SKRIPSI
PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, DANA OTONOMI KHUSUS DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP BELANJA MODAL PADA
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH (PERIODE 2014-2017) OLEH
NADIYAH 150503002
PROGRAM STUDI STRATA 1 DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS MEDAN
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
NAMA : NADIYAH
NIM : 150503002
PROGRAM STUDI : S1 AKUNTANSI JUDUL SKRIPSI :
NIM :
Tanggal Ketua Departemen Akuntansi
(Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak, CPA) NIP. 19580222 198203 1003
Tanggal Dekan
(Prof. Dr. Ramli, SE MS) NIP. 19580602 198803 1001
PENGARUH PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO, DANA OTONOMI KHUSUS DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH (PERIODE 2014-2017)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS MEDAN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI
NAMA : NADIYAH
NIM : 150503002
PROGRAM STUDI : S1 AKUNTANSI JUDUL SKRIPSI :
Medan, 2019 Menyetujui
Pembimbing
(Drs. Rasdianto, M.Si, Ak) NIP. 19550908 198103 1 005
PENGARUH PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO, DANA OTONOMI KHUSUS DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH (PERIODE 2014-2017)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS MEDAN
Telah diuji pada Tanggal 17 September 2019
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua Penguji : Drs. Rasdianto, M.Si, Ak
Penguji : Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak. CA Pembanding : Dr. Idhar Yahya, MBA., Ak. CA
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Dana Otonomi Khusus dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh (Periode 2014-2017)” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Medan.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 2019 Yang membuat pernyataan
Nadiyah_______
NIM. 150503002
ABSTRAK
PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, DANA OTONOMI KHUSUS DAN DANA PERIMBANGAN
TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI
ACEH (PERIODE 2014-2017)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh signifikan produk domestik regional bruto, dana otonomi khusus dan dana perimbangan terhadap belanja modal serta untuk mengetahui seberapa besar hubungan tersebut baik secara parsial maupun simultan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh.
Metode dalam skripsi ini adalah uji analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel independen produk domestik regional bruto (X1), dana otonomi khusus (X2), dan dana perimbangan (X3) sedangkan variabel dependen adalah belanja modal (Y). Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda (multiple regretion).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel produk domestik regional bruto, dana otonomi khsus dan dana perimbangan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal sedangkan, secara parsial variabel produk domestik regional bruto berpengaruh negatif signifikan terhadap belanja modal, dana otonomi khusus tidak berpengaruh terhadap belanja modal dan dana perimbangan berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal.
Kata Kunci: Produk Domestik Regional Bruto, Dana Otonomi Khusus, Dana Perimbangan, Belanja Modal.
ABSTRACT
THE EFFECT OF GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT, SPECIAL AUTONOMY FUND AND BALANCE FUND ON CAPITAL
EXPENDITURE IN ACEH (PERIOD 2014-2017)
This research aims to find out whether there are significant areas of gross regional domestic product, special autonomy fund and balance fund on capital expenditure as well as to find out how big the relationship either partially or simultaneous. This research was conducted in the Districts / Cities of Aceh Province.
The reaserch methods in this thesis are descriptive statistical analysis, classic assumption test and hypothesis test. Variables in this research is the independent variable gross regional domestic product (X1), special autonomy fund (X2) and balance fund (X3) while the bound variable dependent is capital expenditure (Y). Data were analyzed using multiple linear regression analysis (multiple regretion).
The results showed that the variable gross regional domestic product, special autonomy fund and balance fund simultaneously had a significant effect on capital expenditure while partially the gross regional domestic product variable had a significant negative effect on capital expenditure, the special autonomy fund had no effect on capital expenditure and balance funds significant positive effect on capital expenditure.
Keywords: Gross Regional Domestic Product, Special Autonomy Fund, Balance Fund, Capital Expenditure.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah memberikan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Dana Otonomi Khusus dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh (Periode 2014-2017)” ini dengan baik.
Shalawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW yang diharapkan syafaatnya di akhirat nanti. Penulis sangat bersyukur atas penyelesaian skripsi ini, dimana skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi penyelesaian pendidikan Program Strata Satu (S1) pada Program Sarjana di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Sumatera Utara.
Selama penyusunan skripsi ini penulis telah banyak menerima bimbingan, dukungan, sarana, motivasi serta doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ramli, S.E., M.S. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unversitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS., Ak., CPA,. selaku Ketua Departemen/Program Studi S1 Akuntansi dan Bapak Alm. Drs.
Syahrul Rambe, MM., Ak., selaku Sekretaris Departemen/Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekononmi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Rasdianto, M.Si, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah menjadi pembimbing yang pengertian dan memberikan arahan serta semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini. Kepada Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak, CA selaku Dosen Penguji dan Bapak Dr. Idhar Yahya, MBA, Ak, CA selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis yang sangat penulis cintai dan kagumi yaitu Ibu penulis Delisah S. Sos dan Ayah penulis M. Asri S. Sos yang tidak pernah lelah memberikan kasih sayang, doa, nasihat serta semangat yang tidak ada batasnya, serta kepada saudara kandung penulis yaitu M. Fauzan Arrasyid Nst yang selalu memberikan doa, bantuan, semangat dan keceriaan selama proses penyusunan skripsi ini.
5. Kepada sahabat terbaik penulis Nadya Shafira dan Zsa Zsa Avisa Zuhrah yang selalu ada dari awal penulis masuk kuliah di Akuntansi sampai sekarang, yang selalu ada dalam senang maupun duka, terima kasih telah menemani, mendukung dan mewarnai kehidupan penulis saat menyelesaikan skripsi ini.
6. Kepada teman terbaik penulis, Rissa Hurulaini, Khairuni Atikah, Cynthia Rizka, Dhea Auwina, Febiza Viony, Gita Hartantri, Luthfi Madani, Auliaul Fikri, Fardilla Syafitri, Hafidz Hidayat, Fahrur Rozi Saad, Robiul Fikri, Fachry Nuzuli dan bang Lutfi Fauzi yang telah
banyak mendukung dan membantu, para penghuni Sekret HMA dan juga adik-adik 2016 dan 2017 yang telah mendengarkan setiap keluh dan kesah dan terima kasih juga pada setiap hiburan, canda tawa, bantuan, semangat serta dukungan yang diberikan selama ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembacanya. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih banyak dan mohon maaf sebesar-besarnya untuk setiap kesalahan dan kekhilafan.
Medan, 2019 Penulis,
Nadiyah________
NIM. 150503002
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Landasan Teori ... 9
2.1.1 Belanja Modal ... 10
2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto ... 12
2.1.2.1 Metode Tidak Langsung ... 13
2.1.2.2 Metode Langsung ... 15
2.1.3 Dana Otonomi Khusus ... 15
2.1.4 Dana Perimbangan ... 18
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 23
2.3 Kerangka Konseptual ... 28
2.4 Hipotesis Penelitian ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
3.1 Desain Penelitian ... 34
3.2 Jenis Penelitian ... 34
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 35
3.4 Definisi Operasional... 36
3.4.1 Variabel Dependen ... 36
3.4.2 Variabel Independen ... 37
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 39
3.6 Model dan Teknis Analisis Data ... 39
3.6.1 Uji Statistik Deskriptif ... 39
3.6.2 Uji Asumsi Klasik ... 39
3.6.2.1 Uji Normalitas ... 40
3.6.2.2 Uji Auto Korelasi ... 41
3.6.2.3 Uji Multikolinearitas ... 41
3.6.2.4 Uji Heteroskedastisitas ... 42
3.6.3 Uji Regresi Linear Berganda ... 42
3.6.4 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 43
3.6.5 Uji Signifikansi Simultan (Uji-F) ... 44
3.6.6 Uji Signifikansi Parsial (Uji-t) ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 46
4.2 Statistik Deskriptif ... 46
4.3 Uji Asumsi Klasik ... 48
4.3.1 Uji Normalitas ... 49
4.3.2 Uji Multikolinearitas ... 51
4.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 52
4.3.4 Uji Autokorelasi ... 53
4.4 Analisis Regresi Linear Berganda ... 54
4.5 Pengujian Hipotesis ... 56
4.5.1 Koefisien Determinasi (R2) ... 56
4.5.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji-F) ... 57
4.5.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji-t) ... 58
4.6 Pembahasan Penelitian ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 63
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 63
5.3 Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
LAMPIRAN ... 68
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Research Gap Belanja Modal ... 7
2.1 Penerimaan Provinsi Aceh Dalam Rangka Otonomi Khusus ... 17
2.2 Penelitian Terdahulu ... 24
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 35
3.2 Pengukuran Autokorelasi Durbin-Watson (DW-Test) ... 41
4.1 Statistik Deskriptif ... 47
4.2 Kolmogorov-Smirnov Test ... 50
4.3 Uji Multikolinearitas ... 52
4.4 Uji Autokorelasi ... 54
4.5 Uji Regresi Berganda ... 55
4.6 Koefisien Determinasi ... 57
4.7 Uji Signfikansi Simultan (Uji-F)... 58
4.8 Uji Signifikansi Parsial (Uji-t) ... 59
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
1.1 Realisasi Belanja Seluruh Kabupaten/Kota Prov. Aceh ... 3
2.1 Kerangka Konseptual ... 28
4.1 Grafik Histogram ... 49
4.2 Grafik Normal P-Plot ... 51
4.3 Uji Heteroskedastisitas (Scatterplot) ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Data Dalam Bentuk LN...68 2 Hasil Uji Spss...71
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pada era reformasi yang terjadi di negara kita saat ini memberikan banyak perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah timbulnya otonomi daerah. UU No. 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya otonomi daerah, pengelolaan pemerintah daerah mengalami perubahan. Seiring berjalannya waktu, pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 sebagai pengganti Undang-Undang sebelumnya. Undang-Undang yang baru ini tidak hanya mengembalikan beberapa kewenangan ke tingkat pusat, Undang-Undang ini juga memberikan panduan yang lebih jelas terkait distribusi fungsi pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah.
Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Aceh memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan daerah lainnya di Indonesia, salah satunya dalam hal keuangan. Dalam hal keuangan ada kekhususan yang didapat Aceh, yaitu adanya transfer dari pemerintah pusat dalam bentuk dana otonomi khusus. Transfer pemerintah dalam rangka otonomi khusus ini terbagi dalam dua periode yaitu sebelum dan sesudah tahun 2008 dimana kedua periode memiliki sumber dana yang berbeda. Sebelum tahun 2008 provinsi Aceh mendapatkan pendapatan dalam rangka otonomi khusus yang bersumber dari
tambahan dana bagi hasil (DBH) sumber daya minyak dan gas bumi di provinsi Aceh sedangkan sejak tahun 2008 dana otonomi khusus bersumber dari dana alokasi umum (DAU) Nasional yaitu sebesar 2% dari DAU Nasional. Penerimaan dana otonomi khusus yang dikucurkan sejak tahun 2008 akan berlangsung selama 20 tahun sampai tahun 2027 dengan proyeksi total peneriman sebesar Rp 100 triliun dengan asumsi pertumbuhan rata-rata sebesar 5% per tahun. Sejak tahun 2008, dana otonomi khusus menjadi sumber pendapatan terbesar bagi provinsi Aceh dengan porsi mencapai 58% dari anggaran provinsi di tahun 2017 (APBA 2017).
Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah harus semakin mendekatkan diri pada berbagai pelayanan dasar masyarakat. Pengalokasian Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya adalah pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah.
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional, percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak.
Diberitakan oleh www.tempo.co (30 Maret 2019) Anggaran untuk Pemerintah Provinsi Aceh sangat besar. Pada tahun 2017, APBD Aceh lebih dari Rp 14 triliun, tetapi sebagian besar anggaran disuplai dari pemerintah pusat dengan adanya dana otonomi khusus. Dari total anggaran sebanyak itu, daerah
hanya mengeluarkan Rp 2 triliun untuk belanja modal. Selebihnya digunakan untuk kepentingan membayar gaji pegawai dan sebagainya.
Pada gambar 1.1 di bawah terlihat bahwa belanja semua kabupaten/kota dalam Provinsi Aceh baik belanja langsung mapupun tidak langsung, didominasi oleh belanja pegawai, diikuti oleh belanja modal dan terakhir belanja barang dan jasa. Dapat dikatakan bahwa belanja daerah lebih tersedot untuk membiayai gaji pegawai dibanding kegiatan-kegiatan pembangunan. Bahkan alokasi belanja pegawai ini terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini kurang berdampak positif terhadap kemajuan ekonomi.
Sumber: www.aceh.bps.go.id (diolah peneliti, 2019) Gambar 1.1
Realisasi Belanja Seluruh Kabupaten/Kota Prov. Aceh
Selama tahun 2017, anggaran keuangan seluruh kabupaten/kota untuk belanja pegawai dan belanja barang dialokasikan semakin bertambah, sedangkan belanja modal yang lebih penting malah berkurang anggarannya. Kedepan, hal ini
2014 2015 2016 2017
10.28 10.94 11.4 11.44
4.084.96 4.736.58 4.767.59 5.796.64 20.45
27.42
30.26 30.92
Realisasi Belanja Seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2014-2017 (Triliun Rupiah)
Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
Belanja Daerah
perlu lebih diperhatikan oleh pengambil kebijakan di pemerintahan (aceh.bps.go.id).
Melihat adanya kondisi belanja modal dalam APBD di pemerintah Provinsi Aceh kurang diperhatikan, pemerintah daerah seharusnya dapat mengalokasikan dana lebih besar dari APBD tiap daerah untuk belanja modal dan tidak habis digunakan untuk belanja pegawai dan belanja rutin.
Pengalokasian belanja modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang. Belanja modal akan mempengaruhi pembiayaan- pembiayaan seperti pembiayaan untuk pemeliharaan aset tetap dan lain-lain yang harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah itu sendiri. Pembiayaan- pembiayaan tersebut dapat dipenuhi dengan adanya pendapatan yang diterima oleh pemerintah. Rendahnya belanja modal dapat mempengaruhi kinerja berbagai badan pemerintah. Belanja modal merupakan faktor penting dalam meningkatkan perekonomian, sehingga perlu intervensi layanan pemerintah mencakup rendahnya tingkat pencairan anggaran.
Salah satu yang dapat digunakan sebagai indikator untuk perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan ekonomi adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh niat usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB dapat dikelompokkan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk mengetahui nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu. Semakin tinggi PDRB suatu daerah, semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut.
Dalam perencanaan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan ekonomi, sangat diperlukan data statistik yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan ekonomi makro suatu daerah secara lengkap, akurat, dan berkesinambungan melalui data pertumbuhan PDRB mengalami perubahan setiap tahunnya.
Pertumbuhan positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sedangkan pertumbuhan negatif menunjukkan adanya penurunan perekonomian. Hasil penelitian sebelumnya, Hartati (2013) menyatakan bahwa PDRB merupakan variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap belanja modal.
Namun berbeda dengan hasil penelitian Tuasikal (2008) yang menyatakan bahwa PDRB tidak berpengaruh terhadap belanja modal.
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat (Sumarjo, 2010). Dana Perimbangan tersebut mencerminkan tingkat ketergantungan daerah terhadap pusat. Apabila daerah memiliki ketergantungan yang rendah terhadap pusat, maka dapat dikatakan bahwa daerah tersebut dalam kondisi keuangan yang baik. Hasil penelitian sebelumnya,
Nurdiwaty et al (2017) menyatakan bahwa variabel Dana Perimbangan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Namun berbeda dengan hasil penelitian Sari et al (2017) menyatakan bahwa Dana Perimbangan tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
Dana otonomi khusus merupakan salah satu bentuk transfer Pemerintah Pusat kepada daerah yang memiliki status otonomi khusus. Implementasi transfer Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah memiliki tujuan utama yaitu mengurangi ketidakseimbangan fiskal yang terjadi baik secara vertikal maupun horizontal. Selain itu, pemberian dana otonomi khusus bertujuan untuk memacu daerah dengan status otonomi khusus untuk dapat mengejar ketertinggalannya dibandingkan daerah lainnya. Dana otonomi khusus yang merupakan transfer dari Pemerintah Pusat tentunya dapat mempengaruhi besarnya anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) suatu daerah. Sebagai contoh, dana otonomi khusus yang diterima oleh Aceh, telah menjadi sumber pendapatan utama dan terbesar melebihi pendapatan Asli daerah (PAD) dan dana perimbangan lainnya sejak diberlakukannya status otonomi khusus Aceh (data DJPK).
Dana otonomi khusus yang diberikan pemerintah pusat kepada Provinsi Aceh menunjukkan bahwa Provinsi Aceh masih mengalami ketertinggalan dalam segi pembangunan, pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. Hasil penelitian sebelumnya, Nabila (2016) menyatakan bahwa Dana Otonomi Khusus berpengaruh terhadap belanja modal, sedangkan Prasetyo (2015) menyatakan bahwa Dana Otonomi Khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja
modal.
Secara ringkas, hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belanja modal dapat disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini.
Tabel 1.1
Reseacrh Gap Belanja Modal
Variabel Hasil Penelitian Peneliti
Produk Domestik Regional Bruto
Berpengaruh positif signifikan Hartati (2013) Berpengaruh negatif signifikan Tuasikal (2008)
Tidak Berpengaruh Syamsinar (2014) Dana Otonomi
Khusus
Berpengaruh positif signifikan Nabila (2016) Tidak Berpengaruh Prasetyo (2015)
Dana Perimbangan
Berpengaruh positif signifikan Nurdiwaty et al (2017) Tidak Berpengaruh Sari et al (2017)
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Dana Otonomi Khusus dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh (Periode 2014-2017)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang penelitian maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah Produk Domestik Regional Bruto, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Perimbangan berpengaruh terhadap
Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh secara Parsial dan Simultan?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Dana Otonomi Khusus dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh.
1.4 Manfaat Penelitian a) Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Dana Otonomi Khusus dan Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Aceh.
b) Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah
Sebagai bahan masukan kepada pemerintah daerah dalam mengambil kebijaksanaan untuk terus meningkatkan dan mengembangkan daerahnya di masa yang akan datang.
c) Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta sumber informasi atau masukan pada penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
Di Indonesia otonomi daerah mulai diberlakukan sejak tahun 1999 dan berlaku secara efektif sejak tahun 2002. Otonomi daerah adalah kebebasan dan kemandirian untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan. Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan masing-masing daerah mampu mengelola daerahnya sendiri. Tujuan dari dibentuknya otonomi daerah adalah untuk menyelamatkan pemerintah dan keutuhan negara serta membebaskan pemerintah pusat dari beban pemerintah daerah, sehingga daerah dituntut untuk mampu menciptakan kondisi yang mandiri dan sejahtera. Menurut Karianga (2011) “pemerintah daerah harus kreatif untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya baik dari segi sumber daya manusia maupun sistem dan prosedur yang digunakan dalam menunjang peningkatan pengelolaan penerimaan pendapatan asli”. Otonomi juga mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah serta masyarakat daerah dalam mengejar ketertinggalan dari daerah lain yang lebih sejahtera.
Kemandirian suatu daerah tidak akan terlepas dari peranan pemerintah pusat yang memberi kontribusi dalam bentuk dana. Dalam landasan teori ini akan dibahas lebih lanjut mengenai Belanja Modal, Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Inflasi sebagai variabel moderating serta teori yang mendasari penelitian ini.
2.1.1 Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud (PP Nomor 71 Tahun 2010). Dengan kata lain belanja modal dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu : 1. Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/
pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang- barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
Aset tetap merupakan prasayarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk belanja modal dalam APBD.
Alokasi belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintahan daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial. Menurut Halim (2004), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan.
Darwanto dan Yustikasari (2007) juga menyatakan hal sama, bahwa belanja modal memiliki karakteristik spesifik menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya.
2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto
Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam adalah serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam usaha pembangunan nasional yang berkelanjutan dan tepat sasaran dilakukan perencanaan pembangunan yang baik dan didukung oleh sarana dan prasarana perekonomian suatu wilayah. Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat dilihat dari pendapatan regional.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dihitung untuk mengetahui total produksi barang dan jasa suatu daerah pada suatu periode tertentu.
PDRB merupakan neraca makro ekonomi yang dihitung secara konsisten dan terintegrasi dengan berdasarkan konsep, defenisi, klasifikasi dan cara perhitungan yang telah disepakati secara internasional. Perubahan nilai PDRB dari waktu ke waktu terjadi karena dua hal yaitu, terjadinya perubahan harga barang dan jasa atau karena terjadinya perubahan volume.
Dalam menghitung pendapatan regional ini hanya dipakai konsep domestik. Ini menunjukkan bahwa seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/ lapangan usaha di suatu wilayah dihitung tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksi. Dengan demikian PDRB menunjukkan kemampuan suatu wilayah dalam menghasilkan pendapatan/
balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan produksi di wilayah tersebut. Metode yang digunakan untuk menghitung PDRB yaitu:
2.1.2.1 Metode Tidak Langsung
Perhitungan PDRB mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. Pemakaian metode ini dilakukan melalui tiga pendekatan.
1. Pendekatan Produksi
PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi didalam suatu wilayah/ region dalam suatu periode
tertentu. Biasanya satu tahun, sedangkan NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB / output) dari barang dan jasa dikurangi dengan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.
2. Pendekatan pendapatan
PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor- faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah atau region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut maka NTB adalah Jumlah dari upah dan gaji , sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, semuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tak langsung.
3. Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor netto di dalam suatu wilayah atau region dalam periode tertentu , biasanya satu tahun. Dengan metode ini perhitungan PDRB tergantung pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.
2.1.2.2 Metode Langsung
Perhitungan PDRB dengan metode langsung dilakukan dengan menghitung nilai tambah suatu entitas ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional kedalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.
Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian pada kedua metode tersebut akan saling menunjang satu ama lain , karena metode langsung akan mendorong peningkatan kualitas data daerah, sedangkan metode tidak langsung merupakan koreksi dan pembanding bagi data daerah.
2.1.3 Dana Otonomi Khusus
Dana otonomi khusus merupakan salah satu bentuk transfer Pemerintah Pusat kepada daerah yang memiliki status otonomi khusus.
Implementasi transfer Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah memiliki tujuan utama yaitu mengurangi ketidakseimbangan fiskal yang terjadi baik secara vertikal maupun horizontal. Selain itu, Pemberian dana otonomi khusus bertujuan untuk memacu daerah dengan status otonomi khusus untuk dapat mengejar ketertinggalannya dibandingkan daerah lainnya. Dana otonomi khusus yang merupakan transfer dari Pemerintah
Pusat tentunya dapat mempengaruhi besarnya anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) suatu daerah. Sebagai contoh, dana otonomi khusus yang diterima oleh Aceh, telah menjadi sumber pendapatan utama dan terbesar melebihi pendapatan Asli daerah (PAD) dan dana perimbangan lainnya sejak diberlakukannya status otonomi khusus Aceh (data DJPK).
Menurut UU No.18 Tahun 2001, Penerimaan dalam rangka otonomi khusus, berupa tambahan penerimaan bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dari hasil sumber daya alam Migas di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah dikurangi pajak, yaitu sebesar 55%
untuk pertambangan minyak bumi dan sebesar 40% untuk pertambangan gas alam selama delapan tahun sejak berlakunya undang-undang ini.
Penerapan UU No. 11 Tahun 2006 memberikan perubahan terhadap sumber dana otonomi khusus untuk provinsi Aceh. Dana otonomi khusus dalam UU No. 11 Tahun 2006 adalah transfer pemerintah pusat kepada Aceh yang bersumber dari pagu dana alokasi umum (DAU) nasional berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2% pagu dana alokasi umum nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1% pagu dana alokasi umum nasional.
Tabel 2.1
Penerimaan Provinsi Aceh Dalam Rangka Otonomi Khusus Sumber Dana Otonomi Khusus
UU No. 18 Tahun 2001 UU No. 11 Tahun 2006 Tambahan dana bagi hasil sumber
daya Migas provinsi Aceh setelah dikurangi pajak sebesar 55% untuk minyak bumi dan 40% untuk gas alam.
2% dari pagu dana alokasi umum (DAU) nasional dari tahun ke-1 sampai tahun ke-15 dan 1% hingga tahun ke-20.
Sumber: UU No. 18 Tahun 2001 dan UU No. 11 Tahun 2006 Pemberlakuan UU No.18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam yang kemudian diubah menjadi UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh telah membawa perubahan sistem desentralisasi fiskal di Indonesia. Salah satu tujuan dari pemberian dana otonomi khusus adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat asli melalui pemanfaatan dan pengelolaan hasil kekayaan alam dengan empat program prioritas yaitu pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat serta pembangunan infrastruktur. Dana Otonomi Khusus provinsi Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (2) UU No.11 Tahun 2006 ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. Sedangkan dalam UU No.18 Tahun 2001, dana otonomi khusus yang merupakan salah
satu bentuk desentralisasi asimetris ditujukan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik dengan rincian 30% ditetapkan untuk pembiayaan pendidikan di Aceh dan 70% untuk program pembangunan. Dengan demikian dapat terlihat bahwa tujuan dari dana otonomi khusus adalah untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia.
2.1.4 Dana Perimbangan
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada pasal 1 ayat 18, yang dimaksud Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksananaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kesenjangan fiskal yang terjadi selama ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada bantuan pemerintah pusat. Padahal, sebenarnya bantuan dana tersebut hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli daerahnya yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikan sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien. Transfer pemerintah pusat
berupa Dana Perimbangan terdiri dari:
a) Dana Bagi Hasil (DBH)
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 pada pasal 1 ayat 20, yang dimaksud dengan Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelakasanaan desentralisasi. Lebih lanjut dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa pengalokasian Dana Bagi Hasil (DBH) pada APBN merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam.
b) Dana Alokasi Umum (DAU)
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disebut DAU merupakan bagian dari Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pada dasarnya jenis-jenis transfer dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu :
(1) Transfer tanpa syarat (uncoditional grants, general purpose grants, block grants) dan
(2) Transfer dengan syarat (conditional grants, categorical grants, specific purpose grants).
Dana Alokasi Umum merupakan dana transfer yang bersifat
“block grants” dalam kategori transfer tanpa syarat. Artinya, ketika dana tersebut diberikan pemerintah pusat, maka pemerintah daerah memiliki diskresi, bebas untuk menggunakan serta mengalokasikan dana transfer tersebut sesuai dengan prioritas kebutuhan daerah tanpa ada intervensi oleh pemerintah pusat untuk peningkatan pelayanan masyarakat dalam rangka otonomi daerah. Selain itu, Dana Alokasi Umum juga sering disebut bantuan tak bersyarat (unconditional grants) karena merupakan jenis transfer antar tingkat pemerintah yang
tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu (Lugastro dan Ananda, 2013).
Kebijakan dalam DAU merupakan suatu instrumen penyeimbang fiskal antar daerah, sebab tidak semua daerah memiliki struktur dan kemampuan fiskal yang sama. DAU bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah yang berfungsi sebagai pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan daerah.
Kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep fiscal gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk
menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada.
Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut, alokasi DAU bagi daerah yang memiliki potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil, Sebaliknya, daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil, tetapi kebutuhan fiskalnya besar memperoleh alokasi DAU yang relatif besar.
c) Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyatakan bahwa Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disebut DAK merupakan bagian dari Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Yang dimaksud dengan daerah tertentu adalah daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Jadi, tidak semua daerah mendapatkan alokasi DAK.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah (1) Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan daerah lain,
misalnya : kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi/ prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer dan saluran drainase primer, (2) Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Dalam pengalokasian, DAK ditentukan dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. DAK disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Oleh sebab itu, DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat diperuntukkan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas.
DAK diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau dibawah rata-rata nasional. Kemampuan fiskal rendah didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan umum daerah dengan belanja pegawai negeri sipil daerah pada APBD tahun anggaran.
DAK digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik antara lain : pembangunan rumah sakit, pendidikan, jalan, pasar, irigasi, dan air bersih. DAK dapat disamakan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasarana publik (Ndadari dan Adi, 2008). Adapun tujuan pengalokasian DAK yang ingin dicapai yaitu menyediakan layanan dan keterjangkauan akses, menyediakan layanan pendidikan bermutu, berkesetaraan dan relevan, pencapaian
standar sarana, dan peningkatan daya saing serta pemberdayaan potensi daerah.
Dana Alokasi Khusus termasuk jenis transfer dengan syarat (conditional grants). Transfer ini biasanya digunakan untuk keperluan yang dianggap penting oleh pemerintah pusat namun kurang dianggap penting oleh pemerintah daerah. Transfer dana ini dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu (1) Transfer Pengimbang (matching grants) dan (2) Transfer Bukan Pengimbang (nonmatching grants). Matching grant adalah transfer yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menutup sebagian atau seluruh kekurangan pembiayaan atas jenis urusan tertentu. Matching grants dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (1) transfer pengimbang tak terbatas (open-ended matching grants) dan (2) transfer pengimbang terbatas (closed-ended matching grants). Dari kedua jenis transfer ini Dana Alokasi Khusus merupakan jenis transfer pengimbang tidak terbatas (open-ended matching grants). Open-ended matching grants adalah transfer yang ditujukan untuk menutup seluruh kekurangan dana.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa peneltian terdahulu yang berkaitan dengan Produk Domestik Regional Bruto, Dana Otonomi Khusus dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal pada penelitian ini antara lain :
penelitian ini antara lain :
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No. Penelitian
Terdahulu
Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1. Tuasikal
(2008)
Variabel Independen : 1. Dana Alokasi
Umum 2. Dana Alokasi
Khusus
3. Pendapatan Asli Daerah
4. Produk Domestik Regional Bruto Variabel Dependen : Belanja Modal
Secara simultan, DAU, DAK, PAD dan PDRB secara bersamaan mempengaruhi belanja modal. Secara parsial, DAU, DAK dan PAD berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal, sedangkan PDRB tidak berpengaruh.
2. Hartati (2013)
Variabel Independen : 1. Produk
Domestik Regional Bruto 2. Pendapatan Asli
Daerah 3. Dana Alokasi
Umum Variabel Dependen : Belanja Modal
Secara simultan, PDB, Pendapatan Daerah, dan transfer pemerintah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal lokal Kota Balikpapan. Secara parsial, PDB memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal lokal sebagian, sedangkan pendapatan lokal belum berpengaruh signifikan terhadap belanja modal lokal sebagian, dan Transfer Pemerintah belum berpengaruh signifikan terhadap belanja modal lokal sebagian.
3. Nurdiwaty et al (2017)
Variabel Independen : 1. Pertumbuhan
Ekonomi
2. Pendapatan Asli Daerah
3. Dana
Perimbangan 4. Lain-lain
Secara simultan, Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran
Pendapatan yang Sah
Variabel Dependen : Belanja Modal
belanja modal. Secara parsial, Pertumbuhan Ekonomi dan Lain-lain Pendapatan yang Sah tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal, sedangkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan berpengaruh signifikan.
4. Sari et al (2018)
Variabel Independen : 1. Dana
perimbangan 2. Dana Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran 3. Pendapatan Asli
Daerah Variabel Dependen : Belanja Modal
Dana Perimbangan, Dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Pendapatan Asli Daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Secara parsial Dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, sedangkan Dana Perimbangan tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
5. Nabila (2016)
Variabel Independen : 1. Dana Otonomi
Khusus
2. Pendapatan Asli Daerah
Variabel Dependen : Belanja Modal
Secara simultan, Dana Otonomi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap belanja modal. Secara Parsial, Dana Otonomi khusus berpengaruh positif terhadap belanja modal, sedangkan Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap belanja modal.
6. Prasetyo (2015)
Variabel Independen : 1. Pendapatan Asli
Daerah 2. Dana
Perimbangan
Secara simultan, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Otonomi Khusus
3. Dana Otonomi Khusus
Variabel Dependen : Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
Secara parsial, Dana alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana
Alokasi Khusus
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, sedangkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Otonomi Khusustidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
Peneliti sebelumnya seperti Tuasikal (2008) menyatakan bahwa DAU, DAK, PAD dan PDRB berpengaruh secara simultan terhadap belanja modal pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Hal ini menandakan bahwa manajemen pengeluaran pemerintah daerah khususnya dalam hal alokasi belanja modal pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia sangat tergantung pada alokasi dana dari pemerintah pusat. Secara parsial, DAU, DAK dan PAD berpengaruh terhadap alokasi belanja modal, sementara PDRB tidak berpengaruh. Hal ini menunjukan bahwa secara parsial, pola manajemen pengeluaran pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia khususnya yang terkait dengan belanja modal tidak terlalu mempertimbangkan PDRB sebagai salah satu determinan utama dalam alokasi belanja modal.
Berbeda dengan Tuasikal (2008), Hartati (2013) mengatakan bahwa PDRB merupakan variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap belanja modal di Kota Balikpapan di antara variabel-variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dan Dana Alokasi Umum (DAU).
Nurdiwaty et al (2017) menyatakan secara parsial menunjukkan bahwa variabel Pertumbuhan Ekonomi dan Lain-lain Pendapatan yang Sah tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.
Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.
Sari et al (2017) menyatakan secara parsial Dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, sedangkan Dana Perimbangan tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Dana Perimbangan, Dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
Nabila (2016) menyatakan secara bersama-sama Dana Otonomi Khusus dan Pendapatan Asli daerah berpengaruh terhadap belanja modal pada Kabupaten/Kota di Aceh. Dana Otonomi Khusus berpengaruh positif terhadap belanja modal pada Kabupaten/Kota di Aceh, sedangkan pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap belanja modal pada Kabupaten/Kota di Aceh.
Berbeda dengan Nabila (2016), Prasetyo (2015) mengatakan bahwa secara bersama-sama variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus dan Dana Otonomi Khusus berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Secara parsial, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, sedangkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Otonomi Khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual pada penelitian ini menunjukkan bahwa yang akan diuji dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris apakah ada pengaruh antara Produk Domestik Regional Bruto (X1) terhadap Belanja Modal, pengaruh Dana Otonomi Khusus (X2) terhadap belanja modal dan pengaruh Dana Perimbangan (X3) terhadap belanja modal. Serta secara bersama-sama apakah ada pengaruh antara ketiga variabel (X1, X2, X3) terhadap belanja modal.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Produk Domestik
Regional Bruto (X1)
Dana Otonomi Khusus (X2)
Dana Perimbangan (X3)
Belanja Modal (Y)
2.3.1 Hubungan Produk Domestik Regional Bruto terhadap Belanja Modal
Produk Domestik Bruto (PDRB) mempengaruhi Belanja daerah. John Due (1968) mengemukakan bahwa pemerintah dapat mempengaruhi tingkat PDRB dengan mengubah persediaan berbagai faktor yang dapat dipakai dalam produksi melalui program-program pengeluaran belanja pemerintah seperti pendidikan. Sementara Barata (2004) mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan pemerintah yang mendorong besaran jumlah pengeluaran negara mempunyai pengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Hal ini menunjukan peningkatan PDRB akan meningkatkan belanja daerah.
Apabila PDRB meningkat maka akan berdampak kepada peningkatan kegiatan ekonomi, utamanya disektor riil dan dunia usaha pada umumnya.
Peningkatan kegiatan ekonomi akan membawa pengaruh meningkatkan penerimaan pemerintah melalui perpajakan, karena bergairahnya perekonomian sehingga aktivitas dunia usaha meningkat dan pada akhirnya keuntungan perusahaan meningkat pula.
Peningkatan aktivitas dan keuntungan perusahaan ini tentunya akan meningkatkan pemungutan pajak baik dari pajak penghasilan, pertambahan nilai maupun cukai. Jika penerimaan pemerintah meningkat, maka akan membawa konsekuensi peningkatan pengeluaran pemerintah. Peningkatan tersebut juga didasari alasan bahwa dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka menuntut peningkatan penyediaan barang publik oleh pemerintah. Dengan demikian Wagner’s Law berlaku, dimana peningkatan
PDRB akan mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat. Sehingga akan mempunyai efek terhadap peningkatan penerimaan pemerintah.
2.3.2 Hubungan Dana Otonomi Khusus terhadap Belanja Modal
Berdasarkan Qanun Aceh No. 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana bagi hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus dijelaskan, Dana Otonomi Khusus adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN dan merupakan penerimaan Pemerintah Aceh. Selanjutnya dalam Undang – undang No.11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh pasal 183 ayat (1) disebutkan:
Dana Otonomi Khusus merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. Angkat (2010) menjelaskan dana otonomi khusus pada dasarnya ditujukan bagi peningkatan pemberian pelayanan kepada masyarakat (public service).
Pemberian pelayanan kepada masyarakat akan berjalan secara efektif dan efisien, apabila proses pelayanan tersebut didekatkan kepada masyarakat dan bukan dijauhkan. Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa dana otonomi khusus merupakan transfer pemerintah pusat kepada pemerintah Aceh dalam rangka perwujudan pelaksanaan otonomi khusus serta sebagai salah satu cara pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat guna terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
2.3.3 Hubungan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada pasal 1 ayat 18, yang dimaksud Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksananaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kesenjangan fiskal yang terjadi selama ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada bantuan pemerintah pusat. Padahal, sebenarnya bantuan dana tersebut hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli daerahnya yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikan sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien.
2.3.4 Hubungan Produk Domestik Regional Bruto, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal
Peningkatan aktivitas dan keuntungan perusahaan ini tentunya akan meningkatkan pemungutan pajak baik dari pajak penghasilan, pertambahan nilai maupun cukai. Jika penerimaan pemerintah meningkat, maka akan membawa konsekuensi peningkatan pengeluaran pemerintah. Peningkatan
tersebut juga didasari alasan bahwa dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka menuntut peningkatan penyediaan barang publik oleh pemerintah. Dengan demikian Wagner’s Law berlaku, dimana peningkatan PDRB akan mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat. Sehingga akan mempunyai efek terhadap peningkatan penerimaan pemerintah.
Berdasarkan Qanun Aceh No. 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana bagi hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus dijelaskan, Dana Otonomi Khusus adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN danmerupakan penerimaan Pemerintah Aceh. Selanjutnya dalam Undang – undang No.11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh pasal 183 ayat 1 disebutkan:
Dana Otonomi Khusus merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.
Kesenjangan fiskal yang terjadi selama ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada bantuan pemerintah pusat. Padahal, sebenarnya bantuan dana tersebut hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli daerahnya yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikan sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil,
proporsional, demokratis, transparan dan efisien.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah dugaan/jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: Produk Domestik Regional Bruto, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Perimbangan berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kausal. Sugiyono (2006) mendefinisikan desain kausal adalah penelitian yang bertujuan menganalisa hubungan sebab akibat antara variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi). Penelitian ini menguji Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Dana Otonomi Khusus dan Dana Perimbangan terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh.
3.2 Jenis Penelitian
Untuk penelitian ini, peneliti menggunakan data time series dan cross section yang bersifat kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik atau angka (Kuncoro, 2003) dan merupakan data sekunder, yaitu data penelitian yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data yang digunakan adalah laporan realisasi APBD pemko/pemkab yang ada di Provinsi Aceh pada tahun 2014, 2015, 2016 dan 2017, yang berasal dari situs www.djpk.depkeu.go.id dan data Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan harga yang berlaku di kota/kabupaten di Provinsi Aceh pada tahun 2014, 2015, 2016 dan 2017 yang berasar dari situs aceh.bps.go.id.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Aceh berjumlah 23 kota dan kabupaten. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 23 (dua puluh tiga) pemerintah kota/kabupaten di Provinsi Aceh pada tahun 2014 – 2017. Data sampel diambil dengan menggunakan metode sampel jenuh (Sensus Sampling) yaitu semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Dengan demikian jumlah data observasi pada penelitian ini adalah 92 sampel (23 dikali 4 tahun).
Kota/Kabupaten yang menjadi populasi/sampel penelitian adalah sebanyak 23 (dua puluh tiga) kabupaten/kota yang terdapat pada Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1
Populasi dan Sampel Penelitian
No. Kabupaten/Kota
1 Kabupaten Aceh Barat 2 Kabupaten Aceh Besar 3 Kabupaten Aceh Selatan 4 Kabupaten Aceh Singkil 5 Kabupaten Aceh Tengah 6 Kabupaten Aceh Tenggara 7 Kabupaten Aceh Timur 8 Kabupaten Aceh Utara 9 Kabupaten Bireun 10 Kabupaten Pidie 11 Kabupaten Simeulue 12 Kota Banda Aceh 13 Kota Sabang 14 Kota Langsa
15 Kota Lhokseumawe 16 Kabupaten Gayo Lues 17 Kabupaten Aceh Barat Daya 18 Kabupaten Aceh Jaya
19 Kabupaten Nagan Raya 20 Kabupaten Aceh Tamiang 21 Kabupaten Bener Meriah 22 Kabupaten Pidie Jaya 23 Kota Subulussalam
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi konsep secara operasional yang menjelaskan karakteristik dari obyek kedalam bagian-bagian yang dapat diamati sehingga konsep dapat diukur dan dioperasionalkan ke dalam sebuah penelitian.
Istilah ini harus memiliki/mempunyai rujukan-rujukan empiris artinya harus bisa menghitung, mengukur, atau mengumpulkan informasi melalui penalaran peneliti.
Variabel penelitian adalah objek penelitian atau sesuatu yang merupakan titik perhatian. Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
3.4.1 Variabel Dependen
Variabel Dependen biasa disebut dengan variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh adanya variabel bebas atau variabel independen.
Besarnya perubahan pada variable ini tergantung dari besaran variable bebas atau variabel independen. Variabel dependen yang dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Belanja Modal
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan
daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah.
3.4.2 Variabel Independen
Variabel independen atau biasa disebut dengan variabel bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
Pada penelitian ini, data produk domestik regional bruto yang digunakan adalah data produk domestik regional bruto atas dasar harga berlaku dengan metode langsung yaitu pendekatan pengeluaran. Menurut Todaro (2002) PDRB adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian di tingkat daerah (baik itu yang dilakukan oleh penduduk daerah maupun penduduk dari daerah lain yang bermukim di daerah tersebut.
b. Dana Otonomi Khusus
Dana otonomi khusus merupakan salah satu bentuk transfer Pemerintah Pusat kepada daerah yang memiliki status otonomi khusus. Implementasi transfer Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah memiliki tujuan utama yaitu mengurangi ketidakseimbangan fiskal yang terjadi baik secara vertikal maupun horizontal. Selain itu, Pemberian dana otonomi khusus bertujuan untuk memacu daerah dengan status otonomi khusus untuk dapat mengejar ketertinggalannya dibandingkan daerah lainnya. Dana otonomi khusus yang merupakan transfer dari Pemerintah Pusat tentunya dapat mempengaruhi besarnya anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) suatu daerah. Sebagai contoh, dana otonomi khusus yang diterima oleh Aceh, telah menjadi sumber pendapatan utama dan terbesar melebihi pendapatan Asli daerah PAD dan dana perimbangan lainnya sejak diberlakukannya status otonomi khusus Aceh (data DJPK).
c. Dana Perimbangan
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada pasal 1 ayat 18, yang dimaksud Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksananaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan untuk