• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. membuat rumusan penataan ulang sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. membuat rumusan penataan ulang sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia dalam"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Amandemen ke-empat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) membuat rumusan penataan ulang sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia dalam beberapa sisi. Amandemen keempat UUD 1945 tersebut berimplikasi kepada timbulnya perubahan beberapa format kelembagaan dan hubungan kewenangan dalam sistem organisasi Pemerintahan. Selanjutnya terdapatnya keinginan yang kuat untuk mengatur sistem pertanggungjawaban secara lebih jelas mengenai Keuangan Negara.

Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan Negara, pengelolaan Keuangan Negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam konstitusi. Sebagai amanat Bab VIII Pasal 23 Bab VIII UUD 1945, Keuangan Negara harus diatur dalam undang- undang terkait dengan pengelolaan hak dan kewajiban Negara yang berbunyi sebagai berikut.

1. Anggaran Pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang.

Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.

2. Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan undang-undang.

3. Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

4. Hal Keuangan Negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.

5. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Dalam hubungan dengan pengertian Keuangan Negara menurut Arifin P. Soeria Atmadja ada tiga masalah yang timbul dari penjelasan peraturan perundang-undangan diatas yaitu:

a. Ada tanggung jawab Keuangan Negara yang harus diperiksa;

b. Untuk pemeriksaan tanggung jawab tersebut diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang;

1

(2)

c. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 1

Amanat ini juga dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 1 angka 1 yang menerangkan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, disamping itu dalam diktum menimbang Undang-Undang tersebut juga disebutkan latar belakang penyelenggaraan Pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara yang menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.

Berdasarkan paham negara kesejahteraan (welfare state, verorgingstaat), kepada Pemerintah diberikan kewajiban bestuurszorg, yaitu penyelenggaraan kesejahteraan umum. 2 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 1 mengatakan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Keuangan Daerah dapat juga diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, juga dengan segala satuan, baik yang berupa uang maupun barang, yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum di miliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundan-undangan yang berlaku. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa dalam keuangan daerah terdapat dua unsur penting yaitu:

1

Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum Teori, Kritik dan Praktik, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 22-23.

2

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas, Surabaya,

1988, hal. 29.

(3)

1. Semua hak dimaksudkan sebagai hak untuk memungut pajak daerah, retribusi daerah dan/atau penerimaan dari sumber lain sesuai ketentuan yang berlaku merupakan penerimaan daerah sehingga menambah kekayaan daerah;

2. Kewajiban daerah dapat berupa kewajiban untuk membayar atau sehubungan adanya tagihan kepada daerah dalam rangka pembiayaan rumah tangga daerah serta pelaksanaan tugas umum dan tugas pembangunan oleh daerah yang bersangkutan.

Sebelum membahas defenisi hukum keuangan daerah maka terlebih dahulu diketahui tentang pengertian keuangan daerah. Defenisi keuangan daerah dapat ditinjau dari beberapa sisi yaitu:

1. Dari sisi objek, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka APBD. Pengertian ini sejalan dengan penjelasan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang berbunyi sebagai berikut:

“Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.

2. Dari sisi subjek, keuangan daerah adalah mereka yang terlibat dalam pengelolaan keuangan daerah dalam hal ini Pemerintah daerah dan perangkatnya, perusahaan daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan daerah, seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

3. Dari sisi proses, keuangan daerah adalah mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek mulai dari perumusan kebijakan sampai dengan pertanggungjawaban.

4. Dari sisi tujuan, keuangan daerah adalah keseluruhan kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan daerah. 3

Dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan keuangan daerah di atas pada dasarnya berada pada satu kegiatan yang disebut dengan pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan dimaksud mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan dan

3

Hendra Karianga, Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Alumni, Bandung,

2011, hal. 37.

(4)

pertanggungjawaban. 4 Dalam menjalankan pengelolaan tersebut dikenal adanya kekuasaan pengelola. Pemegang kekuasaan mengelola keuangan di daerah adalah gubernur/bupati atau walikota selaku kepala Pemerintahan daerah sebagaimana dijelaskan pada Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan oleh dua komponen yaitu Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola APBN dan Kepala SKPD selaku Pejabat Anggaran/Barang Negara.

Penjabaran pengertian dari keuangan daerah tidak jauh berbeda dengan defenisi hukum keuangan daerah. Hukum keuangan daerah merupakan hukum yang mengatur masalah-masalah keuangan daerah atau dengan kata lain hukum keuangan daerah adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan penyelenggaraan keuangan daerah yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan Pemerintahan yang lain. 5 Dari rumusan pengertian di atas, berarti pengaturan di bidang keuangan daerah akan menyangkut yang antara lain adalah:

1. Dasar-dasar keuangan daerah menyangkut kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, asas-asas pengelolaan keuangan daerah seperti norma efisiensi, keefektifan, akuntabilitas, profesionalisme pelaksana keuangan daerah, maksud dan tujuan dari penyelenggaraan keuangan daerah, serta yang berkaitan dengan perbendaharaan.

2. Kedudukan hukum pejabat keuangan daerah seperti kaidah-kaidah mengenai bendahara umum daerah, pengguna anggaran dan kuasa pengguna anggaran ataupun pihak yang terafiliasi dalam kegaiatan keuangan daerah juga mengenai bentuk badan pelayanan umum, perusahaan daerah, pengelolaan barang daerah dan barang daerah yang dipisahkan serta mengenai kepemilikannya.

3. Kaidah-kaidah keuangan daerah yang secara khusus memperhatikan kepentingan umum, seperti kaidah-kaidah yang mencegah persaingan yang tidak wajar dalam penyediaan dan pengadaan barang dan jasa untuk Pemerintah, keadilan anggaran untuk masyarakat untuk memerhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan dalam penganggaran, dan lainnya.

4

Ibid., hal. 38.

5

Muhamad Djumhana, Pengantar Hukum Keuangan Daerah dan Himpunan Peraturan Perundang-

Undangan di Bidang Keuangan Daerah, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal.12.

(5)

4. Kaidah-kaidah yang menyangkut struktur organisasi yang mendukung kebijakan keuangan daerah, seperti DPRD, BPK, serta hubungan keuangan antara Pemerintah pusat, Pemerintah daerah, perusahaan daerah dan juga pihak lainnya.

5. Kaidah-kaidah yang mengarahkan penyelenggaraan keuangan daerah yang berupa dasar-dasar untuk perwujudan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya melalui penetapan sanksi, insentif, dan sebagainya, misalnya pertanggungjawaban pelaksanaan keuangan daerah, pengenaan sanksi pidana, sanksi administrasi dan ganti rugi. 6

Dengan demikian hukum keuangan daerah yang merupakan satu sistem akan mengandung pengertian-pengertian dasar berupa orientasi pada tujuan, berinteraksi dengan sistem yang lebih besar yakni hukum Pemerintahan, hukum tata negara, hukum Keuangan Negara, atau hukum secara keseluruhan. Keuangan Daerah haruslah diolah oleh Pemerintah Daerah dalam rangka otonomi daerah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah serta untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara khusus menetapkan landasan yang jelas dalam penataan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, antara lain memberikan keleluasaan dalam menetapkan produk pengaturan yaitu sebagai berikut:

1. Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan peraturan daerah.

2. Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Surat Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah tersebut.

3. Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada DPRD mengenai pengelolaan keuangan daerah dan kinerja keuangan daerah dari segi efisiensi dan efektifitas keuangan.

4. Laporan pertanggungjawaban keuangan daerah tersebut merupakan dokumen daerah sehingga dapat diketahui oleh masyarakat.

6

Ibid., hal.14.

(6)

Penyelenggaraan fungsi Pemerintah daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan Pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah dengan mengacu kepada undang-undang tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dimana besarannya disesuaikan dan diselaraskan dengan perimbangan kewenangan antara Pemerintah dan daerah. Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antaralain berupa:

1. Kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan Pemerintah yang diserahkan.

2. Kewenangan memungut dan mendaya gunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber dana nasional yang berada di daerah dan perimbanagan lainnya.

3. Hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. 7

Di dalam pengelolaan keuangan daerah terdapat asas pengelolaan keuangan daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu:

1. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat;

2. Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan;

3. Taat pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan;

4. Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil;

5. Efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu;

6. Ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah;

7

Sarman, Muhammaad Taufik Makarao, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,

2011, hal. 228.

(7)

7. Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang keuangan daerah;

8. Bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan;

9. Keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang obyektif;

10. Kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional;

11. Manfaat untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka negara Indonesia merupakan negara yang berdasar atas hukum sehingga tidak berdasar atas kekuasaan semata.

Pemerintah yang berdasarkan sistem konstitusi tidak bersifat absolutisme sehingga kebijaksanaan Pemerintah Pusat untuk menyerahkan sebagian urusan-urusannya untuk menjadi kewenangan daerah, garis-garis besarnya diserahkan melalui peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di bidang ketatanegaraan, Pemerintah Republik Indonesia melaksanakan pembagian daerah-daerah dengan bentuk susunan Pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang Pemerintahan daerah, keuangan daerah di Indonesia meliputi keuangan Provinsi, Kabupaten/Kotamadya, serta kecamatan dan kelurahan. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan berbagai usaha guna melayani kepentingan masyarakat dan menjalankan program-program pembangunan yang sudah direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat memperoleh dana yang cukup, untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Pemerintah daerah. Menurut pasal 285 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sumber-sumber pendapatan daerah yaitu:

1. Sumber pendapatan Daerah terdiri atas:

(8)

a. Pendapatan asli Daerah meliputi:

1) Pajak daerah;

2) Retribusi daerah;

3) Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan 4) Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.

b. Pendapatan transfer; dan

c. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah.

2. Pendapatan transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Tansfer Pemerintah Pusat terdiri atas:

1) Dana perimbangan;

2) Dana otonomi khusus;

3) Dana keistimewaan; dan 4) Dana Desa.

b. Transfer antar daerah terdiri atas:

1) Pendapatan bagi hasil; dan 2) Bantuan keuangan.

Berkaitan dengan keuangan daerah maka Pemerintah daerah memiliki beberapa kewenangan dalam mengurus keuangan daerahnya sendiri sebab Pemerintah daerah dalam hal ini gubernur/bupati/walikota selaku kepala daerah telah ditunjuk untuk mengelola keuangan daerahnya dan mewakili Pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah yakni gubernur/bupati/walikota bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan daerah sebagai bagian dari kekuasaan Pemerintah daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan Pemerintahan daerah yakni Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.

Adapun ruang lingkup dari keuangan yaitu:

1. Keuangan daerah yang dikelolah langsung, meliputi:

a) Angaran Pendapatan Belanja Daerah (ABPD);

b) Barang-barang inventaris milik daerah.

2. Kekayaan daerah yang dipisahkan yaitu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

(9)

Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah. Adapun arti dari keuangan daerah itu sendiri yaitu pengorganisasian dan pengelolahan sumber-sumber kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut, Sedangkan alat untuk melaksanakan manajemen keuangan daerah yaitu tata usaha daerah yang terdiri dari tata usaha umum dan tata usaha keuangan yang sekarang lebih dikenal dengan akuntansi keuangan daerah.

Telah dijelaskan di atas bahwa keuangan daerah adalah penggorganisasian kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang di inginkan daerah tersebut, sedangkan akuntansi keuangan daerah sering diartikan sebagai tata buku atau rangkaian kegiatan yang dilakuakan secara sistimatis dibidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta prosedur-prosedur tertentu untuk menghasilkan informasi aktual di bidang keuangan.

Berdasarkan ketentuan peraturan perndang-undangan kepala daerah dalam melaksanakan tugas Pemerintahan dan dalam penggunaan keuangan daerah bertanggungjawab kepada DPRD, hal ini diterangkan pada Pasal 31 ayat 2 bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenang sebagai kepala daerah, gubernur bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi.

Hal ini merupakan suatu penyimpangan sistem Pemerintahan presidensil, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat negara, pejabat Pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, Pemerintahan, dan pembangunan.

Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 bahwa kepala daerah

dalam menjalankan kebijakan dan kewenangan sebagai kepala daerah hanya memberikan

laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, bahwa kepala daerah mempunyai

(10)

kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan daerah kepada Pemerintah dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan daerah kepada masyarakat. Jika kita perhatikan Undang-undang 23 Tahun 2014 mengenai pertanggungjawaban kepala daerah membawa kekaburan/ketidakjelasan hal tersebut dikarenakan dalam hal pertanggungjawaban kepala daerah hanya memberikan informasi laporan penyelenggaraan Pemerintah tidak secara rinci menjelaskan terkait sanksi yang didapat oleh kepala daerah dalam pengelolaan keuangan daerah.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa kepala daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan mengenai pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bertanggungjawab kepada DPRD, ini diterangkan pada Pasal 31 ayat 1 yaitu Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir . Jadi berdasarkan penjelasan diatas menurut penulis kepala daerah selaku penyelenggaraan Pemerintahan harus memberikan pertanggungjawabannya kepada DPRD karena Pemerintah dalam hal ini kepala daerah dan perangkatnya yang telah mempergunakan uang belanja yang sudah disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 bahwa pertanggungjawaban Kepala

Daerah dapat ditolak apabila terdapat perbedaan yang nyata antara rencana dengan realisasi

APBD yang merupakan penyimpangan yang alasannya tidak dapat dipertanggungjawabkan

berdasarkan tolok ukur Renstra, jika Apabila Pertanggungjawaban ditolak, Kepala Daerah harus

melengkapi dan/atau menyempurnakan dalam waktu paling lambat 30 hari. Apabila Kepala

(11)

Daerah tidak melengkapi atau menyempurnakan dokumen pertanggungjawaban dalam jangka waktu paling lama 30 hari, DPRD dapat mengusulkan pemberhentian kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bagi Gubernur, kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur bagi Bupati/Walikota.

Mengingat eksistensi keuangan demikian vital bagi Negara, maka segala daya upaya akan dilakukan oleh Pemerintah untuk menciptakan dan memanfaatkan segenap sumber keuangan yang ada. 8 Secara yuridisnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah terdapat pada pasal 4 bahwa:

1. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

2. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.

Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Keuangan Negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan Pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi Pemerintah yang telah diterima secara umum. Dalam Undang-undang 17 Tahun 2003 ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi Pemerintah.

Jika diperhatikan laporan keuangan Pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan Pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan

8

Adrian Sutedi, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah,

Sinar Grafika Jakarta, 2009, hal. 23.

(12)

kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam rangka akuntabilitas penggunaan Keuangan Negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Adapun menurut pendapat A. Hamid S. Attamimi yang menyatakan:

Tanggung jawab keuangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat sama sekali tidak sesuai dengan sistem Pemerintah berdasarkan Undang-Undang dasar 1945, tidak didukung oleh penjelasan UUD 1945 karena yang jelas UUD 1945 sendiri menyatakan Pemerintah harus memberikan pertanggungjawaban Keuangan Negara kepada DPR bukan kepada MPR, mengingat hak bujet atau begroting ada pada DPR. Jadi pertanggungjawaban disini adalah pertanggungjawaban yang khusus dalam hal keuangan. 9

Pelaksanaan dan pengelolaan Keuangan Negara didasarkan pada adanya asas-asas umum sebagai implikasi terhadap intepretasi terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut. Laporan penyelenggaraan Pemerintahan daerah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dari penjelasan diatas disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Jadi laporan tersebut digunakan Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan keterangan di atas jelas bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dapat dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah. Pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,

9

Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum Teori, Kritik dan Praktik,

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 31.

(13)

selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir dan Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.

Jadi Kepala Daerah dalam menjalankan roda Pemerintahan terutama dalam penggunaan keuangan daerah bertanggung jawab kepada DPRD melalui laporan penyelenggaran Pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah kepala daerah mendelegasikan kepada sekretaris daerah serta satuan kerja perangkat daerah. Jadi kepala daerah sebagai kepala Pemerintahan dapat lebih fokus dalam penyelenggaraan Pemerintah.

Dengan demikian, kepala daerah tidak lagi bertanggungjawab ke atas kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur, setiap akhir tahun kepala daerah diwajibkan menyampaikan laporan pertanggungjawaban di hadapan sidang DPRD. Tetapi DPRD pada umumnya tidak memahami apa makna akuntabilitas dan Laporan pertanggungjawaban. Laporan pertanggungjawaban sebenarnya penting sebagai instrumen akuntabilitas, transparansi, refleksi dan evaluasi. Tetapi Laporan pertanggungjawaban di berbagai daerah menyajikan banyak problem. Laporan pertanggungjawaban jadi tidak otentik dan tidak bermakna.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi dengan judul : “pertanggungjawaban Kepala Daerah terhadap Pengelolaan KeuanganDaerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka untuk menfokuskan

penulisan skripsi ini, maka perumusan masalah skripsi ini yaitu:

(14)

1. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban Kepala Daerah terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003?

2. Bagaimana pengawasan penggunaan keuangan anggaran pendapatan dan belanja daerah ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

a. Untuk mengetahui bagaimana bentuk Pertanggungjawaban Kepala Daerah terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.

b. Untuk mengetahui pengawasan penggunaan keuangan anggaran pendapatan dan belanja daerah

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yaitu:

a. Secara teoretis/akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian kepustakaan mengenai pertanggungjawaban kepala daerah terhadap pengelolaan keuangan;

b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran serta khasanah penelitian ilmu hukum yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan lembaga terkait di dalamnya, serta masyarakat dan pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan. Seterusnya diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi hukum positif dan memberikan pemikiran untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah dalam mengatur tentang pertanggungjawaban kepala daerah terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

D. Kerangka Konseptual

(15)

1. Pertanggungjawaban

Tanggungjawab dan pertanggungjawaban dapat dibedakan dalam tiga batasan yaitu reponsibility, accountability dan liability. 10 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. 11 Dalam bahasa Inggris istilah pertanggungjawaban disebut accountability yang berasal dari kata account.

Dawn Oliver dan Gavin Drewty, 12 mengartikan accountability sebagai keadaan untuk dipertanggungjawabkan, dan accountable diartikan sebagai bertanggungjawab. Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya. 13

Konsep tanggung jawab hukum berkaitan erat dengan konsep hak dan kewajiban. Konsep hak merupakan suatu konsep yang menekankan pada pengertian hak yang berpasangan dengan pengertian kewajiban. 14 Pendapat yang umum mengatakan bahwa hak pada seseorang senantiasa berkorelasi dengan kewajiban pada orang lain. 15 Sebuah konsep yang berkaitan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab (pertanggung jawaban) hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul

10

Siti Kunarti, Tolok Ukur, Mekanisme dan Akibat Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Disertasi, UNPAD, 2002, hal. 54.

11

Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005.

12

Dawn Oliver and Gavin Drewry, Public Service Reform, Issu of Accountability and Public Law, Reader in Public Law, King’s College, University of London, 1996, hal. 3.

13

Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hal. 48.

14

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 55.

15

Ibid., hal. 57.

(16)

tanggung jawab hukum, artinya dia bertanggung jawab atas suatu sanksi bila perbuatannya bertentangan dengan peraturan yang berlaku. 16

2. Kepala Daerah

Istilah kepala daerah dikenal sudah sejak lama di Negara Indonesia, semenjak diselenggarakan Pemerintahan di daerah mulai Tahun 1965, kepala daerah sering diberi arti dan tafsir dengan sebutan kepala Pemerintahan dan/atau penguasa tunggal di daerah dan/atau gubernur , bupati dan/atau walikota. Sebagai gambaran, untuk mendapatkan pengertian kepala daerah, yang dapat dijadikan pedoman sebagai bahan rujukan, ada baiknya penulis kutip beberapa pendapat para pakar dan menurut ketentuan perundang-undangan, antara lain yang dikemukakan oleh Sarundajang bahwa:

Kepala Daerah merupakan kepala badan eksekutif penguasa dan/atau pemimpin tunggal di daerahnya, gubernur untuk daerah provinsi dan bupati dan/atau walikota untuk daerah kabupaten dan/atau kota, dengan kewenangan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berkewajiban menjalankan roda Pemerintahan dan pembangunan. 17

Soehino menyatakan:

Kepala daerah adalah gubernur untuk daerah provinsi, bupati dan/atau walikota untuk daerah kabupaten dan/atau kota, selaku kepala wilayah adalah penanggung jawab penyelenggaraan Pemerintahan di daerah, yang berkewajiban melakukan koordinasi dan pengawasan guna kelancaran pelaksanaan urusan rumah tangga daerah. 18

Menurut M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, "kepala daerah adalah selaku penguasa tunggal di daerah yang berwenang menyelenggarakan urusan Pemerintahan dan administratif didaerahnya berdasarkan otonomi yang diberikan". 19 Sementara itu, Winarna Surya Adisubrata menjelaskan bahwa "kepala daerah sebagai lembaga eksekutif daerah memimpin Pemerintahan

16

Hans Kalsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, PT. Raja Grafindo Persada Bandung, 2006, hal.

95.

17

Sarundajang, Pemerintah Daerah di Berbagai Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal. 126.

18

Ibid.,

19

M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata

Negara UI, Jakarta, hal. 237.

(17)

daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan prinsip otonomi yang diberikan kepada daerah". 20

3. Pengelolaan

Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Secara umum pengelolaan merupakan kegiatan merubah sesuatu hingga menjadi baik berat memiliki nilai-nilai yang tinggi dari semula.

Pengelolaan dapat juga diartikan sebagai untuk melakukan sesuatu agar lebih sesuai serta cocok dengan kebutuhan sehingga lebih bermanfaat.

Pengelolaan merupakan terjemahan dari kata “management”, terbawa oleh derasnya arus penambahan kata pungut ke dalam bahasa Indonesia, istilah inggris tersebut lalu di Indonesia menjadi manajemen. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur, pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen. Jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang di inginkan melalui aspek-aspeknya antara lain planning, organising, actuating, dan controlling.

Dalam kamus Bahasa Indonesia lengkap disebutkan bahwa pengelolaan adalah proses atau cara perbuatan mengelola atau proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain, proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi atau proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapai tujuan. 21

Menurut Suharsimi Arikunta pengelolaan adalah subtantifa dari mengelola, sedangkan mengelola berarti suatu tindakan yang dimulai dari penyusunan data, merencana,

20

Winarna Surya Adisubrata, Otonomi Daerah di Era Reformasi, Liberty, Yogyakarta, 2003, hal. 12.

21

Daryanto, kamus Indonesia lengkap, Surabaya, Apollo, 1997, hal. 348.

(18)

mengorganisasikan, melaksanakan sampai dengan pengawasan dan penilaian. Dijelaskan kemudian pengelolaan menghasilkan suatu dan sesuatu itu dapat merupakan sumber penyempurnaan dan peningkatan pengelolaan selanjutnya. 22

4. Keuangan Daerah

Dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, Pemerintah pusat memiliki suatu peran yang sangat dominan dalam rangka untuk mewujudkan suatu negara yang sesuai dengan keinginan Pancasila, jadi Pemerintah dalam membangun suatu negara harus sesuai dengan aspirasi seluruh masyarakat. Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan Keuangan Negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945 yang menerangkan;

1. Anggaran pendapatan dan belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan Keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

2. Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.

E. Landasan Teoritis 1. Teori Negara Hukum

Negara hukum merupakan konsep bernegara yang telah berkembang dari beberapa dekade lalu. Hal ini terbukti dari keberadaan pemikiran mengenai konsep-konsep negara hukum

22

Suharsimi arikunta, Pengelolaan Kelas dan Siswa, CV. Rajawali, Jakarta, 1988, hal. 8

(19)

yang telah ada dan berkembang jauh sebelum konsep negara hukum telah tersusun dan tertata seperti saat sekarang ini. Berkaitan dengan hal tersebut menurut Jimly Asshiddiqie:

Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh para filsuf dari zaman yunani kuno. Plato, pada awalnya dalam the Republic berpendapat bahwa adalah mungkin mewujudkan negara ideal untuk mencapai kebaikan yang berintikan kebaikan. Untuk itu kekuasaan harus dipegang oleh orang yang mengetahui kebaikan, yaitu seorang filosof (the philosopher king). Namun, dalam bukunya “the Statesman” dan “the Law”, Plato menyatakan bahwa yang dapat diwujudkan adalah bentuk paling baik kedua (the second best) yang menempatkan supremasi hukum.

Senada dengan Plato, tujuan negara menurut Aristotelesadalah untuk mencapai kehidupan yang paling baik (the best life possible) yang dapat dicapai dengan supremasi hukum. 23

Konsep negara hukum modern eropa kontinental memiliki perbedaan dengan konsep negara hukum anglo amerika. Untuk eropa kontinental menggunakan istilah “rechtsstaat”

sedangkan konsep negara hukum anglo amerika menggunakan istilah “The Rule of Law”. Dalam hal konsep negara hukum ada beberapa hal penting yang mendasar antara konsep negara hukum eropa continental dan anglo amerika, yaitu:

Konsep negara hukum juga terkait dengan istilah nomokrasi (nomocratie) yang berarti bahwa penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan negara adalah hukum.

Menurut Stahl, konsep negara hukum yang disebut dengan istilah “rechtsstaat”

mencakup empat elemen penting, yaitu:

1. Perlindungan hak asasi manusia 2. Pembagian kekuasaan

3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang 4. Peradilan tata usaha negara.

Sedangkan A.V. Dicey menyebutkan tiga ciri penting “The Rule of Law”, yaitu:

1. Supremacy of Law 2. Equality Before The Law 3. Due Process of Law. 24

Prinsip-prinsip negara hukum selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dan negara. Menurut Utrecht ada dua macam negara hukum yaitu:

23

Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta, 2009, hal. 395.

24

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Cetakan Pertama, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal.

122.

(20)

1. Negara hukum formal atau negara hukum klasik, menyangkut pengertian hukum yang bersifat formal dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis terutama. Tugas negara adalah melaksanakan peraturan perundang- undangan tersebut untuk menegakan ketertiban.

2. Negara hukum material atau negara hukum modern, mencakup pengertian yang lebih luas termasuk keadilan di dalamnya. Tugas negara tidak hanya menjaga ketertiban dengan melaksanakan hukum, tetapi juga mencapai kesejahteraan rakyat sebagai bentuk keadilan. 25

Berdasarkan berbagai prinsip negara hukum yang telah dikemukakan tersebut dan melihat kecenderungan perkembangan negara hukum modern yang melahirkan prinsip-prinsip baru untuk mewujudkan negara hukum.

2. Teori Pertanggungjawaban

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. 26 Dalam bahasa Inggris istilah pertanggungjawaban disebut accountability yang berasal dari kata account. Dawn Oliver dan Gavin Drewty, 27 mengartikan accountability sebagai keadaan untuk dipertanggungjawabkan, dan accountable diartikan sebagai bertanggungjawab. Selanjutnya menurut Titik Triwulan

pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya. 28

Konsep tanggung jawab hukum berkaitan erat dengan konsep hak dan kewajiban. Konsep hak merupakan suatu konsep yang menekankan pada pengertian hak yang berpasangan dengan

25

Ibid.,

26

Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005.

27

Dawn Oliver and Gavin Drewry, Public Service Reform, Issu of Accountability and Public Law, Reader in Public Law, King’s College, University of London, 1996, hal. 3.

28

Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010,

hal. 48.

(21)

pengertian kewajiban. 29 Pendapat yang umum mengatakan bahwa hak pada seseorang senantiasa berkorelasi dengan kewajiban pada orang lain. 30 Sebuah konsep yang berkaitan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab (pertanggung jawaban) hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, artinya dia bertanggung jawab atas suatu sanksi bila perbuatannya bertentangan dengan peraturan yang berlaku. 31

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan ekspresi mengenai cara bekerjanya pikiran, sehingga dengan cara ini pengetahuan yang dihasilkan mempunyai karakteristik tertentu yang rasional dan teruji, 32 Metode penelitian merupakan uraian teknis yang digunakan dalam penelitian. 33 Penelitian yang dilakukan oleh penulis pada kali ini terdiri dari komponen sebagai berikut:

1. Tipe Penelitian

Di dalam berbagai literature metode penelitian ilmu hukum dijelaskan bahwa penelitian hukum pada umumnya terdiri dari penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis empiris, kedua penelitian ini sama-sama merupakan penelitian hukum dan sama-sama mengkaji objek yang sama pula yaitu hukum, hanya saja fokus kajiannya berbeda, penelitian hukum normatif fokus kajiannya murni norma atau hukum positif yang sarat dengan nilai, sementara penelitian hukum empiris fokus kajiannya fakta-fakta hukum yang dapat diamati dan bebas nilai. Mengacu kepada tipe penelitian sebagaimana diuraikan di atas penelitian yang penulis lakukan ini

29

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 55.

30

Ibid., hal. 57.

31

Hans Kalsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, PT. Raja Grafindo Persada Bandung, 2006, hal.

95.

32

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 3.

33

Ibid.,

(22)

merupakan hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang memperhatikan dengan sungguh-sungguh bangunan hukum positif yang ada memelihara dan mengembangkannya dengan bangunan logika. 34

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perundang-undangan (statute approach), di samping itu untuk melihat secara jelas pertanggungjawaban kepala daerah terhadap pengelolaan APBD digunakan pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam hukum. 35 Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa ”membangun konsep dalam pengkajian ilmu hukum pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mengetahui teori yang akan digunakan untuk menganalisisnya dan memahaminya. 36

3. Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tirsier. Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh Pemerintah atau lembaga yang berwenang, contohnya berbagai peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang isinya membahas bahan hukum primer berupa buku-buku ilmu hukum, jurnal hasil penelitian hukum, kertas kerja dan hasil seminar ilmu hukum dan lain-lain. Sementara bahan hukum tertier adalah bahan-bahan hukum yang bersifat memberi petunjuk terhadap bahan hukum primer terdiri dari peraturan

34

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Cetakan kedua, Mandar Maju, Bandung, 2016, hal. 75.

35

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Normatif, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hal.

95.

36

Bahder Johan Nasution, Op.Cit., hal. 108.

(23)

perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat karena dikeluarkan oleh Negara atau Pemerintah.

G. Sistematika Penulisan

Adapun penulisan skripsi ini di dasarkan pada sistematika yang sederhana dengan tujuan menjelaskan masalah yang ada, yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya. Untuk mendapatkan gambaran singkat materi yang akan di bahas di skripsi ini, maka dapat dilihat dalam sistematika berikut ini:

BAB I. Pendahuluan.

Pada bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, kerangka konseptual, landasan teoritis, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. tinjauan umum tentang Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam Penggunaan APBD. pada bab ini barisan teori-teori tentang pengertian Kepala Daerah, Pertanggungjawaban, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

BAB III. Pada bab ini pembahasan bentuk pertanggungjawaban Kepala Daerah terhadap Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berdasarkan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003.

Pada bab ini dilakukan pembahasan tentang Apakah kendala Kepala Daerah dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah telah sesuai Undang-Undang 17 Tahun 2003.

BAB IV. Bab ini merupakan ringkasan dari seluruh uraian sebelumnya yang memuat

kesimpulan dan saran yang dianggap perlu dan bermanfaat.

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa dari pengolahan data penulis tentang “Pengaruh Channel Youtube Yulia Baltschun Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Informasi Diet Sehat Viewers”

Transformator Saat Open-circuit Setelah dilakukan simulasi pada transformator dengan kondisi normal dan transformator tersebut dibebani sebesar 100% dari kapasitasnya

  peserta didik dapat Mempersiapkan pertunjukkan tari Nusantara di sekolah  memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik . dengan

Dari data yang diperoleh terdapat dua ukuran cangkul yang menjadi salah satu pengaruh munculnya keluhan nyeri yaitu panjang batang cangkul 74cm digunakan oleh 26

Penelitian selanjutnya juga dapat melakukan evaluasi program terhadap komponen impact dari program PBA LAI baik di Kabupaten Sumba Barat maupun di daerah lainnya

Dengan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat kuat antara self-efficacy aspek strength dengan prokrastinasi akademik, yang

Minta murid mengira sudu yang tinggal Minta murid memilih ayat matematik Arahan Guru kepada Murid.

Penggunaannya untuk pabrik yang kecil masih menggunakan sistem 1 fasa tegangan rendah (220V/380V), untuk pabrik-pabrik skala besar menggunakan sistem 3 fasa dan saluran masuknya