Tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan rahasia perbankan diatur dalam Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 47 ayat (2) yang berbunyi: Ancaman pidana terhadap pelanggaran ketentuan rahasia bank dapat dijatuhkan baik terhadap mereka yang memaksa untuk memperoleh keterangan yang harus dirahasiakan, untuk pihak yang memberikan informasi ini. Kewajiban menjaga rahasia perbankan diperlukan untuk kepentingan bank itu sendiri yang membutuhkan kepercayaan dari masyarakat yang memegang dana bank tersebut.
Pelanggaran rahasia bank memiliki beberapa pengecualian, sehingga pelanggar rahasia bank yang dibebaskan tidak dipidana. Pengungkapan rahasia perbankan dalam rangka penyelesaian piutang negara Pengungkapan rahasia perbankan dalam rangka pemenuhan kewajiban bank dalam rangka pelaporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Operasi Keuangan (PPATK).
Pelaksanaan kewajiban pelaporan penyedia jasa keuangan yang berbentuk bank dikecualikan dari ketentuan rahasia bank dalam undang-undang yang mengatur mengenai rahasia bank.
Tindak pidana berkaitan dengan pihak terafiliasi (Pasal 50)
Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49(1) dan (2) di atas dapat dilakukan dalam setiap usaha perbankan, baik penghimpunan dana, penyaluran dana atau usaha perbankan lainnya (bersifat umum). . Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2(a) kini khusus ditujukan untuk tindak pidana yang berkaitan dengan kegiatan perbankan berupa pengalihan dana. Menurut penjelasan Pasal 49 ayat 1 dan ayat 2 bagian a dan b UU Bank, istilah pegawai bank dalam pasal tersebut memiliki arti yang berbeda.
Dalam ketentuan pasal 49 ayat 1 dan ketentuan pasal 49 ayat 2 huruf a UU Bank yang dimaksud dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan pegawai bank, sedangkan dalam pasal 49 ayat 2 huruf b UU Bank yang dimaksud dengan pegawai bank adalah Yang dimaksud dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang berwenang dan bertanggung jawab atas hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan. Pihak yang memberikan jasa kepada bank antara lain akuntan publik, penilai, penasihat hukum dan penasihat lainnya. Pihak-pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia ikut mempengaruhi jalannya pengelolaan Bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga pengawas, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus;
Afiliasi yang dengan sengaja tidak mengambil tindakan yang diperlukan agar bank memenuhi ketentuan Undang-Undang ini dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku bagi bank, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun. delapan) ) tahun dan denda paling sedikit Rp. lima milyar rupiah) dan paling banyak Rp. seratus milyar rupiah). Sehingga afiliasi yang dengan sengaja lalai mengambil langkah-langkah yang diperlukan akan dikenakan tuntutan pidana sebagaimana diatur. Tindak pidana terhadap pemegang saham bank (Pasal 50A) Tindak pidana terhadap pemegang saham bank diatur dalam.
Tindak pidana berkaitan dengan pemegang saham bank (Pasal 50A) Tindak pidana yang tentang pemegang saham bank diatur dalam
Pasal ini merupakan penambahan pasal baru pada saat perubahan Undang-Undang Perbankan 1998 yang pada pokoknya mengatur ancaman pidana terhadap pemegang saham bank yang dengan sengaja memerintahkan Dewan Komisaris, Direksi atau Pegawai Bank untuk mengambil tindakan atau bank lalai melakukan tindakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa Bank memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi Bank.
Beberapa Kasus Tindak Pidana Perbankan
Namun pada saat itu terdakwa tidak pergi ke distrik Leksula, namun terdakwa langsung meminta mobil sembako untuk pergi ke Namlea dan menerima uang sebesar Rp. sebesar seratus juta rupiah) dan pada tanggal 30 Juni 2017 sebesar empat ratus enam puluh dua juta seratus sembilan puluh enam ribu rupiah. Rp. lima ratus enam puluh dua juta seratus sembilan puluh enam ribu rupiah) digunakan oleh terdakwa untuk keperluan pribadi terdakwa; Sedangkan terdakwa sebagai kasir yang ditempatkan di kantor kas Dinas Pendapatan dan Aset Daerah Maluku Tenggara, selain menerima setoran umum dari nasabah, juga menerima setoran pembayaran pajak dari Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). ;
Bahwa atas pembayaran pembayaran pajak yang diterima terdakwa sebagai teller, terdakwa kemudian menyerahkan bukti pembayaran pajak kepada Aloisia Hartini berupa Surat Setoran Pajak (SSP) selaku operator pajak untuk dilakukan verifikasi; Bahwa bukti pembayaran pajak yang tidak disetor ke Bendahara divalidasi oleh tergugat dengan cara ditempelkan bukti pembayaran pajak yang dilapis dengan slip setoran nasabah umum kemudian langsung dicetak di printer sehingga bagian pengesahan tidak terbaca dengan jelas ; Sedangkan Bank Maluku cabang Saumlaki sebagai bank persepsi untuk menerima atau menampung pembayaran pajak, baik Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sedangkan terdakwa sebagai kasir penerima pembayaran pajak di Bank Persepsi Bank Maluku Cabang Maluku tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 sudah tidak sepenuhnya menerapkan sistem penerimaan uang pembayaran pajak menurut sistem perbankan di PSV dimana terdakwa sebagai counter telah bekerjasama dengan pajak. operator tidak menyetorkan seluruh pembayaran pajak tunai yang diterima dari Bank Maluku cabang Saumlaki melalui tergugat dan operator pajak dalam modul penerimaan negara sesuai mekanisme atau SOP bank dari cara tergugat memanipulasi bukti setor SSP hanya menerima bukti perbankan transaksi. Nomor (NTB) tanpa NTPN dan slip setoran hanya disamarkan berupa penyalinan slip setoran orang lain sehingga tidak terbaca buktinya dan uang setoran pajak yang diterima tergugat tetapi tidak disetor masuk sesuai sistem perbankan sebagaimana negara. penghasilan yang diterima responden bekerja sama dengan operator pajak (Aloisi Hartini) dibagi rata; Bahwa sehubungan dengan ketidakberesan penerimaan pembayaran pajak yang dilakukan oleh tergugat dan Aloisia Hartini tidak terpantau oleh pengurus karena di luar sistem perbankan di Bank Maluku cabang Saumlaki dan uangnya dapat digunakan atau diterima oleh tergugat dan Aloisia Hartini, terdakwa. dan Aloisia Hartini terus melakukan tindakan tersebut hingga tahun 2013. terdapat indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh operator pajak karena adanya laporan pengaduan dari klien wajib pajak; Sementara terdakwa tidak mengetahui secara pasti berapa uang yang diperolehnya dari pembayaran pajak yang belum disetor ke kas negara karena tidak dicatat, namun yang diingatnya adalah pernah melakukan pembagian sekurang-kurangnya satu kali. Rp. lima juta rupiah) dan paling banyak dua ratus juta rupiah);
Sedangkan pembagian hasil penggelapan pembayaran pajak diserahkan langsung kepada Aloisia Hartini di kantor atau di rumah serta kepada tergugat yang dipindahkan atas permintaan Aloisia. Sedangkan uang hasil manipulasi pembayaran pajak bagian Aloisia Hartini ditransfer oleh tergugat ke rekening Rustam Rusdin di Bank Maluku Cabang Saumlaki sebesar Rp. tanggal Rp. mengimpor lima ratus juta rupiah atas permintaan Aloisia Hartini kepada terdakwa; Saumlaki, penarikan pertama pada tanggal 12-05-11 sebesar Rp. dua ratus empat puluh lima juta rupiah) penarikan berikutnya sebesar Rp. semua dengan angka.
Sedangkan kerugian negara dari hasil pembayaran pajak tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 sebesar Rp. Pidana tambahan dijatuhkan kepada terdakwa untuk membayar ganti rugi sebesar Rp enam miliar tiga ratus delapan puluh lima juta tiga ratus empat puluh enam ribu sembilan ratus lima puluh enam. rupiah) dengan ketentuan bahwa apabila tergugat tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 (satu) bulan setelah Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh Penuntut Umum dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. , dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, dipidana dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun;
Modus Operandi Tindak Pidana di Bidang Perbankan
Pola kejahatan di bidang perbankan seringkali kompleks, karena pelakunya biasanya adalah orang-orang yang ahli dibidangnya, seringkali juga sangat rapi dan terselubung (menyembunyikan maksud atau maksud atau menyembunyikan maksud kejahatannya), maka kejahatan di sektor perbankan tergolong sebagai kejahatan kerah putih. Jika meninjau pelanggaran sistem prosedur perbankan dalam kasus-kasus yang telah dijelaskan sebelumnya, modus operasi atau praktik pelanggaran sistem prosedur perbankan serupa satu sama lain. Kemiripan kasus individu dari praktik pelanggaran sistem prosedur perbankan dari berbagai aspek, yaitu pelaku pelanggaran, cara kerja pelanggaran dan tujuan yang ingin dicapai.
Praktek umum pelanggaran sistem prosedur perbankan mencerminkan karakteristik pelanggaran standar perbankan serta kejahatan perbankan8. Berdasarkan kasus-kasus tersebut, terlihat bahwa terdapat lebih dari satu orang yang melanggar sistem prosedur perbankan. Setiap pelaku pelanggaran terhadap sistem prosedur Bank saling bekerjasama sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing.
Pertanggungjawaban Pidana Atas Perbuatan Pegawai Bank Yang Melanggar Tata Tertib Bank Dan Mengakibatkan Tindak Pidana Perbankan, Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan Vol III No. Pelaku pelanggaran sistem prosedural bank dan tindak pidana ini melibatkan hampir seluruh pihak internal bank, termasuk pegawai bank. Artinya, pelaku pelanggaran sistem prosedural bank dibedakan, yakni dari pegawai bank berpangkat rendah hingga pegawai senior yang mungkin terlibat.
Tindak pidana di bidang perbankan tersebut memiliki indikasi modus operandi yang berbeda dan terencana. Modus terbaru tindak pidana di bidang perbankan adalah penyimpangan penggunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), seperti pembayaran atau pelunasan kewajiban kepada pihak terkait, pembayaran atau. Menurut undang-undang perbankan bersifat konvensional dan memenuhi unsur pidana, namun tindak pidana di bidang perbankan berupa penyalahgunaan BLBI justru lemah karena sulit dideteksi.
Berkenaan dengan perbankan, kejahatan yang dilakukan oleh orang dalam perbankan (crime against the bank) patut mendapat perhatian khusus. Dalam kasus Abdul Rachman Tuasikal dan Marsela Hermatang, berdasarkan kasus yang dianalisis, modus operandi tindak pidana di bidang perbankan adalah pertama pegawai bank dengan sengaja membuat atau menimbulkan data palsu di dalam pembukuan atau laporan atau dokumen atau laporan. pada kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu perusahaan Bank dan modus kedua adalah dugaan manipulasi alat bukti.