Dikumil Peroksida p.a Sigma Aldirch

Gliserol p.a E. Merck

H2SO4 (p) p.a E. Merck

Na2SO4.2H2O p.a E. Merck

CH3COOH(p) p.a E. Merck

Toluena p.a E. Merck

(41)

Xylen p.a E. Merck

Aseton p.a E. Merck

Maleat anhidrat p.a E. Merck

NaOH p.a E. Merck

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Preparasi Polipropilen Bekas

Polipropilen yang digunakan pada penelitian ini merupakan polipropilen bekas yang berasal dari aqua cup. Aqua cup dicuci bersih, kemudian dikeringkan. Aqua cup yang telah kering kemudian dipotong kecil-kecil.

3.3.2 Pembuatan Poligliserol (Yusuf, 2007)

Sebanyak 25 ml gliserol dimasukkan ke dalam labu alas, kemudian ditambahkan katalis NaOH 2%, diaduk hingga homogen. Kemudian dirangkai alat refluks. Lalu Campuran gliserol dan NaOH direfluks selama 2 jam dengan suhu 200 oC. hasil reaksi kemudian didekantasi dimana lapisan atas yang merupakan hasil dikarakterisasi dengan analisa FTIR, indeks bias, densitas dan uji kelarutan terhadap toluena.

3.3.3 Pembuatan Poligliserol Asetat (Yusuf, 2007)

Sebanyak 25 ml poligliserol dimasukkan ke dalam labu leher tiga, kemudian ditambahkan 9 ml asam asetat dan 0,25 ml asam sulfat. Dirangkai alat refluks, kemudian direfluks selama 8 jam dengan suhu 70 oC. Hasil reaksi dicuci dengan kloroform dan akuades kemudian disaring. Lapisan bawah didestilasi pada suhu kloroform yaitu 62 oC . Kemudian hasil destilat dikarakterisasi melalui analisa FTIR, indeks bias dan uji kelarutan terhadap toluena.

(42)

3.3.4 Pembuatan Plastik Polipropilen/Kitosan

Limbah polipropilen dilarutkan dengan 120 ml xylen, kemudian dipanaskan pada suhu 170 oC. Ditambahkan 0,2 g DCP dan 0,8 g maleat anhidrat, direfluks selama setengah jam. Ditambahkan 10% ; 20% kitosan. Setelah penambahan kitosan, maka ditambahkan plastisiser gliserol dan poligliserol asetat 2,5 %. Hasil refluks kemudian dimasukkan ke dalam beaker gelas yang berisi 500 ml aseton, lalu disaring, kemudian endapan dikeringkan dalam suhu 60 oC. Dicetak tipis dengan menggunakan hot press tekan pada suhu 165 oC (dilakukan prosedur yang sama untuk penggunaan variasi plastisiser sebesar 2,5%).

3.3.5 Karakterisasi Poligliserol Asetat 3.3.5.1 Penentuan Densitas

1. Piknometer kosong volume 5 ml yang bersih dan kosong ditimbang

2. Kemudian dimasukkan sampel ke dalam alat piknometer sampai tidak terdapat gelembung udara. Kemudian ditimbang dan dihitung berat sampel

3. Hal yang sama dilakukan sebanyak 3 kali dan dihitung rata-ratanya.

Densitas = Keterangan

A = Berat piknometer kosong

B = Berat rat-rata sampel dalam piknometer C = Volume piknometer

(43)

3.3.5.2 Penentuan Indeks Bias

1. Refraktometer dihubungkan dengan arus listrik dan kemudian didiamkan selama 15 menit

2. Lampu refraktometer diturunkan dan prisma dibuka, kemudian dibersihkan prisma menggunakan tissue basah, selanjutnya dikeringkan dengan tissu kering 3. Sampel diteteskan di atas prisma, kemudian teropong diputar sampai diperoleh

batas warna kuning dan warna hijau tepat horizontal 4. Lampu dimatikan, selanjutnya skalanya dibaca

5. Hal yang sama dilakukan sebanyak 3 kali dan diambil rata-ratanya.

3.3.5.3 Penentuan Kelarutan Terhadap Toluena

Sebanyak 1 ml PGA ditambahkan dengan 5 ml toluena, setelah itu dilihat apakah PGA dan toluena bercampur ditandai dengan tidak adanya bidang batas setelah pencampuran.

3.3.5.4 Analisa Biodegradasi Dengan Mikroorganisme (Diah, 2012)

Uji biodegradasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana kemampuan degradasi atau penguraian dari plastik polipropilen/kitosan dan polipropilen/kitosan dengan penambahan plastisiser. Uji biodegradasi dilakukan dengan menggunakan bakteri EM4 dimana uji biodegradasi dilakukan selama 10 hari.

(44)

3.3.5.4.1 Pembuatan molase

Pembuatan molase dilakukan dengan melarutkan gula merah ke dalam akuades dengan perbandingan 1:1 (3 gam gula merah: 3 mL akuades). Setelah semua gula merah larut, larutan gula merah/ molase disaring menggunakan kertas saring.

3.3.5.4.2 Aktivasi EM4

EM4 yang masih dalam keadaan tidur (dormant) diaktifkan dengan memberikan makanan dan air. Pengaktifan dilakukan dengan menambahkan air dan air gula (molase) dengan perbandingan 4 mL EM4 : 4 mL molase : 200 mL air (konsentrasi EM4 2%). Ketiga bahan ini dicampurkan dan dibiarkan selama 72 jam agar semua mikroorganisme aktif. Keaktifan mikroorganisme ini diketahui dari aroma fermentasi yang harum.

3.3.5.4.3 Metode mixed microbial batch dengan EM4

Setiap sampel plastik dipotong 1 cm x 1 cm. Selanjutnya sampel plastik dimasukkan dalam tabung reaksi 10 mL. Selanjutnya ke dalam tabung reaksi tersebut dituangkan EM4 yang telah diaktifkan. Rendaman ini disimpan dalam inkubator pada suhu 40 °C dan dibiarkan selama 10 hari. Setelah 10 hari, sampel diambil dari dalam rendaman, dicuci dengan akuades, kemudian dibilas dengan alkohol 70% dan dikeringkan dalam inkubator pada suhu 70 °C selama 24 jam. Selanjutnya sampel ditimbang dan dihitung pengurangan massanya.

(45)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Preparasi Polipropilen Bekas

Limbah polipropilen Dicuci Dikeringkan

Dipotong kecil-kecil Potongan limbah

polipropilen

(46)

3.4.2 Pembuatan Poligliserol (Yusuf, 2007)

3.4.3 Pembuatan Poligliserol Asetat (Yusuf, 2007)

25 ml Poligliserol

Dimasukkan ke dalam labu leher tiga Ditambahkan 9 ml asam asetat Ditambahkan 0,25 ml H2SO4 Direfluks selama 8 jam

Poligliserol asetat+ H2SO4+CH3COOH

Dicuci dengan kloroform dan akuades didekantasi

Lapisan atas Lapisan bawah

Didestilasi pada suhu 620C

Hasil destilat 25 ml gliserol

Gliserol + NaOH

Ditambahkan katalis NaOH 2%

Direfluks dengan T=2000C;

2j Poligliserol+ NaOH

didekantasi

Lapisan atas Lapisan bawah

Densitas Indeks Bias

FT IR

dikarakterisa i i

(47)

3.4.4 Pembuatan Plastik Polipropilen/Kitosan

NB:

Dilakukan perlakuan yang sama untuk penambahan kitosan 20% serta penambahan poligliserol asetat.

40 g limbah Polipropilen

Ditambahkan 120 ml Xylen Dipanaskan pada suhu 1700C

Ditambahkan 0,2 g DCP Diaduk

Ditambahkan 0,8 g MAH Diaduk

Ditambahkan 10% kitosan

Ditambahkan gliserol 2,5 % (10 g), diaduk Larutan Polipropilen

Campuran PP/Kitosan

Dimasukkan ke dalam 500 ml aseton disaring

filtrat residu

Dikeringkan pada suhu 600C Campuran PP/Kitosan

Dipress pada suhu 1650C Film PP/Kitosan

dikarakterisasi

FT IR Uji

Biodegradasi Uji SEM

(48)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Poligliserol Asetat

Pada penelitian ini, poligliserol asetat yang digunakan merupakan hasil dari proses esterifikasi poligliserol dengan asam asetat. Dimana poligliserol yang dihasilkan akan digunakan sebagai salah satu plastisiser dalam penelitian ini. Nilai indeks bias, densitas, dan hasil kelarutan terhadap toluena yang diperoleh ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Nilai indeks bias, densitas, dan hasil kelarutan terhadap toluena

Karakterisasi uji fisik Poligliserol Poligliserol asetat

Indeks bias 1,4542 nd 1,3972 nd

Densitas 1,2312 g/ml 1,1397 g/ml

Uji kelarutan terhadap toluena (5:1) Tidak larut Larut

Nilai indeks bias dan densitas dari poligliserol dan poligliserol asetat yang ditunjukkan pada tabel 4.1 tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dimana nilai indeks bias dan densitas pada poligliserol sebesar 1,4542 nd dan 1,2312 g/ml sedangkan nilai indeks bias dan densitas pada poligliserol asetat yang dihasilkan sebesar 1,3972 nd dan 1,1397 g/ml. Jika dilihat dari hasil uji kelarutan terhadap toluen, poligliserol tidak dapat larut sedangkan poligliserol asetat dapat larut. Hal ini disebabkan karena pelarut yaitu toluen bersifat non polar. Dilihat dari kelarutannya tersebut berarti poligliserol memiliki sifat yang lebih polar dibandingkan poligliserol asetat yang memiliki sifat semi polar, hasil yang sama dilakukan oleh Yusuf tahun 2007, dan hasil pengujian juga diperkuat pada hasil uji FTIR yang disajikan pada gambar 4.1.

(49)

4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

% T

bilangan gelombang (cm-1)

poligliserol asetat poligliserol

Gambar 4.1 Spektrum FTIR (-) poligliserol asetat ; (-) poligliserol

Tabel 4.2 Hasil FTIR poligliserol dan poligliserol asetat

Sampel Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi

Poligliserol 3279,24 O-H alkohol

2879,18-1933,88 C-H alifatik

1414,16 C-O ester

>1000 C-H

Poligliserol asetat 3310,11 O-H alkohol 2887,68-2943,45 C-H alifatik

1711,13 C-O ester

1266,86 C-O rentangan

pendukung diester

>1000 C-H

Pada Tabel 4.2 hasil spektrum FTIR yang dihasilkan menunjukkan bahwa poligliserol dan poligliserol asetat bersifat polar dimana masih memilki gugus O-H alkohol yang terdapat pada pita serapan bilangan gelombang 3279,24 cm-1 yang dimiliki oleh poligliserol dan pita serapan bilangan gelombang 3310,11 cm-1 yang dimiliki oleh poligliserol asetat. Pada poligliserol asetat mengalami proses esterifikasi dengan asam

(50)

asetat sehingga menurunkan sifat kepolaran yang dimilikinya menjadi semi polar, hal ini ditunjukkan pada pita serapan panjang gelombang 2887,68-2943,45 cm-1. Gugus fungsi yang khas menunjukkan golongan ester pada bilangan gelombang 1711,13 cm-

1 yang merupakan pita serapan gugus C-O ester dan 1266,86 cm-1 merupakan pita serapan gugus C-O yang merupakan rentangan pendukung diester. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Yusuf, 2007.

4.2 Karakterisasi Plastik Polipropilen/Kitosan

4.2.1 Karakterisasi Gugus Fungsi Dengan Menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy

Analisa kualitatif FTIR umumnya digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan gugus fungsi yang terdapat didalam suatu bahan. Pada penelitian ini FTIR digunakan untuk mengidentifikasi kemunculan gugus fungsi yang menjadi ciri khas pada masing-masing komponen penyusun yang terdapat pada plastik polipropilen/kitosan serta pengaruh penggunaan jenis plastisiser terhadap plastik polipropilen/kitosan.

Pada Analisa ini ditunjukkan pada gambar 4.2

Gambar 4.2 Spektrum FTIR (a) PP/kitosan-PGA; (b) PP/kitosan-gliserol; (c) PP/kitosan; (d) PP-g-MAH

Pada gambar 4.2 memperlihatkan bahwa hampir semua sampel terdapat gugus fungsi C-H yang ditunjukkan masing-masing sampel PP/kitosan-PGA; PP/kitosan-

4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

% T

bilangan gelombang (cm-1)

(a) PP/Kitosan-PGA (b) PP/Kitosan-gliserol (c) PP/Kitosan

(d) PP-g-MAH

(51)

gliserol; PP/kitosan; dan PP-g-MAH yaitu pada daerah pita serapan bilangan gelombang 2915,01-1947,95 cm-1; 2837,35-1949,09 cm-1; 2836,60-2948,44 cm-1; dan 2949,15-2838,27 cm-1. Puncak tersebut merupakan karakteristik dari PP. Hal ini disebabkan matriks utama pembuatan film berbahan dasar PP. Sementara untuk sampel PP/kitosan-PGA terdapat spektra lemah di daerah pita serapan bilangan gelombang 1557,98 cm-1

menunjukkan adanya tekuk N-H yang merupakan karakteristik dari kitosan (Sugita, 2009). Hasil dari spektrum FTIR juga akan diuraikan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil analisa FTIR dari PP/kitosan-PGA; PP/kitosan-gliserol; PP/kitosan;

PP-g-MAH

Sampel Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi

PP/kitosan-PGA 2915,01-1947,95 C-H

1557,98 Tekuk N-H

PP/kitosan-gliserol 2837,35-1949,09 C-H

1455,29 C=C

1375,52 C-O dari asam

karboksilat

1166,18 C-O

PP/kitosan 2836,60-2948,44 C-H

1450,13 C=C

1374,24 C-O dari asam

Karboksilat

1162,61 C-O

PP-g-MAH 2949,15-2838,27 C-H alkana

1454,08 C=C

1375,52 C-O

Pada bilangan gelombang 2915,01-1947,95 cm-1 terdapat pita serapan dari gugus C-H dan pada 1557,98 cm-1 terdapat pita serapan tekuk N-H dari sampel PP/kitosan-PGA. Pada bilangan gelombang 2837,35-1949,09 cm-1 terdapat pita serapan gugus C-H, pada 1455,29 cm-1 terdapat pita serapan gugus C=C, pada 1375,52 cm-1 terdapat pita serapan gugus C-O dari asam karboksilat dan pada 1166,18 cm-1 terdapat pita serapan gugus C-O dari sampel PP/kitosan-gliserol.

(52)

Selanjutnya pada bilangan gelombang 2836,60-2948,44 cm-1 terdapat pita serapan gugus C-H, pada 1450,13 cm-1 terdapat pita serapan gugus C=C, pada 1374,24 cm-1 terdapat pita serapan gugus C-O dari asam karboksilat, dan pada 1162,61cm-1 terdapat pita serapan gugus C-O dari sampel PP/kitosan. Sementara pada bilangan gelombang 2949,15-2838,27 cm-1 terdapat pita serapan gugus fungsi C-H alkana, pada 1454,08 cm-1 terdapat pita serapan gugus fungsi C=C, dan pada 1375,52 cm-1 terdapat pita serapan gugus C-O dari sampel PP-g-MAH. Berdasarkan uraian dari tabel 4.3 di atas terlihat jelas ada banyak persamaan gugus fungsi dari beberapa sampel yang merupakan karakterisasi dari senyawa yang terkandung pada komposisi film. Untuk gugus C-H, C=C dan C-O terdapat pada sampel PP-g-MAH, PP/kitosan, dan PP/kitosan-gliserol.

4.2.2 Karakterisasi Dengan Scanning Elektron Microscopy

Pada analisa dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dapat diketahui bagaimana pencampuran antara plastik polipropilen dengan kitosan serta bagaimana pencampuran atau interaksi pada plastik PP/kitosan terhadap plastisiser gliserol dan poligliserol asetat.

Gambar 4.3 Hasil Foto SEM (a) PP-g-MAH; (b) PP/kitosan

a b

(53)

Berdasarkan sifat dasar yang dimiliki polipropilen dan kitosan dimana polipropilen yang bersifat non polar dan kitosan bersifat polar memungkinkan perpaduan yang terjadi hanya interaksi fisik. Dimana pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada plastik PP/kitosan masih terdapatnya aglomerasi partikel kitosan pada permukaannya, meskipun hampir terdistribusi merata penyebaran partikel-partikel kitosan ke dalam matriks polipropilen. Hal ini disebabkan karena adanya maleat anhidrat yang berperan sebagai zat kompatibilitas yang paling populer diantara semua jenis anhidrida dan digunakan pada material polimer seperti polipropilen (Dhini, 2011) sedangkan aglomerasi yang terjadi disebabkan karena hanya sedikitnya maleat anhidrat yang terdapat pada plastik PP/kitosan.

Gambar 4.4 Hasil Foto SEM (a) PP/kitosan-gliserol ; (b) PP/kitosan-PGA

Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa terjadi dispersi yang baik pada plastik PP/kitosan dengan penambahan plastisiser gliserol dan poligliserol asetat. Dimana partikel-partikel kitosan hampir terdispersi secara merata, meskipun pada plastik PP/kitosan dengan menggunakan plastisiser gliserol masih terdapat beberapa aglomerasi pada permukaannya namun tidak sebanyak aglomerasi yang dimiliki oleh plastik PP/kitosan tanpa plastisiser. Sedangkan plastik PP/kitosan dengan penambahan plastisiser poligliserol asetat mengalami dispersi yang merata. Ini ditunjukkan bahwa tidak terdapatnya aglomerasi yang terdapat pada hasil foto

a b

(54)

morfologi. Hal ini mungkin disebabkan adanya kompatibilitas antara polimer PP/kitosan dengan plastisiser PGA karena kompatibilitas yang baik menunjukkan campuran plastisiser dan polimer yang homogen (Chattopadhyay, 2000).

4.3 Karakterisasi Biodegradasi

Biodegradasi adalah salah satu metode degradasi bahan polimer dengan menggunakan mikroorganisme seperti bakteri. Dimana pada penelitian ini telah dilakukan uji biodegradasi dengan menggunakan bakteri EM4. Film plastik PP/kitosan, PP/kitosan-gliserol dan PP/kitosan-PGA direndam dalam larutan EM4 2% , dimana bakteri EM4 telah diaktivasi selama 3 hari dengan media larutan mollase. Masa perendaman dilakukan selama 10 hari dengan suhu 40 oC. Pemilihan suhu ini dikarenakan EM4 dapat bekerja optimum pada suhu 40-50 o

Hasil degradasi yang terjadi pada film plastik PP/kitosan, PP/kitosan-gliserol dan PP/kitosan-PGA ditunjukkan dengan penentuan pengurangan berat massa sebelum dan sesudah massa perendaman pada film. Hasil degradasi ditunjukkan pada tabel 4.4

C (Siti, 2000).

Tabel 4.4 Persentase degradasi film plastik PP/kitosan, PP/kitosan-gliserol dan PP/kitosan-PGA

Sampel W sebelum

(g)

W sesudah (g)

% degradasi (%)

PP-g-MAH 0,3672 0,2520 31,37

PP/kitosan 10% 0,4662 0,2454 36,00

PP/kitosan 20% 0,4352 0,2680 38,04

PP/kitosan 10%-gliserol 0,4876 0,1319 53,16 PP/kitosan 20%-gliserol 0,3427 0,2284 61,51

(55)

PP/kitosan 10%-PGA 0,4876 0,1204 65,42

PP/kitosan 20%-PGA 0,3427 0,0787 71,18

Berdasarkan tabel di atas hasil biodegradasi menunjukkan bahwa semua sampel mengalami biodegradasi. Tetapi hasil biodegradasi yang paling optimum terdapat pada sampel PP/kitosan 20%-PGA. Terjadi pengurangan massa sampel dari 0,3427 g menjadi 0,0787 g. Hal ini disebabkan karena kemampuan bakteri EM4 untuk menguraikan senyawa-senyawa organik (Indriani, 2011). Hubungan antara % degaradasi dari masing-masing sampel digambar pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik Persentase Pengurangan Massa Film Plastik PP/Kitosan

Hasil uji biodegradasi menggunakan bakteri EM4 pada perendaman sampel selama 10 hari ditandai dengan terjadinya penurunan massa film. Pengurangan ini terjadi akibat proses dekomposisi bahan organik dengan bakteri EM4 (Nyoman P, 2010). Hasil biodegradasi yang diperoleh menunjukkan bahwa degradasi optimum terdapat pada film PP/kitosan-PGA dengan persen pengurangan berat adalah 71,18%.

(56)

Hal ini disebabkan karena komposisi penyusunnya yang baik terdapat pada penambahan plastisiser PGA dimana plastisiser PGA menyebabkan partikel-partikel kitosan terdispersi merata pada matriks polipropilen sehingga semakin banyaknya senyawa organik yang dapat diurai oleh bakteri EM4. Demikian juga pada film PP/kitosan-gliserol mengalami degradasi dengan angka persentase yang tidak jauh dengan PP/kitosan-PGA. Hal ini disebabkan jenis plastisiser yang digunakan pada pembuatan film merupakan jenis plastisiser yang mudah terbiodegradasi oleh mikroorganisme (Marhanah, 2008). Meskipun jika dilihat dari penyusun keseluruhan film dapat diketahui bahwa keseluruhan film dengan variasi komposisi merupakan senyawa organik sehingga memungkinkan bakteri EM4 dapat menguraikan film tersebut.

Urutan % degradasi sampel dari yang paling optimum sampai yang minimum adalah sampel dengan komposisi PP/kitosan 20%-PGA (71,18 %) dan PP-g-MAH (31,37 %).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya saing pada klaster Senenan adalah sebagai berikut: Hipotesis 1 diterima, artinya, konstruk

Kalangan media massa sendiri harus memberikan penyebaran tentang media massa yang sehat yaitu “Media massa yang sehat secara ideal adalah media massa yang melaksanakan

Hasil pertemuan Ikatan Geografi Indonesia (IGI) di Yogyakarta 13 Ok- tober 2001 di Wisma LPP, dilanjutkan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IGI di Malang 23-24 Oktober 2001,

Tingginya tingkat resiliensi siswa kelas XI SMA N I Wuryantoro Tahun ajaran 2015/2016 dapat juga disebabkan oleh faktor individual yaitu kemampuan kognisi yang baik, konsep diri

Tindakan passing off dalam system hukum merek di Indonesia dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran merek dengan lebih dekat kepada Pasal 91 Undang- Undang

Indikasi ini memperkuat kesimpulan sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa sistem akuifer karst Mataair Ngeleng memiliki karakter respon debit yang cepat terhadap curah

Penelitian pengelolaan keuangan keluarga pengusaha etnis Cina dilakukan dengan menganalisis penelitian-penelitian terdahulu didukung dengan sumber terpercaya yang memiliki

Adanya permasalahan teknis pertanian di Indonesia juga menjadi kendala dalam hal produksi pertanian nasional. Beberapa permasalahan teknis pertanian Indonesia yaitu : 1)