i
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) TERHADAP PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA KELAS IV SD N PENDEM DAN
SDN KARANGASEM KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh: Khoerul Vikri NIM. 13108241171
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ii
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) TERHADAP PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA KELAS IV SD N PENDEM DAN
SDN KARANGASEM KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO
Oleh:
Khoerul Vikri NIM 13108241171
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap prestasi belajar matematika materi operasi hitung bilangan bulat pada siswa kelas IV SD N Karangasem dan SD N Pendem.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian eksperimen. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental Design bentuk nonequivalent control group desain. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Pendem dan SD N Karangasem dengan jumlah 28 siswa. Kelompok Eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), sedangkan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran yang biasa digunakan guru yaitu ceramah, tanya jawab, diskusi dan penugasan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi dan tes. Data hasil penelitian disajikan menggunakan teknik analisis data statistika deskriptif.
Hal penelitian menunjukan bahwa dari hasil perhitungan rata-rata nilai posttest kelompok eksperimen yaitu 73,84 berada pada kriteria prestasi belajar baik lebih tinggi dari rata-rata nilai posttest kelompok kontrol yaitu 67,30 berada pada kriteria prestasi belajar cukup. Berdasarkan hasil uji-t (t-tes ) diperoleh nilai t hitung 2,095 lebih besar dari t tabel sebesar 1,71 (2,095 >1,71) dan nilai signifikansi sebesar 0,46 lebih kecil dari nilai signifikansi sebesar 0,05 pada taraf 5% (0,046<0,05). Berdasarkan hasil uji-t (t-test) tersebut menunjukan adanya pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap prestasi belajar matematika materi operasi hitung bilangan bulat pada siswa kelas IV SD N Karangasem dan SD N Pendem.
iii
THE EFFECT OF COOPERATIVE LEARNING TYPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) ON MATHEMATICS LEARNING
ACHIEVEMENT MATERIAL OPERATIONS CONSULT NUMBERS OF 4TH GRADE STUDENTS AT PENDEM
ELEMENTARY SCHOOL AND KARANGASEM ELEMENTARY SCHOOL IN DISTRICTS
PENGASIH KULON PROGO REGENCY
By:
Khoerul Vikri NIM 13108241171
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of cooperative learning type Teams Games Tournament (TGT) on the achievement of mathematics learning materials counting integers in 4th grade students Karangasem elementary school and Pendem elementary school.
The type of this research is experimental research. Research design in this research is quasi experimental design form nonequivalent control group design. The population in this study in 4th grade students of Pendem elementary school and
Karangasem elementary school with a total of 28 students. The experimental group was treated cooperative learning type Teams Games Tournament (TGT), while the control group used the learning model used by the teacher that is lecture, question and answer, discussion and assignment.
Technique of collecting data in this research that is observation and test. Data of research result presented by descriptive statistic data analysis technique.
The result of the research shows that from the result of the mean posttest value of the experimental group that is 73,84 are on the learning achievement criteria both higher than the mean value of control group posttest that is 67,30 is on the criteria of achievement learn enough. Based on the result of t-test (t-test) obtained t value 2,095 bigger than t table equal to 1,71 (2,095> 1,71) and significance value equal to 0,46 less than significance value equal to 0,05 at level 5 % (0.046 <0.05). Based on the result of t-test (t-test) showed significant influence on cooperative learning model of Teams Games Tournament (TGT) type on mathematics learning achievement of integer 4th grade students at Pendem elementary school and Karangasem elementary school
vii
HALAMAN MOTTO
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tugas akhir skripsi ini peneliti persembahkan untuk:
1. Orang tua tercinta, Bapak Rochmat dan Ibu Muslimah.
2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan
judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Temas Games Tournament
(TGT) terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Operasi Hitung Bilangan Bulat
Pada Siswa Kelas IV SD N Pendem dan SD N Karangasem Kecamatan Pengasih
Kabupaten Kulon Progo” dengan lancar. Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas
dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun material.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Drs. Purwono PA, M.Pd selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah
banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan
Tugas Akhir Skripsi ini.
2. Bapak Drs. Purwono PA, M.Pd, Bapak Sri Rochadi, M.Pd, Bapak Prof. Dr. Ali
Muhtadi, M.Pd., selaku Ketua Penguji, Sekretaris, dan Penguji yang sudah
memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.
3. Bapak Suparlan, M.Pd.I selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar
beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama
proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.
4. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang
memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.
5. Ibu Sumiyati, S.Ag dan Ibu Suprihatin, S.Pd selaku Kepala SD Negeri Pendem
dan Kepala SD Negeri Karangasem yang telah memberi ijin dan bantuan dalam
xi
LEMBAR PERSETUJUAN... v
LEMBAR PENGESAHAN ... vi
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament(TGT) ... 10
1. Pengertian Belajar ... 10
2. Faktor-faktor yang memengaruhi belajar... 12
3. Model pembelajaran kooperatif ... 14
4. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments(TGT) ... 23
B. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 29
1. Pengertian Matematika ... 29
2. Tujuan Pendidikan Matematika ... 32
3. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar kelas IV ... 34
C. Prestasi Belajar ... 36
1. Pengertian Prestasi Belajar ... 36
2. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar ... 37
3. Indikator Prestasi Belajar ... 37
D. Bilangan Bulat ... 38
1. Pengertian Bilangan Bulat ... 38
2. Operasi Penjumlahan pada Bilangan Bulat ... 38
3. Operasi Pengurangan pada Bilangan Bulat ... 40
E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar Kelas IV ... 42
xii
G. Kerangka Berfikir ... 46
H. Hipotesis Penelitian ... 49
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ... 50
1. Jenis Penelitian ... 50
E. Definisi Operasional Variabel ... 54
F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 56
1. Teknik Pengumpulan Data ... 56
2. Instrumen Penelitian ... 57
G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 60
1. Validitas Instrumen ... 60
2. Uji Reliabilitas nstrumen ... 61
H. Teknik Analisis Data ... 62
1. Analisis Deskriptif ... 62
2. Uji Prasyarat ... 63
a. Uji Normalitas ... 64
b. Uji Homogenitas ... 64
3. Uji Hipotesis ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Tempat Penelitian ... 67
B. Deskripsi Populasi Penelitian ... 67
C. Deskripsi Objek Penelitian... 68
D. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 68
1. Deskripsi Data Pretest ... 69
a. Data Pretest Kelompok Eksperimen ... 69
b. Data Pretest Kelompok Kontrol... 70
c. Perbandingan Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 71
2. Deskripsi Data Postest ... 72
a. Data Postest Kelompok Eksperimen ... 72
b. Data Postest Kelompok Kontrol ... 74
c. Perbandingan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 75
3. Perbandingan Pretest dan Posttest Eksperimen – Kontrol ... 76
4. Analisis Data ... 77
xiii
1.) Uji Normalitas ... 77
2.) Uji Homogenitas ... 78
b. Uji Hipotesis ... 79
E. Deskripsi Hasil Observasi Guru ... 81
F. Pembahasan ... 83
G. Keterbatasan Penelitian ... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 92
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa kelas 4 SD N Pendem ... 3
Tabel 2. Nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa kelas 4 SD N Karangasem... 3
Tabel 3. Tahap Pembelajaran Kooperatif... 20
Tabel 4. SK-KD Matematika Kelas IV Semester 2 ... 35
Tabel 5. Pelaksanaan Penelitian pada Kelompok Kontrol ... 53
Tabel 6. Pelaksanaan Penelitian pada Kelompok Kontrol ... 53
Tabel 7. Kisi-kisi Instrumen Aktivitas Guru ... 58
Tabel 8. Kisi-kisi Instrumen Tes Prestasi Belajar Operasi Hitung Bilangan Bulat ... 59
Tabel 9. Perbandingan Nilai, Angka, Huruf dan Predikatnya ... 63
Tabel 10. Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 69
Tabel 11. Kriteri Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 69
Tabel 12. Hasil Pretest Kelompok Kontrol... 70
Tabel 13. Kriteria Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 71
Tabel 14. Perbandingan Hasil Pretest Eksperimen – Kontrol ... 72
Tabel 15. Hasil Posttest Kelompok Eksperimen... 73
Tabel 16. Kriteri Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 73
Tabel 17. Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 74
Tabel 18. Kriteri Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 74
xv
Tabel 20. Perbandingan Hasil Pretest dan Posttest Eksperimen-Kontrol ... 76
Tabel 21. Hasil Uji Normalitas Pre Test dan Post Test Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 78
Tabel 22. Hasil Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol... 78
Tabel 23. Uji Hipotesis ... 79
Tabel 24. Hasil Uji T Post Test Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol ... 80
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir ... 48
Gambar 2. Bagan Desain Penelitian... 51
Gambar 3. Diagram Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 70
Gambar 4. Diagram Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 71
Gambar 5. Diagram Perbandingan Pretest Kelompok Eksperimen – Kontrol ... 72
Gambar 6. Diagram Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 74
Gambar 7. Diagram Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 75
Gambar 8. Diagram Perbandingan Posttest Kelompok Eksperimen – Kontrol ... 76
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Indikator Prestasi Belajar... 95
Lampiran 2. Daftar Nama Siswa Kelompok Eksperimen ... 9
Lampiran 3. Daftar Nama Siswa Kelompok Kontrol ... 98
Lampiran 4. Instrumen Ujicoba ... 99
Lampiran 5 Data Skor Hasil Ujicoba Instrumen. ... 101
Lampiran 6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 102
Lampiran 7. Instrumen Penelitian Pretest ... 103
Lampiran 8. Instrumen Penelitian Posttest ... 105
Lampiran 9. Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 107
Lampiran 10. RPP Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 119
Lampiran 11. Daftar Nilai Pretest Kelompok Eksperimen ... 130
Lampiran 12. Daftar Nilai Pretest Kelompok Kontrol ... 131
Lampiran 13. Data Deskriptif Pretest Kelompok Eksperimen ... 132
Lampiran 14. Data Deskriptif Pretest Kelompok Kontrol ... 133
Lampiran 15. Daftar Nilai Posttest Kelompok Eksperimen ... 134
Lampiran 16. Daftar Nilai Posttest Kelompok Kontrol ... 135
Lampiran 17. Data Deskriptif Posttest Kelompok Eksperimen ... 136
Lampiran 18. Data Deskriptif Posttest Kelompok Eksperimen ... 137
Lampiran 19. Hasil Observasi Aktivitas Guru ... 138
Lampiran 20. Hasil Uji Prasyarat ... 140
xviii
Lampiran 22. Hasil Uji Hipotesis dengan T-test ... 142
Lampiran 22. Dokumentasi ... 143
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pendidikan sebagai bekal hidup di masa depan yang akan dipegang erat
oleh manusia. Pendidikan merupakan perbuatan yang manusiawi, sehingga dapat
mencapai tujuannya, yaitu memanusiakan manusia (Siswoyo, dkk, 2007: 1).
Pendidikan mempunyai peranan untuk dapat membentuk manusia yang mampu
mengembangkan kemampuan kognitif, kemampuan afektif, kemampuan
psikomotorik, dan kemampuan sosial. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan menjembatani peserta didik untuk dapat menggali dan
mengembangkan semua potensi diri, baik sebagai makhluk individu maupun
makhluk social dalam bermasyarakat. Pendidikan menjadi kunci dalam
mewujudkan cita-cita bangsa yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Cita-cita bangsa tersebut dapat diraih dengan
adanya implementasi nyata dalam proses pendidikan yang melputi beberapa
2
Pendidikan dasar menjadi pijakan awal bagi peserta didik yang melandasi
jenjang pendidikan menengah. menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 17 ayat 1 dan 2, pendidikan dasar merupakan
jenjang pendidikan yang melandasi jenjang menengah; pendidikan dasar berbentuk
sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat
serta sekolah menengah pertama (SMP) atau madrasah tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan
bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat, berupa pengembangan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar.
SD/MI/sederajat memberikan bekal kemampuan dasar membaca, menulis,
berhitung, pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi peserta didik
sesuai dengan tingkat perkembangan. Untuk dapat memaksimalkan kemampuan
berhitung peserta didik diajarkan ketrampilan dasar berhitung dalam pembelajaran
matematika.
Matematika merupakan mata pelajaran di sekolah dasar yang memiliki peran
yang sangat penting bagi keberhasilan mata pelajaran lainnya karena mempelajari
matematika sama halnya melatih diri dalam memecahkan masalah yang dihadapi
sehari-hari. Pentingnya mata pelajaran matematika dalam kehidupan sudah tidak
perlu diperdebatkan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa matematika merupakan
ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran
penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Sasaran pokok pengajaran matematika disekolah dasar mencakup penanaman
3
sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan
penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas karena matematika
merupakan suatu sarana berfikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis.
Adapun salah satu hal yang harus diperhatikan adalah peningkatan prestasi belajar
matematika siswa di sekolah.
Namun demikian, fakta di lapangan mengungkapkan bahwa matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh
siswa. Dari hasil wawancara dengan guru kelas IV SD N Pendem dan SD N
Karangasem, penguasaan materi matematika masih tergolong rendah jika
dibandingkan dengan materi pada mata pelajaran yang lain. Dari hasil ulangan
harian siswa rata rata nilainya masih dibawah KKM. Untuk SD N Karangasem rata
rata nilai ulangan harian 54, 6 dengan KKM 75 sedangkan di SD N Pendem rata
rata nilai ulangan harian 64,4 dengan KKM 70. Berikut hasil rata-rata nilai ulangan
harian siswa pada setiap mata pelajaran.
Tabel 1. Nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa kelas 4 SD N Pendem
Mapel Matematika IPA IPS Bhs.
Indo
PKn
Nilai 64, 4 78, 5 72 80 68, 6
Tabel 2. Nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa kelas 4 SD N Karangasem
Mapel Matematika IPA IPS Bhs.
Indo
PKn
Nilai 54, 6 80, 4 74 79, 5 63, 2
Salah satu materi matematika yang dirasa sulit oleh siswa di SD N
Karangasem dan SD N Pendem adalah pada materi operasi hitung bilangan bulat.
4
terutama jika bilangan yang dioperasikan merupakan bilangan negatif. Ketika
materi disampaiakan hari ini siswa bisa memahami materi tersebut tetapi jika
dilakukan evaluasi pada keesokan harinya siswa merasakan kebingungan dan tidak
bisa mengerjakan soal tersebut. Selama ini guru jarang menggunakan media dalam
proses pembelajaran, pada materi operasi hitung bilangan bulat guru hanya
menggunkan alat bantu berupa garis bilangan yang digunakan dengan maksud
untuk memudahkan siswa dalam memahami materi operasi hitung bilangan bulat.
Rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya
adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Hasil observasi awal yang
dilakukan oleh peneliti pada kelas IV di SD N Pendem dan SD N Karangasem
Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika di sekolah tersebut masih menggunakan model pembelajaran
konvesional, yakni suatu model pembelajaran yang banyak didominasi oleh guru,
sementara siswa duduk secara pasif menerima informasi pengetahuan dan
keterampilan. Hal ini diduga merupakan salah satu penyebab terhambatnya
kreativitas dan kemandirian siswa sehingga menurunkan hasil belajar matematika
siswa.
Inovasi pembelajaran perlu dilakukan oleh guru. Guru harus bisa memilih dan
menerapkan model pembelajaran yang bisa diterapkan untuk menciptakan
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran didalam maupun diluar kelas. Keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran akan memaksimalkan kemampuan siswa dalam
menyerap materi yang disampaikan oleh guru sehingga diharapkan dapat
5
model pembelajaran yang dapat melibatkan partisipasi siswa secara aktif adalah
model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan pada pembelajaran
matematika karena dalam mempelajari matematika tidak cukup mengetahui dan
menghafal konsep-konsep matematika saja. Akan tetapi, dibutuhkan suatu
pemahaman dan kemampuan menyelesaikan persoalan matematika dengan baik
dan benar. Melalui model pembelajaran ini, siswa dapat mengemukakan
pemikirannya, saling bekerja sama, dan saling bertukar pendapat. Jika ada siswa
dalam suatu tim mengalami kesulitan, maka siswa lain dalam timnya, yang telah
menguasai materi, dapat mengajari siswa tersebut. Dari kegiatan itulah diaharapkan
akan memberikan kesan pada siswa sehingga konsep-konsep matematika yang
diajarkan akan lebih tertanam pada diri siswa.
Menurut Slavin (Rusman, 2010:201) pembelajaran kooperatif menggalakan
siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Dalam model
pembelajaran koperatif, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi
sebagai jembatan penguhubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan
catatatn siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa,
tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikiranya. Siswa mempunyai
kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide
mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan
ide-ide mereka sendiri. Dengan demikian, model ini dapat meningkatkan motivasi
6
Salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif adalah Teams Games
Tournamen (selanjutnya disingkat TGT). Model pembelajaran kooperatif tipe TGT
ini merupakan salah satu model pembelajaran yang mudah diterapkan, melibatkan
aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa
sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement
(penguatan). Dalam TGT siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari tiga sampai lima siswa yang heterogen, baik dalam prestasi akademik,
jenis kelamin, ras maupun etnis.
Menurut Saco (Rusman, 2010: 224) dalam TGT siswa memainkan permainan
dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka
masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang diselingi juga
dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat ditulis pada sebuah kartu yang diberi angka
yang nantinya akan dijawab oleh siswa. Dengan terciptanya suasana kompetisi
melalui turnamen game yang diadakan, hal itu dapat mendorong siswa untuk
meningkatkan prestasi belajarnya.
TGT ini masih jarang digunakan oleh guru di SD N Pendem dan SD N
Karangasem. Pembelajaranya masih menggunakan model konvensional.
Pembelajaran lebih sering diberikan dalam bentuk ceramah, tanya jawab, diskusi,
demonstrasi. Metode tersebut sebenarnya tidak salah dan baik juga digunakan
dalam kegiatan pembelajaran. Namun, dari metode tersebut kurang melibatkan
7
mudah oleh siswa malah dirasa sulit dan siswa lebih tertarik untuk bermain sendiri
karena merasa bosan dengan metode yang terlalu sering digunakan oleh guru
tersebut. Disamping hal tersebut pemilihan metode dan model pembelajaran juga
tidak boleh asal memilih, perlu adanya pertimbangan dalam menggunakan model
atau metode pembelajaran. Karena, tidak semua model atau metode pembelajaran
cocok diterapkan pada setiap materi yang akan disampaiakan. Beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan dalam memilih metode dan model pembelajaran antara lain,
tujuan pembelajaran, karakteristik materi, dan karakteristik siswa. Maka dari itu,
dari uraian diatas penulis terdorong untuk melaksanakan penelitian dengan judul
“pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournaments (TGT)
terhadap prestasi belajar matematika materi operasi hitung bilangan bulat pada
siswa kelas IV SD N Pendem dan SD N Karangasem Kecamatan Pengasih
Kabupaten Kulon Progo.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasi permasalahan yang nampak,
diantaranya :
1. Rendahnya kemampuan siswa dalam pembelajaran materi operasi hitung
bilangan bulat.
2. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran.
3. Kurangnya variasi penggunaan model pembelajaran yang menyentuh kondisi
anak dalam pembelajaran didalam kelas.
4. Dengan menggunakan metode ceramah belum mampu mengoptimalkan aspek
8
5. Guru belum menerapkan model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe
TGT pada materi operasi hitung bilangan bulat di kelas IV. .
C. Batasan Masalah
Dari permasalahan-permasalahan yang ada peneliti memfokuskan penelitian
pada masalah rendahnya prestasi siswa pada materi operasi bilangan bulat dan
belum digunakanya model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran
dalam pembelajaran matematika.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang telah
dikemukakan, maka secara operasional rumusan masalah yang akan dipecahkan
dalam penelitian ini adalah:
Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournaments (TGT) berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar matematika
materi operasi bilangan bulat pada siswa kelas IV?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) terhadap prestasi belajar
matematika materi operasi bilangan bulat pada siswa kelas IV SD N Pendem dan
SD N Karangasem Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo. .
F. Manfaat Penelitian
9
1. Bagi Guru, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengajarkan
matematika bahwa materi operasi hitung bilangan bulat dapat diajarkan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT).
2. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat dijadikan pengalaman berharga sebaai bekal
mengajar kelak
3. Bagi Siswa, hasil penelitian ini dapat menjadi motivasi bagi siswa agar lebih
10 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT)
1. Pengertian belajar
Sebelum membahas pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournaments (TGT) maka terlebih dahulu dibahas tentang pengertian belajar.
Belajar adalah key term ‘istilah kunci’ yang paling vital dalam setiap udaha
pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, belajar merupakan kegiatan yang
paling pokok. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung
kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa sebagai anak
didik, baik ketika ia berada di sekolah, lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Oleh karena itu, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek,
bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para
guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar
dan hal-hal yang berkaitan dengannya akan mengakibatkan kurang bermutunya
hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik. Untuk menghindari kekeliruan
persepsi tersebut, di bawah ini akan disampaikan beberapa pendapat ahli tentang
definisi belajar.
Cronbach learning is shown by a change in behavior a result of experience.
Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. (Suprijono, 2009:
11
belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.
Menurut R. Gagne (Susanto, 2013: 1-2), belajar dapat didefinisikan sebagai
suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat
pegalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan di
mana terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa pada saat
pembelajaran berlangsung.
Bagi guru, belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi
dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain itu Gagne
juga menekankan bahwa belajar sebagai suatu upaya memperoleh pengetahuan atau
ketrampilan melalui instruksi. Intruksi yang dimaksud adalah perintah atau arahan
dan bimbingan dari seorang pendidik atau guru.
Sebagai suatu hal yang penting dalam kehidupan, belajar mempunyai tujuan
yang ingin dicapai dalam pelaksanaanya. Menurut suprijono (Thobrani & Mustofa,
2013: 21) tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan
instruksional yang dinamakan iinstructinoal effects, yang biasanya berbentuk
pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan tujuan belajar sebagai hasil yang
menyertai tujuan belajar nstruksional disebut nurturant effects. Bentuknya berupa
12
orang lain, dan sebagaiya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta
didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu.
Dari beberapa uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku individu yang relatif
menentap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
menyangkut pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern
adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor
ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.
a. Faktor-faktor intern Faktor intern terdiri dari tiga faktor yakni faktor jasmaniah,
faktor psikologis dan faktor kelelahan.
1.) Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah terdiri dari: a) Faktor kesehatan yang berpengaruh terhadap
belajar seseorang; b) Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang
cacat belajarnya juga terganggu.
2.) Faktor psikologis
Ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang
mempengaruhi belajar yakni: a) Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan
13
daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah tetapi siswa yang
mempunyai tingkat intelegensi tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya.; b)
Agar siswa dapat belajar dengan baik, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik
perhatian dengan mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya.;
c) Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang
dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan
sebaik-baiknya.; d) Bahan pelajaran yang dipelajari siswa harus sesuai dengan bakatnya
maka hasil belajarnya lebih baik.; e) Motif dalam proses belajar haruslah
diperhatikan apa yang mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik.; f)
Kesiapan itu perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan
padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
3.) Faktor kelelahan
Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan
jasmaniah dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmaniah meliputi
lemah lunglainya tubuh sehingga timbul kecenderungan untuk membaringkan
tubuh. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan
kebosanan. Agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan
sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya.
b. Faktor-faktor Ekstern
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dikelompokkan menjadi 3
14
1.) Faktor keluarga terdiri atas: Cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah serta keadaan ekonomi keluaraga
2.) Faktor sekolah terdiri dari: Metode mengajar dan kurikulum serta relasi guru
dan siswa harus berjalan dengan baik.
3.) Faktor masyarakat terdiri atas: Kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media
serta teman bergaul.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru
dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun
secara tidak tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media
pembelajar.
Istilah pembelajaran dan penggunaanya masih tergolong baru, yang mulai
populer semenjak lahirya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003. Menurut undang-undang ini, pembelajaran diartikan sebagai proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Menurut pengertian ini, pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan,
kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar
dapat belajar dengan baik.
Joyce and Weil (Rusman, 2010: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran
15
(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain Model pembelajaran dapat dijadikan pola
pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan
efisien untuk mencapai tujuan pendidikanya.
Tom V savage (Rusman, 2010: 134) mengemukakan bahwa cooperative
learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana
para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu
sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat
sampai dengan enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. .
Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan
membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika
salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran
Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu
interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan
siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic communication). Hal tersebut
sesuai dengan apa yang diungkakan oleh Slavin (Rusmin, 2007: 201) pembelajaran
kooperatif menggalakan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam
kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam
16
Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana siswa dapat bekerja sama
dalam kelompok, tujuan kelompok adalah tujuan bersama. Situasi kooperatif
merupakan bagian dari siswa untuk mencapai tujuan kelompok, siswa harus
merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan, maka siswa lain dalam
kelompoknya memiliki kebersamaan, artinya tiap anggota kelompok bersikap
kooperatif dengan sesama anggota kelompok.
Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok. Oleh
karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam
pembelajaran kooperatif karena mereka beranggapan telah biasa melakukan
pembelajaran cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok. Seperti
dijelaskan abdulhak (Rusmin, 2010: 203) bahwa “pembelajaran cooperative
dilaksanakan melalalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat
mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri”.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.
Ada unsur dasar pembelajar kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan david johnson (Lie, 2008: 31-35)
bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong
harus diterapkan. Lima unsur tersebut antara lain:
a. Saling ketergantungan
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggota.
17
yang sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan
tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dengan demikian,
setiap siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan.
Beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap
rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan sumbangan. Mereka akan merasa
terpacu untuk meningkatkan usaha mereka dan dengan demikian menaikan nilai
mereka. Sebaliknya, siswa yang lebih pandai juga tidak akan merasa dirugikan
karena rekanya yang kurang mampu juga telah memberikan bagian sumbangan
mereka.
b. Tanggung jawab perseorangan
Setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran cooperative learning membuat
persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota
kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya
dalam kelompok bisa dilaksanakan. Siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan
diketahui dengan jelas dan mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan
menuntut untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya.
c. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
18
menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan
masing-masing.
d. Komunikasi antar anggota
Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para
anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya pembelajaran perlu diberi tahu secara
eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi efektif seperti bagaimana caranya
menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang
tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dan kurang bijaksana dalam
menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa beberapa
ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus,
e. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya
bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan
selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan
pembelajaran cooperative learning.
Pelaksanaan prinsip dasar dalam pokok sistem pembelajaran kooperatif
dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif.
Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru
19
Dalam model pembelajaran koperatif, guru lebih berperan sebagai fasilitator
yang berfungsi sebagai jembatan penguhubung ke arah pemahaman yang lebih
tinggi, dengan catatatn siswa sendiri. guru tidak hanya memberikan pengetahuan
pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikiranya. Siswa
mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam
menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk
menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal
ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukanoleh Slavin (Rusman,
2010: 206) dinyatakan bahwa: (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan
sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2)
pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis,
memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.
Terdapat enam langakah utama atau tahapan dalam pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru
menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi sis wa belajar. Fase ini diikuti oleh
penyajian informasi yang sering kali dengan bahan bacaan daripada verbal.
Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam tim tim belajar. Pada tahap ini guru
membimbing siswa saat mereka bekerja sama untuk menyelesaikan tugas. Fase
20
atau evaluasi tentang apa yang telah siswa pelajari dan memberi penghargaan
terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Enam tahap pembelajaran
kooperatif ini dirangkum pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Tahap pembelajaran kooperatif
Tahap Tingkah laku guru
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bacaan Mengorganisasikan siswa
kedalam kelompok-kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Memberikan penghargaan. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar
peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temanya dengan
cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain
untuk mengemukakan gagasanya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
21
Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum
ibrahim, et al. (Isjoni, 2009:10)
a. Hasil belajar akademik
Dalam pembelajaran kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial,
juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik lainnya. Beberapa ahli
berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukan, model struktur
penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar
akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan
dan ketidakmampuanya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari
berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada
tugas-tugas akademik dan melalaui struktur penghargaan kooperatif akan saling
menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan
bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki oleh
22
kenyataan yang dihadapi bangsa ini dalam mengatasi masalah-maslah sosial yang
semakin kompleks, serta tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam
menghadapi persaingan global untuk memenangkan persaingan tersebut. Dengan
dikembangkanya sikap sosial dan ketrampilan sosial dalam pembelajaran
kooperatif diharapkan peserta didik akan mendapatkan makna dan manfaat praktis
dari setiap proses pembelajaran tersebut.
Sebagai suatu model pembelajaran pastilah mempunyai suatu keunggulan
dan kelemaha dalam pelaksanaanya. Jarlimek & parker (dalam Rusman, 2010: 135)
mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah: 1)
saling ketergantungan yang positif, 2) adanya pengakuan dala merespon perbedaan
individu, 3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, 4) suasana
kelas yan rileks dan menyenangkan, 5) terjalinnya hubungan yang hangat dan
bersahabat antara siswa dengan guru, 6) memiliki banyak kesempatan untuk
mengekpresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu
faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu: 1)
guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu
memerlukan lebih banyak tenaga, pikiran dan waktu, 2) agar proses belajar berjalan
lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya tambahan yang cukup
memadai, 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan
23
dengan waktu yang telah ditentukan, dan 4) saat diskusi kelas, terkadang
didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa lain menjadi pasif.
4. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT)
Teams Games Tournament (TGT) merupakan salah satu strategi
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Slavin untuk membantu siswa
mereview dan menguasai materi pelajaran. Slavin menemukan bahwa TGT berhasil
meningkatkan skil-skil dasar, pencapaian, interaksi positif antarsiswa, dan
sikap-sikap penerimaan pada siswa-siswa lain yang berbeda.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini merupakan salah satu model
pembelajaran yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa
harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement (penguatan).
Dalam TGT siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari
tiga sampai lima siswa yang heterogen, baik dalam prestasi akademik, jenis
kelamin, ras maupun etnis. Parker (Huda, 2015: 29) mendefinisikan kelompok kecil
kooperatif sebagai suasana pembelajaran dimana para siswa saling berinteraksi
dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi
mencapai tujuan bersama. Tugas tersebut dijadikan sebagai turnamen akademik,
dan menggunakan kuis-kuis dan sistem kemajuan skor individu, dimana para siswa
berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik
24
Menurut saco (Rusman 2010: 224), dalam TGT siswa memainkan permainan
dengan anggota-anggota tim lain utuk memperoleh skor bagi tim mereka
masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang diselingi juga
dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).
Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada
kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu-kartu yang
diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan
angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dan semua tingkat
kmampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya.
Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah untuk anak yang
kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan
memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen
ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai review
pembelajaran.
Menurut Slavin pembelajaran tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan,
yaitu tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams),
permainan (games), pertandingan (tournaments), dan penghargaan kelompok (team
recognition). Lebih lanjut Isjoni (2009: 84-86) menjelaskan ke-lima langkah
tahapan pembelajaran TGT sebagai berikut
25
pada awal pembelajaran guru menyajikan materi penyajian kelas, tujuan
pemebelajaran, pokok materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan
kepada kelompok.
b. belajar dalam kelompok (teams)
Siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja
kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan
dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota
kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota
kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memeberikan jawaban atau
menjelaskanya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.
c. permainan (games)
Akhirnya untuk memastikam bahwa seluruh anggota kelompok menguasai
pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam
permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja turnamen. Dalam setiap meja
permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang
sama. Siswa dikelompokan dalam satu meja, turnamen secara homogen dari segi
kemampuan akademik.
Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat
pre test. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada
lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor
26
kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan
tim.
Dalam permianan ini setiap yang bersaing merupakan wakil dari
kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan
dalam meja-meja turnament dan diusahakan agar tidak ada peserta dari kelompok
yang sama. Permainan ini dimulai dengan memberitahukan aturan permainan.
Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu soal untuk bermain (kartu
soal dan kunci diletakan terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).
d. pertandingan (tournaments)
Permainan pada setiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai
berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal
dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang
undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada
pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian
yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain
dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah
waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil
pekerjaanya yang akan ditanggapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu
pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya akan diberikan kepada
pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan
27
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan
dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan,
dimana posisi pemainan diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu
meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain dan penantang. Disini
permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus
mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang dan pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan
membuka buku kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan
jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain
dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa
poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap
pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yan diperoleh
berdasarkan tabel yang telah disediakan. Ketua kelompok memasukan poin yang
diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan. Kemudian
menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
e. Penghargaan kelompok (team recognition).
Setelah turnamen atau lomba berakhir, guru kemudian mengumumkan
kelompok yang menang, masing-masing tim atau kelompok akan mendapat
sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang telah ditentukan
Tahapan-tahapan cooperative learning tipe TGT dapat dimodifikasi dan
disesuikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa pada saat proses pembelajaran
28
pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Dengan
demikian, berdasarkan pendapat yang dikemukaan dapat disimpulkan bahwa
penggunaan model cooperative learning tipe TGT ini diharapkan dapat
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, di samping siswa termotivasi
untuk menginput materi yang mereka terima.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments
(TGT) mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan yaitu:
a. Kelebihan pembelajaran TGT yaitu:
1.) Dapat menumbuhkan kemampuan bekerja sama;
2.) Dapat menerima orang lain yang memiliki kemampuan dan jenis kelamin yang
berbeda;
3.) Meningkatkan kemampuan percaya diri;
4.) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas;
5.) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan;
6.) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam;
7.) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keefektifan siswa
8.) Mendidik siswa untuk bersosialisasi dengan orang lain;
9.) Motivasi belajar siswa tinggi;
10.)Hasil belajar lebih baik; dan
11.)Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
b. Kekurangan pembelajaran TGT yaitu:
29
a.) Sulitnya pengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari
segi akademis. Kelemahan ini dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai
pemegang kendali, teliti dalam menentukan pembagian kelompok.
b.) Waktu yang dibutuhkan untuk diskusi siswa cukup banyak sehingga melewati
waktu yang sudah ditetapkan . kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu
menguasai kelas secara menyeluruh.
2.) Bagi siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini,
tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan
akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuanya kepada siswa
lainnya.
B. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
1. Pengertian Matematika
Menurut Andi Hakim Nasution (Fathani, 2008: 21) istilah matematika berasal
dari kata Yunani, mathein atau mathenein yang berarti mempelajari. Kata ini
memiliki hubungan yang erat dengan kata Sansakerta, medha atau widya yang
memiliki arti kepandaian, ketahuan, dan intelegensia. Dalam bahasa Belanda,
matematika disebut denan wiskuende yang berarti ilmu tentang belajar.
Dalam dunia pendidikan istilah “matematika” lebih tepat digunakan daripada
“ilmu pasti”. Karena dengan menguasai matematika orang akan dapat belajar untuk
30
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika
didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan
prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan.
Beth & Piaget (Runtukahu & Kandou, 2014: 28) matematika adalah
pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan
antar-struktur tersebut sehingga terorganisir dengan baik. Pengertian matematika yang
tepat tidak dapat dientukan secara pasti. Hal ini karena cabang-cabang matematika
semakin bertambah dan semakin berbaur satu dengan yang lainya.
Menurut Sumardyono (Fathani, 2008: 23-24) Secara umum defini
matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a. Matematika sebagai struktur yang terorganisir
Matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir,. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengetrtian pangkal/primitif, dan dalail/teorema (termasuk didalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corroly/sifat)
b. Matematika sebagai alat
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
c. Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif. Artinya, suatu teori atau pernyataan dalam matematika dpat diterima kebenaranya apabila telah dibuktikan secara deduktif.
d. Matematika sebagai cara bernalar
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang shahih (valid)., rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalara matematika yang sistematis.
e. Matematika sebagai bahasa artifisial
31
f. Matematika sebagai seni yang kreatif
Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kratif dan menakjubkan, maka matematika sering disebut juga sebagai seni, khususnya seni berfikir yang kreatif.
Matematika merupakan mata pelajaran di sekolah dasar yang memiliki peran
yang sangat penting bagi keberhasilan mata pelajaran lainnya karena mempelajari
matematika sama halnya melatih diri dalam memecahkan masalah yang dihadapi
sehari-hari. Pentingnya mata pelajaran matematika dalam kehidupan sudah tidak
perlu diperdebatkan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa matematika merupakan
ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran
penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia, perkembangan
pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh
perkembagan matematika di bidang teori, teori bilangan, aljabar, dan analisis teori
peluang.
Sasaran pokok pengajaran matematika disekolah dasar mencakup penanaman
konsep, pengenalan dan pemahaman rumus, serta penyelesaian soal. Matematika
sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan
penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas karena matematika
merupakan suatu sarana berfikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis.
Adapun salah satu hal yang harus diperhatikan adalah peningkatan prestasi belajar
matematika siswa di sekolah.
Selama pembelajaran diharapkan terjadi proses reinvention (penemuan
kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara
32
Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa matematika adalah ilmu pasti yang berisi tentang pengetahuan dengan
berbagai struktur abstrak yang terorganisir dengan baik mengenai bilangan yang
berkaitan dengan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
2. Tujuan Pendidikan Matematika
Heruman (2008: 2) mengatakan bahwa tujuan akhir pembelajaran
matematika di sd yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan dalam bahasan ini merupakan hasil yang diinginkan setelah terjadinya
proses pembelajaran, yakni output yang dihasilkan dari pelaksanaan pembelajaran
dengan perngkat faktor-faktor yang memengaruhinya. Tujuan pembelajaran
matematika adalah yang secara umum diajarkan disekolah-sekolah, yakni
kecakapan dan kemahiran matematika yang diharapkan dapat dicapai dalam belajar
matematika mulai satuan pendidikan SD/MI sampai dengan SMA/Aliyah.
Ditinjau dari posisi matematika dalam lingkungan sosial, Science Education
Board – National Research Council, 1990 (Wijaya, 2012: 7) merumuskan empat
macam tujuan pendidikan matematika, yaitu:
a. Tujuan praktis, berkaitan dengan pengembangan kemampuan siswa untuk
menggunakan matematika dalam menyelesaikan masalah yang terkait dengan
kehidupan sehari-hari.
b. Tujuan kemasyarakatan, berorientasi pada kemampuan siswa untuk
33
Matematika tidak hanya memngembangkan kognitif saja, tetapi aspek afektif
juga.
c. Tujuan profesional, mempersiapkan siswa untuk terjun ke dunia kerja. Bisa
diartikan bahwa pendidikan matematika digunakan untuk mencari pekerjaan
oleh pandangan masyarakat umum.
d. Tujuan budaya, menempatkan matematika sebagai hasil kebudayaan manusia
dan sebagai suatu proses untuk mengembangkan suatu kebudayaan.
Sedangkan menurut dokumen pada KTSP (Ibrahim dan Suparni, 2012: 37)
mengenai standar kompetensi lulusan untuk Sekolah Dasar adalah sebagai berikut.
a. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan
sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari.
b. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan
sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari.
c. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volum, sudut,
waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari.
d. Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan
34
e. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar
dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung, modus,
serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
f. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan.
g. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.
Penelitian ini menggunakan model Teams Games Tournaments (TGT) yang
menggunakan permainan sebagai bagian dalam proses pembelajaran siswa. Tujuan
matematika untuk sekolah dasar mendukung untuk penelitian ini karena bertujuan
untuk memahamkan siswa tentang operasi hitung bilangan bulat. Dengan begitu
akan mampu meningkatkan kecakapan dan kemahiran serta prestasi dalam
matematika yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
3. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar kelas IV
Sejalan dengan pendapat Heruman (2008: 2-3) yang mengatakah bahwa,
konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok
besar yaitu.
a. Penanaman Konsp Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu
konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep
tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan
dengan kata “mengenal”.
b. Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep,
35
c. Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep
dan pemahaman kosep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar
siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.
Dengan demikian tujuan akhir pembelajaran matematika di SD yaitu agar
siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Salah satu
konsep dasar dalam matematika adalah bilangan bulat dimana siswa harus
benar-benar paham akan materi tersebut yang nantinya akan sangat berguna dalam
kehidupan sehari-harinya.
Pembelajaran Matematika di SD kelas IV telah dijelaskan mengenai
kompetensi yang ingin dicapai dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Berikut ini disajikan standar kompetensi dasar pelajaran matematika SD kelas IV
semester 2.
Tabel 4. SK-KD Matematika kelas IV semester 2
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
5. Menjumlahkan dan 5.4 Melakukan operasi hitung campuran
Berdasarkan uraian standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas, peneliti
membatasi penelitian pada standar kompetensi 5 kompetensi dasar 5.2, dan 5.3.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut cocok menggunakan model
pembelajaran TGT karena dapat membantu pemahaman siswa mengenai konsep
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
36
1. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:895) mengatakan bahwa
prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditujukan dengan nilai atau angka
nilai yang diberikan oleh guru. Adapun menurut Benjamin Bloom (Sudjana,
2013:22), pretasi belajar yang merupakan hasil prestasi belajar siswa selama
pembelajaran tersebut meliputi ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotorik.
Tirtonegoro (1984: 40) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah penilaian
hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk
simbol-simbol, angka-angka, huruf-huruf, atau hal yang dapat mencerminkan hasil yang
sudah dicapai oleh setiap peserta didik dalam periode tertentu. Prestasi belajar dapat
berupa nilai rapot ataupun nilai ulangan yang di dapat oleh peserta didik sebagai
hasil mereka dalam mempelajari suatu materi.
Berdasarkan pendapat para ahi diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah hasil usaha berupa prestasi dalam bentuk simbol, angka, huruf atau
hal yang mencerminkan hasil belajar siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik yang dikembangkan melalui mata pelajaran selama proses
pembelajaran.