• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Masalah Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius mengingat dampaknya yang besar terhadap kelangsungan hidup serta kualitas sumber daya manusia.

Dampak negatif yang ditimbulkan berupa kretinisme ini berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia secara luas, meliputi tumbuh kembang termasuk perkembangan otak sehingga dapat mengancam kualitas sumber daya manusia karena memiliki potensi menurunkan tingkat kecerdasan. Hal ini dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia sekolah dan produktifitas pada orang dewasa sehingga timbul berbagai permasalahan sosial ekonomi pada masyarakat yang dapat menghambat proses pembangunan (Depkes RI,2005).

Menurut WHO pada tahun 2003, secara global terdapat sekitar 54 negara yang menjadikan kekurangan iodium sebagai masalah kesehatan masyarakat, dimana 40 negara dengan defisiensi iodium tingkat ringan dan 14 negara dengan defisiensi iodium tingkat sedang dan berat. Di Asia Tenggara tingkat konsumsi iodium pada tahun 2002 sebesar 60,2%(WHO, 2004).

Berdasarkan Riskesdas 2007, proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam iodium secara cukup di Indonesia hanya 62,3%. Angka ini menunjukkan penurunan dari survei GAKI tahun 2003 (73,3%). Dari 33 provinsi di Indonesia, baru 6 provinsi yang sudah mencapai proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium di atas 90% (USI), meliputi Provinsi Sumatra Barat, Jambi, Sumatra Selatan, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Papua Barat. Dari sampel 30 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, proporsi rumah tangga yang menggunakan garam beriodium yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (30-80 ppm KIO3) adalah 24,5%. Dan berdasarkan hasil survei pada tahun 2003, prevalensi penderita gondok di Indonesia yaitu sebesar 11,1%. (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008).

Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang tidak termasuk endemis GAKI, namun hingga saat ini pencapaian konsumsi garam beriodium di tingkat rumah tangga di Kabupaten Badung hanya sebesar 51,9% dan masih di bawah target yang ditetapkan oleh Dinkes Provinsi Bali yaitu sebesar 80% (Dinkes Provinsi Bali, 2009).

(2)

2 Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Puskesmas Petang II dengan sampel garam yang dibawa oleh anak-anak SD pada masing-masing desa di wilayah kerja Puskesmas Petang II yang dianggap dapat mewakili garam yang digunakan pada tingkat rumah tangga, menunjukkan bahwa konsumsi garam dengan kandungan KlO3 >30 ppm sangat rendah yaitu sebesar 30%. Jumlah ini sudah mengalami peningkatan dari survei yang dilakukan pada bulan Februari 2015, yaitu tingkat konsumsi garam beriodium sebesar 0% (Puskesmas Petang II, 2015).

Dari data kunjungan yang dilakukan oleh Puskesmas Petang II pada tahun 2015, didapatkan prevalensi kejadian gondok di wilayah kerja Puskesmas Petang II sebesar 2 per 1000 penduduk. Dengan rincian terdapat 30% kasus grade III, 35% kasus grade II, dan 35% kasus grade I. Berdasarkan data ini menunjukkan masih rendahnya asupan iodium dalam keluarga yang kemungkinan terjadi karena rendahnya pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pengetahuan ibu dalam penggunaan garam beriodium

Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Puskesmas Petang II untuk meningkatkan tingkat konsumsi garam iodium yaitu mengadakan sosialisasi garam iodium yang dilakukan oleh petugas gizi, dan dilakukan sosialisasi perorangan saat posyandu. Selain itu. Pemantauan penggunaan garam iodium dilakukan setiap bulan Juli pada tingkat rumah tangga, pada tingkat masyarakat dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus. Pembagian garam iodium gratis kepada masyarakat dilakukan setiap bulan Agustus. Pembagian garam iodium secara gratis bertujuan memberikan contoh jenis garam yang mengandung iodium dan diharapkan masyarakat setiap membeli garam sesuai dengan contoh garam yang dibagikan.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yakni faktor predisposisi (“predisposing factor”), faktor yang mendukung (“enabling factor”) dan faktor yang mendorong atau memperkuat (“reinforcing factor”).

Upaya yang telah dilakukan Puskesmas Petang II, merupakan peran sebagai faktor pendorong yaitu memberikan informasi tentang garam beriodium yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat penggunaan garam beriodium. Disini Puskesmas Petang II sudah berperan sebagai pendidik kesehatan (Notoadmojo, 2003). Faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku penggunaan garam beriodium yaitu pengetahuan, pendidikan, dan sikap. Begitu juga dengan faktor-faktor pendukung perilaku penggunaan garam beriodium yang baik mencakup ketersediaan garam serta harga yang menjadi akses untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dapat dinilai dengan menanyakan secara langsung kepada masyarakat dan melakukan survei secara langsung ke penyedia garam iodium.

(3)

3 Hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II, 30% responden mengatakan belum mendapatkan informasi tentang garam iodium, 70% responden selalu memasukan garam pada saat dimasak, 30% responden mengatakan tidak tersedia garam berlabel iodium di tempat membeli garam, dan sebanyak 70% responden belum melakukan penyimpanan garam yang baik dan benar. Sementara dari hasil uji iodium dengan menggunakan iodine tes, hanya 40% responden yang didapatkan menggunakan garam yang mengandung iodium.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam beriodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Bagaimanakah gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam beriodium di wilayah kerja Puskemas Petang II Kabupaten Badung?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam beriodium di wilayah kerja Puskemas Petang II, Kabupaten Badung.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik Ibu Rumah Tangga berupa usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Ibu Rumah Tangga mengenai penggunaan garam beriodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

c. Untuk mengetahui sikap Ibu Rumah Tangga mengenai penggunaan garam beriodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

d. Untuk mengetahui tempat mendapatkan garam di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

e. Untuk mengetahui harga garam iodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

f. Untuk mengetahui sumber informasi Ibu Rumah Tangga tentang garam beriodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

(4)

4 g. Untuk mengetahui tingkat perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam iodium di

wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

h. Untuk mengetahui jenis garam yang digunakan Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

i. Untuk mengetahui kandungan iodium dalam garam yang digunakan Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

j. Untuk mengetahui cara menyimpan dan cara menggunakan garam Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

k. Untuk mengetahui alasan utama Ibu Rumah Tangga tidak menggunakan garam beriodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II, Kabupaten Badung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian yang lebih lanjut.

1.4.2 Manfaat untuk program

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar evaluasi maupun perancangan bagi Dinas Kesehatan Badung maupun Puskesmas dalam rangka promosi kesehatan konsumsi garam beriodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II dan dapat mencegah serta menanggulangi kasus GAKI.

1.4.3 Manfaat untuk masyarakat

Sebagai rujukan akan pentingnya meningkatkan perilaku konsumsi garam beriodium yang baik dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mencegah GAKI.

(5)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iodium

2.1.1 Definisi Iodium

Iodium merupakan salah satu mineral penting bagi kehidupan manusia karena iodium sangat di perlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi otak. Hewanpun memerlukan iodium untuk pertumbuhannya. Kebutuhan rata-rata perorang dewasa perhari 0,15 μg. Tubuh memerlukan asupan iodium secara teratur setiap hari. Kekurangan iodium akan menyebabkan gangguan fisik maupun mental mulai dari yang ringan sampai berat (Supariasa, 2002).

Zat iodium juga merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon thyroxin (Sediaoetama, 2000). Iodium ada di dalam kelenjar tiroid, yang digunakan untuk mensintesis hormon tiroksin triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Fungsi utama hormon-hormon ini adalah mengatur pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2003).

2.1.2 Sumber Iodium

Iodium tersedia secara alami dalam tanah dan air sehingga iodium dapat diperoleh dari tanaman yang tumbuh di tanah yang kaya iodium (BPS, 1995). Sumber utama iodium adalah sayur-sayuran, ikan laut, dan rumput laut (Budiyanto, 2004). Laut merupakan sumber utama iodium. Oleh karena itu, makanan laut berupa ikan, udang, dan kerang serta ganggang laut merupakan sumber iodium yang baik. Di daerah pantai, air dan tanah mengandung banyak iodium sehingga tanaman yang tumbuh di daerah pantai mengandung cukup banyak iodium (Almatsier, 2003).

Gangguan akibat kekurangan iodium adalah rangkaian kekurangan iodium pada tumbuh kembang manusia. Spektrum seluruhnya terdiri dari: gondok, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan mental, gangguan pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa, sering dengan kadar hormon rendah, angka lahir dan kematian bayi meningkat (Supariasa, 2002). Defisiensi iodium akan menguras cadangan iodium serta mengurangi produksi T4. Penurunan T4 dalam darah memicu sekresi TSH yang kemudian meningkatkan kerha kelenjar tiroid, untuk selanjutnya menyebabkan terjadinya hiperplasia tiroid (Arisman, 2004).

Defisiensi iodium pada anak akan menyebabkan insidensi gondok. Angka kejadian gondok meningkat bersama usia, dan mencapai puncaknya setelah remaja. Defisiensi iodium pada orang dewasa akan

(6)

6 berakibat hipotiroidisme dan gangguan fungsi mental. Pemberian iodium dalam bentuk garam, roti atau minyak beriodium, lebih efektif dalam pencegahan gondok orang dewasa (Supariasa, 2002).

2.2 Garam Iodium

2.2.1 Definisi Garam Iodium

Garam beriodium adalah garam yang telah diperkaya dengan KlO3 (Kalium Iodat) yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Garam beriodium yang digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) mengandung iodium sebanyak 30-80 ppm (Depkes RI, 2003).

2.2.2 Uji Garam Beriodium

Garam beriodium memiliki manfaat yang sangat penting yaitu untuk mencegah dan menanggulangi GAKI, maka mutu garam beriodium yang beredar di pasar perlu dilakukan pemantauan. Cara mengetahui kadar iodium dalam garam dengan test kit yodida yaitu ambil 1 sendok teh garam, lalu tetesi dengan cairan yodida, tunggu beberapa menit sampai terjadi perubahan warna pada garam dari putih menjadi biru keunguan (pada garam beriodium), lalu bandingkan dengan warna kit yang tertera pada kemasan. Jadi semakin tua warnanya, kandungan iodium didalam garam tersebut akan semakin baik. (Depkes RI, 2003).

Bila tidak tersedia tes kit atau iodina, dapat dilakukan tes menggunakan singkong, dimana singkong yang masih segar dikupas kemudia diparut, lalu diambil satu sendok diperas tanpa ditambah air dituang kedalam tempat yang bersih. Kemudian ditambah 4-6 sendok garam yang akan diperiksa dan ditambahkan 2 sendok cuka sampai rata dan dibiarkan beberapa menit. Bila timbul warna ungu, berarti garam tersebut mengandung iodium. (Depkes RI, 1999).

2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) mempunyai bentangan yang sangat luas, seperti : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, membaca, menulis, dan sebagainya. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

(7)

7 Berdasarkan Teori Lawrence Green tahun 1980 dalam Notoadmojo (2003), perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yakni: Faktor predisposisi (“Predisposing factor”), faktor yang mendukung (“enabling factor”) dan faktor yang mendorong atau memperkuat (“reinforcing factor”).

2.4.1 Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang dimaksud adalah faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang meliputi pengetahuan, pendidikan, sikap, ekonomi (pendapatan), hubungan sosial (keyakinan, kepercayaan, tradisi, nilai-nilai) dan pengalaman (Notoadmojo, 2003).

2.4.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Bloom (1987) dikutip dalam Notoadmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.

c. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya, dapat menyusun, dapat

(8)

8 merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suau kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Pengalaman, dimana dapat diperolah dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain.

b. Tingkat pendidikan, dimana pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

Secara umum, orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

c. Sumber informasi, keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi tingkat pengetahuannya. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya televisi, radio, koran, buku, majalah, dan internet.

Mayoritas penduduk Indonesia, bahkan juga para pedagang belum mengetahui manfaat garam iodium, sehingga dalam transaksi jual beli garam hampir tidak terjadi pemilihan merek atau kualitas. Hal ini karena mereka tidak mengetahui arti label iodium dalam kemasan garam (BPS, 1995). Dari penelitian yang dilakukan oleh Setiarini (2010) menyatakan ada hubungan tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang GAKI dengan cara menyimpan dan menggunakan garam beyodium. Penelitian deskritif korelatif yang dilakukan oleh Novitasari (2014) di Boyolali menunjukkan terdapat hubungan antara sikap ibu rumah tangga dengan penggunaan garam beriodium. Berdasarkan penelitian di atas menunjukkan pengetahuan dan sikap merupakan faktor internal dari ibu rumah tangga yang menjadi dasar terjadinya perilaku konsumsi garam beriodium di rumah tangga tersebut.

2.4.1.2 Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian dengan jalan membina potensi pribadinya, yang berupa rohani (cipta, rasa dan karsa) dan jasmani (panca indra dan ketrampilan). Pendidikan merupakan hasil prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia, dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya (Budioro, 2002).

Cara pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun secara nonformal untuk memberi pengertian dan mengubah perilaku. Wanita sangat berperan dalam pendidikan di dalam rumah. Mereka menanamkan kebiasaan dan menjadi panutan bagi generasi yang akan datang tentang perlakuan terhadap lingkungan.

(9)

9 Untuk dapat melaksanakan pendidikan ini dengan baik, para wanita perlu juga berpendidikan baik formal maupun nonformal karena seorang ibu dapat memelihara dan mendidik anaknya dengan baik apabila ia sendiri berpendidikan (Slamet, 2002).

2.4.1.3 Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata mrnunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.

Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003).

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan “pre-disposisi”

tindakan atau prilaku. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003).

Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek), merespons (responding) dengan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga, dan yang keempat yaitu bertanggung jawab (responsible) terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat individu adalah (Azwan, 2007):

a. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, maka harus melalui kesan yang kuat. Berbagai pengalaman yang dialami akan membentuk dan mempengaruhi pembentukan sikap seseorang.

(10)

10 b. Kebudayaan

Kebudayaan mempengaruhi sikap dan memberi corak pengalaman individu yang menjadi kelompok usahanya. Hanya kepribadian individu yang kuat dapat memudahkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.

c. Orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang dapat mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting akan diharapkan persetujuan bagi setiap tindakan dan pendapat kita.

d. Media massa

Media massa menyampaikan informasi yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini yang kuat dalam menilai suatu hal sehingga terbukalah arahan sikap tertentu.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Emosional

Emosi dapat mendasari bentuk sikap karena dapat berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Mengenai faktor predisposisi ibu rumah tangga terhadap perilaku dalam mengkonsumsi garam beriodium, penelitian yang dilakukan oleh Hariyanti (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap terhadap penggunaan garam beriodium dengan kejadian Gondok pada wanita usia subur yang memiliki satu anak.

Berdasarkan penelitian cross sectional yang telah dilakukan oleh Susanto dkk (2011) pada 105 IRT di Jakarta Barat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan sikap dan perilaku ibu dan terdapat hubungan antara sikap ibu dengan perilaku ibu.

2.4.2 Faktor Pendukung

Faktor pendukung mencakup ketersediaan sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Green dan Kreuter (1991) yang dikutip dari Notoadmodjo (2010) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor pendukung yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku sehat salah satunya yaitu dari ketersediaan sarana dan prasarana. Faktor-faktor pendukung perilaku penggunaan garam beriodium yang baik mencakup ketersediaan garam serta harga yang menjadi

(11)

11 akses untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Diharapkan dengan tersedianya akses tersebut dapat meningkatkan perilaku penggunaan garam beriodium (Kurniasari, 2012).

Distribusi garam beriodium dari perusahaan ke masyarakat, tergantung dari kemampuan produksi dan pemasaran dalam suasana pasar bebas. Distribusi garam beriodium mempengaruhi ketersediaan garam beriodium dipasaran. Perusahaan besar mampu melakukan distribusi antar pulau dan antar propinsi, sedangkan perusahaan menengah dan kecil hanya mampu memasarkan produknya dalam satu propinsi bahkan satu kabupaten atau kota saja. Pemasaran akhir umumnya melalui pengecer formal (pasar besar, supermaket, toko bahan pangan), sampai dengan pengecer kecil diperkotaan dan pinggiran kota. Untuk pasar desa di daerah terpencil umumnya sulit terjangkau oleh distributor garam beriodium. Secara tradisional kebutuhan mereka dipenuhi distributor informal yang memasarkan garam krosok non-yodium.

(Depkes RI,2005).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari pada tahun 2012 pada keluarga petani garam di Desa Genengmulyo pesisir utara Pulau Jawa menunjukan ketersediaan garam yang berada di lingkungan keluarga petani garam masih jauh dari yang diharapkan, sebanyak 78,38% subjek garam tidak memiliki merek dan nomor pendafaran MD/SP dan hampir seluruh garam yang dikonsumsi subjek (93,7%) kurang mengandung iodium. Hal ini menunjukan hubungan antara ketersediaan dengan perilaku masyarakat. Menurut Katim (1996) terdapat banyak hal yang mempengaruhi konsumsi dari garam beriodium, salah satunya adalah harga garam beriodium, dimana garam yang banyak beredar di masyarakat adalah garam non iodium dengan harga yang relatif lebih murah menyebabkan masyarakat cenderung memilih garam non iodium.

2.4.3 Faktor Penguat

Faktor penguat sebagai faktor ketiga yang mempengaruhi perilaku kesehatan meliputi sikap dan perilaku petugas. Semua petugas kesehatan baik dilihat dari jenis dan tingkatannya pada dasarnya adalah pendidik kesehatan. Karenanya, petugas kesehatan harus memilki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Selain itu, perilaku tokoh masyarakat juga dapat merupakan panutan orang lain untuk berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2003).

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Agar masyarakat memiliki kemampuan dan kemandirian untuk

(12)

12 mengatasi masalah gizi yang dihadapi antara lain masalah GAKI, maka perlu dimasyarakatkan garam beriodium secara merata. Kondisi demikian hanya mungkin terwujud apabila para pertugas, pedagang garam dan konsumen telah memilih bekal pengetahuan gizi secara praktis sebagai pemicu terwujudnya masyarakat sadar gizi, yaitu masyarakat yang berperilaku gizi baik dan benar (Depkes RI, 1998).

2.5 Perilaku Penggunaan Garam Beriodium 2.5.1 Jenis Garam

Penggunaan garam beriodium bertujuan untuk menyediakan unsur iodium kepada masyarakat secara teratur dan berkesinambungan agar masyarakat tercukupi kebutuhannya akan unsur iodium. Menurut Deperindag, ada beberapa jenis garam yang diproduksi oleh pabrik-pabrik yaitu garam krosok atau kiloan atau curah dimana garam ini memiliki kristal yang kasar, dan dipilih dari garam krosok bermutu baik, dibungkus dalam bungkus plastik transparan atau dalam karung plastik dan dikonsumsi masyarakat sebesar 17,9 %. Garam yang kedua adalah garam bata atau briket yaitu garam yang berbentuk bata yang dikemas dalam plastik buram maupun transparan, berisi 12 bata dengan berat sekitar 1,5 kg sampai dengan 3,5 kg per plastik dan dikonsumsi masyarakat sebesar 26,9 %. Dan yang terakhir adalah garam berlabel atau bermerk iodium, adalah garam yang kristalnya sangat halus menyerupai gula pasir yang dikemas dalam plastic transparan disajikan untuk garam meja dan dikonsumsi masyarakat sebesar 55,1 % (Depkes RI, 1996).

2.5.2 Penyimpanan Garam oleh Rumah Tangga

Walaupun garam yang dibeli mengandung cukup iodium tetapi penanganan dan cara penyimpanan oleh rumah tangga dapat menyebabkan kandungan iodium dalam berkurang atau bahkan hilang. Masih banyak rumah tangga yang menyimpan dalam tempat terbuka, meletakkan garam sembarangan, dan membiarkan basah atau berair (BPS, 1995). Penyimpanan garam beriodium yang baik yaitu garam beriodium diletakkan di bejana atau wadah tertutup, tidak terkena cahaya atau tembus cahaya melihat bahwa sifat dari iodium yang mudah menguap dan peka terhadap cahaya sehingga untuk menghindari penurunan kadar iodium dan meningkatnya kadar air, karena kadar iodium menurun bila terkena panas dan kadar air yang tinggi akan melekatkan iodium dalam garam (Departemen Gizi dan Kesehatan FKM UI, 2012).

Penyimpanan garam beriodium secara tertutup dimaksudkan agar kandungan iodium yang ada dalam garam tidak berkurang atau menguap. Garam yang disimpan secara terbuka cenderung kadar iodiumnya kurang bahkan tidak ada (BPS, 2002 ).

(13)

13 Salah satu hasil penelitian di daerah Wonosobo, menunjukkan sebagian besar (59,3%) masyarakat masih melakukan cara penyimpanan garam yang buruk. Hampir seluruh masyarakat menyimpan garam di bejana yang terbuat dari bahan plastik bening yang tipis dan tidak dapat tertutup dengan rapat. Hasi uji Chi Square dalam penelitian yang sama juga menunjukkan adanya hubungan antara cara penyimpanan garam dengan kadar iodium garam pada rumah tangga dalam penelitian (Wuninggarsari, 2010)

2.5.3 Cara Menggunakan Garam Beriodium

Faktor lain yang sangat penting dalam mempengaruhi kandungan atau kualitas iodium dalam garam adalah cara penggunaannya selama proses pengolahan. Cara menggunakan garam yang benar saat pemasakan adalah tidak membubuhkannya saat awal pemasakan atau masakan mendidih, tetapi setelah masakan matang dan siap untuk dihidangkan. Cara penggunaan garam beriodium yang masih salah akan mengurangi dan merusak iodiumnya. Dalam waktu 10 menit di atas kompor yang menyala, kandungan iodium sudah berkurang dan bahkan hilang (Arisman, 2007).

Walaupun demikian masih banyak dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa cara menggunakan garam beriodium oleh IRT pada proses pemasakan masih salah. Seperti pada penelitian di Pacitan tahun 2010, sebesar 73,2% ibu-ibu menggunakan garam sewaktu awal pemasakan ketika kompor sedang menyala dan makanan sedang mendidih. Hal tersebut dilakukan dengan alasan supaya rasa asin dari garam menyerap ke dalam masakan dan makanan terasa lebih enak (Setiarini, 2010).

Hal yang serupa ditemukan pada penelitian lain oleh Suraji di Kabupaten Kendal Semarang, tahun 2003.

Penelitian tersebut menyatakan bahwa hampir seluruh ibu yang menjadi responden dalam penelitian tersebut, masih melakukan cara penggunaan garam yang salah walaupun dari segi pengetahuan, sebagian besar telah mengetahui cara menggunakan garam beriodium yang benar (Suraji,2003).

(14)

14 BAB III

KERANGKA TEORI

Penelitian ini melihat gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap penggunaan garam beriodium di tingkat rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II, Kabupaten Badung. Gambaran dari kerangka berpikir penelitian dilandasi dari teori Lawrance Green (Notoadmojo, 2003) dimana terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan individu atau kesehatan masyarakat, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.

Gambar 1. Skema Kerangka Penelitian (Notoadmojo, 2003) BAB IV

Faktor predisposisi:

1. Tingkat pendidikan 2. Pekerjaan

3. Tingkat pengetahuan 4. Sikap

5. Ekonomi (pendapatan) 6. Pengalaman

Faktor penguat:

1. Penyuluhan oleh petugas kesehatan

Penggunaan garam iodium

Faktor pendukung:

1. Ketersediaan Sarana dan Prasana

2. Fasilitas

Alasan Tidak menggunakan Garam Iodium

(15)

15 METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung pada bulan Mei tahun 2016.

4.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif cross sectional untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam beriodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.2.1 Besar Sampel

Dengan nilai Zα=1,96; p=0,4 ; q= 0,61 ; d= 10%

Jadi berdasarkan rumus diatas dapat dihitung

Karena populasi ibu rumah tangga di tempat penelitian kurang dari 10.000, dilakukan koreksi jumlah sampel menggunakan formula:

Berdasarkan dari rumus tersebut, didapatkan jumlah sampel minimal sebanyak 89,5 sampel.

Besar sampel pada penelitian ini ada sebanyak 90 sampel.

(16)

16 4.3.2.2 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah pertama pemilihan banjar dengan teknik multistage sampling, dimana pemilihan banjar berdasarkan desa, di wilayah kerja Puskesmas Petang II yang terdiri dari 2 desa dan 18 banjar.

 Desa Belok terdiri dari 9 banjar yaitu: Banjar Selantang, Banjar Belok, Banjar Bon, Banjar Sidan Kawan, Banjar Sidan Induk, Banjar Penikit, Banjar Sekarmuti, dan Banjar Jempanang.

 Desa Pelaga terdiri dari 9 banjar yaitu: Banjar Pelaga, Banjar Kiadan, Banjar Nungnung, Banjar Bukian, Banjar Tinggan, Banjar Semanik, Banjar Tiyingan, Banjar Auman, dan Banjar Bukit Munduk Tiying.

Satu banjar dipilih secara random dari satu desa yang sebelumnya dipilih secara random juga.

Pemilihan sampel diambil dari setiap kepala keluarga (KK) di banjar yang terpilih. Kepala keluarga dipilih secara accidental, dimana jika pada KK tersebut terdapat sampel yang memenuhi kriteria inklusi, lansung dijadikan sampel dan responden penelitian.

4.3.2.3 Kriteria Sampel 1. Kriteria Inklusi

 Ibu Rumah Tangga sesuai dengan KK yang terpilih dan bersedia menjadi responden 2. Kriteria Eksklusi

 Tidak mampu diwawancarai disebabkan kondisi medis umum yang berat.

 Tidak berada di tempat saat penelitian berlangsung

4.4 Responden

Responden penelitian adalah semua sampel penelitian terpilih.

4.5 Variabel Penelitian

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

No. Variabel Definisi Operasional Skala

1 Usia Angka dalam tahun yang didapatkan dari kartu identitas penduduk yang

Numerik

(17)

17 dimiliki ibu.

2 Tingkat Pendidikan

Pendidikan formal yang terakhir kali pernah ditempuh ibu. Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi rendah, menengah, tinggi.

Ordinal

3 Pekerjaan Suatu hal yang dilakukan ibu di luar pekerjaan rumah tangga sendiri dan mendapatkan hasil/pendapatan dari pekerjaaannya tersebut.

Nominal

4 Tingkat Pengetahuan

Segala sesuatu yang diketahui IRT tentang garam beriodium. Tingkat pengetahuan diukur dengan 10 pertanyaan. Total nilai dikategorikan menjadi :

 Kategori baik bila jawaban responden benar dengan nilai total 76-100

 Kategori cukup bila jawaban responden benar dengan total nilai 40-75

 Kategori kurang bila jawaban responden benar dengan total nilai 0-39

Ordinal

5 Sumber informasi

Ada tidaknya informasi ataupun himbauan mengenai penggunaan garam beriodium dari tenaga kesehatan, media cetak, media elektronik, kerabat dekat, dan lain sebagainya

Nominal

6 Cara memilih garam

Cara IRT memilih jenis garam yang akan digunakan. Ada 3 pilihan jenis garam yang digunakan yaitu garam

Nominal

(18)

18 yang dikemas dan bermerek, garam

yang dikemas tanpa merek, dan garam yang tidak dikemas.

7 Jenis garam Garam yang digunakan oleh IRT yaitu berupa garam halus, garam krosok/curai/kasar, atau garam bata.

Nominal

8 Kandungan iodium dalam garam

Kandungan iodium yang dites dengan menggunakan iodine tes. Kandungan iodium baik atau memenuhi standar bila warna yang ditimbulkan warna biru atau ungu tua. Kandungan iodium tidak memenuhi standar bila warna yang ditimbulkan ungu pucat atau biru muda. Tidak ada kandungan iodium bila tidak berubah warna.

Nominal

9 Cara menyimpan Hal yang dilakukan IRT dalam menyimpan/meletakkan garam yang telah dibeli di rumah. Cara penyimpanan dikategorikan dalam benar jika ibu memilih menyimpan garam pada wadah yang tertutup, tidak dekat dengan hawa panas.

Nominal

10 Cara

menggunakan garam

Cara IRT dalam menggunakan garam saat pengolahan makanan. Pemilihan cara penggunaan dikategorikan menjadi benar yaitu pada saat makanan/masakan dihidangkan

Nominal

11 Sikap terhadap garam beriodium

Tanggapan atau reaksi yang dimiliki ibu rumah tangga terhadap garam beryodium. Sikap dinilai dengan 10 pernyataan pada aspek sikap. Total

Ordinal

(19)

19 nilai yang diperoleh dikategorikan

menjadi :

 Kategori baik bila jawaban responden dengan nilai total 76- 100

 Kategori cukup bila jawaban responden dengan total nilai 46- 75

 Kategori kurang bila jawaban responden dengan total nilai 0-39 12 Tingkat Perilaku Wujud nyata yang dilakukan ibu

rumah tangga terhadap penggunaan garam beriodium. Perilaku dinilai dari poin-poin aspek perilaku. Nilai tersebut ditotal dan dikategorikan menjadi :

 Kategori baik bila jawaban responden benar dengan nilai total 76-100

 Kategori cukup bila jawaban responden benar dengan total nilai 40-75

 Kategori kurang bila jawaban responden benar dengan total nilai 0-39

Ordinal

13 Ketersediaan garam beriodium

Ada tidaknya garam beriodium yang dijual di wilayah kerja Puskesmas Petang II. Termasuk kedalamnya juga: tempat membeli garam sehari- hari dan jenis garam yang paling banyak ditemukan

Nominal

14 Harga garam Harga garam beriodium menurut IRT Nominal

(20)

20 beriodium di pasaran, apakah terjangkau atau

tidak terjangkau

4.6 Jenis dan Sumber Data 4.6.1 Data Primer

Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi menggunakan kuisioner mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam beriodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II.

Kuisioner yang digunakan mengacu pada dari kuisioner penelitian Hasibuan (2009) menngenai gambaran prilaku ibu rumah tangga dalam penggunaan garam beriodium yang berhubungan dengan penelitian ini. Kuesioner tersebut kemudian dimodifikasi disesuaikan dengan variable-variabel yang dicantumkan dalam penelitian ini.

4.7 Analisa Data

4.7.1 Analisis Univariat

Menggambarkan distribusi setiap variabel berupa karakteristik responden (usia, tingkat pendidikan, pekerjaan), tingkat pengetahuan dan sikap/persepsi, ketersediaan dan harga garam beriodium di pasaran, sumber informasi tentang garam beriodium, dan perilaku Ibu Rumah Tangga yang meliputi: jenis garam yang digunakan, kandungan iodium dalam garam yang digunakan, cara menyimpan dan cara menggunakan, serta alasan yang mempengaruhi Ibu tidak menggunakan garam beriodium di wilayah kerja puskesmas Petang II, Kabupaten Badung.

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat pada penelitian ini akan dilakukan pada:

a. Tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan b. Tingkat pengetahuan dengan sikap

c. Tingkat pengetahuan dengan perilaku d. Sikap dengan perilaku

e. Harga garam beriodium dengan perilaku f. Ketersediaan garam iodium dengan perilaku

(21)

21 BAB V

HASIL PENELITIAN 5.1 Karakeristik Responden

Tabel 2. Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Usia (N=90)

-20-44 -44-59 ->59

60 21 9

66,7 23,3 10,0 Tingkat Pendidikan (N=90)

-Rendah -Menengah -Tinggi

11 48 31

12,3 53,3 34,4 Pekerjaan (N=90)

-Petani -PNS

-Pegawai Swasta -Pedagang

-Ibu rumah tangga

67 2 3 2 16

74,4 2,2 3,3 2,2 17,8

Berdasarkan pada penelitan yang telah dilakukan, didapat data bahwa umur responden yang paling banyak berada pada rentang usia 20-44 tahun (66,7%). Sebanyak 53,3% responden memiliki tingkat menengah. Sebagaian besar reponden bekerja sebagai petani yaitu sebesar 74,4%.

5.2 Pengetahuan Responden

Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Responden

Frekuensi Persentase (%)

Tingkat pengetahuan : -Kurang

-Cukup -Baik

19 47 24

21,1 52,2 26,7

Dari hasil penelitian, tingkat pengetahuan dalam penelitian ini dinilai berdasarkan poin-poin pada tabel pengetahuan, dilakukan skoring, kemudian di kelompokan menjadi 3 tingkat nilai, yaitu baik (>75), cukup (40-75), dan (<40). Didapatkan sebagian besar responden (52,2%) memiliki tingkat pengetahuan cukup tentang garam beriodium.

(22)

22 Tabel 4. Pengetahuan Tentang Garam Beriodium

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Screening Question „Pernah mendengar tentang

garam beriodium?‟ (N=90) -Ya

-Tidak

74 16

82,2 17,8 Sumber informasi (N=74)

-Dari petugas kesehatan -Dari aparat desa -Media elektronik -Kerabat dekat

49 5 3 17

66,2 6,7 4,1 23,0 Manfaat garam beriodium (N=74)

-mencegah penyakit gondok -mencegah penyakit hipertensi -sebagai penyedap makanan -tidak tahu

61 12 1 0

82,4 16,2 1,4

0 Sumber iodium selain garam (N=74)

-Ikan laut -tahu, tempe -tahu

-tempe

59 14 1 0

79,7 18,9 1,4

0 Cara memilih garam beriodium (N=74)

-Garam yang dikemas dan bermerek -Garam yang di kemas dan tidak bermerek -Garam yang tidak pakai kemasan

52 21 1

70,3 28,3 1,4 Cara menggunakan garam beriodium (N=74)

-Pada saat makanan/masakan akan dihidangkan -Pada saat makanan/masakan mendidih

-Pada saat makanan mulai dimasak

14 43 17

18,9 58,1 23,0 Garam iodium yang paling baik (N=74)

-Garam halus

-Garam krosok/curia/kasar -Garam bata

55 19 0

74,3 25,7 0 Cara menyimpan garam yang benar (N=74)

-Pada wadah tertutup dan tidak dekat hawa panas -Pada wadah yang tertutup

-Sembarang saja

43 31 0

58,1 41,9 0 Fungsi menyimpan garam beriodium yang benar

(N=74)

-Iodium tidak mengalami penguapan/rusak -Garam kering/tidak basah

-Garam nya tetap asin

29 42 3

39,1 56,8 4,1 Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Pengetahuan tentang kandungan garam iodium

(N=74)

(23)

23 -Ya, 30-80ppm

-Ya -Tidak

9 38 27

12,2 51,3 36,5

Sebelum di lakukan pengukuran tingkat pengetahuan pada responden, terlebih dahulu ditanyakan screening question yaitu „Apakah ibu pernah mendengar tentang garam beriodium?‟. Hasil dari screening question mendapatkan sebagian besar responden (82,2%) mengaku sudah pernah mendengar mengenai garam beriodium. Tetapi masih terdapat responden yang belum pernah mendengar tentang garam beriodium yaitu sebanyak 17,8%. Oleh karena itu, responden yang belum pernah mendengar tentang garam beriodium dimasukkan ke dalam kelompok pengetahuan kurang karena tidak pernah memperoleh informasi mengenai garam beriodium.

Dari seluruh reponden yang pernah mendengar tentang garam beriodium, sebanyak 66,2% dari reponden tersebut mendapatkan informasi mengenai garam beriodium dari petugas kesehatan. Responden lainnya menyatakan pernah mendengar tentang garam beriodium dari sumber seperti aparat desa, media elektronik dan kerabat dekat. Untuk menilai seberapa dalam pengetahuan responden tentang manfaat garam beriodium, responden diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan garam beriodium. Hampir seluruh responden (82,4%) mengetahui bahwa garam beriodium bermanfaat untuk mencegah penyakit gonodok. Sebagian besar responden juga mengetahui bahwa ikan laut merupakan sumber makanan yang banyak mengandung iodium (79,7%). Dalam memilih garam, 70,3%

reponden mengaku telah memilih garam yang bermerek dan di kemas dari warung.

Dari aspek penggunaan garam, lebih dari sebagian responden menggunakan garam pada saat masakan mendidih (58,1%). Sejumlah 74,3% mengetahui cara memilih garam iodium yang baik dan memilih garam yang halus. Sebanyak 58,1% responden sudah mengetahui cara menyimpan garam beriodium yang benar yaitu dalam wadah yang tertutup dan diajuahkan dari panas. Tetapi, sebagian besar reponden (56,8%) tidak mengetahui fungsi penyimpanan garam yang benar. Mayoritas responden menjawab fungsi penyimpanan garam yang baik adalah untuk menjaga garam tetap kering. Pengetahuan tentang kandungan iodium dalam garam dari responden sangat rendah, yaitu hanya 12,2% dari responden yang mengetahui kandungan garam iodium yang benar.

5.3 Sikap Responden Tabel 5. Sikap Responden

Sikap Frekuensi Persentase

(%)

(24)

24 - Kurang

- Cukup - Baik

19 32 39

21,1 35,6 43,3

Kategori sikap dalam penelitian ini meliputi poin-poin sikap pada kuisioner dan dikelompokkan menjadi 3 tingkatan nilai, yaitu baik (>75), cukup (40-75), dan kurang (<40). Berdasarkan atas penelitian tersebut, didapatkan sikap responden tentang garam beriodium baik sebanyak 43,3%, cukup 35,6%, dan 21,1%

responden memiliki sikap yang kurang.

Tabel 6. Sikap Penggunaan Garam Beriodium Responden

Komponen Sikap SS

(%) S (%)

KS (%)

TS (%)

STS (%) Membeli garam beriodium (N=74) 12

(16,2) 57 (77,0)

4 (5,4)

1 (1,4)

0 (0) Menyimpan garam dalam wadah tertutup

(N=74)

16 (21,6)

55 (74,3)

2 (2,7)

1 (1,4)

0 (0) Menambahkan makanan pada saat siap

dihidangkan (N=74)

4 (5,4)

36 (48,6)

19 (25,7)

12 (16,2)

3 (4) Membeli garam yang berkemasan dan

bermerk (N=74)

4 (5,4)

42 (56,8)

17 (23,0)

7 (9,4)

4 (5,4) Kandungan iodium paling bagus pada

garam halus (N=74)

5 (6,8)

58 (78,3)

5 (6,8)

4 (5,4)

2 (2,7) Makanan laut untuk memenuhi kebutuhan

iodium (N=74)

4 (5,4)

63 (85,1)

2 (2,7)

5 (6,8)

0 (0) Mencari informasi garam iodium ke

petugas kesehatan (N=74)

12 (16,2)

54 (72,9)

1 (1,4)

5 (6,8)

2 (2,7)

Komponen Sikap SS

(%) S (%)

KS (%)

TS (%)

STS (%) Menggunakan garam iodium 1 sendok

makan perhari (N=74)

0 (0)

45 (60,8)

12 (16,2)

10 (13,5)

7 (9,5) Kekurangan iodium dapat mengganggu

pertumbuhan anak (N=74)

5 (6,8)

47 (53,5)

7 (9,5)

8 (10,7)

7 (9,5) Memperhatikan label 30-80ppm setiap

membeli garam iodium (N=74)

2 (2,7)

50 (67,5)

9 (12,3)

10 (13,5)

3 (4)

Total 64

(8,9)

507 (70,8)

66 (9,2)

51 (7,2)

28 (3,9)

Keterangan: SS=sangat setuju, S=setuju, KS=kurang setuju, TS=tidak setuju, STS=sangat tidak setuju

(25)

25 Berdasarkan tabel diatas, hampir seluruh responden setuju dengan pernyataan makanan laut untuk memenuhi kebutuhan iodium (85,1%), kandungan iodium paling bagus pada garam halus (78,3%), responden membeli garam beriodium (77,0%), menyimpan garam dalam wadah tertutup (74,3%), dan mencari informasi garam beriodium ke petugas kesehatan (72,9%).

5.4 Perilaku Penggunaan Garam Beriodium Responden Tabel 7. Tingkat perilaku

Tingkat perilaku Frekuensi Persentase (%)

Kurang 48 53,3

Cukup 25 27,8

Baik 17 18,9

Perilaku terhadap penggunaan garam beriodium meliputi beberapa poin pada setiap soal. Masing-masing poin diberikan nilai yang dijumlah untuk menentukan 3 kategori tingkat perilaku: baik (>75), cukup (40- 75), dan kurang (<40). Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa tingkat perilaku responden yang baik terhadap penggunaan garam beriodium cenderung rendah. Lebih dari sebagian responden masih memiliki tingkat perilaku terhadap penggunaan garam beriodium yang kurang. Hanya 18,9% responden mempunyai perilaku yang baik dalam penggunaan garam beriodium.

Tabel 8. Perilaku Penggunaan Garam Beriodium

Faktor Frekuensi Persentase

(%) Menggunakan garam beriodium (N=90)

- Ya - Tidak

59 31

65,5 34,4 Hasil uji Tes Iodine (N=90)

- Ungu Tua 27 30,0

- Biru Muda/Ungu pucat 32 35,6

- Tidak berubah warna 31 34,4

Cara menyimpan garam (N=90)

- Benar 47 52,2

- Salah 43 47,8

Pemberian garam beriodium pada makanan siap dihidangkan (N=90)

- Benar 11 12,2

- Salah 79 87,8

Penambahan garam iodium satu sendok makan per hari (6-10 gram/hari)

(26)

26

- Benar 18 20,0

- Salah 72 80,0

Cara memilih garam (N=90)

- Membeli garam yang halus 61 67,8

- Memperhatikan label garam beriodium 30- 80ppm pada kemasan

28 31,3

Mengkonsumsi makanan laut (N=90)

- Ya 56 62,2

- Tidak 34 37,8

Alasan tidak Menggunakan garam beriodium (N=31)

- Harga tidak terjangkau 9 29,0

- Rasa tidak enak 6 19,4

- Tidak tersedia di pasaran 1 3,2

- Akses ke penjual sulit/jauh 1 3,2

- Sudah menjadi kebiasaan turun-temurun 14 45,2

Tiga puluh empat koma empat persen dari jumlah sampel garam responden yang telah diuji dengan menggunakan iodine test, tidak mengandung iodium sama sekali. Sementara dari sampel garam yang mengandung iodium, sebanyak 35,6% memiliki garam yang kandungannya tidak memenuhi standar kebutuhan (dibawah 30ppm). Sebanyak 52,2% responden didapatkan menyimpan garam dengan cara yang benar yaitu jauh dari panas dan di dalam wadah tertutup. Cara penggunaan garam beriodium setelah makanan yang dimasak matang atau penggunaan setelah makanan dihidang didapatkan masih sangat rendah (12,2%).

Dari observasi yang dilakukan saat penelitian, 67,8% responden menggunakan garam halus. Sebanyak 62,2% responden mengkonsumsi makanan laut dalam makanan sehari-hari mereka. Dari wawancara, hanya sebagian kecil (20,0%) responden menambah garam beriodium pada pengolahan makanan setiap hari dengan takaran 1 sendok. Kurang dari sebagian responden sering melihat label garam beriodium apabila membeli garam (31,1%). Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden yang menggunakan garam beriodium dengan cara yang salah (63,1%).

Alasan responden tidak menggunakan garam beriodium paling banyak adalah faktor sudah menjadi kebiasaan turun temurun dikeluarga yaitu sebesar 45,2%, alasan terbanyak setelahnya adalah karena harga tidak terjangkau yaitu sebesar 29,0% dan rasa yang tidak enak yaitu sebesar 19,4%, alasan tidak tersedia dipasaran yaitu sebesar 3,2%, dan hanya 3,2% yang mengatakan alasan karena akses ke penjual yang sulit dan jauh dan 1,5% mengatakan alasan karena garam beriodium tidak tersedia di pasaran.

5.5 Ketersediaan Garam Beriodium Tabel 9. Ketersediaan Garam Beriodium

(27)

27

Faktor Frekuensi Persentase (%)

Ketersediaan garam beriodium (N=90)

- Ya 79 87,8

- Tidak 11 12,2

Tempat membeli garam (N=90)

- Pasar 17 18,9

- Warung 65 72,2

- Supermarket 8 8,9

Jenis garam yang banyak ditemukan (N=90) - Garam berkemasan dengan tabel iodium 52 57,8

- Garam krosok 38 42,2

- Garam bata 0 0,0

Harga garam beriodium (N=90)

- Terjangkau 81 90,0

- Tidak terjangkau 9 10,0

Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang membeli garam sehari-hari terbanyak di warung yaitu sebesar 72,2% diikuti oleh tempat terbanyak kedua yaitu di pasar sebesar 18,9% dan paling sedikit yang dibeli di supermarket yaitu sebesar 8,9%. Diketahui pula bahwa jenis garam yang paling banyak ditemukan adalah garam dengan kemasan beiodium lebih banyak ditemukan di pasaran dan sebanyak 42,2% ditemukan adalah garam krosok atau kiloan. Sebanyak 90,0% responden mengatakan harga garam beriodium adalah berjangkau dan hanya 10,0% responden mengatakan harga garam beriodium tidak terjangkau.

Ketersediaan garam beriodium adalah ada tidaknya atau bisa tidaknya ditemukan garam kemasan berlabel iodium di daerah sekitar tempat tinggal yang masih dapat dijangkau oleh responden. Penelitian menunjukkan hasil bahwa sebanyak 87,8% mengatakan garam kemasan berlabel iodium tersedia atau dapat ditemukan di daerah tempat tinggal responden.

5.6 Gambaran Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 10. Tabulasi silang Tingkat pendidikan dengan tingkat Pengetahuan Responden.

Tingkat Pengetahuan Total Tingkat Pendidikan Kurang Cukup Baik

- Rendah - Menengah - Tinggi

1 (9,1%) 14(29,2%)

4 (12,9%)

8 (72,7%) 23 (47,9%) 16 (51,6%)

2 (18,2%) 11 (22,9%) 11 (35,5%)

11 (100%) 48 (100%) 31 (100%)

(28)

28

Total 19 47 24 90

Tabel di atas menunjukan bahawa semua responden dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai tingkat pengetahuan yang cukup. Sebanyak 51,6% responden dengan tingkat pendidikan tinggi juga memiliki tingkat pengetahuan cukup. Tidak terdapat kecenderungan peningkatan tingkat pengetahuan tentang garam beriodium dengan tingkat pendidikan.

5.7 Gambaran Sikap Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tabel 11. Tabulasi Silang Sikap dengan Tingkat Pengetahuan

Sikap Total

Tingkat Pengetahuan Kurang Cukup Baik

- Kurang 15(83,3%) 2(11,1%) 1(5,6%) 18 (100%) - Cukup 4(8,3%) 21(43,8%) 23(47,9%) 32 (100%) - Baik 0(0,0%) 9(37,5%) 15(62,5%) 39 (100%)

Total 18 48 24 90

Dari hasil penelitian menujukan bahwa sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai garam beriodium, cenderung memiliki sikap yang baik yaitu sebesar 62,5%. Terdapat kecenderungan peningkatan sikap tentang penggunaan garam beriodium dengan peningkatan pengetahuan.

5.8 Gambaran Perilaku Berdasarkan Sikap

Tabel 12. Tabulasi Silang Sikap dengan Tingkat Perilaku

Tingkat Perilaku Total

Sikap Kurang Cukup Baik

- Kurang 15 (78,9%) 4 (21,1%) 0 (0%) 19 (100%) - Cukup 17 (53,1) 9 (28,1%) 6 (18,8%) 32 (100%) - Baik 16 (41,0%) 12 (30,8%) 11 (28,2%) 39 (100%)

Total 48 25 17 90

(29)

29 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat kecenderungan peningkatan sikap terhadap peningkatan tingkat prilaku penggunaan garam beriodium. Responden dengan sikap baik, memiliki perilaku yang baik dalam penggunaan garam beriodium (28,2%).

5.9 Gambaran Perilaku Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Tabel 13. Tabulasi silang kategori perilaku dengan tingkat Pengetahuan Responden.

Kategori perilaku Total

Pengetahuan Kurang Cukup Baik

- Kurang - Cukup - Baik

16 (84,2%) 27 (57,4%) 5 (20,8%)

3 (15,8%) 15 (31,9%)

7 (29,2%)

0 (0,0%) 5 (10,7%) 12 (50,0%)

19 (100%) 47 (100%) 24 (100%)

Total 48 25 17 90

Pada tabel di atas, didapatkan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik, cenderung memiliki prilaku yang baik tentang penggunaan garam beriodium. Terdapat kecenderungan antara pengetahuan dengan perilaku.

5.10 Gambaran Perilaku Berdasarkan Harga Garam Beriodium Tabel 14. Tabulasi silang tingkat perilaku dengan harga garam beriodium

Tingkat perilaku Total

Harga garam Kurang Cukup Baik

- Terjangkau 41 (50.6%) 23 (28.4%) 17 (21.0%) 81 (100%) - Tidak terjangkau 7 (77.8%) 2 (22.2%) 0 (0.0%) 9 (100%)

Total 48 25 17 90

Dari tabel diatas berdasarkan harga garam, responden yang memiliki perilaku kurang sebagian besar menganggap harga garam masih terjangkau (50,6%).

5.11 Gambaran Perilaku Berdasarkan Ketersediaan Garam Iodium Tabel 15. Tabulasi silang tingkat perilaku dengan ketersediaan garam beriodium

Tingkat perilaku Total Ketersediaan

garam beriodium Kurang Cukup Baik

- Ya 41 (51.9%) 21 (26.6%) 17 (21.5%) 79 (100%) - Tidak 7 (63.6%) 4 (36.4%) 0 (0.0%) 11 (100%)

Total 48 25 17 90

(30)

30 Dari tabel di atas, dapat disimpukan bahwa responden yang menganggap garam beriodium tersedia atau dapat ditemukan di daerah sekitar tempat tinggal masih cenderung memiliki tingkat perilaku yang kurang (51,9%). Sementara dari responden yang mengganggap garam beriodium tidak tersedia, paling banyak atau hampir seluruhnya memiliki tingkat perilaku yang kurang yaitu 63.6%.

5.12 Gambaran Perilaku Berdasarkan Sumber Informasi

Responden ditanyakan darimana mereka paling banyak mendapatkan informasi atau pengetahuan mengenai garam beriodium selama ini. Dari hasil penelitian, pada tabel 16 menunjukkan para responden yang tingkat perilakunya cukup, cenderung memperoleh informasi tentang garam beriodium dari petugas kesehatan yaitu 36.7% . Sementara menurut para responden yang mempunyai tingkat perilaku kurang tidak pernah mendengar mengenai garam beriodium sebesar 87,5%. Sebanyak 28,6% responden berperilaku baik memperoleh sumber informasi garam beriodium dari petugas kesehatan.

Tabel 16. Tabulasi silang sumber infomasi dengan tingkat perilaku

Tingkat perilaku Total

Sumber informasi Kurang Cukup Baik

- petugas kesehatan 17 (34.7%) 18 (36.7%) 14 (28,6%) 49 (100%) - aparat desa 4 (80.0%) 1 (20.0%) 0 (0,0%) 5 (100%) - media elektronik 2 (66.7%) 1 (33.3%) 0 (0,0%) 3 (100%) - kerabat dekat 11 (64.7%) 3 (17.6%) 3 (17,6%) 17 (100%) - tidak pernah mendengar 14 (87.5%) 2 (12.5%) 0 (0,0%) 16 (100%)

Total 48 25 17 90

(31)

31 BAB VI

PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga. Kaitan antara ibu rumah tangga dengan konsumsi garam beriodium di rumah tangga juga dibenarkan oleh Setiarini, 2010 menyatakan terdapat hubungan tingkat pengetahuan ibu rumah tangga (IRT) dengan gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) serta cara menyimpan dan menggunakan garam beriodium. Hubungan antara ibu rumah tangga dengan konsumsi garam beriodium di rumah juga dibenarkan oleh penelitian oleh Wariyanto (2013), yang menyatakan intervensi yang tepat dilaksanakan untuk meningkatkan konsumsi garam beriodium di tingkat rumah tangga adalah dengan peningkatan peran ibu rumah tangga dalam pendekatan keluarga.

Karakteristik ibu dalam penelitian ini terdiri dari umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Pada kategori umur, reponden di kelompokkan menjadi 3 kelompok yang meliputi rentang umur 20-44, 44-59, dan > 59 tahun. Kelompok tersebut di bagi berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sihombing (2014). Berdasarkan hasil penelitian umur IRT paling banyak berada pada rentang usia 20 - 44 tahun yaitu 66,7%. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya ibu yang menjadi responden untuk penelitian ini masih pada usia produktif dan mampu untuk melaksanakan tugasnya dalam menggunakan garam beriodium.

Tingkat pendidikan responden paling banyak adalah kategori menengah (53,3%).Sebagian besar responden bekerja sebagai petani (74,4%) dan hanya 17,8% dari responden tidak bekerja.

6.2 Pengetahuan Tentang Garam Beriodium Berdasarkan Pendidikan

Menurut Notoatmodjo pengetahuan adalah hal yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Di dapatkan bahwa, pengetahuan diperlukan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, dan dapat pengetahuan merupakan faktor yang mempengaruhi tindakan sesorang. Tanpa adanya pengetahuan, seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Selain dari itu, pengetahuan juga mempunyai implikasi kuat dengan sikap dan perilaku seseorang. Dengan bekal pengetahuan yang baik, seseorang ibu seharusnya dapat menerapkan perilaku penggunaan garam beriodium yang baik sehari-hari.

(Notoatmodjo, 2003).

Sebelum dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan sumber informasi mengenai garam beriodium, pada IRT telah diberikan screening question terlebih dahulu yaitu “Apakah responden pernah

(32)

32 mendengar tentang garam beriodium?”. Hasil dari kuesioner yang diterima, didapatkan sebagian besar responden mengaku pernah mendengar mengenai garam beriodium (82,2%). Responden yang belum pernah mendengar mengenai garam beriodium langsung di kategorikan ke dalam kelompok tingkat pengetahuan kurang.

Dari hasil penelitian didapatkan pengetahuan reponden mengenai garam beriodium sebagian besar dalam kategori cukup (52,2%). Dilihat dari beberapa aspek pengetahuan, lebih dari sebagian responden mengetahui bahwa ikan laut merupakan sumber makanan lain yang mengandungi banyak iodium (65,6%). Lebih dari sebagian reponden sudah mengetahui manfaat garam beriodium untuk mencegah penyakit gondok (67,8%). Pada aspek pemilihan garam beriodium yang baik, lebih dari sebanyak 61,1%

responden sudah mengetahui bahwa garam halus merupakan garam beriodium yang paling baik. Menurut penelitian dari Handayani (2013) garam berbentuk halus lebih tinggi kandungan iodium nya di bandingkan garam berbentuk bata atau briket, apalagi krosok. Kebanyakan reponden juga bisa mengenal pasti cara pemilihan garam yang benar yaitu dengan membeli garam yang dikemas dan bermerek (57,8%). Tetapi pengetahuan reponden pada kandungan garam iodium rata-rata tidak tepat, hanya 10,0%

reponden tahu bahwa garam beriodium yang baik dan benar harus tertulis 30-80ppm pada kemasan atau bungkusan garam. Hal tersebut menunjukkan bahwa reponden tidak mampu dalam mengidentifikasi garam dengan kandungan iodium yang baik. Berdasarkan dari hasil penelitian ini disarankan agar dinas kesehatan dalam melakukan pengawasan kualitas garam beriodium yang beredar dimana hasil pengawasan merek garam beriodium yang memenuhi syarat diinformasikan kepada masyarakat dan konsumen terutama yang tinggal di daerah epidemik GAKI harus mempunyai pengetahuan dalam memilih dan membeli garam beriodium dengan kualitas memenuhi syarat (30-80ppm KIO3).

Kadar iodium, menurut penelitian Handayani dipengaruhi oleh penyimpanannya, penyimpanan garam iodium yang tidak menggunakan wadah (kedap sinar dan tidak berkarat) yang tertutup rapat dan kering, akan mengakibatkan kandungan iodium berkurang (Handayani, 2013). Menempatkan garam iodium di ruangan yang lembap dan terkena panas akan menyebabkan penurunan kadar iodium dan kadar air, karena kadar iodium menurun bila terkena panas dan air akan menguapkan iodium. Lebih dari sebagian responden mengetahui cara menyimpan garam beriodium dengan cara yang benar (52,2%) yaitu reponden menyimpan garam beriodium pada wadah yang tertutup rapat dan tidak dekat dengan hawa panas.

Responden mungkin menyimpan garam beriodium pada wadah yang tertutup dan jauh dari hawa panas secara kebetulan atau akibat sudah menjadi kebiasaan.

(33)

33 Hasil penelitian memperlihatkan kebanyakan responden tidak mengetahui dengan tepat fungsi meyimpan garam beriodium (46,7%), reponden hanya mengetahui bahwa fungsi menyimpan garam beriodium pada wadah yang tertutup rapat dan jauh dari hawa panas adalah bertujuan supaya garam tetap kering.

Kurangnya pengetahuan mengenai fungsi penyimpanan garam sebenarnya memiliki implikasi tersendiri.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handayani, kadar iodium dipengaruhi oleh beberapa faktor terkait dengan penyimpanan. Kehilangan kandungan iodium terbanyak terjadi pada garam yang disimpan dengan menggunakan gelas berwarna merah gelap (Handayani, 2003). Kadar iodium garam akan semakin menurun seiring dengan lamanya garam disimpan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan pemahaman tentang tujuan penyimpanan garam beriodium dengan baik. Hal yang perlu ditekankan adalah kandungan iodium dalam garam yang dapat berkurang akibat penggunan media penyimpanan yang salah, lamanya waktu simpan, dan penempatan garam yang salah.

Kurangnya pengetahuan reponden pada beberapa aspek mengenai garam beriodium mengakibatkan responden tidak mendapat manfaat yang optimal dari penggunaan garam beriodium. Responden umumnya tidak mengetahui bahwa kandungan iodium dari garam beriodium itu dapat hilang akibat dari cara penggunaan yang salah. Menurut WHO (1996) cara pengolahan bahan makanan yang dimasak dengan menggunakan garam beriodium ternyata berpengaruh pada kadar iodium nya seperti menggoreng akan kehilangan 20% iodium, memanggang akan kehilangan iodium sebesar 23%, dan merebus akan kehilangan iodium lebih besar yaitu 58%. Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden tidak mengetahui bahawa cara penggunaan garam sewaktu memasak yang benar yaitu saat masakan atau makanan di hidangkan (87,8%). Temuan tersebut sejalan dengan dari hasil penelitian Setiarini (2010) menunjukkan cara penggunaan garam beriodium oleh IRT pada proses pemasakan sebagian besar masih salah yaitu sebanyak 73,2%. Hal tersebut di karenakan responden beranggapan jika garam ditambahkan setelah proses memasak maka rasanya tidak akan meresap. Menurut penelitian dari Sihombing, cara menggunakan garam beriodium yang masih salah disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan oleh IRT sewaktu proses memasak.

Faktor tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Dari Tabulasi silang yang dilakukan antara pendidikan dan tingkat pengetahuan, di dapatkan bahwa, lebih dari sebagian reponden dengan tingkat pendidikan tinggi mempunyai tingkat pengetahuan cukup (51,6%) dan sebanyak 35,5%

mempunyai tingkat pengetahuan yang baik mengenai garam beriodium. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Sihombing (2014) tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap informasi gizi kesehatan sehingga seseorang memiliki pengetahuan

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Penelitian (Notoadmojo, 2003)  BAB IV Faktor predisposisi: 1
Tabel 1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Flame Assisted Spray Pyrolysis adalah salah satu metode yang tidak memerlukan biaya mahal, efektif digunakan untuk produksi dalam jumlah yang banyak, produk

Dengan hasil penelitian ini dapat dilihat keakuratan diagnostik potong beku, sitologi imprint intraoperasi, dan gambaran USG pada pasien dengan diagnosa tumor ovarium untuk

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, sumber segala kebenaran, sang kekasih tercinta yang tidak terbatas pencahayaan cinta-Nya bagi hamba-Nya, Allah Subhana Wata‟ala

Melalui kegiatan observasi di kelas, mahasiswa praktikan dapat. a) Mengetahui situasi pembelajaran yang sedang berlangsung. b) Mengetahui kesiapan dan kemampuan siswa dalam

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar

Perbandingan distribusi severitas antara yang menggunakan KDE dengan yang menggunakan suatu model distribusi tertentu dilakukan untuk melihat secara visual, manakah dari