• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FUNGSI SOSIAL DAN KARAKTERISTIK MUSIKAL LAGU-

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FUNGSI SOSIAL DAN KARAKTERISTIK MUSIKAL LAGU-"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FUNGSI SOSIAL DAN KARAKTERISTIK MUSIKAL LAGU- LAGU KARYA DJAGA DEPARI

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan

O L E H

NAMA : EGA PASKAH DEPARI NIM : 130707037

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

2017

(2)

PENGESAHAN

ANALISIS FUNGSI SOSIAL DAN KARAKTERISTIK MUSIKAL LAGU- LAGU KARYA DJAGA DEPARI

Skripsi Sarjana Dikerjakan Oleh

NAMA : EGA PASKAH DEPARI NIM : 130707037

Disetujui Oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. Drs. Kumalo Tarigan, M.A.

NIP. 19610829 198903 1 003 NIP. 19581213 198601 1 002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

2017

(3)

DISETUJUI OLEH

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

MEDAN

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI

KETUA

Arifni Netrirosa SST., M.A.

NIP. 19650219 199403 2 002

(4)

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,

Dr. Budi Agustono, M.S.

NIP. 19600805 189703 1 001

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Arifni Netrirosa, SST., M.A. ( ) 2. Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. ( ) 3. Drs. Kumalo Tarigan, M.A. ( ) 4. Dra. Frida Deliana, M.Si. ( ) 5. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si. ( )

(5)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur senantiasa saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kemurahan Kasih-Nya yang selalu menyertai perjalanan hidup saya sampai pada hari ini. Atas segala pertolongan-Nya yang luar biasa juga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: ANALISIS FUNGSI SOSIAL DAN KARAKTERISTIK MUSIKAL LAGU-LAGU KARYA DJAGA DEPARI.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. selaku dosen pembimbing I. Banyak pelajaran berharga yang saya dapat dari beliau. Beliau mengajarkan saya untuk tidak pantang menyerah dan selalu berusaha untuk mendapatkan yang terbaik.

Semoga semua pelajaran dan pengalaman yang Bapak bagi boleh menjadi pedoman bagi saya di waktu yang akan datang. Tak lupa juga saya juga menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A selaku dosen pembimbing II saya, yang tidak bosan untuk selalu mengingatkan saya agar tetap semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga segala arahan dan bimbingan yang Bapak berikan akan selalu saya ingat dan saya manfaatkan pada masa yang akan datang.

Kemudian saya juga mengucapkan terima kasih kepada :

 Ibu Arifni Netrirosa SST., M.A dan Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., selaku ketua dan sekretaris Program Studi Etnomusikologi. Terima kasih atas arahan dan bimbingan yang telah Ibu dan Bapak berikan selama mengemban ilmu di Program Studi Etnomusikologi

(6)

 Bapak Drs. Fadlin, M.A, yang selalu memberikan arahan-arahan selaku dosen pembimbing akademik saya selama mengikuti perkuliahan.

 Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.A., dan Bapak Drs. Yoeanto Ginting yang sudah banyak memberikan pengalaman baru untuk saya selama duduk di bangku perkuliahan yang juga sudah saya anggap juga sebagai orang tua saya. Sekali lagi, terima kasih banyak, Pak.

 Staf pengajar di Program studi Etnomusikologi, Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum Ph.D, Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., Bapak Drs.

Setia Dermawan Purba M.Si, Bapak Drs. Irwansyah Harahap M.A, Ibu Dra.

Rithaony Hutajulu M.A, Ibu Dra. Frida Deliana Harahap M.Si, yang sudah banyak memberikan ilmu yang sangat berharga dalam perkuliahan.

 Papa dan Mama yang tak henti-hentinya mengalirkan curahan cinta dan kasihnya untuk saya. Tak terhingga pengorbanan dan doa yang selalu Papa dan Mama panjatkan, dari saya lahir hingga saat ini. Semoga Papa dan Mama senantiasa dilindungi dan diberi umur yang panjang oleh Tuhan.

 Bulang Ngapuli Depari sebagai informan saya yang telah membantu dan memberikan informasi terkait dengan skripsi ini. Semoga informasi dan data yang diberikan menjadi ilmu pengetahuan bagi para pembaca. Kiranya Tuhan memberkati Bulang beserta keluarga sehingga kita bisa bertemu pada kesempatan berikutnya.

 Sahabat-sahabat saya stambuk 2013 di Program studi Etnomusikologi, terima kasih untuk kebersamaan kita dalam menempuh pendidikan di Etnomusikologi dan juga menjadi rekan saya dalam setiap kepanitiaan yang

(7)

dilaksanakan di kampus, semoga kita bisa bertemu dalam kesempatan baik berikutnya

Saya menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna sesuai dengan yang diharapkan, masih banyak data dan informasi yang perlu ditambahkan dan dilengkapi kemudian. Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga tulisan ini dapat disempurnakan kembali pada kesempatan yang akan datang.

Demikianlah yang bisa saya tuliskan, semoga skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi mereka yang ingin mengenal, mempelajari dan mengetahui Djaga Depari dan karya-karyanya.

Terima kasih

Medan, 2017 Hormat saya,

Ega Paskah Depari

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN PROGRAM STUDI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Konsep dan Teori ... 4

1.4.1 Konsep ... 4

1.4.2 Teori ... 6

1.5 Metode ... 9

1.5.1 Studi Kepustakaan ... 9

1.5.2 Kerja Lapangan ... 10

1.5.2.1 Wawancara ... 10

1.5.2.2 Pemotretan Data dan Perekaman Audio ... 11

1.5.3 Kerja Laboratorium ... 12

1.5.3.1 Transkripsi ... 12

1.5.3.2 Analisa Data dan Kesimpulan ... 13

BAB II BIOGRAFI DJAGA DEPARI ... 14

2.1 Masa Kecil ... 14

2.2 Masa Sekolah ... 15

2.3 Masa Dewasa ... 17

2.4 Djaga Depari Sang Komponis dan Pemain Musik ... 20

2.5 Djaga Depari dalam Kenangan ... 27

BAB III ANALISIS FUNGSI SOSIAL LAGU-LAGU DJAGA DEPARI ... 35

3.1 Fungsi Sosial Lagu-Lagu Djaga Depari sebagai sebuah Kearifan Lokal ... 35

3.2 Fungsi Sosial Lagu-Lagu Djaga Depari menurut Teori Alan P. Merriam ... 38

3.2.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ... 39

3.2.2 Fungsi Penghayatan Estetis ... 39

3.2.3 Fungsi Hiburan ... 40

(9)

3.2.4 Fungsi Komunikasi ... 40

3.2.5 Fungsi Perlambangan ... 41

3.2.6 Fungsi Reaksi Jasmani ... 41

3.2.7 Fungsi yang berkaitan dengan Norma Sosial ... 42

3.2.8 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial ... 42

3.2.9 Fungsi Kesinambungan Budaya ... 43

3.2.10 Fungsi Pengintegrasan Masyarakat ... 43

BAB IV KARAKTERISTIK MUSIKAL LAGU - LAGU KARYA DJAGA DEPARI ... 45

4.1 Transkripsi dan Analisa Lagu-Lagu Karya Djaga Depari ... 45

4.2 Karakteristik Musiksal Lagu-Lagu Karya Djaga Depari ... 67

BAB V PENUTUP ... 68

5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... xiv

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Poster Pertunjukan Drama Sanggar Sinar Desa Piso-Serit ... 26

Gambar 2.2 Dokumentasi Djaga ketika Menciptakan Lagu ... 28

Gambar 2.3 Dokumentasi Lagu-Lagu Ciptaan Djaga ... 30

Gambar 2.4 Dokumentasi Lagu-Lagu Ciptaan Djaga ... 31

Gambar 2.5 Dokumentasi Penghargaan Djaga dari Presiden Republik Indonesia ... 34

Gambar 2.6 Dokumentasi Penghargaan Djaga dari Kabupaten Karo ... 35

Gambar 2.7 Dokumentasi Penghargaan Djaga dari Seniman Karo ... 36

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel Form ara Sitengen Tengen ... 49

Tabel 4.2 Tabel Form Andiko Alena ... 51

Tabel 4.3 Tabel Form Ariko Kena ... 53

Tabel 4.4 Tabel Form Bintang Similep Ilep ... 55

Tabel 4.5 Tabel Form Bulan Purnama Raya ... 57

Tabel 4.6 Tabel Form Bunga Dawa ... 59

Tabel 4.7 Tabel Form Erkata Bedil ... 61

Tabel 4.8 Tabel Form Famili Taksi ... 63

Tabel 4.9. Tabel Form Gelombang Erdeso ... 65

Tabel 4.10 Tabel Form Io Io Lau Beringin ... 67

(12)

ABSTRAK

Djaga Depari adalah seorang komponis yang berasal dari Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Beliau mulai katif mencipta lagu sejak tahun 1943 sampai akhir masa hidupnya pada tahun 1963.

Penelitian ini akan membahas tentang fungsi sosial yang termuat dalam lagu-lagu karya Djaga Depari ketika masyarakat Karo mendengarkan lagunya.

Juga, akan melihat seperti apa karakteristik musikal yang menjadi ciri khas Djaga Depari ketika menciptakan lagunya.

Dalam proses pengerjaan penelitian ini, penulis menggunakan metode kuantitatif yang mana peneltian ini akan bersifat deskriptif dan analisis dari data- data yang sudah dikumpulkan. Untuk itu, dalam pengumpulan data penulis melakukan kerja lapangan (field work) yang meliputi beberapa aspek di antaranya ialah: wawancara, dokumentasi visual, dan perekaman audio.

Kemudian untuk menganalisa data-data yang sudah berhasil dikumpulkan di lapangan, penulis melakukan kerja laboratorium (desk work), yang meliputi:

transkripsi, analisa dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data.

Kemudian teori-teori yang penulis gunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah teori Kearifan Lokal yang dikemukakan oleh Sirtha, kemudian teori Fungsi Musik oleh Alan P. Merriam, teori Musik Populer oleh Theodeor W.

Adorno untuk melihat fungsi sosial yang termuat dalam lagu-lagu karya Djaga Depari sementara teori analisis musik oleh Chris dan DeLone digunakan untuk melihat karakteristik musikal yang terdapat pada lagu-lagu karya Djaga Depari.

(13)

ABSTRACT

Djaga Depari is a composer from Seberaya, Tiga Panah, Karo, North Sumatera. He began writing songs from 1943 to the end of his life in 1963.

This research will discuss about the social functions contained in the songs by Djaga Depari when the Karo people listen to his song. Also, will see what kind of musical characteristics that characterize Djaga Depari when creating the song.

In the process of this research, the author uses quantitative methods in which this research will be descriptive and analysis of the data that have been collected. For that, in collecting data writers do field work which includes several aspects of which are: interviews, visual documentation, and audio recording. Then to analyze the data that has been collected in the field work, the author performs laboratory work or we can say desk work, which includes:

transcription, analysis and make conclusions from the overall data.

Then the theories that the authors use as a reference in this research is the theory of Local Wisdom proposed by Sirtha, then the Function of Music theory by Alan P. Merriam, the theory of Popular Music by Theodeor W. Adorno to see the social functions contained in Djaga Depari’s songs, while the theory of Musical Analysis by Chris and DeLone used to see the musical characteristics.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Djaga Depari adalah seorang komponis yang berasal dari Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Beliau mengekspresikan dirinya dengan mencipta karya seni berupa lagu-lagu yang mulai dicipta sejak tahun 1943 hingga akhir masa hidupnya pada tahun 1963. Sampai saat ini ada 182 karya lagu yang sudah diciptakan oleh Djaga Depari1. Teks lagu karya Djaga Depari didominasi bahasa Karo namun ada juga lagunya yang dituliskan dalam bahasa Indonesia2.

Teks adalah ungkapan pikiran manusia yang di dalamnya ada situasi dan konteks. Teks dibentuk oleh konteks situasi penggunaan bahasa yang di dalamnya ada ragam bahasa yang melatarbelakangi lahirnya teks tersebut (Mahsun, 2013).

Berangkat dari pendapat Mahsun di atas, penulis melihat hal itu juga terjadi pada Djaga Depari. Ketika menciptakan teks lagunya, beliau berada pada situasi di mana ada suatu fenomena yang sudah atau sedang terjadi di sekitarnya dan teks- teks lagu tersebut dituliskan dalam bahasa Karo. Hal ini sesuai dengan latarbelakang kehidupan dan bahasa Djaga Depari yang berada di ruang lingkup masyarakat Karo.

1 Robert Perangin-angin, Djaga Depari “Komponis Nasional dari Tanah Karo”, 2009, hlm. 172.

2 Hasil wawancara dengan Bapak Ngapuli Depari.

(15)

Teks lagu-lagu Djaga Depari ini banyak dituliskan dalam bentuk metafora3. Metafora terbentuk karena Djaga Depari, ketika hendak mengungkapkan pemikirannya, tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan fenomena yang sedang atau sudah terjadi sehingga memilih metafora menjadi gaya Djaga Depari dalam mengungkapkan pemikirannya.

Setelah membaca dan memahami teks lagu Djaga Depari, tersirat sejumlah fenomena yang melatarbelakangi Djaga Depari dalam mengungkapkan pemikirannya. Pemikiran tersebut berisi tentang kehidupan sosial masyarakat Karo.

Kehidupan sosial bisa didefinisikan sebagai interaksi antar individu dan menjelaskan bagaimana kehidupan suatu masyarakat. Kehidupan sosial masyarakat Karo yang diungkapkan pemikiran Djaga Depari adalah tentang keadaan masyarakat Karo pada masa penjajahan, keindahan alam tanah Karo4, tutur adat istiadat dan perilaku masyarakat Karo, pendidikan sosial di masyarakat Karo, dan tak jarang juga ditemui teks lagu yang bercerita tentang kehidupan pribadinya.

Setelah mendengar dan menyimak teks lagu-lagu Djaga Depari, penulis menemukan ada kandungan kearifan lokal yang sangat kaya. Kandungan kearifan lokal ini memberikan kontribusi bagi kekayaan tradisi musik lokal masyarakat Karo. Lebih lanjut diungkapkan oleh Mitchel, et al. (2000) bahwa kearifan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan atau tradisional. Sistem pengetahuan merupakan suatu susunan tentang sesuatu yang dimiliki dari proses

3 Kridalaksana (2008: 152) menyatakan, bahwa metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan. Contoh: Dia adalah bintang kelas. Kalimat ini digunakan untuk menyebut orang yang paling pandai di kelas. Relasi persamaan antara orang yang paling pandai di kelas dengan bintang kelas adalah karena posisi bintang yang tinggi di angkasa serta bersinar disamakan dengan kepandaian dan keunggulan seseorang di dalam kelas.

4 Sebutan untuk wilayah tradisional suku Karo.

(16)

belajar maupun berdasarkan pengalaman. Yang penulis maksud dalam hal ini adalah sumber pengetahuan yang di dapat dari teks lagu-lagu. Sebagai contoh lagu Rambadia, yang berisi tentang tutur kekerabatan orang Batak Toba. Lagu ini berisi nasihat agar tidak terjadi kesalahan perilaku sesuai dengan susunan adat Batak Toba5. Tutur Kekerabatan yang terkandung dalam teks lagu Rambadia ini merupakan suatu sumber pengetahuan yang sudah berakar di masyarakat Batak Toba.

Sejalan dengan pendapat Mitchell et al, Undang-Undang No. 32 tahun 2009 juga menuliskan bahwa kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Nilai luhur adalah sebuah pemikiran dalam kelompok masyarakat dimana pemikiran tersebut merupakan panduan bagi mereka untuk mempertimbangkan suatu keputusan dalam kehidupan mereka.

Lebih jauh Kartawinata membahas fungsi langsung dari sebuah nilai adalah untuk mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk mengekspresikan kebutuhan dasar berupa motivasional. Kebutuhan dasar yang dimaksud adalah hal-hal yang diperlukan oleh individu dalam berinteraksi dengan individu lainnya. Sebagai contoh adalah hidup damai, tata cara berperilaku dengan masyarakat, dan tatanan adat-istiadat. Agar kebutuhan dasar ini dapat terpenuhi, maka motivasi menjadi cara dalam memenuhinya.

Pun demikian halnya dengan Djaga Depari, hasil pemikirannya memiliki nilai-nilai, yang tanpa disadari masyarakat Karo mengarahkan tingkah laku mereka

5 Basyral Hamidi Harahap, Hotman Siahaan, “Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak: Suatu Pendekatan terhadap perilaku Batak Toba dan Angkola-Mandailing”, 1987, hlm. 147.

(17)

dan menjadi sebuah motivasi untuk mengkespresikan kebutuhan dasar di masyarakat Karo dalam kehidupan sehari-hari.

Berbicara mengenai kearifan lokal dan nilai-nilai serta sumber pengetahuan yang terkandung di dalamnya, penulis melihat bahwa hal ini berguna bagi siapa saja yang menghidupi kearifan lokal tersebut. Dengan kata lain, kearifan lokal berfungsi sosial bagi mereka yang hidup di dalamnya. Kearifan lokal dalam konteks penelitian ini adalah dalam bentuk lagu karya Djaga Depari. Fungsi sosial dapat dipahami sebagai hal yang memenuhi kebutuhan suatu kelompok masyarakat.

Masyarakat yang penulis ingin bahas dalam penelitian ini adalah masyarakat Karo, yang di dalamnya ada bermacam-macam lagi kelompok masyarakat. Maka sesuai dengan hal itu, penulis ingin meneliti apa saja fungsi lagu-lagu Djaga Depari bagi masyarakat Karo sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan mereka ketika mendengarkan lagu-lagu karya Djaga Depari.

Berbicara mengenai Djaga Depari, karya lagu-lagunya masih banyak didengarkan oleh masyarakat Karo hingga saat ini6. Hal ini menjadi menarik karena lagu-lagunya diciptakan pada masa di mana musik populer baru saja muncul di Indonesia. Menjadi perhatian penulis bahwa lagu-lagu karyanya memiliki ciri atau karakteristik sehingga lagu-lagu tersebut dapat bertahan hingga sekarang setelah 74 tahun sejak awal Beliau menciptakan lagu. Untuk itu, penulis ingin lebih jauh meneliti tentang apa karakteristik lagu-lagu karya Djaga Depari sehingga dapat bertahan di tengah banyaknya bermunculan musik-musik populer dengan nuansa yang lebih baru.

6 Dapat dilihat di situs radio streaming online, radio lokal Kabupaten Karo, dan album musik lokal Karo.

(18)

Terkait dengan ini, penulis akan lebih jauh meneliti tentang fungsi-fungsi sosial yang berhasil dipenuhi Djaga Depari lewat karya lagunya bagi masyarakat Karo, dan karakteristik musikal yang terdapat dalam lagu-lagunya dengan menulis karya ilmiah yang berjudul: ANALISIS FUNGSI SOSIAL DAN KARAKTERISTIK MUSIKAL LAGU-LAGU KARYA DJAGA DEPARI.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan utama dalam tulisan ini adalah:

1. Apakah fungsi sosial yang dipenuhi lagu-lagu karya Djaga Depari bagi masyarakat Karo?

2. Apa saja karakteristik musikal yang terdapat dalam lagu-lagu karya Djaga Depari?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Lagu-lagu karya Djaga Depari memenuhi kebutuhan fungsi sosial masyarakat Karo.

2. Ada beberapa karakteristik musikal yang terdapat dalma lagu-lagu karya Djaga Depari.

1.3.2 Manfaat Penelitian

(19)

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Menjadi referensi pagi pembaca tentang fungsi sosial dan karakteristik musikal yang terdapat dalam lagu-lagu karya Djaga Depari.

2. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai Djaga Depari dan karya-karyanya terutama dalam ruang lingkup Etnomusikologi.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep merupakan suatu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala (Mely Tan dalam Koentjaraningrat, 1991: 21). Konsep adalah kesepakatan suatu kelompok tentang memahami sebuah fakta, sehingga dengan adanya konsep, tidak ada kesalahpahaman dalam melakukan penelitian.

Dalam penulisan konsep ini, penulis akan menerangkan secara terminologi kata-kata kunci yang tercakup dalam penelitian ini.

Djaga Depari adalah putra daerah dari Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo yang kemudian pada masa hidupknya menghasilkan karya seni berupa lagu-lagu yang hingga saat ini masih banyak didengarkan masyarakat Karo. Untuk penelitan ini, penulis akan membahas kontribusi sosial yang sudah diberikan Djaga Depari kepada masyarakat Karo lewat karya lagunya.

Analisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:37) adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Sehingga dalam penelitian ini, penulis akan menguraikan lagu-

(20)

lagu karya Djaga Depari untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh mengenai lagu-lagunya agar penulis dapat melihat fungsi sosial serta karakteristik musikalnya.

Fungsi sosial dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegunaan suatu hal bagi hidup kelompok masyarakat. dapat dikatakan berguna ketika hal itu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam kelompok masyarakat. dalam konteks penelitian ini penulis akan meneliti fungsi sosial lagu-lagu Karya Djaga Depari yang berguna atau dengan kata lain, berhasil memenuhi kebutuhan sosial masyarakat Karo ketika mereka mendengarkan lagu-lagunya.

Kearifan lokal menurut Mitchel, et al. (2000) berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan atau tradisional. Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2009 kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini, penulis akan melihat nilai-nilai yang terdapat dalam teks lagu-lagu karya Djaga Depari dimana nilai-nilai yang terdapat dalam teks lagunya menjadikan lagu-lagu Djaga Depari berkontribusi sosial bagi masyarakat Karo.

Karakteristik diungkapkan oleh Caragih (2013) merupakan ciri yang secara alamiah melekat pada diri seseorang yang meliputi umur, jenis kelamin, ras/suku, pengetahuan, agama/ kepercayaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, musikal adalah yang berkenaan dengan musik. Sehingga dalam konteks penelitian ini, penulis akan membahas karakteristik pengetahuan yang dimiliki oleh Djaga Depari yang dituangkan dalam karya-karya lagunya. Maka dengan itu, penulis akan meneliti karakteristik musikal yang termuat dalam karya lagu Djaga Depari, baik

(21)

itu dari tangga nadanya, melodinya maupun ekstra musik yang terdapat dalam lagunya.

Koentjaraningrat dalam bukunya mendefinisikan masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang saling berintraksi. Sementara Karo adalah salah satu suku yang berdiam di dataran tinggi di Sumatera Utara. Untuk itu masyarakat Karo dapat didefinisikan sebagai orang-orang Karo yang saling berinteraksi. Namun, konsep operasional perihal masyarakat Karo yang akan penulis gunakan mengacu pada setiap kelompok masyarakat Karo, baik yang berada di Kabupaten Karo, maupun di daerah yang lain.

1.4.2 Teori

Teori digunakan sebagai landasan dan kerangka berpikir dalam membahas setiap permasalahan.

Ketika membahas tentang fungsi sosial yang dipenuhi Djaga Depari bagi masyarakat Karo lewat karya lagunya, hal ini tentu berkaitan dengan nilai-nilai yang berpengaruh bagi masyarakat Karo. Nilai-nilai yang berpengaruh bagi masyarakat Karo ini dapat dikategorikan sebagai kearifan lokal. Untuk membahas lebih jauh tentang kearifan lokal, penulis mengacu kepada teori kearifan lokal yang dikemukakan oleh Sartha, bahwa kearifan lokal adalah nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat dan aturan khusus di dalam masyarakat juga dengan fungsinya yang bermacam-macam pula, di antaranya adalah:

1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam.

2. Berfungsi untuk mengembangkan sumberdaya manusia.

(22)

3. Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan dan pantangan.

Teori ini penulis gunakan untuk membuktikan bahwa benar lagu-lagu Djaga Depari juga adalah sebuah kearifan lokal karena dalam teks lagu-lagunya terdapat nilai-nilai yang memiliki fungsi dan berdampak bagi tatanan hidup masyarakat Karo.

Untuk melihat apa-apa saja fungsi sosial yang berhasil dipenuhi Djaga Depari lewat lagunya, penulis menggunakan teori fungsi musik yang dituliskan oleh Alan P. Merriam. Beliau menuliskan bahwa ada 10 fungsi musik dalam kehidupan manusia7, kesepuluh fungsi itu adalah:

1. Fungsi Pengungkapan Emosional 2. Fungsi Penghayatan Estetis 3. Fungsi Hiburan

4. Fungsi Komunikasi 5. Fungsi Perlambangan 6. Fungsi Reaksi Jasmani

7. Fungsi yang berkaitan dengan Norma Sosial 8. Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial

9. Fungsi Kesinambungan Budaya

7Alan P. Merriam., “The Anthropology Of Music”, 1996, hlm 219.

(23)

10. Fungsi Pengintegrasian Masyrakat

Dalam penelitian ini, penulis akan melihat apa-apa saja dari kesepuluh fungsi musik yang dipaparkan oleh Alan P. Merriam yang dipenuhi oleh lagu-lagu Djaga Depari ketika masyarakat Karo mendengarkan lagunya.

Untuk kemudian lebih dalam mengetahui fungsi sosial yang Djaga Depari perbuat untuk masyarakat Karo lewat lagunya, penulis menggunakan teori Musik Populer yang dikemukakan oleh Theodor W. Adorno bahwa musik populer adalah musik yang distandirisasi untuk mendapatkan keuntungan komersial.

Teori ini penulis gunakan untuk mencari fungsi sosial dalam bentuk yang berbeda bukan hanya dalam pendidikan sosial, melainkan juga fungsi sosialnya dalam memenuhi ekonomi masyarakat Karo, lewat lagu-lagu ciptaannya, yang kemudian distandarisasi oleh berbagai pihak untuk mendapatkan keuntungan.

Selanjutnya untuk melihat karakteristik musikal lagu-kagu karya Djaga Depari, penulis akan terlebih dahulu menganalisa lagu-lagunya. Dalam menganalisa lagu-lagu karya Djaga Depari, penulis akan menggunakan teori analisis yang dikemukakan oleh Christ dan DeLone (1973:323-324) analisis harus menghasilkan pemahaman tentang materi dan proses pembentukan, sebab karya itu adalah merupakan potongan-potongan materi yang saling terkait disusun secara koheren. Selanjutnya, beliau memaparkan empat hal utama dalam melakukan analisis karya komposisi. Keempat bagian tersebut adalah: 1. Tekstur, 2. Melodi, 3.

Harmoni dan 4.Form. Namun dalam penelitian ini, penulis hanya akan menganalisa lagu-lagu karya Djaga Depari yang sudah ditranskripsi pada dua poin penting saja yaitu melodi dan form. Hal ini berkaitan dengan data yang penulis

(24)

kumpulkan di lapangan, bahwa Djaga Depari menciptakan lagu-lagunya hanya berbentuk teks dan melodi vokalnya saja. Sehingga untuk tetap merepresentasikan karakteristik musikal lagu-lagu Djaga Depari dalam versi aslinya adalah dengan menganalisa teks dan melodi vokalnya saja. Satu poin penting di atas kemudian dibagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu:

a. Melodi 1. Tangga Nada

Urutan nada yang disusun secara berjenjang, yang memiliki nilai berbeda pada masing-masing nadanya.

2. Modus

Modus adalah susunan nada, yang dalam bentuknya terlihat sebagai satu formula nada yang akan berakibat bagi sistem harmoni maupun atmosfir bunyi secara keseluruhan.

3. Kromatik

Kromatik adalah tanda yang berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan setengah nada, atau mengembalikan nada yang telah dinaikkan atau diturunkan itu kembali ke nada asal.

4. Modulasi

Peralihan kunci dalam suatu lagu. Seperti suatu lagu berada dalam kunci C, beralih menjadi kunci G (satu kres)

5. Ornamentasi

Hiasan atau variasi yang terdapat dalam lagu, dalam penelitian ini adalah vokal. Yang dapat dikategorikan sebagai ornamen adalah improvisasi yang dilakukan secara mendadak ataupun sudah direncanakan.

(25)

6. Ritem

Ritem adalah interaksi nilai waktu (interaksi) dari setiap bunyi termasuk dalam hal ini durasi antara bunyi dengan saat diam. Termasuk dalam kajian elemen ini antara lain ritme tetap, notasi ritmik, hubungan ritme dengan tempo, aksen menyangkut nilai waktu.

7. Meter

Jumlah ketukan yang terdapat dalam satu birama.

8. Motif

Motif adalah suatu bentuk pola irama dan melodi yang pendek tetapi mempunyai arti.

9. Repetisi Motif

Pengulangan dari motif dalam sebuah lagu.

10. Sekuens

Pengulangan nada dengan arah yang sama, tetapi pada tingkatan yang berbeda.

11. Perubahan Modus

Perubahan susunan nada yang mempengaruhi atmosfir lagu.

12. Kontur

Garis melodi yang terdapat dalam sebuah lagu.

b. Form

Form adalah bentuk komposisi yang terdapat dalam sebuah lagu.

(26)

Setelah penulis menganalisa lagu-lagu tersebut mengacu pada poin-poin di atas, penulis kemudian akan menarik kesimpulan mengenai karakteristik musikal yang terdapat dalam lagu-lagunya.

1.5 Metode

Dalam mengumpulkan data-data di lapangan penulis mengacu kepada teknik penelitian yang diungkapkan oleh Curt Sachs. Menurut Curt Sachs (1962:16) penelitian dalam etnomusikologi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi:

wawancara, dokumentasi visual data dan perekaman audio di lapangan. Sedangkan kerja laboratorium meliputi: transkripsi, analisa data dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data. Sebelum melakukan kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work), penulis akan melakukan studi kepustakaan terlebih dahulu. Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mengumpulkan data-data pendukung yang selanjutnya menjadi landasan dalam penelitian ini.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Studi pustaka dilakukan sebagai landasan dalam hal penelitian, sehingga mendapatkan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Hal ini juga dilakukan untuk melengkapi teori-teori yang berhubungan dengan bahasan utama penelitian.

Sehingga dalam penulisannya, konsep-konsep serta teori-teori yang dibahas di dalamnya relevan.

(27)

Langkah pertama yang penulis lakukan adalah melakukan studi pustaka dari berbagai buku terkait tentang judul penelitian untuk memperoleh pengetahuan awal mengenai apa yang akan diteliti. Sumber-sumber pustaka ini dapat berupa artikel, skripsi, maupun buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian. Dengan melakukan studi kepustakaan ini, penulis akan mendapatkan cara yang efektif ketika meneliti di lapangan.

Buku-buku yang penulis baca tentunya berkaitan dengan judul penelitian ini.

Beberapa buku yang menjadi acuan awal penulis dalam penelitian ini di antaranya:

Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem, Djaga Depari Komponis dari Tanah Karo, Piso Surit, dan beberapa buku lain yang berikutnya akan termuat dalam tulisan ini.

1.5.2 Kerja Lapangan

Penelitian ke lapangan dilakukan agar mendapatkan data yang valid sehingga topik utama pembahasan dapat dipastikan benar adanya. Penelitian lapangan ini menggunakan metode pengumpulan data dengan melakukan wawancara, serta dokumentasi data visual dan perekaman audio yang juga merupakan sumber data utama dalam penelitian ini.

1.5.2.1 Wawancara

Wawancara dalam hal ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan oleh penulis dalam melengkapi penelitian dan penulisan. Wawancara oleh Koentjaraningrat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu:

1. Wawancara berfokus (focus interview) yakni membuat pertanyaan selalu berpusat pada pokok permasalahan.

(28)

2. Wawancara bebas (free interview) yakni pertanyaan tidak hanya berfokus pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan dapat berkembang ke pokok permasalahan lainnya yang bertujuan untuk memperoleh berbagai ragam data, namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan.

Saat turun ke lapangan, penulis menggunakan wawancara berfokus (focus interview) sehinggga wawancara akan hanya berfokus pada pokok permasalahan.

Tidak menutup kemungkinan ketika wawancara berlangsung nantinya akan terjadi wawancara bebas (free interview) namun tetap tidak menyimpang dari pokok permasalahan.

1.5.2.2 Pemotretan Data dan Perekaman Audio

Selain wawancara, dokumentasi data dan perekaman audio juga merupakan salah satu hal penting yang mendukung penulisan penelitian ini. Pemotretan data dan perekaman audio dilakukan langsung saat penulis turun ke lapangan ketika wawancara dengan informan. Pemotretan data dan perekaman audio ini dilakukan dengan menggunakan kamera ponsel Xiaomi Redmi Note 3 Pro.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Untuk membahas lebih lanjut mengenai permasalahan dalam penelitian, penulis kemudian melakukan kerja laboratorium. Setelah mengumpulkan secara langsung data kuisioner, pemotretan dan perekaman audio di lapangan, data tersebut kemudian diolah dalam kerja laboratorium. Dalam pengolahan data di

(29)

laboratorium, penulis memilih data-data yang penting saja dalam penulisan penilitian ini.

Ketika mendeskripsikan musik di laboratorium, Nettl menyebutkan ada dua pendekatan utama untuk mendeskripsikan musik:

1. Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang kita dengar, dan

2. Kita dapat dengan cara menuliskan apa yang kita dengar tersebut ke atas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat.

Dari pendekatan tersebut, penulis akan menggunakan pendekatan yang kedua untuk medeskripsikan lagu-lagu ciptaan Djaga Depari. Namun kemudian untuk mendeskripsikan secara struktural dan musikal lagu-lagu ciptaan Djaga Depari, harus dilengkapi dengan analisa materi yang terlihat dalam bentuk notasi. Untuk itu, penulis akan melakukan transkripsi dalam kerja laboratorium ini.

1.5.3.1 Metode Transkripsi

Dalam penulisan ini, lagu-lagu Djaga Depari yang sudah didokumentasikan secara viual dan direkam audionya kemudian ditranskripsikan menggunakan sistem penulisan notasi Barat yang dikerjakan oleh penulis, juga dengan bantuan program perangkat lunak Muse Score.

Penulis memilih notasi Barat karena nantinya yang membaca hasil penelitian ini adalah orang yang berkecimpung dalam dunia etnomusikologi dimana mereka memahami dengan baik bagaimana notasi Barat. Dengan penulisan transkripsi menggunakan notasi Barat, penulis memperhatikan pendapat Seegers (1958:184- 195) yang mengungkapkan bahwa notasi berdasarkan tujuannya dibagi menjadi dua, yaitu:

(30)

1. Notasi Preskriptif (prescriptive) yaitu notasi yang hanya menuliskan garis besar dari bunyi. Notasi ini merupakan pedoman bagaimana musik itu dapat diwujudkan oleh pemain musik.

2. Notasi Deskriptif (descriptive) yaitu laporan yang disertai notasi secara lengkap tentang bagaimana sebenarnya suatu musikal dalam suatu pertunjukan diwujudkan.

Dalam hal ini penulis akan menggunakan notasi preskriptif sehingga pembaca yang dalam hal ini berkompeten dalam bidang musik dapat memahami bagiamana sebenarnya lagu-lagu karya Djaga Depari diwujudkan.

Juga penulis akan mentraskripskikan teks lagu-lagu karya Djaga Depari yang berbahasa Karo ke dalam bahasa Indonesia untuk mendapatkan makna yang terkandung dalam teksnya dan mengetahui konteksnya.

1.5.3.2 Analisa Data dan Kesimpulan

Analisa data dilakukan untuk mengubah suatu data menjadi informasi yang dapat digunakan untuk membuat sutau kesimpulan. Setelah mengumpulkan semua data-data yang penulis dapatkan di lapangan, kemudian penulis akan menyimpulkan informasi yang adalah jawaban dari pokrumusan masalah di atas.

(31)

BAB II

BIOGRAFI DJAGA DEPARI

Pada bab ini, akan diuraikan berbagai aspek terkait biografi Djaga Depari.

Meliputi masa kanak-kanak yang dimulai ketika Djaga Depari lahir sampai pada saat ketika Djaga Depari memulai perjalanannya sebagai seorang siswa, dilanjutkan dengan pengalaman pertama menciptakan lagu. Tidak hanya sampai di situ, pada bab ini juga akan diceritakan bagaimana perjalanan Djaga Depari sebagai seorang pria dewasa yang seperti orang pada umumnya juga bekerja untuk keluarganya, namun tetap dengan konsisten mencintai hobinya akan musik. Juga akan diceritakan tentang cerita-cerita yang melatarbelakangi lagu-lagu Djaga Depari yang jumlahnya ratusan yang diciptakan hingga akhir hayatnya. Pada bagian akhir, bab ini akan memaparkan bagaimana apresiasi masyarakat terhadap Djaga Depari setelah kepergiannya.

2.1 Masa Kecil

Djaga Depari lahir pada tanggal 5 Januari 1922 di Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo. Ayah Djaga Depari yaitu Ngembar Depari bekerja sebagai seorang Mandor Besar di Werbas elkawe (Perusahaan Pekerjaan Umum)8 Deli Hulu pada masa penjajahan Belanda. Beliaulah yang memimpin pekerjaan pembangunan jalan mulai dari Karo – Deli Serdang9 dan jalan Karo – Pematang

8 Sekarang dikenal dengan Dinas Pekerjaan Umum.

9 Sekarang dikenal dengan jalan lintas Kabupaten Karo – Kabupaten Deli Serdang.

(32)

Siantar10. Sementara Ibunya Siras br. Karo Sekali melakoni profesi sebagai ibu rumah tangga, mengerjakan pekerjaan rumah serta merawat suami dan anak-anak.

Djaga Depari dibesarkan bersama dengan empat saudara-saudarinya, mereka adalah: Tempat br Depari, Djalim Depari, Nengeni br Depari, Ngasali br Depari dan Senter br Depari. Masa kecil mereka lewati seperti anak-anak pada umumnya, bermain dan bercengkrama dengan teman-teman seusianya yang juga adalah tetangganya. Djaga adalah panggilan akrab yang diberikan untuk Djaga Depari baik dari keluarga maupun teman-temannya di rumah11.

2.2 Masa Sekolah

Pada tahun 1933 Djaga menempuh pendidikan pertamanya di sekolah Belanda Hollandsch Inlandche School (HIS)12. Beliau merupakan salah satu anak yang beruntung karena HIS memang hanya dikhususkan bagi anak-anak golongan bangsawan, tokoh terkemuka, dan pegawai negeri. Seperti yang penulis paparkan di atas bahwa ayah Djaga adalah seorang mandor besar di Werbas elkawe (Perusahaan Pekerjaan Umum) sehingga Djaga bisa terpilih untuk bersekolah di HIS. Di sekolah, Djaga bertemu dan mengenal teman-teman baru.

Setelah menamatkan jenjang pendidikan pertamanya pada tahun 1940, Djaga melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)

10 Sekarang dikenal dengan jalan lintas Kabupaten Karo – Kota Pematang Siantar.

11 Selanjutnya, penulis akan menggunakan Djaga sebagai panggilan yang merujuk kepada Djaga Depari.

12 Sekolah pada jaman penjajahan Belanda. Didirikan pada tahun 1914. Sekolah ini setingkat dengan Sekolah Dasar (SD) sekarang. Pertama kali berdiri di Sumatera Utara tepatnya di Narumonda, Kabupaten Toba Samosir pada tahun 1919. Siswa menempuh pendidikan selama enam sampai tujuh tahun.

(33)

Medan13. Ketika menjalani pendidikannya di MULO Medan, Djaga mulai menunjukkan ketertarikannya terhadap musik. Dimulai dengan keikutsertaannya dalam sebuah sanggar seni Melati Putih bertempat di Deli dan bermain biola.

Besar kemungkinan ketertarikannya untuk ikut serta bermain musik dalam sanggar tersebut dimulai ketika Djaga ikut menghadiri pertunjukan seni atau teatrikal pada tahun-tahun itu atau bahkan di tahun-tahun sebelumnya. Karena seperti juga yang penulis ketahui bahwa sejak tahun 1905 hingga tahun 1950-an banyak bermunculan kelompok-kelompok musik dan opera-opera musik, juga ditahun 1920-an musik-musik mulai disiarkan lewat radio14. Bisa saja pertunjukan- pertunjukan dan musik yang disiarkan itulah yang memicu semangat Djaga muda untuk bergabung dalam sanggar Melati Putih.

Dalam buku 100 Tahun Musik Indonesia, disebutkan bahwa sejak awal abad ke-20 sudah ada pemain biola andal yang cukup menarik perhatian masyarakat kala itu, ialah Tio Tek Tjoe yang juga merekam dan merilis lagu Indonesia Raya yang kita kenal sekarang sebagai lagu kebangsaan Republik Indonesa. Kemudian pada tahun 1936 muncul kembali pemain biola yang cukup dikenal juga yaitu Mas Sardi─yang juga ayah Idris Sardi─ bergabung dalam Opera Sweet Java15.

Nampaknya menjadi alasan yang cukup kuat bagi Djaga untuk memilih biola sebagai alat musiknya sebagaimana disebutkan sekitar tahun 1930-an mulai banyak opera opera dan kelompok musik Jazz yang bermunculan dimana biola juga

13 Sekolah pada jaman penjajahan Belanda. Setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekarang. Didirikan di Medan sekitar tahun 1925, tepatnya di Jalan T. Cut Metia, Medan.

14 Denny Sakrie, 100 Tahun Musik Indonesia”, 2015, hlm 2-14.

15 Denny Sakrie, “100 Tahun Musik Indonesia”, 2015, hlm 7 dan 10.

(34)

termasuk alat musik yang cukup diminati saat itu. Sehingga Djaga memutuskan untuk belajar dan bermain biola di sanggar Melati Putih.

Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri Djaga memang memiliki bakat musik yang tertanam dalam dirinya. Terbukti dengan keikutsertaannya di Sanggar Melati Putih yang baru sebentar saja, Djaga menciptakan lagu pertamanya yaitu Ara Sitengen-Tengen. Perlu menjadi perhatian bahwa ada pro dan kontra perihal lagu pertama yang diciptakan Djaga. Hal ini penulis simpulkan berdasarkan cerita dari keluarga yang kemudian disusun secara kronologis. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya perubahan dikemudian hari. Lagu ini berhasil diciptakan tak luput dari bantuan gurunya disekolah. Tanpa segan Djaga meminta bantuan dari dari gurunya untuk urusan mencipta lagu ini. Dengan berbekal pengetahuan yang didapat dari buku-buku musik yang diberikan oleh gurunya dan kemahirannya bermain biola, maka terciptalah lagu tersebut di atas.

Ketertarikannya akan musik semakin menggebu-gebu manakala teman- temannya di sekolah juga senang membahas lagu-lagu yang sedang populer saat itu seperti Vier kleine kleutertjes dan Aan de Minahasa16. Sehingga tak jarang juga Djaga mengundang teman-temannya untuk datang ke rumah dan berdiskusi tentang lagu-lagu yang sedang mereka gemari saat itu. Namun demikian hal itu tak mengurangi prestasi akademik Djaga di sekolah. Hal ini dibuktikan Djaga dengan hasil nilai bahasa Belandanya yang lulus dengan nilai ruim voldoende (lebih dari cukup).

16 Lagu edisi kedua dari Bundel Lagu kun je nog zingen zing dan mee yang diterbitkan pada tahun 1938.

(35)

Dalam menyalurkan hobinya bermain musik, ayahnya tidak melarang, tidak pula dengan menggebu-gebu lantas mendukung hobi Djaga akan musik. Ayahnya tetap membebaskan Djaga untuk menekuni hobinya akan musik, dengan catatan prestasi akademiknya di sekolah harus tetap baik dan meningkat.

Setelah menempuh pendidikannya di MULO selama tiga tahun, Djaga akhirnya berhasil lulus pada tahun 1943. Pada waktu itu, beliau dihadapkan pada pilihan akan melanjutkan pendidikannya atau tidak. Besar harapan Ngembar Depari agar beliau tetap melanjutkan pendidikannya dan agar kelak mendapatkan pekerjaan yang pantas.

2.3 Masa Dewasa

Djaga Muda akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya, namun ikut berjuang untuk merebut kemerdekaan Republik Indonesia dengan menjadi seorang tentara berpangkat Letda17 dibagian Hubungan Masyarakat. Djaga bertugas untuk mengajak serta pemuda dan para bapak yang masih sehat untuk ikut bersama berjuang demi kemerdekaan Republik Indonesia. Juga beliau bertugas untuk menyampaikan informasi-informasi terbaru perihal kedatangan maupun gencatan-gencatan yang dilakukan penjajah kepada masyarakat.

Disela-sela perjuangannya sebagai tentara, Djaga menciptakan lagu-lagu sebagai penyemangat untuknya dan masyarakat yang juga tengah berjuang saat itu.

17 Pangkat terendah dalam jenjang perwira pertama di kemiliteran di Indonesia.

(36)

Adalah lagu Erkata Bedil, dan Sora Midoh yang diciptakannya, yang hingga kini, masih dinyanyikan oleh masyarakat Karo.

Ditahun yang sama pula pada usia yang ke-21, kebahagiaan menghampiri Djaga. Ia menikah dengan anak Pamannya yang bernama Djendam br. Pandia. Dari pernikahan ini, Djaga dan istri dikaruniai tujuh orang anak (empat anak laki-laki dan tiga anak perempuan). Berikut adalah nama-nama dari anak Djaga:

1. Sadarman Depari, lahir pada tanggal 11 Desember 1944 di Seberaya.

2. Sutrisno Depari, lahir pada tanggal 24 November 1946 di Seberaya.

3. Maya Rita Br Depari, lahir pada tanggal 4 Mei 1953 di Seberaya.

4. Agustina Br Depari, lahir pada tanggal 17 Agustus 1959 di Seberaya.

5. Junita Br Depari, lahir pada tanggal 17 Juni 1960 di Kabanjahe.

6. Waktu Depari, lahir pada tanggal 10 Juni 1962 di Kabanjahe.

7. Ngapuli Depari, lahir pada tanggal 17 Juni 1963 di Kabanjahe.

Ketujuh anak Djaga, semuanya telah berkeluarga. Dari hasil perkawinan anak-anaknya ini, Djaga memiliki 7 orang menantu dan 18 orang cucu. Berikut ini keterangan mengenai anak, menantu dan cucu Djaga:

1. Anak pertama, Sadarman Depari menikah dengan Kartini br. Lubis, berasal dari Kota Pinang, Labuhan Batu. Dari pasangan ini, Djaga memperoleh empat orang cucu yaitu : Prima Depari, Rospita br. Depari, Irma br. Depari dan Juli br.

Depari.

2. Anak kedua, Sutirisno Depari menikah dengan Mulianna br. Kaban, berasal dari Desa Pernantin Kecamatan Juhar. Dari pasangan ini, Djaga memperoleh dua orang cucu yaitu : Juliaman Depari dan Fitrianai br. Depari.

(37)

3. Anak ketiga, Maya Rita br. Depari menikah dengan Sopan Sinuhaji, berasal dari Desa Aji Jahe. Dari pasangan ini, Djaga memperoleh empat orang cucu yaitu : Ir. Aswin Sinuhaji, Ir. Amri Sinuhaji, M.Si., AKP. Irsan Sinuhaji, S.H. dan Ir.

Andri Yosi Sinuhaji, M.Si.

4. Anak keempat, Agustina br. Depari menikah dengan Ali Asri Tarigan. Dari pasangan ini Djaga memperoleh tiga orang cucu yaitu : Ir. Iwan Iqbal Tarigan, Faisal Tarigan, S.E. dan Al-Aini br. Tarigan, AMD. Bakat seni Djaga mengalir pada putrinya yang keempat ini. Agustina adalah generasi kedua yang meneruskan bakat seni Djaga dengan mendirikan Sanggar Gerga Piso Surit.

5. Anak kelima, Juanita br. Depari menikah dengan Zul Afnan Tarigan, berasal dari desa Sukadame. Dari pasangan ini Djaga memperoleh satu orang cucu yaitu : Sri Rezeki Emia br. Tarigan.

6. Anak keenam, Waktu Depari menikah dengan Ratna br Kaban, berasal dari Desa Pernantin. Dari pasangan ini Djaga memperoleh dua orang cucu yaitu : Sry Wahyuni br Depari dan Arih Salsalina br. Depari.

7. Anak Ketujuh, Ngapuli Depari menikah dengan Lusianna br. Ginting berasal dari Desa Bunga Baru. Dari pasangan ini Djaga memperoleh dua orang cucu yaitu Irfansyah Putra Depari dan Eidika Depari.

Ketika biografi ini ditulis, empat dari tujuh anak Djaga sudah meninggal dunia. Karena itu, penulis memilih Bapak Ngapuli Depari yang adalah anak bungsu dan juga pewaris semua dokumen-dokumen karya lagu Djaga sebagai informan.

Tidak banyak informasi yang penulis dapatkan tentang perjalanan karir Djaga sebagai Tentara. Namun, ditahun-tahun ini dan selanjunya Djaga mulai aktif mencipta lagu. Yang menarik bagi penulis, ialah, beliau menjalani tiga profesi

(38)

semasa hidupnya, di luar dari profesinya sebagai komponis, yang mana akan penulis ulas di sub bab berikutnya.

2.4 Djaga Sang Komponis dan Pemain Musik.

Setelah Republik Indonesia merdeka ditahun 1945, konflik yang terjadi di Indonesia juga di Tanah Karo sudah mereda. Pun demikian halnya dengan Djaga, setelah Republik Indonesia merdeka, beliau di pindahtugaskan ke Desa Pernantin, Kecamatan Juhar menjadi guru bahasa Inggris di sebuah Sekolah Rakyat.

Disela-sela kesibukannya sebagai seorang guru, Djaga tetap menekuni kecintaannya akan musik. Beliau mendirikan sebuah sanggar yang diberi nama Sanggar Sinar Desa – Piso Serit yang berpusat di Desa Seberaya. Ia beberapa kali menampilkan pertunjukan drama bersama sanggar ini.

(39)

Gambar 2.1

Poster Pertunjukan Drama Sanggar Sinar Desa – Piso Serit

(40)

Sekitar tahun 1950-an Djaga kembali dipindahtugaskan menjadi Juru Penerangan di Departemen Penerangan dengan pangkatnya sebagai Letda. Hingga akhir masa hidupnya, Djaga pun masih berprofesi sebagai seorang Juru Penerangan.

Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, bahwa Djaga tidak mengikuti pendidikan tentang musik secara formal, ilmu yang didapat hanya berbekal dari buku-buku musik yang diberikan oleh gurunya semasa sekolah. Dengan pengetahuan yang terbatas hanya dari buku-buku tersebut, tidak membuat semangat Djaga surut. Beliau banyak menonton pertunjukan-pertunjukan musik, layar tancap, bahkan juga menonton Bioskop. Dari pertunjukan-pertunjukan itulah Djaga mendapat banyak inspirasi dalam menciptakan lagunya.

Djaga menciptakan lagu hampir disetiap waktu. Beliau tak pernah lupa untuk membawa kertas kecil atau buku dan bolpoin yang pada saat itu masih tergolong mahal. Untuk sekadar berjaga-jaga siapa tahu ditengah-tengah aktivitas yang dikerjakannya terlintas inspirasi untuk menciptakan lagu.

Penulis mendapatkan informasi tentang cara Djaga menciptakan lagu- lagunya. Yaitu dengan membuat sebuah kurva naik-turun yang (bisa saja) mengindikasikan tinggi rendahnya nada yang akan diciptakan, lalu kemudian sesampainya di rumah Djaga akan mentransformasikan kurva naik-turun tersebut ke dalam not angka bersama dengan teks lagunya. Hal ini sebenarnya sangat menarik untuk diteliti, namun tidak ada yang mengerti dan paham dengan baik metode Djaga ketika menciptakan lagu, selain Beliau sendiri.

Untuk kita ketahui bersama, Djaga sudah meninggal maka metodenya dalam menciptakan lagu tersebut menjadi arsip yang masih menjadi misteri.

(41)

Gambar 2.2

Salah satu dokumen Djaga ketika

menciptakan lagu dengan metode kurva naik-turun.

(42)

Ada banyak cerita menarik di balik semua lagu-lagu ciptaan Djaga. Tidak jarang lagu-lagunya berisi kehidupan keluarganya. Sebagai contoh, pernah suatu kali Djaga terlalu asyik menciptakan lagu sampai membawanya ke rumah, tanpa disangka, istrinya merasa kurang nyaman dengan sikap Djaga, hingga menyuruhnya untuk tidur di luar malam itu. Maka malam itu juga, terciptalah lagu Dalin Ku Rumah yang berarti Jalan ke Rumah dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan apa yang dialaminya malam itu. Masih banyak cerita menarik lainnya yang melatarbelakangi terciptanya lagu-lagu Djaga yang tidak mungkin penulis paparkan secara detail dalam penelitian ini.

Ada sebuah lagu yang terkenal di masa pemerintahan Presiden Soekaro. Lagu nya berjudul Sora Midoh. Lagu ini bercerita tentang kehidupan masyarakat Karo pada masa penjajahan dan bagaimana gigihnya mereka untuk merebut kemerdekaan. Begtu tersohornya lagu ini sampai Presiden Soekarno mengundang Djaga datang ke Istana Negara untuk diberikan penghargaan atas lagunya tersebut.

Sangat disayangkan, sebelum sempat memenuhi undangan itu, Djaga meninggal dunia pada tanggal 15 Juli 1963 diusianya yang ke-41 tahun.

Sejak tahun 1943 hingga akhir hidupnya, tercatat 182 buah lagu yang sudah diciptakan oleh Djaga. Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan, masih ada sekitar ratusan lagu Djaga lainnya yang sama sekali belum pernah diperdengarkan olehnya kepada orang lain. Sangat disayangkan teks-teks lagu tersebut sudah dikubur di makam Djaga.

(43)

Gambar 2.3

Dokumentasi Lagu Ciptaan Djaga

(44)

Gambar 2.3

Dokumentasi Lagu Ciptaan Djaga

(45)

Bukan hanya saja ahli menciptakan lagu, Djaga juga lihai memainkan alat musik. Beberapa alat musik yang dimainkan Djaga di antaranya adalah harmonika, gitar, kontrabass, ukulele dan biola. Namun seperti yang banyak dibicarakan, Djaga lebih dominan memainkan biola. Lewat biola pulalah Djaga banyak menghasilkan lagu-lagu yang berjumlah ratusan tersebut.

Menurut penuturan informan, alat-alat musik yang dulunya dipakai Djaga kini berada di sebuah museum di Belanda. Penulis sudah mencari tahu dan menghubungi museum di Belanda yang kemungkinan kuat, alat-alat musik Djaga tersimpan di sana, untuk memastikan kebenarannya. Namun hingga saat ini belum ada balasan dari pihak museum terkait dengan hal itu.

2.6 Djaga dalam Kenangan

Kepergian Djaga tidak membuat orang-orang begitu saja melupakannya.

Terbukti dengan lagu-lagunya yang masih banyak didengarkan oleh masyarakat Karo hingga sekarang. Menjadi sebuah kebanggan bagi penulis karena lewat lagu- lagunya, Djaga berhasil menyampaikan dan menanamkan nasihat-nasihat untuk menjadi pedoman bagi masyarakat Karo dalam kehidupannya.

Setelah kepergiannya, Djaga mendapat penghargaan baik ditingkat Nasional maupun Daerah, beberapa di antaranya adalah:

1. Penghargaan Anugerah Seni dari Presiden Republik Indonesia. (2 Mei 1979) 2. Penghargaan Anugerah Seni dari Gubernur Sumatera Utara. (13 Juli 1979) 3. Penghargaan atas Karya Cipta Lagu Karo pada Karya Cipta Anak Bangsa

Kabupaten Karo. (28 Oktober 2016)

(46)

4. Penghargaan sebagai Karya Lagu Cipta Populer pada Malam Apresisasi dan Pemberian Anugerah Seniman Karo 2016. (18 November 2016)

(47)

Gambar 2.4

Dokumentasi Penghargaan Djaga dari Presiden Republik Indonesia

(48)

Gambar 2.5

Dokumentasi Perhargaan Djaga Dari Kabupaten Karo

(49)

Gambar 2.6

Dokumentasi Penghargaan Djaga Dari Seniman Karo

(50)

Sebagai bentuk apresiasi atas karya-karya Djaga yang sudah diberikan bagi masyarakat Karo, beberapa tokoh masyarakat Karo di Medan bermusyawarah untuk membangun monumen Djaga di kota Medan, tepatnya di persimpangan jalan Iskandar Muda Medan. Gagasan ini dicetuskan oleh Drs. Nabari Ginting, Drs.

Ngasil Ginting dan Drs. Mulia Bangun pada awal Januari tahun 1997. Setelah kemudian berdiskusi dengan tokoh-tokoh masyarakat yang lain, dibentuklah panitia pembangunan yang diketuai oleh Drs. Nabari Ginting, dibantu oleh Drs.

Mulia bangun, Drs. Benyamin Tarigan, Tuahta Perangin-angin dan Drs. Lesman Sembiring. Panitia pembangunan ini kemudian bekerjasama dengan Lembaga Permusyawaratan Kebudayaan Karo (LPKK) Sumatera Utara yang waktu itu diketuai oleh Drs. Perdamen Perangin-angin dan sekretaris umum Ir. Kata Ersada Ketaren. Bak gayung bersambut, Walikota Medan yang kala itu sedang menjabat yaitu H. Bahctiar Djafar pun menyambut dengan baik rencana ini. Panitia pembangunan kemudian menunjuk seorang seniman, Arry Darma sebagai selanjutnya yang mendesain dan merancang monumen Djaga.

Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 1 Agustus 1997 oleh Walikota Medan, Ketua LPKK Sumatera Utara dan Ketua Umum Pembangunan Monumen Djaga. Setahun berselang, monumen Djaga selesai dibangun dan pada tanggal 18 Februari 1998 diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara yang diwakilkan oleh Wakil Gubernur Sumatera Utara, H. Abdul Wahab Dalimunthe, S.H. Hingga sekarang, monumen Djaga masih berdiri kokoh dan terawat di Persimpangan Jalan Iskandar Muda.

(51)

BAB III

ANALISIS FUNGSI SOSIAL LAGU-LAGU DJAGA DEPARI

Sebagaimana penulis bahas sebelumnya mengenai fungsi-fungsi sosial yang terdapat dalam lagu-lagu Djaga Depari, maka dalam bab ini penulis akan lebih jauh menganalisa lagu-lagu tersebut untuk mendapatkan hasil yang konkret dan maksimal terkait dengan fungsi-fungsi sosial lagu Djaga Depari.

3.1 Fungsi Sosial Lagu-Lagu Djaga Depari sebagai sebuah Kearifan Lokal

Berbicara mengenai kearifan lokal, seperti yang sudah penulis bahas di Bab I bahwa kearifan lokal berkaitan erat dengan nilai-nilai yang berpengaruh bagi masyarakat Karo. Untuk melihat lebih jauh peran lagu-lagu Djaga Depari sebagai sebuah kearifan lokal, penulis akan terlebih dahulu menterjemahkan lagu-lagu yang berbahasa Karo tersebut ke dalam bahasa Indonesia. Untuk itu, penulis hanya akan menterjemahkan lagu-lagu yang sudah pernah dipublikasi dan didengarkan oleh masyarakat Karo saja. Sesuai dengan kebutuhan penulis untuk melihat fungsinya sebagai sebuah kearifan lokal yang tentu saja tidak lepas dari peran masyarakat Karo.

Penulis akan menterjemahkan teks-teks lagu ini berdasarkan kurun waktu sejak awal Djaga Depari aktif menciptakan lagu, dimulai dari tahun 1943 hingga

(52)

tahun 1963. Kemudian mengelompokkan lagu-lagu tersebut ke dalam tema-tema yang sesuai18.

Setelah menterjemahkan teks-teks lagu ke dalam bahasa Indonesia, maka penulis membagi lagu-lagu tersebut ke dalam empat tema lagu, yaitu:

 Lagu dengan tema Perjuangan

 Lagu dengan tema Nasihat

 Lagu dengan tema Kehidupan Sosial Masyarakat Karo

 Lagu dengan tema Percintaan

Dengan kata lain, lagu-lagu yang diciptakan oleh Djaga Depari berperan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Karo.

Kearifan lokal yang terdapat dalam lagu Djaga Depari dengan tema perjuangan salah satunya adalah lagu Sora Mido19. Lagu ini bercerita tentang bagaimana peliknya kehidupan ketika masa penjajahan dulu. Bagaimana gigihnya upaya para pahlawan untuk merebut kemerdekaan, sehingga Djaga Depari lewat lagunya menghimbau kepada pemimpin dan masyarkat agar selalu hidup damai.

Lagu ini sarat akan makna harapan dan kesedihan yang mendalam. Menurut pengamatan penulis, lagu bertemakan perjuangan ini cukup berfungsi dalam tatanan kehidupan masyarkat Karo. Bisa kita lihat dari kehidupan masyarakat Karo yang hingga saat ini masih hidup berdampingan dengan damai. Artinya, nilai-nilai yang ditanamkan Djaga Depari lewat lagu ini berhasil mengena kepada masyarakat Karo dan mengarahkan tingkah laku mereka di dalam masyarakat itu sendiri.

18 Terjemahan teks lagu ini akan dilampirkan dibagian akhir bab.

19 Lihat lampiran halaman xvi baris ke-5 sampai ke-16

(53)

Sebagai contoh untuk lagu dengan tema kehidupan sosial, di sebuah upacara pernikahan adat Karo, saat upacara akan dimulai, maka akan dinyanyikan lagu Mejuah-Juah. Menurut pengamatan penulis yang sudah lebih dari lima kali mengikuti acara acara adat Karo, lagu Mejuah-Juah ini seperti sudah menjadi sebuah bagian dari acara bagi masyarkat Karo untuk selalu dinyanyikan saat akan memulai acara. Lagu Mejuah-Juah sendiri, seperti yang sudah penulis terjemahkan, adalah lagu yang melambangkan harapan akan kebahagiaan, kesehatan keselamatan dan kesejahteraan. Dengan kata lain, masyarakat Karo berharap agar setiap orang yang datang dalam upacara tersebut, mendapatkan kebahagiaan, kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan. Kegiatan menyanyikan lagu Mejuah-Juah saat akan memulai sebuah upacara ini penulis ketahui sudah berlangsung sejak tahun 1990- an20. Kemudian seperti lagu Mbaba Kampil, lagu ini juga merupakan lagu yang wajib dinyanyikan dalam pesta pernikahan adat Karo. Tepatnya ketika musyawarah antar kedua pihak keluarga selesai dilakukan, maka pengantin akan di antar ke pihak keluarga laki-laki sambil diiringi lagu Mbaba Kampil. Mbaba Kampil sendiri memiliki makna bahwa Kampil21 melambangkan kehormatan pihak keluarga laki- laki yang dibawa mengelilingi pihak keluarga perempuan. Seperti halnya lagu Mejuah-Juah lagu ini juga sudah mulai dipakai sekitar tahun 1990-an.

Hingga kini, kebiasaan tersebut di atas terus berlangsung sejalan dengan perkembangan kehidupan masyarakat Karo. Tentu hal ini bisa tetap berlangsung karena lagu-lagu tersebut mengekspresikan dan memenuhi kebutuhan dasar mereka.

20 Tidak menutup kemungkinan bahwa lagu ini sudah digunakan sebelum tahun 1990-an. Penulis mendapat informasi dari beberapa sumber.

21 Sebuah kantong yang berisi ramuan sirih dan rokok.

(54)

Menurut penulis, hal ini sudah cukup menyimpulkan bahwa lagu-lagu Djaga Depari adalah sebuah kearifan lokal, karena lagu-lagu ini berguna bagi mereka yang mendengarkan dan menggunakannya. Di samping itu juga, lagu Djaga Depari turut berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan sebagai petuah dan kepercayaan dalam perannya sebagai sebuah kearifan lokal. Masih ada lagi, lagu-lagu Djaga Depari yang menurut penulis dapat dikategorikan sebagai kearfian lokal, namun kapasitas penulis hanya bisa mengulas sampai di lagu-lagu ini saja.

3.2 Fungsi Sosial Lagu-Lagu Djaga Depari menurut Teori Alan P. Merriam

Seperti yang kita kethui bersama bahwa dalam bukunya, Alan P. Merriam memaparkan ada 10 fungsi yang terdapat di dalam musik.

Dalam subbab ini, penulis akan mengulas satu-persatu fungsi-fungsi musik yang dikemukakan Merriam, dan menghubungkannya dengan lagu-lagu ciptaan Djaga Depari.

3.2.1 Fungsi Pengungkapan Emosional

Pada fungsi yang pertama ini dijelaskan bahwa musik berfungsi sebagai suatu media bagi seseorang untuk mengungkapkan perasaan atau emosinya. Pun demikian halnya dengan lagu-lagu Djaga Depari yang juga adalah merupakan ungkapan perasaan atau emosinya.

Lewat lagu-lagunya, masyarakat Karo mengekspresikan perasaannya, baik dengan menyanyikan atau hanya sekadar mendengarkan. Penulis melihat bahwa ketika masyarakat Karo menyanyikan atau mendengarkan lagunya, ada emosi yang

(55)

terjadi ketika mereka melakukan itu. Baik itu rasa sedih maupun senang. Sebagai contoh, pernah suatu kali penulis mendengarkan radio lokal di Tanah Karo, di ujung telepon seorang pria meminta kepada penyiar untuk memutar salah satu lagu Djaga Depari yaitu Io Io Lau Beringin karena kisah cintanya dengan sang kekasih sudah kandas. Tentu ada perasaan sedih yang mendorong pria itu sehingga tercetus dalam pikirannya untuk meminta agar lagu tersebut diputar di radio. Seperti yang sudah penulis terjemahkan, Io Io Lau Beringin memang bercerita tentang kisah cinta yang kandas di tengah jalan. Ini membuktikan bahwa memang benar, lewat lagu Djaga Depari masyarakat Karo mengungkapkan ekspresi emosionalnya.

3.2.2. Fungsi Penghayatan Estetis

Fungsi penghayatan estetis sendiri dijabarkan bahwa musik merupakan suatu karya seni. Suatu karya dapat dikatakan karya seni apabila musik tersebut memiliki unsur - unsur keindahan atau estetika di dalamnya. Melalui musik kita dapat merasakan nilai - nilai keindahan baik melodi ataupun dinamikanya. Dan ya, tentu saja lagu-lagu ciptaan Djaga Depari dipahami masyarakat Karo sebagai sebuah keindahan. Mengapa demikian? Kita sebagai individu, sudah menjadi hakikat alami bahwa kita ingin mendengar sesuatu yang indah. Demikian juga yang terjadi pada masyarakat Karo. Karena mereka menganggap lagu-lagu ciptaan Djaga Depari adalah sebuah karya yang memiliki keindahan, hal itu juga yang membuat lagu- lagu tersebut masih digemari hingga sekarang.

3.2.3. Fungsi Hiburan

Pada bagian yang ketiga ini, Merriam mengungkapkan bahwa musik memiliki fungsi hiburan. Kalimat ini mengacu kepada pengertian bahwa sebuah

(56)

musik pasti mengandung unsur - unsur yang bersifat menghibur. Hal ini dapat dinilai dari melodi ataupun liriknya.

Bisa kita lihat pada lagu Mbuah Page, yang mengajak semua orang yang hadir untuk menari dan bernyanyi bersama. Lagu ini biasanya dinyanyikan pada pertemuan-pertemuan masyarakat Karo (di luar acara adat) untuk menghibur semua yang hadir dan menjaga suasana tetap gembira. Sekali lagi, lagu Djaga Depari memenuhi kebutuhan masyarakat Karo dari segi hiburan.

3.2.4. Fungsi Komunikasi

Selanjutnya Merriam juga menjelaskan bahwa musik memiliki fungsi sebagai sarana komunikasi. Hal ini berarti bahwa sebuah musik yang berlaku di suatu daerah kebudayaan mengandung isyarat-isyarat tersendiri yang hanya diketahui oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.

Benar adanya bahwa lagu-lagu karya Djaga Depari merupakan sebuah sarana komunikasi di mana komunikasi tersebut berlaku hanya antar masyarakat pendukung kebudayaan yaitu masyarakat Karo. Penulis berpendapat demikian karena lagu-lagu Djaga Depari diciptakan dalam bahasa Karo, yang tentu saja hanya dimengerti oleh orang-orang Karo. Dalam hal ini, Djaga Depari kembali berhasil memenuhi kebutuhan masyarkat Karo yang termuat lewat lagu-lagunya.

3.2.5 Fungsi Perlambangan

Lebih lanjut, Merriam mengungkapkan pula bahwa musik memiliki fungsi dalam melambangkan suatu hal. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek musik

(57)

tersebut, misalmya tempo sebuah musik. Jika tempo sebuah musik lambat, maka kebanyakan teksnya menceritakan hal-hal yang menyedihkan. Sehingga musik itu melambangkan akan kesedihan.

Untuk fungsi yang satu ini sepertinya lagu-lagu Djaga Depari juga menunjukkan hal yang sama. Kebanyakan lagu-lagunya yang bertempo lambat memang adalah lagu yang berisi kesedihan. Seperti lagu Io Io Lau Beringin, Sora Mido, Piso Serit, dan Simulih Karaben.

3.2.6. Fungsi Reaksi Jasmani

Pada fungsi yang keenam ini Merriam mengungkapkan jika sebuah musik dimainkan, musik itu dapat merangsang sel-sel saraf manusia sehingga menyebabkan tubuh kita bergerak mengikuti irama musik tersebut. Jika musiknya cepat maka gerakan kita cepat, demikian juga sebaliknya.

Penulis banyak menemukan orang-orang dalam lingkup masyarkat Karo yang bereaksi ketika lagu-lagu Djaga Depari dimainkan. Bisa kita lihat ketika lagu Mejuah-Juah atau Mbuah Page dimainkan dalam sebuah acara, akan muncul reaksi jasmani dari mereka yang mendengarkan dengan bernyanyi dan menari sesuai dengan alunan lagu. Hal ini cukup kuat untuk menegaskan bahwa lagu-lagu Djaga Depari berfungsi sebagai reaksi jasmani

3.2.7. Fungsi yang berkaitan dengan Norma Sosial

(58)

Kemudian Merriam memaparkan kembali bahwa musik berfungsi sebagai media pengajaran akan norma-norma atau peraturan-peraturan. Penyampaian kebanyakan melalui teks-teks nyanyian yang berisi aturan-aturan.

Fungsi musik yang ketujuh ini, sangat tepat untuk menggambarkan lagu-lagu ciptaan Djaga Depari. Karena hampir semua lagu-lagunya bersinggungan dengan norma sosial di masyarakat Karo. Seperti lagu Make Ajar, Terang Bulan, Ariko Kena, dan Lampas Tayang. Sekalipun ada dari lagu-lagu ini yang bertema percintaan, namun di dalam teksnya tetap terkandung norma-norma sosial yang harus dijaga, dan hal itu masih dipegang oleh masyarat Karo hingga kini.

3.2.8. Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial

Fungsi musik sebagai pengesahan lembaga sosial dijelaskan Merriam bahwa musik memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu upacara. Musik merupakan salah satu unsur yang penting dan menjadi bagian dalam upacara, bukan hanya sebagai pengiring.

Untuk fungsi musik sebagai pengesahan lembaga sosial, penulis tidak melihat ini berlaku pada lgau-lagu Djaga Depari. Memang benar ada beberapa lagunya yang dipakai pada upacara adat. Namun, hanyalah sebagai pengiring bukan sebagai bagian penting dalam upacara tersebut. Sehingga lagu-lagu Djaga Depari tidak berfungsi sebagai media untuk mengesahkan lembaga sosial.

3.2.9. Fungsi Kesinambungan Budaya

Gambar

Tabel 4.1 Form lagu Ara Sitengen-Tengen
Tabel 4.2 Form Lagu Andiko Alena
Tabel 4.3 Form lagu Ariko Kena
Tabel 4.4 Form lagu Bintang Simlep-Ilep
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui tingkat resiliensi pada guru di SLB Putra Jaya, (2) mengetahui tingkat work engagement pada guru di SLB Putra Jaya, (3) dan

Peserta terdiri dari para Kepala Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta yang sepakat membentuk organisasi sebagai wadah dimana dapat menjalin kerja sama

Desa Jangkat Kecamatan Jangkat Timur Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, tepatnya dalam areal kerja Hak Pengelolaan Hutan Desa Jangkat 2.. Desa Renah Alai Kecamatan

Pada praktikum, proses deasetilasi kitin dilakukan dengan cara mula-mula serbuk kitin yang sudah dihasilkan dari proses sebelumnya dilarutkan dalam larutan NaOH dengan

Peran benih sangat menentukan kapasitas produksi yang akan dihasilkan dan berkembangnya agribisnis, maka penggunaan varietas unggul yang sesuai dengan preferensi

icemudian memutar poros engkol sampai bahan bakar berhenti ketuar dari pompa injeksi no. Hal pertama yang harus dilakukan sebelum me- nyetel putaran stasioner motor

Maka pada paper ini akan diulas perbedaan-perbedaan antara SDM Laki-laki dan Perempuan yang akan menimbulkan tindakan manajemen yang baik agar hambatan yang timbul dari perbedaan

Beberapa hal yang akan mendorong siswa membangun potensi diri menurut Wahyuningsih (2010, hlm. 21) yang positif; ekspektasi orang tua dan guru, sugesti positif siswa, guru