PENGARUH % CHARGE KLORIN DIOKSIDA (ClO2) TERHADAP PENURUNAN BILANGAN KAPPA DARI PROSES UNBLEACH
BLENDING KE PROSES BLEACHING D0 STAGE DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk
PORSEA
KARYA ILMIAH
WINARTO SAGALA 082401021
PROGRAM STUDI D 3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH % CHARGE KLORIN DIOKSIDA (ClO2) TERHADAP
PENURUNAN BILANGAN KAPPA DARI PROSES UNBLEACH BLENDING KE PROSES BLEACHING D0 STAGE
DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar
Ahli Madya
WINARTO SAGALA
082401021
PROGRAM STUDI D 3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH % CHARGE KLORIN DIOKSIDA
(ClO2) TERHADAP PENURUNAN
BILANGAN KAPPA DAN KENAIKAN BRIGHTNESS DARI PROSES UNBLEACH BLENDING KE PROSES BLEACHING D0 STAGE Di PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk, PORSEA.
Dr. Rumondang Bulan, MS Dr. Rumondang Bulan, MS
PERNYATAAN
PENGARUH % CHARGE KLORIN DIOKSIDA (ClO2) TERHADAP PENURUNAN BILANGAN KAPPA DARI PROSES UNBLEACH
BLENDING KE PROSES BLEACHING D0 STAGE DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa Karya Ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2011
PENGHARGAAN
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat kasih – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
yang diberi judul “PENGARUH % CHARGE KLORIN DIOKSIDA (ClO2)
TERHADAP PENURUNAN BILANGAN KAPPA DARI PROSES UNBLEACH BLENDING KE PROSES BLEACHING D0 STAGE DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA”. Karya ilmiah ini disusun untuk
melengkapi salah satu persyaratan agar dapat menyelesaikan pendidikan Diploma – 3 Kimia analis.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam dalamnya kepada orang tua penulis Ibunda R. Simbolon yang memberikan kasih sayang dan doa restunya kepada penulis serta dukungan baik secara materi maupun moril sehingga dapat menghantarkan penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Selama penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Sutarman M.Sc, selaku dekan FMIPA USU
2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS, selaku ketua departemen kimia dan dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan karya ilmiah ini.
3. Ibu Dra. Emma Zaidar M. Si selaku ketua program studi D – 3 Kimia. 4. Bapak Drs. Firman Sebayang, MS selaku penasehat akademik.
5. Bapak Arlodis Nainggolan selaku kepala laboratorium pulp PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea yang telah membantu selama penulisan karya ilmiah ini.
6. Rekan – rekan mahasiswa Kimia Analis khususnya stambuk 2008.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, sehingga Karya Ilmiah ini dapat tersusun dengan baik. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu dalam penyelesaian Karya Ilmiah ini.
Medan, Juli 2011 Penulis,
ABSTRAK
Bilangan kappa merupakan salah satu parameter kualitas dalam industri pulp. Bilangan kappa digunakan untuk mengukur derajat delignifikasi pulp pada proses pemutihan (bleaching). Dengan membuat variasi % charge klorin dioksida (ClO2) pada tahap I proses pemutihan (bleaching),
maka akan diperoleh bilangan kappa yang bervariasi. Analisis bilangan kappa dilakukan secara titrimetri dengan menggunakan metode oksidasi – reduksi. Dari analisa yang dilakukan, semakin besar % charge klorin dioksida (ClO2) pada proses pemutihan (bleaching), maka nilai kappa
THE INFLUENCE OF % CHARGE OF CHLORINE DIOXIDE (ClO2) TO DECREASE OF KAPPA NUMBER OF UNBLEACH
BLENDING PROCESS TO BLEACHING D0 STAGE IN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA
ABSTRACT
Kappa number is one of quality parameters in pulp industry. Kappa number is used to measure the degree of pulp delignification in bleaching plant. By making the variations of % charge chlorine dioxide (ClO2) in
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel x
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1 1.2. Permasalahan 3 1.3. Tujuan 3 1.4. Manfaat 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Bahan Baku 4
3.3.1.Preparasi sampel 31
3.3.2. Pemutihan Pulp (Bleaching) 31
3.3.3. Penentuan Bilangan Kappa 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33
4.1. Hasil 33
4.2. Perhitungan 34
4.2.1. Proses Pemutihan (Bleaching) 34
4.2.2. Penentuan bilangan kappa 36
4.3. Pembahasan 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 40
5.1. Kesimpulan 40
5.2. Saran 40
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Data Proses Pemutihan (Bleaching) tahap D0
ABSTRAK
Bilangan kappa merupakan salah satu parameter kualitas dalam industri pulp. Bilangan kappa digunakan untuk mengukur derajat delignifikasi pulp pada proses pemutihan (bleaching). Dengan membuat variasi % charge klorin dioksida (ClO2) pada tahap I proses pemutihan (bleaching),
maka akan diperoleh bilangan kappa yang bervariasi. Analisis bilangan kappa dilakukan secara titrimetri dengan menggunakan metode oksidasi – reduksi. Dari analisa yang dilakukan, semakin besar % charge klorin dioksida (ClO2) pada proses pemutihan (bleaching), maka nilai kappa
THE INFLUENCE OF % CHARGE OF CHLORINE DIOXIDE (ClO2) TO DECREASE OF KAPPA NUMBER OF UNBLEACH
BLENDING PROCESS TO BLEACHING D0 STAGE IN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA
ABSTRACT
Kappa number is one of quality parameters in pulp industry. Kappa number is used to measure the degree of pulp delignification in bleaching plant. By making the variations of % charge chlorine dioxide (ClO2) in
BAB I
PENDAHULUAN
1.5. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan ekspor hasil sektor industri di Indonesia
memegang peranan yang sangat penting dalam pengumpulan devisa
Negara. Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai ekspor non migas.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan sumber daya alam
dan sumber daya manusia. Untuk memanfaatkan sumber daya alam
tersebut antara lain adalah dengan memanfaatkan hasil hutan (kayu dan
non kayu) dari hasil perkebunan. Dengan memanfaatkan sumber kekayaan
alam tersebut, Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai potensi
yang cukup besar untuk menjadi Negara pengekspor pulp.
Pulp dan kertas adalah komoditi andalan yang diharapkan dapat
meningkatkan pengumpulan devisa Negara. Dengan semakin
meningkatnya kebutuhan manusia akan kertas adalah salah satu faktor
yang mendorong berdirinya PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. PT. Toba Pulp
Lestari, Tbk adalah industri di bidang produksi pulp untuk bahan baku
kertas dan bahan baku serat rayon (dissolving pulp). Pabrik ini merupakan
sejenis yang terdapat di dunia dengan kapasitas produksi terpasang
2.104.590.000 Ton per tahun. Dari jumlah tersebut diatas 5.258 unit
terdapat di Asia.
Bilangan kappa adalah pengujian untuk mengetahui tingkat
delignifikasi, kekuatan relatif dari pulp dan kesanggupannya untuk
diputihkan. Bilangan kappa merupakan kunci sukses dalam
mengoptimumkan proses pembuatan pulp. Informasi bilangan kappa ini
sangat berguna untuk mengontrol parameter selama proses pemasakan
berlangsung seperti : H-Factor, Liquor to wood ratio, jumlah konsumsi
WL, kadar air kayu, efisiensi pencucian, temperatur dan sebagainya.
Disamping itu, bilangan kappa juga berguna untuk mengontrol proses
pemutihan (bleaching), terutama rasio bahan kimia yang digunakan.
Sehubungan dengan uraian diatas maka pada penulisan karya ilmiah ini
penulis mengambil judul : “PENGARUH % CHARGE KLORIN
DIOKSIDA (ClO2) TERHADAP PENURUNAN BILANGAN KAPPA
DARI PROSES UNBLEACH BLENDING KE PROSES BLEACHING
D0 STAGE DI PT. PULP LESTARI, Tbk PORSEA.”
Analisa bilangan kappa dilakukan secara titrimetri yang dititrasi
dengan larutan standart Na2S2O3 0.1 N yang sebelumnya di lakukan proses
1.6. Permasalahan
Bilangan kappa pulp merupakan kunci sukses dalam mengoptimumkan
proses pembuatan pulp. Bilangan kappa berguna untuk mengontrol
parameter selama proses pemasakan. Kemampuan lainnya adalah
mengukur parameter lain seperti konsistensi, temperatur dan pH yang
dikenali oleh alat dan akan menyalakan alarm jika hasil yang diinginkan
menyimpang dari standar. Sehingga perlu dilakukan analisis bilangan
kappa pulp. Bilangan kappa yang terlalu tinggi dapat menimbulkan
masalah seperti kerusakan serat pulp sehingga viscosity pulp tidak
tercapai.
1.7. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui
pengaruh % charge klorin dioksida (ClO2) pada proses pemutihan
(bleaching) tahap I (D0) terhadap bilangan kappa.
1.8. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberikan
informasi tentang bilangan kappa setelah proses pemutihan tahap I (D0),
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan baku
Kayu merupakan bahan mentah yang sangat tua. Beribu – ribu tahun yang
lalu, ketika hutan lebat menutupi kawasan yang luas di permukaan bumi,
orang – orang primitif menggunakan kayu untuk bahan bakar dan
perkakas. Karena kayu merupakan bahan alami, berfungsi sebagai penguat
batang, cabang dan akar dari pohon atau tanaman lainnya, ia akan kembali
pada daur ulang alami setelah menunaikan fungsinya, dan terdegradasi
menjadi unsur – unsur dasarnya. Selama periode prasejarah dan
sesudahnya kayu tidak hanya digunakan untuk bahan bangunan tetapi
semakin penting sebagai bahan mentah kimia untuk pembuatan arang, ter,
getah serta kalium. Kayu merupakan sumber utama untuk pembuatan pulp
dan kertas, disamping non kayu.
Komposisi dan sifat-sifat kimia dari komponen-komponen kayu
sangat berperan dalam proses pembuatan pulp. Pada setiap pemasakan,
kita ingin mengambil sebanyak mungkin sellulosa dan hemisellulosanya,
disisi lain lignin dan ekstraktif tidak dibutuhkan/dipisahkan dari serat
umum, hardwood atau kayu jarum (Gymnospermae) mengandung lebih
banyak sellulosa, hemisellulosa dan ekstraktif dibanding dengan softwood
atau kayu daun (Angiospermae).
Kayu tersusun atas sel-sel yang memanjang, kebanyakan
diantaranya berorientasi dalam arah longitudinal batang. Mereka
dihubungkan satu dengan yang lainnya melalui pintu-pintu, yang
dinyatakan sebagai noktah. Sel-sel ini, yang bentuknya bervariasi
tergantung pada fungsinya, memberikan kekuatan mekanik yang
diperlukan oleh pohon, dan juga melakukan fungsi pengangkut cairan
maupun penyimpan persediaan cadangan makanan. Struktur makroskopis
kayu seperti terlihat dengan mata. Empelur yang terletak dipusat dapat
dilihat sebagai garis gelap ditengah batang atau cabang. (Hardjono, 1995).
Kayu lunak (softwood) yang homogen , berserat lurus dan ringan
lebih disukai untuk dijadikan kayu – kayu konstruksi kayu lapis. Xylem
kayu lunak (softwood) sangat sederhana. Kebanyakan spesies memiliki
tidak lebih dari empat atau lima macam sel yang berbeda, dan hanya satu
atau dua tipe sel banyak terdapat. Karena kesederhanaan dan keseragaman
struktur inilah, kayu lunak (softwood) cenderung serupa dalam
kenampakannya. Dilain pihak, kayu keras (softwood) tersusun atas jenis –
jenis sel yang sangat berbeda dengan variasi proporsi yang luas dan
sangat indah. Karena gambaran unik yang banyak dimiliki oleh spesies –
spesies kayu keras (hardwood), maka kayu – kayu tersebut banyak
digunakan untuk perabot rumah tangga, panil, dan tujuan – tujuan
dekoratif yang lain. (Haygreen, 1996).
2.1.1. Selulosa
Selulosa merupakan bagian utama yang membentuk dinding sel daripada
kayu. Merupakan polimerisasi yang sangat kompleks dari gugus
karbohidrat yang mempunyai persen komposisi yang mirip dengan
“starch” yaitu glukosa yang terhidrolisa oleh asam.
Sifat – sifat polimer selulosa
Sifat-sifat polimer selulosa biasanya dipelajari dalam keadaan larutan,
menggunakan pelarut seperti CED atau Kadoksen. Berdasarkan sifat-sifat
larutan kesimpulan dapat diperoleh mengenai berat molekul rata-rata,
polidisperitas, dan konformasi polimer. Pengukuran-pengukuran berat
molekul menunjukkan bahwa selulosa kapas dalam keadaan asalnya
mengandung kira-kira 15000 dan selulosa kayu mengandung kira-kira
2.1.2. Hemiselulosa
Hemisellulosa juga merupakan polimer-polimer gula. Berbeda dengan
glukosa yang terdiri hanya dari polimer glukosa, hemisellulosa merupakan
polimer dari lima bentuk gula yang berlainan yaitu : glukosa, mannosa,
galaktosa, xylosa dan arabinosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek
dibandingkan dengan rantai sellulosa, karena hemiselulosa mempunyai
derajat polimerisasi yang lebih rendah. Molekul hemisellulosa terdiri dari
300 unit gugus gula. Berbeda dengan sellulosa, polimer hemisellulosa
berbentuk tidak lurus, tapi merupakan polimer-polimer yang berarti
hemisellulosa tidak akan dapat membentuk struktur Kristal dan serat
mikro seperti halnya selulosa. Pada proses pembuatan pulp hemisellulosa
bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan sellulosa.
2.1.3. Lignin
Lignin adalah polimer yang sangat kompleks, juga merupakan komponen
utama penyusun kayu dengan kandungan antara 17-32% berat kayu
kering. Adanya lignin didalam pulp menyebabkan warna pada pembuatan
kertas untuk maksud tertentu seperti kertas cetak. Lignin perlu dipisahkan
dari pulp melalui proses pemutihan. Struktur molekul lignin sangat
berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas sistem
kandungan lignin lebih banyak bila dibandingkan dalam kayu keras. Sifat
kimia lignin sangat rumit oleh karena itu tidak banyak ahli yang
menjelaskan tentang lignin.
Lignin merupakan senyawa yang tidak diharapkan dalam
pembuatan pulp karena akan membuat lembaran kaku dan mengurangi
aktivitas ikatan permukaan antara serat dan akan menghalangi
pengembangan serta sehingga menurunkan kualitas pulp yang dihasilkan.
Sifat-sifat lignin secara umum antara lain tidak larut dalam air, berat
molekul berkisar antara 2000 - 15000, molekul lignin mengandung gugus
hidroksil, metoksil dan karboksil dan bila didegradasi oleh basa akan
membentuk turunan benzene. (Fessenden, 1992).
Lignin merupakan zat yang tidak bersama-sama dengan sellulosa
membentuk dinding sel dari pohon kayu. Ia berfungsi sebagai bahan
perekat atau semen antara sel-sel selulosa yang membuat kayu menjadi
kuat. Lignin merupakan polimer tiga dimensi yang bercabang banyak.
Molekul utama pembentuk lignin adalah phenyl propane. Satu molekul
Lignin dengan derajat polimerisasi yang tinggi merupakan molekul yang
besar, karena ukurannya dan struktur tiga dimensinya. lignin didalam kayu
berfungsi sebagai lem atau semen. Lapisan (lamella) tengah, dengan
kandungan utamanya adalah lignin, mengikat sel-sel itu dan sehingga
dinding sel, lignin bersama dengan hemisellulosa,membentuk semen
(matriks) dimana tersusunlah sellulosa yang berupa “mikrofibrils”.
Ada beberapa test prosedur yang sekarang digunakan untuk
menentukan lignin, seperti:
1. Lignin Klason : mengukur lignin dalam kayu secara langsung
2. Kappa Number : Jumlah konsumsi permanganat dalam sampel
pulp yang mengandung lignin yang belum bereaksi
3. Hypo test : Jumlah konsumsi hypo dalam sample pulp yang
mengandung lignin yang belum bereaksi
4. Chlorine Number : Jumlah konsumsi klorin dalam pulp yang
mengandung lignin yang belum bereaksi
5. Nu-Number : Test absorbsi spektrofotometer lignin yang terlarut
dalam asam dengan panjang gelombang 425 nm
6. Pulp Permittivity : Dielectric strength atau permititivitas pulp sheet
yang berhubungan dengan kandungan lignin dalam sampel.
7. Spectrophotometric Methods : Absorpsi sinar UV pada sampel
yang mengandung lignin. (Chemistry.org).
2.1.4. Ekstraktif
Ekstraktif adalah senyawa kimia dengan BM rendah yang dapat larut
terkandung dalam bahan baku nonwood lebih tinggi daripada kayu daun
dan kayu jarum. Zat ekstraktif terdiri dari senyawa yang mudah menguap
seperti terpentin, resin, asam lemak, fenol, karbohidrat dengan BM rendah
dan juga pektin. Zat ekstraktif yang larut dalam air meliputi gula, pektin,
garam-garam organik dan zat warna. Sedangkan ekstraktif yang larut
dalam pelarut organik yaitu tannin , asam lemak, resin, dan terpen. Pelarut
organik yang biasa digunakan yaitu; petroleum eter, metanol, alkohol
benzen, dan etanol benzen.
Ekstraktif dapat mengkonsumsi bahan kimia banyak juga dapat
menghambat proses penetrasi larutan kemasan. Pada pembuatan kertas
akan timbul masalah yang biasa disebut pitch trouble, hal ini disebabkan
karena pitch yang dilepaskan pada waktu proses penggilingan akan
cenderung terkumpul sebagai partikel suspensi koloidal sehingga akan
menyumbat kawat kasa pada mesin kertas atau terkumpul pada felt serta
melekat pada mesin sebagai gumpalan selap. Dengan adanya hal ini, akan
menyebabkan kertas berlubang transparan (bernoda) dan kotor.Kayu
biasanya mengandung berbagai zat-zat dalam jumlah yang tidak banyak
yang disebut dengan istilah “extractive”. Zat-zat ini dapat diambil /
dipisahkan dari kayu apakah dengan memakai pelarut air maupun pelarut
Asam-asam lemak, asam-asam resin, lilin, terpentin dan gugus
phenol adalah merupakan beberapa grup yang juga merupakan ekstraktif.
Kebanyakan dari ekstraktif itu terpisahkan dalam proses pembuatan pulp
dengan cara Kraft Pulping. Minyak mentah terpentin dapat diperoleh dari
digester pada waktu mengeluarkan gas. Lemak-lemak, asam-asam lemak
akan membentuk sabun (soap) pada proses “Kraft” dan terlarut dalam
larutan pemasak. Soap ini selanjutnya akan dipisahkan dari black liquor
dan daur ulang sebagai “tall oil”. Beberapa / sebagian kecil dari ekstraktif
yang terlarut akan menyebabkan timbulnya getah (“pitch”) dalam
pembuatan pulp secara kraft dan pada pembuatan kertas. Bentuk ini
merupakan gumpalan yang mengotori peralatan seperti halnya screen dan
wire.
2.1.5. Mineral
Mineral atau senyawa anorganik didalam kayu mempunyai kadar kurang
dari 1%. Didalam pulp senyawa ini kadang-kadang masih terkandung
yang berasal dari bahan baku, bahan kimia, air dan peralatan yang
digunakan. Untuk mengetahui kadar mineral dalam air dilakukan
pengabuan dimana abu tersebut terdiri dari garam-garam karbonat, fosfat,
oksalat, sulfat dan sisanya merupakan senyawa logam seperti besi,
Abu yang tidak larut dalam HCl (asam klorida) 6M biasanya
mengandung banyak silikat terutama dalam bahan baku bukan kayu.
Adanya abu dalam pulp akan menggangu pada hasil atau kualitas
kertasnya, sedangkan silika yang tinggi akan mengakibatkan pengerakan
atau korosi dalam digester, alat-alat pipa recovery dan dapat menumpulkan
pisau pemotong.
2.2. Proses Pembuatan Pulp
Pulp adalah produk utama kayu, terutama digunakan untuk pembuatan
kertas, tetapi juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa, seperti
sutera rayon dan selofan. Tujuan utama pembuatan pulp kayu adalah untuk
melepaskan serat – serat yang dapat dikerjakan secara kimia atau secara
mekanik atau dengan kombinasi kedua perlakuan tersebut. Pemisahan
serat sellulosa dari bahan-bahan yang bukan serat didalam kayu dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara/proses, yaitu :
a. Proses mekanik
b. Proses semi kimia
c. Proses kimia
Dalam proses pembuatan pulp secara mekanik, pemisahan serat
dilakukan dengan cara menggunakan tenaga mekanik. Proses ini dilakukan
randemen sebesar 90-95 %, tetapi menyebabkan kerusakan pada serat.
Penggunaan pulp yang dihasilkan pada proses mekanik ini nilainya kecil
sekali, juga pulp itu masih mengandung banyak lignin, dan serat-serat nya
tidak murni sebagai serat.
Proses semi kimia meliputi pengolahan secara kimia yang diikuti
dengan perbaikan secara mekanik dan beroperasi pada randemen yang
tingginya dibawah proses mekanik. Biasanya bahan kimia yang digunakan
pada proses ini adalah sodium sulphite (Na2S). Pada proses kimia,
bahan-bahan yang terdapat ditengah lapisan kayu akan dilarutkan agar serat dapat
terlepas dari zat yang mengikatnya. Hal yang merugikan pada proses ini
adalah randemen yang rendah yaitu 45-55 %.
Proses kimia dibagi menjadi tiga kategori :
1. Soda Process
2. Sulphite Process
3. Sulphate Process
Dalam proses soda, kayu dimasak dengan larutan sodium
hidroksida (NaOH). Larutan sisa pemasakan dipekatkan dan kemudian
dibakar, yang akan menghasilkan sodium karbonat (Na2CO3), dan apabila
diolah dengan menambahkan batu kapur akan menghasilkan sodium
hidroksida (NaOH). Nama proses “soda” karena bahan kimia yang
Proses ini sekarang sudah tidak dipakai lagi. Pada proses sulfit, larutan
pemasak yang dipakai adalah asam-asam yang mengandung sulfur dari
logam alkali, atau alkali tanah berupa bisulfit.
Proses pembuatan pulp yang paling banyak dipakai saat ini adalah
proses sulphate atau disebut juga proses kraft. Kraft berasal dari bahasa
Jerman yang berarti kuat.Kekuatan dari proses kraft ini dikarenakan
adanya bahan kimia yang terkandung dalam larutan pemasak yang disebut
“sulfidity”.Yang menjadi target pada proses ini adalah untuk memisahkan
serat-serat yang terdapat dalam kayu secara kimia dan melarutkan
sebanyak mungkin lignin yang terdapat pada dinding-dinding serat.
2.2.1. Unit Persiapan Kayu
Secara umum operasi persiapan kayu (Wood Handling and Preparation
Plant) meliputi:
1. Penimbunan kayu batangan di areal TPK (Tempat Penimbunan Kayu)
2. Hasil pemotongan kayu di timbun di Chip File.
Eukaliptus dan akasia adalah bahan baku utama proses pembuatan
pulp di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea. Persiapan bahan baku dimulai
dari penebangan, pemupukan, pemotongan, pengulitan, penyerpihan, dan
2.2.2. Unit Pemasak (Digester)
Digester adalah alat pemasak chip/serpihan kayu yang berbentuk silinder
yang dilas bersusun tegak, mempunyai volume 200m3 dan tinggi 18,67 m,
diameter 4,2 m yang dirancang untuk bekerja pada tekanan tinggi hingga
12 kg/cm2, temperatur 195oC dan terdapat dua saringan yang diletakkan di
dalam digester. Dimana tempat saringan terletak dibagian atas digester
yang disebut relief striner dan yang terletak di tengah digester disebut
middle strainer. Fungsi dari strainer tersebut untuk menjaga agar
serat-serat kayu yang sedang dimasak tidak keluar dari digester pada waktu
mensirkulasikan cairan pemasak dan pada waktu membuang gas yanga
ada di digester.
2.2.3. Washing
Bubur pulp dari blowing tank dengan konsistensi 4 - 4,2% yang
dipompakan ke pressure knotter dengan menambahkan cairan pengencer
hingga konsistensinya 2% agar memudahkan pemisahan antara hasil
dengan sisa. Hasil dari primary dan secondary knotter masuk ke vibrating
knotter. Serat kasar dari vibrating knotter masuk ke drum trailer untuk di
Bubur pulp dari knotter dicuci dalam empat unit washer.
Didalamnya dilengkapi dengan sistem vakum sehingga bubur pulp dapat
dicuci dengan baik dengan hasil cuciannya tidak melekat pada dinding
washer yang terus berputar. Di daerah masukan, bubur pulp dicuci dengan
sistem penyemprotan secara berlawanan. Air pencuci unutk washer satu
diambil dari filtrat no.4 sedangkan bubur pulp pada washer empat dicuci
dengan air panas yang baru. Bubur pulp yang menempel pada dinding
washer dipotong dengan doctor blade yang dipasang sedemikian rupa
sehingga bubur pulp yang sudah bersih tidak bercampur dengan bubur
pulp yang kotor. Bubur pulp dari doctor blade dihancurkan lagi dengan
menggunakan repulper low speed dan high speed yang memiliki
sudu-sudu.
Cara kerja repulper pada washer 1, 2, 3 dan 4 sama, yang berbeda
hanya pada washer 3 karena memiliki satu repulper yang berbentuk screw.
Hasil pencucian dari washer 4 dimasukkan ke washer stock tank dengan
konsistensi 10-12% untuk selanjutnya dikirim ke unit penyaring.
2.2.4. Screening
Setelah washing, bubur pulp yang masuk pada washer stock selanjutnya
dimasukkan ke unit screening. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
dari 3 unit primary screen, 1 unit tertiari screen, 1 unit swing screen serta
dilengkapi dengan vibrating screen. Bubur pulp dari wash stock masuk ke
primary screen. Hasil penyaringannya yaitu accept masuk ke washer ke
empat dan reject masuk ke secondary screen dengan diamater 2 mm. Hasil
dari secondary screen masuk ke primary screen dan buangaannya masuk
ke tertiary screen. Hasil dari tertiary screen masuk ke secondary screen
dan sisanya masuk ke vibrating screen. Hasil screening dan vibrating
screen dikembalikan lagi ke tertiary screen, reject dari vibrating screen
akan dimasukkan ke screw press untuk dipisahkan antara air dan serat
kasar. Air dari screw press dikembalikkan ke wash stock tank untuk
dilution dan sisanya akan diolah lagi ke digester. Dengan menggunakan
pump bubur pulp hasil screening akan dipompakan ke high density
unbleach stock tower sebagai tempat penyimpana
2.2.5. Proses Pemutihan (Bleaching Plant)
Pada normalnya proses penghilangan lignin adalah melarutkan pulp ke
bentuk yang larut dalam air. Penghilangan bentuk-bentuk lignin
merupakan kehilangan sebahagian dari hasil pada proses pemutihan, yang
mana ini adalah antara 5% sampai dengan 10% (dihitung mulai dari pulp
yang telah selesai dimasak), tergantung pada metode pemasakan dan
sasaran brightness dari pulp. Warna pada pulp yang belum diputihkan
lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi akan mengurangi hasil yang
banyak sekali dan merusak serat, jadi menghasilkan kualitas pulp yang
rendah. Oleh karena itu, proses pemasakan agar benar-benar cukup dimana
proses penghilangan lignin dengan bahan kimia, umumnya memiliki suatu
dampak terhadap dekomposisi dari lignin.
Operasi pemutihan (Bleaching) terdiri dari 4 tahap, untuk 2 tahap
yang pertama pada BKP dan DKP adalah sama, tahap pertama adalah
perlakuan pengolahan terhadap pulp dengan menggunakan Klorin
Dioksida yang diikuti dengan Ekstraksi oleh Kaustik/Oksigen pada tahap
yang kedua. Pemutihan (Bleaching) pada tahap ketiga dan keempat pada
BKP adalah perlakuan dengan Klorin Dioksida. Untuk DKP tahap yang
ketiga adalah perlakuan pengelolahan dengan Klorin Dioksida yang diikuti
dengan Sodium Hypo-Khlorite pada tahap yang terakhir.
Pulp dari bagian pemutihan (Bleaching) disimpan di dalam Bleach
High Density Stored Tower dengan konsistensi 12%.Pulp tersebut
kemudian dikirim ke unit penyaringan dan Centri-Cleaner sebelum
dijadikan ke dalam bentuk lembaran pada pulp machine dan dikeringkan
di dalam sebuah alat pengeringan dengan nama Air Borne Flakt Drier,
sesudah itu, lembaran tersebut dipotong-potong, ditimbang, dibungkus,
Cairan lindi hitam (Black Liquor) berkonsentrasi rendah yang
berasal dari unit pencucian dipekatkan dengan menggunakan Evaporator
jenis failling film plate dan Konsentrator. Cairan yang sudah dipekatkan
dengan konsentrasi 65% padatan selanjutnya dibakar didalam sebuah
Ketel Uap dan pemutih bahan kimia. Uap air tekanan tinggi diproduksi
dengan membakar bahan organik yang dapat di dalam cairan, ini
digunakan untuk menghasilkan sumber elektrik pada Turbo Generator dan
kelebihan steam digunakan untuk tujuan pemanasan pada proses.
Tahap I, Klorin Dioksida (D0)
Pulp hasil pencucian dan pennyaringan dialirkan dengan stock pump
menuju unbleach tower yang berkapasitas 2000 m3. Klorin dioksida (ClO2)
dicampur didalam stock tank kemudian dialirkan ke unbleach tower.
Campuran pulp dengan bahan kimia ClO2 dialirkan ke blow stock
blending tank, dan didalamnya campuran pulp dan bahan kimia tersebut
akan bereaksi. Kemudian pulp dipompakan menuju D0 tower (menara
klorinasi) melalui sebuah pipa. Dan didalam pipa, ClO2 diinjeksikan lagi
dan juga terdapat mixer untuk mencampurnya.
Campuran bahan kimia dan pulp ini masuk kedalam D0 tower yang
berkapasitas 335 m3, pada bagian bawah dan keluar melalui bagian atas.
• Temperatur reaksi : 60-65oC
• Waktu : ± 45 menit
• pH reaksi : 2-4
Tahap II, ekstraksi Peroksida( EP)
Konsistensi pulp pada tahap ini adalah 10% dan alkali/caustic soda
(NaOH) akan ditambah sebelum pulp masuk ke ekstrak tower atau menara
ekstraksi. Jumlah NaOH yang ditambahkan diatur melalui katub pH.
Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH, O2, H2O2.
• Temperatur reaksi : 70-75 oC
• Brightness akhir : 65-75% ISO
• Waktu : 45-60 menit
• pH reaksi : 10,8-11
Tahap III, Dioksida I (DI)
Tahap lanjutan ini juga memakai klorin dioksida (ClO2) sebagai
bahan pengelantang dan NaOCl (sodium hipoklorit) juga diperlukan.
Tujuan utama dalah untuk menaikkan brightness pulp sesuai dengan target
yang ingin dicapai.
Proses pada tahap ini berlangsung :
• Temperatur reaksi : (HYPO) 40- 50 oC
(ClO2) 78- 80oC
• Waktu : 180 menit
• pH reaksi : 3,0-3,5
Tahap IV, Peroksida (DII)
Pulp dari tahap dioksida pertama diproses selanjutnya ditahap
peroksida. Prinsip perlakuan kimia pada tahap ini sama dengan tahap
dioksida pertama. Tujuannya adalah untuk penyempurnaan kemurnian
pulp dan tercapainya brightness pulp. Bahan kimia yang dipakai juga
menggunakan ClO2.
• Temperatur reaksi : 78-80oC
• Brightness akhir : 89-90% ISO
• Waktu : 240 menit
• pH reaksi : 3,0-3,5
2.2.6. Pulp Machine
Pulp machine merupakan intergrasi dari bagian operasi pabrik pulp. Kini
dengan perkembangan teknologi telah menghasilkan tingkat efesiensi yang
tinggi. Pulp machine dirancang mengubah suspensi pulp yang dikirim dari
bleaching plant atau proses bleaching menjadi lembaran pulp kering yang
selanjutnya diproses kedalam bentuk bal-bal unutk dikirim ke konsumen.
air 10% lalu dilakukan pengebalan yang tujuannya untuk mempermudah
pengiriman dalam transportasi.
Pulp machine dirancang dengan fungsi utamanya memisahkan air
dari buburan pulp dengan cara efesiensi tanpa merusak struktur serat, berat
dasar dan formasi pulp yang dihasilkan memiliki kekuatan lembaran yang
maksimum. Pulp machine merupakan tahapan terakhir dari proses
produksi pulp yang memiliki kepentingan sendiri. Setiap menit kehilangan
waktu produksi menggambarkan kehilangan penghasilan, karena itu
kemampuan operasi dalam bagian ini sangat diperlukan unutk menurunkan
down time seminimum mungkin.
2.3. Bilangan Kappa (Kappa Number)
Agar supaya pengendalian tahapan pemutihan berjalan dengan efesien
untuk mendapatkan pulp dengan kualitas yang diharapkan maka dilakukan
beberapa pengujian, yaitu:
• Kappa Number (bilangan kappa) yaitu : pengujian untuk
mengetahui tingkat delignifikasi, kekuatan relatif dari pulp dan
kesanggupannya untuk diputihkan.
• Brightness (Kecerahan) yaitu : sifat lembaran pulp untuk
memantulkan cahaya yang diukur pada suatu kondisi yang baku,
diukur dengan kemampuan memantulkan cahaya monokromatik
dan diperbandingkan dengan standar yang telah diketahui
(biasanya Magnesium Oksida), dan diukur dengan alat
Brightnessmeter (Elrepho)
• Viskositas yaitu : pengujian terhadap kekuatan dari pada pulp,
pengujian mengevaluasi derajat polimerisasi dari pada selulosa
atau dengan kata lain degradasi dari pada selulosa. (Sirait, 2003).
2.4. Analisis Titrimetri
Reaksi yang digunakan dalam analisis titrimetri dapat dibagi dalam dua
golongan utama :
a) Reaksi dimana tidak terjadi perubahan keadaan oksidasi; reaksi ini
bergantung pada bersenyawanya ion – ion.
b) Reaksi oksidasi – reduksi, ini melibatkan suatu perubahan keadaan
okidasi, atau dengan kata lain, pemindahan elektron. (Basset, 1994).
Titrimetri atau analisis volumetrik adalah salah satu cara
pemeriksaan jumlah zat kimia yang luas pemakaiannya. Hal ini
disebabkan karena beberapa alasan. Pada satu segi, cara ini
menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian dan
ketepatannya cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan karena
sifat yang berbeda - beda. Pada dasarnya cara titrimetri ini terdiri dari
pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi
secara stokiometri dengan zat yang akan ditentukan. Larutan pereaksi itu
biasanya diketahui kepekatannya dengan pasti, dan disebut pentiter atau
larutan baku. Sedangkan proses penambahan pentiter ke dalam larutan zat
yang akan ditentukan disebut titrasi.
Dalam proses satu bagian demi bagian pentiter ditambahkan ke
dalam larutan zat yang akan ditentukan dengan bantuan alat yang disebut
buret sampai tercapai titik kesetaraan. Titik kesetaraan adalah titik pada
saat pereaksi dan zat yang ditentukan bereaksi sempurna secara
stokiometri. Titrasi harus dihentikan pada atau dekat titik kesetaraan ini.
Jumlah volume ini disebut volume kesetaraan. Dengan mengetahui
volume kesetaraan kadar pentiter dan faktor stokiometri, maka jumlah zat
yang ditentukan dapat dihitung dengan mudah.
Agar proses titrasi dapat berjalan dengan baik sehingga
memberikan hasil pemeriksaan yang tepat dan teliti, maka persyaratan
berikut perlu diperhatikan dalam setiap titrasi :
1) Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung
secara stokiometri dengan faktor stokiometrinya berupa bilangan bulat.
Faktor stokiometri ini harus diketahui atau ditetapkan secara pasti,
2) Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi berlangsung dengan cepat
3) Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung
secara terhitung. Artinya, sesuai dengan ketepatan yang dapat dicapai
dengan peralatan yang lazim digunakan dalam titrimetri, reaksi harus
sempurna sekurang-kurangnya 99.9% pada titik kesetaraan.
Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah
warna diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya.
Kisaran penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKa nya.
Sebagai contoh fenolftalein(PP), mempunyai pKa 9.4 (perubahan warna
antara pH 8.4 – 10.4). Struktur fenolftalein akan mengalami penataan
ulang pada kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari struktur fenol
dari PP sehingga pHnya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan
warna. Metil orange (MO) mempunyai pKa (perubahan warna antara pH
2.7 dan pH 4.7), mengalami hal serupa terkait dengan perubahan warna
yang tergantung pada pH. Kedua indikator ini berada pada kisaran titik
balik (titik infleksi) pada titrasi asam kuat dan basa kuat.
Fenolftalein adalah indikator dari golongan ftalein yang banyak
digunakan dalam pelaksanaan pemeriksaan kimia. Fenolftalein merupakan
senyawa hablur putih yang mempunyai kerangka lakton. Indikator ini
laktonnya terbuka dan membentuk asam yang tidak berwarna. (Rohman,
2007).
2.3.1. Proses Oksidasi – Reduksi
Pada mulanya, proses oksidasi dan reduksi diberi batasan sebagai reaksi
pelepasan dan penangkapan oksigen oleh suatu zat. Sekarang, untuk
memperjelas inti sari gejala tersebut, telah dikemukakan batasan yang
lebih umum, yaitu : oksidasi adalah proses pelepasan elektron dari suatu
zat, sedangkan reduksi adalah proses penangkapan elektron oleh suatu zat.
Pada waktu melepaslan elektron suatu zat berubah menjadi bentuk
teroksidasinya, karena zat itu bertindak sebagai zat pereduksi. Sebaliknya,
zat pengoksidasi adalah zat yang menerima elektron dan karena itu zat
tersebut mengalami reduksi.
Bentuk teroksidasi dan bentuk tereduksi dari suatu zat merupakan
suatu system yang berpasangan yang disebut system redoks atau pasangan
redoks. Bentuk teroksidasi sering ditandai dengan “ox” dan bentuk
tereduksi ditandai dengan “red”. Kesetimbangan reaksinya ditulis sebagai
berikut :
ox + n e = red proses reduksi
Disini n adalah jumlah elektron yang dilepaskan atau diterima. Dari
batasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada kemiripan antara reaksi
oksidasi – reduksi dengan reaksi asam – basa. Perbedaan pokok antara
kedua proses itu adalah bahwa pada reaksi oksidasi – reduksi elektron
merupakan zarah dasar yang dipindahkan antara bentuk teroksidasi dan
bentuk teroksidasi berpasangan, sedangkan reaksi asam – basa hanya satu
proton yang dapat saling dipertukarkan, sedangkan pada reaksi oksidasi –
reduksi lebih dari satu elektron dapat terlibat dalam reaksi. (Rivay, 1995).
2.3.2. Titrasi Permanganometri
Kalium permanganat digunakan secara luas sebagai pereaksi yang mudah
diperoleh, tidak mahal, dan tidak memerlukan suatu indikator kecuali
kalau digunakan larutan yang sangat encer. Satu tetes 0.1 N KMnO4
memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan
yang biasanya digunakan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk
menunjukkan kelebihan pereaksi.
Permanganat mengalami reaksi kimia yang bermacam – macam
dalam keadaan – keadaan oksidasi. Reaksi yang paling banyak dijumpai
berada dalam laboratorium pendahuluan yaitu dalam larutan yang sangat
asam. Permanganat bereaksi sangat cepat dengan banyak pereaksi tetapi
mempercepat reaksinya. Kelebihan yang sedikit dari permanganat yang
ada pada titik akhir satu titrasi cukup untuk menyebabkan pengendapan
beberapa MnO2 akan tetapi karena reaksinya lambat maka MnO2 biasanya
tidak diendapkan pada titik akhit tiitrasi permanganometri. (Underwood,
BAB III
METODOLOGI
3.1. Metodologi Percobaan
− Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 09.30 WIB
− Analisis dilakukan pada tanggal 05 Januari s / d 10 Januari 2011 − Penentuan bilangan kappa dilakukan titrimetri
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
− Buret digital 50mL
− Neraca analitis
− Oven
− Desikator
− Termometer 100oC − Magnetik stirer
− Kertas saring
− Plastik dan Karet
− Waterbath
− Ember
− Gelas Ukur 1000mL Pyrex
− Beakerglass 1000mL Pyrex
− Beakerglass 5000mL Pyrex
− Pipet Skala 50mL
− Propipet
− Corong Buchner
− Alat vakum
− Alat sheet
3.2.2. Bahan
− Air demineralisasi
− Pulp
− ClO2 p.a.
− H2SO4 p.a.
− KMnO4 p.a.
− KI p.a.
− Na2S2O3 p.a.
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Preparasi sampel (pulp)
− Diambil sampel (pulp) dari unbleach blending tower
− Dicuci dan dikeringkan
− Dicabik – cabik menjadi bagian yang kecil
− Dibagi kedalam 5 plastik dengan berat yang sama
− Diuji konsistensi pulp
3.3.2. Pemutihan Pulp (Bleaching)
− Diukur 5 mL larutan ClO2 7.7 g/l dengan pipet skala dan ball pipet
− Dimasukkan kedalam plastic yang berisi pulp
− Ditambahkan 1285 mL air
− Diikat plastik dengan karet
− Dihomogenkan
− Didiamkan didalam waterbath selama ±1 jam pada suhu 65oC ± 1oC
− Diangkat dan didinginkan
− Dilakukan perlakuan yang sama dengan variasi % charge ClO2 7.7 g/l
0.15%, 0.20%, 0,25%, 0,30%, 0,35%, 0,40%, 0,45%, 0,50%, dan 0,55%.
3.3.3. Penentuan Bilangan Kappa
− Diambil sampel pulp dari proses bleaching tahap I (D0), lalu dicuci
− Dikeringkan dalam oven pada suhu 150oC±1oC selama ± 10 menit
− Didinginkan dalam desikator selama ± 10 menit
− Ditimbang sampel sebanyak 3.5 gram dengan neraca analitis
− Di masukkan sampel kedalam 400mL air demineralisasi dan dimasukkan
magnetic stirrer
− Dijalankan hotplate stirrer
− Ditambahkan KMnO4 0,1 N sebanyak 50mL dan H2SO4 4 N sebanyak
50mL secara bersamaan
− Dilakukan pengadukan selama ± 10 menit
− Ditambahkan KI 1 N sebanyak 10mL
− Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0.1 N sampai larutan berwarna
kuning
− Ditambahkan indicator amilum 1%
− Dititrasi kembali dengan larutan standart Na2S2O3 0.1 N sampai larutan
berwarna bening
− Dicatat volume larutan standar Na2S2O3 0.1 N yang terpakai
− Dilakukan percobaan yang sama sebanyak 3 kali
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil pengamatan pada proses pemutihan (bleaching) tahap D0 terdapat pada
tabel 4.1 dan hasil analisa bilangan kappa terdapat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Data Analisa bilangan kappa
4.2.1. Proses Pemutihan (Bleaching) tahap D0
Untuk menghitung volume air dan volume klorin dioksida pada proses pemutihan
tahap D0 dapat dihitung dengan cara dibawah ini :
Berat Basah = 15.80 g
Berat Kering = 3.77 g
% Konsistensi
=
x 100%=
0.2386 x 100%=
23.86%OD
=
Massa x KonsistensiVolume ClO2
=
Volume Air
=
–
Volume ClO2% Charge ClO2 = 0.10 %
OD
=
Massa x Konsistensi=
162.21 x 0.2386=
38.70 gVolume ClO2
=
=
=
5 mLVolume Air
=
–
Volume ClO2=
–
5=
1285 mLUntuk % charge = 0.15 % – 0.55 % dapat dihitung dengan cara seperti diatas
4.2.2. Penentuan bilangan kappa
Untuk menghitung bilangan kappa dapat dihitung dengan cara dibawah ini :
K
=
Dimana :
K : Bilangan kappa
b : Volume titran terhadap blanko ( mL )
a : Volume titran terhadap sampel ( mL )
W : Berat sampel ( g )
% Charge = 0.10 %
K
=
=
=
4.94Untuk % charge = 0.15 – 0.55 dapat dihitung dengan cara seperti diatas (hasilnya
4.3. Pembahasan
Proses pemutihan (bleaching) merupakan suatu perlakuan dengan proses kimia
terhadap pulp untuk mengubah atau menghilangkan bahan/zat pewarna sehingga
pulp tersebut memiliki brightness yang lebih tinggi. Fungsi utama Bleaching
adalah memutihkan pulp dan menghilangkan sisa lignin yang masih terkandung
didalam pulp. Proses pemutihan (bleaching) berlangsung selama ± 1 jam pada
suhu 65oC ± 1oC. Proses pemutihan (bleaching) dilakukan dengan 4 tahap, yaitu
D0 – EP – D1 – D2. Namun pada percobaan ini dibatasi hanya pada tahap D0.
Pada tahap D0 bahan kimia yang ditambahkan adalah klorin dioksida (ClO2) 7.7
g/l, ini berguna untuk memutihkan pulp sehingga dapat diperoleh tingkat
kecerahan 65-75% ISO.
Bilangan kappa merupakan pengujian kimia diperlakukan terhadap pulp
untuk menentukan tingkat delignifikasi, kekuatan relatif dari pulp dan
kesanggupannnya untuk diputihkan. Bilangan kappa dari pulp didefenisikan
sebagai volume (mL) dari 0,1N larutan kalium permanganat yang digunakan oleh
satu gram moisture free pulp yang berada dalam persyaratan spesifik pada
prosedur ini. Pada analisis bilangan kappa, reaksinya berlangsung secara oksidasi
– reduksi. KMnO4 0.1 N berperan sebagai oksidator yang akan mengoksidasi
lignin tersisa yang berlangsung dalam suasana H2SO4 4 N. KI 0.1 N berperan
bereaksi dengan larutan standart Na2S2O3 0.1 N. Titik akhir titrasi dapat diketahui
dengan penambahan indikator amilum 1 % menjelang titik akhir titrasi. Suhu
selama titrasi dijaga konstan pada suhu 25oC. Hal ini bertujuan untuk menghindari
faktor koreksi kesalahan selama titrasi.
Pada analisis bilangan kappa terjadi reaksi sebagai berikut :
Oksidasi : MnO4- + 8 H+ + 5 e Mn2+ + 4H2O x 2
Reduksi : 2I- I2 + 2 e x 5
+
2 MnO4- + 16 H+ + 10 e 2 Mn2+ + 8 H2O
10 I- 5 I2 + 10 e
+
2 MnO4- + 16 H+ + 10 I- 2 Mn2+ + 8 H2O + 5 I2
Dari hasil analisis bilangan kappa pulp dari proses unbleach blending ke
proses bleaching telah sesuai dengan target perusahaan dan sesuai dengan ISO
( International Standart Organization). Sehingga dapat disimpulkan hasil analisa
bilangan kappa pada tahap I proses pemutihan (bleaching) dapat dilanjutkan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis pengaruh % charge klorin dioksida (ClO2) pada proses
pemutihan (bleaching) tahap I (D0) terhadap bilangan kappa dapat disimpulkan
bahwa bilangan kappa akan menurun, dengan bertambahnya % charge klorin
dioksida (ClO2) pada proses pemutihan (bleaching) tahap D0.
5.2. Saran
a. Pada proses pemutihan (bleaching) pulp sebaiknya dikontrol dengan baik
agar target untuk parameter yang lain dapat tercapai.
b. Pada proses titrasi sebaiknya suhu dijaga konstan pada suhu 25oC.
c. Pada penentuan bilangan kappa sebaiknya nilai bilangan kappa jangan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim . 2002 . Washing, Bleaching, Digester & Screening. Porsea : Learning and Development Centre PT.Toba Pulp Lestari,Tbk.
Anonim . 2002 . Digester Plant. Porsea : Learning and Development Centre PT. Toba Pulp Lestari, Tbk.
Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi keempat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Fessenden & fessenden. 1992 . Kimia Organik. Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Edisi ketiga. Jilid kedua. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Hardjono, S. 1995 . Kimia Kayu Dasar-Dasar dan Penggunaannya. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Haygreen, J.G. 1996 . Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
http://Chem-is-try.org/pengujiankadarlignindalampulp/ diakses pada tanggal 07 Januari 2011.
Rivay, H. 1994 . Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI – Press.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.
Sirait, S. 2003. Module Bleaching . Porsea : Learning and Development Centre PT.Toba Pulp Lestari,Tbk.