• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN MANDIRI STANDARISASI MUTU DAN GIZI PRODUK PANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 18/2012 TENTANG PANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENELITIAN MANDIRI STANDARISASI MUTU DAN GIZI PRODUK PANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 18/2012 TENTANG PANGAN"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN MANDIRI

STANDARISASI MUTU DAN GIZI PRODUK PANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 18/2012

TENTANG PANGAN

Oleh :

ANAK AGUNG SRI INDRAWATI, SH., MH NIP. 1957 1014 1986 01 2001

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019

(2)
(3)
(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas asung kerta waranugraha/rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Standarisasi Mutu Dan Gizi Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 18/2012 Tentang Pangan”.

Penelitian ini terselesaikan atas bimbingan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini kami menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Teman-teman Dosen yang telah memberikan dukungan untuk penyelesaian penelitian ini.

Akhirnya kami berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum.

Denpasar, 6 Desember 2019

Peneliti

(5)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Ruang Lingkup Masalah... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.1 Tujuan umum... 4

1.4.2 Tujuan khusus ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1 Manfaat teoritis ... 5

1.5.2 Manfaat praktis ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pangan ... 6

2.2 Standarisasi Mutu dan Gizi Pangan ... 9

2.2.1 Standarisasi mutu pangan... 9

2.2.2 Gizi pangan ... 14

(6)

v

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Jenis Penelitian ... 18

3.2 Jenis Pendekatan ... 18

3.3 Sumber Bahan Hukum ... 19

3.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 19

3.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Bentuk dan Substansi Pengaturan Mengenai Standarisasi Mutu dan Gizi Pangan ... 21

4.2 Syarat-syarat Standarisasi Mutu dan Gizi Pangan pada Makanan yang Beredar di Pasaran ... 27

BAB V PENUTUP ... 36

5.1 Simpulan ... 36

5.2 Saran-saran ... 36 DAFTAR PUSTAKA

(7)

vi ABSTRAK

Kini banyak pelaku usaha yang menjual produk pangan tradisional bali yang tidak memenuhi standarisasi mutu dan gizi. Dalam hal ini konsumen yang akan mengalami kerugian akibat mengkonsumsi pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan gizi karena apabila dikonsumsi, pangan ini akan mempunyai efek samping, baik secara langsung maupun dalam jangka panjang, yang merugikan konsumen dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan. Sudah cukup banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai standarisasi mutu dan gizi pangan. Akan tetapi, berdasarkan fakta di lapangan masih banyak ditemukan pangan tradisional bali yang mengandung bahan berbahaya sehingga tidak memenuhi standarisasi mutu dan gizi.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk standarisasi mutu dan gizi produk pangan dalam makanan yang beredar di pasaran? dan bagaimanakah persyaratan standarisasi mutu dan gizi pangan dalam makanan?

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan dan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama, bahan hukum sekunder berupa literatur yang berkaitan dengan permasalahan dan bahan hukum tersier berupa kamus hukum. Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan teknik studi dokumen dan teknik wawancara. Dan analisis bahan hukum dengan menggunakan informasi dari lapangan kemudian dianalisis dengan teknik kualitatif dan disajikan secara deskriptif dan sistematisasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap permasalahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuk dan substansi pengaruh mengenai standarisasi mutu dan gizi pangan adalah pemberlakuan Standar Nasional Indonesia secara wajib harus diberlakukan. Syarat dan standarisasi mutu dan gizi pangan adalah pada pengolahan makanan tersebut harus berdasarkan kaidah- kaidah dan prinsip-prinsip dalam proses pengolahan pangan melalui beberapa tahapan sampai menjadi makanan yang siap dikonsumsi.

Kata Kunci : Standarisasi Mutu, Gizi Pangan, Produk Pangan

(8)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah keamanan pangan sangat penting bagi industri pangan. Tuntutan persyaratan keamanan pangan terus berkembang sesuai permintaan konsumen yang juga terus meningkat. Pelaku bisnis dalam industri pangan mulai menyadari bahwa produk yang aman hanya dapat diperoleh jika bahan baku yang digunakan bermutu, penanganan dan proses pengolahan sesuai, serta transportasi maupun distribusi yang memadai.

Manusia dalam mensejahterakan hidupnya memerlukan makanan.

"Kebutuhan akan makanan yang diperlukan tidak hanya sekedar makanan akan tetapi dari sejumlah besar makanan-makanan tersebut harus mengandung zat-zat tertentu sebagai pemenuhan gizi sehingga makanan yang dikonsumsi dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan".1

Produk pangan yang dipasarkan harus terjamin mutunya dan aman untuk dikonsumsi. Jaminan mutu dan keamanan pangan merupakan usaha nyata, sungguh-sungguh, dan terus-menerus dilakukan oleh perusahaan dalam meningkatan mutu produk untuk memberikan kepuasan dan mendapatkan kepercayaan konsumen.

Masyarakat sebagai konsumen tidak sadar akan hak-haknya sebagai konsumen, konsumen dengan mudahnya bisa dikelabui oleh para produsen yang

1Soekidjo Notoadmojo, 2003, Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Cetakan Kedua, Jakarta, hlm. 195.

(9)

2

seringkali tidak jujur dalam memasarkan produknya. Seperti contoh, pangan tradisional bali yang ditemukan banyak mengandung bahan berbahaya sehingga tidak memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan. Tentu hal ini sangat meresahkan karena apabila dikonsumsi, pangan ini akan mempunyai efek samping, baik secara langsung maupun dalam jangka panjang, yang merugikan konsumen dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan (K3L).

'Timbullah pergesekan dengan hak-hak konsumen seperti hak konsumen untuk tidak terganggu kesehatannya akibat mengkonsumsi makanan dan kehalalannya".2

Dalam hal ini konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi pangan yang tidak memenuhi standarisasi mutu pangan bukan semata kesalahan konsumen sendiri, tetapi juga ikut terlibat didalamnya adalah pelaku usaha itu sendiri (perusahaan makanan, pedagang kaki lima, toko-toko, supermarket) karena sebagai pihak penjual seharusnya mengerti bahwa makanan yang dijual tersebut tidak memenuhi standar mutu dan gizi yang baik sehingga ditarik dari peredaran agar masyarakat yang awam tidak membeli dan mengkonsumsi produk makanan tersebut. "Gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM), oleh karena itu perlu pelayanan terhadap gizi yang berkualitas pada individu dan masyarakat".3

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya ditulis UUPK) diharapkan dapat menciptakan kegiatan usaha perdagangan yang jujur tidak hanya bagi kalangan

2Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta., hlm. 16.

3Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Pedoman Proses Asupan Gizi Terstandar (PACT), Jakarta, hlm. l.

(10)

pelaku usaha melainkan secara langsung untuk kepentingan konsumen baik selaku pengguna, pemanfaat, maupun pemakai barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

Tentang kewajiban pelaku usaha Pasal 7 UUPK huruf d yaitu "menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku", salah satu bentuk wujud kewajiban pelaku usaha agar konsumen terhindar dari adanya kerugian membeli barang dari jasa yang akan dikonsumsi.

Begitu banyak dapat dibaca di berita-berita yang mengungkapkan perbuatan curang pelaku usaha yang menimbulkan kerugian bagi konsumen.

Seperti berita tentang pangan tradisional bali yang banyak ditemukan mengandung zat berbahaya (misalnya rhodamin B, boraks, formalin, metanyl yellow). Badan Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya disingkat dengan BPOM sebagai badan pengawas peredaran produk makanan dan obat-obatan di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah berkembangnya masalah ini. BPOM diberikan kewenangan untuk mengawasi bahan obat makanan dan minuman yang beredar dalam masyarakat, berbagai upaya dilakukan oleh BPOM diantaranya melakukan uji sampel secara periodik dan secara acak.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan berbagai upaya meliputi upaya preventif dan revresif, upaya preventif yaitu meneegah terjadinya peredaran pangan tradisional bali yang tidak memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan sedangkan upaya revresif melakukan sidak dan apabila terbukti pelaku

(11)

4

usaha menjual produk pangan tersebut, pihak BPOM akan memberikan peringatan keras kepada pelaku usaha.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk standarisasi mutu dan gizi produk pangan dalam makanan?

2. Bagaimanakah persyaratan standarisasi mutu dan gizi produk pangan dalam makanan?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk mendapatkan uraian yang lebih terarah dan sistematis terhadap pokok bahasan, maka ruang lingkup masalah dibatasi yang secara umum pembahasan di sini adalah untuk mendapatkan jawaban mengenai bagaimana bentuk standarisasi mutu dan gizi produk pangan dalam makanan serta bagaimana persyaratan standarisasi mutu dan gizi pangan dalam makanan.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum

a. Untuk mengetahui bentuk standarisasi mutu dan gizi produk pangan dalam makanan.

b. Untuk mengetahui syarat standarisasi mutu dan gizi produk pangan dalam makanan.

(12)

1.4.2 Tujuan khusus

a. Untuk lebih memahami dan menganalisasi bentuk standarisasi mutu dan gizi produk pangan dalam makanan.

b. Untuk lebih memahami dan menganalisis syarat standarisasi mutu dan gizi produk pangan dalam makanan.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis

Seluruh hasil penulisan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah bahan penelitian kembali bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai bahan referensi pada perpustakaan.

1.5.2 Manfaat praktis

Untuk dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan karya-karya tulis baik itu pembuatan makalah maupun penelitian hukum lainnya dan memberikan pengalaman belajar serta melakukan penelitian demi mengetahui praktek hukum di dalam masyarakat secara langsung.

(13)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan.

Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa.

Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi. "Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional".4

Pengertian Pangan menurut Pasal 1 angka 1 UU Pangan menentukan bahwa pangan adalah:

Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

4Bulog, 2014, "Ketahanan Pangan", http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php. diakses tanggal 23 November 2016.

(14)

Industri pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berperan penting dalam pembangunan industri nasional, sekaligus dalam perekonomian keseluruhan. Perkembangan industri pangan nasional menunjukkan perkembangan yang cukup berarti. Hal ini ditandai oleh berkembangnya berbagai jenis industri yang mengolah bahan baku baik dari sektor pertanian, perternakan, dan lain sebagainya. Pertumbuhan dan perkembangan industri tersebut dapat membawa dampak positif diantaranya tersedianya kebutuhan dalam jumlah yang mencukupi, mutunya yang lebih baik, serta adanya alternatif pilihan bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya. "Munculnya globalisasi dan perdagangan bebas juga telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang yang ditawarkan makin bervariasi, baik produk luar negeri maupun produksi dalam negeri".5

"Sebagaimana telah diakui dalam bagian konsiderans dari UU Pangan tersebut maka dibutuhkan pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup. Jadi, pengadaan dan pendistribusian pangan pun harus dilakukan secara jujur dan bertanggung jawab sehingga tersedia pangan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat".6

Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan pergantian jaringan tubuh yang rusak. Pangan juga dapat diartikan sebagai bahan sumber gizi. Pangan

5Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen.

Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 1.

6Janus Sidabalok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 122.

(15)

8

merupakan kebutuhan manusia yang paling asasi atau kebutuhan pokok (basic need). Dari pengertian pangan di atas, dapat dikembangkan beberapa hal, yaitu:7

a. Pangan berasal dari sumber daya hayati dan air yang berarti pangan merupakan semua sumber dari organisme, baik hewan dan tumbuhan yang dapat diolah dan dikonsumsi. Selain itu, air merupakan salah satu komponen pangan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme yang membutuhkannya.

b. Pangan yang diolah maupun tidak diolah yang berarti pengelolaan pangan terdiri dari dua jenis, yaitu pangan yang harus diolah sebelum dikonsumsi, seperti daging dan telur, serta pangan yang dapat langsung dikonsumsi tanpa harus diolah, seperti sayur dan buah-buahan.

c. Diperuntukkan sebagai makanan atau minuman merupakan dua jenis komponen utama pangan yang sangat dibutuhkan makhluk hidup.

d. Bahan tambahan pangan merupakan zat atau bahan tertentu yang ditambahkan ke dalam pangan, berfungsi untuk menambah rasa, aroma, bentuk dan daya tarik pangan tersebut untuk dikonsumsi.

e. Bahan baku pangan merupakan bahan-bahan utama yang digunakan untuk membuat makanan atau minuman.

Kehidupan manusia tidak mungkin tanpa adanya ketersediaan bahan pangan. Jadi untuk mempertahankan kehidupan manusia, maka manusia harus makan secukupnya dan memenuhi gizi. Jenis-jenis pangan dibedakan atas pangan segar dan pangan olahan.

7Aufa Aulia Kanza dan Sukma Chaedir Umar, 2015, Mutu Gizi dan Keamanan Pangan, Departemen Biologi Universitas Padjadjaran, Bandung, hlm. 2.

(16)

a. Pengertian pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan, misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar, dan sebagainya.

b. Pengertian pangan olahan adalah pangan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Pangan olahan dibedakan lagi, yaitu: Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu, dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut. Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bisa langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Pangan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau minuman.8

2.2 Standarisasi Mutu dan Gizi Pangan 2.2.1 Standarisasi mutu pangan

Dalam Pasal 1 angka 22 PP tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan menjelaskan bahwa:

"Standar adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya".

8Cahyo Saparinto & Diana Hidayati, 2006, Bahan Tambahan Pangan, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 54.

(17)

10

PP tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan memberikan definisi mengenai mutu pangan yaitu pada Pasal 1 angka 21 yang menentukan bahwa

"Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman".

Standarisasi mutu merupakan suatu spesifikasi teknis tentang mutu suatu komoditas atau produk yang dapat digunakan untuk umum, yang dibuat dengan cara kerja sama dan konsensus dari pihak-pihak yang berkepentingan berdasarkan pada hasil konsultasi ilmu pengetahuan, teknologi dan pengalaman.9 Sedangkan sertifikasi mutu produk merupakan suatu pernyataan tertulis dari suatu lembaga yang kompeten dan berwenang yang berisi kebenaran mutu, fakta hasil pemeriksaan atau hasil pengujian berdasarkan metode yang sah, sehingga sertifikasi berisi pernyataan yang kebenarannya ditanggung oleh lembaga yang menerbitkan sertifikasi tersebut.

Standarisasi mutu nasional adalah standarisasi yang dibuat oleh Pemerintah pusat dan dilaksanakan secara sektoral atau oleh departemen- departemen. Untuk produk pangan yang melakukan standarisasi mutu nasional adalah Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta BPOM yang dikoordinasi oleh Badan Standarisasi Nasional. Cakupan Standarisasi mutu pangan adalah sebagai berikut:10

9Kadarisman D dan M.A Wirakarta Kusumah,1995, Standarisasi dan Perkembangan Jaminan Mutu Pangan Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol (I), Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor, hlm 6.

10Soekarto, S.T, 1990, Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPS Press, Bogor, hlm. 27.

(18)

a. Nama produk baku.

b. Klasifikasi mutu harus didukung dengan kriteria dan istilah yang diuraikan secara jelas dan pasti.

c. Jaminan keamanan biologis (hayati), kemis, fisis, dan kehalalan.

d. Metode sampling untuk pengujian atribut mutu.

e. Metode pengujian atau analisa.

f. Bahan dan cara mengemas.

g. Labeling.

Sistem standarisasi mutu memuat kebijakan mutu, standarisasi mutu oleh instansi, cara pengendalian mutu, cara analisa dan jaminan mutu. Secara umum standarisasi mutu memiliki tujuan sebagai berikut:11

a. Mencapai kepastian mutu.

b. Mencapai keseragaman atau konsistensi mutu.

c. Memperlancar transaksi dalam perdagangan.

d. Memberi pedoman mutu kepada semua pihak yang terlibat dengan komoditi.

e. Bahan pembinaan mutu.

f. Melindungi konsumen.

Dengan demikian standarisasi mutu yang jelas harus mempunyai spesifikasi tertentu sebagai tolak ukur kesesuaian.

11Ibid, hlm. 30.

(19)

12

Dalam Pasal 111 Ayat 1 UU Kesehatan menyatakan bahwa "Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan".

Selanjutnya dijelaskan pula pada Pasal 86 angka 2 UU Pangan menyebtltkan bahwa, "Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar keamanan pangan dan mutu pangan".

Pada Pasal 29 PP tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan menjelaskan bahwa "Kepala badan yang bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional menetapkan standar mutu pangan yang dinyatakan sebagai Standar Nasional Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku". Pada Pasal 30 PP tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan menjelaskan lebih lanjut mengenai standarisasi mutu pangan yaitu :

1) Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dapat diberlakukan secara wajib dengan mempertimbangkan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomis harus memenuhi standar mutu tertentu.

2) Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian, pertanian, perikanan, atau Kepala Badan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing berkoordinasi dengan Kepala Badan yang bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional.

3) Hal-hal yang berkaitan dengan penerapan dan penilaian kesesuaian terhadap Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4) Setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan jenis pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran yang beragam. Menurut Kramer dan Twigg, Mutu merupakan

(20)

gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total.12 Menurut Gatchallan dalam Hubeis, mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya.

Karakteristik mutu bahan pangan menurut unit Kramer dan Twigg :13 a. Karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan, yaitu warna, ukuran,

bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip.

b. Karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.

Nilai gizi sangat menentukan mutu pangan, karena dengan mengukur nilai gizi suatu pangan, konsumen dapat mengetahui kandungan apa saja yang terdapat dalam pangan tersebut dan berapa jumlah makanan atau minuman yang harus dikonsumsi untuk memenuhi kecukupan gizi seseorang.

Dalam ruang lingkup pengawasan mutu pangan mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek kebijaksanaan, standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu dan perundang-undangan. Hubeis menyatakan bahwa pengendalian mutu pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut.14 Hal ini dilakukan melalui perbaikan proses produksi (menyusun batas dan derajat toleransi) yang

12Almatsier, S, 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama Cetakan Keempat, Jakarta, hlm. 115.

13Ibid, hlm. 116.

14Hubeis, M, 1994, Pemasyarakatan ISO 9000 Untuk Industri Pangan di Indonesia Buletin Teknologi dan Industri Pangan Vol V (3), Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor, hlm. 20.

(21)

14

dimulai dari tahap pengembangan, perencanaan, produksi, pemasaran dan pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum untuk memuaskan konsumen (persyaratan mutu) dengan menerapkan standardisasi perusahaan atau industri yang baku. Pengawasan mutu pangan juga berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat dalam melayani kebutuhan konsumen, memberi penerangan dan pendidikan konsumen. Pengawasan mutu pangan juga melindungi konsumen terhadap penyimpangan mutu, pemalsuan dan menjaga keamanan konsumen terhadap kemungkinan mengkonsurasi produk- produk pangan yang berbahaya, beracun dan mengandung penyakit.

2.2.2 Gizi pangan

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Menurut Chairinniza K. Graha pengertian gizi merupakan unsur yang ada di dalam suatu makanan, yang mana unsur-unsur tersebut memberikan berbagai manfaat untuk tubuh yang mengkonsumsinya sehingga dapat membuat badan menjadi sehat.15 Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Penentu gizi yang baik terdapat pada jenis pangan yang baik pula yang disesuaikan dengan kebutuhan tubuh.

Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Makanan mengandung zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Selain memiliki manfaat yang

15Sagung Seto, 2001, Pangan dan Gizi Ilmu Teknologi Industri dan Perdagangan, Sagung Seto, Bogor, hlm. 21.

(22)

penting, makanan juga sangat rentan tercemar oleh zat-zat berbahaya ataupun mikrobiologi yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Sehingga dalam memperoleh makanan harus murni (tidak tercemar) dan higienis. Bila hal tersebut tidak terpenuhi maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit.

Umumnya penyakit yang selalu erat kaitannya dengan penyediaan makanan yang tidak memiliki zat gizi yang baik dan tidak higienis adalah diare dan keracunan makanan. Penyakit-penyakit itu terjadi apabila makanan yang dikonsumsi tercemar oleh zat kimia, fisik, maupun biologis.

Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu untuk menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan.

PP tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan memberikan definisi mengenai gizi pangan yaitu pada Pasal 1 angka 23 yang menentukan bahwa "Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi perfumbuhan dan kesehatan manusia". Macam-macam zat yang termasuk dalam gizi:16

a. Air merupakan bagian terpenting dari setiap sel tubuh yang dapat ditemukan pada hampir semua bahan makanan baik hewani maupun perlu diketahui pula bahwa dalam struktur tubuh manusia, air merupakan zat yang lebih dominan sebagai pembangun struktur tubuh itu sendiri.

16Ibid, hlm. 24.

(23)

16

b. Karbohidrat yaitu zat gizi yang terbentuk dari unsur karbon, oksigen, dan hydrogen.

c. Mineral yaitu senyawa berbagai garam mineral atau juga terdapat sebagai unsur bebas.

d. Vitamin yaitu berupa senyawa organik yang fungsinya menyerupai fungsi Hormon.

e. Protein yang terbentuk dari senyawa selain karbon, oksigen, dan hydrogen yang juga menngandung unsur nitrogen.

f. Lipida atau lemak yang terbentuk dari rantai karbon, oksigen, dan hydrogen pada proses metabolisme tubuh.

Zat-zat di atas merupakan pembangun tubuh, masing-masing zat tersebut memiliki fungsinya sendiri-sendiri. Semua zat tersebut harus ada di dalam tubuh manusia dengan kadar yang seimbang atau sesuai kebutuhan tubuh manusia itu sendiri. Manfaat gizi untuk tubuh manusia yaitu:17

a. Sebagai penghasil energi tubuh, sebagian zat-zat pada makanan yang kita konsumsi oleh sistem pencernaan organ tubuh akan diolah hingga menghasilkan energi. Energi inilah yang kemudian membantu manusia untuk bisa melakukan berbagai aktivitasnya sehari-hari.

b. Sebagai pembentuk sel jaringan tubuh, yang mana zat gizi yang termasuk untuk membentuk ini adalah air, mineral dan protein. Dalam hal pembentukan sel jaringan tubuh ketiga zat tersebut secara bersama-sama diolah oleh organ tubuh hingga kemudian terbentuklah sel jaringan tubuh

17Sagung Seto, op cit. hlm. 26.

(24)

baru terutama sebagai pengganti jaringan yang sudah rusak atau tidak berfungsi lagi.

c. Sebagai pengatur fungsi dari reaksi biokimia dalam tubuh (stimulansia), agar fungsi dan reaksi biokimia dalam tubuh dapat berjalan dengan cepat dan baik maka tubuh membutuhkan zat-zat sebagai stimulansia (perangsang dan pengatur) dalam proses tersebut.

(25)

18 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto, ada 2 jenis penelitian hukum, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris atau sosiologis.18 Penelitian yang akan diselenggarakan ini termasuk penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder.19 Penelitian hukum normatif ada juga yang menyebutnya sebagai penelitian yang memfokuskan analisa pada norma hukum dan meletakkan norma hukum sebagai obyek penelitian.20

Empiris (Empirical), adalah sesuatu yang berdasarkan eksperimen maupun observasi terhadap fakta atau perkembangan fakta.21

3.2 Jenis Pendekatan

Berkaitan dengan penelitian ini dipergunakan beberapa jenis pendekatan sehingga diperoleh suatu pembahasan permasalahan penelitian yang komprehensif. Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan perundang- undangan (the statue approach) dan pendekatan analisa konsep hukum (analytical and conceptual approach). Permasalahan penelitian dikaji dengan mempergunakan interprestasi hukum dengan uraian yang argumentatif berdasarkan teori, azas, dan konsep hukum yang relevan.

18Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, hlm.15.

19Ibid.

20Hans Kelsen, 2008, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media, Bandung, hlm. 62-63.

21Henry Campbell dalam I.E. Wyasa Putra, 2005, Penelitian Hukum Empiris; Perspektif Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Udayana, hlm. 9.

(26)

3.3 Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas seperti perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang- undangan, dan putusan hakim.22

Sementara bahan hukum sekunder (secondary sources), yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan dari bahan hukum primer, seperti pendapat dari para ahli, yang dapat berupa semua publikasi tentang hukum, buku teks, jurnal hukum, komentar atas putusan hakim.23

3.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumen. Bahan hukum yang berhasil diinventarisir kemudian diidentifikasi dan diklasifikasikan serta dilakukan pencatatan secara sistematis sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi- konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.24

3.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang berhasil diinventarisir, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dianalisis secara kualitatif dan komprehensif.

22Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Pranada Media, Jakarta, hlm. 142.

23Ibid.

24Ronny Hanitidjo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 98.

(27)

20

Kualitatif, artinya menguraikan bahan-bahan hukum yang mempunyai kualitas dengan bentuk kalimat yang teratur, runut, logis, dan efektif, sehingga memudahkan menginterprestasikannya. Sementara komprehensif, artinya analisa dilakukan secara mendalam yang meliputi berbagai aspek sesuai dengan luas lingkup penelitian. Setelah dianalisa selanjutnya bahan-bahan hukum tersebut disajikan secara deskriptif analisis.

(28)

21

4.1 Bentuk dan Substansi Pengaturan Mengenai Standarisasi Mutu dan Gizi Pangan

Pada dasaraya hukum perlindungan konsumen membicarakan mengenai kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya.25

UU Perlindungan Konsumen mengatur lebih lanjut mengenai hak-hak konsumen sebagaimana yang terdapat Pasal 4 yang menentukan bahwa hak konsumen adalah:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

25Janus Sidabalok, op.cit. hlm. 46.

(29)

22

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sementara itu kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen, yakni:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Di dalam pelaksanaan terhadap hak-hak konsumen tersebut, perlu diatasi dengan peraturan perundang-undangan untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta meningkatkan kesadaran pengetahuan, kepedulian, kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab dalam memperdagangkan produk makanan terutama pangan tradisional bali, diharapkan pelaku usaha memperhatikan standar keamanan dan mutu pangan tersebut sehingga hasil produksinya tetap aman dan sehat untuk dikonsumsi. Bagi pelaku usaha meliputi kewajiban yang berkaitan

(30)

dengan produksi, penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk, serta akibat dari pemakaian produk itu.26

Agar pangan yang aman tersedia secara memadai, perlu diupayakan terwujudnya suatu sistem pangan yang mampu memberikan perlindungan kepada masyarakat yang mengkonsumsi pangan sehingga pangan yang diedarkan dan atau diperdagangkan tidak merugikan serta aman bagi kesehatan jiwa manusia.

Dengan demikian pangan tersebut harus memenuhi persyaratan keamanan pangan.

Untuk memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan, maka perlu diwujudkan suatu sistem pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang efektif di bidang standarisasi mutu dan gizi pangan.

Pengaturan yang dibuat Pemerintah yang mengatur tentang produk pangan sudah merupakan kewajiban Pemerintah. Salah satu produk hukum tentang pangan adalah UU Pangan. UU Pangan dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran dan atau perdagangan pangan. Sebagai landasan hukum di bidang pangan, UU Pangan dimaksudkan menjadi acuan dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk. Dari investarisasi peraturan perundang-undangan yang dilakukan, maka didapatkan beberapa pengaturan, baik dalam bentuk Undang- Undang, Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu sebagai berikut :

26Janus Sidabalok, loc.cit.

(31)

24

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.

5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.

HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan.

6. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.5.1639 tahun 2003 Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

Dalam UU Pangan mengatur antara lain persyaratan teknis tentang pangan, yang meliputi ketentuan keamanan pangan, ketentuan mutu dan gizi pangan, serta ketentuan label dan iklan pangan, sebagai suatu sistem standarisasi pangan yang bersifat menyeluruh, tanggung jawab setiap orang yang memproduksi, menyimpan, mengangkut, dan atau mengedarkan pangan, serta sanksi hukum yang sesuai agar mendorong pemenuhan atas ketentuan-ketentuan yang ditetapkan. Kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan atau diperdagangkan harus memenuhi ketentuan tentang sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, residu cemaran, dan kemasan pangan.27 Hal lain yang harus diperhatikan oleh setiap orang yang memproduksi pangan adalah menggunakan metode tertentu dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang memiliki

27Cahyo Saparinto & Diana Hidayati, op.cit, hlm. 61.

(32)

kemungkinan timbulnya risiko yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, seperti peredaran pangan yang tidak memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan. Terkait dengan standar mutu dan gizi pangan dapat dilihat pada UU Pangan. Pasal 86 UU Pangan menentukan bahwa:

(1) Pemerintah menetapkan standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.

(2) Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.

(3) Pemenuhan standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui penerapan sistem jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.

(4) Pemerintah dan/atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi oleh Pemerintah dapat memberikan sertifikat Jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.

(5) Pemberian sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan secara bertahap sesuai dengan jenis Pangan dan/atau skala usaha.

(6) Ketentuan mengenai standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dari bunyi Pasal di atas menjelaskan bahwa upaya pemerintah dalam menangani produksi dan peredaran pangan di masyarakat agar pelaku usaha dapat memperhatikan dan memenuhi standar mutu dan keamanan pangan sehingga pangan yang beredar dapat terjamin mutu dan gjzinya dan tidak membahayakan kesehatan manusia.

Selain itu menurut UU Kesehatan Pasal 111 Ayat 1 menentukan bahwa

"Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan". Dalam hal ini makanan tersebut harus terjamin mutu dan nilai gizinya sesuai dengan standar persyaratan kesehatan.

Selanjutnya pada Pasal 8 Ayat (1) UUPK tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha menentukan bahwa :

(33)

26

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenamya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pada produk pangan, standar dan mutu yang dimaksud adalah pangan yang diperdagangkan harus sesuai pada standar mutu dan gizi pangan yang berlaku.

Selain peraturan tersebut di atas standarisasi mutu dan gizi pangan diatur juga dalam PP Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Pada Pasal 29 yang menentukan bahwa: "Kepala badan yang bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional menetapkan standar mutu pangan yang dinyatakan sebagai Standar Nasional Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

(34)

berlaku". Pada Pasal 30 PP tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan menjelaskan lebih lanjut mengenai standarisasi mutu pangan yaitu:

1) Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dapat diberlakukan secara wajib dengan mempertimbangkan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomis harus memenuhi standar mutu tertentu.

2) Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia secara wajib sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian, pertanian, perikanan, atau Kepala Badan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing berkoordinasi dengan Kepala Badan yang bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional.

3) Hal-hal yang berkaitan dengan penerapan dan penilaian kesesuaian terhadap Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4) Setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan jenis pangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.2 Syarat-Syarat Standarisasi Mutu dan Gizi Pangan pada Makanan yang Beredar di Pasaran

Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia, tanpa makanan manusia tidak dapat melangsungkan kehidupannya. Makanan tidak dapat digantikan oleh suplemen makanan yang marak dijual di pasaran. Oleh karena itu makanan yang dikonsumsi masyarakat harus aman, sehat, bergizi dan layak dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan.

Cara hidup masyarakat saat ini sangat mempengaruhi pola konsumsinya.

Sementara itu, pengetahuan masyarakat untuk memilih dan menggunakan suatu produk secara tepat, benar dan aman belum memadai. Karena di era pasar bebas ini industri pangan Indonesia mau tidak mau sudah harus mampu bersaing dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam

(35)

28

sistem mutunya. Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan.28

Menurut Desak Ketut Andika Andayani sebagai Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Kota Denpasar menyatakan dari jumlah produk pangan yang diperiksa pada tahun 2019 ditemukan sekitar 70% pangan tradisional bali yang tidak memenuhi persyaratan. Produk pangan tersebut umumnya dibuat menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang atau melebihi batas penggunaan seperti pangan yang tercemar bahan kimia atau mikroba, pangan yang sudah kadaluwarsa, pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan komposisi. (Wawancara bulan Mei 2019)

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar makanan yang beredar dimasyarakat memenuhi syarat kesehatan. Upaya tersebut dilakukan dengan melakukan pengawasan dari proses produksi makanan, peredaran makanan sampai dengan penggunaan makanan termasuk antara lain bahan tambahan makanan, bahan baku makanan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan. Dalam UU Pangan disebutkan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui kegiatan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan. Masyarakat harus diikutsertakan dalam penyediaan, pemilihan maupun penggunaan pangan yang memenuhi syarat sehingga pangan yang

28Cahyo Saparinto & Diana Hidayati, loc.cit.

(36)

dikonsumsi akan terjamin mutu, keamanan dan kandungan gizinya. Pangan yang beredar di Indonesia haruslah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga tidak merugikan dan membahayakan kesehatan konsumen. UU Pangan menetapkan 3 (tiga) pertimbangan yang digunakan dalam pembuatan UU pangan yaitu:29

1) Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia.

2) Pangan yang aman, bermutu, bergizi, dan beragam sebagai persyaratan utama untuk kesehatan.

3) Pangan sebagai komoditas dagang memerlukan sistem perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab,

Salah satu persyaratan pengolahan makanan yang baik dan benar adalah mengelola makanan berdasarkan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip standarisasi mutu dan gizi pangan. Proses pengolahan makanan berjalan melalui beberapa tahapan pengolahan mulai dari penerimaan bahan mentah, pencucian, peracikan, pemasakan, sampai menjadi makanan yang siap santap. Dengan pengolahan makanan yang baik dan benar akan menghasilkan makanan yang bersih, sehat, aman dan terjamin standar mutu dan gizinya.30

Masyarakat sebagai konsumen yang turut serta dalam pengawasan makanan perlu diberikan informasi tentang makanan yang memenuhi syarat

29Soehardjo, 1997, "Peraturan Perundangan Tentang Mutu Gizi Pangan" Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar, Kerjasama Pusat Study Pangan dan Gizi (CFNS) -IPB dengan Dirjen Dikti, Bogor, 21 Juli – 2 Agustus 1997.

30Direktorat Penyehatan Lingkungan, 2012, Kumpulan Modul Kursus Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Jakarta, hlm. 99.

(37)

30

sehingga layak untuk beredar di pasaran. Syarat suatu pangan yang akan dikonsumsi antara lain:31

a. Aman untuk dikonsumsi, tidak mengandung bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia, misalnya bahan yang dapat menimbulkan penyakit atau keracunan. Apabila suatu makanan atau minuman terkandung bahan atau zat yang tidak seharusnya dipakai, akan mengakibatkan terjadinya penyakit-penyakit tertentu bahkan keracunan makanan.

b. Keadaannya normal tidak menyimpang seperti busuk, kotor, menjijikkan dan penyimpangan lainnya. Kondisi pangan yang kotor akan mempermudah mikroorganisme untuk tumbuh dan mengkontaminasi makanan dan minuman tersebut sehingga tidak layak untuk dikonsumsi yang akan menyebabkan keracunan, penyakit dan bahkan kematian.

Lebih lanjut dijelaskan pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.5.1639 Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) bahwa:

a. Lingkungan produksi

Untuk menetapkan lokasi IRT perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya.

31Almatsier S, op.cit, hlm. 125.

(38)

b. Bangunan dan fasilitas IRT

Bangunan dan fasilitas IRT dapat menjamin bahwa pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis dan kimia serta mudah dibersihkan dan disanitasi.

c. Peralatan produksi

Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang.

d. Suplai air

Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum.

e. Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi

Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan.

f. Pengendalian hama

Hama (tikus, serangga dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan.

g. Kesehatan dan higiene karyawan

Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran.

h. Pengendalian proses

Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumah tangga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(39)

32

1) Penetapan spesifikasi bahan baku.

2) Penetapan komposisi dan formulasi bahan.

3) Penetapan cara produksi yang baku.

4) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan.

5) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa.

i. Label pangan

Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen memilih, menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi pangan. Kode produksi pangan diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan.

j. Penyimpanan

Penyimpangan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan dan produk pangan yang diolah.

k. Penanggung jawab

Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman.

l. Penarikan produk

Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan.

(40)

m. Pencatatan dan dokumentasi

Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi.

n. Pelatihan karyawan

Pimpinan dan karyawan IRT harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses pengolahan pangan yang ditanganinya agar dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman.

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan yang menentukan bahwa:

(1) Makanan yang diproduksi, diimpor dan diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan.

(2) Persyaratan keamanan makanan harus dipenuhi untuk mencegah makanan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

Jika dilihat berdasarkan peraturan perundang-undangan dijelaskan pada Pasal 2 PP Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yang menentukan bahwa:

(1) Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Persyaratan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan yang meliputi antara lain :

a. sarana dan/atau prasarana;

b. penyelenggaraan kegiatan; dan c. orang perseorangan.

(41)

34

Adapun aspek pokok dari higiene sanitasi makanan dan minuman yang mempengaruhi terhadap keamanan makanan dan minuman yaitu:32

1. Kontaminasi

Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak dikehendaki atau diinginkan.

2. Keracunan

Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak higiene. Makanan yang menjadi penyebab keracunan umumnya telah tercemar oleh unsur-unsur fisika, mikroba atau kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan atau tidak memperhatikan kaidah-kaidah higiene dan sanitasi makanan.

3. Pembusukan

Pembusukan adalah proses perubahan komposisi (dekomposisi) makanan baik sebagian atau seluruhnya pada makanan, dari keadaan yang normal menjadi keadaan yang tidak normal yang tidak dikehendaki sebagai akibat pematangan alam (maturasi), pencemaran (kontaminasi), sengaja dipelihara (fermentation) atau sebab lain.

4. Pemalsuan

Pemalsuan adalah upaya perubahan tampilan makanan dengan cara menambah atau mengganti bahan makanan yang disengaja dengan tujuan

32Direktorat Penyehatan Lingkungan, op.cit, hlm. 100.

(42)

meningkatkan tampilan makanan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya yang akibatnya akan berdampak kepada konsumen.

Makanan yang beredar terdiri dari makanan yang dikemas dan yang tidak dikemas seperti jajanan basah yang dijual di pasaran. Untuk makanan yang dikemas, apabila terjadi perubahan kemasan seperti penyok, kembung atau robek kemasannya atau labelnya sebaiknya tidak dikonsumsi. Makanan yang memenuhi syarat dapat dikenali dari:33

a. Nomor pendaftaran yang dikeluarkan oleh BPOM (MD atau ML diikuti angka 12 digit) dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (P-RT diikuti angka 12 digit).

b. Label yang berisi keterangan mengenai makanan yang bersangkutan seperti: nama, produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan makanan ke wilayah Indonesia dan batas waktu kadaluarsa.

c. Wadah atau kemasan makanan

d. Penampilan fisik makanan, baik bentuk, warna maupun bau.

e. Pemeriksaan kimia dan mikrobiologi.

Pemeriksaan kimia maupun pemeriksaan mikrobiologi secara rutin dilakukan oleh BPOM dalam rangka melindungi masyarakat dari bahaya makanan yang tidak memenuhi syarat standarisasi mutu dan gizi pangan. Pemeriksaan ini dilakukan di laboratorium untuk mengetahui kandungan bahan kimia dan mikroba yang terkandung di dalam makanan yang beredar di pasaran.

33Syaifuddin Naim, 2009, https://drsyaifuddinnaim.wordpress.com/2009/11/05/mengenal- makanan-yang-memenuhi-syarat/, diakses tanggal 10 Desember 2016.

(43)

36 BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan terhadap permasalahan tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Bentuk dan substansi pengaruh mengenai standarisasi mutu dan gizi pangan adalah pemberlakuan Standar Nasional Indonesia secara wajib harus diberlakukan.

2. Syarat dan standarisasi mutu dan gizi pangan adalah pada pengolahan makanan tersebut harus berdasarkan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip dalam proses pengolahan pangan melalui beberapa tahapan sampai menjadi makanan yang siap dikonsumsi.

5.2 Saran-saran

1. Hendaknya BPOM senantiasa mengadakan sidak secara intens, guna menghindari terjadinya penyalahgunaan produk pangan yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

2. Agar pelaku usaha diberikan penyuluhan secara berkala agar dalam pengulangan proses pangan sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

(44)

Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Ghalia Indonesia, Bogor.

Almatsier, S, 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan Keempat, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Aufa Aulia Kanza dan Sukma Chaedir Umar, 2015, Mutu Gizi dan Keamanan Pangan, Departemen Biologi Universitas Padjadjaran, Bandung.

Bulog, 2014, "Ketahanan Pangan", http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php.

diakses tanggal 23 November 2016.

Cahyo Saparinto & Diana Hidayati, 2006, Bahan Tambahan Pangan, Kanisius, Yogyakarta.

Direktorat Penyehatan Lingkungan, 2012, Kumpulan Modul Kursus Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Jakarta.

Hans Kelsen, 2008, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media, Bandung.

Henry Campbell dalam I.E. Wyasa Putra, 2005, Penelitian Hukum Empiris;

Perspektif Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Hubeis, M, 1994, Pemasyarakatan ISO 9000 Untuk Industri Pangan di Indonesia Buletin Teknologi dan Industri Pangan, Vol V (3), Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.

Janus Sidabalok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kadarisman D dan M.A Wirakarta Kusumah,1995, Standarisasi dan Perkembangan Jaminan Mutu Pangan Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol (I), Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Pedoman Proses Asupan Gizi Terstandar (PACT), Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Pranada Media, Jakarta.

Ronny Hanitidjo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta.

(45)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka mempercepat terwujudnya kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan sesuai Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan dan PP nomor 17 Tahun

[r]

Pesatnya pertumbuhan ekonomi dan derasnya arus perdagangan di negara- negara kawasan Asia Timur seperti; Jepang, Republik Rakyat Cina (RRC), Cina Taiwan, dan Korea Selatan

Penunjang Kompetensi Lainnya Keahlian Berkarya •Menganalisis proses bisnis •Menganalisis kebutuhan data -Menggunakan matematika lanjut dalam penyusunan algoritma • merumuskan

Filsafat itu abstrak (dalam bahasa Latin abstractus berarti pikiran) danspekulatif (bahasa latin speculation berarti gambaran angan- angan), dalam arti filsafat hanya berurusan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimana korelasi antara kadar IL-17 serum dengan nilai LEDdan kadar

a) Untuk mengetahui dan menganalisis penyebab dari Perusahaan Gameloft tidak menjalankan aturan mengenai upah lembur dan waktu kerja lembur sesuai dengan

Ada sebagian artikel yang menggunakan lebih dari satu model dalam penelitiannya, tetapi hanya dua model saja yang akan dihitung dalam penelitian. Selain modelnya, setiap