• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KASUS WANPRESTASI JUAL BELI TANAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN YURIDIS TERHADAP KASUS WANPRESTASI JUAL BELI TANAH"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KASUS WANPRESTASI JUAL BELI TANAH

(Studi Kasus Putusan No. 358/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim Antara Hj. Faridah melawan Nani Suniarti)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

SYAHSYAHUBIN ARIFIN NIM : 140200255

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)
(3)

ABSTRAK Syahsyahubin Arifin*

Hasyim Purba**

Syamsul Rizal***

Kegiatan jual beli umumnya memiliki objek yang beragam salah satunya ialah jual-beli tanah.Pada zaman dahulu masyarakat Indonesia melakukan jual- beli tanah hanya dengan kesepakatan bersama.Permasalahan dalam penelitian ini penentuan wanprestasi dalam perjanjian.Akibat hukum perbuatan wanprestasi terhadap suatu perjanjian.Penyelesaian sengketa wanprestasi dalam sengketa perjanjian jual beli dalam putusan perkara nomor 358/PDT.G/2014/PN.Jkt.Tim.

Metode penelitian ini adalah bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan yuridis normatif.Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tertier.Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dan dianalisis secara kualitatif.

Penentuan wanprestasi dalam perjanjian.Wanprestasi terjadi pada saat debitur baru dianggap lalai yaitu ditandai dengan lewatnya waktu atau apabila sudah ada surat teguran pernyataan lalai dari pihak kreditur kepada debitur.

Teguran tersebut dilakukan dalam tenggang waktu yang layak bagi debitur untuk memenuhi prestasinya.Tenggang waktu diberikan dilandasi asas itikad baik.Akibat hukum perbuatan wanprestasi terhadap suatu perjanjian.Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur.Dalam transaksi timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau bisa juga memutuskan transaksi lewat hakim.RIsiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal I237 ayat 2 KUHPerdata.Penyelesaian sengketa wanprestasi dalam sengketa perjanjian jual beli dalam putusan perkara nomor 358/PDT.G/2014/PN.Jkt.Tim diselesaikan dengan cara litigasi (pengadilan) hakim mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya dengan verstek(tanpa dihadiri tergugat/kuasa hukumnya), untuk menghadiri persidangan. Berjalannya persidangan dengan verstektersebut tentu tidak ada pernyataa keberatan yang dilakukan oleh pihak tergugat, maka hakim memutuskan bahwa pihak tergugat selaku penjual telah melakukan ingkar janji (wanprestasi) dan hakim memberikan izin serta memerintahkan PPAT/notaris untuk melangsungkan pembuatan akta jual beli (peralihan hak) guna untuk mendapat kekuatan hukum tetap atas sebidang tanah yang dibeli oleh penggugat kepada tergugat.

Kata Kunci : Peerjanjian Jual Beli, Wanprestasi, Penyelesaian Sengketa1

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(4)

KATA PENGANTAR

Jika ada ucapan terima kasih yang paling utama disampaikan atas terselesaikannya penulisan skripsi ini, maka kepada Allah Yang Maha Esa lah yang paling tepat ucapan tersebut penulis ucapkan. Betapapun kerasnya usaha seseorang, namun jika tanpa kehendakNya maka tidak akan kunjung selesailah sebuah pekerjaan tersebut. Skripsi yang berjudul “KAJIAN YURIDIS TERHADAP KASUS WANPRESTASI JUAL BELI TANAH (Studi Kasus Putusan No. 358/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim Antara Hj. Faridah melawan Nani Suniarti)” merupakan tugas akhir serta salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Di dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan serta bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Prof. Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran tentang segala ilmu pengetahuan kepada pnulis selama penulis melaksanakan studinya.

10. Skripsi ini penulis persembahkan terkhusus untuk keluarga yaitu Ayah tercinta Zainal Arifin Lubis dan mamah tercinta Halimah S.pd yang telah banyak berkorban dan memberi semangat kepada penulis untuk menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, memberikan masukan, motivasi dan doa sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan perkuliahan serta penulisan skripsi ini. Dan juga untuk kakak tersayang Liza Septia Arifin Lubis serta adik-adikku tersayang, Shasain Arifin Lubis dan Nurmahmahmubin Arifin Lubis yang selalu menghibur penulis di sela-sela penulisan skripsi ini..

(6)

Dengan segala kerendahan hati penulis merasa bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis serahkan kepada pembaca untuk menilainya, mungkin dari kekurangan yang ada dapat pula diambil apa yang berguna dan dapat menjadi suatu perbendaharaan ilmiah di dalam usaha mengembangkan serta menggali ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

Medan, 17 Desember 2018 Penulis,

Syahsyahubin Arifin Nim 140200255

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ... 8

E. Metode Penelitian ... 10

F. Keaslian Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II PENENTUAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN A. Pengertian dan Bentuk Hukum Perjanjian ... 21

B. Perjanjian Jual Beli Tanah ... 24

C. Syarat Sahnya dan Akibat Hukum Perjanjian ... 32

D. Penentuan Wanprestasi Dalam Perjanjian ... 40

BAB III AKIBAT HUKUM PERBUATAN WANPRESTASI TERHADAP SUATU PERJANJIAN A. Tanggung Jawab Akibat Wanprestasi ... 47

B. Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual-Beli ... 51

C. Perbuatan Melawan Hukum ... 52

(8)

D. Akibat Hukum Perbuatan Wanprestasi Terhadap

Suatu Perjanjian ... 55 BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DALAM

SENGKETA PERJANJIAN JUAL BELI DALAM PUTUSAN PERKARA NOMOR 358/PDT.G/2014/PN.JKT.TIM

A. Upaya Penyelesaian Wanprestasi ... 60 B. Duduk Perkara Putusan Nomor 358/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim .... 62 C. Pertimbangan Hakim ... 66 D. Putusan Pengadilan ... 69 E. Analisis Hukum ... 73 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 75 B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah sebagai sarana untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia akan papan dan pangan, serta merupakan sumber daya alam yang rentan diperebutkan oleh berbagai pihak. Banyak konflik yang bersumber pada perbedaan kepentingan, nilai, data, dan lain sebagainya.Pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya nilai ekonomis tanah mengakibatkan semakin tajamnya kesenjangan sosial antara mereka yang mempunyai akses yang memungkinkan penguasaaan tanah bangunan yang melampaui batas kewajaran dihadapkan dengan mereka yang paling membutuhkan tanah, namun berada dalam posisi yang tersudut. Tidak mustahil jika apabila hal ini dibiarkan berlangsung akan dapat menjadi pemicu berbagai konflik/sengketa di bidang pertanahan.2

Kehidupan sehari-hari etika bisnis tidak lepas dari yang namanya perjanjian. Ditunjau dari segi hukum Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Setiap perjanjian agar secara sah mengikat bagi para pihak yang mengadakan harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yang mana ini tertuang dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu perlunya ada kesepakatan para pihak, kecakapan

2Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,

(10)

bertindak dari para pihak, adanya obyek tertentu, dan mempunyai kuasa yang halal.3

Jika suatu perjanjian tidak dapat terpenuhi atau tidak dipenuhinya suatu prestasi, maka akan berakibat terjadinya wanprestasi. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telahditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang.4

Perjanjian jual beli menurut KUHPerdata menganut sistem obligatoir, yang berarti bahwa perjanjian jual beli baru meletakkan hak dan kewajiban bertimbal balik antara kedua pihak yaitu penjual dan pembeli pada saat terjadi kesepakatan.Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka kepada penjual diletakkan kewajiban untuk menyerahkan hak milik atas barang yang dijualnya, sekaligus memberikan hak untuk menuntut pembayaran harga yang telah disepakati dan dilain pihak meletakkan kewajiban kepada pembeli untuk membayar harga barang sebagai imbalan haknya dan untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang dibelinya. Dengan kata lain, perjanjian jual beli menurut KUHPerdata belum memindahkan hak milik atas barang, hak milik atas

3 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press, 2010, hlm 7.

4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 20

(11)

barang berpindah pada saat setelah dilakukannya penyerahan (levering) yang merupakan perbuatan yuridis guna memindahkan hak milik.5

Namun rumitnya pemenuhan terhadap semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan jual beli di hadapan PPAT maka ditemukan suatu terobosan hukum dan hingga kini masih dilakukan dalam praktek jual beli tanah yaitu dengan dibuatnya akta pengikatan jual beli (PJB) meskipun isinya sudah mengatur tentang jual beli tanah namun formatnya baru sebatas pengikatan jual beli, yaitu suatu bentuk perjanjian yang merupakan atau pendahuluan.6

Perjanjain jual beli tanah memiliki suatu bentuk formalitas tertentu dimana hal tersebut haruslah dipenuhi.Formalitas yang dimaksud disini adalah setiap bentuk perjanjian jual beli tanah haruslah dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang, yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT).

Namun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bentuk formalitas tersebut tidak dimuat secara jelas, atau tidak terdapat aturan dalam pasal yang mengharuskan perbuatan hukum jual beli harus dilakukan di hadapan PPAT. Menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengenai pembuatan akta tanahlah yang harus dibuat oleh PPAT.7

Setiap hak atas tanah yang diperjualbelikan dan disewakan oleh penjual kepada pihak lain sementara telah terjadi proses jual beli dengan kata sepakat dan

5Riry Elizabeth Hutabarat, Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 1, April 2015, hlm 36

6 Soedharyo Somin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm. 87.

7Andhita Mitza Dwitama, Analisa Yuridis Kasus Gugatan Wanprestasi Terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Tanah (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung NO. 280

(12)

pembeli telah membayar sebagian harga, maka dalam hal ini penjual melakukan suatu tindakan berupa ingkar janji/wanprestasi dimana penjual tidak dapat memenuhi janji yang telah disepakatinya. Sebagaimana Pasal Pasal 1243 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.

Wanprestasi bermula dari adanya kesepakatan para pihak untuk membuat perjanjian, dengan sejumlah klausul yang mengandung sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari antara kedua belah pihak (dalam perjanjian timbal balik).Seluruh klausula tersebut disampaikan, dinegosiasikan dan akhirnya disusun secara seimbang berdasarkan kesepakatan bersama dari kedua belah pihak yang membuatnya. Dalam proses pembicaraan atau negosiasi pada saat penyusunan perjanjian masing-masing pihak mengajukan seperangkat hak yang diharapkan dari pihak lawan dengan menawarkan seperangkat kewajiban yang diitikadkan untuk diberikan kepada pihak lawan sebagai kompensasi dari hak yang dimintakan tersebut. Pada sisi yang lain, salah pihak juga akan menawarkan sejumlah kewajiban agar dipenuhi oleh pihak lawan untuk mengimbangi sejumlah hak yang diminta oleh pihak lawan atau justru menawarkan sejumlah hak kepada pihak lawan sebagai kompensasi untuk mengimbangi sejumlah kewajiban yang nantinya diharapkan disepakati untuk dipenuhi pihak lawan. Artinya, dalam

(13)

negosiasi, terjadi proses pemahaman dan penghargaan terhadap pihak lawan sehingga masing-masing dapat menemukan kata sepakat terhadap setiap hak dan kewajiban yang akan ditetapkan dalam perjanjian.8

Contoh kasus 358/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim tersebut, permasalahan hukumnya adalah tentang wanprestasi dimana penjual tidak melaksanakan kewajibannyanya untuk memberikan akta jual beli dihadapan notaris atau dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) sebagai mana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, dimana untuk menjamin pelaksanaan hak dan pendaftaran tanah untuk mendapatkan kepastian hukum tetap sebagai pemilik yang sah. Penggugat adalah Pemilik dan yang menempati /menguasai atas: Sebidang Tanah yang belum bersertipikat yaitu sebidang tanah girik Hak Milik Adat(dahuluNo.C. 574, bermutasimenjadiTanahMilikAdatNo.3883 meter persegi.9

Penggugat sebelum menempati dan menguasai tanah tersebut membeli dariTergugat, BerdasarkanSuratPerjanjianJualBeliTanahdanRumahyang dibuatsecaradibawahtangan,diataskertassegelpadatanggal10September 1992 (Bukti P- 1), pada waktu itu telah disaksikan oleh saksi-saksi MISBACH dan EDIE SAPUTRA dan perjanjian tersebut telah diWaarmerklng oleh Notaris H.

Rizul Sudarmadi, S.H., M.Kn., Notaris Jakarta Nomor Peg -6744/2014tanggal08 Juli2014. BahwadalamPembeliantanahdanbangunanrumahtersebutPenggugattelah

8 Nyoman Samuel Kurniawan, Konsep Wanprestasi Dalam Hukum Perjanjian Dan Konsep Utang Dalam Hukum Kepailitan (Studi Komparatif Dalam Perspektif Hukum Perjanjian Dan Kepailitan), Program Magister Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana 2013, hlm 8

(14)

menyerahkan sejumlah uang kepadaTergugatsebesarRp.37.500.000,-(tiga puluhtujuhjutalimaratusriburupiah)pembayarantanahdanrumahtersebut

diJalanSwakarsaIINo.19 RT.012, RW.03, PondokKelapa, DurenSawit, Jakarta Timur.10

10Ibid

Pada saat pembelian tanah tersebut penguggat selaku pembeli telah melakukan perjanjian jual-beli dibawah tangan dengan tergugat selaku penjual dan di saksikan oleh MISBACH dan EDIE SYAHPUTRA. Setelah pembayaran dilakukan pembeli melakukan balik nama PBB atas nama penggugat dan penggugat telah melaksanakan kewajiban sebagai wajib pajak PBB selama kurang lebih 20 tahun, namun pada saat penggugat ingin mendapatkan kepastian hukum penggugat berinisiatif untuk mencari tergugat guna untuk melangsungkan peralihan hak atas tanah dihadapan notaris atau pejabat pembuat akta tanah (PPAT).

Ketertarikan penulis untuk mengangkat masalah ini menjadi judul skripsi dikarenakan dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi masalah hukum seperti yang terjadi pada contoh kasus ini, jadi penulis berharap agar menjadi bahan pertimbangan oleh pembaca jika melakukan suatu perbuatan hukum tentang jual- beli dengan objek tanah atau objek yang lainnya dapat lebih teliti dalam melaksanakan perbuatan hukum tersebut agar tidak terjadi permasalahan hukum yang dapat merugikan para pihak.

(15)

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka dilakukan penelitian berjudul Kajian Yuridis Terhadap Kasus Wanprestasi Jual Beli Tanah (Studi Kasus Putusan No. 358/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim Antara Hj. Faridah melawan Nani Suniarti).

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penentuan wanprestasi dalam perjanjian?

2. Bagaimana akibat hukum perbuatan wanprestasi terhadap suatu perjanjian?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa wanprestasi dalam sengketa perjanjian jual beli dalam putusan perkara nomor 358/PDT.G/2014/PN.Jkt.Tim?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan merupakan jawaban dari rumusan masalah.tujuan penulisan sudah seharusnya selaras dan koheren dengan permasalahan. Adapun yang menjadi tujuan penulisan adalah:

1. Untuk mengetahui penentuan wanprestasi dalam perjanjian.

2. Untuk mengetahui akibat hukum perbuatan wanprestasi terhadap suatu perjanjian.

3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa wanprestasi dalam sengketa perjanjian jual beli dalam putusan perkara nomor 358/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim

Dalam penulisan skripsi tentunya ada manfaat yang ditujukan dalam penelitian. Dalam hal ini yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah

(16)

1. Manfaat teoritis

Dari hasil penelitian ini, diharapkan setidaknya selain dapat memberikan wawasan penulis sendiri, juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan bidang ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum agraria, serta ilmu hukum perdata, khususnya pengetahuan mengenai wanprestasi jual beli tanah.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para praktisi dan instansi-instansi terkait, khususnya bagi Kajian Yuridis Terhadap Kasus Wanprestasi Jual Beli Tanah pada Kasus Putusan No.

358/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim Antara Hj. Faridah melawan Nani Suniarti.

D. Tinjaun Pustaka

Istilah jual beli tanah dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Selain itu dalam pasal-pasal lainnya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar-menukar dan hibah wasiat.11

Perjanjain jual beli tanah memiliki suatu bentuk formalitas tertentu dimana hal tersebut haruslah dipenuhi.Formalitas yang dimaksud disini adalah setiap

11Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Penerbit Sinar Grafika,Jakarta, 2007, hlm. 76

(17)

bentuk perjanjian jual beli tanah haruslah dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang, yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bentuk formalitas tersebut tidak dimuat secara jelas, atau tidak terdapat aturan dalam pasal yang mengharuskan perbuatan hukum jual beli harus dilakukan di hadapan PPAT.

Menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengenai pembuatan akta tanah lah yang harus dibuat oleh PPAT.12

Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan sumber perikatan adalah perjanjian dan undangundang.Perikatakn adalah suatu hubungan hukum di bidang hukum kekayaan di mana satu pihak berhak menuntut suatu prestasi dan pihak lainnya berkewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi.Sedangkan perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.Definisi ini mendapat kritik dari Prof. R.

Subekti, karena hanya meliputi perjanjian sepihak padahal perjanjian pada umumnya bersifat timbal balik, seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, perjanjian tukar menukar dan sebagainya.Sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang terdiri atas perikatan yang lahir dari undangundang saja dan perikatan yang lahir dari undang-undang yang berhubungan dengan perbuatan manusia.Perikatan yang lahir dari undang-undang yang berhubungan dengan

12Andhita Mitza Dwitama. Analisa Yuridis Kasus Gugatan Wanprestasi Terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli ( PPJB ) Tanah (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 280

(18)

perbuatan manusia dapat dibagi atas perikatan yang halal dan perikatan yang tidak halal, yaitu perbuatan melawan hukum.13

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan sebuah skripsi tentu ada metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang akurat dan dengan cara yang terstruktur. Adapun cara yang dilakukan dalam metode penelitian ini adalah:

1. Jenis dan spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Pemilihan metode ini dilakukan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab permasalahan hukum yang dihadapi, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.14Aspek yuridis yang digunakan dalam penelitian ini adalah peraturan yang berkaitan dengan perjanjian dan perikatan, serta wanprestasi. Sedangkan dimaksud dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang lebih menekankan kepada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis. Penelitian yang dilakukan oleh penulis disini merupakan bentuk penelitian hukum normatif yang bertujuan untuk meneliti kepastian hukum berdasarkan studi kepustakaan dan hukum positif yang ada.15

13Subekti, Hukum Perjanjian, Intermassa, Jakarta, 2008, hlm. 42

14Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cet.10, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 13-14

15ibid

(19)

Sifat penelitian yang penulis gunakan adalah sifat penelitian deskriptif.Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini, penulis ingin menemukan dan memahami gejala-gejala yang diteliti dengan cara penggambaran yang jelas untuk mendekati objek penelitian maupun permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.16

2. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis bahan hukum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tertier. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber bahan hukum yaitu :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari peraturan perundang- undangan,catatan resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim.17

16Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm.105

17Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,

Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan, antara lain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.Kitab Undang-undang Hukum perdata.Putusan No. 358/Pdt.G/2014/PN.Jkt.

(20)

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yang utama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi.18

c. Bahan hukum tertier

Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan, antara lain pendapat para ahli bidang hukum, skripsi, jurnal ilmiah, artikel dan makalah

Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam penelitian ini bahan hukum tertier yang digunakan, antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus hukum dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan secara studi kepustakaan (library research) artinya data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan berupa

data sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian.

4. Analisis data

Analisa data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian pustakan.Terhadap data primer yang didapat dari lapangan terlebih dahulu diteliti

18Ibid

(21)

kelengkapannya dan kejelasannya untuk diklasifikasi serta dilakukan penyusunan secara sistematis serta konsisten untuk memudahkan melakukan analisis.Data primer inipun terlebih dahulu di korelasi untuk menyelesaikan data yang paling relevan dengan perumusan permasalahan yang ada dalam penelitian ini.Data sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis.Dari hasil data penelitian pustaka dilakukan pembahasan secara deskriptif.19

Tahap berikutnya merupakan pengolahan data yaitu analisis yang dilakukan dengan metode kualitatif yaitu “metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang diteliti, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada

Deskriptif merupakan pemaparan hasil penelitian dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh namun tetap sistematis terutama mengenai fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

Analitis artinya gambaran yang diperoleh tersebut dilakukan analisis dengan cermat sehingga dapat diketahui tentang tujuan dari penelitian ini sendiri yaitu membuktikan permasalahan sebagaimana telah dirumuskan dalam perumusan permasalahan tersebut.

(22)

generalisasi”.20

F. Keaslian Penulisan

Maksud dari metode kualitatif yaitu menguraikan hasil penelitian pustaka (data sekunder).

Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara skripsi berjudul Kajian Yuridis Terhadap Kasus Wanprestasi Jual Beli Tanah (Studi Kasus Putusan No. 358/ Pdt. G/

2014/PN.Jkt.Tim Antara Hj. Faridah melawan Nani Suniarti), belum pernah dilakukan, namun ada beberapa penelitian sebelumnya terkait kasus wanprestasi jual beli tanah antara lain:

Linda Pradipta Devi. Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta (2008), dengan judul penelitian Kajian Yuridis Sengketa Jual Beli Tanah Karenawanprestasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No.

32/PDT.G/2007/PN.SKH). Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

1. Alasan-alasan yang diajukan pihak Penggugat sehingga melakukan gugatan dalam jual beli tanah dan bangunan tersebut.

2. Pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara gugatan perbuatan melawan hukum atas jual beli tanah dan bangunan dalam perkara perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh.

Kesimpulan penelitian bahwa Alasan-alasan yang diajukan pihak Penggugat sehingga melakukan gugatan dalam jual beli tanah dan bangunan yaitu Tergugat melakukan wanprestasi di mana tergugat dalam membayar jual beli

20 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 9

(23)

tanah dan bangunan seharga Rp. 170.000.000,-dibayar dengan uang tunai sebesar Rp. 70.000.000,- dan kekurangannya sebesar Rp. 100.000.000,- dibayar dengan 2 (dua) lembar cek, namun setelah dua lembar cek tersebut dikliringkan/dicairkan oleh Penggugat di Bank NISP Solo ditolak karena Rekening Giro telah ditutup.

Atas kejadian tersebut kemudian Penggugat menghubungi Tergugat I dan suaminya (Tergugat II) baik melalui telepon maupun ketemu langsung, namun setiap kali Penggugat menanyakan kekurangan pembayaran terhadap pembelian tanah dan bangunan SHM No. 5210 (obyek sengketa) kepada Tergugat I dan Tergugat II selalu menghindar yang pada pokok intinya tidak mau membayar.

Pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara gugatan perbuatan melawan hukum atas jual beli tanah dan bangunan dalam perkara perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh yaitu didasarkan pada isi surat gugatan Penggugat yang dihubungkan dengan alat bukti dan keterangan saksi, di mana batas-batas obyek sengkta yang tersebut dalam surat gugatan Penggugat dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah ternyata ada perbedaan pada batas sebelah Utara dan sebelah Selatan. Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Andika Putra Eskanugraha Universitas Jember Fakultas Hukum (2013), dengan judul penelitian Analisis Yuridis Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Pondasi Di Atas Tanah Hak Sewa Dengan Akta Di Bawah Tangan (Kajian

(24)

Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 410 K / Pdt / 2012). Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

1. Kesesuaian Antara Somasi Yang Memuat Syarat Batal Mengakibatkan Perjanjian Jual Beli Pondasi Di Atas Tanah Hak Sewa Dengan Akta Di Bawah Tangan Batal Demi Hukum

2. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Pondasi Di Atas Tanah Hak Sewa Dengan Akta Di Bawah Tangan

3. Kesesuaian Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 410 K / Pdt / 2012, Dengan Hukum Yang Berlaku

Kesimpulan penelitian syarat batal merupakan suatu syarat yang dapat dimuat pada klausula perjanjian.Somasi tidak boleh memuat syarat batal perjanjian, sebab syarat batal hanya terdapat pada klausula perjanjian dengan kesepakatan para pihak.Pasal 1266 KUH Perdata mengatur syarat batal perjanjian tidak mengakibatkan batal demi hukum (nietig), tetapi pembatalan perjanjian (vernietigbaar) dengan dimintakan kepada hakim (putusan pengadilan).Perjanjian yang dibuat para pihak tidak batal demi hukum karena terdapat somasi yang memuat syarat batal perjanjian didalamnya. Somasi merupakan surat peringatan yang tidak mempunyai kekuatan mengikat, kecuali pada pihaknya sendiri.

Sigit Darmadi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (2016), dengan judul penelitian Proses Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Jual Beli Tanah Atas Harta Bersama Yang Belum Dibagi Setelah Bercerai (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta), adapun permasalahan dalam penelitian ini :

(25)

1. Proses Perjanjian Jual Beli Tanah dan Jika Tanah Yang Dijual Itu Ternyata Bukan Tanah Milik Si Penjual Sendiri, Sehingga Si Penjual Dinyatakan Wanprestasi

2. Tanah Yang Dijual Itu Ternyata Bukan Tanah Milik Si Penjual Sendiri, Sehingga Si Penjual Dinyatakan Wanprestasi atas Perjanjian Jual Beli Tanah

Kesimpulan penelitian pemeriksaan persidangan ini dapat diambil suatu kesimpulan tentang hasil pembuktian dan telah diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut: terbukti telah terjadi peristiwa wanprestasi terhadap perjanjian jual beli tanah obyek sengketa yaitu bahwa Tergugat I dan Tergugat II menolak untuk menyerahkan sertifikat atas tanah obyek sengketa, padahal pihak Penggugat sudah memberikan uang pembayaran atas jual beli tanah obyek sengketa tersebut.

Sulastri Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan judul penelitian Analisis YuridisAspek Perjanjian Jual Beli Terhadap Putusan Nomor 03/Pdt.G/2015/PN.BTL (2017). Adapun permasalahan dalam penelitian ini :Putusan Pengadilan Negeri Bantul No. 03/PDT.G/2015/PN.BTL sudah sesuai dengan aspek perjanjian.

Kesimpulan penelitian ini Putusan Nomor 03/PDT.G/2015/PN.BTL, Adapun beberapa aspek-aspek dalam perjanjian, menurut penyusun bahwa, dengan berjalannya pelaksanaan perjanjian jual beli tersebut sudah masuk dalam aspek-aspek perjanjian.Dimana sudah dijelaskan oleh penyusun dalam Tinjauan

(26)

Umum mengenai perjanjian serta syarat sahnya perjanjian telah sesuai dengan peraturan aspek perjanjian. Hal tersebut didasarkan dan sudah dilihat dalam KUHPerdata yang diatur dalam Pasal 1313 yakni “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.”

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini merupakan penelitian asli yang didukung dengan penelitian terdahulu dan jurnal-jurnal serta artikel yang terkait dengan penelitian.Penulis dapat mempertanggungjawabkan baik secara ilmiah ataupun akademik.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika menulisan ini menjadi salah satu metode yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penulisan skripsi, sistematika penulisan ini merupakan pembahasan yang dilakukan penulis dengan membahas beberapa pokok pembahasan yang menjadi isi dari penulisan skripsi ini dan kemudian diuraikan menjadi beberapa bagian yang lebih khusus.Hal ini berguna untuk mempermudah penulis untuk menyususn isi skripsi ini dan juga agar pembaca dapat dengan mudah mengerti maksud dan pembahasan yang ditulis atau dituangkan didalam skripsi ini. Keseluruhan pembagian khusus penulisan skripsi ini ada 5 Bab, yaitu : BAB I. PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini penulis menjelaskan atau menjabarkan tentang hal-hal yang bersifat umum seperti latar belakang,

(27)

permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan, dan keaslian penulisan

BAB II PENENTUAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN

Dalam bab ini penulis menjabarkan atau menjelaskan tentang pengertian perjanjian, dasar hukum perjanjian, bentuk-bentuk perjanjian, syarat sahnya suatu perjanjian, kapan dimulainya suatu perjanjian dan perjanjian jual beli.

BAB III AKIBAT HUKUM PERBUATAN WANPRESTASI TERHADAP SUATU PERJANJIAN

Bab ini berisikan tentang apa yang dimaksud dengan wanprestasi, apa dasar hukum wanprestasi, jenis-jenis wanprestasi, kapan seseorang dinyatakan wanprestasi, apa akibat hukum yang di terima seseorang yang melakukan wanprestasi dan bagaimana penyelesaian hukum terhadap seseorang yang melakukan wanprestasi tersebut.

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DALAM

SENGKETA PERJANJIAN JUAL BELI DALAM PUTUSAN PERKARA NOMOR 358/PDT.G/2014/PN.JKT.TIM

Bab ini menjelaskan pembahasan tentang bagaimana proses pembelian tanah, penguraian kasus wanprestasi yang di lakukan oleh pihak penjual dan Akibat hukum yang timbul dalam wanprestasi perjanjian jual beli tanah, Pertimbangan hukum hakim

(28)

dalam kasus wanprestasi jual beli tanah yang di lakukan oleh pihak penjual.

BAB V PENUTUP

Bab ini bab yang terakhir, dimana dibab ini berisikan tentang kesimpulan atas uraian-uraian yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya. Dan juga saran yang diberikan yang berhubungan dengan skripsi ini.

(29)

BAB II

PENENTUAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN A. Pengertian dan Bentuk Hukum Perjanjian

Istilah perjanjian sering disebut juga dengan persetujuan, yang berasal dari bahasa Belanda yakni overeenkomst.21Perjanjian adalah suatu peristiwa yang terjadi ketika para pihak saling berjanji untuk melaksanakan perbuatan tertentu.Menurut Subekti perjanjian adalah peristiwa ketika seorang atau lebih berjanji melaksanakan perjanjian atau saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.22

Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang dinyatakan bahwa Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.23 KUHPerdata perjanjian diartikan hanya mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih, berbeda dengan pendapat dari Soebekti yang mengemukakan pengertian perjanjian yang lebih luas, yaitu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.24Menurut Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa perjanjian merupakan suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal di lingkungan lapangan harta kekayaan.25

21 Leli Joko Suryono, Pokok-pokok Perjanjian Indonesia, LP3M UMY, Yogyakarta, 2014, hlm 4

22Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan, Pustaka Setia, Bandung, 2011, hlm 119

23 Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit., hlm. 1.

24 Ibid

(30)

Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.26

Perjanjian merupakan perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak.27

Pada umumnya perjanjian tidak terikat adalah suatu bentuk tertentu, perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis.Untuk beberapa perjanjian tertentu, undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti, maka perjanjian itu tidak sah.Dengan demikian, perjanjian dalam bentuk tertulis menurut undang-undang bukanlah semata-mata

Perjanjian menciptakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang membuat, yaitu hubungan hukum yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak.

Berdasarkan definisi perjanjian tersebut di atas, dapat diartikan bahwa perjanjian adalah perbuatan/tindakan yang dilakukan dua orang atau lebih untuk melakukan suatu hal hingga tercapainya kata sepakatan dari para pihak di lingkungan harta kekayaan, yang dimaksud harta kekayaan dalam suatu perjanjian tidak hanya harta benda, tetapi kesehatan pun dapat dimaksudkan sebagai harta kekayaan. Karena kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan manusia dalam menjalani hidup.

26Sudarsono, Kamus Hukum, Rincka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 36

27Harlien Budiono. Ajaran Umum Hukum Perpajakan. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm 67

(31)

merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya suatu perjanjian.28

Tujuan diadakan perjanjian yaitu hasil akhir yang diperoleh pihak-pihak berupa pemanfataan, penikmataan dan pemilikan benda atau hak kebendaan sebagai pemenuhan kebutuhan pihak-pihak. Pemenuhan kebutuhan tidak akan tercapai jika dilakukan dengan mengadakan perjanjian antara pihak-pihak. Tujuan perjanjian yang akan dicapai oleh pihak-pihak tersebut harus halal, artinya tidak dilarang undang-undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan masyarakat.29

Perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu perjanjian tertulis dan lisan.Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan dan hanya berdasarkan kesepakatan dan kepercayaan diantara para pihak yang melakukan perjanjian.30

Unsur-unsur dalam perjanjian yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu unsur essentialia dan unsur non-essentialia.Unsur non-essentialia ini terbagi lagi menjadi dua yaitu unsur naturalia dan unsur accidentalia.Unsur essentialia adalah unsur yang harus ada dalam suatu perjanjian.Keberadaan dari suatu perjanjian

28Mariam Darus Badruldzaman, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm 65-66

29Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm 292

30Salim HS., Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan Kelima,

(32)

ditentukan dengan adanya unsur essentialia ini.Missal unsur essentialia dalam suatu perjanjian adalah adanya kata sepakat.31

Unsur naturalia adalah unsur dalam perjanjian yang ditentukan oleh undang-undang.Jadi pada dasarnya unsur naturalia ini ada karena ketentuan undang-undang.Namun walaupun unsur naturalia ada karena ketenutan undang- undang, para pihak boleh untuk mengesampingkannya.Hal tersebut karena ketentuan undang-undang dalam unsur naturalia bersifat mengatur atau menambah Unsur accidentalia adalah unsur tambahan dalam suatu perjanjian undang-undang tidak mengatur adanya ketentuan ini.Sesuai dengan namanya, unsur accidentialia adalah unsur yang sewaktu-waktu dapat ditambahkan oleh para pihak apabila unsur tersebut diperlukan.Unsur accidentialia ini adalah unsur yang bersifat tambahan.32

B. Perjanjian Jual Beli Tanah

Jual beli merupakan kontrak yang sangat popular dan sangat banyak digunakan orang, baik jual beli yang besar-besar sampai dengan jual beli yang kecil-kecil semacam jual beli permen di kios-kios.Terhadap semua jenis jual beli tersebut berlaku ketentuan hukum tentang jual beli.33

Jual beli menurut KUHPerdata adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dalam mana pihak yang satu (sipenjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk

31 8Herlien Budiono, Op.Cit., hlm 67

32I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 43-44

33 Munir Fuady, Op.Cit., hlm. 25

(33)

membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.34

Jual beli adalah suatu perjanjian, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar harga benda yang telah diperjanjikan (Pasal 1457 KUHPerdata). Bisanya sebelum tercapai kesepakatan, didahului dengan perbuatan tawar-menawar, yang berfungsi sebagai penentu sejak kapan terjadi persetujuan tetap.Sejak terjadinya persetujuan tetap, maka perjanjian jual beli tersebut baru dinyatakan sah dan mengikat sehingga wajib dilaksanakan oleh penjual paling banyak diadakan dalam kehidupan masyarakat.

Perkataan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal-balik itu adalah sesuai dengan Istilah Belanda “koop en verkoop” yang jujga mengandung pengertian bahwa pihakyang satu “verkoopt” (menjual) sedang yang lainnya “koopt” (membeli).

Dalam bahasa Inggris Jual-beli disebut dengan hanya “sale” saja yang berarti

“penjualan” (hanya dilihat dari sudutnya si penjual), begitu pula dalam bahasa Perancis disebut hanya dengan “vente” yang juga berarti “penjualan”, sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya perkataan “Kauf” yang berarti “pembelian”.

35

Istilah jual beli menyatakan bahwa terdapat dua pihak yang saling membutuhkan sesuatu melalui proses tawar-menawar (offer and

34 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 1-2

(34)

acceptance).Pihak pertama disebut penjual dan pihak kedua disebut

pembeli.Dalam bahasa inggris jual beli tersebut hanya dicakup dalam satu kata, yaitu sale lebih praktis lagi.Jual beli dapat diartikan sebagai perbuatan sehari-hari yang terjadi antara pihak yang menjual benda tertentu untuk sekadar memperoleh sejumlah uang dan pihak yang membeli untuk sekadar memperoleh sejumlah uang dan pihak yang membeli untuk sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Akan tetapi, secara khusus, jual beli dapat menjadi suatu mata pencaharian bagi pihak-pihak tertentu.Dalam hubungan ini, penjual dapat berstatus sebagai pedagang, agen yang disebut pengusaha yang menjalankan perusahaan.Dalam lalu lintas jual beli khusus, pihak penjual disebut perusahaan perdagangan, sedangkan pihak pembeli disebut konsumen.

Jual beli tanah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria, yaitu Undang-undang No. 5 Tahun 1960, yang selanjutnya diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 Jo PP No. 24 Tahun 1997, yang merupakan peraturan pelaksanaan daripada Undang-undang No.5 Tahun 1960. Yang menentukan bahwa jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).Jadi, jual beli hak atas tanah harus dilakukan di hadapan PPAT.Hal demikian sebagai bukti bahwa telah terjadi jual beli sesuatu hak atas tanah, dan selanjutnya PPAT membuat akta jual beli.

Perbuatan jual beli mencakup tiga istilah, yaitu persetujuan, penyerahan, dan pembayaran.Persetujuan adalah perbuatan yang menyatakan tercapainya kata

(35)

sepakat antara penjual dan pembeli mengenai objek dan persyaratan jual beli.Penyerahan adalah perbuatan mengalihkan hak milik atas objek jual beli dari penjual kepada pembeli.Sedangkan pembayaran adalah perbuatan menyerahkan sejumlah uang dari pembeli kepada penjual sebagai imbalan atas benda yang diterima.36

Persoalan lain yang perlu mendapat perhatian adalah berkenaan masalah risiko didalam perjanjian jual-beli. Risiko atas barang objek perjanjian jual beli Benda yang menjadi objek jual beli harus benda tertentu atau dapat ditentukan, baik bentuk (wujud), jenis, jumlah, maupun harganya dan benda itu memang benda yang boleh diperdagangkan.Dengan demikian, benda yang dijualbelikan itu statusnya jelas dan sah menurut hukum, diketahui jelas oleh calon pembeli, dijual ditempat terbuka (umum), dan tidak mencurigakan calon pembeli yang jujur.

Dalam kegiatan jual beli benda tertentu, calon pembeli menghendaki agar benda itu dicoba lebih dulu.Menurut Pasal 1463 KUHPerdata, jual beli yang dilakukan dengan percobaan atau mengenai benda yang biasa dicoba lebih dulu, selalu dianggap telah dibuat dengan syarat tangguh.Contohnya, jual beli kendaraan bermotor dan benda elektronik selalu dengan percobaan.Walaupun benda dan harga sudah disetujui, jual beli baru mengikat jika bendanya sudah dicoba dan memuaskan.

(36)

tidak sama, terdapat perbedaan sesuai dengan sifat keadaan barang-barang yang menjadi objek jual beli.37

1. Objek Jual Beli Tertentu

Risiko dalam jual beli barang tertentu telah beralih kepada pihak pembeli sejak adanya kata sepakat. Walaupun penyerahan barang belum terjadi, penjual tetap berhak menuntut pembayaran harga seandainya barang musnah (Pasal 1460 KUHPerdata);

2. Objek Jual beli Barang Timbangan

Objek jual beli yang terdiri barang yang dijual dengan timbangan, bilangan atau ukuran, risiko atas barang tetap berada dipihak penjual sampai barang itu ditimbang, diukur atau dihitung (Pasal 1461 KUHPerdata).

Jika barang yang dijual dengan “tumpukan” atau onggokan, barang-barang menjadi risiko pembeli, meskipun barang-barang itu belum ditimbang, diukur atau dihitung.

Dalam hubungan dengan kewajiban pihak penjual, dalam suatu kontrak jual beli, disamping kewajiban pihak penjual untuk menyerahkan barang kepada pihak penjual tersebut oleh hukum juga dibebankan kewajiban untuk

“menanggung”. Maksudnya adalah bahwa pihak penjual demi hukum mempunyai kewajiban untuk menjamin 2 (dua) hal sebagai berikut:38

1. Menanggung/menjamin bahwa penguasaan benda adalah aman dan tenteram. Maksudnya aman dari klaim pihak ketiga atas benda tersebut.

37 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, FH UII Press,Yogyakarta, 2005 hlm.

210

38Ibid. hlm. 26

(37)

2. Menanggung/menjamin bahwa pada benda tersebut tidak ada cacat yang tersembunyi.

Selanjutnya, apakah yang sebenarnya menjadi dasar hukum bagi suatu kontrak jual beli itu. Sebenarnya, yang menjadi sumber hukum dari kontrak jual beli tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, buku ke-3 (tiga) tentang perikatan.

2. Undang-undang tentang Pertanahan sejauh yang menyangkut dengan jual beli tanah.

3. Hukum adat setempat terhadap jual beli yang terkait dengan masyarakat adat.

4. Yurispudensi.

5. Perjanjian internasional sejauh yang menyangkut dengan jual beli internasional.

6. Kebiasaan perdagangan, baik nasional maupun internasional.

7. Doktrin atau pendapat ahli.

Hubungan kewajiban dan hak adalah keterikatan penjual untuk menyerahkan benda dan memperoleh pembayaran, keterikatan pembeli untuk membayar harga dan memperoleh benda. Dengan demikian, jelas bahwa jual beli adalah bagian dari suatu sistem hukum yang memiliki unsur-unsur sistem berikut ini:39

a. Subjek hukum, yaitu pihak penjual dan pembeli.

(38)

b. Status hukum, yaitu untuk kepentingan sendiri atau pihak lain.

c. Peristiwa hukum, yaitu persetujuan penyerahan hak milik dan pembayaran.

d. Objek hukum, yaitu benda dan harga.

e. Hubungan hukum, yaitu keterikatan kewajiban dan hak pihak-pihak.

Sesuai dengan asas konsensual yang menjadi dasar perjanjian, jual beli itu sudah terjadi dan mengikat pada saat tercapai kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai benda dan harga sebagai unsur esensial perjanjian jual beli.Ketika pihak penjual dan pembeli menyatakan setuju tentang benda dan harga, ketika itu pula jual beli terjadi dan mengikat secar sah kedua belah pihak.40

Menurut Hartono Hadisoprapto, jual beli perniagaan adalah perjanjian jual beli didalam dunia perniagaan, yaitu antara orang-orang yang melakukan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari. Seperti yang terjadi dalam ekspor Menurut ketentuan Pasal 1458 KUHPerdata, jual beli dianggap sudah terjadi ketika penjual dan pembeli mencapai kata sepakat tentang benda dan harga meskipun benda belum diserahkan dan harga belum dibayar. Kata sepakat yang dimaksud adalah apa yang dikehendaki oleh penjual sama dengan apa yang dikehendaki oleh pembeli. Tercapainya kata sepakat itu biasanya dinyatakan dengan ucapan setuju atau kata lain yang dimaksudnya sama dengan itu tentang benda dan harga.

40Ibid. hlm. 319

(39)

impor, ini merupakan jual beli antar Negara yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan perniagaan sebagai pekerjaannya.41

Prof. Subekti menyatakan bahwa asas tersebut dapat disimpulkan dari Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang unsur-unsur dan syarat-syarat perjanjian sah. Salah satu diantaranya adalah “persetujuan kehendak” atau “kata sepakat” antara pihak-pihak, dalam hal ini penjual dan pembeli tanpa diperlukan formalitas apapun, seperti tulisan ataupun pemberian panjar. Sejak tercapai kata sepakat, maka perjanjian jual beli itu sah dan mengikat kedua belah pihak untuk memnuhinya.

Jika persetujuan itu dinyatakan secara tertulis, biasanya tulisan beserta paraf atau tanda tangan dicantumkan pada tulisan itu sebagai bukti bahwa penjual setuju menyerahkan hak milik atas benda kepada pembeli.Sebaliknya, juga pembeli setuju membayar sejumlah uang kepada penjual sebagai harga benda yang diserahkannya itu dengan memperoleh tanda lunas pembayaran.

42

Menurut ketentuan Pasal 1471 KUHPerdata, jual beli benda milik orang lain adalah batal dan menjadi dasar untuk mengganti kerugianj, jika pembeli tidak mengetahui bahwa benda itu milik orang lain. Menurut ketentuan Pasal 1472 KUHPerdata, jika pada saat penjualan benda yang dijual itu telah musnah, jual beli itu batal, akan tetapi, atau jika hanya sebagian yang musnah, pembeli dapat membatalkan jual beli atau dapat menuntut bagian yang masih ada dengan harga yang seimbang.

41Ibid.

(40)

Dalam praktik perdagangan, penjual menyatakan dengan tegas bahwa benda yang dijual itu adalah miliknya yang sah dapat diketahui oleh pembeli yang beriktikad baik.Jika ternyata bahwa benda yang dijual itu bukan milik penjual, maka jual beli batal.Jika benda itu diambil oleh pemiliknya yang sah, pembeli berhak memperoleh ganti kerugian atas harga yang telah dibayarnya itu.Namun, jika pembeli mengetahui bahwa benda yang dibelinya itu bukan milik penjual (itikat jahat), pembeli tidak berhak memperoleh ganti kerugian.43

C. Syarat Sahnya dan Akibat Hukum Perjanjian

Dalam membuat perjanjian para pihak dapat memuat segala macam perikatan, sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang terkandung dalam Buku III KUH Perdata, akan tetapi asas kebebasan berkontrak yang bukan berarti boleh memuat perjanjian secara bebas, melainkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk syahnya perjanjian. Maksud kebebasan berkontrak bebas untuk menentukan isi dan macamnya perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan atau ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata).

Dalam naskah asli (bahasa Belanda) Pasal 1320 KUH Perdata tidak dirumuskan dengan kata-kata “syarat sahnya perjanjian”, tetapi dengan kata-kata

“syarat adanya perjanjian” (bestaanbaarheid der overeenkomsten). Perumusan kalimat “syarat adanya perjanjian” tersebut kurang tepat. Dikatakan tidak tepat karena adakalanya suatu perjanjian tidak memenuhi salah satu syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUH Perdata tersebut, tetapi tidak mengakibatkan batalnya

43Ibid. hlm. 320

(41)

atau tidak sahnya perjanjian. Dalam halnya kontrak mengandung cacat kehendak, karena adanya kesepakatan mengandung paksaan, penipuan, kekeliruan, atau penyalahgunaan keadaan hanya membawa akibat dapat dibatalkan.Demikian juga dalam hal perjanjian dibuat oleh pihak yang tidak cakap membuat perjanjian tidak berakibat batalnya perjanjian itu.Sepanjang tidak ada pembatalan perjanjian, perjanjian tersebut tetap sah.44

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga ia diakui hukum (legally concluded contract). Menurut ketentuan pasal 1320 KUH Perdata, syarat-syarat sah perjanjian adalah:

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bahkan hanya dengan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan.45

44 Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, 2013 hlm.167.

45 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajagrafindo Persada,

(42)

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan perbauatan hukum.46

(1) Anak yang belum mencapai umur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaanya.

Pandangan yang berkembang pada saat ini telah banyak menggunakan usia 18 tahun sebagai dasar untuk menetapkan standar usia dewasa. Pandangan tersebut beranjak dari penafsiaran terhadap rumusan Pasal 47 jo. 50 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 47 UU Perkawinan menegaskan bahwa :

(2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan.47

3. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek suatu perjanjian.Menurut Pasal 1333 KUHPerdata barang yang menjadi obyek suatu perjanjian ini haruslah tertentu, setidaknya haruslah dapat ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian

46 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm .24

47 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2011, hlm. 186

(43)

dapat ditentukan atau diperhitungkan.48

4. Suatu sebab yang halal

Sebelumnya, dalam Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata ditentukan bahwa barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari juga dapat menjadi objek suatu perjanjian.

Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk sahnya perjanjian.Mengenai syarat ini Pasal 1335 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang terlarang, tidak mempunyai kekuatan.49

Sedangkan dalam Pasal 1337 KUH Perdata berbunyi: “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum” Dari kedua pasal diatas dapat disimpulkan suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau karena suatu sebab yang terlarang maka perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.

Suatu sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 dan Pasal 1337 KUH Perdata. Pasal 1335 KUH Perdata berbunyi: “Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum tetap”.

50

Syarat 1 dan 2 dinamakan syarat-syarat subjektif karena mengenai subjek karena yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat 3 dan 4 dinamakan syarat- syarat objektif karena mengenai objek perjanjian. Apabila syarat-syarat subjektif

48Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, Cetakan Ketujuh, 2004, hlm 211

49Ibid.

50 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.

(44)

tidak dipenuhi.Perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas.Hak untuk meminta pembatalan perjanjian ini dibatasi dalam waktu 5 tahun (Pasal 1454 BW).Selama tidak dibatalkan perjanjian tersebut tetap mengikat.Sedangkan apabila syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi, perjanjiannya batal demi hukum.Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada perikatan.Sehingga tiada dasar untuk saling menuntut di muka pengadilan.51

1. Perjanjian hanya berlaku di antara para pihak yang membuatnya.

Syarat pertama dan kedua yaitu unsur kesepakatan dan kecakapan menyangkut subjek perjanjian, keduanya disebut syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat yaitu unsur yang berkenaan dengan materi atau objek perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal disebut syarat objektif.Dengan adanya pembedaan ini, akibat hukum yang ditimbulkan juga berbeda.Apabila unsur pertama dan kedua yang berarti syarat subjektif tidak terpenuhi, akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh hakim melalui pengadilan (voidable atau vernietigbaar), sedangkan pada unsur ketiga dan keempat atau syarat objektif tidak terpenuhi maka akibat hukumnya adalah batal demi hukum (null and void atau nietig verklaard).

Akibat dari hukum suatu perjanjian, yaitu akan mengakibatkan :

51Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hlm 213

(45)

Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya.52

a. Perjanjian konsensual, dikatakan berlaku apabila sudah terdapat kata sepakat diantara para pihak.

Dengan demikian jelaslah bahwa prestasi yang dibebankan oleh KUHPerdata bersifat personal dan tidak dapat dialihkan begitu saja, jadi perjanjian tersebut akan melahirkan perikatan di antara para pihak dalam perjanjian-perjanjian mulai berlaku bagi para pihak dapat dilihat dari jenis perjanjiannya, yaitu :

b. Perjanjian riil, dikatakan berlaku sejak sesudah terjadinya penyerahan barang atau kata sepakat bersamaan dengan penyerahan barangnya.

c. Perjanjian formal, dikatakan berlaku apabila telah ditandatangani oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut, biasanya dibuat secara tertulis yang telah ditetapkan dengan formalitas tertentu.53

2.Perjanjian mengikat sebagai undang-undang.

Dijelaskan dalam Pasal 1338 KUHPerdata bahwa, semua perjanjian yang telah dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya; tidak dapat dibatalkan tanpa adanya persetujuan dari kedua belah pihak; dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik (te goeder trouw, in good faith). Perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai kekuatan mengikat dan

52Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm. 63

53Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari

(46)

memaksa untuk melaksanakan perjanjian serta memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang membuatnya.54

1. Perjanjian yang dapat dibatalkan.

Demikian pula menurut Pasal 1339 KUHPerdata suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang. Akibat hukum perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, apabila suatu perjanjian tidak memenuhi persyaratan dalam Pasal 1320 KUHPerdata maka perjanjian menjadi tidak sah.

Akibat hukum perjanjian yang tidak sah dapat dibedakan, antara lain:

Secara prinsip suatu perjanjian yang telah dibuat dapat dibatalkan jika perjanjian tersebut dalam pelaksanaannya akan merugikan pihak-pihak tertentu serta apabila tidak memenuhi syarat subjektif yaitu syarat kesepakatan dan syarat kecakapan seperti yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata.55

Suatu perjanjian dikatakan batal demi hukum, apabila terjadi pelanggara terhadap syarat objektif yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal.

2.Perjanjian yang batal demi hukum.

56

54Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia,Cetakan Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 305

55Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit, hlm. 172

56Handri Raharjo, Op. Cit, hlm. 57

(47)

Akibat hukum yang muncul yaitu ditinjau dari sistematika hukum atau termasuk dalam bidang hukum yang mana, maka dibedakan dalam berbagai macam yaitu:

1. Perjanjian kekeluargaan. Hukum keluarga merupakan bagian dari hukum perorangan. Salah satu bagian penting dari hukum keluarga adalah hukum perkawinan. Hukum perkawinan merupakan keseluruhan peraturan yang mengatur tentang perkawinan. Pada asasnya perkawinan didasarkan atas kata sepakat dan menimbulkan hak dan kewajiban antara kedua calon suami-isteri, tetapi akibat hukum yang ditimbulkan hanya dalam hukum keluarga saja dan hak serta kewajiban tersebut ada di luar hukum kekayaan, kecuali yang ada dalam lapangan hukum harta perkawinan. Jadi perkawinan sebenarnya juga merupakan suatu perjanjian, tetapi perjanjian ini berbeda dengan perjanjian menurut Buku III KUHPerdata57

2. Perjanjian kebendaan. Perjanjian kebendaan dimaksudkan untuk mengoperkan, mengalihkan benda atau hak atas benda, di samping untuk menimbulkan, mengubah atau menghapuskan hak kebendaan. Perjanjian kebendaan pada umumnya merupakan pelaksanaan dari suatu perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir menimbulkan kewajiban-kewajiban, antara lain untuk menyerahkan objek perjanjian dan sekaligus perjanjian obligatoir diadakan dengan tujuan untuk mengoper hak kebendaan. Oleh

57Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Bina Aksara, Jakarta,

(48)

karena itu maka perjanjian obligatoir diikuti dengan perjanjian kebendaan.58

3. Perjanjian obligatoir Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadinya perjanjian, timbullah hak dan kewajiban para pihak.

Perjanjian kebendaan diatur dalam Buku II KUHPerdata.

59 Pada asasnya perjanjian obligatoir baru melahirkan perikatan saja, dalam arti bahwa hak atas objek perjanjian belum beralih. Untuk peralihannya masih diperlukan adanya penyerahan.60 D. Penentuan Wanprestasi Dalam Perjanjian

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa belanda

“wanprestatie”. Wan berarti buruk atau jelek dan prestatie berarti kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Jadi, wanprestasi adalah prestasi yang buruk atau jelek.Secara umum artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.61Wanprestasi adalah suatu keadaan menurut hukum perjanjian, dimana seseorang tidak melaksanakan prestasi sebagaimana yang telah diperjanjikan,62 dan bila terjadi wanprestasi, pasti terjadi pelanggaran terhadap kepentingan hukum, suatu kepentingan yang diatur dan dilindungi oleh hukum.63

58Satrio, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 48-49

59 Muhammad, Hukum Perikatan, Op.Cit., hlm. 87

60 Satrio, Hukum Perikatan., Op.Cit., hlm 38

61 Buku Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama),Op.Cit., hlm.278-279.

62 P.N.H. Simanjuntak, PokokPokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2009, hlm. 339-340.

63 J. Satrio, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin, dan Yurispridensi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 8.

Ketentuan Pasal 1313

(49)

KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih64 sehingga pihak yang tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati tersebut, dinyatakan wanprestasi.65

a. Memberikan sesuatu

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak, akan menimbulkan sesuatu untuk dilaksanakan oleh pihak yang membuatnya. Sesuatu yang harus dilaksanakan oleh para pihak inilah yang dimaksudkan dengan prestasi.Prestasi ini merupakan pokok dari perjanjian. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata prestasi dapat berwujud :

b. Berbuat sesuatu c. Tidak berbuat sesuatu

Pemenuhan suatu prestasi ini tidak selamanya dapat terlaksana, ada kalanya prestasi tidak dapat dipenuhi disebabkan salah satu pihak karena kesalahannya tidak dapat memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan.Keadaan yang demikian inilah yang disebut dengan wanprestasi.66

1. Tidak melkaukan apa yang disanggupi sebagaimana dalam perjanjian Wanprestasi yang dilakukan debitur dapat berupa empat hal yaitu:

2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sesuai sebagaimana diperjanjikan

3. Melakukan yang diperjanjikan tetapi terlamabat

64 Frans Satriyo Wicaksono, Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak, Visimedia, Jakarta, 2008, hlm. 2.

65 Djaja S. Meliala, Hukum Perdata dalam Perspektif BW, Nuansa Aulia, Bandung, 2012, hlm. 177.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: 1 Pelaksanaan Bimbingan belajar dilakukan setelah menghadapi UTS, pelaksnaanya di lakukan di luar jam pelajaran setelah pulang sekolah

Hubungan kemampuan siswa mentransformasi cerita pendek ke dalam film berorientasi pendidikan karakter siswa pada kelas eksperimen, diperoleh koefisien korelasi

Buku Petunjuk Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi RSCM Untuk Perekam Medis Unit Manajemen Sistem Informasi ©2016. 30

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dukungan keluarga yang diterima oleh responden di TK ABA Mlangi, Gamping, Sleman, Yogyakarta dari

kegairahan kerja adalah : Melakukan pekerjaan secara lebih giat, sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik serta adanya

Pada pantun bajawek di atas penutur pantun berusaha mengkonkretkan kata-katanya mamukek urang di Tiagan, rami dek anak Simpang Tigo. Dengan kata-kata yang

Penelitian ini mengatakan bahwa semakin tinggi presentase kepemilikan oleh dewan direksi, maka tingkat dividen tunai juga semakin tinggi Hal ini menunjukkan bahwa

Jumlah penumpang yang menggunakan angkutan laut melalui pelabuhan diusahakan di Sulawesi Tengah pada bulan November sebesar 3.397 orang, terdiri dari penumpang