5 BAB II
LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka
Metode yang digunakan untuk membuat Metal Matrix Composite ini adalah stir casting. Metode casting digunakan karena metode ini fleksibel, sederhana, dan ekonomis [6]. Proses stir casting memiliki beberapa parameter yang harus diperhatikan seperti kecepatan pengadukan, waktu pengadukan, waktu penahanan, temperatur penuangan, ukuran pengaduk dan posisi pengadukan [7]. Selain dari parameter tadi stir casting memiliki keterbasahan yang rendah antara matriks dengan penguat [3].
Untuk meningkatkan wettability pada partikel penguat, diperlukan electroless coating pada partikel penguat [8]. Wettability berperan penting dalam proses pembuatan komposit, wettability yang baik adalah kondisi dimana partikel penguat terdistribusi merata pada matriks aluminium. Preheat partikel penguat pada suhu 500˚C dalam waktu 40 menit dapat menghilangkan kelembaban dan gas yang ada di partikel penguat sehingga dapat meningkatkan wetabillity [9].
Kecepatan pengaduk membantu meningkatkan keterbasahan ikatan antara matriks dan penguatnya. Kecepatan yang berlebihan menyebabkan banyaknya udara yangterjebak dalam logam coran yang menyebabkan banyak porositas. Nilai kekuatan tekan dan kekerasan optimum dapat dicapai pada kecepatan pengaduk 600 rpm [11].
Waktu pengadukan mempengaruhi distribusi partikel yang seragam dan menciptakan interface bonding yang sempurna antara matriks dan penguat. Waktu pengadukan ini tergantung dari jumlah partikel penguatyang akan ditambahkan ke dalam matriks [10]. Nilai optimum dapat dicapai pada waktu pengadukan 10 menit [11].
Vorteks merupakan pusaran yang terbentuk dari proses berputarnya pengaduk. Vorteks mempengaruhi aliran yang terbentuk pada logam cair, sehingga persebaran partikel penguat dipengaruhi oleh vorteks yang terbentuk. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Naher menunjukkan vortex efisien terbentuk pada 50% dari kedalaman logam cair.
6
Partikel penguat yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir pantai.
Pasir pantai mengandung senyawa keramik Magnesioferrite (MgFe2O4) yang dapat dijadikan bahan baku pada material komposit [12]. Magnesioferrite merupakan senyawa yang dibentuk oleh MgO dan Fe2O3, dengan memiliki kekerasan senyawa 800-900 kg/mm2. Mineral oksida seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan TiO2 sebagian besar terkandung di pasir pantai. Nilai pengujian komposit tertinggi terjadi pada saat fraksi beratnya 4% grafit [13].
Penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dari penelitian- penelitian terdahulu. Penelitian dilakukan dengan metode stir casting dengan penggunaan matriks aluminium paduan 6061 serta partikel penguat Pasir Pantai.
Perlakuan electroless coating digunakan pada partikel penguat Pasir Pantai untuk penelitian ini dan berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan aluminium cair sehingga mendorong pembasahan yang tepat [14]. Hasil dari komposit dengan perlakuan electroless coating pada partikel penguat Pasir Pantai tersebut akan dianalisa sifat fisik dan sifat mekanik.
2.2 Dasar Teori 2.2.1 Komposit
Komposit merupakan suaru material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material yang berbeda secara makroskopik, dimana satu materialnya berfungsi sebagai reinforced dan lainnya sebagai matrik sehingga kita dapat menghasilkan material baru yang memiliki sifat yang lebih baik dari bahan lain [1].
Berdasarkan pada penguat yang digabungkan dalam komposit dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu komposit dengan penguat partikel, komposit dengan penguat serat, komposit dengan penguat struktural [13].
2.2.2 Metal Matrix Composites (MMC)
Metal Matrix Composite (MMC) saat ini sudah berkembang dan diakui sebagai bahan rekayasa dan struktural yang penting dalam aplikasi industri serta menjadi salah satu contoh komposit yang banyak digunakan pada komponen komponen mesin seperti piston, kepala silinder, dan masih banyak lagi [2].
Kebutuhan besar pada material dengan sifat mekanik yang tinggi menyebabkan pengembangan pada bidang komposit. Diantara berbagai bidang komposit yang
7
dibutuhkan, metal matrix composites termasuk material yang banyak digunakan [12].
2.2.3 Aluminium Matrix Composites (AMC)
Aluminium Metal Composite (AMC) adalah material generasi baru yang memiliki potensi untuk memenuhi permintaan teknologi rekayasa. AMC memiliki nilai kekuatan tinggi, modulus elastisitas tinggi dan ketahanan aus yang baik dibandingkan dengan aluminium biasa [16]. Aluminium metal composite (AMC) diperkuat oleh partikel keramik yang kuat yang memberikan sifat mekanis yang lebih baik dengan penambahan partikel keramik ke dalam matriks [17].
2.3 Perlakuan Pada Partikel
Sebelum melakukan pelapisan suatu partikel dengan bahan kimia / electroless coating kita harus tahu dulu persyaratannya yaitu adanya permukaan katalik yang tepat. Contoh partikel keramik, permukaan tidak inheren katalik. Oleh karena itu diperlukan perlakuan electroless coating pada material tersebut untuk proses selanjutnya [18].
Electroless coating merupakan salah satu metode pelapisan partikel penguat.
Pasir pantai memiliki struktur yang kasar dan memiliki wettability yang sangat buruk, oleh karena itu perlu diberi perlakuan electroless coating. Perlakuan electroless coating dibentuk menggunakan asam nitride (HNO3), Aluminium fine powder, dan Magnesium fine powder. Efek Magnesium pada pelapisan partikel penguat adalah untuk menurunkan tegangan pada permukaannya. Terbentuk fasa tersebut dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik pada AMC karena wettability yang baik antara matrik alumnium dengan partikel penguat [4].
2.4 Bahan Penyusun Aluminium Matrix Composites (AMC) 1. Aluminium
Aluminium memiliki massa jenis sebesar 2,7 g/cm³ titik leleh 660℃ dengan konduktivitas listrik dan termal yang tinggi serta ketahanan korosi yang baik.
Aluminium memiliki struktur kristal FCC, sehingga keuletannya dapat bertahan pada suhu yang rendah [19]. Untuk meningkatkan sifat mekanik aluminium yaitu dengan menambahkan paduan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, secara satu persatu atau secara
8
bersamaan. Hal ini menyebabkan peningkatan pada sifat-sifat lainnya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, dan koefisien pemuaian rendah.
Aluminium dan paduannya ditandai berdasarkan produknya, sistem penandaan aluminium tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 paduan aluminium hasil pengecoran.
Tabel 2. 1 Daftar seri paduan aluminium-aluminium tuang [20]
Paduan Elemen paduan mayor
1XXX 99,00% min. Aluminium
2XXX Cu
3XXX Mn
4XXX Si
5XXX Mg
6XXX Mg dan Si
7XXX Zn
8XXX Elemen lain
9XXX Seri yang tidak digunakan
Aluminium yang digunakan pada penelitian ini merupakan aluminium paduan hasil pengecoran seri 6061 dengan paduan utama magnesium dan silikon (Mg-Si). Diagram fasa dari paduan Al-Mg-Si ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Diagram fasa Aluminium 6061 [21]
9 2. Pasir Pantai
Penguat pasir pantai yang digunakan berasal dari Pantai Samas, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Proses penghalusan pasir pantai menggunakan mortir dan diayak menggunakan ayakan mesh 200 dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
3. Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan logam ringan yang memiliki densitas 1,7 g/cm3, dengan densitas yang ringan tersebut magnesium sering digunakan dalam komponen pesawat terbang, dll. Magnesium memiliki struktur krital HCP, relatif ringan, modulus elastisitas 45 GPa, titik didih 1090℃, titik lebur 650℃. Penamahan magnesium pada saat pembuatan AMC menggunakan proses stir casting dapat meningkatkan wettability antara partikel penguat dengan matriks [22].
2.5 Fabrikasi Aluminium Matrix Composites (MMC)
Komposit diproduksi dengan teknik yang berbeda yaitu stir casting, powder metallurgy, compo casting, mechanical alloying and liquid metal infiltration dan spray decomposition. Semua teknik akan memiliki fakta dan batasan masingmasing bergantung pada parameter yang efektif. Dua jenis utama proses fabrikasi adalah metode stir casting dan powder metallurgy method [17].
2.5.1 Powder Metallurgy
Proses solid-state (metalurgi serbuk) adalah proses pembuatan AMC dalam fasa padat dengan mencampurkan matriks dengan penguat secara bersamaan yang ditekan kedalam cetakan. Proses solid-state meliputi pencampuran serbuk secara bersamaan dengan penggabungan antara lain, proses high energy ball milling, friction stir casting, diffusion bonding, dan vapors deposition techniques. Pemilihan proses ini tergantung pada banyak faktor termasuk jenis dan kadar pemasukan penguat dan kadar struktur mikro yang diinginkan [23].
Kelebihan pembuatan dengan proses ini adalah mampu mendistribusikan matriks dan penguat secara merata dan mempunyai sifat mekanis yang baik.
Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah sulit dalam penyimpanan serbuk, ukuran benda yang terbatas, dan biaya relative mahal. Oleh karena itu banyak yang
10
menggunakan proses liquid-state dibandingkan proses solid-state dalam pembuatan komposit.
2.5.2 Stir Casting
Proses stir casting adalah salah satu metode pembuatan material komposit dengan mencampurkan bahan material disaat material dalam keadaan mencair, dimana pengadukannya secara mekanik. Dalam membuat material komposit ada beberapa faktor yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mencapai penyebaran yang seragam dari bahan penguat.
2. Untuk mencapai wettabality antara dua material.
3. Untuk mencegah adanya porositas pada material komposit.
Sudut dan jumlah blade sangat menentukan pola aliran logam cair. Semua ini dilakukan agar penguat menyebar secara rata dalam cairan logam, ikatan antar material sempurna dan menghindari pengelompokan. Kecepatan pengadukan merupakan hal yang penting untuk mencapai wettabality antara matriks dan penguat. Kecepatan pengadukan menentukan penyebaran dari partikel logam cair.
Ketika temperatur pengadukan dan kecepatan ditingkatkan maka porositas juga meningkat. Secara umum, porositas muncul dari tiga penyebab antara lain, terjebaknya gas selama pengadukan, evolusi hidrogen dan penyusutan selama pembekuan [3]. Hal ini disebabkan saat temperatur meningkat dan kecepetan pengadukan terlalu tinggi maka timbul gas hidrogen, sehingga gas tersebut terperangkap dalam coran sehingga membentuk rongga-rongga yang disebut porositas. Untuk mendapatkan hasil spesimen yang baik dengan porositas rendah temperatur penuangan berada di 675ºC-700°C dan kecepatan pengadukan 600 rpm [15]
2.6 Pengujian Spesimen
2.6.1 Pengujian densitas dan porositas
Densitas merupakan pengukuran massa benda per satuan volum benda.
Densitas juga didefinisikan sebagai kepadatan suatu zat yang dipersamakan secara matematika berupa perbandingan massa benda dengan volum benda. Pengukuran dilakukan dengan prinsip Archimedes, yaitu sebuah benda yang tenggelam dalam
11
suatu fluida akan mendapatkan gaya dorongan ke atas oleh sebuah gaya yang sama dengan berat fluida yang dipindahkan. Densitas teoritis berdasarkan rule of mixture pada Persamaan 2.1 sebagai pembanding terhadap densitas aktual.
𝜌c = 𝜌m Vm + 𝜌f Vf + 𝜌p Vp (2.1) Dimana : 𝜌c = densitas teoritis (g/cm3)
𝜌m = densitas matriks (g/cm3)
𝜌f = densitas fiber (g/cm3)
𝜌p = densitas partikel (g/cm3) Vm = fraksi volume matriks (%) Vf = fraksi volume fiber (%) Vp = fraksi volume partikel (%)
Porositas adalah cacat yang dibentuk oleh reaksi antar muka, yang menyebabkan penurunan sifat mekanik MMC. Porositas dalam komposit matriks logam (MMC) telah dikenal sebagai kerusakan yang mempengaruhi peningkatan kekuatan, khususnya dalam MMC yang diperkuat partikel [20]. Persentase porositas dapat dihitung menggunakan persamaan 2.2
𝑃 = ( 1 − 𝜌𝑠
𝜌𝑡ℎ𝑥 100%) (2.2) Dimana : P = persentase porositas (%)
𝜌𝑠 = densitas sampel atau densitas aktual (g/cm3)
𝜌𝑡ℎ = densitas teoritis (g/cm3)
2.6.2 Pengamatan struktur mikro
Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk mengetahui kandungan partikel yang ada dalam logam coran serta mengetahui jika adanya cacat dalam coran.
Pengamatan struktur mikro ini memungkinkan kita mengetahui bentuk dan ukuran butir serta pendistribusian dari material penguat dalam metode stir casting.
Pengamatan struktur mikro menggunakan larutan etsa Keller’s Reagent, 2 ml HF + 3 ml HCl + 5 ml HNO3 + 190 ml aquades. Spesimen dicelupkan ke dalam larutan etsa ini selama 20 hingga 25 detik yang kemudian dicuci dengan air mengalir.
12
2.6.3 Pengujian koefisien gesek dan keausan spesifik
Pengujian ini menggunakan tribometer tipe pin on disc. Spesimen yang digunakan berupa pin diam dan lokasi kontak pada piringan dengan kecepatan relative. Kecepatan energy total yang terdisipasi ke dalam kontak sliding yang ditentukan oleh gaya gesek dan kecepatan relative dari sliding.
Keausan adalah berkurangnya volume yang disebabkan oleh gesekan yang terjadi pada spesimen. Ada beberapa factor yang mempengaruhinya yaitu kecepatan, besar beban, profil permukaan serta kekerasan dari material yang diuji.
Kekerasan material akan berkurang seiring meningkatnya temperatur. ASTM G-99 menjadi acuan kita dalam pengujian gesek ini. Nilai koefisien gesek dapat ditentukan menggunakan persamaan (2.3)
Keterangan: µ = Koefisien gesek
Fgesek = Gaya gesek rata-rata (N)
N = Gaya pembebanan spesimen (N)
Keterangan: R = Jari-jari lintasan spesimen F = Gaya normal spesimen d = Diameter spesimen D = Diameter piringan W = Kecepatan putar piringan
𝜇 = 𝐹𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘/𝑁
(2.3)
Gambar 2. 2 Skema pengujian koefisien gesek dan keausan spesifik
13
Besar nilai keausan spesifik dapat ditentukan dengan Persamaan Archard (2.4):
(2.4)
Keterangan: K = Keausan spesifik (mm³/Nm)
∆𝑉 = Perubahan volume pin/ volume awal – volume akhir (mm³) F = Pembebanan spesimen (N)
L = Panjang lintasan (m) 𝐾 =∆𝑉
𝐹𝐿