• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Clo2 Strenght Terhadap Brighness Pulp Di Menara Khlorin Dioksida Pada Unit Bleaching Plant Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Clo2 Strenght Terhadap Brighness Pulp Di Menara Khlorin Dioksida Pada Unit Bleaching Plant Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kayu

Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Pengertian kayu disini ialah sesuatu bahan, yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk suatu tujuan penggunaan (Dumanauw, 1993)

Kayu dan Pohon yang menghasilkannya dibagi ke dalam dua kategori: kayu-keras dan kayu-lunak. Secara botanis, pohon dari kayu-kayu-keras berbeda dengan pohon dari kayu-lunak. Keduanya termasuk didalam divisi botani spermatophyta, yang berarti tumbuhan berbiji (Haygreen dan Bowyer, 1996)

(2)

Kayu keras berpori baur dan berpori melingkar dapat dibedakan berdasarkan susunan dan diameter pembuluh. (Fengel dan Wegener, 1995)

2.2 Penggolongan Pohon

Secara umum pohon dapat dikelompokkan menjadi dua : kayu daun lebar dan kayu daun jarum yang memiliki pembagiannya masing-masing.

2.2.1 Kayu daun lebar

Kayu-keras adalah angiosperm berdaun lebar (yang umumnya berubah warna dan tanggal pada musim gugur di daerah beriklim sedang) dan memproduksi biji-bijinya di dalam buah batu, buah polongan atau badan-badan buah yang lain. Jenis-jenis pohon kayu keras termasuk kelas dikotil. Pohon-pohon yang termasuk di dalam genus pohon kayu-keras di belahan bumi utara ialah Quercus (oak), Fraxinus (ash), Ulmus (elm), Acer (maple), Betula (birch), Fagus (beech) dan Populus (Cooton wood, aspen). Pohon-pohon yang termasuk kelas momokotil ialah palma dan yucca (Haygreen dan Bowyer, 1996)

2.2.2 Kayu daun jarum

(3)

(hemlock), sequoia (redwood), Taxus (yew), Toxodium (cypress), dan Pseudotsuga (Douglas fir) ( Haygreen dan Bowyer, 1996)

Kayu daun jarum mempunyai struktur yang lebih sederhana daripada kayu daun lebar. Pada kayu daun jarum, jumlah jenis selnya lebih sedikit dan kombinasi bentuk-bentuk jaringannya juga lebih sederhana. Jumlah jenis kayu daun jarum (Konifer) di Indonesia hanya sedikit dibandingkan jenis kayu daun lebar (Dumanauw, 1993)

Kayu-kayu lunak termasuk dalam kelompok pohon yang dikenal sebagai konifer (gymnospermae), daun-duannya berbentuk jarum dan berbiji terbuka, sedangkan kayu keras tergolong dalam kelompok pohon yang dikenal sebagai pohon-pohon berdaun lebar (angiospermae), mempunyai daun-daun lebar, berbiji tertutup (Stefford dan Mcmurdo, 1983)

2.3 Komponen Kimia Kayu

Kayu adalah suatu karbohidrat yang tersusun terutama atas karbon, hidrogen dan oksigen. Tambahan pula kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi pada kondisi oksigen melimpah; residu semacam ini dikenal sebagai abu. Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium, mangan dan silikon. Unsur-unsur penyusun kayu tergabung dalam sejumlah senyawa organik : selulosa, hemiselulosa dan lignin (Haygreen dan Bowyer, 1996)

2.3.1 Selulosa

(4)

selulosa yang tinggi terdapat dalam rambut, biji (kapas, kapok) dan serabut kulit (rami, flax, henep); lumut, ekor kuda, dan bakteria mengandung sedikit selulosa. Selulosa bahkan dapat diperoleh dalam dunia binatang : tunicin, zat kutikula tunicate, adalah identik dengan nabati ( Fengel dan Wegener, 1995)

Selulosa bahan kristalin untuk membangun dinding-dinding sel. Bahan dasar selulosa ialah glukosa dengan rumus C6H12O6. Molekul-molekul glukosa disambung menjadi molekul-molekul besar, panjang dan berbentuk rantai dalam susunan menjadi selulosa. Seluosa merupakan bahan dasar yang penting bagi industri-industri yang memakai selulosa sebagai bahan baku, misalnya pabrik kertas (Dumanauw, 1993)

2.3.2 Hemiselulosa

Hemiselulosa juga merupakan polimer-polimer gula. Berbeda dengan glukosa yang terdiri hanya dari polimer glukosa, hemiselulosa merupakan dari lima bentuk gula yang berlainan yaitu: glukosa, mannosa, xylosa, galaktosa, dan arabinosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek dengan rantai selulosa, karena hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi yang lebih rendah. Molekul hemiselulosa terdiri dari 300 unit gugus gula. Berbeda dengan selulosa, polimer hemiselulosa berbentuk tidak lurus, tapi merupakan polimer-polimer bercabang, yang berarti hemiselulosa tidak akan dapat membentuk struktur kristal dan serat mikro seperti halnya selulosa. Pada proses pembuatan pulp hemiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan selulosa (Anonim, 2003)

(5)

Lignin merupakan bagian yang bukan karbohidrat, sebagai persenyawaan kimia yang jauh dari sederhana, tidak berstruktur, bentuknya amorf. Dinding sel tersusun oleh suatu rangka molekul selulosa, antara lain terdapat pula lignin. Kedua bagian ini merupakan satu kesatuan yang erat, yang meyebabkan dindimg sel menjadi kuat yang menyerupai beton bertulang besi (Dumanauw, 1993)

2.3.4 Ekstraktif

Kayu biasanya mengandung berbagai zat-zat dalam jumlah yang tidak banyak yang disebut dengan istilah “ extractive”. Zat-zat ini dapat diambil atau dipisahkan dari kayu apakah dengan memakai pelarut air maupun pelarut organik seperti eter dan alkohol. Asam-asam lemak, asam-asam resin, dan gugus penol adalah merupakan beberapa grup yang juga merupakan extractive. Kebanyakan dari ekstraktif itu terpisahkan dalm proses pembuatan pulp dengan cara proses produksi pulp (Anonim, 2003)

2.4 Penelitian Komponen Kayu 2.4.1 Zat-zat Makromolekul

(6)

sedangkan selulosa merupakan komponen yang seragam pada semua kayu (Fengel and Wegener, 1995)

2.5 Analisis Kayu

2.5.1 Metoda Delignifikasi (Penyediaan Holoselulosa)

Ritter dan Kurth (1933) adalah orang yang pertama kali menggunakan pengertian holoselulosa untuk produk yang dihasilkan setelah lignin dihilangkan dari kayu. Delignifikasi yang ideal adalah penghilangan total lignin tanpa serangan bahan kimia terhadap polisakarida, namun tidak ada prosedur delignifikasi yang memenuhi persyaratan tersebut. Tiga kriteria penting yang dapat digunakan untuk mendefenisikan holoselulosa :

1. kandungan lignin rendah 2. hilangnya polisakarida minimal

3. degredasi oksidatif dan hidrolitik selulosa minimal

Dua metoda umum yang digunakan dalam penyediaan holoselulosa pada skala laboratorium yaitu :

a. klorinasi, termasuk ekstraksi bergantian dengan larutan alkohol panas organik (misal ASTM Standard D 1104-56)

b. delignifikasi dengan larutan natrium klorit yang diasamkan.

Metoda yang pertama kali yang menggunakan klor sebagai bahan delignifikasi mula pertama diketengahkan oleh Ritter dan Kurth (1933) (Fengel dan Wegener, 1995)

(7)

satu cara untuk meningkatkan kualitas tersebut adalah dengan proses pemutihan (Bleaching) (kutipan Achmad_Wildan.pdf-Adobe Reader, 2010)

2.6 Pembuatan Pulp

Proses pemisahan serat selulosa dari bahan-bahan yang bukan serat didalam kayu dapat dilakukan dengan cara atau proses yaitu :

2.6.1 Pembuatan Pulp Dengan Proses Mekanik (Mechanical Pulping)

Proses pengasahan kayu dimana kayu gelondong yang dikuliti diperlakukan dalam batu asah yang berputar dengan diberi semprotan air merupakan dasar pembuatan pulp mekanik. Disamping serat yang utuh, bahan kayu dirobek-robek dalam bentuk bagian-bagian serat yang rusak. Kerusakan secara fisik ini tidak dapat dihindari dan karena itu kekuatan kertas yang dibuat dari pulp-pulp mekanik adalah pemakaian energi yang tinggi dan praktis dan hanya kayu-kayu lunak sebagai bahan baku (Sjostrom, 1995)

2.6.2 Pembuatan Pulp Dengan Proses Semi Kimia (Semi-Chemical Pulping)

Proses-proses pembuatan pulp secara semi kimia pada dasarnya ditandai dengan perlakuan kimia yang didahului dengan tahap penggilingan secara mekanik. Biasanya bahan limia yang digunakan pada proses ini adalah natrium sulfat. Suhu pemasakan tergantung pada lamanya pemasakan, tergantung pada cairan pemasak yang digunakan dan kualitas pulp yang diinginkan (Fengel dan Wegener, 1995)

2.6.3 Proses Pembuatan Pulp Dengan Proses Kraft

(8)

kuat. Kekuatan proses kraft ini dikarenakan adanya bahan kimia yang terkandung dalam larutan pemasak yang disebut “sulfidity”.

Keuntungan-keuntungan dari proses kraft (sulfat) ini yaitu : 1. Pulp yang dihasilkan mempunyai kekuatan yang tinggi

2. Dapat dipakai untuk proses pembuatan pulp dari bahan baku yang berbeda 3. Tersedia bahan kimia pengganti dengan alternatif dan harganya tidak mahal 4. Tersedianya peralatan-peralatan operasi yang standart

5. Dampak pencemarannya bisa dikatakan sangat rendah 6. Pendaur ulangan bahan kimia yang sangat efisien 7. Dapat dihasilkan berbagai jenis pulp (Anonim, 2003)

2.7 Proses Pengolahan Pulp Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk 2.7.1 Proses Persiapan Kayu (Wood Preperation)

Proses produksi pulp dimulai dari proses penebangan kayu sebagai bahan baku pada pembuatan pulp Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk saat ini menggunakan Eucallyptus sebagai bahan baku dalam pembuatan pulp. Perusahaan memiliki departemen kehutanan dimana ditanami dengan tanaman Eucallyptus pada area yang begitu luas dan akan dewasa kira-kira tujuh sampai delapan tahun.

Kayu yang telah ditebang, dibawa kelokasi pabrik dengan menggunakan truk-truk pengangkut kayu. Kayu-kayu tersebut berasal dari hutan yang dikelola oleh perusahaan kemudian kayu tersebut dibongkar dengan menggunakan sebah goliath crane yang besar yang berada di tempat penimbunan kayu (wood yard).

(9)

disebut dengan chip. Antar kayu berserat pendek dan berserat panjang dilakukan pemisahan karena kedua jenis kayu tersebut tidak dapat dimasak secara bersamaan dalam satu digester. Sebuah alat pengolahan kayu yang baru berkapasitas 250 m3/jam relah beroperasi sejak tahun 1993. Serpihan kayu tersebut kemudian dikirim ke tungku kayu yang lazimnya disebut dengan Digester Batch dengan menggunakan sebuah belt conveyor (Anonim, 2003)

2.7.2 Pemasakan (Digester)

Digester adalah sebuah bejana bertekanan yang didalamnya serpihan kayu (chip) dimasak dalam jumlah tertentu larutan kimia serta dengan panas tekanan untuk memisahkan bagian-bagian yang berupa serat kayu dari bagian-bagian yang bukan serat dengan cara melarutkan bagian yang terakhir itu. Prosesnya dinamai “COOKING” ada beberapa tahap-tahap pemasakan yang terjadi pada digester yaitu : 2.7.2.1 Pengisian Chip (Chip Filling)

(10)

2.7.2.2 Tahap Prehydrolisis (Presteaming)

Prehydrolisis merupakan tahapan awal dari proses pemasakan setelah pengisian chip. Untuk membuat serat rayon dibutuhkan pulp dengan kemurnian pulp yang sangat tinggi, prehydrolisis dimaksudkan untuk mengelola terlebih dahulu serpihan kayu sebelum dimasak dengan alkali. Pada proses ini, kandungan-kandungan yang bukan selulosa yang terdapat dalam kayu, seperti selulosa yang terpotong-potong dan karbohidrat rantai pendek yang disebut hemiselulosa akan dikeluarkan dari dalam serpihan kayu. Pada proses pemasakan alkali ditahap berikutnya akan diperoleh pulp dengan kemurnian yang lebih tinggi. Proses prehydrolisis dipertahankan pada temperatur 165oC dan tekanan 6.0 kg/cm2 selam 60 menit (Anonim, 2003)

2.7.2.3 Pengisian Liquor (Liqour Filling)

Pada proses pengisian liqour dilakukan setelah prehydrolisis dimana pada proses pengisian liquor dilakukan segara setelah pengisian chip. Larutan pemasak panas dimasukkan kedalam digester dengan temperatur 120oC harus dengan perbandingan yang sesuai sebagaimana dibutuhkan untuk pemasakan dan black liqour (lindi hitam) penambah sebagai pengencer juga harus dengan perbandingan yang sesuai. Penambahan white liquor (lindi putih) didasarkan pada persentase bahan kimia yang dibutuhkan untuk memasak dengan berat kering kayu yang dimasukkan. Persentase ini juga tergantung seberapa jauh akan mengurangi kandungan lignin dari dalam kayu (Anonim, 2003)

(11)

Proses pemasakan dilaksanakan setelah penambahan white liqour dan black liqour kedalam chip dengan perbandingan 75 gram per liter dari NaOH dan 25 gram per liter Na2S. Digester yang berisi chip dan larutan pemasak dipanaskan hingga temperatur 170oC dan tekanan mencapai 7 kg/cm2. Pada temperatur dan tekanan ini, chip dimasak dengan alkali untuk periode waktu tertentu.

Waktu dan temperatur selama pemasakan sangat berpengaruh terhadap kualitas dari pada pulp, jika chip dimasak dalam jangka waktu yang terlalu lama, maka akan dihasilkan pulp dengan kualitas yang rendah pula. Temperatur yang optimum untuk reaksi pemasakan adalah 170oC tidak berpengaruh apa-apa terhadap kualitas pulp, tetapi diatas 180oC akan mulai terjadi pemutusan rantai dari serat-serat selulosa, dan pada temperatur 200oC akan sangat jelas pengaruhnya, jadi temperatur yang diinginkan pada pemasakan adalah 170oC (Anonim, 2003)

2.7.2.5 Pulp Blowing

Setelah pemasakan, bubur pulp yang dihasilkan di blow dialirkan kedalam blow tank dengan membuka katup pada jalur yang akan dihembuskan dari digester ke blow tank. Pada saat tekanan di digester turun hingga mencapai tekanan atmosfir, terjadi pengeluaran gas yang disebut dengan gas blow (Anonim, 2003)

2.8 Washing dan Screening

(12)

tingkat kebersihan pulp yang dihasilkan setinggi mungkin. Air pencuci menggunakan shower yang disemprotkan dipermukaan bubur kayu secara terus menerus dan airnya tersebut turun ke tangki filtrat dengan menggunakan vakum. Pulp bewarna coklat dari digester plant selanjutnya dicuci dan disaring dimana pulp dibersihkan dari kayu yang tidak masak (knots) dan dari serat kayu yang tidak terurai (shives). Pulp dicuci dengan air panas atua dengan air kondensat untuk memudahkan proses pemutihan pada tahap selanjutnya, pulp hasil pencucian ini dikirm ke unbleach tank. Proses selanjutnya disaring (screening) agar terbebas dari bahan-bahan pengotor yang dapat mengurangi kulitas pulp. Proses akhir dari penyaringan berfungsi untuk memisahkan kotoran-kotoran yang terdapat dalam pulp, kemudian dikirim ke tahap bleaching plant (Anonim, 2003)

2.9 Proses Pemutihan Pulp (Bleaching)

Proses pemutihan dapat dianggap sebagai suatu lanjutan proses pemasakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian pulp. Hal ini dapat dicapai dengan cara menghilangkan atau memutihkan bahan pewarna yang tersisa pada pulp. Lignin yang tersisa adalah suatu zat yang paling dominan untuk menghasilkan warna pada pulp oleh karena itu ini harus dihilangkan atau diputihkan.

Tujuan utama proses pemutihan secara umum dapat diringkaskan sebagai berikut : memperbaiki brightness, memperbaiki kemurnian, serta degredasi serat selulosa seminimum mungkin (Sirait, 2003)

2.10 Pengelantangan

(13)

Proses pemutihan dapat dianggap sebagai suatu lanjutan proses pemasakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian dari pulp.

Tujuan utama proses pemutihan secara umum dapat diringkaskan sebagai berikut : 1. Memperbaiki brightness

2. Memperbaiki kemurnian

3. Degredasi serat selulosa seminimum mugkin

Pengurangan kandungan resin didalam pulp juga faktor lain yang penting dalam proses pemutihan (Sirait, 2003)

2.10.2 Teori Pemutihan

Warna pada pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin yang tersisa. Penghilangan lignin dapat lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan merusak serat, jadi menghasilkan kualitas pulp yang rendah. Penghilangan lignin bentuk-bentuk lignin merupakan kehilangan sebahagian dari hasil proses pemutihan (Sirait, 2003)

(14)

Komponen lignin pada serat selulosa berperan dalam menghasilkan warna (Filbo and Ulrich, 2002) (kutipan Achmad_Wildan.pdf-Adobe Reader, 2010)

2.10.3 Pengelantangan Dalam Suasana Asam

Prosedur pengelantangan dalam suasana asam mengikuti klorinasi dan perlakuan dengan klor dioksida, hidrogen peroksida, asam peroksiasetat dan ozon.

Klor dioksida, yang sering digunakan dalam gabungan dengan klor (C+D, D/C, CD), menyebabkan delignifikasi lebih efisien daripada klor, jika dikaitkan dengan klor aktif yang digunakan. Ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa berlawanan dengan klor, reaksi-reaksi lignin adalah reaksi oksidatif semata-mata dari unit lignin fenol CO2 dengan radikal klor dioksida (ClO2), yang diawali dengan pengikatan hidrogen. Produk oksidasi akhir adalah turunan asam mukonat (tanpa melepaskan metanol) atau struktur kuinoid. Fragmen-fragmen tersubstitusi-klor dalam cairan pengelantang klor dioksida harus berasal dari kekuatan klor yang dilepaskan oleh peruraian parsial klor dioksida (Lindgren 1971; Gierer ;1982)

Klorinasi dilakukan pada konsistensi rendah (3-4%) dan suhu rendah 20-40oC selama 30-60 menit. Konsentrasi klor merupakan faktor penting karena jika konsentrasi terlalu tinggi maka reaksi oksidasi juga akan terjadi dengan polisakarida, yang mengurangi sifat-sifat kekuatan. Suhu lebih tinggi hingga 60oC ternyata dapat diterima dalam klorinasi konsistensi sedang (sekitar 10%) dan konsistensi tinggi (30-35%), dalam klorinasi fasa gas, dan apabila klor dioksida digunakan sebagai tambahan (Hinrich 1962; Liebergott 1965; Gullichsen 1976)

(15)

digunakan dalam proses industri berskala besar karena reaktivitasnya yang tinggi dalam fasa-gas dan daya racunnya. Namun demikian klor dioksida berangsur-angsur menggantikan klor pada tahap pertama dari pengelantangan multi-tahap, sedangkan semula ia digunakan dalam tahap-tahap akhir. Perkembangan ini merupakan hasil dari beberapa keuntungan dari klor dioksida, misalnya derajat putih tinggi, sifat-sifat kekuatan meningkat, penggunaan bahan kimia rendah, dan penurunan cukup besar dalam BOD dari limbah (Fergus 1973; Rapson 1979; Wintzer 1980; Reeve, Rapson 1981; Backstorm, Germgard 1981; Germgard 1982). Pada umumnya pengelantangan klor dioksida dilakukan pada konsistensi rendah hingga sedang, pada harga-harga pH 3-5, dan pada suhu rendah pada tahap pertama atau pada suhu sekitar 70oC pada tahap-tahap pertengahan atau tahap akhir selama 3-5 jam (Wegener, 1995)

2.11 Tahapan Proses Pemutihan

Pemutihan yang sudah modern biasanya dilaksanakan secara bertahap dengan memnfaatkan bahan-bahan kimia dan kondisi-kondisi yang berbeda-beda pada setiap tahap. Pada umumnya digunakan perlakuan kimia dan secara singkat ditunjukkan dengan urutan sebagai berikut :

 Khlorinasi (C) Reaksi dengan elemen khlorin dalam suatu

media asam.

 Ekstraksi Alkali (E) Pemisahan hasil reaksi dengan caustic.  Ekstraksi Oksidasi (E/O) Ekstraksi Oksidasi yang diperkuat dengan

peroksida (E/OP).

 Hypokhlorit (H) Reaksi dengan hypokhlorit dalam suasana

(16)

 Khlorin Dioksida (D) Reaksi dengan khlorin dioksida dalam

suasana asam.

 Oksigen (O) Reaksi dengan elemen O2 yang bertekanan

dalam suasana alkali (Sirait, 2003)

Senyawa kimia yang digunakan pada proses pemutihan memecahkan ikatan rangkap pada rantai panjang tersebut manjadi ikatan tunggal yang tidak menyerap warna).

H C C C C H H C C OH + HO C C H Colourless

2.11.1 DO (Tahap Khlorin Dioksida)

Tahap khlorinasi adalah tahap pertama di dalam proses pemutihan. Fungsi dari DO adalah untuk mengeluarkan lignin dari pulp (yang cenderung menimbulkan warna coklat pada pulp). Tahap ini memiliki bagian yang sangat penting di dalam proses pemutihan. Jika pulp tidak menerima khlorin yang memadai ini akan sulit untuk memutihkan pulp yang lebih tinggi. Oleh karena itu, selama tahap khlorinasi memiliki suatu pengaruh yang menentukan keberhasilan proses pemutihan (Sirait, 2003)

Tahap DO merupakan proses pemutihan tahap I yaitu menghilangkan sebagian kandungan lignin yang terdapat dalam pulp dengan menggunakan bahan kimia ClO2 dengan temperatur 70oC, selanjutnya dicuci dan disaring untuk memisahkan cairan kimia dan kandungan lignin dari pulpnya, kemudian pulpnya dikirim ke tahap pemutihan selanjutnya (Anonim, 2003)

(17)

Tahap kedua pada bleaching plant dengan banyak tahapan dan ini merupakan tahap pemurnian dari tahap khlorinasi. Tujuan utama dari alkali ekstraksi adalah melarutkan komponen-komponen penyebab warna yang kemugkinan besar larut dalam larutan alkali yang hangat berdasarkan kerja dari bahan-bahan kimia yang digunakan terhadap sebahagian pemutihan (Sirait, 2003)

Tahap EOP merupakan proses pemutihan tahap II yaitu untuk mengekstraksi lignin-lignin yang masih tersisa didalam pulp dari proses pemutihan sebelumnya dengan menggunakan bahan kimia NaOH (natrium hidroksida), H2O2 (hidrogen peroksida) dan O2 (oksigen) pada temperatur 85oC. Selanjutnya dicuci dan disaring untuk memisahkan cairan kimia dari kandungan lignin dari pulpnya, kemudian pulpnya dikirim ke tahap pemutihan selanjutnya (Anonim, 2003)

2.11.3 D1 (Tahap Khlorin Dioksida Kedua)

Tahap D1 merupakan proses pemutihan tahap III dimana pulp dari tahap II diputihkan kembali untuk mendapatkan derajat brightness yang diinginkan, dengan menggunakan bahan kimia ClO2 pada temperatur 80oC selanjutnya dicuci dan disaring untuk memisahkan cairan dari kandungan lignin dari pulpnya, kemudian pulpnya dikirim ke tahap pemutihan selanjutnya (Anonim, 2003)

2.11.4 EP2 (Tahap Ekstraksi Peroksida Kedua)

(18)

sisa kandungan lignin dari pulpnya, kemudian pulpnya dikirim ke pulp mesin (Anonim, 2003)

2.12 Pulp Machine

Setelah dari unit bleaching selanjutnya dikirim ke Pulp Machine untuk dikeringkan. Pulp Machine adalah bagian terpenting dari operasi pabrik pulp yang mana fungsi utamanya adalah mengambil air sebanyak mungkin atau seefisien mungkin tanpa merusak lembaran pulp.

Proses utama di pulp machine

1. Bleach Screening yaitu memisahkan partikel-partikel atau kotoran-kotoran yang bercampur dengan bubur pulp.

2. Wire Fourdrinier yaitu mencetak bubur pulp menjadi lembaran pulp 3. Press Section yaitu memadatkan lembaran pulp dengan cara di press 4. Dryer Section yaitu mengeringkan lembaran pulp

5. Cutter dan Layboy yaitu proses pemotongan lembaran pulp dengan ukuran tertentu

6. Baling Ball yaitu penataan lembaran pulp menjadi ball dan unit setelah lembaran pulp di bungkus dan diikat kawat selanjutnya siap untuk dikirim ke pelanggan (Anonim, 2003)

2.13 Khlorin Dioksida

(19)

dengan kerusakan pada selulosa yang minimum. Brightness tinggi yang dihasilkan dengan khlorin dioksida adalah stabil. Pada Bleaching plant, khlorin dioksida digunakan sebagai suatu larutan gas dalam air (Sirait, 2003)

2.13.1 Reaksi Khlorin Dioksida Dengan Lignin

Reaksi proses pemutihan pada umumnya terjadi antara khlorin dioksida dengan lignin. Lignin dibuat dalam air dengan reaksi oksidasi penghancur molekul-molekul lignin yang besar. Khlorin dioksida tidak bereaksi pada kecepatan reaksi yang berarti terhadap kelompok alifatik jenuh seperti alkohol, amino, asam karboksil, nitrit, amida dan lain-lain. Ketika khlorin dioksida tidak bereaksi dengan aldehid atau keton, khlorit terbentuk selama reaksi dengan pulp atau air dilakukan oksidasi aldehid ke kelompok karboksil dibawah pH 4.5. Dengan demikian karbohidrat tidak mengalami yang berarti dengan khlorin dioksida (Sirait, 2003)

2.13.2 Ringkasan Tahap Khlorin Dioksida

(20)

2.14 Pemampatan Dan Pencairan Khlor

Khlor kering dikompresikan sampai tekanan 240 kPa atau kadang-kadang bahkan 550 kPa. Khlor cair itu disimpan didalam silinder-silinder kecil, silinder 1 ton, pipa atau kereta tangki 50 t yang dikirimkan kepada konsumen besar. Kapal bargas ukuran 550 t atau 1000 t juga dipakai. Gas sisa atau ” gas tiup” (blow gas) yang selalu terdapat pada proses ini terdiri dari campuran seimbang antara khlor dan udara. Gas tiup ini digunakan untuk membuat turunan khlor baik derivatif organik maupun anorganik dan terutama untuk serbuk pemutih (Austin, 1996)

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisa yang dilakukan, semakin besar % charge klorin dioksida (ClO 2 ) pada proses pemutihan (bleaching), maka nilai kappa.. akan

Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dari pada klorin dioksida (ClO2) adalah konsistensi, tujuan pemutihan adalah untuk menghilangkan lignin sehingga diperoleh bilangan

Adapun judul dari Karya Ilmiah ini adalah “Hubungan antara pH dengan Temperatur pada Brightness dalam tahap EoP Bleaching Pulp Dissolving PT.Toba Pulp Lestari,Tbk Porsea”..

“PENGARUH PH DAN JUMLAH PENGGUNAAN LARUTAN NAOH PADAPROSES PEMUTIHAN PULP PADA TAHAP EKSTRAKSI. OKSIDASI (Eop) DI UNIT PEMUTIHAN FIBER LINE PT.TOBA PULP

Telah dilakukan pengujian terhadap viskositas yang bertujuan untuk menentukan kekentalan yang dimiliki oleh pulp setelah dilakukan proses pemutihan (bleaching).. Pengujian

Pemeriksaan terhadap klorin yang tersisa didalam stock pulp pada tahap proses klorinasi dan klorin dioksida dilakukan untuk mengendalikan dosis bahan kimia. Contoh yang

UNIT BLEACHING PADA PEMBUATAN PULP PT.TOBA PULP LESTARI, Tbk –

Khlorin dioksida adalah suatu bahan pemutihan yang memurnikan pulp dan memberikan brightness yang tinggi tanpa memberikan pengaruh terhadap sifat-sifat kekuatannya , dosis