• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI SUHU DAN KALOR SELAMA PEMBELAJARAN DARING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI SUHU DAN KALOR SELAMA PEMBELAJARAN DARING"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI SUHU DAN KALOR SELAMA

PEMBELAJARAN DARING

(Penelitian di SMA Negeri Wilayah Pare Kelas XI Tahun Ajaran 2021/2022)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Alif Yun H.

NIM. 11150163000036

PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2022

(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Nomor: 09.2167 / T.FIS / V / 2022

Skripsi berjudul Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Suhu dan Kalor Selama Pembelajaran Daring yang disusun oleh Alif Yun Hariani, NIM 11150163000036, Program Studi Tadris Fisika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diajukan pada sidang munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 10 Mei 2022

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Iwan Permana Suwarna, M. Pd NIP. 1978050420090 1 013

Ketua Prodi Tadris Fisika Ai Nurlaela, S.Si, M.Si

NIP. 197911122009122003

Devi Solehat, S.Pd, M.Pd NIP. -

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

ABSTRAK

Alif Yun H. (1115016300036), Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Suhu dan Kalor Selama Pembelajaran Daring. Skripsi Jurusan Tadris Fisika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2022.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kemampuan berpikir kritis siswa SMA Negeri di Wilayah Pare. Informasi kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri di Wilayah Pare belum ada yang terperinci. Penelitian deskriptif ini menganalisis hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI pada materi Suhu dan Kalor. Subjek penelitian sebanyak 200 siswa dari 2 SMAN di Wilayah Pare yang dipilih berdasarkan wilayah. Data diperoleh dari hasil jawaban siswa sesuai indikator, wawancara siswa dan wawancara guru. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kritis siswa bentuk soal esai dengan 5 indikator pada materi Suhu dan Kalor. Instrumen tes yang digunakan divalidasi para ahli . Hasil penelitian menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa SMAN 1 Pare adalah 47,2 % dan SMAN 1 Plemahan adalah 47,1 %. Kemampuan berpikir kritis siswa SMAN di Wilayah Pare tergolong cukup dikarenakan pengetahuan dasar yang dimiliki siswa; berpikir kritis perlu diasah kembali oleh guru dan siswa yang mendapatkan nilai bagus saat ulangan bukan berarti memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik ataupun sebaliknya.

Kata kunci: Kemampuan Berpikir Kritis; Suhu dan Kalor; Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Ennis; SMAN Wilayah Pare

(6)

vi

ABSTRACT

Alif Yun H. (1115016300036), Analysis of Students' Critical Thinking Ability on Temperature and Heat Materials During Online Learning. Thesis Tadris Physics Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2022.

This study aims to determine the profile of critical thinking skills of state high school students in the Pare Region. There is no detailed information on the critical thinking skills of class XI SMA Negeri in the Pare Region. This descriptive study analyzed the results of the critical thinking ability test of class XI students on the material of Temperature and Heat. The research subjects were 200 students from 2 SMAN in the Pare Region who were selected based on the region. Data obtained from the results of student answers according to indicators, student interviews and teacher interviews. The instrument used is a test of students' critical thinking skills in the form of essay questions with 5 indicators on the temperature and heat material. The test instrument used was validated by experts. The results showed that the critical thinking ability of SMAN 1 Pare students was 47.2% and SMAN 1 Plemahan was 47.1%. The critical thinking ability of SMAN students in the Pare Region is quite adequate due to the basic knowledge possessed by students; critical thinking needs to be re-sharpened by teachers and students who get good grades on the test does not mean they have good critical thinking skills or vice versa.

Keywords: Critical Thinking Ability; Temperature and Heat; Ennis' Critical Thinking Ability Indicator; Pare Regional High School

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Asslamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Suhu dan Kalor Selama Pembelajaran”, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya ke jalan yang terang benderang.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Iwan Permana Suwarna, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Tadris Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

3. Dwi Nanto, S.Si, M.Si, Ph.D, selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti selama menjadi mahasiswa pendidikan fisika

4. Ai Nurlaela, M.Si, dan Devi Solehat, S.Pd, M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing, memberikan saran dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dwi Nanto, Ph.D, selaku dosen penguji I munaqosah.

6. Reza Ruhbani Amarulloh, S.Pd, M.Pd., selaku dosen penguji II munaqosah.

7. Seluruh dosen, staf, dan karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya jurusan Pendidika Fisika yang telah memberikan ilmu pengetahuan, arahan, dan pelayanan dalam proses perkuliahan.

8. Sarbawa, M.Pd, yang sudah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Drs. Moh ashari , selaku guru bidang studi fisika SMA yang membimbing saya selama penelitian di SMA

10. Dewan guru, staf, karyawan dan siswa-siswi SMA khususnya kelas XI IPA 11. Kedua orangtua tercinta (Bapak Hariono dan Ibu Parti Riani) yang telah

memberikan dukungan baik moril maupun materil serta doa yang tidak pernah putus. Adek tersayang (Afri Bangkit Prasetyo) yang selalu memberikan doa dan motivasi.

(8)

viii

12. Sahabat Penulis , Lena Marlina, Syarifah Hanum, Lili Setyowati yang telah menjadi penyemangat dan tempat penulis berbagi cerita.

13. Teman-teman Tadris Fisika 2015, khususnya Fisika A yang selalu berbagi suka dan duka dengan penulis selama perkuliahan.

14. Teman seperjuangan dari Yayasan Ar-Rasyiid Bintaro, Kak Ririn, Kak Idloh, Mas Bima, Rama, Shinta, Nur, Indra, Ida, Dian, Rani, Diah, Bela, Chika, dan Winda yang selalu memberikan semangat, dukungan serta doa dan motivasinya.

15. Bagas Priantoro, selaku teman, sahabat dan orang terkasih yang selalu memberikan semangat, motivasi serta dukungan dan doa.

16. Seluruh pihak yang telah membantu selama pendidikan dan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya.

Semoga segala kebaikan yang diberikan kepada peneliti mendapatkan balasan terbaik dari Allah SWT. Aamiin.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Secara terbuka menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi

kesempurnaan penulisan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih, semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 2022

Penulis

(9)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 2

A. Latar Belakang Masalah ... 2

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Deskripsi Teoritis ... 8

B. Materi Suhu dan Kalor ... 14

C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 23

D. Kerangka Berpikir ... 25

E. Pertanyaan Penelitian ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

B. Subjek dan Fokus Penelitian ... 27

C. Teknik Pengumpulan Data ... 28

D. Instrumen Penelitian ... 29

E. Teknik Analisis Kualitas Instrumen ... 31

F. Teknik Analisis Data ... 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Deskripsi Data ... Error! Bookmark not defined.

B. Analisis Data dan Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.

(10)

x

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.

(11)

2

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang terinfeksi pandemi Covid-19.

Penyakit corona virus 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut corona virus 2 (SARS-Cov-2)1. Sehingga berdampak kepada masyarakat, mahasiswa dan bahkan siswa yang tidak bisa bertemu langsung di kampus ataupun di sekolah juga tempat umum lainnya. Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB menyatakan bahwa salah satu sektor yang terdampak adanya wabah ini adalah dunia Pendidikan. Hal tersebut membuat beberapa negara memutuskan untuk menutup sekolah maupun perguruan tinggi.2 Padahal, Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan suatu Negara.3 Pendidikan bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan yang dimiliki oleh individu agar menambah kebermanfaatan dirinya bagi lingkungan sekitar.

Melalui pendidikan, seorang individu dipersiapkan untuk menghadapi berbagai tantangan di masa depan.4

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia no. 20 tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa

1 Matdio Siahaan, “Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Dunia Pendidikan”, Jurnal Kajian Ilmiah (JKI), 3, 2020.

2 Oktafia Ika Handarini, “Pembelajaran Daring sebagai upaya Study From Home (SHF) selama pandemic covid 19”, Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (JPAP), 8,2020

3 Indri Anugraheni, “Meta Analisis Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam Meningkatkan Ketrampilan Berpikir Kritis di Sekolah Dasar”, Jurnal of Language Literature Culture and Education, Vol.14, Hal 10.

4 Ince Raudhiah Zahra, “Penerapan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMA pada materi Gerak Harmonis Sederhana”, Jurnal Vidya Karya, vol.33, 2018, hal.21

(12)

3

setiap siswa diharapkan memiliki ketrampilan berpikir dan bertindak : kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif dan komunikatif.5

Ketrampilan berpikir kritis ini sangat penting dalam pembelajaran fiisika.

Ketrampilan berpikir ini akan mempermudahkan dalam mendeksripsikan dan menjelaskan fenomena fisika. Kemampuan berpikir kritis seseorang juga dapat mempengaruhi kemampuan belajar, kecepatan dan efektifitas belajar.

Menurut Sulardi, Mohammad dan Wihono, Ketrampilan berpikir kritis dibutuhkan oleh siswa karena dengan ketrampilan tersebut, kemampuan untuk menguasai konsep pembelajaran yang diperoleh siswa menjadi lebih baik.6 Namun pada kenyataannya, ketrampilan berpikir kritis siswa masih rendah.

Banyak sekolah yang belum mentradisikan kebiasaan berpikir kritis kepada siswanya. Seperti yang diungkapkan kritkus Jacqueline dan Brooks pada penelitian Ali Syahbana, sedikit sekolah yang mengajarkan siswanya untuk berpikir kritis.

Sekolah justru mendorong siswa memberi jawaban yang benar daripada mendorong mereka memunculkan ide-ide baru atau memikirkan ualang kesimpulan- kesimpulan yang sudah ada.7. Terlebih saat pandemi Covid-19 ini, yang dianjurkan siswa dan guru hanya bertemu online dan pembelajaran pun secara daring (dalam jaringan).

Di dalam pembelajaran fisika, berpikir kritis tidak hanya sekedar menerima informasi dari pihak lain, namun juga melakukan pencarian. Ketrampilan berpikir kritis ini cocok dikembangkan pada materi fisika yang sangat berhubungan dan banyak dibicarakan di kehidupan sehari-hari, salah satu diantaranya adalah suhu dan kalor.

5 Kemendikbud, “Lampiran Pemendikbud No. 20 tentang Standar Kelulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan”,2016.

6 Sulardi, Mohammad Nur, Wahono Widodo., Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Model Problem Basde Learning (PBL) untuk melatih Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa, Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya, Vol.2015 h. 803

7 Ali Syahbana, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning, Jurnal edumatika Vol.2 No. 1, 2012, h.46

(13)

4

Dalam rangka membantu siswa mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.8

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membuat tuntutan terhadap kemampuan seorang individu jauh lebih tinggi.9 Pesatnya perkembangan IPTEK dan tekanan globalisasi yang menghapuskan tapal batas antar negara, mempersyaratkan setiap bangsa untuk mengarahkan pikiran dan seluruh sumberdaya yang dimilikinya untuk bisa survive dalam perebutan pemanfaatan kesempatan dalam sisi kehidupan.10 Ini berarti perlu adanya peningkatan sikap kompetitif secara sistematik dan berkelanjutan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan. Pesatnya IPTEK dewasa ini telah menyebabkan terjadinya akselerasi perubahan nilai-nilai sosial, yang membawa dampak positif dan negatif terhadap pertumbuhan bangsa kita, termasuk sistem pendidikan.

Dampak positifnya adalah terjadinya percepatan dan peningkatan pola pikir dalam berbagai bidang dan perubahan polahidup yang lebih efisien dan pragmatis.

Sedangkan dampak negatifnya adalah adanya kesulitan masyarakat dalam memahami dan encerna perkembangan yang demikian pesatnya. Dalam hal tersebut bangsa dituntut harus memiliki keunggulan yang kompetitif dan daya sainng serta kemampuan berpikir tingkat tinggi.

8 Syaharuddin, “Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Metematika Dalam Hubungannya dengan Pemahaman Konsep Ditinjau dari Gaya Belajar siswa Kelas VIII SMPN 4 Binamu Kabupaten Jeneponto”, Tesis pada Pascasarjana Universitas Negeri Makassar, (Makassar:2016) hal. 1, tidak dipublikasikan.

9 Ince Raudhiah Zahra, “Penerapan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMA pada materi Gerak Harmonis Sederhana”, Jurnal Vidya Karya, vol.33, 2018, hal.21

10 Ibid, hal 66.

(14)

5

Pendidikan harus dapat memfasilitasi pembangunan aktif sebuah pengetahuan.11Konsekuensinya adalah bahwa dalam pengembangan SDM kita harus bersifat realistik. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran di sekolah perlu diterapkan model-model pembelajaran inovatif seperti pembelajaran yang berbasis pada masalah yang dapat menjadi wahana bagi siswa untuk berpikir tingkat tinggi dan juga kemampuan pemecahan masalah.12 Hal ini berarti keberhasilan dalam proses belajar untuk mencapai tujuan pendidikn sangat dipengaruhi oleh proses belajar yang dialami siswa. Proses belajar sekarang guru dituntut merubah model atau strategi pembelajaran dari berpusat ke guru (teacher centered) menjadi berpusat ke siswa (student cemtered) sehingga tercipta hubungan harmonis antarsiswa dan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pada kenyataannya siswa sering mengalami kesulitan dalam memahmi fenomena-fenomena yang berkaitan dengan suhu dan kalor. Hal ini menghambat siswa untuk mengatasi berbagai masalah kalor dalam kehidupan sehari-hari.13 Agar siswa mampu menyelesaiakan setiap permasalahan terkait maka siswa harus memiliki pemahaman konsep yang jelas dan bermakna karena pemahaman siswa sangat erat kaitannya dengan pola pikir atau nalar. Ketrampilan berpikir kritis ini secara berkelompok menuntut adanya kerjasama anatar anggota dan saling bertukar pendapat juga saling melengkapi untuk memahami suatu permasalahan.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian berfokus pada ketrampilan berpikir kritis siswa. Dan

11 Wiji Sutanto, Penggunaan Problem Based Learning untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Pembelajran Biologi Peserta didik kelas VII di salah satu SMP Negeri Di Surakarta, Jurnal Pendidikan Biologi, Vol. 11 Nomor 1, 2018, Hal. 62

12 I Wayan Sadia, Model-model Pembelajaran Sains Konstruktivistik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014, halaman 65.

13 Soraya Kamal, “Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning berbasis Problem Solving terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Konsep Fluida Dinamis”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta : 2016), hal. 4, tidak dipublikasikan.

(15)

6

ini penulis mengadakan penelitian yang berjudul “Analisis Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Suhu dan Kalor selama masa Pembelajaran Daring ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat di identifikasi beberapa masalah, yaitu :

1. Ketrampilan berpikir kritis perlu diterapkan ke siswa namun pada kenyataannya belum diterapkan..

2. Siswa kurang mampu memahami konsep untuk berpikir kritis di kehidupan sehari- hari, karena siswa hanya dituntut untuk menghafal konsep.

3. Siswa belum dilibatkan secara aktif untuk mencari konsepnya sendiri karena kegiatan pembelajaran secara daring (dalam jaringan)

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, agar penelitian lebih terarah dan mendapatkan gambaran yang jelas, maka perlu adanya batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ketrampilan berpikir kritis siswa SMA ini yang dikukur adalah kertrampilan berpikir kritis menurut Ennis.

2. Indikator berpikir kritis yang digunakan hanya 5 indikator yaitu : Memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, menilai kredibilitas dari sumber, menilai laporan observasi, membuat dan menentukan hasil pertimbangan.

3. Masalah penelitian dibatasi pada materi fisika tentang suhu dan kalor.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah penulis uraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :

(16)

7

“Bagaimana Ketrampilan Berpikir Kritis siswa SMA Negeri di Kecamatan Pare pada materi suhu dan kalor selama sistem pembelajaran online karena pandemi covid-19”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketrampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor selama masa pembelajaran daring.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian di bawah ini adalah :

1. Sebagai pemahaman mengenai pentingnya ketrampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran fisika.

2. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acua seberapa besar ketrampilan berpikir kritis siswa sehingga siswa berupaya untuk meningkatkan ketrampilan tersebut.

3. Bagi guru, diharapkan dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi tersebut.

4. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan sebagai acuan untuk mengembangkan ketrampilan berpikir siswa.

5. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

(17)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teoritis

1. Kemampuan Berpikir Kritis

Pendidikan dalam proses pembelajaran IPA sangat diperlukan adanya ketrampilan berpikir kritis untuk memecahkan suatu permasalahan, sehingga mampu menghadapi fenomena alam yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari14. Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu tuntutan yang harus dipenuhi pada pembelajaran saat ini15.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, ketrampilan diartikkan sebagai kecakapan untuk menyelesaikan tugas.16ketrampilan merupakan suatu aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan jasmaniah seperti menulis, mencuci, mengetik, dan lain-lain, artinya ketrampilan itu bersifat motorik yang membutuhkan koordinasi gerak dan kesadaran yang tinggi, seingga siswa yang melakukan gerakana motorik dengan

koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat kurang atau tidak terampil.17suatu kecakapan atau aktifitas dalam mengerjakan sesuatu dibutuhkan koordinasi motoric dan kesadaran yang tinggi sehingga orang tersebut mengalami proses ketrampilan.

Menurut Halpern dalam Kuswana menggunakan definisi kerja dengan berpikir kritis sebagai penggunaan ketrampilan kognitif atau strategi yang meningkatkan probabilitas hasil yang diinginkan. Berpikir

14 Fela Elwitriana, Suhendar, Aa Juhanda., Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Pemanasan Global, Jurnal Pelita Pendidikan, Vol.7, No.2, Hal.56

15 Shan Duta Sukma Pradana, Pengembangan Teks Kemampuan Berpikir Kritis pada materi Optik Geometri untuk Mahasiswa Fisika, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.21, 2017

16 KBBI, http://kbbi.kemendikbud.go.id/entri/ketrampilan

17 Muhibbin Syah, Psikolohi Pendidikan, (Jakarta

(18)

9

adalah tujuan beralasan dan tujuan yang diarahkan da efektif untuk

konteks dan jenis pemikiran tugas tertentu.18Jadi berpikir kritis merupakan tujuan beralasan dan tujuan yang diarahkan serta efektif dengan

menggunakan ketrampilan kognitif atau strategi.

Berpikir kritis adalah berpikir yang wajar dan reflektif yang berfokus pad memutuskan apa saja yang aharus diyakini atau dikatakan.19 Dengan demikian jika seseorang memutuskan sesuatu berdasarkan apa yang harus dikatakan, maka orang tersebut telah berpikir secara kritis.

Menurut pandangan Ennis, berpikir kritis tidak setara dengan berpikir tingkat tinggi karena berpikir kritis melibatkan disposisi20

Tabel berikut menjelaskan kelima aspek ketrampilan berpikir kritis menurut Ennis secara terperinci :21

Indikator Kemampuan

Berpikir Kritis

Sub Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Sub Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Elementary Clarification (memberikan penjelasan mendasar)

1. Memfokuskan pertanyaan

a. Mengidentifikasi/merumu skan pertanyaan.

b. Mengidentifikasi/merumu skan kriteria-kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin.

c. Memelihara kondisi dalam keadaan berpikir

18 Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi kognitif : Perkembangan Ragam Berpikir, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2012), hal.187

19 Ibid, h. 196

20 Ibid, h.196

21 Ibid, h.197

(19)

10 2. Menganalisis

argumen

a. Mengidentifikasi kesimpulan.

b. Mengidentifikasi alasan (sebab) yang tidak dinyatakan (implisit).

c. Mengidentifikasi alasan (sebab) yang dinyatakan (eksplisit).

d. Mengidentifikasi ketidakrelevanan dan kerelevanan

e. Mencari persamaan dan perbedaan.

f. Mencari struktur dari suatu argumen.

g. Membuuat ringkasan.

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang

suatupenjelasan atau tantangan

a. Mengapa demikian?

b. Apa intinya?

c. Apa artinya?

d. Apa contohnya?

e. Apa yang bukan contoh?

f. Bagaimana

menerapkannya dalam kasus tersebut?

g. Perbedaan apa yang menyebabkannya?

h. Apa faktanya?

i. Apakah yang Anda maksud:…?

(20)

11

j. Akankah anda

menyatakan lebih dari itu?

Basic Support (membangun

ketrampilan dasar)

4. Mempertimbang kan kreadibilitas suatu sumber

a. Ahli

b. Tidak adanya conflict interest.

c. Kesepakatan antar sumber d. Reputasi.

e. Menggunakan prosedur yang ada.

f. Mengetahui resiko.

g. Keterampilan

memberikan alasan.

h. Kebiasaan hati-hati.

5. Mengobservasi dan

mempertimbang kan hasil observasi

a. Ikut terlibat dalam menyimpulkan.

b. Waktu yang singkat antara pengamatan dan hasil.

c. Dilaporkan oleh pengamat sendiri.

d. Mencatat hal-hal yang diinginkan.

e. Penguatan.

f. Kemungkinan menguatkan.

g. Kondisi akses yang baik.

h. Penggunaan teknologi yang kompeten.

(21)

12

i. Kepuasan observer atas kredibilitas sumber

Inference (menyimpulka

n)

6. Membuat deduksi dan mempertimbang kan hasil induksi.

a. Kelompok logis.

b. Kondisi yang logis.

c. Interpretasi pernyataan.

7. Membuat induksi dan mempertimbang kan hasil induksi

a. Membuat generalisasi.

b. Membuat kesimpulan dan hipotesis.

8. Membuat keputusan dan mempertimbang kan hasilnya

a. Latar belakang fakta.

b. Konsekuensi.

c. Penerapan prinsip-prinsip.

d. Memikirkan alternatif.

e. Menyeimbangkan, memutuskan.

Advance Clarification (memberikan penjelasan lebih lanjut)

9. Mendefinisikan istilah dan mempertimbang kan definisi

a. Bentuk: sinonim, klarifikasi, rentang, ekspresi yang sama.

b. Strategi definisi (tindakan mengidentifikasi

persamaan).

c. Isi 10. Mengidentifikasi

asumsi

a. Penalaran secara implisit.

b. Asumsi yang diperlukan, rekonstruksi argument 11. Memutuskan

suatu tindakan

a. Mendefinisikan masalah.

b. Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi.

(22)

13

c. Merumuskan alternatif yang memungkinkan.

d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan secara tentatif.

e. Melakukan review.

f. Memonitor implementasi.

Strategy and tactics (mengatur strategi dan

taktik)

12. Berinteraksi dengan orang lain

a. Menggunakan dan bereaksi terhadap kesalahan/kekeliruan.

b. Strategi logis.

c. Strategi berbahasa.

Menurut Ennis, berpikir kritis adalah konsep yang jauh lebih jelas daripada keterampilan berpikir tingkat tinggi yang populer saat ini.

Berpikir kritis menggabungkan banyak sisi praktis dari berpikir tingkat tinggi.22Ennis menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki keterampilan berpikir kritis idealnya cenderung mencoba melakukan segala sesuatu dengan benar, menyajikan posisi dengan jujur dan jelas, dan peduli terhadap orang lain (yang terakhir ini sebagai pembantu, bukan

konstitutif). Selanjutnya seseorang yang memiliki keterampilan berpikir kritis memiliki keterampilan untuk mengklarifikasi, mencari dan menilai dengan baik, menyimpulkan secara bijak dari dasar, berpikir dan

mengintegrasikan pemikirannya secara imajinatif, serta dapat melakukan hal-hal tersebut baik melalui tulisan, sikap, maupun ucapannya.23

22 Robert H. Ennis, “A logical Basis for Measuring Critiical Thinking Skills”, Association for Supervision and Curiculum Development, 1985,p.45

23 Ennis, “The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities”, Op. Cit., p. 5

(23)

14 B. Materi Suhu dan Kalor

a. Suhu dan Pemuaian 1. Suhu

Suhu atau temperatur merupakan ukuran mengenai panas atau dinginnya suatu benda.24 Suhu termasuk besaran pokok dalam fisika yang dalam S.I. memiliki satuan Kelvin. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu suatu zat disebut termometer. Pada termometer raksa dan termometer alkohol menggunakan sifat perubahan volume karena pemanasan.25 Ada beberapa termometer yang menggunakan sifat perubahan volume karena pemanasan, antara lain: Celcius, Fahrenheit dan Kelvin.26 Masing-masing termometer tersebut mempunyai ketentuan-ketentuan tertentu dalam menetapkan nilai titik didih air dan titik beku air pada tekanan 1 atm, seperti terlihat pada Gambar 2.2 berikut.27

24 Douglas C. Giancoli, Fisika Jilid 1 Edisi Kelima, terj. Yuhilza Hanum, (Jakarta: Erlangga, 2001), h. 449.

25 Ibid.

26 Raymond A. Serway dan John W. Jewett, Fisika untuk Sains dan Teknik terj. Chriswan Sungkono, (Jakarta: Salemba Teknika, 2010), h. 9.

27 Bill W. Tillery, Physical Science Sixth Edition, (New York: McGraw-Hill Companies, 2005), p.

90.

(24)

15

Secara matematis perbandingan keempat skala termometer Celcius, Fahrenheit, Reamur dan Kelvin ialah sebagai berikut:

𝐶 − 0

100 =𝐹 − 32

180 = 𝑅 − 0

80 =𝐾 − 273 100

2. Pemuaian

a. Pemuuaian Panjang

Pemuaian panjang disebut juga dengan pemuaian linier.

Pemuaian panjang zat padat berlaku jika zat padat itu hanya dipandang sebagai satu dimensi (berbentuk garis). Sebagian besar zat memuai ketika dipanaskan dan menyusut saat didinginkan.

Besarnya pemuaian dan penyusutan pada suatu benda bervariasi, bergantung pada benda itu sendiri.28

Untuk pemuaian panjang digunakan konsep koefisien muai panjang atau koefisien muai linier yang dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara pertambahan panjang zat dengan panjang mula-mula zat, untuk tiap kenaikan suhu sebesar satu satuan suhu. Koefisien muai panjang dilambangkan dengan ∝, pertambahan panjang ∆𝐿, panjang mula-mula 𝐿0 dan perubahan suhu ∆𝑇 maka koefisien muai panjang dapat dinyatakan dengan persamaan:29

∝ = ∆𝐿 𝐿0. ∆𝑇

Setiap bahan memiliki nilai koefisien muai panjang yang berbeda satu sama lain. Misalnya kayu maupun kristal akan mengalami pemuaian secara berbeda pada arah yang berlainan.33

28 Douglas C. Giancoli, op. cit., h. 454.

29 Raymond A. Serway, and John W, Jewwet, Jr, Fisika untuk Sains dan Teknik Buku 2 Edisi 6, terj. Chriswan Sungkono, (Jakarta: Salemba Teknik, 2010), h. 11

(25)

16

Nilai ∝ sebenarnya sedikit bervariasi terhadap suhu. Berikut merupakan nilai koefisien muai panjang (∝) untuk berbagai zat pada suhu 20℃.30

Tabel 2.4 nilai koefisien mai Panjang (α) untuk berbagai zat

Zat

Koefisien Muai Panjang

∝ (𝒄−𝟏)

Alumunium 25 x 10-6

Kuningan 19 x 10-6

Besi ata Baja 12 x 10-6

Timah Hitam 29 x 10-6

Kaca (Pyrex) 3 x 10-6

Kaca (biasa) 9 x 10-6

Kwarsa 0,4 x 10-6

Beton dan Baja 12 x 10-6

Marmer 1,4 – 3,5 x 10-6

Perubahan panjang ∆𝐿 pada semua zat padat, berbanding lurus dengan perubahan suhu ∆𝑇 dan panjang awal benda 𝐿0. Besarnya perubahan panjang dapat dituliskan dalam suatu persamaan:

∆𝐿 =∝. 𝐿0. ∆𝑇

30 Douglas C. Giancoli, op. cit., h. 455.

(26)

17

Sehingga, panjang benda setelah dipanaskan dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐿 = 𝐿0 + ∆𝐿 = 𝐿0+∝. 𝐿0. ∆𝑇 = 𝐿0(1+∝. ∆𝑇)

keterangan:

𝐿 = panjang benda setelah dipanaskan (m) 𝐿0 = panjang benda mula-mula (m)

∝ = koefisien muai panjang (℃−1 ) ∆𝑇 = perubahan suhu (℃)

b. Pemuaian luas

Jika benda berbentuk lempengan plat (dua dimensi) dipanaskan, akan terjadi pemuaian dalam arah panjang dan lebar.

Hal ini menunjukkan bahwa lempengan tersebut mengalami pertambahan luas atau pemuaian luas. Serupa dengan pertambahan panjang pada kawat, perubahan luas pada benda dapat dirumuskan sebagai berikut.31

∆𝐴 = 𝛽. 𝐴0. ∆𝑇

Diketahui bahwa 𝛽 = 2𝛼, sehingga luas benda setelah dipanaskan dirumuskan sebagai berikut.

𝐴 = 𝐴0 (1 + 𝛽. ∆𝑇) = 𝐴0(1 + 2 ∝. ∆𝑇) keterangan:

𝐴 = luas benda setelah dipanaskan (m2 ) 𝐴0= luas benda mula-mula (m2 )

𝛽 = koefisien muai luas (℃−1 )

∆𝑇 = perubahan suhu (℃)

c. Pemuaian volume

31 Raymond A. Serway, dan John W, Jewwet, Jr, op. cit., h. 13.

(27)

18

Zat padat yang mempunyai tiga dimensi (panjang, lebar, dan tinggi), seperti bola dan balok, jika dipanaskan akan

mengalami muai volume, yakni bertambahnya panjang, lebar, dan tinggi zat padat tersebut. Sebagaimana pertambahan panjang pada kawat dan pertambahan luas pada lempengan, maka pertambahan volume benda dapat dirumuskan sebagai berikut.32

∆𝑉 = 𝛾. 𝑉0. ∆𝑇

Diketahui bahwa 𝛾 merupakan koefisien muai volume dengan 𝛾 = 3𝛼, sehingga volume benda setelah dipanaskan dirumuskan sebagai berikut.

𝑉 = 𝑉0 (1 + 𝛾. ∆𝑇) = 𝐴0(1 + 3 ∝. ∆𝑇) keterangan:

𝑉 = volume benda setelah dipanaskan (m3 ) 𝑉0 = volume benda mula-mula (m3 )

𝛾 = koefisien muai volume (℃−1 )

∆𝑇 = perubahan suhu (℃)

Koefisien muai volume (𝛾) menggambarkan sifat pemuaian volume pada bahan tertentu. Satuan 𝛾 adalah ℃−1 atau 𝐾 −1 . Berikut ini merupakan tabel niali koefisien muai volume pada bahan tertentu:33

b. Hubungan kalor dengan suhu benda dan wujudnya 1. Pengertian kalor

Kalor merupakan salah satu bentuk energi. Kalor merupakan energi yang ditransfer dari satu benda ke benda lain karena adanya

32 Ibid.

33 Hugh D. Young dan Roger A. Freedman, op. cit., h. 463.

(28)

19

perbedaan temperatur.34 Kalor berpindah dari benda yang memiliki suhu tinggi ke benda yang memiliki suhu rendah. Satuan kalor adalah joule (J) yang diambil dari nama seorang ilmuwan yang telah berjasa dalam bidang ilmu Fisika, yaitu James Joule. Satuan kalor lainnya adalah kalori. Kalori didefinisikan sebagai kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 gram air sebesar 1℃.35 Hubungan satuan joule dan kalori, yakni 1 kalori = 4,184 joule.

2. Kalor jenis

Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang diperlukan suatu zat untuk menaikkan suhu 1 kg zat tersebut sebesar satu satuan suhu. Hal ini menunjukkan tiap zat memerlukan kalor yang berbeda-beda meskipun untuk menaikkan suhu yang sama dan massa yang sama.

Kalor jenis merupakan karakteristik dari suatu zat. Nilai kalor jenis bergantung pada temperatur dan sedikit bergantung pada tekanan, tetapi untuk perubahan temperatur yang tidak terlalu besar, nilai kalor jenis seringkali dianggap konstan. Berikut merupakan kalor jenis berbagai zat pada tekanan konstan 1 atm dan temperatur 20℃.36

3. Kapasitas kalor

Kapasitas kalor dapat diartikan sebagai kemampuan menerima atau melepaskan kalor dari suatu benda pada perubahan suhu sebesar 1℃.

Banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu seuatu benda sebanding dengan kapasitas kalor benda tersebut, dan sebanding pula dengan perubahan suhunya. Jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu yang sama dari suatu benda tentu saja berbeda dibandingkan dengan benda lain. Perbandingan antara jumlah kalor

34 Douglas C. Giancoli, op. cit., h. 490.

35 Ibid, h.489

36 Ibid, h.493

(29)

20

yang diberikan dengan kenaikan suhu suatu benda disebut dengan kapasitas kalor dan diberi simbol C. Kapasitas kalor (C) didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat sebesar satu satuan suhu.37

𝐶 = 𝑄

∆𝑇

Hubungan antara kapasitas kalor C dengan kalor jenis c suatu zat dinyatakan oleh persamaan berikut:

𝐶 = 𝑚. 𝑐 keterangan:

𝐶 = kapasitas kalor zat (J.K-1 atau J.℃-1 atau kal.℃-1) 𝑄 = kalor yang diserap atau dilepas benda (J atau kal) 𝑚 = massa benda (kg)

𝑐 = kalor jenis benda (J.kg-1 .℃-1 )

∆𝑇 = perubahan suhu (℃)

4. Pengaruh Kalor terhadap Kenaikan Suhu Zat Pemberian kalor pada suatu zat, yaitu dengan cara

memanaskannya. Jika sebuah benda dipanaskan, suhu benda akan naik. Sebaliknya, untuk dapat mengurangi kalor suatu benda dengan cara mendinginkannya. Dengan demikian, salah satu akibat pemberian atau pengambilan kalor adalah perubahan suhu.

Bila energi kalor ditambahkan pada suatu zat, maka suhu zat tersebut biasanya akan naik, kecuali saat terjadi perubahan

fasa/perubahan wujud zat. Jumlah energi kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu zat ialah sebanding dengan perubahan suhu dan massa zat tersebut.38

37 Efrizon Umar, Buku Pintar Fisika, (Jakarta: Media Pusindo, 2008), h. 113.

38 Douglas C. Giancoli, op. cit., h. 492.

(30)

21

Semakin besar kenaikan suhu suatu benda, maka semakin besar pula kalor yang diserapnya. Selain itu, kalor yang diserap benda juga bergantung pada massa benda dan bahan penyusun benda. Secara matematis dapat di tulis seperti berikut:

𝑄 = 𝑚. 𝑐. ∆𝑇 = 𝐶. ∆𝑇 keterangan:

𝑄 = kalor yang diserap atau dilepas benda (J) 𝑚 = massa benda (kg)

𝑐 = kalor jenis benda (J.kg-1 .℃-1 )

∆𝑇 = perubahan suhu (℃)

𝐶 = kapasitas kalor (J.K-1 atau J.℃-1 atau kal.℃-1 )

5. Pengaruh Kalor terhadap Perubahan Wujud Benda

Kalor yang diserap oleh suatu zat tidak selalu menyebabkan suhunya naik. Kadang kala kalor yang diserap suatu zat dapat mengubah wujud zat tersebut. Zat dapat berada dalam tiga wujud, yaitu wujud padat, cair dan gas. Akibat pengaruh suhu yang dimiliki oleh zat, sehingga zat tersebut dapat berada dalam ketiga wujud tersebut. Pada saat terjadi perubahan wujud selalui disertai dengan pelepasan atau penyerapan kalor. Akan tetapi, perubahan wujud tidak disertai dengan perubahan suhu, sehingga pada saat perubahan wujud suhu zat tersebut tetap. Contoh umum perubahan fasa atau perubahan wujud zat adalah peristiwa es mencair. Ketika kalor ditambahkan pada es bersuhu 0℃ dan tekanan atmosfer normal, suhu es tidak bertambah meskipun es mencair menjadi air. Efek penambahan kalor pada sistem ini bukan untuk menaikkan suhu es tapi untuk mengubah fasa es dari padat menjadi cair.39

Kalor yang dibutuhkan untuk merubah 1 kg zat dari padat menjadi cair disebut kalor lebur yang dinyatakan dengan 𝐿𝐹. Sedangkan kalor

39 Hugh D. Young dan Roger A. Freedman, op. cit., h. 470.

(31)

22

yang dibutuhkan untuk merubah suatu zat dari wujud cair ke wujud gas atau uap disebut kalor uap yang dinyatakan dengan 𝐿𝑉. Kalor lebur dan kalor uap juga mengacu pada jumlah kalor yang dilepaskan oleh zat ketika berubah wujud dari gas ke cair atau dari cair ke padat. Kalor yang terlibat dalam perubahan fasa tidak hanya bergantung pada kalor lebur atau kalor uap saja, tetapi juga pada massa total zat tersebut.40

𝑄 = 𝑚𝐿 keterangan:

𝑄 = kalor yang diserap atau dilepas benda (J) 𝑚 = massa benda (kg)

𝐿 = kalor lebur atau kalor uap (J.kg-1 )

c. Azas Black

Ketika bagian-bagian yang berbeda dari sistem yang terisolasi berada pada suhu yang berbeda, kalor akan mengalir dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah. Namun jika sistem terisolasi seluruhnya, maka tidak ada energi yang dapat mengalir ke dalam atau ke luar sistem.41Oleh sebab itu kalor disebut sebagai energi yang dapat berpindah, prinsip ini merupakan prinsip hukum kekekalan energi.

Hukum kekekalan energi dalam bentuk kalor sering disebut dengan Asas Black. Asas Black menyatakan “pada pencampuran dua zat, banyaknya kalor yang dilepas zat bersuhu lebih tinggi sama dengan banyaknya kalor yang diterima zat bersuhu lebih rendah”. Joseph Black merumuskan perpindahan kalor antara dua benda yang membentuk suhu termal sebagai berikut:

𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 keterangan:

40 Douglas C. Giancoli, op. cit., h. 497.

41 Ibid, h.494.

(32)

23

𝑄lepas = besar kalor yang diberikan (J) 𝑄terima = besar kalor yang diterima (J)

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Siti Sulistia A (2020) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran ECIRR Terhadap Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Materi Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor”, subjek dari penelitian ini adalah 183 siswa kelas XI IPA SMAN 4 Tangerang Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan berpikir kritis siswa sebesar 0,51 dengan kategori sedang. Dan peningkatan tertinggi ada pada aspek advance clarification (memberikan penjelasan lebih lanjut) yaitu 0,72 dengan kategori tinggi. Respon siswa terhadap penggunaan model tergolong baik yaitu 74%.42

2. Irna Hasanah (2019) yang berjudul “Profil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMAN Tangerang Selatan pada Materi Hukum Newton Tentang Gerak” yang menyatakan bahwa rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa disebabkan karena rendahnya pengetahuan dasar yang dimiliki siswa dan keterampilan berpikir kritis siswa kurang diasah oleh guru melalui proses pembelajaran.43

3. Ayu Dwi Martinda (2019), yang berjudul “Analisis Ketrampilan Berpikir Kreatif Peserta Didik SMA pada Konsep Hukum Newton Gerak”, hasil penelitian menunjukan bahwa ketrampilan berpikir

42 Siti Sulistia A, “Pengaruh Model Pembelajaran ECIRR Terhadap Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Materi Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor”, Skripsi Program Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019

43 Irna Hasanah, “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMAN Tangerang Selatan pada Materi Hukum Newton tentang Gerak”, Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2019, h. v, tidak dipublikasikan.

(33)

24

kreatif berdasarkan konsep yang dipelajari berada pada kategori cukup kreatif. Berdasarkan pada aspek indikator berada pada kategori cukup.

Ketrampilan berpikir kreatif peserta didik di wilayah Tangerang Selatan berada pada kategori cukup kreatif dengan skor rata-rata 31 dari skor mksimal 75.44

4. Elisa Nur’arofah (2019),yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Intregrated Stem terhadap Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Materi Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor”, subjek penelitian ini 139 siswa kelas XI Ipa di SMA Negeri 1 Cibinong. Hasil penelitian menunjukan bahwa Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen sebesar 0,44 dengan kategori sedang. Aspek

keterampilan berpikir kritis yang paling unggul pada kelas eksperimen adalah elementary clarification (memberikan penjelasan mendasar) dengan N-gain 0,54 (kategori sedang). Respon siswa hampir

seluruhnya (83%) tertarik dengan pendekatan pembelajaran integrated STEM. 45

5. Ika Rahmawati, Arif Hidayat dan Sri Rahayu dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Ketrampilan berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi Gaya dan Penerapannya”. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa rata-rata persentase dari kelima aspek ketrampilan berpikir kritis yang dicapai siswa yaitu sebesar 45,09 dan masuk dalam kategori sangat rendah.46

44 Ayu Dwi Martinda, “Analisis Ketrampilan Berpikir Kreatif Peserta Didik SMA pada Konsep Hukum Newton Gerak”, ”, Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019, h. v

45 Elisa Nur’arofah, “Pengaruh Pendekatan Intregrated Stem terhadap Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Materi Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor”, Skripsi Program Sarjana

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2017

46 Ika Rahmawati, Arif Hidayat, dan Sri Rahayu, Analisis Ketrampilan Berpikir Kritis Siwa SMP pada Materi Gaya dan Penerapannya”, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Vol.1, ISBN: 978-602-9286-21-2, 2016

(34)

25

D. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir sangat penting pada pembelajaran abad 21.

Ketrampilan abad 21 tersebut diantaranya ketrampilan belajar dan berinovasi yang meliputi berpikir kritis, kreatif serta inovatif. Satu diantara ketrampilan abad 21 yang melatih peserta didik adalaah berpikir kritis. Studi lapangan berupa wawancara guru SMA Negeri di wilayah Pare menunjukan bahwa di massing-massing sekolah belum sepenuhnya melaksanakan tujuan pembelajaran yang bertujuan untuk mengevaluasi ketrampilan berpikir kritis. Instrumen tes berpikir kritis yang digunakan cenderung masih bertujuan untuk mengukur

pemahaman siswa pada ketrampilan berpikir kritis.

Salah satu materi dalam fisika yaitu Suhu dan Kalor. Suhu dan Kalor merupakan salah satu materi fundamental dalam termodinamika.

Namun peserta didik masih mengalami berbagai kesulitan dalam memecahkan masalah Suhu dan Kalor, hal tersebut terjadi karena peserta didik kesulitan dalam memahami materi dan kurangnya penjelasan dari guru dalam pembelajaran secara daring ini.

(35)

26

E. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori petanyaan penelitian ini adalah

“Bagaimana tingkat kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI di SMA Negeri di wilayah Pare pada materi Suhu dan Kalor selama Pembelajaran Daring ini ?”.

(36)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2021/2022. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor yang dilaksanakan di sekolah SMA Negeri di wilayah Pare, yaitu SMAN 1 Pare dan SMAN 1 Plemahan.

B. Subjek dan Fokus Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMAN 1 Pare dan Siswa SMAN 1 Plemahan sebanyak 199 siswa yang diambil dari 3 kelas dari masing-masing sekolah.

Nama Sekolah Kelas Jumlah siswa

SMAN 1 Pare XI MIPA 1 31

XI MIPA 2 34

XI MIPA4 35

SMAN 1 Plemahan XI MIPA 2 31

XI MIPA 3 33

XI MIPA 6 36

Total Siswa 200

(37)

28

Subjek yang diambil dalam penelitian yaitu di SMAN 1 Pare di kelass XI Mipa 1, XI Mipa 2, XI Mipa 4, dan di SMAN 1 Plemahan di Kelas XI Mipa 2, XI Mipa 3, XI Mipa 6 yang sebelumnya sudah mendapatkan materi suhu dan kalor.

Fokus penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis dan factor- faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis di SMAN 1 Pare dan SMAN 1 Plemahan pada mata pelajaran fisika materi suhu dan kalor.

Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kemampuan Berpikir Kritis

(1) Elementary Clarification (memberikan penjelasan mendasar)

(2) Basic Support (membangun ketrampilan dasar) (3) Inference (menyimpulkan)

(4) Advance Clarification (memberikan penjelasan lebih lanjut) (5) Strategy And Tactics (mengatur strategi dan taktik)

2. Faktor yang diprediksi mempengaruhi kemampuan berpikir kritis

Faktor yang diprediksi mempengaruhi kemampuan berpikir kritis diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan siswa melalui google form .

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua teknik, yaitu teknik tes dan wawancara.

1. Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Instrumen yang digunakan adalah soal essay untuk

mengukur keemampuan berpikir kritis siswa. Untuk mendapatkan hasil yang valid dan reliabel maka sebelum soal digunakan

(38)

29

penelitian, terlebih dahulu dicek validitas dan reabilitasnya dengan uji validitas dan reabilitas.

2. Teknik Wawancara

Teknik wawancara yaitu teknik untuk memperoleh informasi secara langsung melalui permintaan keterangan- keterangan kepada puhak pertama yang dipandang dapat

memberikan keterangan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan.47

Teknik wawancara ini digunakan untuk mendapatkan informasi dari siswa mengenai factor-faktor yang diprediksi dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam

pelaksanaan wawancara ini diberikan dalam bentuk google form.

D. Instrumen Penelitian

Instumen penelitian ini adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.48 Instrumen penelitian disini merupakan alat bantu untuk mengumpulkan data, kemudian diolah dan dianalisis, dan kemudian disimpullkan. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen tes dan nontes.

1. Instrumen Tes

Tes merupakan suatu Teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya

terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur

47 Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif (Jakarta : Referensi, 2013), h.101

48 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D (Bandung : Alfabeta,2020), hal 102

(39)

30

aspek perilaku peserta didik.49 Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk essay dengan jumlah soal 17 butir soal. Tes Instrumen ini disusun untuk mengukur kemampuan berpikir ritis siswa. Adapun kisi-kisi instrument tes kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada table beriku :

No. Aspek Kemampuan Berpikir Kritis

Nomor Soal

Jumlah Total Soal 1. Advance Clarification

(memberikan penjelasan lebih lanjut)

1,6,11 3

2. Strategi and Tactics (mengatur strategi dan taktik)

2,10,12, 3

3. Basic Support (membangun ketrampilan dasar)

3,13, 2

4. Elementary Clarification (memberikan penjelasan mendasar)

4,8,14 3

5. Inference (menyimpulkan) 5,7,9,15 4

Jumlah soal instrumen 15

2. Instrumen Nontes

Instrumen nontes yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar wawancara. Wawancara atau interview adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan cara tanya jawab sepihak.50 Dikatakan sepihak karena dalam

49 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, dan Prosedur Cet.11 (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2019),h.118.

50 Suharsimi Arikunto, Daar-dasar EVALUASI PENDIDIKAN Edisi 2 (Jakarta : Bumi Aksara, 2015), h.44

(40)

31

wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan.

E. Teknik Analisis Kualitas Instrumen

Instrument es yang digunakan dalam penelitian ini diuju

berdasarkan kriteria yang harus dipenuhi oleh instrument penelitian, yaitu : 1. Uji Validitas

Validitas merupakan derajat ketepatan antara yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti.51 Uji validitas ini akan diukur dengan menggunakan Ms.Excel.

Uji validitas ini menggunakan rumus korelasi Product Moment sebagai berikut.52

𝑟𝑥𝑦 = 𝑛(∑𝑋𝑌) − (∑𝑋)(∑𝑋)

√{𝑁 ∑𝑋2− (∑𝑋)2}{𝑁∑𝑋2− (∑𝑌)2} Dimana :

𝑟𝑋𝑦 = Koefisien korelasi suatu butir/item 𝑁 = Jumlah subjek

𝑋 = Skor suatu butir/item 𝑌 = Skor total

Dasar mengambil keputusan :

a. Jika r hitung > r table, makan instrumen atau item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).

51 Sugiyono, op.cit, h 267

52 Suharsimi Arikunto, op.cit, h.87

(41)

32

b. Jika r hitung < r table, makan instrumen atau item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan invalid).

Penentuan Kategori dari validitas instrumen yang mengacu pada pengklarifikasian validitas adalah sebagai berikut :53

a. 0,81 – 1,00 : Validitas sangat tinggi b. 0,61 – 0,80 : Validitas tinggi

c. 0,41 – 0,60 : Validitas sedang d. 0,21 – 0,40 : Validitas rendah e. 0,00 – 0,20 :Validitas sangat rendah

Tabel Hasil Uji Validitas Instrumen

Statistik Butir Soal

Jumlah Soal 15

Jumlah Siswa 34

Nomor Soal yang Valid 1, 4, 5, 11, 12, 13 Jumlah Soal yang Valid 6

2. Uji Reabilitas

a. Reliabilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrumen.54 Uji reliabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan soal yang digunakan. Uji reliabilitas instrumen ini dihitung dengan menggunakan

53 Zainal Arifin, op.cit, h.257

54 Ibid,h. 258

(42)

33

bantuan program Microsoft Excel. Teknik yang digunakan dalam menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus Kuder-Richardon 21 (KR-21). Dengan rumus sebagai berikut:55

𝑟11= ( 𝑛

𝑛 − 1) (1 − 𝑀(𝑘 − 𝑀) 𝐾𝑠𝑡2 ) Dimana:

𝑛 = jumlah item dalam instrumen 𝑀 = mean skor soal

𝑆𝑡 2 = varians soal

Koefisien reliabilitas yang dihasilkan, selanjutnya diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria dari Guilford (Ruseffendi, 1994: 144) adalah sebagai berikut:56

Tabel Kalrifikasi Koefisien Reabilitas Koefisien Reabilitas (r) Interpretasi

0,00 ≤ 𝑟 ≤ 0,20 Sangat rendah 0,20 ≤ 𝑟 ≤ 0,40 Rendah

0,40 ≤ 𝑟 ≤ 0,60 Sedang / cukup 0,60 ≤ 𝑟 ≤ 0,80 Tinggi

0,80 ≤ 𝑟 ≤ 1,00 Sangat tinggi

55 Suharsimi Arikunto, op.cit, h.117

56 Rostina Sundayana, Statistika Penelitian Pendidikan Cet-2 Edisi 5 (Bandung : ALFABETA, 2020), h.70

(43)

34

Tabel Hasil Uji Reabilitas

Statistik Reabilitas

Koefisien reabilitas (𝑟11) 1,00

Kesimpulan Sangat tinggi

3. Uji Daya Pembeda

Daya beda butir pertanyaan merupakan suatu pernyataan tentang seberapa besar daya sebuah butir soal dapat membedakan kemampuan antar peserta kelompok tinggi dan kelompok rendah. Untuk menghitung besarnya indeks daya beda butir soal pada soal pilihan ganda, secara sederhana dapat dilakukan dengan rumus berikut :57

𝐷𝑃 = 𝐵𝐴 𝐽𝐴 − 𝐵𝐵

𝐽𝐵 = 𝑃𝐴 − 𝑃𝐵 Keterangan :

𝐽 = Jumlah peserta tes

𝐽𝐴 = Banyaknya peserta kelompok atas 𝐽𝐵 = Banyaknya peserta kelompok bawah

𝐵𝐴 = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

𝐵𝐵 = Banyaknya peseta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

𝑃𝐴 = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar 𝑃𝐵 = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

57 Ibid, h.228

(44)

35

Adapun klasifikasi daya pembeda sebagai berikut :58 D : 0,00 – 0,20 : jelek (poor)

D : 0,21 – 0,40 : cukup (satistifactory) D : 0,41 – 0,70 : baik (good)

D : 0,71 – 1,00 : baik sekali (excellent)

Tabel Hasil Uji Daya Pembeda

Kriteria Soal Jumlah Soal Persentase (%)

Jelek 13 86,7 %

Cukup 2 13,3 %

Baik 0 0 %

Baik Sekali 0 0 %

Jumlah 15 100 %

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan penskoran serta triangulasi sumber data. Penskoran yang digunakan dalam penelitian berdasarkan pada teori berpikir kritis. Penskoran dilakukan sesuai dengan hasil jawaban setiap item soal. Pengolahan data dilakukan dengan pemberian skor serta penyesuaian jaaban peserta didik pada saat uji lapangan dengan rubrik penskoran yang telah disusun. Analisis data dilakukan dengan

menganalisis tiap butir soal. Analisis dilakukan berdasarkan indikator soal tersebut.

58 Ibid, h. 232

(45)

36

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasrkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa SMAN di wilayah Pare selama pembelajran daring berdasarkan aspek atau indikator kemampuan berpikir kritis sebagai berikut :

1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA Negeri di Wilayah Pare pada mata Pelajaran Fisika materi Suhu dan Kalor ditinjau dari aspek indikatornya secara umum sudah termasuk kategori cukup.

2. Kemampuan berpikir kritis siswa SMA Negeri di Wilayah pare pada mata pelajaran fisika materi suhu dan kalor ditinjau dari aspek indikator secara keseluruhan termasuk dalam kategori cukup dengan persentase yang berbeda tipis yaitu : SMA Negeri 1 Pare sebesar 47,2% dan SMA Negeri 1 Plemahan sebesar 47,1%.

3. Berdasarkan hasil wawancara dari kedua sumber yaitu beberapa guru dan Sebagian murid, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa adalah kurangnya penjelasan dari guru, keterbatasan jaringan, dan juga pemahaman materi

dikarenakan siswa hanya mendapat tugas tanpa pemahaman atau penyampaian materi terlebih dahulu.

B. Saran

1. Perlu adanya penerapan beragam metode pembelajaran di sekolah yang dapat memacu kemampuan berpikir kritis peserta didik.

2. Perlu adanya beragam penerapan beragam model pembelajaran di sekolah yang dapat memacu kemampuan berpikir kritis peserta didik.

(46)

37

3. Perlu adanya penerapan beragam instrument evaluasi pembelajaran di sekolah yang daapat mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik.

4. Perlu peningkatan dalam penerapan pembelajaran konseptual mengaitkan konsep fisika dengan masalah yang ada di kehidupan sehari-hari.

(47)

38

DAFTAR PUSTAKA

Ali Syahbana, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning, Jurnal edumatika Vol.2 No. 1, 2012, h.46

Ayu Dwi Martinda, “Analisis Ketrampilan Berpikir Kreatif Peserta Didik SMA pada Konsep Hukum Newton Gerak”, ”, Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019.

Bill W. Tillery, Physical Science Sixth Edition, (New York: McGraw-Hill Companies, 2005), p. 90.

Douglas C. Giancoli, Fisika Jilid 1 Edisi Kelima, terj. Yuhilza Hanum, (Jakarta:

Erlangga, 2001), h. 449.

Efrizon Umar, Buku Pintar Fisika, (Jakarta: Media Pusindo, 2008), h. 113.

Elisa Nur’arofah, “Pengaruh Pendekatan Intregrated Stem terhadap Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Materi Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor”, Skripsi Program Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2017

Fela Elwitriana, Suhendar, Aa Juhanda., Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Pemanasan Global, Jurnal Pelita Pendidikan, Vol.7, No.2, Hal.56

I Wayan Sadia, Model-model Pembelajaran Sains Konstruktivistik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014, halaman 65.

Ika Rahmawati, Arif Hidayat, dan Sri Rahayu, Analisis Ketrampilan Berpikir Kritis Siwa SMP pada Materi Gaya dan Penerapannya”, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Vol.1, ISBN: 978-602-9286-21-2, 2016

(48)

39

Ince Raudhiah Zahra, “Penerapan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMA pada materi Gerak Harmonis Sederhana”, Jurnal Vidya Karya, vol.33, 2018, hal.21 Ince Raudhiah Zahra, “Penerapan Model Problem Based Learning untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMA pada materi Gerak Harmonis Sederhana”, Jurnal Vidya Karya, vol.33, 2018, hal.21 Indri Anugraheni, “Meta Analisis Model Pembelajaran Problem Based Learning

dalam Meningkatkan Ketrampilan Berpikir Kritis di Sekolah Dasar”, Jurnal of Language Literature Culture and Education, Vol.14, Hal 10.

Irna Hasanah, “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMAN Tangerang Selatan pada Materi Hukum Newton tentang Gerak”, Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019, h. v, tidak dipublikasikan.

Kemendikbud, “Lampiran Pemendikbud No. 20 tentang Standar Kelulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan”,2016.

Matdio Siahaan, “Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Dunia Pendidikan”, Jurnal Kajian Ilmiah (JKI), 3, 2020.

Mira Juliya dan Yusuf Tri H, Analisis Problematika Pembelajaran Daring dan Pengaruhnya Terhadap Motivasi Belajar Siswa, Jurnal Genta Mulia, Vol.XII No.1, 2021, h. 285

Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif (Jakarta : Referensi, 2013), h.101

Oktafia Ika Handarini dan Siti Sri Wulandari, “Pembelajaran Daring Sebagai Upaya Study From Home (SFH)”, Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (JPAP), Vol.8, No. 3, 2020, hal. 6

(49)

40

Oktafia Ika Handarini, “Pembelajaran Daring sebagai upaya Study From Home (SHF) selama pandemic covid 19”, Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (JPAP), 8,2020

Raymond A. Serway dan John W. Jewett, Fisika untuk Sains dan Teknik terj.

Chriswan Sungkono, (Jakarta: Salemba Teknika, 2010), h. 9.

Raymond A. Serway, and John W, Jewwet, Jr, Fisika untuk Sains dan Teknik Buku 2 Edisi 6, terj. Chriswan Sungkono, (Jakarta: Salemba Teknik, 2010), h. 11 Robert H. Ennis, “A logical Basis for Measuring Critiical Thinking Skills”,

Association for Supervision and Curiculum Development, 1985,p.45

Rostina Sundayana, Statistika Penelitian Pendidikan Cet-2 Edisi 5 (Bandung : ALFABETA, 2020), h.70

Shan Duta Sukma Pradana, Pengembangan Teks Kemampuan Berpikir Kritis pada materi Optik Geometri untuk Mahasiswa Fisika, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.21, 2017

Siti Sulistia A, “Pengaruh Model Pembelajaran ECIRR Terhadap Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Materi Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor”, Skripsi Program Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019

Soraya Kamal, “Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning berbasis Problem Solving terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Konsep Fluida Dinamis”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta : 2016), hal. 4, tidak dipublikasikan.

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D (Bandung : Alfabeta,2020), hal 102

Suharsimi Arikunto, Daar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2 (Jakarta : Bumi Aksara, 2015), h.44

Referensi

Dokumen terkait

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ Upaya Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kognitif Siswa Kelas X SMAN 1 Ngemplak dengan Model

Penelitian eksperimen telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan berpikir kritis siswa pada penggunaan modul pembelajaran berbasis inkuiri materi suhu

Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA pada Materi Suhu dan

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN EXELEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI SUHU DAN KALOR.. Universitas

Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis SMA Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada Materi Suhu, Kalor Dan Perpindahan Kalor Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh data yang mendalam mengenai kemampuan berpikir kritis siswa pada pelajaran fisika materi suhu dan kalor.. Desain penelitian

Pencapaian kelima indikator berpikir kritis dari seluruh siswa pun berbeda, dimana pencapaian indikator berpikir kritis memberi penjelasan sederhana memiliki

Bahan ajar berbasis PBL pada materi suhu dan kalor untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis