PENGARUH ClO2 STRENGHT TERHADAP BRIGHNESS PULP DI MENARA KHLORIN DIOKSIDA PADA UNIT BLEACHING PLANT
DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA
TUGAS AKHIR
APRI SUSIANTO TIOPAN SITORUS
112401023
PROGRAM STUDI D3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH ClO2 STRENGHT TERHADAP BRIGHNESS PULP DI MENARA KHLORIN DIOKSIDA PADA UNIT BLEACHING PLANT
DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya
APRI SUSIANTO TIOPAN SITORUS
112401023
PROGRAM STUDI D3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Pengaruh ClO2 strenght terhadap brightness pulp di menara khlorin dioksida pada
unit bleaching plant adalah pemutihan tahap pertama, bermula dari pulp berwarna coklat menjadi putih dengan pemakaian ClO2. Pemutihan dilakukan dengan dua kali
pencampuran pada pulp antara ClO2 flow 1 dan 2 dalam liter per menit dengan
konsistensi pulp sebesar 5%. Hasil pembahasan yang diperoleh bahwa pengaruh ClO2
ABSTRACT
Effect of ClO2 strenght to pulp brightness in tower of chlorine dioxide at unit of
bleaching plant is whitening of first phase, begining from brown pulp become to turn white with usage ClO2 flow 1 and 2 in liter per minute with consistency of pulp equal
5%. Result of obtained solution that effect of ClO2 strenght for gift which not
PENGHARGAAN
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasih setiaNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Dengan menyusun Tugas Akhir ini, merupakan syarat menuntaskan dan melengkapi program Diploma III Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara.
Penulis telah menyadari sepenuhnya ada banyak terdapat kesalahan dalam karya ilmiah ini, terutama untuk penyusunan dan pengertian kata. Maka kiranya pembaca memaklumi Tugas Akhir ini dan diharapkan membangun kritik dan saran untuk Tugas Akhir ini.
Dalam Penulisan Tugas Akhir ini, penulis mendapatkan banyak dukungan moral dan materi dari orang-orang di sekeliling penulis selaku orang tua, dosen dan kerabat-kerabat penulis sendiri, maka dari itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan panjang umur buat penulis untuk menyelesaiakan tugas akhir ini.
2. Kedua Orangtua saya tercinta dan tersayang, Bapak S. Sitorus dan Mamak S. Saragih serta Sista-sista tersayang, Martha Nani Leanna Sitorus, Tiur Niida Sitorus, juga adikku tercinta Reyna Chrismonica Sitorus dan Rizky Christiano Sitorus serta keluarga-keluarga ku yang juga selalu memberikan dorongan semangat dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku Ketua Program Studi D3 Kimia
Industri, jurusan Kimia, Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Dr. Saharman Gea, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Terkhusus buat teman-teman seperjuangan dan sependeritaan Adolf Napitupulu, Ricardo Napitu, Hermanto Simanjuntak, Yongki Panjaitan, Tioful Hutasoit, Manogari Panjaitan, dan Simson Tampubolon yang selama ini mengisi hari-hari kuliah yang penuh suka dan duka.
9. Buat teman-teman PKL seperjuangan, Adolf Napitupulu, Darson Buulolo, Dendius, Yohana Sitanggang, Wynda Simangunsong, Elisabeth Sipayung, Eva Tarigan, Vitri Sihombing, dan Hernita Saragih yang selama memberi semangat buat penulis.
10.Teman seluruh D3 Kimia 011 terkhusus teman Kimia Industri yang memberi semangat dan pengalaman yang menyenangkan buat penulis. 11.Buat teman-teman seperjuangan di kost Dolomite Camp yang selama ini
membantu memberikan semangat buat penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
12.Untuk Bapak dan Ibu Dosen Yang memberi sumbangsih ilmu pengetahuan dan teori pendidikan selama kuliah.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna, maka penulis ingin sekali menerima kritk dan saran yang membangun untuk mencapai kesempurnaan dari tugas akhir ini dan penulis berharap kiranya tugas akhir ini dapat berguna bagi pembaca.
Medan, Juni 2014
DAFTAR ISI
2.2 Penggolongan Pohon 6
2.2.1 Kayu Daun Lebar 6
2.4 Penelitian Komponen Kayu 9
2.4.1 Zat-zat Makromolekul 9
2.5 Analisis Kayu 9
2.5.1 Metoda Delignifikasi 9
2.6 Pembuatan Pulp 10
2.6.2 Pembuatan Pulp Dengan Semi-Kimia 11 2.6.3 Pembuatan Pulp Dengan Proses Kraft 11 2.7 Proses Pembuatan Pulp Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk 12
2.7.2.1 Persiapan Kayu 12
2.7.2.2 Pemasakan (Digester) 13
2.7.2.3 Pengisian Chip (Chip Filling) 13
2.7.2.4 Prehydrolisis 13
2.7.2.5 Chip Liquor 14
2.7.2.6 Tahap Pemasakan 14
2.7.2.7 Blow Tank 15
2.8 Washing And Screening 15 2.9 Proses Pemutihan Pulp (Bleaching) 16
2.10 Pengelantangan 16
2.10.1 Kimia Dasar Pemutihan 16
2.10.2 Teori Pemutihan 17
2.10.3 Pengelantangan Dalam Suasana Asam 17
2.11 Tahapan Proses Pemutihan 19
2.11.1 DO (Tahap Khlorin Dioksida Pertama) 20 2.11.2 EOP (Tahap Ekstraksi Peroksida) 20 2.11.3 D1 (Tahap Khlorin Dioksida Kedua) 21 2.11.4 EP2 (Tahap Ekstraksi Peroksida Kedua) 21
2.12 Pulp Machine 21
2.13 Khlorin Dioksida 22
2.13.1 Reaksi Khlorin Dengan Lignin 22
2.13.2 Ringkasan Tahap Khlorin Dioksida 23
2.14 Pemampatan Dan Pencairan Khlor 23
BAB 3. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat Dan Bahan 24
3.1.1 Peralatan 24
3.1.2 Bahan 24
3.2 Prosedur 25
3.2.1 Penentuan Brightness 25
3.2.2 Prosedur Penentuan ClO2 Dalam Gram Per Liter 26
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 27
4.1.1 Perhitungan 29
4.2.2 Pembahasan 30
5.1 Kesimpulan 38
5.2 Saran 39
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Pengaruh waktu Pemberian ClO2 Secara Seragam 28
Tabel 4.2 Pengaruh waktu Pemberian ClO2 Secara Tidak Seragam 28
Tabel 4.3 Metode Least Square Tidak seragam 31
Tabel 4.4 Metode Least Square Seragam 31
Tabel 4.5 Analisa Regresi Linier Tidak Seragam 37
ABSTRAK
Pengaruh ClO2 strenght terhadap brightness pulp di menara khlorin dioksida pada
unit bleaching plant adalah pemutihan tahap pertama, bermula dari pulp berwarna coklat menjadi putih dengan pemakaian ClO2. Pemutihan dilakukan dengan dua kali
pencampuran pada pulp antara ClO2 flow 1 dan 2 dalam liter per menit dengan
konsistensi pulp sebesar 5%. Hasil pembahasan yang diperoleh bahwa pengaruh ClO2
ABSTRACT
Effect of ClO2 strenght to pulp brightness in tower of chlorine dioxide at unit of
bleaching plant is whitening of first phase, begining from brown pulp become to turn white with usage ClO2 flow 1 and 2 in liter per minute with consistency of pulp equal
5%. Result of obtained solution that effect of ClO2 strenght for gift which not
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bleaching adalah proses pemutihan dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang
digunakan oleh manusia untuk menghilangkan noda-noda, kotoran yang melekat pada
bahan yang berwarna. Penggunaan bahan bleaching telah banyak diketahui oleh
banyak orang dengan pemakaian kaporit (kalium hypoklorit). Pada saat ini,
pemanfaatan bleaching telah dikembangkan di pabrik ataupun industri seperti rayon,
kertas, karton dan lain-lain.
Di Sumatera Utara telah berdiri pabrik kertas yang berada di Porsea bernama
PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk. Bahan baku di pabrik ini adalah kayu seperti kayu
keras (Hard Wood) maupun kayu lunak (Soft Wood). Bertujuan menghasilkan bubur
pulp menjadi lembaran pulp (Sheet Pulp). Untuk menghasilkan lembaran pulp yang
baik, pulp diolah dengan berbagai tahap pengolahan. Lembaran pulp memiliki derajat
kecerahan (Brightness) berdasarkan ISO dan memiliki kerapatan serat pada pulp
(Viscosity). Sebelum dilakukan pemutihan, pulp diawali dengan pemasakan dalam
digester untuk memisahkan lignin dari selulosa dan hemiselulosa, kemudian pulp
tersebut dicuci dan disaring. Pulp yang masih coklat akan diputihkan di unit
bleaching,dan dijadikan lembaran pulp di unit pulp mesin. Pemakaian bahan kimia di
bleaching adalah klorin dioksida, natrium dioksida, klorida dioksida, oksigen, sulfur
Bahan-bahan kimia tersebut dipakai dengan beberapa tahapan (stage)
Khlorin dioksida stage
Di tahap ini pemakaian ClO2 di optimumkan untuk mendegredasi lignin
secara optimal dengan consistensi pulp 5%. Perubahan kecerahan mulai terlihat pada
tahap ini.
Ekstraksi Oksidasi Peroksida stage
Setelah melalui DO stage pemakaian H2O2 , O2 , NaOH terjadi disini.
Bertujuan menaikkan kecerahan secara bertahap, pengenceran pulp berkisar 10%.
Khlorin dioksida 1
Pulp dengan kecerahan 85o berlangsung di sini. Pemakaian ClO2 sedikit di
tahap ini. Bertujuan untuk meningkatkan kecerahan yang optimum tanpa
mempengaruhi viscosity.
Ekstraksi Peroksida 2
Di stage ini pemakaian hidrogen peroksida kembali dengan dosis sedikit
namun tanpa bantuan oksidator O2. Kecerahan yang optimal berkisar 88-89o
berdasarkan ISO di tahap ini.
Di unit bleaching penting untuk pengawasan varibel-variabel yang akan
terjadi seperti temperatur, pH, consistensi (CY) pulp, waktu tinggal, pengembalian
warna, pemakaian serta konsentrasi bahan kimia yang ditentukan. Pemakaian bahan
kimia yang paling terpenting, salah satunya ClO2 yang telah ditentukan konsentrasi
sebagai GPL (Gram Per Liter). Konsentrasi (strenght) yang telah ditentukan akan
mempengaruhi pemberian jumlah alir ClO2 secara variasi. ClO2 adalah campuran air
dan terdiri dari Cl2 kurang lebih 16 %. Konsentrasi (strenght) ini sangat erat
hubungan nya dengan jumlah alir ClO2 dalam Liter Per Menit khusus nya di DO
stage yang akan menaikkan kecerahan sekitar 46-58o berdasarkan ISO dan ClO2
bekerja mengoksidasi lignin dengan kuat dan sedikit menganggu serat pulp tersebut
dengan consistensi berkisar 5 % akan dilakukan pencampuran sebanyak dua kali agar
reaksi pulp dengan ion klorat terjadi secara homogen. Berdasarkan masalah tersebut
maka penulis tertarik untuk mengambil judul “PENGARUH ClO2 STRENGHT
TERHADAP BRIGHTNESS PULP DI MENARA KHLORIN DIOKSIDA PADA
UNIT BLEACHING PLANT DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA”
I.2 Rumusan Masalah
Untuk mendapatkan standar pemutihan yang baik untuk bubur kertas (pulp)
sesuai ketentuan International Standarization Organization (ISO). Maka dari itu
penggunaan bahan kimia pemutih perlu diawasi khususnya ClO2 strenght
(konsentrasi) di menara khlorin dioksida. Apakah pemberian ClO2 strenght untuk
nilai (rate) antara yang seragam dan tidak seragam berkisar 42-58o berdasarkan ISO
memilki hubungan terhadap peningkatan angka derajat kecerahan pulp (brightness)
dan berpengaruh terhadap pemakaian ClO2 berlebih ditahap selanjutnya.
I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh ClO2 strenght dalam pemberian yang tidak seragam
untuk pemutihan pulp memiliki hubungan terhadap peningkatan angka derajat
2. Untuk mengetahui pengaruh ClO2 strenght dalam pemberian yang seragam untuk
pemutihan pulp memiliki hubungan terhadap peningkatan angka derajat kecerahan
pulp (brightness) di menara khlorin dioksida.
3. Untuk mengetahui mengapa ClO2 sebagai bahan kimia pemutih pulp lebih sering
digunakan oleh industri kertas sampai saat ini.
I.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui apakah pemberian ClO2 strenght (konsentrasi) secara seragam
dan tidak seragam berpengaruh terhadap pemutihan pulp di menara khlorin
dioksida.
2. Untuk mengetahui penambahan ClO2 strenght memiliki hubungan berbanding
lurus dengan peningkatan angka derajat kecerahan pulp dalam pemberian secara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kayu
Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah
yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Pengertian
kayu disini ialah sesuatu bahan, yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon
di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan
bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk suatu tujuan penggunaan
(Dumanauw, 1993)
Kayu dan Pohon yang menghasilkannya dibagi ke dalam dua kategori:
kayu-keras dan kayu-lunak. Secara botanis, pohon dari kayu-kayu-keras berbeda dengan pohon
dari kayu-lunak. Keduanya termasuk didalam divisi botani spermatophyta, yang
berarti tumbuhan berbiji (Haygreen dan Bowyer, 1996)
Pengamatan kayu tanpa alat bantu optik menunjukkan bahwa tidak hanya
terdapat perbedaan-perbedaan antara kayu lunak dan kayu keras maupun antara
berbagai spesies. Kayu lunak menunjukkan suatu struktur yang relatif sederhana
karena terdiri atas 90-95% trakeid, yang merupakan sel-sel yang panjang dan tipis
dengan ujung-ujung tertutup yang pipih dan meruncing. Kayu keras mempunyai
Kayu keras berpori baur dan berpori melingkar dapat dibedakan berdasarkan susunan
dan diameter pembuluh. (Fengel dan Wegener, 1995)
2.2 Penggolongan Pohon
Secara umum pohon dapat dikelompokkan menjadi dua : kayu daun lebar dan
kayu daun jarum yang memiliki pembagiannya masing-masing.
2.2.1 Kayu daun lebar
Kayu-keras adalah angiosperm berdaun lebar (yang umumnya berubah warna
dan tanggal pada musim gugur di daerah beriklim sedang) dan memproduksi
biji-bijinya di dalam buah batu, buah polongan atau badan-badan buah yang lain.
Jenis-jenis pohon kayu keras termasuk kelas dikotil. Pohon-pohon yang termasuk di dalam
genus pohon kayu-keras di belahan bumi utara ialah Quercus (oak), Fraxinus (ash),
Ulmus (elm), Acer (maple), Betula (birch), Fagus (beech) dan Populus (Cooton
wood, aspen). Pohon-pohon yang termasuk kelas momokotil ialah palma dan yucca
(Haygreen dan Bowyer, 1996)
2.2.2 Kayu daun jarum
Daun jarum mencirikan pohon kayu lunak. Pohon-pohon seperti itu umumnya
dikenal sebagai pohon yang selalu hijau karena memang selalu berdaun hijau
sepanjang tahun dan hanya sebagian saja dari daunnya yang tanggal. Kebanyakan
kayu lunak mempunyai buah bersisik yang berbentuk seperti kerucut (cone) (biji
diproduksi di dalamnya). Termasuk di dalam keluarga kayu-lunak di belahan bumi
(hemlock), sequoia (redwood), Taxus (yew), Toxodium (cypress), dan Pseudotsuga
(Douglas fir) ( Haygreen dan Bowyer, 1996)
Kayu daun jarum mempunyai struktur yang lebih sederhana daripada kayu
daun lebar. Pada kayu daun jarum, jumlah jenis selnya lebih sedikit dan kombinasi
bentuk-bentuk jaringannya juga lebih sederhana. Jumlah jenis kayu daun jarum
(Konifer) di Indonesia hanya sedikit dibandingkan jenis kayu daun lebar (Dumanauw,
1993)
Kayu-kayu lunak termasuk dalam kelompok pohon yang dikenal sebagai
konifer (gymnospermae), daun-duannya berbentuk jarum dan berbiji terbuka,
sedangkan kayu keras tergolong dalam kelompok pohon yang dikenal sebagai
pohon-pohon berdaun lebar (angiospermae), mempunyai daun-daun lebar, berbiji tertutup
(Stefford dan Mcmurdo, 1983)
2.3 Komponen Kimia Kayu
Kayu adalah suatu karbohidrat yang tersusun terutama atas karbon, hidrogen
dan oksigen. Tambahan pula kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal
setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi pada kondisi oksigen melimpah; residu
semacam ini dikenal sebagai abu. Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang
tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium,
mangan dan silikon. Unsur-unsur penyusun kayu tergabung dalam sejumlah senyawa
organik : selulosa, hemiselulosa dan lignin (Haygreen dan Bowyer, 1996)
2.3.1 Selulosa
Selulosa merupakan struktur sel-sel dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu
selulosa yang tinggi terdapat dalam rambut, biji (kapas, kapok) dan serabut kulit
(rami, flax, henep); lumut, ekor kuda, dan bakteria mengandung sedikit selulosa.
Selulosa bahkan dapat diperoleh dalam dunia binatang : tunicin, zat kutikula tunicate,
adalah identik dengan nabati ( Fengel dan Wegener, 1995)
Selulosa bahan kristalin untuk membangun dinding-dinding sel. Bahan dasar
selulosa ialah glukosa dengan rumus C6H12O6. Molekul-molekul glukosa disambung
menjadi molekul-molekul besar, panjang dan berbentuk rantai dalam susunan
menjadi selulosa. Seluosa merupakan bahan dasar yang penting bagi industri-industri
yang memakai selulosa sebagai bahan baku, misalnya pabrik kertas (Dumanauw,
1993)
2.3.2 Hemiselulosa
Hemiselulosa juga merupakan polimer-polimer gula. Berbeda dengan glukosa
yang terdiri hanya dari polimer glukosa, hemiselulosa merupakan dari lima bentuk
gula yang berlainan yaitu: glukosa, mannosa, xylosa, galaktosa, dan arabinosa. Rantai
hemiselulosa lebih pendek dengan rantai selulosa, karena hemiselulosa mempunyai
derajat polimerisasi yang lebih rendah. Molekul hemiselulosa terdiri dari 300 unit
gugus gula. Berbeda dengan selulosa, polimer hemiselulosa berbentuk tidak lurus,
tapi merupakan polimer-polimer bercabang, yang berarti hemiselulosa tidak akan
dapat membentuk struktur kristal dan serat mikro seperti halnya selulosa. Pada proses
pembuatan pulp hemiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan selulosa
(Anonim, 2003)
Lignin merupakan bagian yang bukan karbohidrat, sebagai persenyawaan
kimia yang jauh dari sederhana, tidak berstruktur, bentuknya amorf. Dinding sel
tersusun oleh suatu rangka molekul selulosa, antara lain terdapat pula lignin. Kedua
bagian ini merupakan satu kesatuan yang erat, yang meyebabkan dindimg sel menjadi
kuat yang menyerupai beton bertulang besi (Dumanauw, 1993)
2.3.4 Ekstraktif
Kayu biasanya mengandung berbagai zat-zat dalam jumlah yang tidak banyak
yang disebut dengan istilah “ extractive”. Zat-zat ini dapat diambil atau dipisahkan
dari kayu apakah dengan memakai pelarut air maupun pelarut organik seperti eter dan
alkohol. Asam-asam lemak, asam-asam resin, dan gugus penol adalah merupakan
beberapa grup yang juga merupakan extractive. Kebanyakan dari ekstraktif itu
terpisahkan dalm proses pembuatan pulp dengan cara proses produksi pulp (Anonim,
2003)
2.4 Penelitian Komponen Kayu 2.4.1 Zat-zat Makromolekul
Sepanjang menyangkut komponen kimia kayu, maka perlu dibedakan antara
komponen-komponen makromolekul utama dinding sel selulosa, poliosa
(hemiselulosa) dan lignin, yang terdapat pada semua kayu, dan komponen-komponen
minor dengan berat molekul kecil (ekstraktif dan zat-zat mineral), yang biasanya
lebih berkaitan dengan jenis kayu tertentu dalam jenis dan jumlahnya. Perbandingan
sedangkan selulosa merupakan komponen yang seragam pada semua kayu (Fengel
and Wegener, 1995)
2.5 Analisis Kayu
2.5.1 Metoda Delignifikasi (Penyediaan Holoselulosa)
Ritter dan Kurth (1933) adalah orang yang pertama kali menggunakan pengertian
holoselulosa untuk produk yang dihasilkan setelah lignin dihilangkan dari kayu.
Delignifikasi yang ideal adalah penghilangan total lignin tanpa serangan bahan kimia
terhadap polisakarida, namun tidak ada prosedur delignifikasi yang memenuhi
persyaratan tersebut. Tiga kriteria penting yang dapat digunakan untuk
mendefenisikan holoselulosa :
1. kandungan lignin rendah
2. hilangnya polisakarida minimal
3. degredasi oksidatif dan hidrolitik selulosa minimal
Dua metoda umum yang digunakan dalam penyediaan holoselulosa pada skala
laboratorium yaitu :
a. klorinasi, termasuk ekstraksi bergantian dengan larutan alkohol panas organik
(misal ASTM Standard D 1104-56)
b. delignifikasi dengan larutan natrium klorit yang diasamkan.
Metoda yang pertama kali yang menggunakan klor sebagai bahan delignifikasi
mula pertama diketengahkan oleh Ritter dan Kurth (1933) (Fengel dan Wegener,
1995)
Menurut Van Daam (2002) serat yang mempunyai kualitas baik adalah serat yang
satu cara untuk meningkatkan kualitas tersebut adalah dengan proses pemutihan
(Bleaching) (kutipan Achmad_Wildan.pdf-Adobe Reader, 2010)
2.6 Pembuatan Pulp
Proses pemisahan serat selulosa dari bahan-bahan yang bukan serat didalam
kayu dapat dilakukan dengan cara atau proses yaitu :
2.6.1 Pembuatan Pulp Dengan Proses Mekanik (Mechanical Pulping)
Proses pengasahan kayu dimana kayu gelondong yang dikuliti diperlakukan
dalam batu asah yang berputar dengan diberi semprotan air merupakan dasar
pembuatan pulp mekanik. Disamping serat yang utuh, bahan kayu dirobek-robek
dalam bentuk bagian-bagian serat yang rusak. Kerusakan secara fisik ini tidak dapat
dihindari dan karena itu kekuatan kertas yang dibuat dari pulp-pulp mekanik adalah
pemakaian energi yang tinggi dan praktis dan hanya kayu-kayu lunak sebagai bahan
baku (Sjostrom, 1995)
2.6.2 Pembuatan Pulp Dengan Proses Semi Kimia (Semi-Chemical Pulping)
Proses-proses pembuatan pulp secara semi kimia pada dasarnya ditandai
dengan perlakuan kimia yang didahului dengan tahap penggilingan secara mekanik.
Biasanya bahan limia yang digunakan pada proses ini adalah natrium sulfat. Suhu
pemasakan tergantung pada lamanya pemasakan, tergantung pada cairan pemasak
yang digunakan dan kualitas pulp yang diinginkan (Fengel dan Wegener, 1995)
2.6.3 Proses Pembuatan Pulp Dengan Proses Kraft
Proses pembuatan pulp yang paling banyak dipakai saat ini adalah proses
kuat. Kekuatan proses kraft ini dikarenakan adanya bahan kimia yang terkandung
dalam larutan pemasak yang disebut “sulfidity”.
Keuntungan-keuntungan dari proses kraft (sulfat) ini yaitu :
1. Pulp yang dihasilkan mempunyai kekuatan yang tinggi
2. Dapat dipakai untuk proses pembuatan pulp dari bahan baku yang berbeda
3. Tersedia bahan kimia pengganti dengan alternatif dan harganya tidak mahal
4. Tersedianya peralatan-peralatan operasi yang standart
5. Dampak pencemarannya bisa dikatakan sangat rendah
6. Pendaur ulangan bahan kimia yang sangat efisien
7. Dapat dihasilkan berbagai jenis pulp (Anonim, 2003)
2.7 Proses Pengolahan Pulp Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk 2.7.1 Proses Persiapan Kayu (Wood Preperation)
Proses produksi pulp dimulai dari proses penebangan kayu sebagai bahan
baku pada pembuatan pulp Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk saat ini menggunakan
Eucallyptus sebagai bahan baku dalam pembuatan pulp. Perusahaan memiliki
departemen kehutanan dimana ditanami dengan tanaman Eucallyptus pada area yang
begitu luas dan akan dewasa kira-kira tujuh sampai delapan tahun.
Kayu yang telah ditebang, dibawa kelokasi pabrik dengan menggunakan
truk-truk pengangkut kayu. Kayu-kayu tersebut berasal dari hutan yang dikelola oleh
perusahaan kemudian kayu tersebut dibongkar dengan menggunakan sebah goliath
crane yang besar yang berada di tempat penimbunan kayu (wood yard).
Gelondongan-gelondongan kayu tersebut selanjutnya dikuliti kemudian
disebut dengan chip. Antar kayu berserat pendek dan berserat panjang dilakukan
pemisahan karena kedua jenis kayu tersebut tidak dapat dimasak secara bersamaan
dalam satu digester. Sebuah alat pengolahan kayu yang baru berkapasitas 250 m3/jam
relah beroperasi sejak tahun 1993. Serpihan kayu tersebut kemudian dikirim ke
tungku kayu yang lazimnya disebut dengan Digester Batch dengan menggunakan
sebuah belt conveyor (Anonim, 2003)
2.7.2 Pemasakan (Digester)
Digester adalah sebuah bejana bertekanan yang didalamnya serpihan kayu
(chip) dimasak dalam jumlah tertentu larutan kimia serta dengan panas tekanan untuk
memisahkan bagian-bagian yang berupa serat kayu dari bagian-bagian yang bukan
serat dengan cara melarutkan bagian yang terakhir itu. Prosesnya dinamai
“COOKING” ada beberapa tahap-tahap pemasakan yang terjadi pada digester yaitu :
2.7.2.1 Pengisian Chip (Chip Filling)
Chip diangkut dari digester dari tempat penyimpanan atau lapangan chip
dengan menggunakan conveyor. Pengisian chip kedalam digester merupakan langkah
awal dari proses pemasakan dan merupakan satu pekerjaan yang sangat penting pada
proses pembuatan pulp. Digester yang tidak penuh misalnya, akan mengurangi
jumlah pulp yang dihasilkan digester, sebaliknya digester yang terlalu penuh akan
mengakibatkan kesulitan pada peredaran liqour (cairan pemasak) pada saat blow.
Jumlah chip dalam digester harus betul-betul sesuai sehingga ada cukup ruang untuk
tempat liquor dan edarannya. Penggunaan chip packer dimaksudkan untuk
menggoyang dan memadatkan chip jadi lebih banyak chip akan dapat terisi kedalam
2.7.2.2 Tahap Prehydrolisis (Presteaming)
Prehydrolisis merupakan tahapan awal dari proses pemasakan setelah
pengisian chip. Untuk membuat serat rayon dibutuhkan pulp dengan kemurnian pulp
yang sangat tinggi, prehydrolisis dimaksudkan untuk mengelola terlebih dahulu
serpihan kayu sebelum dimasak dengan alkali. Pada proses ini,
kandungan-kandungan yang bukan selulosa yang terdapat dalam kayu, seperti selulosa yang
terpotong-potong dan karbohidrat rantai pendek yang disebut hemiselulosa akan
dikeluarkan dari dalam serpihan kayu. Pada proses pemasakan alkali ditahap
berikutnya akan diperoleh pulp dengan kemurnian yang lebih tinggi. Proses
prehydrolisis dipertahankan pada temperatur 165oC dan tekanan 6.0 kg/cm2 selam 60
menit (Anonim, 2003)
2.7.2.3 Pengisian Liquor (Liqour Filling)
Pada proses pengisian liqour dilakukan setelah prehydrolisis dimana pada
proses pengisian liquor dilakukan segara setelah pengisian chip. Larutan pemasak
panas dimasukkan kedalam digester dengan temperatur 120oC harus dengan
perbandingan yang sesuai sebagaimana dibutuhkan untuk pemasakan dan black
liqour (lindi hitam) penambah sebagai pengencer juga harus dengan perbandingan
yang sesuai. Penambahan white liquor (lindi putih) didasarkan pada persentase bahan
kimia yang dibutuhkan untuk memasak dengan berat kering kayu yang dimasukkan.
Persentase ini juga tergantung seberapa jauh akan mengurangi kandungan lignin dari
dalam kayu (Anonim, 2003)
Proses pemasakan dilaksanakan setelah penambahan white liqour dan black
liqour kedalam chip dengan perbandingan 75 gram per liter dari NaOH dan 25 gram
per liter Na2S. Digester yang berisi chip dan larutan pemasak dipanaskan hingga
temperatur 170oC dan tekanan mencapai 7 kg/cm2. Pada temperatur dan tekanan ini,
chip dimasak dengan alkali untuk periode waktu tertentu.
Waktu dan temperatur selama pemasakan sangat berpengaruh terhadap
kualitas dari pada pulp, jika chip dimasak dalam jangka waktu yang terlalu lama,
maka akan dihasilkan pulp dengan kualitas yang rendah pula. Temperatur yang
optimum untuk reaksi pemasakan adalah 170oC tidak berpengaruh apa-apa terhadap
kualitas pulp, tetapi diatas 180oC akan mulai terjadi pemutusan rantai dari serat-serat
selulosa, dan pada temperatur 200oC akan sangat jelas pengaruhnya, jadi temperatur
yang diinginkan pada pemasakan adalah 170oC (Anonim, 2003)
2.7.2.5 Pulp Blowing
Setelah pemasakan, bubur pulp yang dihasilkan di blow dialirkan kedalam blow tank
dengan membuka katup pada jalur yang akan dihembuskan dari digester ke blow
tank. Pada saat tekanan di digester turun hingga mencapai tekanan atmosfir, terjadi
pengeluaran gas yang disebut dengan gas blow (Anonim, 2003)
2.8Washing dan Screening
Tahap selanjutnya adalah pencucian dengan tujuan untuk memisahkan cairan
sisa hasil pemasakan dan mengurangi dampak terhadap lingkungan. Washing
digunakan untuk memisahkan serat dari kotoran-kotoran, dimana alat pencuci ini
terdiri dari saringan yang menutupi silinder yang berputar di dalam vat. Prinsip yang
tingkat kebersihan pulp yang dihasilkan setinggi mungkin. Air pencuci menggunakan
shower yang disemprotkan dipermukaan bubur kayu secara terus menerus dan airnya
tersebut turun ke tangki filtrat dengan menggunakan vakum. Pulp bewarna coklat dari
digester plant selanjutnya dicuci dan disaring dimana pulp dibersihkan dari kayu
yang tidak masak (knots) dan dari serat kayu yang tidak terurai (shives). Pulp dicuci
dengan air panas atua dengan air kondensat untuk memudahkan proses pemutihan
pada tahap selanjutnya, pulp hasil pencucian ini dikirm ke unbleach tank. Proses
selanjutnya disaring (screening) agar terbebas dari bahan-bahan pengotor yang dapat
mengurangi kulitas pulp. Proses akhir dari penyaringan berfungsi untuk memisahkan
kotoran-kotoran yang terdapat dalam pulp, kemudian dikirim ke tahap bleaching
plant (Anonim, 2003)
2.9 Proses Pemutihan Pulp (Bleaching)
Proses pemutihan dapat dianggap sebagai suatu lanjutan proses pemasakan
yang dimaksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian pulp. Hal ini dapat
dicapai dengan cara menghilangkan atau memutihkan bahan pewarna yang tersisa
pada pulp. Lignin yang tersisa adalah suatu zat yang paling dominan untuk
menghasilkan warna pada pulp oleh karena itu ini harus dihilangkan atau diputihkan.
Tujuan utama proses pemutihan secara umum dapat diringkaskan sebagai
berikut : memperbaiki brightness, memperbaiki kemurnian, serta degredasi serat
selulosa seminimum mungkin (Sirait, 2003)
2.10Pengelantangan
Proses pemutihan dapat dianggap sebagai suatu lanjutan proses pemasakan
yang dimaksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian dari pulp.
Tujuan utama proses pemutihan secara umum dapat diringkaskan sebagai berikut :
1. Memperbaiki brightness
2. Memperbaiki kemurnian
3. Degredasiserat selulosa seminimum mugkin
Pengurangan kandungan resin didalam pulp juga faktor lain yang penting dalam
proses pemutihan (Sirait, 2003)
2.10.2 Teori Pemutihan
Warna pada pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin
yang tersisa. Penghilangan lignin dapat lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi
akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan merusak serat, jadi menghasilkan
kualitas pulp yang rendah. Penghilangan lignin bentuk-bentuk lignin merupakan
kehilangan sebahagian dari hasil proses pemutihan (Sirait, 2003)
Pemutihan (Bleaching) merupakan proses yang bertujuan untuk
menghilangkan kandungan lignin (delignifikasi) di dalam pulp atau serat sehingga
diperoleh tingkat kecerahan warna yang tinggi dan stabil (Greschik, 2008). Proses
pemutihan serat harus menggunakan bahan kimia yang reaktif untuk melarutkan
kandungan lignin yang ada dalam serat agar diperoleh derajat kecerahan yang tinggi
(Tutus, 2004). Namun demikian, harus dijaga agar penggunaan bahan kimia tersebut
Komponen lignin pada serat selulosa berperan dalam menghasilkan warna (Filbo and
Ulrich, 2002) (kutipan Achmad_Wildan.pdf-Adobe Reader, 2010)
2.10.3Pengelantangan Dalam Suasana Asam
Prosedur pengelantangan dalam suasana asam mengikuti klorinasi dan
perlakuan dengan klor dioksida, hidrogen peroksida, asam peroksiasetat dan ozon.
Klor dioksida, yang sering digunakan dalam gabungan dengan klor (C+D,
D/C, CD), menyebabkan delignifikasi lebih efisien daripada klor, jika dikaitkan
dengan klor aktif yang digunakan. Ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa
berlawanan dengan klor, reaksi-reaksi lignin adalah reaksi oksidatif semata-mata dari
unit lignin fenol CO2 dengan radikal klor dioksida (ClO2), yang diawali dengan
pengikatan hidrogen. Produk oksidasi akhir adalah turunan asam mukonat (tanpa
melepaskan metanol) atau struktur kuinoid. Fragmen-fragmen tersubstitusi-klor
dalam cairan pengelantang klor dioksida harus berasal dari kekuatan klor yang
dilepaskan oleh peruraian parsial klor dioksida (Lindgren 1971; Gierer ;1982)
Klorinasi dilakukan pada konsistensi rendah (3-4%) dan suhu rendah 20-40oC
selama 30-60 menit. Konsentrasi klor merupakan faktor penting karena jika
konsentrasi terlalu tinggi maka reaksi oksidasi juga akan terjadi dengan polisakarida,
yang mengurangi sifat-sifat kekuatan. Suhu lebih tinggi hingga 60oC ternyata dapat
diterima dalam klorinasi konsistensi sedang (sekitar 10%) dan konsistensi tinggi
(30-35%), dalam klorinasi fasa gas, dan apabila klor dioksida digunakan sebagai
tambahan (Hinrich 1962; Liebergott 1965; Gullichsen 1976)
Klor dioksida telah lama dikenal sebagai bahan delignifiksai dan
digunakan dalam proses industri berskala besar karena reaktivitasnya yang tinggi
dalam fasa-gas dan daya racunnya. Namun demikian klor dioksida berangsur-angsur
menggantikan klor pada tahap pertama dari pengelantangan multi-tahap, sedangkan
semula ia digunakan dalam tahap-tahap akhir. Perkembangan ini merupakan hasil
dari beberapa keuntungan dari klor dioksida, misalnya derajat putih tinggi, sifat-sifat
kekuatan meningkat, penggunaan bahan kimia rendah, dan penurunan cukup besar
dalam BOD dari limbah (Fergus 1973; Rapson 1979; Wintzer 1980; Reeve, Rapson
1981; Backstorm, Germgard 1981; Germgard 1982). Pada umumnya pengelantangan
klor dioksida dilakukan pada konsistensi rendah hingga sedang, pada harga-harga pH
3-5, dan pada suhu rendah pada tahap pertama atau pada suhu sekitar 70oC pada
tahap-tahap pertengahan atau tahap akhir selama 3-5 jam (Wegener, 1995)
2.11 Tahapan Proses Pemutihan
Pemutihan yang sudah modern biasanya dilaksanakan secara bertahap dengan
memnfaatkan bahan-bahan kimia dan kondisi-kondisi yang berbeda-beda pada setiap
tahap. Pada umumnya digunakan perlakuan kimia dan secara singkat ditunjukkan
dengan urutan sebagai berikut :
Khlorinasi (C) Reaksi dengan elemen khlorin dalam suatu
media asam.
Ekstraksi Alkali (E) Pemisahan hasil reaksi dengan caustic.
Ekstraksi Oksidasi (E/O) Ekstraksi Oksidasi yang diperkuat dengan
peroksida (E/OP).
Hypokhlorit (H) Reaksi dengan hypokhlorit dalam suasana
Khlorin Dioksida (D) Reaksi dengan khlorin dioksida dalam
suasana asam.
Oksigen (O) Reaksi dengan elemen O2 yang bertekanan
dalam suasana alkali (Sirait, 2003)
Senyawa kimia yang digunakan pada proses pemutihan memecahkan ikatan rangkap
pada rantai panjang tersebut manjadi ikatan tunggal yang tidak menyerap warna).
H C C C C H H C C OH + HO C C H
Colourless
2.11.1 DO (Tahap Khlorin Dioksida)
Tahap khlorinasi adalah tahap pertama di dalam proses pemutihan. Fungsi
dari DO adalah untuk mengeluarkan lignin dari pulp (yang cenderung menimbulkan
warna coklat pada pulp). Tahap ini memiliki bagian yang sangat penting di dalam
proses pemutihan. Jika pulp tidak menerima khlorin yang memadai ini akan sulit
untuk memutihkan pulp yang lebih tinggi. Oleh karena itu, selama tahap khlorinasi
memiliki suatu pengaruh yang menentukan keberhasilan proses pemutihan (Sirait,
2003)
Tahap DO merupakan proses pemutihan tahap I yaitu menghilangkan
sebagian kandungan lignin yang terdapat dalam pulp dengan menggunakan bahan
kimia ClO2 dengan temperatur 70oC, selanjutnya dicuci dan disaring untuk
memisahkan cairan kimia dan kandungan lignin dari pulpnya, kemudian pulpnya
dikirim ke tahap pemutihan selanjutnya (Anonim, 2003)
Tahap kedua pada bleaching plant dengan banyak tahapan dan ini merupakan
tahap pemurnian dari tahap khlorinasi. Tujuan utama dari alkali ekstraksi adalah
melarutkan komponen-komponen penyebab warna yang kemugkinan besar larut
dalam larutan alkali yang hangat berdasarkan kerja dari bahan-bahan kimia yang
digunakan terhadap sebahagian pemutihan (Sirait, 2003)
Tahap EOP merupakan proses pemutihan tahap II yaitu untuk mengekstraksi
lignin-lignin yang masih tersisa didalam pulp dari proses pemutihan sebelumnya
dengan menggunakan bahan kimia NaOH (natrium hidroksida), H2O2 (hidrogen
peroksida) dan O2 (oksigen) pada temperatur 85oC. Selanjutnya dicuci dan disaring
untuk memisahkan cairan kimia dari kandungan lignin dari pulpnya, kemudian
pulpnya dikirim ke tahap pemutihan selanjutnya (Anonim, 2003)
2.11.3 D1 (Tahap Khlorin Dioksida Kedua)
Tahap D1 merupakan proses pemutihan tahap III dimana pulp dari tahap II
diputihkan kembali untuk mendapatkan derajat brightness yang diinginkan, dengan
menggunakan bahan kimia ClO2 pada temperatur 80oC selanjutnya dicuci dan
disaring untuk memisahkan cairan dari kandungan lignin dari pulpnya, kemudian
pulpnya dikirim ke tahap pemutihan selanjutnya (Anonim, 2003)
2.11.4 EP2 (Tahap Ekstraksi Peroksida Kedua)
Tahap EP2 merupakan proses pemutihan tahap IV prosesnya sama dengan
tahap II dimana pulp dari tahap khlorin dioksida diputihkan kembali supaya
mendapat yang lebih tinggi dari tahap III yang digunakan adalah H2O2 pada
sisa kandungan lignin dari pulpnya, kemudian pulpnya dikirim ke pulp mesin
(Anonim, 2003)
2.12 Pulp Machine
Setelah dari unit bleaching selanjutnya dikirim ke Pulp Machine untuk
dikeringkan. Pulp Machine adalah bagian terpenting dari operasi pabrik pulp yang
mana fungsi utamanya adalah mengambil air sebanyak mungkin atau seefisien
mungkin tanpa merusak lembaran pulp.
Proses utama di pulp machine
1. Bleach Screening yaitu memisahkan partikel-partikel atau kotoran-kotoran yang
bercampur dengan bubur pulp.
2. Wire Fourdrinier yaitu mencetak bubur pulp menjadi lembaran pulp
3. Press Section yaitu memadatkan lembaran pulp dengan cara di press
4. Dryer Section yaitu mengeringkan lembaran pulp
5. Cutter dan Layboy yaitu proses pemotongan lembaran pulp dengan ukuran
tertentu
6. Baling Ball yaitu penataan lembaran pulp menjadi ball dan unit setelah lembaran
pulp di bungkus dan diikat kawat selanjutnya siap untuk dikirim ke pelanggan
(Anonim, 2003)
2.13 Khlorin Dioksida
Khlorin dioksida adalah salah satu bahan kimia pengoksidasi kuat, kerja dari
proses pemutihan ini umumnya dengan cara oksidasi terhadap lignin dan
bahan-bahan berwarna yang lainnya. Ini digunakan untuk memutihkan pulp yang berkualitas
dengan kerusakan pada selulosa yang minimum. Brightness tinggi yang dihasilkan
dengan khlorin dioksida adalah stabil. Pada Bleaching plant, khlorin dioksida
digunakan sebagai suatu larutan gas dalam air (Sirait, 2003)
2.13.1 Reaksi Khlorin Dioksida Dengan Lignin
Reaksi proses pemutihan pada umumnya terjadi antara khlorin dioksida
dengan lignin. Lignin dibuat dalam air dengan reaksi oksidasi penghancur
molekul-molekul lignin yang besar. Khlorin dioksida tidak bereaksi pada kecepatan reaksi
yang berarti terhadap kelompok alifatik jenuh seperti alkohol, amino, asam karboksil,
nitrit, amida dan lain-lain. Ketika khlorin dioksida tidak bereaksi dengan aldehid atau
keton, khlorit terbentuk selama reaksi dengan pulp atau air dilakukan oksidasi aldehid
ke kelompok karboksil dibawah pH 4.5. Dengan demikian karbohidrat tidak
mengalami yang berarti dengan khlorin dioksida (Sirait, 2003)
2.13.2 Ringkasan Tahap Khlorin Dioksida
Khlorin dioksida adalah suatu bahan pemutih bersifat lembut yang hanya akan
berpengaruh terhadap lignin dan memberikan brightness yang tinggi terhadap pulp
tanpa memperlemah kekuatannya. Khlorin dioksida memiliki sebuah elektron yang
tidak berpasangan dengan defenisi sebuah radikal bebas. Sensifitas dari radikal bebas
ini kemungkinan memegang peranan penting terhadap kereaktifannya sebagai suatu
bahan pengoksidasi, bentuk-bentuk khusus dari senyawa organik ditemukan pada
kayu dan pulp, seperti lignin dan asam lemak tidak jenuh. Reaksinya sangat lambat
terhadap karbohidrat dan hanya sedikit berpengaruh terhadap kekuatan pulp (Sirait,
2.14 Pemampatan Dan Pencairan Khlor
Khlor kering dikompresikan sampai tekanan 240 kPa atau kadang-kadang
bahkan 550 kPa. Khlor cair itu disimpan didalam silinder-silinder kecil, silinder 1
ton, pipa atau kereta tangki 50 t yang dikirimkan kepada konsumen besar. Kapal
bargas ukuran 550 t atau 1000 t juga dipakai. Gas sisa atau ” gas tiup” (blow gas)
yang selalu terdapat pada proses ini terdiri dari campuran seimbang antara khlor dan
udara. Gas tiup ini digunakan untuk membuat turunan khlor baik derivatif organik
maupun anorganik dan terutama untuk serbuk pemutih (Austin, 1996)
BAB 3
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat Dan Bahan 3.1.1 Alat
- Alat Penyaringan
- Brightness meter
- Beaker glass 250 ml
- Buchnel funnel
- Corong
- Pengadukan magnetik
- Alat sheet
- Alat vakum
- Oven
- Seterika
- Electronic Refractor Photometre (ELREPHO)
3.1.2 Bahan
- NaOH
- ClO2
- H2O2
- Oksigen
- Air
- Kertas saring
3.2 Prosedur
3.2.1 Penentuan Brightness
- Diambil bubur pulp dari pencucian khlorinasi.
- Dicuci dengan air.
- Ditimbang 20 gram pulp yang basa dan dimasukkan kedalam beaker glass,
kemudian dimasukkan air untuk mengencerkan.
- Diaduk dengan batang pengaduk.
- Diletakkan kertas saring pada buchnel funnel dan dituangkan pulp yang telah
diaduk.
- Diletakkan kertas saring diatasnya dan divakumkan untuk menyedot air.
- Diambil dan dikeringkan dengan seterika hingga permukaan sampel rata.
- Dikeringkan di dalam oven pada suhu 103-1200C kurang lebih 10 menit.
- Diperiksa derajat kecerahan (Brightness) dengan menggunakan alat Electronic
3.2 Prosedur Percobaan
1. Ditambahkan 50 ml larutan natrium tiosulfida, 25 ml larutan buffer, 10%
kalium iodida dan 100 ml air demin kedalam 250 ml erlenmeyer.
2. Dipipet 3,0 ml sampel kedalam campuran diatas dengan ujung dari buret
masuk kedalam campuran.
3. Dititrasi iodium bebas dengan larutan menggunakan 0,1 N [ Na2S2O3] dan
dicatat volume [ml] dari 0,1 N [Na2S2O3] yang terpakai sebagai (A).
4. Ditambahkan 10 ml dari 4 N [H2SO4] dan dibiarkan sampai 2 atau 3 menit.
5. Ditirasi dangan 0,1 N [Na2S2O3], Pada akhir titrasi berwarna kuning
kecerahan, ditambah beberapa indikator starch.
6. Dilanjutkan titrasi sampai perubahan warna (titik akhir) terjadi menjadi tidak
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Dari hasil kerja praktek yang dilakukan di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porseadi
laboratorium didapatkan data-data sebagai berikut :
1. Data analisa pulp sebelum penambahan khlorin dioksida (ClO2) atau sebelum
berada di menara khlorin dioksida.
Sampel berasal dari outlet pulp dari washer #4 :
a. Brightness sampel : 28- 30o ISO
b. Konsistensi pulp : 10%
Konsistensi pulp adalah berat kering serat dalm 100 gram campuran pulp dalam air.
Ini adalah suatu ukuran terhadap konsentrasi bubur pulp.
2. Data analisa pengaruh penambahan Khlorin Dioksida (ClO2) pada menara khlorin
dioksida terhadap brightness di unit bleaching plant PT. Toba Pulp Lestari, Tbk
a. Suhu : 42- 4.50C
b. pH : 1.9- 2.0
c. Larutan ClO2 dengan konsentrasi 6.0- 8.5 gpl
Data yang telah diperoleh dari pabrik untuk pemberian ClO2 yang seragam
Tabel 4.1 Data pengaruh waktu pemberian khlorin dioksida secara seragam terhadap
brightness pulp pada stage khlorin dioksida
No Waktu
Tabel 4.2 Data pengaruh waktu pemberian khlorin dioksida secara tidak seragam
terhadap brightness pulp pada stage khlorin dioksida
4.1.1. Perhitungan
Perhitungan yang telah ditetapkan oleh laboratorium untuk menentukan Khlorin
dioksida strenght (ClO2) adalah
ClO2
[gpl] =
(T−A) x 67.5 x 0.1
12 .………. (4.1)
Keterangan :
A = Volume yang terpakai dari titrasi Natrium tiosulfat pertama
T = Volume yang terpakai dari titrasi Natrium tiosulfat kedua
67.5 = Berat molekul dari ClO2
0.1 = Konsentrasi Natrium tiosulfat
12 = Berat equivalen dari ClO2
ClO2 dapat ditentukan secara laboratorium dalam gram per liter dengan perhitungan
yang berlaku diatas adalah :
[gpl] =(T−A) x 67.5 x 0.1 12
=(15.05−3.25) x 67.5 x 0.1 12
4.2. Pembahasan
1. Menentukan hubungan pemberian ClO2 strenght tidak seragam dan seragam
terhadap peningkatan brightness pulp.
Untuk menentukan hubungan pemberian ClO2 strenght terhadap brightness,
maka terlebih dahulu harus ditentukan antara waktu dan ClO2 strenght di menara
khlorin dioksida. Untuk dapat lebih mengetahui hal tersebut maka dilakukan dengan
cara statistik yaitu melakukan hubungan regresi linier. Untuk pembahasan regresi
umumnya dilakukan dengan perhitungan untuk memperoleh harga-harga konstanta
persamaan garis regresi dan kofisien korelasi.
Regresi linier digunakan untuk mengetahui hubungan pemberian ClO2
strenght tidak seragam dan seragam antar waktu dan pemberian ClO2 strenght.
Regresi linier memiliki persamaan umum yaitu :
Y = a + bX ……… (4.2)
Dimana :
Y = Variabel terikat sebagai ClO2 strenght
X = Variabel terikat sebagai waktu
1. Untuk tidak seragam, diperoleh data sebagai berikut : waktu dinyatakan sebagai
(X) dan ClO2 strenght dinyatakan sebagai (Y).
Untuk memperoleh garis persamaan regresi, terlebih dahulu mengolah data dengan
metode least square dengan tujuan memgetahui nilai (a) dan (b), dari rumus
persamaan diatas yang telah ditentukan.
Tabel 4.3 Data Metode Least Square Untuk Tidak Seragam
No X Y X.Y X2 Y2
1 60 6.6 396 3600 43.56
2 90 6.8 612 8100 46.24
3 120 6.7 804 14400 44.89
4 150 6.8 1020 22500 46.24
∑ 420 26.9 2832 48600 180.93
2. Untuk seragam, diperoleh data sebagai berikut : waktu dinyatakan sebagai (X) dan
ClO2strenght dinyatakan sebagai (Y)
Tabel 4.4 Data Metode Least Square untuk seragam
No X Y X.Y X2 Y2
1 60 7.0 420 3600 49
2 90 7.0 630 8100 49
3 120 7.0 840 14400 49
∑ 420 28.0 2940 48600 49
Dari dua tabel di atas dapat diketahui :
a. Untuk tidak seragam pemberian ClO2strenght :
∑X = 420
Untuk mendapatkan garis persamaan linier maka terlebih dahulu dicari harga
variabel a dan b dengan menggunakan persamaan linier :
Untuk mencari nilai a maka dapat diperoleh dengan cara :
a = (26.9)(48600 )−(420)(2832) 4 (48600 )−(420)2 =1307340−1189440
194400−176400
= 117900 18000
= 6.5
Setelah nilai a diperoleh maka disubstitusikan ke persamaan berikut untuk
memperoleh nilai b :
Dik : X = 60
Y = 6.6
a = Y – bX ……… (4.3)
maka :
6.5 = 6.6 – b (60)
60 b = 6.5 – 6.6
= −0.1
−60 = 0.001
Sehingga dapat diperoleh persamaan hubungan antara waktu dan
ClO2strenght terhadap pemberian yang tidak seragam.
Y = 6.5 + 0.001(X)
Sehingga :
Y = 7 + 0(X)
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan korelasi antara X (waktu) dan Y
(ClO2strenght) maka dapat ditentukan dengan memakai rumus koefisien korelasi (r)
sebagai berikut :
r = �(XY )−(∑X)(∑Y)
��(∑X2)−(∑X)2 .��(∑Y2) −(∑Y)2
………(4.4)
a Untuk pemberian tidak seragam
r = �(XY )−(∑X)(∑Y)
��(∑X2)−(∑X)2 .��(∑Y2) −(∑Y)2
= 4(2832)−(420)(26.9)
�4(48600 ) −(420)2. �4(180.93) −(26.9)2
= 11328−11298
�194400 −176400 . �72372 −72361
= 30
√31.3 . √11
= 30
5.5 . 3.31
= 30 18.205
= 1.64
r = �(XY )−(∑X)(∑Y)
��(∑X2)−(∑X)2 .��(∑Y2) −(∑Y)2
=
4(2940)−(420)(28.0)�4(48600 ) −(420)2. �4(245) −(28.0)2
= 11760−11760
�194400 −176400 . �980 −784
= 0
√31.3 . √28
= 0
5.5 . 5.2
= 0 28.6
= 0
Penentuan waktu yang optimum (sesuai dengan pemberian ClO2 strenght
tidak seragam dan seragam) yang dapat dipergunakan untuk memperoleh angka
brightness pulp yang diinginkan di tahap ini agar tidak maksimal merusak pulp untuk
tahap pemberian berikutnya, khususnya tahap akhir pencapaian sekitar 89-90o
berdasarkan ISO.
Dari konsep yang telah dibahas, diperoleh persamaan garis regresi yang
berbeda antara pemberian ClO2 strenght tidak seragam dan seragam. Harga Y dapat
diperoleh dengan cara mensubsitusikan harga X terhadap persamaan garis regresi
a. Untuk pemberian tidak seragam
misalnya untuk data X1 = 60
Y = 6.5 + 0.001(60)
= 6.5 + 0.06
= 6.56
b. Untuk pemberian seragam
sama halnya dengan yang tidak seragam X1 = 60
Y = 7 + 0(60)
= 7 + 0
= 7
Berdasarkan pembahasan diatas yang telah ditentukan dalam persamaan garis
regresi, memiliki hubungan berbanding lurus terhadap peningkatan angka derajat
kecerahan pulp di dalam waktu yang telah ditentukan. Pengaruh ClO2 strenght untuk
pemberian yang tidak seragam mengalami nilai (rate) yang bertambah seiring dengan
waktu, hal ini berpengaruh terhadap peningkatan brightness sesuai data yang telah
diamati dan diperoleh. Pemberian untuk yang seragam tidak mengalami nilai yang
bertambah tetapi tetap mengalami peningkatan angka derajat kecerahan pulp. Hasil
ini akan berpengaruh terhadap pemakaian ClO2 untuk tahap berikutnya. Pencapaian
brightness di tahap berikutnya akan memaksimalkan jumlah pemakaian ClO2 jika
terjadi penurunan nilai brightness di tahap ini. Dari data yang telah diperoleh bahwa
pengaruh ClO2 untuk seragam dan tidak seragam dapat dilihat pada tabel di bawah ini
:
Data
Xn
X Y
1 60 6.56
2 90 6.59
3 120 6.62
4 150 6.65
Tabel 4.6 Data Tabel Analisa Garis Regresi Linier untuk seragam
Data
Xn
X Y
1 60 7
2 90 7
3 120 7
4 150 7
Jadi pengaruh ClO2strenght didalam pemberian yang seragam terhadap
brightness adalah tetap, dengan waktu yang telah ditentukan dan di dapat persamaan
SBAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penentuan dan pembahasan yang telah diperoleh dan diamati dari hasil data
lapangan di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea dapat diambil kesimpulan bahwa :
1 Pengaruh ClO2 strenght akan semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya angka derajat kecerahan pulp (brightness) pada pemberian
ClO2 strenght secara tidak seragam dalam nilai (rate), untuk mendapatkan
kecerahan pulp yang diinginkan di menara khlorin dioksida. Pemberian
tersebut telah di peroleh dari persamaan garis regresi, hubungan Y = 6.5 +
0.001(60) dengan brightness pulp 42.2o berdasarkan ISO.
2 Pengaruh ClO2 strenght tidak bertambah namun angka derajat kecerahan pulp
(brightness) tetap meningkat pada pemberian ClO2 strenght secara seragam
dalam nilai (rate), untuk mendapatkan kecerahan pulp yang diinginkan di
menara khlorin dioksida. Pemberian tersebut telah di peroleh dari persamaan
garis regresi, hubungan Y = 7 + 0(60) dengan brightness pulp 47.6o
berdasarkan ISO.
3 Penggunaan bahan kimia khususnya khlorin dioksida (ClO2) telah diterapkan
efisien terhadap pencemaran lingkungan dan BOD yang memiliki nilai yang
rendah.
5.2 Saran
1. Jumlah aliran ClO2 (liter per menit) untuk pemberian yang pertama atau kedua
harus selalu diperhatikan, karena ditahap ini banyak mengalami pencapaian
brightness yang tidak baik, serta penggunaan ClO2 yang terlalu dimaksimalkan,
karena kekuatan bahan ini mudah merusak selulosa sehingga hasil rendemen pulp
tersebut tidak baik.
2. Disamping itu juga pemakaian sulfur dioksida (SO2) harus tetap diperhatikan agar
kerja ClO2 tidak begitu maksimal merusak serat pulp didalam delignifikasi lignin
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003. Buku Manual Training Digester Plant. Porsea : Toba Pulp Training and Development Center.
Anonim, 2003. Buku Manual Training Pulp Machine Plant. Porsea : Toba Pulp Lestari Training and Development Center
Anonim, 2003. Buku Manual Training Washing and Screening. Porsea : Toba Pulp Lestari Training and Development Center
Austin, G. I, 1996. Industri Proses Kimia. Jakarta : Penerbit Erlangga
Dumanauw, J. F, 1990. Mengenal Kayu. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Haygreen, J. G dan Bowyer, J. L, 1996. Hasil Hutan Dan Ilmu Kayu. Yogyakarta : UGM (Anggota IKAPI)
Fengel, D dan Wegener, G, 1986. Kimia Ultrastruktur Reaksi-reaksi. Yogyakarta : UGM (Anggota IKAPI)
http:// kutipan Achmad_Wildan.pdf-Adobe Reader, 2010 diakses tanggal 12 april 2014
Sirait, S, 2003. Bleaching Module Training and Development Center. Porsea : Toba Pulp Lestari, Tbk
Sjostrom, e, 1995. Kimia kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan. Edisi Kedua .Yogyakarta : Gadja Mada University Press