PENURUNAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN SEMESTER MELALUI TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA
SISWA KELAS X DI SMA N 1 PLERET
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Hadiya Risyadi NIM 11104244051
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v
MOTTO
Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang.
Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh
(Andrew Jackson)
Janganlah hidup dalam kecemasan karena hanya akan membuatmu takut untuk
maju dan berhasil
vi
PERSEMBAHAN
Persembahan karyaku sebagai tanda kasihku kepada
Bapak (Alm. Suparman) dan Ibuku (Umayah) tercinta atas segala kasih sayang, cinta, pengorbanan, dan doa yang selalu dipanjatkan, semoga Allah
senantiasa memberikan rahmat serta kebahagiaan untuk keluarga ini.
Kakak-kakakku (Risdianto dan Dede Wahyudi) tersayang, terima kasih atas dorongan semangat serta canda dan tawa.
Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta.
vii
PENURUNAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN SEMESTER MELALUI TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA
SISWA KELAS X DI SMA N 1 PLERET
Oleh Hadiya Risyadi NIM 11104244051
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipenurunan tingkat kecemasan siswa kelas X dalam menghadapi Ujian Semester di SMA N 1 Pleret dan prosesnya melalui teknik desensitisasi sistematis.
Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan (action research) dengan pendekatan kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah lima siswa kelas X.1 SMA N 1 Pleret yang mempunyai kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester kategori tinggi. Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan Skala Kecemasan dan pedoman observasi. Uji validitas instrumen menggunakan validitas logis dengan expert judgement, sedangkan uji skala realibilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach dan diperoleh koefisien reliabilitas skala kecemasan sebesar 0,877. Untuk mengetahui adanya penurunan kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester melalui teknik desensitisasi sistematis digunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan kriteria keberhasilan sedang sampai dengan rendah dan uji wilcoxon.
Hasil penelitian ini yaitu: 1) kecemasan siswa dapat diturunkan melalui teknik desensitisasi sistematis. Penurunan kecemasan siswa dibuktikan dengan perolehan rata-rata pre-test sebesar 126,6 atau kategori tinggi menjadi 99,2 atau kategori rendah setelah post-test. 2) Proses menurunkan kecemasan melalui teknik desensitisasi sistematis yaitu dengan mengidentifikasi kondisi yang menyebabkan kecemasan, kemudian mengubahnya dengan kondisi yang lebih nyaman melalui relaksasi dengan proses berulang-ulang dengan tujuan melawan kondisi kecemasan, sehingga membuat kecemasan sedikit demi sedikit menurun atau bahkan sampai tidak mengalami kecemasan lagi
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankanlah peneliti mengucapkan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan
kesempatan untuk menempuh pendidikan di Universitas Negeri
Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang
telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian, sehingga peneliti
dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah menerima
dan menyetujui judul penelitian ini.
4. Ibu Yulia Ayriza, M. Si. Ph. D. Dosen pembimbing yang penuh dengan
kesabaran dalam memberikan bimbingan, motivasi, dan dorongan yang
tiada henti-hentinya.
5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang
ix
6. Bapak Drs Imam Nurrohmat kepala sekolah SMA N 1 Pleret Bantul
Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian sehingga peneliti dapat
melakukan penelitian di SMA N 1 Pleret Bantul Yogyakarta.
7. Bapak Drs. Rusdiyanto dan Ibu Siti Qomariyah S. Pd guru bimbingan dan
konseling SMA N 1 Pleret Bantul Yogyakarta yang telah banyak
membantu pelaksanaan penelitian.
8. Siswa-siswi SMA N 1 Pleret Bantul Yogyakarta atas kesediaannya
membantu dalam pelaksanaan penelitian.
9. Sahabatku tersayang Rully, Denny, Febrian, Zahrul, Kristianti, Dafid, dan
semua teman-teman BK A 2011 yang tiada henti memberikan semangat,
dorongan, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
10.Kekasih tercinta yang selalu mendoakan serta memberikan perhatian,
pengertian, kesabaran, dan dukungan semangat, terutama disaat
penyusunan skripsi ini.
11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang sudah
memberikan bantuan dan dukungan demi terselesaikannya skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, peneliti mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang
membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi
pembaca.
Yogyakarta, 18 Oktober 2015
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... . iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB IPENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 9
C.Batasan Masalah... 10
D.Rumusan Masalah ... 10
E.Tujuan Penelitian ... 11
F. Manfaat Penelitian... 10
G.Definisi Operasional ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Kajian Teori Mengenai Kecemasan ... 14
1. Pengertian Kecemasan ... 14
2. Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Semester ... 16
3. Ciri-ciri Kecemasan ... 17
xi
5. Jenis-jenis Kecemasan ... 22
6. Gangguan Kecemasan ... 25
7. Dampak Kecemasan ... 27
8. Penanggulangan Kecemasan ... 29
B.Kajian Teori Mengenai Teknik Desensitisasi Sistematis ... 31
1. Pengertian Teknik Desensitisasi Sistematis ... 31
2. Tujuan dan Manfaat Teknik Desensitisasi Sistematis ... 33
3. Tahapan Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis ... 35
4. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Desensitisasi Sistematis ... 38
C.Teknik Desensitisasi Sistematis untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Semester... 39
D.Kerangka Pikir ... 42
E.Hipotesis Tindakan ... 44
F. Pertanyaan Penelitian ... 45
BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian ... 46
B.Subjek Penelitian ... 47
C.Variabel Penelitian ... 48
D.Tempat, Waktu, dan Setting Penelitian ... 49
E.Desain Penelitian ... 50
F. Teknik Pengumpulan Data ... 52
1. Kuesioner ... 52
2. Observasi... 53
G.Instrumen Penelitian ... 53
1. Skala Kecemasan ... 54
2. Pedoman Observasi ... 59
H.Rencana Tindakan ... 60
1. Pra Tindakan ... 60
2. Rancangan Tindakan ... 61
3. Observasi... 65
xii
I. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 66
1. Uji Validitas Instrumen ... 66
2. Uji Realibilitas Instrumen ... 68
J. Teknik Analisis Data ... 69
K.Kriteria Keberhasilan ... 71
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 72
1. Tempat Penelitian ... 72
2. Waktu Penelitian ... 73
B.Subjek Penelitian ... 75
C.Pra Tindakan ... 76
D.Hasil Pelaksanaan Tindakan ... 79
1. Perencanaan ... 79
2. Tindakan ... 80
3. Hasil Tindakan ... 94
4. Refleksi dan Evaluasi ... 97
E.Pengujian Hipotesis Wilcoxon Match Pairs Test ... 99
F. Pembahasan Hasil Data ... 101
G.Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian ... 106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 107
B.Saran ... 108
Daftar Pustaka ... 109
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1.Kisi-kisi Skala Kecemasan Menghadapi Ujian Semester ... 56
Tabel 2. Penskoran Aitem ... 58
Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Observasi ... 60
Tabel 4. Rangkuman Aitem Gugur dan Sahih ... 67
Tabel 5. Kategorisasi Kecemasan ... 70
Tabel 6. Kegiatan Pemberian Tindakan ... 73
Tabel 7. Hasil Pre-test Kelas X. 1 ... 78
Tabel 8. Data Penurunan Skor Kecemasan Siswa ... 96
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Pengaruh Desensitisasi Sistematis Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan ... 49 Gambar 2. Proses Dasar Penelitian Tindakan dimodifikasi dari Burns ... 51 Gambar 3. Skema Penurunan Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ujian
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1 Uji Coba Skala Kecemasan... 112
Lampiran 2 Rekapitulasi Uji Coba Skala Kecemasan ... 119
Lampiran 3 Skala Kecemasan ... 127
Lampiran 4 Hasil Uji Pre-test ... 133
Lampiran 5 Daftar Hadir ... 138
Lampiran 6 Lembar Persetujuan ... 140
Lampiran 7 Daftar Pengkondisian ... 142
Lampiran 8 Daftar Identifikasi Hirarki Kecemasan ... 144
Lampiran 9 Hasil Uji Post-test ... 146
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah sebuah perhiasan dalam kemakmuran dan tempat
bernaung dalam kesengsaraan. Pendidikan bukanlah persiapan hidup karena
pendidikan adalah hidup itu sendiri. Pendidikan merupakan hal yang
terpenting dalam kehidupan, hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak
untuk mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang di
dalamnya. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda
agar menjadi sumber daya manusia yang mampu bersaing dalam era
persaingan bebas. Melalui pendidikan, taraf hidup suatu bangsa akan
meningkat, karena dengan pendidikan dapat meningkatkan kualitas serta
mengembangkan potensi sumber daya manusia. Seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, bahwa tujuan
Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003).
Dalam dunia yang kompetitif saat ini, tidak bijaksana apabila
mengabaikan pentingnya pendidikan untuk pengembangan masyarakat secara
keseluruhan. Meningkatkan mutu pendidikan adalah jawaban dan suatu
keharusan yang dilakukan untuk menciptakan sumber daya manusia yang
2
maka diadakan perbaikan dan peningkatan dalam standarisasi sistem
pendidikan yang sudah ada, dengan disesuaikan perkembangan yang terjadi.
Penyelenggaraan Ujian Nasional merupakan bentuk evaluasi guna
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yang dilakukan pemerintah serta
dijadikan sebagai salah satu penentu kelulusan dan dasar keberlanjutan
pendidikan siswa ke jenjang berikutnya. Pada Permendikbud No. 144 Tahun
2014 tentang kriteria kelulusan siswa dalam Bab I bagian V, menjelaskan
Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan
penilaian pencapaian standar kompetensi lulusan secara nasional pada mata
pelajaran tertentu (Kemdiknas, 2014).
Pelaksanaan Ujian Nasional pada beberapa tahun terakhir selalu penuh
dengan kontroversial yang menimbulkan pro dan kontra di dunia pendidikan.
Pro dan kontra timbul karena nilai UN dijadikan satu-satunya penentu
kelulusan siswa. Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah Anies
Baswedan mengungkapkan bahwa pemerintah tidak akan menghapus Ujian
Nasional, namun hasil Ujian Nasional tidak jadi tolok ukur kelulusan, Ujian
Nasional 2014/2015 hanya dijadikan pemetaan pemerataan kualitas
pendidikan nasional (Kompasiana, 2014).
Sebagai upaya untuk mengurangi polemik tentang pengadaan Ujian
Nasional pada tahun ajaran 2014/2015 Pemerintah dan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) menggunakan formula baru yang tertuang
dalam Permendikbud No. 144 Tahun 2014 berkenaan kriteria kelulusan Ujian
3
untuk Ujian Nasional SMA/MA/SMALB/SMK/MAK adalahnilai akhir setiap
mata pelajaran yang di Ujian Nasional-kan paling rendah 4,0 dan rata-rata
nilai akhir untuk semua mata pelajaran paling rendah 5,5. Sistem
penghitungan nilai sebagai penilaian kelulusan adalah 50% nilai sekolah +
50% nilai Ujian Nasional. 50% nilai sekolah terdiri dari 70% Nilai Rapor +
30% Nilai Ujian Sekolah.
Perbedaan yang paling mencolok adalah kelulusan tidak hanya
ditentukan dari nilai Ujian Nasional saja seperti tahun-tahun sebelumnya,
tetapi ditentukan juga oleh nilai sekolah. Nilai sekolah ini ialah nilai
gabungan antara nilai Ujian Sekolah dengan Nilai rata-rata rapor.
Pada tahun ajaran 2013/2014, pengumuman hasil Ujian Nasional yang
mana tes sudah dilaksanakan pada tanggal 14-16 April 2014, pada tahun
ajaran tersebut tercatat tingkat kelulusan Ujian Nasional jenjang SMA/MA
mencapai 99,52% dari total peserta Ujian Nasional SMA/MA yang berjumlah
1.632.757 siswa, sebanyak 7.811 (0,48%) dinyatakan tidak lulus (Aktual
Post, 20 Mei 2014). Pada tahun ajaran 2014/2015, dengan menggunakan
formula baru diharapkan lebih meningkatkan lagi kelulusan siswa dalam
Ujian Nasional.
Keberhasilan pada peningkatan kelulusan siswa SMA yang hampir
merata di berbagai daerah dengan menggunakan formula baru ternyata
menimbulkan sebuah sumber ketakutan dan presepsi-prespsi baru yang
negatif bagi siswa terhadap Ujian Semester. Berdasarkan hasil pengamatan
4
mengetahui sistem kelulusan yang baru.Ketakutan siswa dalam menghadapi
Ujian Semester semakin besar, hal ini diakeranakan bagi siswa saat ini nilai
dari Ujian Semester menjadi memiliki peran yang lebih penting lagi, selain
sebagai penentu kenaikan kelas juga dijadikan sebagai salah satu penentu
kelulusan siswa. Mendapatkan nilai terbaik di Ujian Nasional saat ini belum
dapat menyelamatkan siswa untuk lulus sekolah, sehingga siswa harus lebih
sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal-soal Ujian Semester apabila ingin
lulus sekolah. Perasaan takut serta memiliki presepsi negatif terhadap Ujian
Semester itu dapat disebut sebagai kecemasan dalam menghadapi Ujian
Semester.
Hal ini diperkuat berdasarkan hasil penelitian kecemasan menghadapi
Ujian Semester yang dilakukan oleh I Gede Tresna (2011: 103) menyatakan
bahwa kecemasan menghadapi Ujian Semester dipicu oleh kondisi pikiran,
perasaan dan perilaku motorik yang tidak terkendali. Manifestasi kognitif
yang tidak terkendali menyebabkan kondisi menjadi tegang, manifestasi
afektif yang tidak terkendali mengakibatkan timbulnya perasaan akan
terjadinya hal buruk, dan perilaku motorik yang tidak terkendali
menyebabkan siswa menjadi gugup dan gemetar saat menghadapi Ujian
Semester. Sebuah penelitian oleh Ayu Kurnia Sari (2012: 2) menyatakan
bahwa di sekolah, banyak sekali faktor pemicu timbulnya kecemasan pada
diri siswa. Target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang
kompetitif, pemberian tugas yang sangat padat, serta sistem penilaian yang
5
faktor kurikulum, sedangkan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang
menimbulkan kecemasan adalah, bahwa siswa memersepsikan kondisi atau
situasi yang akan dihadapinya tersebut dirasa sulit untuk menyelesaikannya.
Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa Ujian Semester menjadi salah satu penyebab timbulnya
kecemasan pada siswa. Perasaan takut serta memiliki persepsi yang negatif
terhadap Ujian Semester itu dapat disebut sebagai kecemasan dalam
menghadapi Ujian Semester.
Kecemasan menghadapi Ujian Semester tampak terjadi di SMA N 1
Pleret. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling
di SMA N 1 Pleret, siswa kelas X mengalami kecemasan dalam menghadapi
Ujian Semester.erdasarkan hasil pengamatan, kecemasan tampak terjadi pada
siswa kelas X.1 di SMA Negeri 1 Pleret, apabila tidak mendapat penanganan,
maka siswa yang mengalami kecemasan akan menjadi semakin parah,
sehingga dapat berdampak negatif pada dirinya. Siswa kelas X.1 yang
mengalami kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester itu terlihat dari
reaksi fisik mereka yang terlihat gugup dan tegang ketika sedang menghadapi
Ujian Semester.
Menanggapi permasalahan tersebut dan terkait dengan kewajiban
konselor sekolah, maka sudah tentunya dibutuhkan model konseling yang
efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan siswa tersebut yang
penyebabnya sangat variatif., maka dari itu guru bimbingan dan konseling
6
desensitisasi sistematis ini untuk menurunkan tingkat kecemasan siswa dalam
menghadapi Ujian Semester.
Berdasarkan wawancara langsung dengan guru bimbingan dan
konseling serta siswa SMA N 1 Pleret didapatkan informasi bahwa di SMA N
1 Pleret ini memang belum mendapatkan layanan bimbingan dan konseling
secara maksimal. Hal ini dikarenakan dengan tidak adanya jam bimbingan
konseling klasikal, sehingga guru bimbingan dan konseling hanya masuk
kelas setiap ada jam kosong sebagai pengganti saja, namun itupun masih
dirasa tidak efektif. Keadaan ini tentu saja membuat siswa tidak dapat
merasakan layanan bimbingan dan konseling sebagaimana mestinya, serta
belum sepenuhnya dapat memahami dan menjadikan bimbingan dan
konseling sebagai sarana dalam mendapatkan layanan bimbingan dan
konseling yang dibutuhkan. Selain itu, teknik yang digunakan oleh guru
bimbingan dan konseling hanya ceramah dan pemberian saran serta solusi,
sehingga perlu pula teknik-teknik lain yang lebih efektif dan menarik bagi
siswa. Salah satunya peneliti memilih teknik desensitisasi sistematis untuk
menurunkan tingkat kecemasan siswa dalam mengahdapi Ujian Semester di
SMA N 1 Pleret.
Wolpe (dalam Corey, 2009: 209) telah mengembangkan suatu respon
yakni relaksasi, yang secara psikologis bertentangan dengan kecemasan yang
secara sistematis disosialisasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang
7
untuk menangani fobia, tetapi keliru apabila menganggap teknik ini hanya
dapat diterapkan pada penanganan ketakutan-ketakutan.
Teknik ini bisa diterapkan secara efektif pada berbagai situasi
pengahasil kecemasan terhadap ujian, kecemasan-kecemasan neurotik, serta
impotensi dan frigditas seksual. Dalam relaksasi konseli dianjurkan untuk
membayangkan situasi-situasi yang membuat santai seperti duduk di pinggir
pantai, danau atau tempat santai lainnya. Hal yang terpenting adalah konseli
diminta untuk mencapai keadaan tenang atau relaks, sehingga merasakan
suatu kedamaian. Dalam penelitian ini, selain dianjurkan seperti cara yang
sudah dipaparkan, peneliti juga menganjurkan cara-cara lain yang dapat
digunakan oleh siswa dalam relaksasi untuk menurunkan tingkat kecemasan.
Penelitian-penelitian yang membuktikan bahwa teknik desensitisasi
sistematis dapat menurunkan tingkat kecemasan siswa telah banyak
dilakukan, di antaranya penelitian Ayu Kurnia Sari (2012: 12) menyatakan
penerapan model konseling behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis
efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan siswa, hal ini terbukti dari
peningkatan skor kecemasan siswa berdasarkan hasil penyebaran kuesioner
kecemasan. Persentase skor kecemasan siswa 62,15% menjadi 66,3% pada
siklus I dan dari 66,3% menjadi 82,85% pada siklus II, data tersebut
menunjukan bahwa terjadi peningkatan persentase skor sebesar 4,15% dari
kondisi awal ke siklus I dan 16,55% dari siklus I ke siklus II, semakin tinggi
persentase skor kecemasan semakin rendah kriteria kecemasan yang dialami
8
Gaol (2014) menyatakan bahwa teknik desensitisasi sistematis berpengaruh
terhadap penurunan tingkat kecemasan siswa, hal ini teruji dengan
menggunakan uji t yang diperoleh dari perhitungan dengan hasil thitung =10,13
> ttabel =1,796 ini berarti hipotesa yang menyatakan terdapat pengaruh teknik
desensitisasi sistematis terhadap penurunan tingkat kecemasan siswa.
Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa teknik desensitisasi sistematis diprediksikan mampu
menurunkan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Semester.
Diprediksikan efektif karena pada dasarnya kecemasan siswa terjadi akibat
kekurang mampuan momposisikan diri dalam situasi Ujian Semester,
sehingga memunculkan ketegangan dan pikiran yang kurang rasional. Dalam
hal ini dilakukan penelitian untuk mengatahui seberapa besar efektivitas
pemberian model konseling tersebut sebagai upaya menurunkan tingkat
kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Semester. Menurut Sofyan Willis
(2004: 71) teknik desensitisasi sistematis bertujuan mengajarkan siswa untuk
memberikan terapi terhadap respon yang tidak konsisten dengan kecemasan
yang dialami siswa sehingga teknik ini akan berupaya mengkondisikan siswa
dari yang tidak nyaman menjadi lebih tenang dan relaks dalam menghadapi
Ujian Semester.
Berdasarkan penelitian sebelumnya serta berbagai pertimbangan hasil
yang akan didapat dari teknik desensitisasi sistematis dan bertitik tolak dari
masalah kecemasan yang dialami siswa kelas X dalam menghadapi Ujian
9
tentang “Penurunan Kecemasan Menghadapi Ujian Semester Melalui Teknik
Desensitisasi Sistematis Pada Siswa Kelas X di SMA N 1 Pleret”.
Dari penjabaran uraian yang telah dikemukakan, diharapkan dengan
adanya penerapan teknik desensitisasi sistematis dapat berpengaruh terhadap
penurunan tingkat kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester, sehingga
siswa yang memiliki persepsi bahwa Ujian Semester merupakan momok yang
menakutkan secara bertahap berubah menjadi sesuatu hal yang tidak
menakutkan dengan perasaan dapat menaklukannya.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang dapat diidentifikasi beberapa masalah
antara lain:
1. Adanya formula baru untuk menentukan kriteria kelulusan siswa yang
berbeda dari tahun sebelumnya yaitu mengikutsertakan nilai sekolah
yang mana Ujian Semester termasuk di dalamnya, sehingga
menyebabkan siswa mengalami kecemasan.
2. Kecemasan pada siswa menimbulkan dampak negatif dan siswa
cenderung tidak segera menangani kecemasanya, sehingga siswa
masuk dalam masalah yang dapat menimbulkan dampak yang sangat
bahaya bagi kehidupan kedepannya.
3. Metode bimbingan untuk penurunan tingkat kecemasan siswa masih
10
4. Guru bimbingan dan konseling belum begitu mengenal dan
mengetahui tata cara penggunaan teknik desensitisasi sistematis yang
baik dan benar serta belum pernah menggunakannya untuk
menurunkan kecemasan.
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi penelitian pada siswa yang
mengalami kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester dan menurunkan
tingkat kecemasan dengan teknik desensitisasi sistematis. Pembatasan
masalah ini dilakukan supaya penelitian lebih fokus, memperoleh hasil yang
optimal, dan menjadi suatu teknik yang dapat menurunkan tingkat
kecemasan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah yang peneliti tetapkan adalah sebagai berikut:
1. Apakah teknik desensitisasi sistematis dapat menurunkan tingkat
kecemasan siswa kelas X dalam menghadapi Ujian Semester?
2. Bagaimana upaya menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi
11
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah peneliti tetapkan di atas,
maka tujuan penelitian ini:
1. Untuk menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi Ujian
Semester dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis.
2. Untuk mengetahui proses menurunkan tingkat kecemasan dalam
menghadapi Ujian Semester melalui teknik desensitisasi sistematis.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain
meliputi:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan mengembangkan
data kajian hasil penelitian mengenai cara menurunkan kecemasan melalui
teknikdesensitisasi sistematisdan cara menyelesaikan masalah siswa lain
yang serupa melalui teknik desensitisasi sistematisdi bidang bimbingan
dan konseling.
2. Secara Praktis
a. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Bagi pihak jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, penelitian
ini harapannya mampu memberikan kontribusi ilmiah dalam upaya
12 b. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Guru Bimbingan dan Konseling (BK) mendapatkan pengetahuan
mengenai manfaat teknik desensitisasi sistematis sebagai salah satu cara
untuk menurunkan tingkat kecemasan, sehingga dapat diterapkan pada
siswa bimbingannya, agar dapat secara optimal mengikuti kegiatan di
sekolah maupun di luar sekolah..
c. Bagi siswa kelas X di SMA N 1 Pleret
Siswa dapat menurunkan tingkat kecemasan mereka dengan
menggunakan teknik desensitisasi sistematis, sehingga siswa dapat
menghadapi Ujian Semester dengan tenang.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan bahan referensi
dalam mengembangkan teknik yang lebih efektif dan efisien dalam
menurunkan tingkat kecemasan.
G. Definisi Operasional
Sebagai cara untuk menghindari adanya kesalahpahaman tentang
batasan istilah yang dimaksud dalam penelitian ini, maka peneliti
memberikan batasan istilah sebagai berikut:
1. Desensitisasi Sistematis
Teknik desensitisasi sistematis adalah model konseling behavioral
dengan menekankan penggunaan teknik relaksasi yang dapat digunakan
13
respon yang lebih adaptif. Individu dalam teknik desensitisasi sistematis
ini, dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan
pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan. Situasi dihadirkan
dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang
sangat mengancam. Hal ini terus diulang hingga terjadi penurunan secara
bertahap dari respon cemas ke respon yang lebih adaptif. Teknik
desensitisasi sistematis akan membantu siswa dalam memperbaiki pola
tingkah lakunya dengan melakukan relaksasi yang menenangkan, sehingga
gambaran Ujian Semester yang membuat kondisi psikis siswa mengalami
kecemasan secara bertahap akan menurun.
2. Kecemasan
Kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai perasaan emosi
yang tidak menenangkan dan bersifat mengancam diri individu, sehingga
individu itu merasakan suatu ketakutan yang tidak diketahui pasti
penyebabnya dan menimbulkan kekhawatiran, was-was, serta tidak
mengetahui tentang suatu hal yang akan terjadi di masa yang akan datang.
3. Ujian Semester
Ujian semester adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan siswa untuk
mengetahui tingkat kemajuan belajar dan merupakan proses penilaian hasil
14
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori Mengenai Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan
Manusia yang hidup di dunia tentu pernah mengalami kecemasan.
Kecemasan biasanya timbul karena ancaman atau bahaya yang tidak nyata
dan sewaktu-waktu mungkin terjadi pada diri individu. Secara umum,
tidak ada definisi yang pasti mengenai kecemasan. Berikut ini akan
dikemukakan pengertian kecemasan dari beberapa ahli menurut sudut
pandangnya masing-masing.
Kecemasan atau dalam bahasa inggrinya “anxiety” berasal dari bahasa latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan
khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi
(Jeffrey, Rathus, & Greene, 2005: 163). Dalam hal ini, banyak situasi atau
kondisi yang dapat dicemaskan misalnya, kesehatan, relasi sosial, ujian,
karir, relasi internasional, dan kondisi lingkungan adalah beberapa hal
yang dapat menjadi kekhawatiran. Menurut Barlow& Durand (2006: 158)
kecemasan adalah keadaan suasana atau perasaan yang ditandai oleh
gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang
masa depan.
Pada dasarnya kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami
15
kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah respon yang tepat terhadap
ancaman, tetapi kecemasan dapat menjadi abnormal apabila tingkatannya
tidak sesuai dengan proporsi ancaman atau datang tanpa ada penyebabnya
yang bukan merupakan respon terhadap perubahan lingkungan (Jeffrey,
Rathus, & Greene, 2005: 163). Dalam bentuknya yang ekstrem,
kecemasan dapat menggangu fungsi individu dalam kehidupan sehari-hari.
Yustinus Semiun (2006: 321) mengemukakan kecemasan adalah
keadaan tegang yang berhubungan dengan ketakutan, kekhawatiran,
perasaan-perasaan bersalah, perasaan tidak aman, dan kebutuhan akan
kepastian, sedangkan Daswia (2006: 23) menyatakan bahwa kecemasan
merupakan suatu keadaan pada diri individu dalam menghadapi situasi
yang dirasakan mengancam tanpa adanya objek yang jelas dan keadaan ini
mengarahkan individu untuk mencoba mengatasi keadaan yang tidak
menyenangkan tersebut.
Menyimak berbagai pendapat yang mengungkapkan pengertian
kecemasan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut, peneliti
mencoba menarik kesimpulan bahwa kecemasan merupakan manifestasi
dari berbagai perasaan emosi yang tidak menenangkan dan bersifat
mengancam diri individu, sehingga individu itu merasakan suatu ketakutan
yang tidak diketahui pasti penyebabnya dan menimbulkan kekhawatiran,
was-was, serta tidak mengetahui tentang apa yang akan terjadi di masa
16
2. Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Semester
Ujian semester adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa untuk
mengetahui tingkat kemajuan belajar dan merupakan proses penilaian hasil
belajar yang dilaksanakan pada akhir semester. Shadily (Supriyantini,
2010: 14) ujian merupakan suatu pemeriksaan mengenai pengetahuan,
keahlian atau kecerdasan siswa untuk diperkenankan atau tidak dalam
mengikuti pendidikan pada tingkat tertentu.
Menurut Jeffrey, Rathus, & Greene, (2005: 163) ujian merupakan
salah satu sumber kecemasan bagi siswa. Siswa dikatakan normal, apabila
merasa cemas atau khawatir dalam kategori rendah ketika menghadapi
kesulitan di sekolah, seperti saat menghadapi ujian. Kecemasan
menghadapi ujian adalah perasaan lebih dari sekedar tegang dalam
menghadapi ujian. Kecemasan yang dihadapi oleh siswa ialah kecemasan
berlebih. Menurut Santrock (2007: 529) kecemasan berlebihan yaitu
kecemasan yang terus menerus dan berlangsung lama
(sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 6 bulan) terhadap peristiwa-peristiwa yang
akan datang (misalnya ujian, bahaya, peristiwa sosial), tingkah laku pada
masa lampau dan kemampuan (sosial, akademik, dan atletik).
Kecemasan yang berlangsung lama itu mengakibatkan
simtom-simtom somatik yang dasar fisiknya tidak dapat ditemukan, dan juga
menyebabkan siswa terlalu memikirkan atau memprihatinkan dirinya
sendiri serta tidak mampu untuk bersikap tenang. Kecemasan terhadap
17
perfeksionisme atau terobsesi dengan kesempurnaan, yang dapat
mengganggu performansi aktual dan perkembangan sosial siswa (Yustinus
Semiun, 2006: 322).
Dari beberapa pendapat mengenai kecemasan menghadapi ujian,
dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan menghadapi Ujian Semester
adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur berupa
suatu keadaan, kondisi atau perasaan yang tidak menyenangkan yang
mengakibatkan siswa mengalami ketakutan, tegang, tidak berdaya dan
kekhawatiran yang berlebih dan berlangsung lama yang disebabkan oleh
tafsiran kognitif siswa terhadap situasi yang mengancam karena
ketidakmampuan menyesuaikan diri yang timbul pada saat menghadapi
Ujian Semester.
3. Ciri-ciri Kecemasan
Individu yang tergolong normal kadang kala mengalami kecemasan
yang menampak, sehingga dapat disaksikan pada penampilan yang berupa
gejala-gejala fisik maupun mental. Ciri-ciri kecemasan (Jeffrey, Rathus, &
Greene, 2005: 164) adalah sebagai berikut:
a. Secara fisik meliputi kegelisahan, kegugupan, tangan atau anggota
tubuh yang bergetar atau gemetar, banyak berkeringat, mulut atau
kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit bernafas, jantung
berdebar keras atau berdetak kencang, pusing, merasa lemas, mati
18
b. Secara behavioral meliputi perilaku menghindar, perilaku melekat
dan dependen, perilaku terguncang.
c. Secara kognitif meliputi khawatir tantang sesuatu, perasaan
terganggu atau ketakutanterhadap sesuatu yang terjadi di masa
depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera
terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, ketakutan akan kehilangan
kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah,
berfikir bahwa semuanya tidak dapat lagi dikendalikan, merasa
sulit memfokuskan pikiran dan berkonsentrasi.
Soemanto (Supriyantini, 2010: 11) menyatakan ciri-ciri kecemasan
terbagi atas dua indikator yaitu, indikator fisik dan psikis. Indikator fisik
dalam kecemasan meliputi sakit kepala, sakit perut tanpa ada sebab fisik,
berkeringat, berbicara tersendat. Indikator psikis dalam kecemasan
meliputi kikuk, tidak dapat diam, kebingungan.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, peneliti dapat
mengambil kesimpulan bahwa pada dasarnya ciri-ciri yang muncul dari
kecemasan dapat bersifat fisik dan psikis. Ciri yang bersifat fisik
diantaranya berkeringat, detak jantung makin cepat, kepala pusing, sesak
nafas, sakit kepala. Ciri yang bersifat psikis diantaranya ketakutan, merasa
akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tentram,
19
4. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan
Kecemasan akan terus berkembang selama jangka waktu tertentu
dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup individu.
Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya
serangan kecemasan. Terdapat banyak ahli yang mencoba untuk
mengungkapkan faktor kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2003: 11)
ada beberapa faktor yang menunjukkan reaksi kecemasan, diantaranya
yaitu:
a. Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir
individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan
karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada
individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja,
sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap
lingkunganya.
b. Emosi yang ditekan.
c. Kecemasan dapat terjadi apabila individu tidak mampu
menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam
hubungan personal ini, terutama apabila dirinya menekan rasa
marah atau frustrasi dalam jangka waktu yang sangat lama.
d. Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi
seperti kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu
20
perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan.
Ahli lain yang juga mengemukakan mengenai faktor kecemasan
adalah Kholil Lur Rochman(2010: 167) menyatakan ada beberapa faktor
penyebab kecemasan yaitu:
a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang
mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut,
karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran.
b. Cemas karena berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal
yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan
ini selalu pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang
kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.
c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa
bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak
berhubungan dengan perasaan takut yang mempengaruhi
keseluruhan kepribadian penderitanya.
Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain
itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik
lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Musfir Az-Zahrani
(2005: 511) menyebutkan faktor lingkungan yang mempengaruhi adanya
kecamasan yaitu:
21
Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran
atau penuh dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian
orangtua terhadap anak-anaknya, dapat menyebabkan
ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak saat berada didalam
rumah.
b. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kecemasan individu. Apabila individu tersebut
berada pada lingkungan yang tidak baik dan individu tersebut
menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan menimbulkan
adanya berbagai penilaian buruk dimata masyarakat, sehingga
menyebabkan munculnya kecemasan.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, peneliti dapat
mengambil kesimpulan bahwa pada dasarnya faktor kecemasan adalah
bermula dari adanya konflik perasaan yang ada dalam diri individu.
Konflik yang terjadi muncul sebagai akibat individu tidak mampu
melakukan penyesuaian dengan dirinya sendiri (harapan dan keinginan
yang tidak terpenuhi atau tidak tercapai), dengan orang lain (orang tua,
saudara, sahabat, guru, dan lain sebagainya) dan juga dengan lingkungan
sekitarnya (suasana keluarga, lingkungan sosial, lingkungan pekerjaan,
lingkungan pendidikan, dan lain sebagainya). Berdasarkan kesimpulan
tersebut, kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Semester dapat
22
mengatasi masalah yang akan dihadapinya, sehingga menimbulkan
kepanikan, kekhawatiran dan ketakutan.
5. Jenis-jenis Kecemasan
Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan
penyesuaian diri terhadap dirinya sendiri di dalam lingkungan pada
umumnya. Siti Sundari (2005: 51) mengatakan kecemasan timbul karena
manifestasi perpaduan bermacam-macam proses emosi, misalnya orang
sedang mengalami frustasi dan konflik. Mustamir Pedak (2009: 30)
membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu :
a. Kecemasan Rasional
Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang
mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian. Ketakutan ini
dianggap sebagai sumber suatu unsur pokok normal dari
mekanisme pertahanan dasariah manusia.
b. Kecemasan Irasional
Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini di bawah
keadaan-keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang
mengancam.
c. Kecemasan Fundamental
Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa
23
berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial
yang mempunyai peran fundamental bagi kehidupan manusia.
Freud (dalam Corey, 2009: 17) membagi kecemasan berdasarkan
penyebabnya menjadi tiga macam, antara lain :
a. Kecemasan realistik adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia
eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan ancaman yang
ada. Dalam kehidupan sehari-hari kecemasan ini disebut sebagai
rasa takut.
b. Kecemasan moral merupakan kecemasan yang akan dirasakan
ketika ancaman datang bukan dari dunia luar atau dari dunia fisik,
tapi dari dunia sosial super ego yang telah diinternalisasikan ke
dalam diri. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu,
rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi. Kecemasan bentuk
ini merupakan ketakutan terhadap hati nurani sendiri.
c. Kecemasan neurotik yaitu perasaan takut jenis ini muncul akibat
rangsangan-rangsangan id, apabila individu pernah merasakan kehilangan ide, gugup, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku,
akal dan bahkan pikiran, maka saat itu sedang mangalami
kecemasan neurotik. Neurotik adalah kata lain dari gugup.
Kecemasan jenis terakhir inilah yang paling menarik perhatian
Freud dan biasanya hanya menyebutnya dengan kecemasan saja.
Menurut Kartono Kartini (2006: 45) membagi kecemasan menjadi
24 a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan dibagi menjadi dua kategori yaitu ringan
sebentar dan ringan lama. Kecemasan ini sangat bermanfaat bagi
perkembangan kepribadaian individu, karena kecemasan ini dapat
menjadi suatu tantangan bagi individu untuk mengatasinya.
Kecemasan ringan yang muncul sebentar adalah suatu kecemasan
yang wajar terjadi pada individu akibat situasi-situasi yang
mengancam dan individu tersebut tidak dapat mengatasinya,
sehingga timbul kecemasan. Kecemasan ini akan bermanfaat bagi
individu untuk berhati-hati dalam menghadapi situasi-situasi yang
sama dikemudian hari. Kecemasan ringan yang lama adalah
kecemasan yang dapat diatasi, tetapi karena individu tersebut tidak
berkeinginan untuk mengatasi penyebab munculnya kecemasan,
maka kecemasan tersebut mengendap lama dalam diri individu.
b. Kecemasan berat
Kecemasan berat adalah kecemasan yang terlalu berat berakar
secara mendalam dalam diri individu. Apabila individu mengalami
kecemasan semacam ini biasanya tidak dapat mengatasinya.
Kecemasan ini mempunyai akibat menghambat atau merugikan
perkembangan kepribadian individu. Kecemasan ini dibagi menjadi
dua yaitu; pertama, kecemasan yang berat tetapi munculnya sebentar dan dapat menimbulkan traumatis pada individu apabila
25
kecemasan. Kedua, kecemasan yang berat tetapi munculnya lama dan akan merusak kepribadian individu. Hal ini akan berlangsung
terus menerus bertahun-tahun dan dapat merusak proses kognisi
individu. Kecemasan yang berat lama akan menimbulkan berbagai
macam penyakit sepeti darah tinggi, tachycardia (percepatan darah), excited (heboh, gempar).
Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat ahli mengenai
macam-macam kecemasan, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan yang
dialami siswa dalam menghadapi Ujian Semester merupakan perasaan
ketakutan akibat adanya objek yang mengancam dirinya. Ujian Semester
dapat dikatakan objek yang mengancam disebabkan karena siswa harus
mampu melaluinya apabila ingin berlanjut ke tingkat atau jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Kecemasan dalam menghadapi Ujian
Semester dapat dikategorikan kecamasan ringan karena penyebab
munculnya kecemasan dapat diatasi baik dengan cara medis ataupun non
medis.
6. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri
kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik dan tidak dapat secara
intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Jeffrey, Rathus, &
Greene, (2005: 164-175) membagi gangguan kecemasan dalam beberapa
26 a. Gangguan panik
Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik
yang spontan dan tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat
muncul pada gangguan panik antara lain; sulit bernafas, jantung
berdetak kencang, mual, rasa sakit didada, berkeringat dingin, dan
gemetar. Hal lain yang penting di dalam diagnosa gangguan panik
merupakan pertanda datangnya kematian atau kecacatan.
b. Ganggauan cemas menyeluruh
Adalah kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat pervasive, disertai dengan berbagai simtom somatik yang menyebabkan
gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada
penderita, dan menimbulkan stres yang nyata.
c. Gangguan fobia
Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau
antisipasi terhadap objek atau situasi yang spesifik.
d. Gangguan obesif-kompulsif
Kompulsi selalu kali terjadi sebagai jawaban terhadap pikiran
obsesif dan muncul berulang kali dengan kuat, sehingga
mengganggu kehidupan sehari-hari atau menyebabkan distres yang
signifikan.
e. Gangguan stres akut dan gangguan stres pascatrauma
Gangguan stres akut adalah suatu reaksi maladaptif yang terjadi
27
gangguan stres pascatrauma adalah reaksi maladaptif yang
berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis.
Berdasarkan penjabaran pendapat ahli mengenai gangguan
kecemasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi
Ujian Semester juga dapat menimbulkan gangguan yang sadar ataupun
tidak sadar dialami oleh siswa, salah satunya adalah adanya kepanikan
serta kekhawatiran berlebih yang pada akhirnya dapat menyebabkan stres.
Kepanikan dan kekhawatiran ini lebih disebabkan oleh rasa
ketidakmampuan siswa dalam menyelesaikan Ujian Semester dengan baik,
sehingga nilai yang didapatkan tidak sesuai dengan standar kelulusan yang
sudah ditetapkan.
7. Dampak Kecemasan
Kecemasan akan dirasakan oleh semua manusia terutama apabila ada
tekanan perasaan atau tekanan jiwa yang teramat sangat. Rasa takut dan
cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang betul-betul
mengancam tidak ada. Disaat emosi-emosi ini tumbuh berlebihan
dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak
adaptif. Menurut artikel kesehatan yang membahas mengenai dampak dari
kecemasan menyatakan, individu yang mengalami kecemasan akan
menjadi ultra sensitif terhadap lingkungan dan kritik, serta menganggap
sesuatu dan atau individu lain sebagai ancaman (Tabloid Nova, 18 Maret
28
Ulfah menyatakan dampak lain dari kecemasan adalah kehidupan
sehari-hari individu akan terganggu, misalnya kesulitan berkonsentrasi dalam
bekerja, hubungan dengan orang sekitar terganggu, menjadi sangat mudah
lelah, jam tidur jadi tidak teratur, dan prestasi kerja menurun (Kompasiana,
2014).
Pendapat lain dikemukakan oleh Yustinus Semiun (2006: 321) yang
membagi beberapa dampak dari kecemasan, antara lain:
a. Simtom suasana hati
Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan
adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber
tertentu yang tidak diketahui.
b. Simtom kognitif
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan
pada individu mengenai hal-hal tidak menyenangkan yang
mungkin terjadi.
c. Simtom motor
Individu yang mengalami kecemasan akan merasa tidak tenang,
gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya
jari-jari kaki mengetuk-ngetuk dan sangat kaget terhadap suara yang
terjadi secara tiba-tiba.
Berdasarkan uraian dari pendapat ahli mengenai dampak kecemasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan secara umum akan
29
menjalani kehidupan sehari-hari. Jadi, inti kesimpulan dari pendapat
tersebut untuk penelitian ini adalah siswa yang mengalami kecemasan
dalam menghadapi Ujian Semester juga dapat menyebabkan terganggunya
perasaan tenang di kehidupan sehari-hari siswa dalam lingkungan
pendidikan, misalnya hilangnya konsentrasi belajar siswa, menurunnya
prestasi belajar siswa, dan lain sebagainnya.
8. Penanggulangan Kecemasan
Penanggulangan kecemasan dapat dilakukan melalui bebrapa teknik
atau cara. Secara medis menurut Savitri Ramaiah (2003: 42) kecemasan
individu dapat diturunkan dengan menggunakan obat-obatan yang
diminum secara langsung maupun melalui suntikan. Menurunkan
kecemasan melalui obat-obatan dapat menimbulkan efek samping seperti
kehilangan kontrol motorik, mual, dan halusinasi penglihatan.
Kartini Kartono (2006: 121) menemukan sumber dari
macam-macam ketakutan, kesusahan, dan kegagalan, kemudian memberikan jalan
penyesuaian yang sehat, serta memupuk kemauan dan motivasi agar
individu yang bersangkutan berani memecahkan segala kesulitan
hidupnya. Menurut pandangan Islam dalam sebuah hadis Rasulullah
S.A.W menjelaskan, jadikanlah Al Qur’an sebagai teman hati, cahaya
dada, pengusir kesedihan, dan penghilang kegundahan melainkan Tuhan
akan menghilangkan kegundahan dan kesedihan serta Tuhan akan
30
Berdasarkan hadis tersebut, Individu dapat menghilangkan ketegangan
batin (frustrasi, konflik, cemas) dan akan memperoleh ketenangan serta
kebahagiaan adalah melalui ditambahkannya keimanan, tawakal yang
kuat, ibadah yang teratur, membaca dan mengamalkan Al Qur’an serta
dzikir kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kecemasan juga dapat diturunkan melalui terapi pijat telinga.
Menurut Oei Gin Djing (2006: 115) penangulangan kecemasan dengan
pijat dan akupuntur telinga dilakukan sesuai dengan penyebabnya.
Terkadang pada titik jantung terdapat tonjolan berwarna merah, biasanya
pada telinga sebelah kiri. Dengan sentuhan pada bagian telinga disinyalir
individu akan merasakan ketenangan ditiap pijitan di titik tertentu.
Selain dengan cara yang sudah dikemukakan, kecemasan juga dapat
diatasi dengan teknik desensitisasi sistematis. Teknik desensitisasi
sistematis berupaya mengkondisikan individu dari yang tidak nyaman
menjadi lebih tenang dan relaks. Dalimunthe (Ifdil, 2012) mengatakan
desensitisasi sistematis yaitu suatu cara atau teknik untuk menurunkan
perasaan takut atau cemas pada individu dengan memberikan
rangsangan-rangsangan yang menenangkan, sehingga membuat rasa takut atau cemas
sedikit demi sedikit menurun dan berkurang atau bahkan sampai individu
tidak merasakan takut atau cemas lagi. Teknik desensitisasi sistematisini
diprediksi sangat efektif untuk menurunkan kecemasan. Salah satunya
adalah kecemasan yang dialami oleh siswa dalam menghadapi Ujian
31
B. Kajian Teori Mengenai Teknik Desensitisasi Sistematis 1. Pengertian Teknik Desensitisasi Sistematis
Wolpe (dalam Ifidil, 2012) mengungkapkan bahwa teknik
desensitisasi sistematis merupakan salah satu teknik perubahan perilaku
yang didasari oleh teori atau pendekatan behavioral klasikal. Pendekatan
behavioral memandang manusia atau kepribadian manusia hakikatnya
adalah perilaku yang dibentuk berdasarkan hasil pengalaman dari interaksi
individu dengan lingkungannya. Perhatian behavioral terdapat pada
perilaku yang nampak, sehingga terapi tingkah laku mendasarkan diri pada
penerapan teknik dengan prosedur yang berakar pada teori belajar yakni
menerapkan prinsip-prinsip belajar secara sistematis dalam proses
perubahan perilaku menuju ke arah yang lebih adaptif.
Menurut Wolpe (Natalia, 2008: 21) konseling behavioral merupakan
suatu metode dengan mempelajari tingkah laku tidak adaptif melalui
proses belajar yang normal. Tingkah laku tersusun dari respon kognitif,
motorik, dan emosional yang dipandang sebagai respon terhadap stimulus
eksternal dan internal dengan tujuan untuk memodifikasi koneksi-koneksi
dan metode stimulus respon sedapat mungkin. Tujuan konseling
behavioral adalah untuk membantu konseli membuang respon-respon yang
lama merusak diri dan mempelajari respon-respon baru yang lebih sehat
(Sofyan Willis, 2004: 70).
Teknik desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling
32
digunakan untuk menghapus tingkah laku atau respon yang berlawanan
dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan tersebut. Teknik
desensitisasi sistematis diarahkan kepada mengajar konseli untuk
menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Teknik desensitisasi sistematis adalah teknik untuk menurunkan respon
emosional yang menakutkan, mencemaskan atau tidak menyenangkan
melalui aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan respon yang
menakutkan tersebut (Sofyan Willis, 2004: 96).
Menurut Gantina Komalasari (2011: 193) desensitisasi sistematis
digunakan untuk mengahapus rasa cemas dan tingkah laku menghindar.
Desensitisasi sistematis dilakukan dengan menerapkan pengkondisian
klasik yaitu dengan melemahkan kekuatan stimulus penghasil kecemasan,
gejala kecemasan dapat dikendalikan dan dihapus melalui penggantian
stimulus. Melibatkan teknik relaksasi, melatih konseli untuk santai dan
mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman pembangkit
kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasi. Wolpe (1999: 213)
mengatakan bahwa dalam desensitisasi sistematis penerapan relaksasi
lebih ditekankan pada latihan yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun
diteruskan pada pengenduran otot-otot yang berbeda sampai terjadi
keadaan santai penuh.
Berdasarkan pendapat ahli yang telah dikemukakan dapat
disimpulkan teknik desensitisasi sistematis adalah teknik yang
33
mengubah tingkah laku atau respon negatif yang tidak adaptif dengan
respon yang lebih adaptif. Individu dalam teknik desensitisasi sistematis
ini, dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan
pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan. Situasi dihadirkan
dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang
sangat mengancam. Hal ini terus diulang hingga terjadi penurunan secara
bertahap dari respon cemas ke respon yang lebih adaptif. Teknik
desensitisasi sistematis akan membantu siswa dalam memperbaiki pola
tingkah lakunya dengan melakukan relaksasi yang menenangkan sehingga
gambaran Ujian Semester yang membuat kondisi psikis siswa mengalami
kecemasan secara bertahap akan menurun.
2. Tujuan dan Manfaat Teknik Desensitisasi Sistematis
Tujuan dari teknik desensitisasi sistematis(Lutfi Fauzan, 2008:
57)adalah:
a. Mengajar konseli untuk memberikan respon yang tidak konsisten
dengan kecemasan yang dialami.
b. Menurunkan sensitivitas emosional yang berkaitan dengan
kecemasan, kelainan pribadi atau masalah sosial.
Menurut Sofyan Willis (2004: 71) teknik desensitisasi sistematis
bertujuan mengajarkan konseli untuk memberikan respon yang tidak
konsisten dengan kecemasan yang dialami konseli. Teknik ini
34
dengan membayangkan pengalaman yang mencemaskan, menggusarkan,
atau mengecewakan. Situasi yang dihadirkan disusun secara sistematis dari
yang kurang mencemaskan hingga yang paling mencemaskan.
Desensitisasi sistematis merupakan teknik yang digunakan untuk
menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif, biasanya berupa
kecemasan dan disertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang
akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik, respon-respon yang tidak
dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Menurut Lutfi Fauzan
(2008: 66) manfaat desensitisasi sistematis antara lain:
a. Untuk menurunkan maladaptasi kecemasan yang dipelajari lewat
conditioning (seperti fobia) tetapi juga dapat diterapkan pada masalah lain, misalnya kecemasan dalam menghadapi tes.
b. Untuk melemahkan atau menurunkan perilaku negatif tanpa
menghilangkannya.
Menyimak pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan
dan manfaat teknik desensitisasi sistematis terhadap siswa yang
mengalami kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester adalah untuk
menurunkan sensitivitas emosional yang berkaitan dengan kecemasan
pada diri siswa, dimulai dengan memberikan respon yang berlawanan
dengan penyebab kecemasan yang dialami oleh siswa melalui relaksasi
secara bertahap dari kondisi penyebab kecemasan yang rendah hingga
penyebab kondisi kecemasan yang tinggi dan dilakukan berulang-ulang,
35
psikis yang menyebabkan kecemasan. Jadi, penggunaan teknik
desensitisasi sistematis ini nantinya akan membuat siswa yang pada
awalnya teridentifikasi mengalami respon tidak adaptif berupa kecemasan
dalam menghadapi Ujian Semester perlahan akan menurun tingkatan
kecemasannya dan berubah menjadi respon yang lebih adaptif.
3. Tahapan Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis
Gantina Komalasari (2011: 193) mengurutkan tahapan pelaksanaan
teknik desensitisasi sitematis adalah sebagai berikut:
a. Analisis tingkah laku yang membangkitkan kecemasan.
b. Menyusun tingkat kecemasan.
c. Membuat daftar situasi yang memunculkan atau meningkatkan
taraf kecemasan mulai dari yang paling rendah ke yang paling
tinggi.
d. Melatih relaksasi, yaitu dengan berlatih pengenduran otot dan
bagian tubuh dengan titik berat wajah, tangan, kepala, leher,
pundak, punggung, perut, dada, dan anggota badan bagian bawah.
e. Konseli mempraktikan 30 menit setiap hari, hingga terbiasa untuk
santai dengan cepat.
f. Pelaksanaan desensitisasi sistematis konseli dalam keadaan atau
kondisi santai dan mata tertutup.
g. Meminta konseli membayangkan dirinya berada pada satu situasi
36
santai diminta membayangkan situasi yang menimbulkan
kecemasan pada tingkat yang paling rendah.
h. Dilakukan terus secara bertahap sampai tingkat yang memunculkan
rasa cemas dan dihentikan.
i. Kemudian dilakukan relaksasi lagi sampai konseli santai dan
diminta membayangkan lagi pada situasi dengan tingkat kecemasan
yang lebih tinggi dari sebelumnya.
j. Terapi selesai apabila konseli mampu tetap santai ketika
membayangkan situasi yang sebelumnya paling menggelisahkan
dan mencemaskan.
Mubarok (dalam Sri Reski, 2013) menjelaskan,terdapat empat tahap
utama dalam teknik desensitisasi sistematis yaitu; pertama, konselor dan konseli mendaftar situasi apa saja yang menyebabkan konseli diserang
perasaan cemas dan kemudian menyusunnya secara hirarki mulai dari
yang paling ringan (diatas) sampai yang paling berat (dibawah). Kedua,
konselor melatih konseli untuk mencapai keadaan relaks atau santai, hal
ini dilakukan melalui prosedur khusus yang disebut relaksasi. Ketiga, konselor melatih konseli untuk membuat respon-respon antagonistik yang
dapat menghambat perasaan cemas, hal ini dapat dilakukan melalui
prosedur imageri yaitu melatih konseli untuk membayangkan situasi lain yang menyenangkan, pada saat konselor menyaapabilan situasi yang
37
relaks, setelah konseli mencapai keadaan relaks, konselor
memverbalisasikan (menyajikan) secara beruntun dari atas ke bawah
situasi yang menimbulkan perasaan cemas, sebagaimana tersusun dalam
hirarki dan meminta konseli membayangkannya. Apabila konseli dapat
membayangkan situasi tersebut tanpa mengalami kecemasan, konselor
menyaapabilan situasi berikutnya dan ini terus dilakukan dengan cara yang
sama, sehingga seluruh situasi dalam hirarki yang telah disaapabilan dan
kecemasan dapat dihilangkan.
Berdasarkan uraian pendapat tersebut dapat disimpulkan inti dari
tahapan pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis terdapat tiga tahapan
utama, yaitu:
a. Mendaftar dan mengurutkan kondisi atau masalah yang membuat
konseli mengalami kecemasan, yaitu tahapan konselor menyuruh
konseli untuk menulis daftar situasi atau kondisi yang
menyebabkan kecemasan terjadi, dalam penulisannya konseli harus
mengurutkan dari situasi atau kondisi yang paling rendah hingga
kondisi atau masalah yang paling tinggi.
b. Latihan relaksasi dan atau membayangkan, yaitu tahapan konselor
memulai dengan melatih konseli untuk santai. Latihan ini harus
berlangsung dalam ruangan yang tenang, cukup pencahayaan, tidak
ada kebisingan di luar ruangan, dalam latihan ini konselor
mengarahkan konseli untuk membayangkan hal-hal yang
38
c. Pelaksanaan teknik desensitsasi sistematis, yaitu tahapan konselor
melakukan konseling, yang pertama konselor mengarahkan konseli
ke dalam keadaan relaks seperti yang sudah dilatih sebelumnya,
setelah konseli dalam keadaan yang relaks konselor menyajikan
secara berurutan situasi atau kondisi yang sudah didaftar konseli
sebelumnya dan meminta konseli membayangkan situasi atau
kondisi yang ditulis. Hal ini dilakukan sampai situasi atau kondisi
yang ditulis dan dibayangkan konseli tidak menyebabkan
kecemasan lagi.
4. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Desensitisasi Sistematis
a. Kelebihan teknik desensitisasi sistematis
Teknik desensitisasi sistematis dalam pelaksanaannya tidak dapat
atau harus menggunakan bantuan teknik lain yaitu, teknik relaksasi
(Wolpe, 1999: 213). Stimulus yang menimbulkan kecemasan
dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan keadaan santai.
Pemasangan secara berulang-ulang, sehingga stimulus yang semula
menimbulkan kecemasan hilang secara berangsur-angsur. Menurut
Wolpe (dalam Corey, 2009: 210) desensitisasi sistematis umumnya
digunakan pada konseli yang mengalami gangguan kecemasan, akan
tetapi sebenarnya dapat juga digunakan untuk menurunkan kemarahan,
mengatasi situasi sedih, dan berbagai rasa takut serta masalah-masalah
39
b. Kekurangan teknik desensitisasi sistematis
Kekurangan dari teknik desensitisasi sistematis yang
dikemukakan oleh Gantina Komalasari (2011: 194) adalah banyaknya
konselor yang mengalami kegagalan dalam pelaksanaanya yaitu sebagai
berikut:
1) Konseli kesulitan untuk melakukan tahapan relaksasi dengan
baik.
2) Tingkatan kecemasan yang tidak relevan atau tidak tepat saat
disusun bersama konseli.
3) Ketidakmampuan atau kesulitan konseli dalam membayangkan
situasi.
Dari uraian pendapat tersebut dapat dikatakan tidak semua
konselor mampu berperan dalam penerapan teknik desensitisasi
sistematis. Dalam teknik desensitisasi sistematis perlu melibatkan
teknik-teknik lain untuk membantu konseli contohnya adalah relaksasi.
Konselor banyak mengalami kesulitan dalam proses relaksasi, salah
satunya karena ketidakseriusan konseli dalam membayangkan suatu
situasi selama proses konseling.
C. Teknik Desensitisasi Sistematisuntuk Menurunkan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Semseter
Berawal dari teori atau pendekatan konseling behavioral, fokus
40
tingkah laku dan melemahkan tingkah laku. Dikarenakan teknik desensitisasi
sistematisberawal dari pendekatan behavioristik, maka prinsip perubahan
tingkah laku menurut teknik ini termasuk didalam kategori melemahkan
perilaku. Hal ini disebabkan, permasalahan yang dapat diatasi dengan
menggunakan teknik desensitisasi sistematisseperti fobia, kecemasan dan
lain-lain tidak perlu untuk dihilangkan sepenuhnya dari diri individu. Setiap
individu tetap perlu memiliki perasaan-perasaan seperti takut, cemas asal
dalam batasan yang wajar atau normal. Apabila individu tidak memiliki
perasaan-perasaan seperti yang disebutkan di atas maka justru individu akan
bermasalah.
Wolpe (dalam Corey, 2009: 208) mengatakan desensitisasi
sistematismerupakan teknik yang digunakan untuk mengahapus perilaku yang
diperkuat secara negatif, biasanya berupa kecemasan dan disertakan respon
yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan
pengkondisian klasik, respon-respon yang tidak dikehandaki dapat
dihilangkan secara bertahap. Teknik ini dipilih karena merupakan perpaduan
dari teknik memikirkan sesuatu, menenangkan diri dan membayangkan
sesuatu dengan memanfaatkan ketenangan jasmaniah individu untuk melawan
ketegangan jasmaniah individu yang mana apabila individu berada dalam
situasi yang menakutkan atau menegangkan, sehingga sangat tepat untuk
mengatasi gangguan kecemasan atau yang berhubungan dengan kalainan
pribadi maupun masalah sosial. Studi penelitian yang dilakukan oleh I Gede
41
penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam menurunkan kecemasan
menghadapi Ujian Semester adalah karena teknik tersebut sudah banyak
digunakan dalam suatu penelitian yang berupaya menurunkan kecemasan
yang dialami oleh siswa, baik kecemasan belajar, ujian serta ketika tampil
dihadapan umum.
Mengacu pada teori yang telah dikemukakan, maka yang dimaksud
dengan