PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
DEAYU NIM: 160200497
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya:
NAMA : DEAYU
NIM : 160200497
DEPARTEMEN : HUKUM INTERNASIONAL
JUDUL SKRIPSI : PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT AKIBAT LIMBAH PLASTIK DI PERAIRAN KEPULAUAN INDONESIA DITINJAU
BERDASARKAN PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL DAN
NASIONAL INDONESIA Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi yang saya tulis adalah benar dan tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun
Medan, Januari 2020
Deayu
Universitas Sumatera Utara
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Adapun skripsi ini berjudul: “PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT AKIBAT LIMBAH PLASTIK DI PERAIRAN KEPULAUAN INDONESIA DITINJAU BERDASARKAN PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL INDONESIA”.
Secara khusus penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa karena memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dan kedua orangtua penulis, Ayahanda Zulnaidy Tanjung dan Ibunda Yevi Marliza, yang telah memberikan kasih sayang, mendoakan serta memberikan cinta, kesabaran, perhatian, bantuan dan pengorbanan yang tak ternilai harganya dan mengiringi setiap langkah penulis dengan doa restunya yang tulus.
Dalam penulisan skripsi ini juga saya mendapat dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih pada kesempatan yang berbahagia ini dengan kerendahan hati, Penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi:
1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
ii
2. Bapak Prof. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing II.
Terimakasih atas bantuan Bapak yang telah dengan sabar membantu saya untuk menyelesaikan skripsi saya serta memberikan semangat, kritikan dan nasihat dalam membimbing saya dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.M.H, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Sekaligus Dosen Pembimbing I. Terimakasih atas bantuan Bapak yang selama ini telah banyak membantu penulis serta memberikan masukan, arahan-arahan, dan bimbingannya selama penulisan skripsi maupun selama penulis berada di jurusan Departemen Hukum Internasional.
7. Bapak Dr, Sutiarnoto, SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama penulis berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen/Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama saya menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
iii
9. Seluruh staff administrasi yang turut serta membantu saya dalam proses administrasi selama berada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
10. Keluarga Besar yang selalu memberikan perhatian dan semangat dalam mendukung tidak hanya dalam menyelesaikan skripsi tetapi juga untuk banyak hal dalam hidup saya, terutama untuk Zuandriza dan Deajeng selaku Abang dan Kakak kandung penulis.
11. Sahabat-sahabat yang selalu mendukung,memberikan semangat dan selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis (Katya, Cicha, Sabrina, Salsa, Rini, Indri, Gibran, Azhar, Miranda) terimakasih banyak atas segala dukungannya.
12. Teman-teman saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum USU dari semester satu sampai sekarang (Vira, Lady, Cut, Ainun, Adly, Satria, Syahrizal dan Yusril)
13. Teman-teman ILSA (International Law Students Association) yang tidak bisa disebutkan satu satu, terimakasih atas kebersamaannya, senang sekali bisa mengenal dan menjadi bagian dari ILSA.
Penulis sadar bahwa hasil penulisan skripsi ini tidaklah sempurna. Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang konstruktif guna menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna lagi, baik dari segi isi/materi maupun cara penulisannya di masa mendatang.
Medan, Januari 2020 Hormat Penulis,
Deayu
NIM. 160200497
Universitas Sumatera Utara
iv
ABSTRAK Prof.Dr. Suhaidi, SH.M.H
Dr. Jelly Leviza SH.M.Hum
Deayu
Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% wilayahnya adalah lautan.
Krisis ekosistem laut akibat limbah plastik saat ini sangat krusial dan sedang ramai diperbincangkan. Limbah plastik berdampak buruk bagi lingkungan karena sifat plastik yang susah diuraikan. Pola aktivitas yang serba plastik dapat mempercepat proses pengurangan oksigen, meningkatkan pembunuhan biota laut, dan merusak sistem pencernaan biota laut dan akhirnya kembali pada kerugian diri kita sendiri.
Fokus permasalahan yang diteliti dalam penulisan ini adalah bagaimana pengaturan hukum internasional tentang perlindungan terhadap lingkungan laut dan bagaimana ketentuan hukum nasional dalam pencegahan, pengurangan dan pengelolaan pencemaran lingkungan laut akibat limbah plastik serta bagaimana peran negara Indonesia dalam perlindungan lingkungan laut berkenaan dengan limbah plastik.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, dimana data primer diambil dari perjanjian-perjanjian Internasional serta peraturan perundang-undangan yang memiliki relevansi dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan hukum internasional tentang perlindungan terhadap lingkungan laut pada perairan kepulauan suatu negara lebih lanjut diatur dalam Deklarasi Stockholm 1972, London Convention 1972, London Protocol 1996, MARPOL 73/78, dan UNCLOS 1982. Melalui peraturan-peraturan ini dibentuk untuk masyarakat internasional melalui organisasi-organisasi lebih mendorong negara-negara dalam menjaga kondisi laut, mengambil segala tindakan yang perlu dan melakukan tanggung jawabnya terhadap pencemaran lingkungan laut terutama akibat limbah plastik.
Kata Kunci: Perairan Kepulauan Indonesia, Pencemaran Lingkungan, Limbah Plastik.
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Mahasiswa Fakultas Hukum USU
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar... i
Abstrak ... iv
Daftar Isi ... v
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penulisan ... 9
D. Manfaat Penulisan ... 9
E. Keaslian Penulisan ... 10
F. Tinjauan Pustaka ... 12
G. Metode Penelitian ... 13
H. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II : PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN LAUT. A. Urgensi Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut ... 19
B. Batasan Perairan Kepulauan ... 21
C. Pengaturan Hukum Internasional Tentang Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut Pada Perairan Kepulauan Suatu Negara ... 24 BAB III : KETENTUAN HUKUM NASIONAL DALAM
PENCEGAHAN, PENGURANGAN DAN PENGELOLAAN
PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT AKIBAT LIMBAH PLASTIK.
Universitas Sumatera Utara
vi
A. Pencemaran Laut menurut Peraturan Pemerintah No.19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut ... 49 B. Undang-undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 52 C. Regulasi Hukum Tentang Pencemaram Lingkungan Laut yang
Bersifat Lintas Batas Nasional di Indonesia... 58
BAB IV:PERAN NEGARA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN LINGKUNGAN LAUT KHUSUSNYA BERKENAAN DENGAN LIMBAH PLASTIK
A. Pelaksanaan Atas Tanggung Jawab Negara Sebagai Dasar Pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 63 B. Pemanfaatan Sumber Daya Lingkungan Laut Demi
Kesejahteraan Hidup Rakyat ... 72 C. Penanganan Pencemaran Lingkungan Laut Berkenaan Dengan
Limbah Plastik Di Dalam Regulasi Hukum Nasional ... 81 BAB V: PENUTUP
A. KESIMPULAN ... 86 B. SARAN ... 88 DAFTAR PUSTAKA ... 89
Universitas Sumatera Utara
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% wilayahnya adalah lautan.
Namun sayangnya, Indonesia juga merupakan negara penyumbang sampah plastik di lautan terbanyak kedua setelah China yaitu 0,48-1,29 juta metrik ton dari total 4,8-12,7 juta metrik ton per tahun sampah plastik yang dibuang dilautan dunia.
1Krisis ekosistem laut saat ini memang sangat krusial dan sedang ramai diperbincangkan. Krisis ekosistem laut yang disebabkan oleh plastik benar-benar mendesak. Fakta dari peneliti mengatakan bahwa pada tahun 2050 jumlah sampah plastik di lautan akan lebih banyak daripada jumlah ikan di lautan. Ini adalah kerusakan yang besar, jika kita terus merusak ekosistem laut.
Plastik merupakan salah satu material yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Di mana pun seseorang berada pasti selalu menemukan atau menggunakan sesuatu yang terbuat dari plastik,. Mulai dari alat rumah tangga, perlengkapan kegiatan yang menunjang aktifitas keseharian, hingga kendaraan yang setiap saat digunakan, sebagian bahan bakunya pasti ada yang terbuat dari plastik.
Limbah plastik berdampak buruk bagi lingkungan karena sifat plastik yang memang susah diuraikan oleh tanah secara alamiah, meskipun sudah tertimbun beratus tahun lamanya. Dalam berbagai penelitian menyebutkan, plastik baru bisa
1Jason Gooljar,“Top 20 Countries ranked by mass of mismanaged plastic waste”
sebagaimana dimaksud dalam:https://bit.ly/2x2kI99,diakses pada 27 September 2019
Universitas Sumatera Utara
diuraikan oleh tanah setidaknya setelah tertimbun selama 200 hingga 400 tahun.
Bahkan ada penelitian yang menyebutkan bahwa limbah plastik bisa terurai oleh tanah dalam waktu 1.000 tahun lamanya.
Gambar No.1 Seorang Diver yang Menyelam Diantara Sampah di Perairan Pantai Manado Sumber: https://www.mongabay.co.id/2018/02/17/foto-sampah-plastik-di-lautan-indonesia/
Proses lamanya terurai inilah yang kemudian mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan, seperti munculnya zat kimia yang dapat mencemari tanah sehingga berkurang tingkat manfaat dan kesuburannya. Dengan proses yang susah diuraikan, limbah plastik juga dapat membunuh hewan pengurai tanah seperti cacing. Sehingga wajar saja apabila tingkat kesuburan tanah bisa berkurang.
Kini limbah plastik telah mencemari lautan dunia karena sifatnya yang sulit untuk terurai dan sifat tambahan lainnya yang telah terbukti memiliki efek toksik pada makhluk hidup. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan pola
Universitas Sumatera Utara
3
konsumsi dan produksi menyebabkan pesatnya peningkatan limbah plastik di dunia.
2Limbah-limbah plastik itu terus membunuh makhluk hidup di lautan.
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan Sekretariat Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati pada 2016, sampah di lautan telah membahayakan lebih dari 800 spesies. Dari 800 spesies itu, 40% adalah mamalia laut dan 44% adalah spesies burung laut. Konferensi Laut PBB di New York 2017 menyebut limbah plastik di lautan membunuh 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut, kura-kura laut, dan ikan-ikan yang tak terhitung jumlahnya, tiap tahun. Selain sampah plastik, sampah di lautan juga terdiri dari peralatan perikanan yang ditinggalkan begitu saja, biasa disebut 'jaring hantu' atau 'peralatan hantu'. Jumlahnya 640 ribu ton atau 10 persen dari sampah laut. Sampah jaring menjebak kura-kura, burung, dan mamalia laut.
Berikut ini beberapa contoh kasus hewan yang terancam gara-gara plastik:
1. Sedotan Plastik di Hidung Kura-Kura
Video YouTube berisi tayangan ngeri soal penyelamatan kura-kura ini menjadi viral. Sedotan plastik sepanjang 12 cm dicabut dari lubang hidung kura-kura malang itu. Darah mengucur dari hidung kura-kura.Video ini viral sehingga Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ikut memasang di akun Twitter- nya. Video ini berasal dari peristiwa pada Agustus 2015.
Binatang itu dalam bahasa Inggris disebut 'turtle' jenis 'olive ridley'. Dalam Bahasa Indonesia, hewan itu disebut juga sebagai penyu lekang. Hewan yang
2UNEP, Marine Plastic Debris & Microplastic: Global Lessons and Research to Inspire Action and Guide Policy Change, 2016, hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
diselamatkan dari sedotan yang mengancam itu berada di perairan Kosta Rika oleh Christine Figgener,biologis kelautan dari Universitas Texas A&M.
2. Paus Telan 80 Kantung Plastik
Dilansir BBC, seekor paus pilot mengalami sakit dan tak bisa berenang di kawasan Thailand selatan. Akhirnya paus itu mati pada 1 Juni 2018. Upaya penyelamatan dari petugas perairan Thailand tak berhasil menyelamatkan nyawa paus itu. Usut punya usut,paus itu ternyata telah menelan 80 kantong plastik, bobotnya 8 kg.
3. Tutup Botol di Dalam Bangkai Burung
Fotografer Chris Jordan memotret bangkai burung albatros. Bagian dalam perut burung itu tersibak, isinya ada tutup botol plastik dan berbagai benda plastik lainnya. Jordan menemukan bangkai burung demikian di Midway AS pada September 2009. Dia melihat ribuan bangkai anak burung. "Ini sangat menghancurkan dan muram, saya bertanya bagaimana mendapatkan harapan yang baik dari situ," kata Jordan, dilansir The Guardian.
Menurut PBB, dalam paparan soal problem plastik sekali pakai, disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 99% burung laut bakal menelan plastik pada 2055.
4. Paus Sperma di Wakatobi
Kabar ini masih cukup hangat. Paus sperma ditemukan sudah menjadi bangkai. Di perutnya terdapat berbagai jenis sampah. Bangkai paus itu ditemukan di perairan Pulau Kapota, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 19 November 2018. Di perutnya, ada sampah gelas plastik 750 gr (115 buah), plastik keras 140 gr (19 buah), botol plastik 150 gr (4 buah), kantong plastik 260 gr (25 buah), serpihan kayu 740 gr (6
Universitas Sumatera Utara
5
potong), sandal jepit 270 gr (2 buah), karung nilon 200 gr (1 potong), dan tali rafia 3.260 gr (lebih dari 1.000 potong). Total berat basah sampah 5,9 kg.p
Plastik yang ada di lautan disebut sebagai marine plastic debris. Marine plastic debris bisa berasal dari daratan (land-based sources) atau aktifitas yang berbasis di perairan laut (sea-based sources) tetapi land-based sources-lah yang menjadi penyumbang 80 persennya.
3Marine plastic debris adalah jenis polutan yang paling mendominasi dalam sampah lautan, di mana 60-90 persen sampah lautan terdiri dari polimer plastik yang berbeda-beda.
4Penyebab banyaknya plastik di lautan karena proses fotodegradasi terjadi sangat lambat di dalam laut yang dingin dan kurang cahaya matahari.
Ancaman polusi marine plastic debris sangat dirasakan di Laut Asia Timur (EAS). Negara-negara di kawasan EAS dalam beberapa dekade terakhir mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan namun tidak memedulikan dampak pertumbuhan tersebut pada lingkungan lautnya. Ketidakpedulian tersebut mengakibatkan EAS menjadi lingkungan laut yang paling tercemar oleh marine plastic debris, di mana enam negara di kawasan ini menempati peringkat sepuluh dunia sebagai penyumbang marine plastic debris terbanyak, dengan perkiraan pada tahun 2010 yaitu Tiongkok 1.32-3.53 mmt, Indonesia 0.48-1.29 mmt, Filipina 0.28-0.75 mmt, Vietnam 0.28-0.73 mmt, Thailand 0.15-0.41 mmt dan Malaysia 0.14-0.37 mmt.
53 Marine Plastics IUCN,sebagaimana dimaksud dalam: https://bit.ly/2oSDu2G,diakes pada 28 September 19
4 Marine Plastic Debris and Microplastics UN Environment,sebagaimana dimaksud dalam:https://bit.ly/2pzkPcD,diakses pada 28 September 19
5 J.R. Jambeck,Plastic Waste Inputs from Land into the Ocean. Science, Vol. 347, 2015,hlm.768-771.
Universitas Sumatera Utara
Ada banyak faktor penyebab besarnya polusi marine plastic debris di EAS, seperti: rendahnya tingkat kesadaran lingkungan masyarakat, kebiasaan atau tradisi masyarakat, sistem pengelolaan limbah yang buruk dan lain- lain. Sama seperti kawasan lainnya di dunia, polusi marine plastic debris juga mengancam habitat, ekosistem dan keanekaragsaman hayati EAS. Aktivitas ekonomi yang terkena dampak dari polusi tersebut yaitu pelayaran, perikanan, akuakultur, pariwisata dan rekreasi dengan biaya kerugian yang besar untuk menangani dampak tersebut.
6Marine Conservation Society atau MSC, salah satu pegiat lingkungan mendeskripsikan seberapa besar dampak sampah plastik terhadap kerusakan ekosistem laut dan pengaruhnya pada peradaban manusia. 86% permukaan karang akan rusak jika terkena sampah plastik. Satwa laut yang besar tidak bisa membedakan antara sampah plastik dan makanan. Maka resikonya mereka akan terperangkap, tercekik oleh sampah plastik tersebut. penyu tidak bisa membedakan antara tas plastik dengan ubur-ubur.
Ketika mereka mengkonsumsinya itu dapat memblokir sistem pencernaan dalam tubuh mereka dan hal-hal tersebut dapat menyebabkan kematian pada satwa laut. Ketika sampah plastik mulai terurai menjadi keping-keping mikro, ikan-ikan juga tidak dapat membedakan keping-keping mikro yang amat kecil tersebut dengan makanan mereka dan ketika keping mikro limbah plastik tersebut termakan oleh ikan-ikan sudah pasti akan mempengaruhi sistem pencernaan mereka dan lebih panjang lagi efeknya adalah ketika ikan-ikan tersebut kita konsumsi.
6 Ibid
Universitas Sumatera Utara
7
Tidak hanya itu sampah plastik di lautan juga mengancam pertumbuhan bakteri prochlorococcus yang merupakan bakteri fotosintetik yang paling banyak ditemukan di lautan dan memiliki populasi global.
7Sampah plastik mengganggu proses pertumbuhan, fotosintesis dan produksi oksigen yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Padahal bakteri ini juga berkontribusi pada siklus karbon dan bertanggung jawab atas 10 persen dari total produksi oksigen secara global . jadi satu dari sepuluh oksigen yang kita hirup adalah hasil produksi bakteri ini yang akan terus berkurang karena dampak dari tercemarnya ekosistem laut yang diakibatkan oleh sampah plastik yang kita hasilkan.
Kerusakan ekosistem laut sudah berada di titik krisis. Jika kita tidak merubah pola aktivitas kita yang serba plastik ini sama saja kita mempercepat proses pengurangan oksigen, meningkatkan pembunuhan biota laut, dan merusak sistem pencernaan biota laut dan akhirnya kembali pada kerugian diri kita sendiri.
Perbuatan manusia dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan, karena kualitas lingkungan menyangkut nilai lingkungan untuk kesehatan, kesejahteraan dan ketentraman manusia. Nilai lingkungan manfaatnya juga bermacam-macam bagi umat manusia. Menurut Drupsteen sebagaimana dikutip Andi Hamzah, masalah lingkungan merupakan kemunduruan kualitas lingkungan, atau dengan kata lain, bahwa masalah lingkungan yang menyangkut gangguan terhadap lingkungan antara manusia dan lingkungannya, sedangkan bentuknya berupa pencemaran, pengurasan, dan perusakan lingkungan.
87Partensky, F., Hess, W. R. & Vaulot, D. Prochlorococcus, a marine photosynthetic prokaryote of global significance. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 63, 106–127 (1999)
8 Andi Hamzah,Penegakan Hukum Lingkungan,(Jakarta: Arikha Media Cipta, 1995), hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, hukum lingkungan menetapkan ketentuan dan norma- norma untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan pencemaran lingkungan untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara terus menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Disinilah letak adanya hukum lingkungan untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tingkah laku manusia dengan segala aktivitasnya yang seperti pembangunan dengan teknologinya. Oleh karena itu, hukum lingkungan mengatur ketentuan tentang tingkah laku dalam bermasyarakat, agar dipaksa untuk mematuhi hukum lingkungan.
Disamping itu juga masyarakat mempunyai hak, kewajiban dan berperan serta masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup. Menurut Drupsteen sebagaimana dikutip Andi Hamzah, bahwa dilihat dari fungsinya, hukum lingkungan berisi kaidah-kaidah tentang perilaku masyarakat yang positif terhadap lingkungannya, baik langsung atau tidak langsung. Secara langsung kepada masyarakat, hukum lingkungan menyatakan apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan, secara tidak langsung kepada warga masyrakat adalah memberikan landasan bagi yang berwenang untuk memberikan kaidah kepada masyarakat.
99 Andi Hamzah,Op.Cit, hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang diuraikan pada latar belakang diatas, maka masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan Hukum Internasional tentang perlindungan terhadap lingkungan laut?
2. Bagaimana ketentuan hukum nasional dalam pencegahan, pengurangan dan pengelolaan pencemaran lingkungan laut akibat limbah plastik?
3. Bagaimana peran negara Indonesia dalam perlindungan lingkungan laut berkenaan dengan limbah plastik?
C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum internasional tentang perlindungan terhadap lingkungan laut.
2. Untuk memahami ketentuan hukum nasional dalam pencegahan, pengurangan dan pengelolaan pencemaran lingkungan laut akibat limbah plastik.
3. Untuk mengetahui peran negara Indonesia dalam perlindungan lingkungan laut khususnya berkenaan dengan limbah plastik.
D. Manfaat Penulisan 1. Secara Teoritis
Untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa, staf pengajar, maupun praktisi hukum khususnya berkaitan dengan pencemaran lingkungan laut akibat limbah plastik di perairan kepulauan Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
2. Secara Praktis
Untuk menjadi referensi dan memberikan informasi kepada masyarakat agar mempunyai pandangan dan kesadaran untuk merubah pola hidup dengan mengurangi penggunaan plastik dan beralih kepada bahan yang lebih ramah lingkungan, serta lebih bijaksana lagi untuk menggunakan plastik untuk bumi yang lebih baik.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul yang berhubungan dengan topik yang terdapat dalam skripsi ini, antara lain:
1. Fadhilah Astrid Sitompul, Tahun 2012, Mahasiswi Universitas Sumatera Utara dengan judul “Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebocoran The Montara Well Head Platform Di Laut Timor”.
Pokok masalah penelitian:
a. Bagaimanakah dampak dari pencemaran di Laut Timor akibat tumpahan minyak?
b. Bagaimanakah tanggung jawab PTTEP Australia terhadap pencemaran oleh minyak di Laut?
c. Bagaimanakah alternatif penyelesaian sengketa dan mekanisme ganti rugi terhadap pencemaran oleh minyak di Laut Timor?
Universitas Sumatera Utara
11
2. Julia Silviana, Tahun 2016, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul “Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Laut Di Wilayah Pesisir Teluk Lampung”
Pokok masalah penelitian:
a. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap pencemaran laut di wilayah Pesisir Teluk Lampung?
b. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum terhadap pencemaran laut di wilayah Pesisir Teluk Lampung?
3. Christasya Febria Valentina, Tahun 2013, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Soegijapranata dengan judul “Pertanggung Jawaban Pencemaran Lingkungan Laut Transnasional Studi Kasus :Indonesia- Australia Terhadap PTT Exploration and Production Australia Pty.Ltd”
Pokok masalah penelitian:
a. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan Interasional yang mengatur pertanggungjawaban bagi pelaku pencemaran laut transnasional?
b. Bagaimana bentuk-bentuk pertanggungjawaban PTTEP AA atas pencemaran laut transnasional yang dilakukannya?
Pada dasarnya penelitian ini, baik dari segi judul maupun pokok permasalahan yang dibahas dan berdasarkan pemeriksaan serta penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum universitas Sumatera Utara pada tanggal 26 Agustus 2019, judul yang diangkat menjadi skripsi ini belum pernah ditulis sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
F. Tinjauan Kepustakaan
Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, jurnal-jurnal, laporan dan informasi dari internet. Untuk menghindari penafsiran ganda, maka penulis memberikan penegasan batasan pengertian dari judul penelitian yang diambil dari sudut ilmu hukum, penafsiran secara etimologis, maupun pendapat dari para sarjana terhadap beberapa pokok pembahasan maupun materi yang akan dijabarkan dalam skripsi ini antara lain yaitu :
Pencemaran Lingkungan Laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat dimasukkannya oleh manusia secara langsung ataupun tidak langsung bahan-bahan atau energi ke dalam lingkungan laut (termasuk muara sungai) yang menghasilkan akibat yang demikian buruknya sehingga merupakan kerugian terhadap kekayaan hayati, bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan dilaut termasuk perikanan dan lain-lain, penggunaan laut yang wajar, pemburukan dari pada kualitas air laut dan menurunnya tempat- tempat pemukiman dan rekreasi.
10Limbah Plastik adalah salah satu sumber pencemaran lingkungan hidup di Indonesia. Plastik merupakan produk serbaguna, ringan, fleksibel, tahan kelembaban, kuat dan relatif murah. Karena berbagai kemudahan tersebut, seluruh dunia terus menghasilkan lebih banyak produk berbahan baku plastik. Tanpa menyadari karakter dasar plastik, beserta cara penggunaan yang tidak ramah lingkungan, yang justru merusak lingkungan hidup.
Perairan Kepulauan Indonesia adalah seluruh atau semua perairan yang letaknya ada pada sisi bagian dalam garis pangkal lurus kepulauan dengan tanpa
10 Mochtar Kusumaatmadja,Bunga Rampai Hukum Laut, (Penerbit Binacipta,Jakarta, 1978), hlm.179.
Universitas Sumatera Utara
13
memperhatikan jarak atau kedalamannya dari pantai.
11Perairan Kepulauan Indonesia sudah masuk ke dalam perlindungan UNCLOS (konvensi hukum laut internasional) dengan adanya pengakuan Indonesia sebagai salah satu Archipelagic State atau Negara Kepulauan.
Hukum Internasional adalah hukum yang berlaku di dua negara atau lebih yang mengatur tentang aktivitas berskala internasional. Hukum internasional merupakan hukum antar negara atau antar bangsa yang menunjukkan pada kompleks asas dan kaidah yang mengatur hubungan antar masyarakat bangsa- bangsa atau negara.
Hukum Nasional merupakan sebuah sistem hukum yang dibentuk dari proses penemuan, pengembangan, penyesuaian dari beberapa sistem hukum yang telah ada.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian atau metode ilmiah adalah prosedur atau lagkah- langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.
12Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan merupakan metode penelitian hukum normatif yang akan dijabarkan sebagai berikut :
11 Konsideran Pasal 3, UU No. 6 Tahun 1996, tentang Perairan Kepulauan
12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta; UI press, 1986), hlm..43
Universitas Sumatera Utara
1. Tipe Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam membahas rumusan masalah dalam skripsi ini adalah melalui tipe penelitian hukum normatif. Menurut Johnny Ibrahim, penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya.
13Penelitian hukum normatif yang mana mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat, juga melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum sebagai objek penelitian. Penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini semata-mata menggambarkan suatu objek untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum.
14Demikian juga hukum dan pelaksanaannya dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.
13Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:
Bayumedia, 2013). hlm. 57.
14 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fak.
Psikologi UGM, 1986),hlm.3.
Universitas Sumatera Utara
15
3. Sumber Data
Adapun sumber data dari penulisan skripsi ini adalah berasal dari bahan pustaka (library research) yang terdiri dari:
a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat,
15Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
1. Konferensi Stockholm Tahun 1972.
2. Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes Other Matter (London Dumping) 1972 and 1996 Protocol Thereto.
3. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973/1978 (MARPOL 1973/1978).
4. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982 (UNCLOS 1982).
5. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
7. Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.
15Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI- Press), 2007),hlm.52.
Universitas Sumatera Utara
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,
16antara lain adalah buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah hukum, makalah, surat kabar, internet dan sumber lain yang terkait dan relevan dengan objek penelitian.
c) Bahan Hukum Tersier
Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
17misalnya :
1. Kamus umum Bahasa Indonesia 2. Kamus Bahasa Inggris-Indonesia 3. Kamus istilah hukum
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau yang disebut data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar, bahan kuliah yang relevan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan dan konvensi internasional.
16 Ibid
17 Ibid
Universitas Sumatera Utara
17
Tahap – tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut :
a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan - bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek kajian.
b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel – artikel media cetak dan elektronik, dokumen pemerintahan dan peraturan perundangan.
c. Mengelompokkan data – data yang relevan dengan permasalahan.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa sub- sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini, dilakukan perincian sebagai berikut :
Bab pertama menguraikan hal-hal pokok yang menjadi dasar pemikiran dalam penulisan skripsi ini yang terdiri atas, latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Selanjutnya pada bab kedua ini membahas tentang peraturan-peraturan hukum internasional mengenai perlindungan terhadap lingkungan laut, sejarah dan perkembangan terbentuknya peraturan-peraturan itu, negara-negara yang tergabung, serta isi dan hasil dari peraturan-peraturan tersebut.
Selanjutnya pada bab ketiga ini membahas secara lebih khusus mengenai bagaimana dalam melakukan pencegahan, pengurangan dan pengelolaan pencemaran lingkungan laut akibat limbah plastik ditinjau dari ketentuan hukum
Universitas Sumatera Utara
internasional dan nasional.
Selanjutnya pada bab keempat ini membahas mengenai bagaimana negara Indonesia dalam melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan laut terhadap limbah plastik, serta pelaksanaan pemanfaatan sumber daya lingkungan laut dan bagaimana hak dan kewajiban dalam perairan kepulauan.
Selanjutnya pada bab kelima ini berisi kesimpulan-kesimpulan dari kesuluruhan uraian materi pembahasan dan saran-saran yang merupakan penutup dari dalam penulisan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
19 BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM INTERNASIONAL ATAS LINGKUNGAN LAUT
A. Urgensi Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut
Lingkungan laut sebagai perwujudan satu bagian (aspek) dari lingkungan hidup di atas bola bumi ini dewasa ini memperlihatkan perkembangan baru.
Fungsi laut bukan lagi sekedar tempat membuat garam, menangkap ikan, kegunaan pelayaran, atau tempat rekreasi. Namun di dalam perkembangannya saat ini mengarah pada pertambangan mineral di dasar laut, dan percobaan nuklir yang dilakukan oleh negara-negara adikuasa. Dan dibarengi pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju pesat.
18Lebih jauh lagi, bahkan fungsi laut itu telah berkembang menjadi tempat pemukiman bagi umat manusia yang masa ini telah mulai diperkirakan oleh para ahli ilmu pengetahuan. Sehingga kebinekaan guna laut bagi manusia, dapat digolongkan antara lain : sebagai sarana pelayaran, tempat kegiatan hiburan, pertambangan dan pertahanan keamanan. Kesemuanya itu diwujudkan oleh manusia lewat pandangan maupun perhatian yang selalu berubah.
19Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta pemanasan global yang semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan iklim, dan hal ini akan memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Untuk itu
perlu dilakukan
18 Arifin Siregar, Hukum Pencemaran Laut di Selat Malaka, (Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum USU, 1996), hlm.22.
19 Ibid
Universitas Sumatera Utara
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
20Kurangnya pemahaman masyarakat untuk menjaga kondisi laut adalah salah satu permasalahan yang harus segera di atasi oleh Pemerintah untuk menjelaskan dan memahamkan agar timbul kesadaran masyarakat tentang pentingnya laut.
Maraknya penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti pukat harimau, cantrang, dan penggunaan bahan peledak telah mengakibatkan degradasi lingkungan dan memiliki pengaruh yang sangat besar. Kerusakan lingkungan yang terjadi telah menghilangkan mata pencaharian nelayan tangkap dan pedagang ikan.
Gejala pencemaran lingkungan laut akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian dari bebagai pihak. Seperti nampak dalam pembahasan melalui seminar dan konferensi yang diselenggarakan baik ditingkat nasional, regional dan internasional. Kesemua perhatian itu membahas dan mengkaji masalah lingkungan laut, sehingga mempertajam pengertian dan membangkitkan kesadaran tentang masalah lingkungan laut.
Pengertian dan kesadaran ini secara umum mengandung arti bahwa masalah pencemaran lingkungan laut tersebut mengandung ancaman terhadap perikehidupan, baik kehidupan manusia, hewan (fauna), maupun tumbuh- tumbuhan (flora). Ketiga jenis perikehidupan ini mengisi lingkungan hidup atau
“biosphere” di atas bola bumi menjadi terancam kelangsungan serta kelestariannya, karena terkena racunnya yang menimbulkan kemusnahan. Oleh
20 Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana dalam UU no.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.(Jakarta : P.T SOFMEDIA, 2011),hlm.1.
Universitas Sumatera Utara
21
arus dan angin air laut yang tercemar itu disebarkan kemana-mana secara merata dan mempengaruhi lingkungan laut.
21Pencemaran lingkungan laut merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsa-bangsa. Pengaruhnya dapat menjangkau seluruh aktifitas manusia di laut dan karena sifat laut yang berbeda dengan darat, maka masalah pencemaran laut dapat mempengaruhi semua negara pantai, baik yang sedang berkembang maupun negara-negara maju, sehingga perlu disadari bahwa negara pantai mempunyai kepentingan terhadap masalah pencemaran laut.
22Pencemaran terhadap lingkungan laut yang mencemaskan ini mengundang perhatian umat manusia untuk segera mencari upaya penanggulangan masalah pencemaran lingkungan laut tersebut. Salah satu usaha bentuk penanggulangannya adalah melalui hukum (tata pengaturan) yang lebih lanjut melahirkan Hukum Pencemaran Laut (Marine Pollution).
B. Batasan Perairan Kepulauan
Pengertian perbatasan secara umum adalah sebuah garis demarkasi antara dua negara yang berdaulat. Pada awalnya perbatasan sebuah negara atau states border dibentuk dengan lahirnya negara. Sebelumnya penduduk yang tinggal di wilayah tertentu tidak merasakan perbedaan itu, bahkan tidak jarang mereka berasal dari etnis yang sama. Namun dengan munculnya negara, mereka
21 Arifin Siregar, Op Cit.hlm.1.
22 Juarir Sumardi, Hukum Pencemaran Laut Transnasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996),hlm.1.aha
Universitas Sumatera Utara
terpisahkan dan dengan adanya tuntutan negara itu mereka mempunyai kewarganegaraan yang berbeda.
23Perairan kepulauan (archipelagic waters) adalah zona laut yang istimewa.
Perairan kepulauan adalah perairan yang berada di dalam garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) tanpa memperhatikan kedalaman dan jaraknya dari garis pantai.
24Perairan kepulauan ini mulai dikenal dengan diakuinya konsepsi negara kepulauan (archipelagic state) di dalam UNCLOS.
Konsep negara kepulauan lahir didasarkan atas kedaulatan Indonesia terhadap wilayah. Pengertian “negara kepulauan” dalam konsepsi negara kepulauan Indonesia berasal dari pengertian Nusantara. Dalam kehidupan sehari hari dan literatur-literatur kuno, Nusantara adalah nama lain dari Indonesia.
Nusantara berasal dari kata “nusa” yang berarti kumpulan (gugusan) pulau, dan
“antara” diartikan suatu tempat yang terletak atau diapit oleh tempat yang lain.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka arti Nusantara yaitu kepulauan yang terletak di antara benua dan di antara samudera. Yang dimaksud dengan benua pada waktu itu adalah India dan China. Dalam pengertian yang sekarang, arti Nusantara yaitu kepualauan yang terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta di antara samudera, yaitu Hindia dan Pasifik. Pengertian negara kepulauan berasal dari pengertian Nusantara yang berarti negara yang terdiri dari gugusan pulau. Oleh karena itu, pengertian Nusantara sudah menunjukkan konsepsi Negara Kepulauan (Archipelagic State Conception).
2523 Rizal Darmaputera, Manajemen Perbatasan dan reformasi Sektor Keamanan, (Jakarta:
IDSPS Press,2009),hlm.3.
24 Pasal 49 UNCLOS
25 Hasbullah F.Sjawie, Negara Kepulauan Indonesia dan Hukum Laut Internasional, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001),hlm.20.
Universitas Sumatera Utara
23
Pasal 46 UNCLOS 1982 mendefinisikan negara kepulauan sebagai “a state constituted wholly by one or more archipelagos and may include other islands.”
Yaitu suatu negara yang terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat meliputi pulau-pulau lainnya.
26Selanjutnya, dinyatakan setiap Negara Kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar dari kepulauan. Panjang garis yang demikian maksimal adalah 100 mil laut dan 3 persen dari jumlah seluruh garis pangkal yang ada dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga maksimal 125 mil laut.
27Dari garis pangkal lurus kepulauan tersebut diukur lebar laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif serta landas kontinen suatu Negara Kepulauan.
28Dalam penetapan batas laut atau batas maritim, yang menjadi landasan hukum inetrnasional adalah Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS 1982). Dalam penetapan batas laut teritorial, melalui pasal 15 UNCLOS 1982 dinyatakan sebagai berikut:
29“Dalam hal dua Negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun diantaranya berhak kecuali, ada persetujuan yang sebaliknya antara mereka, untuk menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titik sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal darimana lebar laut teritorial masing-masing Negara diukur. Tetapi ketentuan ini tidak berlaku, apabila terdapat alasan baik historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas
26 Pasal 46 UNCLOS
27 Pasal 47 UNCLOS
28 Pasal 48 UNCLOS
29 Pasal 15 UNCLOS
Universitas Sumatera Utara
laut teritorial antara kedua Negara menurut cara yang berlainan dengan ketentuan diatas.”
Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 15 tersebut berkaitan dengan penetapan batas laut teritorial dapat disimpulkan menjadi 3 (tiga) hal yaitu : pertama, dalam penetapan batas laut teritorial dilakukan dengan melalui perundingan; kedua, dalam penetapan batas laut teritorial pada negara yang berhadapan, digunakan metode equidistance; ketiga, ketentuan tersebut dapat tidak berlaku, apabila terdapat alasan baik historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua Negara menurut cara yang berlainan dengan ketentuan di atas.
Pasal 74 dan Pasal 83 UNCLOS 1982, dalam penyelesaian penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan garis batas Landas Kontinen secara garis besar memperhatikan 3 (tiga) prinsip sebagai berikut: pertama, dalam penetapan batas zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen dilakukan melalui perundingan;
kedua, dalam penyelesaian penetapan batas zona ekonomi eksklusif dan garis batas landas kontinen harus berdasarkan pada hukum internasional; dan ketiga, dalam implementasi penyelesaian penetapan batas zona ekonomi eksklusif maupun landas kontinen harus mencapai Equitable Result atau mendatangkan manfaat bagi negara-negara yang bersangkutan.
C. Pengaturan Hukum Internasional Tentang Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut Pada Perairan Kepulauan Suatu Negara
a. The Stockhom Declaration of 1972
Hukum lingkungan Indonesia mulai berkembang semenjak zaman penjajahan Pemerintahan Hindia Belanda, tetapi hukum lingkungan pada masa itu
Universitas Sumatera Utara
25
bersifat atau berorientasikan pemakaian (use-oriented law). Hukum lingkungan Indonesia kemudian berubah sifatnya menjadi hukum yang berorientasikan tidak saja pada pemakaian, tetapi juga perlindungan (environment-oriented law).
Perubahan ini tidak terlepas dari pengaruh lahirnya hukum lingkungan internasional modern, yang ditandai dengan lahirnya Deklarasi Stockholm 1972 (the Stockholm Declaration of 1972). Perkembangan hukum lingkungan Indonesia sangat dipengaruhi oleh hukum lingkungan Internasional.
30Pada tahun 1972, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah berhasil mempertemukan negara-negara di dunia dalam suatu konferensi tentang lingkungan hidup manusia di Stockholm. Konferensi ini berhasil mengeluarkan output berupa Deklarasi Stockholm 1972. Sekalipun Deklarasi ini tidak sebagai sumber langsung hukum internasional, tetapi merupakan soft law yang harus dipatuhi oleh masyarakat internasional untuk membentuk hukum di masa datang (the future law).
31Deklarasi Stockholm 1972, merupakan pilar dari perkembangan hukum lingkungan internasional. Indonesia, sebagai negara yang ikut menandatangani Deklarasi ini,
32harus mengimplementasikan ketentuan Deklarasi tersebut dalam yurisdiksinya. Sebagai tanda kepatuhan Indonesia kepada norma hukum internasional, Pemerintah mengundangkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya
30 Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.1.
31 Ibid.hlm.24.
32 Mostafa Kamal Tolba, Ed, Evolving Environmental Perceptions: From Stockholm to Nairobi, Butterworths, London 1988,hlm.208.
Universitas Sumatera Utara
disingkat dengan UUKPPLH).
33UUKPPLH ini merupakan undang-undang pertama yang bersifat integral untuk melindungi lingkungan hidup di Indonesia.
UUKPPLH diundangkan sepuluh tahun setelah dikeluarkannya Deklarasi Stockholm.
UUKPPLH merupakan ketentuan payung (umbrella act) bagi semua peraturan perundang-undangan pengelolaan lingkungan hidup. Ini berarti semua peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum lahirnya UUKPPLH masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan umbrella act dan begitu pula halnya dengan penyusunan peraturan perundang-undangan baru tidak boleh bertentangan dengan UUKPPLH.
34Konferensi Stockholm yang dilaksanakan pada tanggal 5-16 Juni 1972 merupakan forum internasional yang membahas persoalan-persoalan penting pembangunan dan lingkungan hidup. Konferensi tersebut merupakan tonggak baru bagi masyarkat internasional yang menghasilkan prinsip-prinsip penting untuk mengatur pembangunan yang berorientasi lingkungan. Terlaksananya konferensi Stockholm telah mampu menumbuhkan dan mendorong semangat masyarakat internasional untuk memahami dan menyadari akan pentingnya lingkungan hidup yang perlu dilekatkan sebagai satu kesatuan dalam pembangunan.
35Deklarasi Stockholm memicu lahirnya beberapa konvensi internasional yang melindungi lingkungan hidup. Di antara konvensi itu adalah Konvensi Paris
33 Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup”(selanjutnya disingkat UKPPLH), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 No. 12.
34 Sukanda Husin, Op Cit.hlm.4.
35Absori,Penegakan Hukum Lingkungan dan Antisipasi dalam Era Perdagangan Bebas,(Surakarta:Muhammadiyah University Press,2001), hlm.119
Universitas Sumatera Utara
27
1974, Konvensi London 1976, Konvensi Hukum Laut 1982, Konvensi Wina 1985, Konvensi Perubahan Iklim 1992, Konvensi Keanekaragaman Hayati 1992, dan lain lainnya.
36Deklarasi Stockholm 1972 yang ditandatangani oleh 113 kepala negara berisikan 26 prinsip pembangunan. Deklarasi ini meminta negara-negara di dunia untuk melaksanakan pembangunan demi memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup generasi hari ini dengan tidak mengurangi hak generasi mendatang untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat. Konsep ini disebut Suistainable Development atau Pembangunan Berkelanjutan yang kemudian dijadikan prinsip hukum dalam Deklarasi Rio 1992.
37Isi 26 poin yang dihasilkan dalam Deklarasi Stockholm 19721 mengenai isu lingkungan dan pembangunan yakni :
1. Hak asasi manusia harus ditegaskan, segala bentuk apartheid dan penjajahan harus dihapuskan
2. Sumber Daya Alam (SDA) harus dijaga
3. Kapasitas Bumi untuk menghasilkan sumber daya yang dapat diperbaharui harus dilestarikan
4. Satwa liar harus dijaga
5. Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui harus dibagi dan tidak dihabiskan
6. Polusi yang timbul tidak boleh melebihi kapasitas untuk membersihkan secara alami
7. Pencemaran laut yang merusak harus dicegah
36 Sukanda Husin,Op Cit.hlm.21.
37 Ibid
Universitas Sumatera Utara
8. Pembangunan dibutuhkan untuk memperbaiki lingkungan 9. Negara-negara berkembang membutuhkan bantuan
10. Negara-negara berkembang memerlukan harga ekspor yang wajar untuk mengelola lingkungan
11. Kebijakan lingkungan tidak boleh menghambat pembangunan
12. Negara-negara berkembang memerlukan uang untuk meningkatkan pelestarian lingkungan
13. Perencanaan pembangunan yang berkelanjutan diperlukan
14. Perencanaan rasional harus menyelesaikan konflik antara lingkungan dan pembangunan
15. Pemukiman penduduk harus direncanakan untuk menghilangkan masalah lingkungan
16. Pemerintah harus merencanakan kebijakan kependudukan yang sesuai 17. Lembaga nasional harus merencanakan pengembangan sumber daya alam
negara
18. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus digunakan untuk mengembangkan lingkungan
19. Pendidikan lingkungan sangat penting
20. Penelitian lingkungan harus didukung, terutama di negara berkembang 21. Negara boleh memanfaatkan sumber daya yang ada, tapi tidak boleh
membahayakan orang lain
22. Kompensasi diperlukan jika ada negara yang membahayakan 23. Tiap negara harus menetapkan standar masing-masing 24. Harus ada kerjasama dalam isu internasional
Universitas Sumatera Utara
29
25. Organisasi internasional harus membantu memperbaiki lingkungan 26. Senjata pemusnah massal harus dihilangkan
Deklarasi Stockholm 1972 mengakui hak asasi manusia sebagai hak setiap orang untuk dapat hidup dalam suatu lingkugan yang baik dan sehat. Setiap negara berkewajiban untuk memelihara lingkungan hidup manusia sedemikian rupa sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.
38Kewajiban yang dimaksud antara lain kewajiban suatu negara untuk mengambil tindakan-tindakan guna mencegah terjadinya pencemaran lingkungan laut yang dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan manusia, sumber kekayaan hayati laut, dan penggunaan lingkungan laut lainnya.
39Sehubungan dengan perlindungan lingkungan laut dari pencemaran, suatu negara harus mejamin agar segala kegiatan atas hak-hak kekayaan alamnya tidak boleh merusak lingkungan negara lain.
40Selanjutnya diperlukan kerjasama antar negara dalam mengembangkan hukum internasional yang berhubungan sistem pertanggungjawaban dan ganti rugi yang disebabkan oleh pencemaran.
41b. London Convention 1972 dan London Protocol 1996
The Convention on Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter (1972) atau yang lebih dikenal dengan London Dumping Convention adalah sebuah kesepakatan internasional yang spesifik membatasi pembuangan beberapa jenis material tertentu ke dalam laut.
42London Dumping
38 Prinsip 1 Deklarasi Stockholm 1972
39 Prinsip 7 Deklarasi Stockholm 1972
40 Prinsip 21 deklarasi Stockholm 1972
41 Prinsip 22 Deklarasi Stockholm 1972
42Michael S.Schenker, “Saving a Dying Sea-The London Convention on Ocean Dumping,7 Cornell Internationall Law Journal (1973-1974),hlm.35
Universitas Sumatera Utara
adalah konvensi Internasional yang ditanda tangani pada tanggal 29 Desember 1972 dan mulai berlaku pada 30 Agustus 1975 adalah konvensi internasional yang merupakan perpanjangan dari isi pada Konvensi Stockholm.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai ketentuan apa saja yang diatur dalam London Convention, kita perlu untuk mengetahui apa yang disebut dengan ocean dumping terlebih dahulu, Secara umum, ocean dumping diartikan sebagai meletakkan suatu benda ke dasar laut.
43Dalam berbagai konvensi seringkali mendefinisikan “ocean dumping” secara berbeda, namun hampir semuanya sepakat bahwa pembuangan tersebut secara disengaja, yaitu dengan membawa zat yang akan dibuang tersebut kedalam kapal atau pesawat udara untuk kemudian dimasukan ke dalam laut.
44Tujuan utama dari London Convention adalah untuk melaksanakan kontrol yang efektif terhadap seluruh sumber polusi dilaut. Negara yag terikat dalam konvensi haruslah melakukan upaya pencegahan terjadinya polusi dilaut yang diakibatkan oleh pembuangan limbah,
45Melindungi dan melestarikan lingkungan laut dari segala bentuk pencemaran yang menimbulkan kewajiban bagi peserta untuk mengambil langkah-langkah yang efektif, baik secara sendiri atau bersama- sama, sesuai dengan kemampuan keilmuan, teknik dan ekonomi mereka guna mencegah, menekan dan apabila mungkin menghentikan pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan atau pembakaran limbah atau bahan berbahaya lainnya di laut.
43 Pasal 19,Convention for the Prevention of Marine Pollution by Dumping from Ships and Aircraft,Februari 15, 1972
44Frederick Forrest Richards, Ocean Dumping: An International and Domestic Perspective;Note,Journal of Legislation Vol.17.2.hlm 289
45 Pasal 2 London Convention
Universitas Sumatera Utara
31
Pada dasarnya Protokol 1996 tidak bisa disamakan dengan amandemen dari London Convention, jauh dari amandemen London Convention, Protokol 1996 telah menggantikan London Convention, walaupun negara bukan peserta dari London Convention juga diajak untuk terlibat dalam pembuatan Protokol 1996.
Protokol 1996 menunjukan evolusi yang cukup berbeda dibandingkan dengan London Convention. Protokol ini lebih memasukan prinsip kehati hatian (Precautionary Principle) dan prinsip pemberi polusi harus membayar (polluter pays principle). Protokol 1996 juga mengubah ketentuan mengenai zat material apa saja yang boleh dibuang ke laut, mekanisme penyelesaian masalah, mengadopsi seluruh ketentuan dalam amandemen konvensi London, dan menutup celah-celah yang masih memungkinkan pihak dalam perjanjian untuk membahayakan lingkungan.
Salah satu perbedaan antara Protokol 1996 dengan London Dumping Convention adalah dihapusnya pengelompokan list zat material yang dapat dibuang ke laut, berbeda dengan pengaturan sebelumnya dalam London Dumping Convention yang mengatur mengenai apa saja yang tidak boleh dibuang ke laut, Protokol 1996 mengatur mengenai apa saja zat material yang dapat dibuang ke dalam laut.
Dalam upaya mempertahankan seluruh amandemen dari London Convention, Protokol 1996 terus berupaya untuk memperbaiki segala ketentuan yang ada. Salah satu yang paling menonjol adalah terkait dengan isu pembakaran limbah laut.
46Dimana sebelumnya dalam London Convention masih dimungkinkan dilakukannya pembakaran limbah dilaut sedangkan dalam Protokol
46 Michael S.Schenker,Op Cit. hlm.37
Universitas Sumatera Utara
1996 telah melarang seluruh pembakaran limbah dilaut. Selain itu dalam rangka untuk memastikan bahwa negara peratifikasi tidak melakukan hal yang telah disepakati, Protokol 1996 menggabungkan larangan pengiriman limbah ke negara lain untuk dibuang ke dalam laut atau dibakar di laut.
Negara peserta protokol berkewajiban melarang pembuangan setiap limbah atau bahan beracun lainnya dengan pengecualian yang terdaftar dalam lampiran 1 dimana pembuangannya harus mendapatkan izin terlebih dahulu. Negara peserta juga wajib menerapkan persyaratan administratif atau hukum untuk menjamin bahwa penerbitan izin-izin dan syarat-syarat perizinan tersebut sesuai dengan yang diatur pada lampiran 2 protokol 1996 ini.
47Selain itu praktek pembakaran limbah atau bahan lainnya dilaut dan pengiriman limbah atau bahan lainnya di laut dan pengiriman limbah atau bahan lain ke negara-negara lain untuk pembuangan atau pembakarannya adalah termasuk hal yang dilarang dalam protokol ini dan negara peserta harus melarangnya.
48c. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973/1978 (MARPOL)
MARPOL 73/78 adalah Konvensi Internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal, pelayaran kapal tanker yang mengakibatkan ancaman pencemaran lingkungan laut dapat merugikan negara pantai yang perairannya dijadikan sebagai sarana pelayaran. Jika terjadi pencemaran maka dampaknya akan menimbulkan kerusakan pada lingkungan laut negara pantai. Untuk mencapai keseimbangan konflik antara negara pantai pada satu pihak yang
47 Article 4 Convention on The Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter (London Convention 1986),
48 Ibid
Universitas Sumatera Utara
33
menginginkan terlindunginya lingkungan laut dan pemilik/operator kapal pada pihak lainnya, dimana laut merupakan sarana bagi mereka dalam melakukan transportasi, maka IMO mengeluarkan suatu bentuk perjanjian internasional yang disebut dengan the International Convention for the Prevention of Polution from Ship, untuk selanjutnya disebut MARPOL.
49MARPOL 1973 diadopsi pada tanggal 2 November 1973, dan mulai berlaku pada tanggal 2 Oktober 1983. MARPOL 1973 merupakan bentuk penyempurnaan yang dilakukan IMO dalam mengantisipasi upaya pencegahan terhadap pencemaran lingkungan laut tidak saja oleh minyak, namun juga mencakup bahan-bahan berbahaya lainnya, kecuali dumping.
International Maritime Organization (IMO) merupakan badan khusus PBB yang mengurus bidang kemaritiman yang didirikan di Jenewa. Tujuan didirikannya IMO adalah untuk memajukan kerjasama antar negara-negara anggota dalam masalah-masalah teknis dibidang pelayaran dengan perhatian khusus pada keselamatan efisiensi pelayaran setinggi-tingginya.
50Dengan demikian IMO merupakan badan khusus PBB yang bertanggung jawab dalam keselamatan pelayaran secara luas dan pencegahan dari pencemaran lingkungan laut.
51MARPOL mempunyai “6 technical annexes”, Annex ini merupakan ketentuan yang diperuntukkan bagi semua kapal, kecuali kapal-kapal kecil. Bagi kapal-kapal tersebut harus bahwa “structure, equipment, fitting, materials dan perlengkapan lainnya sesuai dengan standard yang diharuskan Konvensi. Untuk
49 Suhaidi,Perlindugan Terhadap Lingkungan Laut Dari Pencemaran Yang Bersumber Dari Kapal,(Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2004)
50 Mochtar Kusumaatmadja,IMCO dan Pembinaan Hukum Pelayaran Nasional.(Jilid VII, No.. 1-2 Bandung: 1976).hlm.3.
51 Suhaidi.Op Cit. hlm.95
Universitas Sumatera Utara
semua ini ditandai dengan suatu sertifikat. Khusus untuk Annex VI mengatur tentang “air pollution” Annex I berisi tentang Pencegahan Dari Pencemaran Minyak. Mulai berlaku pada tanggal 2 Oktober 1983. Dalam Annex ini dipertahankan kriteria dari “the oil discharge” yang telah ditentukan dalam Amandemen 1969 dari Konvensi OILPOL 1954, tanpa perubahan yang substansial.
Kapal-kapal masih dapat melakukan pembuangan minyak kotor jika dipenuhi syarat-syarat yang hampir sama dengan Konvensi sebelumnya, kecuali jumlah maksimum yang diizinkan untuk melakukan pembuangan minyak kotor dengan kriteria, yaitu bagi kapal tanker baru, jumlah maksimum minyak kotor yang diizinkan untuk dibuang ke laut tidak melebihi 1/15.000 dari jumlah cargo yang dibawa. Bagi kapal yang sudah ada sebelumnya, diizinkan sampai 1/30.000 dari jumlah angkutan minyak. Ketentuan ini berlaku bagi “outside the special protected areas” (di luar daerah perlindungan khusus).
52Annex II tentang Control of Pollution by Noxious liquid Substances, mulai berlaku pada tanggal 6 April 1987, berisi tentang kriteria dan langkah-langkah pengawasan terhadap pencemaran yang disebabkan oleh zat cair berbahaya dalam jumlah besar. Terdapat daftar 250 zat yang sudah dievaluasi dan dimasukan dalam daftar lampiran dari Konvensi yang dikategorikan sebagai zat cair yang berbahaya.
Annex III tentang Prevention of pollution by harmful substances carried in packaged form, or in freight containers or portable tanks or road and rail tank wagons. Mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1992, berisi tentang persyaratan
52 Ibid
Universitas Sumatera Utara