commit to user
45 BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengaturan Tindak Pidana Aborsi dalam Hukum Positif Indonesia dan Singapura
1. Pengaturan Tindak Pidana Aborsi di Indonesia
Tindak Pidana Aborsi di Indonesia diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksana yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
a. Tindak Pidana Aborsi dalam KUHP
KUHP menyatakan bahwa abortus provocatus atau aborsi yang disengaja, terlebih lagi abortus provocatus criminalis yaitu aborsi yang dilakukan dengan sengaja dengan alasan yang bersifat melawan hukum, adalah tergolong tindak pidana dan dilarang pelaksanaannya. Ketentuan mengenai tindak pidana aborsi dapat dijumpai dalam Bab XIV Buku Kedua KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan khususnya Pasal 299 KUHP, Bab XIX Buku Kedua KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa khususnya Pasal 346, 347, 348, dan 349 KUHP.
No. Pasal Subjek Jenis Kejahatan Ancaman Pidana 1.
2.
299
299
Setiap orang (bisa suami, keluarga, atau yang lain).
Tabib, bidan, atau juru obat.
Dengan sengaja mengobati atau menyuruh seorang wanita untuk
mengaborsi.
Menjadikan aborsi untuk mencari
keuntungan atau sebagai mata
Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Pidana tambahan berupa sepertiga dari pidana penjara 4 (empat) tahun atau denda tiga ribu rupiah
commit to user
46 3.
4.
5.
6.
346
347
348
349
Wanita hamil
Setiap orang.
Setiap orang.
Dokter, bidan, atau juru obat.
pencaharian.
Mengaborsi kandungannya.
Mengaborsi kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya.
Mengaborsi kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya.
Membantu melakukan kejahatan seperti yang tercantum pada Pasal 346, 347, dan 348.
dan dicabutnya hak untuk menjalani profesinya sebagai mata pencaharian.
Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Apabila menyebabkan kematian si wanita, pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan. Apabila menyebabkan
kematian si wanita, pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Pidana yang telah ditentukan pasal-pasal tersebut dan dapat ditambah sepertiga dan dicabutnya hak untuk menjalani profesinya sebagai mata
pencaharian.
Tabel 1. Subjek dan Jenis Tindak Pidana Aborsi dalam KUHP
Adapun rumusan selengkapnya pasal-pasal tersebut sebagai berikut:
1) Rumusan tindak pidana Pasal 299 KUHP adalah sebagai berikut:
(4) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
commit to user
47
(5) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
(6) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Unsur-unsur dari Pasal 299 KUHP yaitu : a) Barang siapa;
b) Dengan sengaja;
c) Mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati;
d) Dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan;
e) Bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan.
Jika yang bersalah melakukan perbuatan aborsi untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. Jika yang bersalah melakukan perbuatan aborsi dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
2) Rumusan tindak pidana Pasal 346 KUHP adalah sebagai berikut:
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Unsur-unsur dari Pasal 346 KUHP yaitu:
a) Seorang wanita;
b) Dengan sengaja;
c) Menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu.
3) Rumusan tindak pidana Pasal 347 KUHP adalah sebagai berikut:
(3) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(4) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
commit to user
48
Unsur-unsur dari Pasal 347 KUHP yaitu:
a) Barang siapa;
b) Dengan sengaja;
c) Menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4) Rumusan tindak pidana Pasal 348 KUHP adalah sebagai berikut:
(3) Barang siapa dengan sengaja mengugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.
(4) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Unsur-unsur dari Pasal 348 KUHP yaitu:
a) Barang siapa;
b) Dengan sengaja;
c) Mengugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
5) Rumusan tindak pidana Pasal 349 KUHP adalah sebagai berikut:
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Unsur-unsur dari Pasal 349 KUHP yaitu:
a) Jika seorang dokter, bidan atau juru obat;
b) Membantu melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348;
c) Maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
commit to user
49
Jika kita menelaah pasal-pasal tersebut diatas, maka akan tampak bahwa KUHP tidak memperbolehkan pelaksanaan aborsi di Indonesia.
KUHP tidak melegalkan aborsi tanpa terkecuali, bahkan abortus provocatus medicinalis atau abortus provocatus therapeutic pun dilarang.
Oleh karena sudah dirumuskan demikian, maka dalam kasus aborsi minimal ada dua orang yang terkena ancaman pidana, yakni si perempuan sendiri yang hamil serta barangsiapa yang sengaja membantu si perempuan tersebut mengggugurkan kandungannya (Suryono Ekotama, Harum Pudjiarto dan Widiartama, 2001: 71).
b. Tindak Pidana Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Tindak Pidana Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tercantum dalam Pasal 75, 76, 77, dan terdapat ketentuan pidana pada Pasal 194. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berlaku sebagai apa yang disebut adagium hukum sebagai lex specialis derogat legi generali dari ketentuan mengenai tindak pidana aborsi di KUHP, di mana terdapat beberapa perubahan mengenai ketentuan untuk melaksanakan aborsi. Hubungan antara KUHP dengan undang-undang yang memuat tindak pidana di luar KUHP diatur dalam dalam Pasal 103 KUHP yang berbunyi, “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I KUHP juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain” (Frans Maramis, 2012:
47). Dengan adanya asas ini, perubahan-perubahan mengenai ketentuan aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengesampingkan pasal-pasal tindak pidana aborsi dalam KUHP. Adapun rumusan selengkapnya pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Kesehatan tersebut:
1) Rumusan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
commit to user
50
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
c. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
d. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Unsur-unsur dari Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu:
a) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
b) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
(3) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
(4) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
c) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Perubahan pengaturan mengenai pelaksanaan aborsi yang utama terlihat dalam pasal ini. Pasal ini menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dilarang untuk melakukan aborsi, akan tetapi, terdapat pengecualian yang membuat seseorang dapat melakukan aborsi, yaitu apabila terdapat indikasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu/janin, dan
commit to user
51
kehamilan yang diakibatkan oleh perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korbannya. Ketentuan yang terdapat pada pasal ini memperjelas pengaturan aborsi yang ada pada KUHP. Selain itu, tindakan aborsi tersebut hanya dapat dilaksanakan setelah melalui konseling pra tindakan dan pasca tindakan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Yang dimaksud dengan konselor dalam ketentuan ini menurut penjelasan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Kesehatan adalah setiap orang yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan. Yang dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu.
2) Rumusan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu:
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal ini mengatur mengenai persyaratan untuk dapat melaksanakan aborsi berdasarkan ketentuan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Namun, terdapat kelemahan karena pasal ini menyatakan bahwa penyedia layanan kesehatan yang dapat melaksanakan aborsi adalah penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri, akan tetapi, sampai saat ini belum ada Peraturan Menteri Kesehatan yang mencantumkan syarat yang bagaimana yang harus dipenuhi suatu penyedia layanan kesehatan untuk dapat membantu melaksanakan aborsi sehingga terjadi suatu ketidakjelasan. Namun, setelah Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi disahkan, terdapat beberapa
commit to user
52
perubahan mengenai persyaratan untuk melaksanakan aborsi tersebut (http://kompasiana.com/post/read/686004/2/regulasi-aborsi-yang-
menyandera-etika-profesi, diakses pada 20 Mei 2015 pukul 07.00 WIB).
3) Rumusan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu:
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Rumusan Pasal 194 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Unsur-unsur dari Pasal 194 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu:
d) Setiap orang;
e) Dengan sengaja;
f) Melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2).
Dari rumusan pasal-pasal di atas dapat disimpulkan bahwa tindakan aborsi tetap dilarang namun terdapat pengecualian karena adanya:
3) Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
4) Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Aborsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ini memperbolehkan adanya aborsi karena alasan medis
commit to user
53
(abortus provocatus medicinalis) atau kehamilan akibat perkosaan. Hal ini membedakan dengan ketentuan aborsi yang ada dalam KUHP yang tidak melegalkan aborsi tanpa terkecuali bahkan abortus provocatus medicinalis karena KUHP bersifat Pro Life.
Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Ruang lingkup Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi ini pun salah satunya adalah indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi. Selebihnya, Peraturan Pemerintah ini menjelaskan lebih lanjut prosedur dan tata cara aborsi itu sendiri. Adapun rumusan lengkap dari pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
1) Rumusan Lengkap Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi:
(1) Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis; atau b. kehamilan akibat perkosaan.
(2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Cukup jelas dalam pasal ini disebutkan bahwa tindakan aborsi hanya dapat dilaksanakan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan yang hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari, atau sekitar 6 (enam) minggu. Jika dikaitkan dengan negara Indonesia yang menganut sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama yang paling banyak dianut di Indonesia yaitu Islam, maka aborsi yang hanya dapat dilaksanakan pada kehamilan yang paling lama berusia 40 hari dapat dikatakan adalah karena pada usia kandungan tersebut, janin belum bernyawa sehingga belum dapat dikategorikan sebagai pembunuhan. Lebih dari usia kandungan 40 hari, menurut kepercayaan Islam, janin telah bernyawa dan apabila diaborsi maka dapat
commit to user
54
dikategorikan sebagai membunuh atau menghilangkan nyawa seseorang, oleh karena itulah aborsi hanya dapat dilaksanakan paling lambat pada usia kandungan 40 hari.
2) Rumusan Lengkap Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi:
(1) Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a meliputi:
a. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau b. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin,
termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
(2) Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar.
Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi mengatur mengenai keadaan yang bagaimana yang termasuk indikasi kedaruratan medis tersebut. Dalam penjelasan peraturan pemerintah ini, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “mengancam nyawa” merupakan keadaan atau penyakit yang apabila kehamilannya dilanjutkan akan mengakibatkan kematian ibu. Sedangkan yang dimaksud dengan “mengancam kesehatan ibu” merupakan suatu keadaan fisik dan/atau mental yang apabila kehamilan dilanjutkan akan menurunkan kondisi kesehatan ibu, mengancam nyawa atau mengakibatkan gangguan mental berat. Untuk kondisi yang dimaksud dengan “kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin” merupakan kehamilan dengan kondisi janin yang setelah dilahirkan tidak dapat hidup mandiri sesuai dengan usia, termasuk janin yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun janin yang tidak dapat diperbaiki kondisinya.
3) Rumusan Lengkap Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi:
(5) Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan oleh tim kelayakan aborsi.
commit to user
55
(6) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.
(7) Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis, tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar.
(8) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat surat keterangan kelayakan aborsi.
4) Rumusan Lengkap Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi:
(5) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
c. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
d. keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
5) Rumusan Lengkap Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi:
(3) Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab.
(4) Praktik aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar;
b. dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri;
c. atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e. tidak diskriminatif; dan
f. tidak mengutamakan imbalan materi.
(7) Dalam hal perempuan hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak dapat memberikan persetujuan, persetujuan aborsi dapat diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.
(8) Dalam hal suami tidak dapat dihubungi, izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.
Terkait dengan aturan bahwa praktik aborsi hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan
commit to user
56
oleh Menteri, sampai sekarang belum ada Peraturan Menteri Kesehatan yang membahas lebih lanjut mengenai syarat tersebut sehingga masih ada ketidakjelasan yang dapat melemahkan peraturan pemerintah ini.
6) Rumusan Lengkap Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi:
(2) Dokter yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a harus mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan yang terakreditasi.
(3) Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan anggota tim kelayakan aborsi atau dokter yang memberikan surat keterangan usia kehamilan akibat perkosaan.
(4) Dalam hal di daerah tertentu jumlah dokter tidak mencukupi, dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari anggota tim kelayakan aborsi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
7) Rumusan Lengkap Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi:
(1) Tindakan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling.
(2) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi konseling pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor.
(3) Konseling pra tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:
b. menjajaki kebutuhan dari perempuan yang ingin melakukan aborsi;
c. menyampaikan dan menjelaskan kepada perempuan yang ingin melakukan aborsi bahwa tindakan aborsi dapat atau tidak dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang;
d. menjelaskan tahapan tindakan aborsi yang akan dilakukan dan kemungkinan efek samping atau komplikasinya;
e. membantu perempuan yang ingin melakukan aborsi untuk mengambil keputusan sendiri untuk melakukan aborsi atau membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi; dan
f. menilai kesiapan pasien untuk menjalani aborsi.
(4) Konseling pasca tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:
commit to user
57
e. mengobservasi dan mengevaluasi kondisi pasien setelah tindakan aborsi;
f. membantu pasien memahami keadaan atau kondisi fisik setelah menjalani aborsi;
g. menjelaskan perlunya kunjungan ulang untuk pemeriksaan dan konseling lanjutan atau tindakan rujukan bila diperlukan; dan h. menjelaskan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi untuk
mencegah terjadinya kehamilan.
8) Rumusan Lengkap Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi:
(1) Dalam hal korban perkosaan memutuskan membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf d atau tidak memenuhi ketentuan untuk dilakukan tindakan aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), korban perkosaan dapat diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan.
(2) Anak yang dilahirkan dari ibu korban perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diasuh oleh keluarga.
(3) Dalam hal keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak untuk mengasuh anak yang dilahirkan dari korban perkosaan, anak menjadi anak asuh yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9) Rumusan Lengkap Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi:
(3) Setiap pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.
Menteri Kesehatan saat ini baru mengesahkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18, Pasal 25, dan Pasal 28 PP Kesehatan Reproduksi dan belum mengatur mengenai ketentuan pelaksanaan aborsi sama sekali. Oleh karena itu, sampai saat ini masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi mengenai aborsi ini karena masih adanya ketidakjelasan mengenai bagaimana standar bagi penyedia layanan
commit to user
58
kesehatan untuk melaksanakan aborsi, dan masih adanya ketidakjelasan dalam Pasal 36 PP Kesehatan Reproduksi mengenai ketentuan lebih lanjut tentang pelatihan untuk dokter yang melaksanakan aborsi oleh penyelenggara pelatihan yang terakreditasi yang akan dijelaskan dalam Peraturan Menteri, namun sampai saat ini belum ada Peraturan Menteri yang mengaturnya.
2. Pengaturan Tindak Pidana Aborsi di Singapura
Singapura memiliki undang-undang mengenai aborsi tersendiri yaitu Termination of Pregnancy Act Cap. 324. Namun, Singapura juga memiliki beberapa peraturan terkait aborsi di Penal Code. Terdapat kontradiksi antara Penal Code dan UU Aborsi itu sendiri, karena Penal Code Singapura diadopsi dari Inggris yang tidak melegalkan aborsi, namun pasal-pasal dalam Penal Code yang mengatur mengenai aborsi dengan jelas menyatakan dalam pasalnya bahwa peraturan mengenai aborsi di Singapura tunduk pada Termination of Pregnancy Act. Untuk memperjelas pengaturan aborsi itu sendiri, akan dijelaskan dalam tabel yang kemudian diuraikan per pasal.
a. Tindak Pidana Aborsi dalam Singapore Penal Code
Dalam Penal Code ini, dapat dilihat bahwa subjek yang dominan dibicarakan adalah pihak yang membantu terlaksananya aborsi, di mana bisa jadi ditujukan pada praktisi medis yang tidak memiliki izin praktik dari Menteri Kesehatan Singapura untuk melaksanakan aborsi, atau pihak- pihak lain yang membantu melaksanakan aborsi selain praktisi medis.
Jenis tindak pidana yang tercantum adalah kejahatan, dan rumusan sanksi pidana yang tercantum adalah pidana kumulatif dan pidana alternatif.
No. Pasal Subjek Jenis Kejahatan Ancaman Pidana 1. 312 Setiap orang Secara
sukarela/sengaja menyebabkan seorang wanita
Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda, apabila dilakukan
commit to user
59
Tabel 2. Subjek, Jenis Tindak Pidana Aborsi, dan Sanksi Pidana dalam Penal Code
1) Rumusan Lengkap Section 312 Penal Code:
“Subject to the provisions of the Termination of Pregnancy Act (Cap.
324), whoever voluntarily causes a woman with child to miscarry, shall be punished with imprisonment for a term which may extend to 3 years, or with fine, or with both; and if the woman is quick with child, shall be punished with imprisonment for a term which may extend to 7 years, and shall also be liable to fine.”
2.
3.
4.
313
314
315
Setiap orang
Setiap orang
Setiap orang
menggugurkan kandungannya, baik saat telah terasa pergerakan janin ataupun belum.
Secara
sukarela/sengaja menggugurkan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya.
Menggugurkan kandungan seorang wanita yang
menyebabkan kematian wanita tersebut.
Dengan niat untuk menghancurkan kehidupan seorang anak yang mampu dilahirkan hidup, dengan setiap tindakan yang disengaja
menyebabkan anak meninggal sebelum atau sesudah dilahirkan.
saat pergerakan janin telah terasa pidana penjara 7 (tujuh) tahun dan denda.
Pidana penjara yang dapat diperpanjang hingga 10 tahun dan denda.
Pidana penjara yang dapat diperpanjang hingga 10 tahun dan denda.
Pidana penjara yang tidak melebihi 10 tahun atau denda, atau dengan keduanya.
commit to user
60 Terjemahan bebas:
“Tunduk pada ketentuan pada Undang-Undang Tindakan Penghentian Kehamilan, setiap orang yang secara sukarela menyebabkan seorang wanita untuk menggugurkan anaknya, dipidana dengan pidana penjara untuk jangka waktu yang dapat diperpanjang hingga 3 (tiga) tahun, atau denda, atau keduanya, dan jika wanita tersebut berada dalam tahap kehamilan di mana pergerakan janin telah terasa, dipidana dengan pidana penjara untuk jangka waktu yang dapat diperpanjang hingga 7 (tujuh) tahun, dan juga akan dikenakan denda.”
Unsur-unsur dari Section 312 Penal Code adalah:
a) Setiap orang;
b) Secara sukarela;
c) Menyebabkan seorang wanita untuk menggugurkan anaknya.
2) Rumusan Lengkap Section 313 Penal Code:
“Whoever commits the offence defined in section 312, without the consent of the woman, whether the woman is quick with child or not, shall be punished with imprisonment for life, or with imprisonment for a term which may extend to 10 years, and shall also be liable to fine.”
Terjemahan bebas:
“Setiap orang yang melakukan kejahatan yang didefinisikan pada section 312 tanpa persetujuan dari wanita bersangkutan baik yang berada dalam tahap kehamilan di mana pergerakan janin telah terasa maupun tidak, dipidana dengan pidana penjara untuk jangka waktu yang dapat diperpanjang sampai 10 tahun, dan dikenakan denda.”
Unsur-unsur dari Section 313 Penal Code adalah:
a) Setiap orang;
b) Yang melakukan kejahatan yang didefinisikan pada section 312 tanpa persetujuan dari wanita bersangkutan baik yang berada dalam tahap kehamilan di mana pergerakan janin telah terasa maupun tidak.
3) Rumusan Lengkap Section 314 Penal Code:
“Subject to the provisions of the Termination of Pregnancy Act (Cap. 324), whoever with intent to cause the miscarriage of a woman with child does
commit to user
61
any act which causes the death of such woman, shall be punished with imprisonment for a term which may extend to 10 years, and shall also be liable to fine; and if the act is done without the consent of the woman, shall be punished either with imprisonment for life, or with the punishment above-mentioned.”
Terjemahan bebas:
“Tunduk pada ketentuan Undang-Undang Tindakan Penghentian Kehamilan, setiap orang yang dengan maksud untuk menyebabkan keguguran dari seorang wanita hamil yang setiap tindakannya menyebabkan kematian wanita tersebut, dipidana dengan pidana penjara untuk jangka waktu yang dapat diperpanjang hingga 10 (sepuluh) tahun, dan juga akan dikenakan denda. Dan jika tindakan tersebut dilakukan tanpa persetujuan dari perempuan tersebut, harus dipidana baik dengan pidana penjara seumur hidup, atau dengan pidana yang telah disebutkan sebelumnya.”
Unsur-unsur dari Section 314 Penal Code adalah:
a) Setiap orang;
b) Dengan maksud;
c) Menyebabkan keguguran dari seorang wanita hamil yang setiap tindakannya menyebabkan kematian wanita tersebut.
Jika tindakan tersebut dilakukan tanpa persetujuan dari wanita tersebut, dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana yang telah disebutkan sebelumnya.
4) Rumusan Lengkap Section 315 Penal Code:
“(1) Subject to the provisions of the Termination of Pregnancy Act, whoever, with intent to destroy the life of a child capable of being born alive, by any wilful act causes a child to die before it has an existence independent of its mother or by such act causes the child to die after its birth, shall, unless such act is immediately necessary to save the life of the mother, be punished with imprisonment for a term not exceeding 10 years, or with fine, or with both.
(2) For the purposes of this section, evidence that a woman had at any material time been pregnant for a period of 28 weeks or more shall be prima facie evidence that she was at that time pregnant of a child capable of being born alive.”
commit to user
62 Terjemahan bebas:
“(1) Tunduk pada ketentuan Undang-Undang Tindakan Penghentian Kehamilan, setiap orang, dengan niat untuk menghancurkan kehidupan seorang anak yang mampu dilahirkan hidup, dengan setiap tindakan yang disengaja menyebabkan anak meninggal sebelum anak tersebut memiliki eksistensi independen dari ibunya atau karena dengan tindakan tersebut menyebabkan anak meninggal setelah kelahirannya, wajib, kecuali tindakan tersebut segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa ibunya, dipidana dengan pidana penjara untuk jangka waktu yang tidak melebihi 10 tahun atau denda, atau dengan keduanya.
(2) Untuk keperluan bagian ini, bukti material bahwa seorang wanita telah menjalani waktu kehamilan selama 28 minggu atau lebih akan menjadi bukti fakta yang dianggap benar kecuali dibantah bahwa ia pada saat itu mengandung seorang anak yang mampu untuk dilahirkan hidup.
Unsur-unsur Section 315 Penal Code adalah:
a) Setiap orang;
b) Dengan niat;
c) Menghancurkan kehidupan seorang anak yang mampu dilahirkan hidup;
d) Dengan setiap tindakan;
e) Yang disengaja;
f) Menyebabkan anak meninggal sebelum anak tersebut memiliki eksistensi independen dari ibunya;
g) Atau karena dengan tindakan tersebut;
h) Menyebabkan anak meninggal setelah kelahirannya;
i) Kecuali tindakan tersebut segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa ibunya.
Untuk keperluan bagian ini, bukti material bahwa seorang wanita telah menjalani waktu kehamilan selama 28 minggu atau lebih akan menjadi bukti fakta yang dianggap benar kecuali dibantah bahwa ia pada saat itu mengandung seorang anak yang mampu untuk dilahirkan hidup.
commit to user
63
b. Aborsi dalam Singapore Termination of Pregnancy Act Cap. 324 Di dalam Termination of Pregnancy Act, pelaksanaan abortus provocatus medicinalis maupun abortus provocatus criminalis tidak dilarang. Hal ini bila diperhatikan memiliki pertentangan dengan apa yang tercantum dalam Penal Code yang dapat disimpulkan melarang bentuk pelaksanaan abortus provocatus yang tidak dikarenakan oleh kedaruratan medis. Menurut segi historis, Penal Code masih didasarkan pada hukum Inggris yang diadopsi di abad ke-19. Tindakan aborsi adalah pada umumnya merupakan tindak pidana yang diancam dalam Pasal 312-316 Penal Code Singapura. Namun, tindakan aborsi diperbolehkan apabila dilakukan dengan niat baik untuk menyelamatkan hidup wanita hamil.
Tindakan legislatif pertama yang dirancang untuk meliberalisasi hukum aborsi disahkan pada 20 Maret 1970. Tindakan aborsi yang diizinkan antara lain dengan alasan medis, eugenic, yuridis, dan sosio- ekonomis. Tindakan aborsi yang dilakukan dengan alasan medis dan eugenic dapat dilakukan selama 24 minggu pertama kehamilan, sedangkan aborsi dengan alasan yuridis dan sosio-ekonomis hanya dapat dilakukan dalam 16 minggu pertama kehamilan.
Undang-Undang Aborsi 1974 (Penal Code, section 312-316) sebagaimana telah diubah dengan Act No. 12 of 1980, meliberalisasi tindakan aborsi di Singapura lebih lanjut. Di dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa seseorang tidak akan dipidana yang berkaitan dengan aborsi selama kehamilan tersebut diakhiri oleh dokter yang berlisensi dan bertindak atas persetujuan tertulis wanita hamil tersebut selama 24 minggu pertama kehamilan. Di luar waktu tersebut, aborsi hanya dapat dilakukan untuk menyelamatkan nyawa wanita hamil dan mencegah cedera permanen besar bagi kesehatan fisik dan mental dari wanita hamil. Kecuali dalam kasus-kasus di mana aborsi segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa wanita hamil, ia harus memenuhi residensi atau persyaratan kewarganegaraan tertentu. Undang-undang yang baru ini menghapuskan Termination of Pregnancy Authorization Board dan persyaratan yang menyetujui tindakan aborsi (Kaan-Sheung Hung Terry, 2010: 894).
commit to user
64
Termination of Pregnancy Act ini tidak hanya mengatur mengenai persyaratan untuk melaksanakan aborsi. Terdapat pula beberapa ketentuan pidana di dalamnya yang terdiri dari beberapa jenis kejahatan yang terkait pelaksanaan aborsi tersebut, yang untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut :
No. Pasal Subjek Jenis Kejahatan Ancaman Pidana 1.
2.
3.
3 ayat (4)
5
7
Setiap orang
Setiap orang
Setiap orang yang bersangkutan untuk menjaga catatan medis sehubungan dengan pelaksanaan aborsi maupun yang terkait dengan pelaksanaan aborsi
Tidak memenuhi ketentuan aborsi yang terdapat pada ayat (1), (2), dan (3).
Memaksa seorang wanita hamil sehingga melakukan aborsi yang berlawanan dengan kehendaknya.
Mengungkap fakta atau informasi yang berkaitan dengan tindakan aborsi tersebut kecuali kepada orang-orang yang terkait dan untuk tujuan seperti yang dapat ditentukan.
Pidana penjara tidak melebihi 3 (tiga) tahun atau denda tidak melebihi $3000.
Pidana penjara tidak melebihi 3 (tiga) tahun atau denda tidak melebihi $3000.
Pidana penjara tidak melebihi 12 bulan atau denda yang jumlahnya tidak melebihi
$2000 atau keduanya.
Tabel 3. Subjek, Jenis Tindak Pidana Aborsi, dan Sanksi Pidana dalam Termination of Pregnancy Act
1) Rumusan Lengkap Pasal 1 Termination of Pregnancy Act:
“This Act may be cited as the Termination of Pregnancy Act.”
Terjemahan bebas:
Undang-undang ini dapat disebut sebagai Termination of Pregnancy Act.
commit to user
65
2) Rumusan Lengkap Pasal 2 Termination of Pregnancy Act:
“In this Act, unless the context otherwise requires —
“approved institution” means any institution, hospital, maternity home, clinic or other place for the time being approved by the Minister for the purposes of this Act;
“authorised medical practitioner” means any medical practitioner who is authorised under any regulations made under this Act to carry out treatment to terminate pregnancy;
“law relating to abortion” means sections 312, 313, 314, and 315 of the Penal Code [Cap. 224];
“medical practitioner” means any person registered under the Medical Registration Act [Cap. 174].”
Terjemahan bebas:
Dalam Undang-undang ini, kecuali konteksnya menentukan lain –
“institusi yang telah disetujui” berarti setiap lembaga rumah sakit, rumah bersalin, klinik, atau tempat lain yang untuk sementara waktu disetujui oleh Menteri untuk tujuan undang-undang ini.
“praktisi medis resmi” berarti setiap praktisi medis yang berwenang di bawah setiap peraturan yang dibuat berdasarkan undang-undang ini untuk melaksanakan pengobatan untuk mengakhiri kehamilan.
“hukum yang berkaitan dengan aborsi” berarti section 312, 313, 314, dan 315 Penal Code (cap.224).
“praktisi medis” berarti setiap orang yang terdaftar di bawah Undang- Undang Pendaftaran Medis (cap.174).
3) Rumusan Lengkap Pasal 3 Termination of Pregnancy Act:
—(1) Subject to the provisions of this Act, no person shall be guilty of an offence under the law relating to abortion when a pregnancy is terminated by an authorised medical practitioner acting on the request of a pregnant woman and with her written consent.
(2) Except as provided by section 10, every treatment to terminate pregnancy shall be carried out by an authorised medical practitioner in an approved institution.
(3) No treatment to terminate pregnancy shall be carried out by an authorised medical practitioner unless the pregnant woman —
(i) is a citizen of Singapore or is the wife of a citizen of Singapore;
(ii) is the holder, or is the wife of a holder, of a work pass issued under the Employment of Foreign Manpower Act (Cap. 91A); or
commit to user
66
(iii) has been resident in Singapore for a period of at least 4 months immediately preceding the date on which such treatment is to be carried out,
but this subsection shall not apply to any treatment to terminate pregnancy which is immediately necessary to save the life of the pregnant woman.
(4) Any person who contravenes or fails to comply with this section shall be guilty of an offence and shall be liable on conviction to a fine not exceeding $3,000 or to imprisonment for a term not exceeding 3 years or to both.
Terjemahan bebas:
(1) Sesuai dengan ketentuan undang-undang ini, seseorang tidak akan dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan mengenai hukum yang berkaitan dengan aborsi apabila kehamilan tersebut diakhiri oleh praktisi medis yang berwenang bertindak atas permintaan dari wanita hamil bersangkutan dan dengan persetujuan tertulis darinya.
Menurut Termination of Pregnancy Act ini, aborsi bukanlah kejahatan apabila aborsi tersebut dilakukan oleh praktisi medis yang berwenang melakukannya berdasarkan permintaan dari wanita hamil bersangkutan (abortion on demand) dengan persetujuan tertulis. Hal ini sangat berbeda dengan Indonesia yang melarang semua bentuk aborsi kecuali untuk menyelamatkan nyawa ibu hamil dan apabila kehamilan tersebut dikarenakan perkosaan.
(2) Kecuali sebagaimana diatur pada ayat 10, setiap tindakan untuk aborsi harus dilakukan oleh praktisi medis resmi di institusi yang telah disetujui.
(3) Praktisi medis resmi tidak dibolehkan melakukan tindakan aborsi kecuali wanita hamil tersebut:
a. Merupakan warga negara Singapura atau istri warga negara Singapura;
b. Adalah pemegang atau istri pemegang izin kerja yang dikeluarkan di bawah Undang-Undang Ketenagakerjaan Tenaga Kerja Asing (Employment of Foreign Manpower Act) Cap. 91A; atau
c. Telah tinggal di Singapura selama minimal 4 bulan segera sebelum tanggal yang pengobatan tersebut harus dilakukan.
commit to user
67
Tetapi bagian ini dapat untuk tidak diterapkan untuk setiap tindakan aborsi yang penting untuk segera dilaksanakan untuk menyelamatkan nyawa seorang wanita hamil.
(4) Setiap orang yang bertentangan atau tidak memenuhi bagian ini dinyatakan bersalah atas kejahatan dan/atau dikenakan denda yang tidak melebihi $3000 atau pidana penjara dalam jangka waktu tidak melebihi 3 tahun atau keduanya.
Di dalam Pasal 3 ayat (3) Termination of Pregnancy Act, dinyatakan bahwa seorang praktisi medis dilarang untuk melakukan prosedur aborsi apabila wanita hamil yang menginginkan aborsi tersebut tidak memenuhi syarat-syarat tertentu terkait kewarganegaraan, dan apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka pelaku dapat diancam pidana yang diatur pada ayat (4).
4) Rumusan Lengkap Pasal 4 Termination of Pregnancy Act:
4.—(1) No treatment for the termination of pregnancy shall be carried out
—
(a) if the pregnancy is of more than 24 weeks duration unless the treatment is immediately necessary to save the life or to prevent grave permanent injury to the physical or mental health of the pregnant woman; or
(b) if the pregnancy is of more than 16 weeks duration but less than 24 weeks duration unless the treatment is carried out by an authorised medical practitioner who —
(i) is in possession of such surgical or obstetric qualifications as may be prescribed; or
(ii) has acquired special skill in such treatment either in practice or by virtue of holding an appointment in an approved institution over such period as may be prescribed.
(2) For the purposes of subsection (1), the duration of the pregnancy shall be calculated from the first day of the last normal menstruation of the pregnant woman to the end of the 24th week or to the end of any week between the 16th and the 24th week, as the case may be, or the duration of the pregnancy may be ascertained by clinical examination.
Terjemahan bebas:
—(1) Tindakan aborsi tidak boleh dilaksanakan apabila:
(a) Jika durasi kehamilan melebihi 24 minggu kecuali tindakan tersebut diperlukan secepatnya untuk menyelamatkan nyawa atau
commit to user
68
untuk mencegah cedera permanen pada kesehatan fisik atau mental wanita hamil; atau
(b) Jika durasi kehamilan lebih dari 16 minggu namun kurang dari 24 minggu kecuali tindakan tersebut dilakukan oleh praktisi medis resmi yang:
(i) Memiliki kualifikasi bedah atau obstetrik seperti yang telah ditentukan; atau
(ii) Telah memiliki keahlian khusus baik dalam tindakan aborsi tersebut baik dalam praktik atau berdasarkan memegang janji di lembaga yang diterima selama periode yang ditentukan.
(2) Berkaitan dengan subbagian 1 tersebut, durasi kehamilan dihitung dari hari pertama menstruasi normal terakhir wanita hamil bersangkutan sampai akhir 24 minggu atau sampai minggu akhir manapun di antara minggu ke-16 dan minggu ke-24, atau durasi kehamilan dapat dipastikan melalui tes klinis.
Berbeda dengan pengaturan aborsi di Indonesia yang mengharuskan aborsi dilaksanakan sebelum kehamilan berusia 6 (enam) minggu, Termination of Pregnancy Act secara tersurat menyatakan bahwa aborsi masih dapat dilakukan selama usia kandungan belum mencapai 24 minggu, atau sudah mencapai 16 minggu namun belum mencapai 24 minggu. Perbedaan batas waktu pelaksanaan aborsi ini dapat dihubungkan dengan orang Indonesia yang mayoritas kepercayaannya adalah Islam, dan mempercayai bahwa setelah 40 hari, janin telah bernyawa sehingga apabila janin diaborsi pada usia kandungan yang telah melebihi 40 hari atau 6 (enam) minggu, maka hal tersebut sama saja telah mencabut hak hidup seseorang yang telah bernyawa.
5) Rumusan Lengkap Pasal 5 Termination of Pregnancy Act:
“Any person who, by means of coercion or intimidation, compels or induces a pregnant woman against her will to undergo treatment to terminate pregnancy shall be guilty of an offence and shall be liable on conviction to a fine not exceeding $3,000 or to imprisonment for a term not exceeding 3 years or to both.”
commit to user
69 Terjemahan bebas:
Setiap orang yang, dalam arti memaksa atau mengintimidasi, memaksa atau mempengaruhi wanita hamil berlawanan dengan kehendaknya untuk melakukan perawatan untuk aborsi bersalah atas kejahatan dan dipidana denda yang jumlahnya tidak melebihi $3000 atau pidana penjara dalam jangka waktu yang tidak melebihi 3 tahun, atau dipidana dengan keduanya.
Unsur-unsur Pasal 5 Termination of Pregnancy Act:
a) Setiap orang;
b) Yang memaksa atau mempengaruhi wanita hamil berlawanan dengan kehendaknya untuk melakukan perawatan untuk aborsi.
6) Rumusan Lengkap Pasal 6 Termination of Pregnancy Act:
—(1) Subject to subsection (3), no person shall be under any duty whether by contract or by any statutory or legal requirement to participate in any treatment to terminate pregnancy authorised by this Act to which he has a conscientious objection.
(2) In any legal proceedings the burden of proof of conscientious objection referred to in subsection (1) shall rest on the person claiming to rely on it and that burden may be discharged by such person testifying on oath or affirmation that he has a conscientious objection to participating in any treatment to terminate pregnancy.
(3) Nothing in subsection (1) shall affect any duty to participate in such treatment which is immediately necessary to save the life or to prevent grave permanent injury to the physical or mental health of a pregnant woman.
Terjemahan bebas:
—(1) Sesuai dengan ayat (3), tidak ada orang yang akan berada di bawah kewajiban apapun baik melalui kontrak atau persyaratan undang-undang atau hukum untuk berpartisipasi dalam tindakan aborsi berdasarkan Undang-Undang ini apabila ia memiliki keberatan dari hati nurani.
(2) Dalam setiap proses hukum, beban pembuktian keberatan hati nurani yang dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada orang yang mengaku memiliki keberatan tersebut dan beban pembuktian yang dibebankan kepada orang tersebut adalah bersaksi dengan sumpah bahwa ia memiliki keberatan dari hati nurani untuk berpartisipasi dalam tindakan untuk mengakhiri kehamilan tersebut.
commit to user
70
(3) Tidak ada segala sesuatu dalam ayat (1) yang akan mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi dalam tindakan aborsi yang diperlukan dengan segera untuk menyelamatkan nyawa atau untuk mencegah cedera permanen besar bagi kesehatan fisik dan mental seorang wanita hamil.
Singapura pada dasarnya memperbolehkan pelaksanaan aborsi selama aborsi tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang yang ada dan tidak berpatokan pada kepercayaan atau agama yang dianut warga negaranya, karena Singapura adalah negara sekuler. Namun, bukan berarti Singapura tidak memperhatikan keadaan hati nurani. Walaupun tidak dipandang dari segi menghargai hak untuk hidup si janin, perundang- undangan Singapura memungkinkan agar seseorang, khususnya praktisi medis, yang memiliki keberatan dari hati nuraninya untuk melaksanakan aborsi agar dapat lepas dari tanggungjawab untuk membantu seorang pasien wanita untuk melaksanakan aborsi. Namun, hal tersebut hanya berlaku pada aborsi berdasarkan permintaan si wanita hamil (abortion by demand). Apabila terdapat indikasi kedaruratan medis, keberatan hati nurani tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak pelaksanaan aborsi karena keselamatan wanita hamil diutamakan di sini.
7) Rumusan Lengkap Pasal 7 Termination of Pregnancy Act:
—(1) No person who —
(a) is concerned with the keeping of medical records in connection with treatment to terminate a pregnancy; or
(b) participates in any treatment to terminate a pregnancy,
shall, unless the pregnant woman expressly gives her consent thereto, disclose any facts or information relating to the treatment except to such persons and for such purposes as may be prescribed.
(2) Any person who contravenes subsection (1) shall be guilty of an offence and shall be liable on conviction to a fine not exceeding $2,000 or to imprisonment for a term not exceeding 12 months or to both.
Terjemahan bebas:
(1) Tidak ada orang yang –
(a) bersangkutan untuk menjaga catatan medis sehubungan dengan tindakan aborsi; atau
(b) berpartisipasi dalam tindakan aborsi,
commit to user
71
akan, kecuali wanita hamil yang bersangkutan dengan tegas memberikan persetujuannya, mengungkapkan fakta atau informasi yang berkaitan dengan tindakan tersebut kecuali kepada orang tersebut dan untuk tujuan seperti yang dapat ditentukan.
(2) Setiap orang yang melanggar ayat (1) dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan dan harus bertanggung jawab dengan denda yang jumlahnya tidak melebihi $2000 atau penjara untuk jangka waktu yang tidak melebihi 12 bulan atau keduanya.
8) Rumusan Lengkap Pasal 8 Termination of Pregnancy Act:
“Any public officer, appointed by the Minister for the purpose, shall have power to enter any approved institution for the purpose of ensuring that the provisions of this Act, and any regulations made thereunder, are being complied with and may examine and make copies of or take extracts from any records or documents connected with any treatment to terminate pregnancy.”
Terjemahan bebas:
Setiap petugas publik, yang ditunjuk oleh Menteri untuk tujuan tersebut, akan memiliki kuasa untuk memasuki institusi manapun yang telah disetujui untuk tujuan memastikan bahwa ketentuan Undang-undang ini, dan peraturan apapun yang dibuat di bawahnya, dipatuhi dan dapat memeriksa dan membuat salinan atau mengambil informasi dari catatan atau dokumen yang berkaitan dengan tindakan aborsi.
9) [Pasal 9 Termination of Pregnancy Act telah dihapus oleh UU 26 / 2001wef 2001/01/09].
10) Rumusan Lengkap Pasal 10 Termination of Pregnancy Act:
“Notwithstanding anything in this Act, where the treatment to terminate pregnancy consists solely of the use of drugs prescribed by an authorised medical practitioner and does not, therefore, include any surgical operation or procedure it shall not be necessary —
(a) for the authorised medical practitioner to hold the prescribed qualifications or to have acquired skill in the treatment over such period as may be prescribed; and
(b) for the treatment to be carried out in an approved institution.”
commit to user
72 Terjemahan bebas:
Tanpa mengabaikan hal dalam Undang-Undang ini, di mana tindakan aborsi hanya terdiri dari penggunaan obat yang diresepkan oleh praktisi medis yang berwenang maupun tidak, oleh karena itu, mencakup operasi atau prosedur bedah itu tidak akan diperlukan –
(a) untuk praktisi medis agar memegang kualifikasi yang ditentukan atau memiliki keterampilan yang diperoleh dalam tindakan mengakhiri kehamilan selama periode seperti dapat ditentukan; dan
(b) untuk melakukan tindakan dalam institusi yang telah disetujui.
11) Rumusan Lengkap Pasal 11 Termination of Pregnancy Act:
—(1) The Minister may make regulations for, or in respect of, every purpose which is considered by him necessary for carrying out the provisions of this Act and for prescribing any matter which is authorised or required under this Act to be so prescribed.
(2) Without prejudice to the generality of subsection (1) the Minister may make regulations —
(a) requiring authorised medical practitioners to keep records of termination of pregnancy and to forward the records to the Director of Medical Services together with such information relating to the termination as the Director may require;
(b) providing for the preservation and disposal of records in respect of the treatment to terminate pregnancy and for the use of the records for statistical or research purposes so long as such use does not disclose the identities of the persons who have received the treatment under this Act;
(c) providing for the general or limited authorisation of medical practitioners to carry out treatment to terminate pregnancy;
(d) prescribing the qualifications and experience of medical practitioners for the purpose of being authorised to carry out treatment to terminate pregnancy; and
(e) prescribing the form of consent to be given by a pregnant woman undergoing treatment for termination of pregnancy.
Terjemahan bebas:
(1) Menteri dapat membuat peraturan untuk, atau dalam hal, setiap tujuan yang dianggap oleh dia diperlukan untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang ini dan untuk merumuskan segala hal yang berwenang atau disyaratkan dalam Undang-undang ini menjadi begitu dirumuskan.
commit to user
73
(2) Tanpa mengurangi keumuman ayat (1) Menteri dapat membuat peraturan -
(a) membutuhkan praktisi medis yang berwenang untuk menyimpan catatan dari tindakan aborsi dan untuk meneruskan catatan kepada Direktur Pelayanan Medik bersama dengan informasi tersebut berkaitan dengan aborsi yang mungkin diperlukan Direktur;
(b) melayani untuk penyimpanan dan pembuangan catatan dalam hal pengobatan untuk mengakhiri kehamilan dan penggunaan catatan untuk keperluan statistik atau penelitian selama penggunaan tersebut tidak mengungkapkan identitas orang-orang yang telah menerima tindakan berdasarkan Undang-Undang ini;
(c) menyediakan untuk otorisasi umum atau terbatas atas praktisi medis untuk melakukan tindakan aborsi;
(d) resep kualifikasi dan pengalaman praktisi medis untuk tujuan yang berwenang untuk melakukan pengobatan untuk aborsi; dan
(e) menyediakan bentuk persetujuan untuk diberikan oleh seorang wanita hamil yang menjalani perawatan untuk aborsi.
3. Perbandingan Pengaturan Aborsi Indonesia dan Singapura
Berdasarkan pada pembahasan pada subbab pertama dan kedua, telah diketahui bahwa baik perundang-undangan yang ada di Indonesia maupun Singapura masing-masing memiliki kekurangan maupun kelebihan. Namun, kekurangan maupun kelebihan tersebut bisa dikatakan relatif, karena Indonesia dan Singapura menggunakan sistem hukum yang berbeda. Indonesia menganut sistem hukum civil law di mana hukum yang terkodifikasi seperti KUHP adalah sumber hukum yang utama. Singapura sendiri menganut sistem hukum common law di mana putusan pengadilan yang sebelumnya untuk kasus yang sama adalah sumber hukum dan undang-undang tidak begitu memegang peranan penting. Saat ini, pengaturan mengenai aborsi di Indonesia dapat dikatakan sudah sangat berkembang mengikuti kehidupan sosial masyarakat, terbukti dengan adanya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang
commit to user
74
membolehkan adanya aborsi dengan alasan kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan sebagai lex specialis derogat legi generali dari KUHP Indonesia yang melarang semua jenis aborsi termasuk aborsi dalam kasus kedaruratan medis. Namun, memang masih terdapat kekurangan dalam peraturan aborsi di Indonesia, terutama pada Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang belum didukung dengan peraturan menteri yang diperlukan untuk memperjelas bagian-bagian tertentu.
Uraian perbandingan cakupan mengenai hal-hal tertentu dalam masing-masing pengaturan yang diterapkan dalam undang-undang aborsi di Indonesia dan Singapura dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini :
No. Indikator Indonesia Singapura
1.
2.
3.
Dasar Legalisasi Aborsi
Subjek Pengaturan Aborsi
Persyaratan untuk
Melaksanakan Aborsi
- Indikasi Kedaruratan Medis
- Kehamilan Akibat Perkosaan (tercantum dalam UU Kesehatan).
- Wanita Hamil - Setiap orang yang menyuruh atau
membantu wanita hamil untuk melakukan aborsi - Dokter, Bidan, Tabib, atau Juru Obat
- dilaksanakan sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu.
- dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat dan oleh penyedia layanan kesehatan yang
- Dilakukan atas permintaan wanita hamil itu sendiri yang disertai dengan persetujuan tertulis (tercantum dalam
Termination of Pregnancy Act).
- Setiap orang - Praktisi Medis
- dilaksanakan saat usia kehamilan belum mencapai 24 minggu, atau lebih dari 16 minggu namun belum mencapai 24 minggu.
- aborsi dilakukan oleh praktisi medis yang berwenang
commit to user
75 .
4.
5.
Jenis Tindak Pidana Rumusan Sanksi Pidana
memenuhi syarat.
- dengan persetujuan ibu hamil yang
bersangkutan dan dengan izin suami.
Kejahatan
- Tunggal (Pasal 346, 347, dan 348 KUHP) - Kumulatif (Pasal 299 dan 349 KUHP, Pasal 194 UU Kesehatan)
- berdasarkan keinginan wanita hamil sendiri yang disertai adanya persetujuan tertulis dari wanita hamil yang menginginkan aborsi tersebut.
- wanita hamil memenuhi persyaratan terkait dengan kewarganegaraan yaitu WN atau istri WN Singapura, memegang atau istri dari pemegang izin kerja asing di Singapura, atau telah tinggal setidak-tidaknya 4 (empat) bulan di Singapura.
Kejahatan
- Kumulatif (Pasal 312, 313, 314, dan 315 Penal Code) - Alternatif (Pasal 3 ayat (4), 5, dan 7 Termination of Pregnancy Act)
Tabel 4. Tabel Perbandingan Undang-Undang Aborsi di Indonesia dan Singapura
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya masing- masing negara mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing dalam pengaturan kegiatan di bidang aborsi, hal ini mencakup:
a. Dasar Legalisasi Aborsi
Pengaturan aborsi di Indonesia dalam UU Kesehatan hanya membolehkan seseorang untuk melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
commit to user
76
perkosaan. Ketentuan mengenai indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan tersebut diatur pada PP Kesehatan Reproduksi.
Sedangkan di Singapura, diatur dalam Termination of Pregnancy Act, aborsi boleh dilakukan apabila diminta oleh wanita hamil yang bersangkutan dan atas persetujuan tertulis darinya. Dalam hal ini, alasan apapun dapat diterima untuk melaksanakan aborsi selama hal tersebut dilakukan dengan memenuhi persyaratan dan atas kemauannya sendiri yang dibuktikan dengan adanya persetujuan tertulis dari wanita tersebut.
b. Subjek tindak pidana aborsi
Subjek pengaturan tindak pidana aborsi di Indonesia dalam KUHP adalah wanita hamil yang bersangkutan, setiap orang yang menyuruh atau membantu wanita hamil untuk melakukan aborsi yang bisa saja suaminya sendiri, teman, maupun keluarganya, baik dengan persetujuan maupun tanpa persetujuan si wanita hamil, dan dokter, bidan, tabib, atau juru obat.
Dalam pengaturan aborsi di Singapura, subjek tindak pidananya adalah setiap orang yang tidak memenuhi ketentuan untuk melaksanakan aborsi yang terdapat pada Pasal 3 Termination of Pregnancy Act, setiap orang yang memaksa seorang wanita hamil sehingga melakukan aborsi yang berlawanan dengan kehendaknya, dan setiap orang yang bertanggungjawab untuk memegang catatan medis atau yang membantu melaksanakan aborsi yang membongkar data tentang pelaksanaan aborsi tersebut kecuali untuk tujuan yang telah ditentukan. Wanita hamil itu sendiri tidak dinyatakan secara jelas sebagai salah satu subjek pengaturan tindak pidana aborsi di Singapura.
c. Persyaratan Untuk Melakukan Aborsi
Persyaratan untuk melakukan aborsi di Indonesia cenderung lebih ketat, hanya dua alasan yang diperbolehkan untuk menjadi alasan aborsi yaitu indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan, dan aborsi hanya dapat dilaksanakan sebelum usia kandungan mencapai 40 hari. Dan syarat adanya persetujuan wanita hamil itu sendiri, suami (kecuali korban perkosaan), dan dilakukan oleh tenaga medis yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri. Sedangkan Singapura
commit to user
77
tidak mengatur alasan kehamilan yang bagaimana yang diperbolehkan untuk aborsi, karena Singapura merupakan negara yang melegalkan aborsi.
Persyaratan yang harus dipenuhi pertama adalah persyaratan terkait dengan kewarganegaraan, yaitu wanita yang melakukan aborsi haruslah merupakan warga negara Singapura, merupakan pemegang izin kerja atau istri pemegang izin kerja asing di Singapura, atau telah tinggal di Singapura paling tidak 4 (empat) bulan sebelum aborsi dilakukan. Apabila tidak memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, aborsi tidak dapat dilaksanakan. Persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah aborsi didasarkan pada permintaan wanita bersangkutan sendiri dan atas persetujuan tertulis darinya, persetujuan suami tidak diharuskan di sini dan dilakukan oleh praktisi medis yang berwenang.
d. Jenis Tindak Pidana
Jenis tindak pidana aborsi dalam pengaturan aborsi di Indonesia maupun Singapura menunjukkan jenis yang sama, yaitu kejahatan.
Kejahatan dalam pengaturan aborsi di Indonesia adalah setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan yaitu di luar indikasi medis dan kehamilan akibat perkosaan yang berlaku bagi dokter atau praktisi medis. Ketentuan dalam KUHP pun tetap berlaku, seperti menjadikan tindakan aborsi menjadi mata pencaharian, menggugurkan kandungan seorang wanita dengan tanpa persetujuannya, dan menggugurkan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya.
Yang termasuk kejahatan dalam pengaturan aborsi di Singapura adalah tindakan pemaksaan atau intimidasi agar seseorang mengkhiri kehamilannya, termasuk pula suatu kejahatan apabila seorang wanita hamil yang hendak menggugurkan kandungannya tidak memenuhi persyaratan yang diterapkan dalam Termination of Pregnancy Act Singapura, dan apabila seseorang yang menyimpan catatan medis yang berkaitan dengan tindakan aborsi yang pernah dilakukan atau praktisi medis yang membantu melaksanakan aborsi mengungkapkan fakta atau