• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA KELAS IV SD N PENDEM DAN SDN KARANGASEM KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA KELAS IV SD N PENDEM DAN SDN KARANGASEM KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO."

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) TERHADAP PRESTASI BELAJAR

MATEMATIKA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA KELAS IV SD N PENDEM DAN

SDN KARANGASEM KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh: Khoerul Vikri NIM. 13108241171

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

ii

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) TERHADAP PRESTASI BELAJAR

MATEMATIKA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA KELAS IV SD N PENDEM DAN

SDN KARANGASEM KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO

Oleh:

Khoerul Vikri NIM 13108241171

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap prestasi belajar matematika materi operasi hitung bilangan bulat pada siswa kelas IV SD N Karangasem dan SD N Pendem.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian eksperimen. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental Design bentuk nonequivalent control group desain. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Pendem dan SD N Karangasem dengan jumlah 28 siswa. Kelompok Eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), sedangkan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran yang biasa digunakan guru yaitu ceramah, tanya jawab, diskusi dan penugasan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi dan tes. Data hasil penelitian disajikan menggunakan teknik analisis data statistika deskriptif.

Hal penelitian menunjukan bahwa dari hasil perhitungan rata-rata nilai posttest kelompok eksperimen yaitu 73,84 berada pada kriteria prestasi belajar baik lebih tinggi dari rata-rata nilai posttest kelompok kontrol yaitu 67,30 berada pada kriteria prestasi belajar cukup. Berdasarkan hasil uji-t (t-tes ) diperoleh nilai t hitung 2,095 lebih besar dari t tabel sebesar 1,71 (2,095 >1,71) dan nilai signifikansi sebesar 0,46 lebih kecil dari nilai signifikansi sebesar 0,05 pada taraf 5% (0,046<0,05). Berdasarkan hasil uji-t (t-test) tersebut menunjukan adanya pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap prestasi belajar matematika materi operasi hitung bilangan bulat pada siswa kelas IV SD N Karangasem dan SD N Pendem.

(3)

iii

THE EFFECT OF COOPERATIVE LEARNING TYPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) ON MATHEMATICS LEARNING

ACHIEVEMENT MATERIAL OPERATIONS CONSULT NUMBERS OF 4TH GRADE STUDENTS AT PENDEM

ELEMENTARY SCHOOL AND KARANGASEM ELEMENTARY SCHOOL IN DISTRICTS

PENGASIH KULON PROGO REGENCY

By:

Khoerul Vikri NIM 13108241171

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of cooperative learning type Teams Games Tournament (TGT) on the achievement of mathematics learning materials counting integers in 4th grade students Karangasem elementary school and Pendem elementary school.

The type of this research is experimental research. Research design in this research is quasi experimental design form nonequivalent control group design. The population in this study in 4th grade students of Pendem elementary school and

Karangasem elementary school with a total of 28 students. The experimental group was treated cooperative learning type Teams Games Tournament (TGT), while the control group used the learning model used by the teacher that is lecture, question and answer, discussion and assignment.

Technique of collecting data in this research that is observation and test. Data of research result presented by descriptive statistic data analysis technique.

The result of the research shows that from the result of the mean posttest value of the experimental group that is 73,84 are on the learning achievement criteria both higher than the mean value of control group posttest that is 67,30 is on the criteria of achievement learn enough. Based on the result of t-test (t-test) obtained t value 2,095 bigger than t table equal to 1,71 (2,095> 1,71) and significance value equal to 0,46 less than significance value equal to 0,05 at level 5 % (0.046 <0.05). Based on the result of t-test (t-test) showed significant influence on cooperative learning model of Teams Games Tournament (TGT) type on mathematics learning achievement of integer 4th grade students at Pendem elementary school and Karangasem elementary school

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

HALAMAN MOTTO

(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas akhir skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1. Orang tua tercinta, Bapak Rochmat dan Ibu Muslimah.

2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan

judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Temas Games Tournament

(TGT) terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Operasi Hitung Bilangan Bulat

Pada Siswa Kelas IV SD N Pendem dan SD N Karangasem Kecamatan Pengasih

Kabupaten Kulon Progo” dengan lancar. Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas

dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun material.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang

setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Drs. Purwono PA, M.Pd selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah

banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan

Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Drs. Purwono PA, M.Pd, Bapak Sri Rochadi, M.Pd, Bapak Prof. Dr. Ali

Muhtadi, M.Pd., selaku Ketua Penguji, Sekretaris, dan Penguji yang sudah

memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.

3. Bapak Suparlan, M.Pd.I selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar

beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama

proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.

4. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang

memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.

5. Ibu Sumiyati, S.Ag dan Ibu Suprihatin, S.Pd selaku Kepala SD Negeri Pendem

dan Kepala SD Negeri Karangasem yang telah memberi ijin dan bantuan dalam

(10)
(11)

xi

LEMBAR PERSETUJUAN... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament(TGT) ... 10

1. Pengertian Belajar ... 10

2. Faktor-faktor yang memengaruhi belajar... 12

3. Model pembelajaran kooperatif ... 14

4. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments(TGT) ... 23

B. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 29

1. Pengertian Matematika ... 29

2. Tujuan Pendidikan Matematika ... 32

3. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar kelas IV ... 34

C. Prestasi Belajar ... 36

1. Pengertian Prestasi Belajar ... 36

2. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar ... 37

3. Indikator Prestasi Belajar ... 37

D. Bilangan Bulat ... 38

1. Pengertian Bilangan Bulat ... 38

2. Operasi Penjumlahan pada Bilangan Bulat ... 38

3. Operasi Pengurangan pada Bilangan Bulat ... 40

E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar Kelas IV ... 42

(12)

xii

G. Kerangka Berfikir ... 46

H. Hipotesis Penelitian ... 49

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ... 50

1. Jenis Penelitian ... 50

E. Definisi Operasional Variabel ... 54

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 56

1. Teknik Pengumpulan Data ... 56

2. Instrumen Penelitian ... 57

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 60

1. Validitas Instrumen ... 60

2. Uji Reliabilitas nstrumen ... 61

H. Teknik Analisis Data ... 62

1. Analisis Deskriptif ... 62

2. Uji Prasyarat ... 63

a. Uji Normalitas ... 64

b. Uji Homogenitas ... 64

3. Uji Hipotesis ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Tempat Penelitian ... 67

B. Deskripsi Populasi Penelitian ... 67

C. Deskripsi Objek Penelitian... 68

D. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 68

1. Deskripsi Data Pretest ... 69

a. Data Pretest Kelompok Eksperimen ... 69

b. Data Pretest Kelompok Kontrol... 70

c. Perbandingan Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 71

2. Deskripsi Data Postest ... 72

a. Data Postest Kelompok Eksperimen ... 72

b. Data Postest Kelompok Kontrol ... 74

c. Perbandingan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 75

3. Perbandingan Pretest dan Posttest Eksperimen – Kontrol ... 76

4. Analisis Data ... 77

(13)

xiii

1.) Uji Normalitas ... 77

2.) Uji Homogenitas ... 78

b. Uji Hipotesis ... 79

E. Deskripsi Hasil Observasi Guru ... 81

F. Pembahasan ... 83

G. Keterbatasan Penelitian ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa kelas 4 SD N Pendem ... 3

Tabel 2. Nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa kelas 4 SD N Karangasem... 3

Tabel 3. Tahap Pembelajaran Kooperatif... 20

Tabel 4. SK-KD Matematika Kelas IV Semester 2 ... 35

Tabel 5. Pelaksanaan Penelitian pada Kelompok Kontrol ... 53

Tabel 6. Pelaksanaan Penelitian pada Kelompok Kontrol ... 53

Tabel 7. Kisi-kisi Instrumen Aktivitas Guru ... 58

Tabel 8. Kisi-kisi Instrumen Tes Prestasi Belajar Operasi Hitung Bilangan Bulat ... 59

Tabel 9. Perbandingan Nilai, Angka, Huruf dan Predikatnya ... 63

Tabel 10. Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 69

Tabel 11. Kriteri Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 69

Tabel 12. Hasil Pretest Kelompok Kontrol... 70

Tabel 13. Kriteria Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 71

Tabel 14. Perbandingan Hasil Pretest Eksperimen – Kontrol ... 72

Tabel 15. Hasil Posttest Kelompok Eksperimen... 73

Tabel 16. Kriteri Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 73

Tabel 17. Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 74

Tabel 18. Kriteri Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 74

(15)

xv

Tabel 20. Perbandingan Hasil Pretest dan Posttest Eksperimen-Kontrol ... 76

Tabel 21. Hasil Uji Normalitas Pre Test dan Post Test Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 78

Tabel 22. Hasil Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol... 78

Tabel 23. Uji Hipotesis ... 79

Tabel 24. Hasil Uji T Post Test Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ... 80

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir ... 48

Gambar 2. Bagan Desain Penelitian... 51

Gambar 3. Diagram Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 70

Gambar 4. Diagram Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 71

Gambar 5. Diagram Perbandingan Pretest Kelompok Eksperimen – Kontrol ... 72

Gambar 6. Diagram Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 74

Gambar 7. Diagram Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 75

Gambar 8. Diagram Perbandingan Posttest Kelompok Eksperimen – Kontrol ... 76

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Indikator Prestasi Belajar... 95

Lampiran 2. Daftar Nama Siswa Kelompok Eksperimen ... 9

Lampiran 3. Daftar Nama Siswa Kelompok Kontrol ... 98

Lampiran 4. Instrumen Ujicoba ... 99

Lampiran 5 Data Skor Hasil Ujicoba Instrumen. ... 101

Lampiran 6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 102

Lampiran 7. Instrumen Penelitian Pretest ... 103

Lampiran 8. Instrumen Penelitian Posttest ... 105

Lampiran 9. Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 107

Lampiran 10. RPP Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 119

Lampiran 11. Daftar Nilai Pretest Kelompok Eksperimen ... 130

Lampiran 12. Daftar Nilai Pretest Kelompok Kontrol ... 131

Lampiran 13. Data Deskriptif Pretest Kelompok Eksperimen ... 132

Lampiran 14. Data Deskriptif Pretest Kelompok Kontrol ... 133

Lampiran 15. Daftar Nilai Posttest Kelompok Eksperimen ... 134

Lampiran 16. Daftar Nilai Posttest Kelompok Kontrol ... 135

Lampiran 17. Data Deskriptif Posttest Kelompok Eksperimen ... 136

Lampiran 18. Data Deskriptif Posttest Kelompok Eksperimen ... 137

Lampiran 19. Hasil Observasi Aktivitas Guru ... 138

Lampiran 20. Hasil Uji Prasyarat ... 140

(18)

xviii

Lampiran 22. Hasil Uji Hipotesis dengan T-test ... 142

Lampiran 22. Dokumentasi ... 143

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Pendidikan sebagai bekal hidup di masa depan yang akan dipegang erat

oleh manusia. Pendidikan merupakan perbuatan yang manusiawi, sehingga dapat

mencapai tujuannya, yaitu memanusiakan manusia (Siswoyo, dkk, 2007: 1).

Pendidikan mempunyai peranan untuk dapat membentuk manusia yang mampu

mengembangkan kemampuan kognitif, kemampuan afektif, kemampuan

psikomotorik, dan kemampuan sosial. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas) Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan menjembatani peserta didik untuk dapat menggali dan

mengembangkan semua potensi diri, baik sebagai makhluk individu maupun

makhluk social dalam bermasyarakat. Pendidikan menjadi kunci dalam

mewujudkan cita-cita bangsa yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu

mencerdaskan kehidupan bangsa. Cita-cita bangsa tersebut dapat diraih dengan

adanya implementasi nyata dalam proses pendidikan yang melputi beberapa

(20)

2

Pendidikan dasar menjadi pijakan awal bagi peserta didik yang melandasi

jenjang pendidikan menengah. menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 17 ayat 1 dan 2, pendidikan dasar merupakan

jenjang pendidikan yang melandasi jenjang menengah; pendidikan dasar berbentuk

sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat

serta sekolah menengah pertama (SMP) atau madrasah tsanawiyah (MTs), atau

bentuk lain yang sederajat. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan

bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat, berupa pengembangan

sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar.

SD/MI/sederajat memberikan bekal kemampuan dasar membaca, menulis,

berhitung, pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi peserta didik

sesuai dengan tingkat perkembangan. Untuk dapat memaksimalkan kemampuan

berhitung peserta didik diajarkan ketrampilan dasar berhitung dalam pembelajaran

matematika.

Matematika merupakan mata pelajaran di sekolah dasar yang memiliki peran

yang sangat penting bagi keberhasilan mata pelajaran lainnya karena mempelajari

matematika sama halnya melatih diri dalam memecahkan masalah yang dihadapi

sehari-hari. Pentingnya mata pelajaran matematika dalam kehidupan sudah tidak

perlu diperdebatkan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa matematika merupakan

ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran

penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Sasaran pokok pengajaran matematika disekolah dasar mencakup penanaman

(21)

3

sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan

penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas karena matematika

merupakan suatu sarana berfikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis.

Adapun salah satu hal yang harus diperhatikan adalah peningkatan prestasi belajar

matematika siswa di sekolah.

Namun demikian, fakta di lapangan mengungkapkan bahwa matematika

merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh

siswa. Dari hasil wawancara dengan guru kelas IV SD N Pendem dan SD N

Karangasem, penguasaan materi matematika masih tergolong rendah jika

dibandingkan dengan materi pada mata pelajaran yang lain. Dari hasil ulangan

harian siswa rata rata nilainya masih dibawah KKM. Untuk SD N Karangasem rata

rata nilai ulangan harian 54, 6 dengan KKM 75 sedangkan di SD N Pendem rata

rata nilai ulangan harian 64,4 dengan KKM 70. Berikut hasil rata-rata nilai ulangan

harian siswa pada setiap mata pelajaran.

Tabel 1. Nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa kelas 4 SD N Pendem

Mapel Matematika IPA IPS Bhs.

Indo

PKn

Nilai 64, 4 78, 5 72 80 68, 6

Tabel 2. Nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa kelas 4 SD N Karangasem

Mapel Matematika IPA IPS Bhs.

Indo

PKn

Nilai 54, 6 80, 4 74 79, 5 63, 2

Salah satu materi matematika yang dirasa sulit oleh siswa di SD N

Karangasem dan SD N Pendem adalah pada materi operasi hitung bilangan bulat.

(22)

4

terutama jika bilangan yang dioperasikan merupakan bilangan negatif. Ketika

materi disampaiakan hari ini siswa bisa memahami materi tersebut tetapi jika

dilakukan evaluasi pada keesokan harinya siswa merasakan kebingungan dan tidak

bisa mengerjakan soal tersebut. Selama ini guru jarang menggunakan media dalam

proses pembelajaran, pada materi operasi hitung bilangan bulat guru hanya

menggunkan alat bantu berupa garis bilangan yang digunakan dengan maksud

untuk memudahkan siswa dalam memahami materi operasi hitung bilangan bulat.

Rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya

adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Hasil observasi awal yang

dilakukan oleh peneliti pada kelas IV di SD N Pendem dan SD N Karangasem

Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo menunjukkan bahwa pembelajaran

matematika di sekolah tersebut masih menggunakan model pembelajaran

konvesional, yakni suatu model pembelajaran yang banyak didominasi oleh guru,

sementara siswa duduk secara pasif menerima informasi pengetahuan dan

keterampilan. Hal ini diduga merupakan salah satu penyebab terhambatnya

kreativitas dan kemandirian siswa sehingga menurunkan hasil belajar matematika

siswa.

Inovasi pembelajaran perlu dilakukan oleh guru. Guru harus bisa memilih dan

menerapkan model pembelajaran yang bisa diterapkan untuk menciptakan

keaktifan siswa dalam proses pembelajaran didalam maupun diluar kelas. Keaktifan

siswa dalam proses pembelajaran akan memaksimalkan kemampuan siswa dalam

menyerap materi yang disampaikan oleh guru sehingga diharapkan dapat

(23)

5

model pembelajaran yang dapat melibatkan partisipasi siswa secara aktif adalah

model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan pada pembelajaran

matematika karena dalam mempelajari matematika tidak cukup mengetahui dan

menghafal konsep-konsep matematika saja. Akan tetapi, dibutuhkan suatu

pemahaman dan kemampuan menyelesaikan persoalan matematika dengan baik

dan benar. Melalui model pembelajaran ini, siswa dapat mengemukakan

pemikirannya, saling bekerja sama, dan saling bertukar pendapat. Jika ada siswa

dalam suatu tim mengalami kesulitan, maka siswa lain dalam timnya, yang telah

menguasai materi, dapat mengajari siswa tersebut. Dari kegiatan itulah diaharapkan

akan memberikan kesan pada siswa sehingga konsep-konsep matematika yang

diajarkan akan lebih tertanam pada diri siswa.

Menurut Slavin (Rusman, 2010:201) pembelajaran kooperatif menggalakan

siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Dalam model

pembelajaran koperatif, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi

sebagai jembatan penguhubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan

catatatn siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa,

tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikiranya. Siswa mempunyai

kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide

mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan

ide-ide mereka sendiri. Dengan demikian, model ini dapat meningkatkan motivasi

(24)

6

Salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif adalah Teams Games

Tournamen (selanjutnya disingkat TGT). Model pembelajaran kooperatif tipe TGT

ini merupakan salah satu model pembelajaran yang mudah diterapkan, melibatkan

aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa

sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement

(penguatan). Dalam TGT siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang

terdiri dari tiga sampai lima siswa yang heterogen, baik dalam prestasi akademik,

jenis kelamin, ras maupun etnis.

Menurut Saco (Rusman, 2010: 224) dalam TGT siswa memainkan permainan

dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka

masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang diselingi juga

dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat ditulis pada sebuah kartu yang diberi angka

yang nantinya akan dijawab oleh siswa. Dengan terciptanya suasana kompetisi

melalui turnamen game yang diadakan, hal itu dapat mendorong siswa untuk

meningkatkan prestasi belajarnya.

TGT ini masih jarang digunakan oleh guru di SD N Pendem dan SD N

Karangasem. Pembelajaranya masih menggunakan model konvensional.

Pembelajaran lebih sering diberikan dalam bentuk ceramah, tanya jawab, diskusi,

demonstrasi. Metode tersebut sebenarnya tidak salah dan baik juga digunakan

dalam kegiatan pembelajaran. Namun, dari metode tersebut kurang melibatkan

(25)

7

mudah oleh siswa malah dirasa sulit dan siswa lebih tertarik untuk bermain sendiri

karena merasa bosan dengan metode yang terlalu sering digunakan oleh guru

tersebut. Disamping hal tersebut pemilihan metode dan model pembelajaran juga

tidak boleh asal memilih, perlu adanya pertimbangan dalam menggunakan model

atau metode pembelajaran. Karena, tidak semua model atau metode pembelajaran

cocok diterapkan pada setiap materi yang akan disampaiakan. Beberapa hal yang

perlu dipertimbangkan dalam memilih metode dan model pembelajaran antara lain,

tujuan pembelajaran, karakteristik materi, dan karakteristik siswa. Maka dari itu,

dari uraian diatas penulis terdorong untuk melaksanakan penelitian dengan judul

“pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournaments (TGT)

terhadap prestasi belajar matematika materi operasi hitung bilangan bulat pada

siswa kelas IV SD N Pendem dan SD N Karangasem Kecamatan Pengasih

Kabupaten Kulon Progo.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasi permasalahan yang nampak,

diantaranya :

1. Rendahnya kemampuan siswa dalam pembelajaran materi operasi hitung

bilangan bulat.

2. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran.

3. Kurangnya variasi penggunaan model pembelajaran yang menyentuh kondisi

anak dalam pembelajaran didalam kelas.

4. Dengan menggunakan metode ceramah belum mampu mengoptimalkan aspek

(26)

8

5. Guru belum menerapkan model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe

TGT pada materi operasi hitung bilangan bulat di kelas IV. .

C. Batasan Masalah

Dari permasalahan-permasalahan yang ada peneliti memfokuskan penelitian

pada masalah rendahnya prestasi siswa pada materi operasi bilangan bulat dan

belum digunakanya model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran

dalam pembelajaran matematika.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang telah

dikemukakan, maka secara operasional rumusan masalah yang akan dipecahkan

dalam penelitian ini adalah:

Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Tournaments (TGT) berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar matematika

materi operasi bilangan bulat pada siswa kelas IV?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran

kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) terhadap prestasi belajar

matematika materi operasi bilangan bulat pada siswa kelas IV SD N Pendem dan

SD N Karangasem Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo. .

F. Manfaat Penelitian

(27)

9

1. Bagi Guru, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengajarkan

matematika bahwa materi operasi hitung bilangan bulat dapat diajarkan dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT).

2. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat dijadikan pengalaman berharga sebaai bekal

mengajar kelak

3. Bagi Siswa, hasil penelitian ini dapat menjadi motivasi bagi siswa agar lebih

(28)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT)

1. Pengertian belajar

Sebelum membahas pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Tournaments (TGT) maka terlebih dahulu dibahas tentang pengertian belajar.

Belajar adalah key term ‘istilah kunci’ yang paling vital dalam setiap udaha

pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, belajar merupakan kegiatan yang

paling pokok. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung

kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa sebagai anak

didik, baik ketika ia berada di sekolah, lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Oleh karena itu, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek,

bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para

guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar

dan hal-hal yang berkaitan dengannya akan mengakibatkan kurang bermutunya

hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik. Untuk menghindari kekeliruan

persepsi tersebut, di bawah ini akan disampaikan beberapa pendapat ahli tentang

definisi belajar.

Cronbach learning is shown by a change in behavior a result of experience.

Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. (Suprijono, 2009:

(29)

11

belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.

Menurut R. Gagne (Susanto, 2013: 1-2), belajar dapat didefinisikan sebagai

suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat

pegalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat

dipisahkan satu sama lain. Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan di

mana terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa pada saat

pembelajaran berlangsung.

Bagi guru, belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi

dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain itu Gagne

juga menekankan bahwa belajar sebagai suatu upaya memperoleh pengetahuan atau

ketrampilan melalui instruksi. Intruksi yang dimaksud adalah perintah atau arahan

dan bimbingan dari seorang pendidik atau guru.

Sebagai suatu hal yang penting dalam kehidupan, belajar mempunyai tujuan

yang ingin dicapai dalam pelaksanaanya. Menurut suprijono (Thobrani & Mustofa,

2013: 21) tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan

instruksional yang dinamakan iinstructinoal effects, yang biasanya berbentuk

pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan tujuan belajar sebagai hasil yang

menyertai tujuan belajar nstruksional disebut nurturant effects. Bentuknya berupa

(30)

12

orang lain, dan sebagaiya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta

didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu.

Dari beberapa uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

suatu kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku individu yang relatif

menentap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang

menyangkut pengetahuan, sikap dan ketrampilan.

2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern

adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor

ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.

a. Faktor-faktor intern Faktor intern terdiri dari tiga faktor yakni faktor jasmaniah,

faktor psikologis dan faktor kelelahan.

1.) Faktor Jasmaniah

Faktor jasmaniah terdiri dari: a) Faktor kesehatan yang berpengaruh terhadap

belajar seseorang; b) Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang

cacat belajarnya juga terganggu.

2.) Faktor psikologis

Ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang

mempengaruhi belajar yakni: a) Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan

(31)

13

daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah tetapi siswa yang

mempunyai tingkat intelegensi tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya.; b)

Agar siswa dapat belajar dengan baik, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik

perhatian dengan mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya.;

c) Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang

dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan

sebaik-baiknya.; d) Bahan pelajaran yang dipelajari siswa harus sesuai dengan bakatnya

maka hasil belajarnya lebih baik.; e) Motif dalam proses belajar haruslah

diperhatikan apa yang mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik.; f)

Kesiapan itu perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan

padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

3.) Faktor kelelahan

Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan

jasmaniah dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmaniah meliputi

lemah lunglainya tubuh sehingga timbul kecenderungan untuk membaringkan

tubuh. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan

kebosanan. Agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan

sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya.

b. Faktor-faktor Ekstern

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dikelompokkan menjadi 3

(32)

14

1.) Faktor keluarga terdiri atas: Cara orang tua mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah serta keadaan ekonomi keluaraga

2.) Faktor sekolah terdiri dari: Metode mengajar dan kurikulum serta relasi guru

dan siswa harus berjalan dengan baik.

3.) Faktor masyarakat terdiri atas: Kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media

serta teman bergaul.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru

dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun

secara tidak tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media

pembelajar.

Istilah pembelajaran dan penggunaanya masih tergolong baru, yang mulai

populer semenjak lahirya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20

Tahun 2003. Menurut undang-undang ini, pembelajaran diartikan sebagai proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar. Menurut pengertian ini, pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan

pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan,

kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik.

Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar

dapat belajar dengan baik.

Joyce and Weil (Rusman, 2010: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran

(33)

15

(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan dan membimbing

pembelajaran di kelas atau yang lain Model pembelajaran dapat dijadikan pola

pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan

efisien untuk mencapai tujuan pendidikanya.

Tom V savage (Rusman, 2010: 134) mengemukakan bahwa cooperative

learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok.

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana

para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu

sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Siswa belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat

sampai dengan enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. .

Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan

membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika

salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran

Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu

interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan

siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic communication). Hal tersebut

sesuai dengan apa yang diungkakan oleh Slavin (Rusmin, 2007: 201) pembelajaran

kooperatif menggalakan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam

kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam

(34)

16

Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana siswa dapat bekerja sama

dalam kelompok, tujuan kelompok adalah tujuan bersama. Situasi kooperatif

merupakan bagian dari siswa untuk mencapai tujuan kelompok, siswa harus

merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan, maka siswa lain dalam

kelompoknya memiliki kebersamaan, artinya tiap anggota kelompok bersikap

kooperatif dengan sesama anggota kelompok.

Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok. Oleh

karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam

pembelajaran kooperatif karena mereka beranggapan telah biasa melakukan

pembelajaran cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok. Seperti

dijelaskan abdulhak (Rusmin, 2010: 203) bahwa “pembelajaran cooperative

dilaksanakan melalalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat

mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri”.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.

Ada unsur dasar pembelajar kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran

kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan david johnson (Lie, 2008: 31-35)

bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk

mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong

harus diterapkan. Lima unsur tersebut antara lain:

a. Saling ketergantungan

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggota.

(35)

17

yang sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan

tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dengan demikian,

setiap siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan.

Beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap

rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan sumbangan. Mereka akan merasa

terpacu untuk meningkatkan usaha mereka dan dengan demikian menaikan nilai

mereka. Sebaliknya, siswa yang lebih pandai juga tidak akan merasa dirugikan

karena rekanya yang kurang mampu juga telah memberikan bagian sumbangan

mereka.

b. Tanggung jawab perseorangan

Setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran cooperative learning membuat

persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota

kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya

dalam kelompok bisa dilaksanakan. Siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan

diketahui dengan jelas dan mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan

menuntut untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya.

c. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan

berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk

(36)

18

menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan

masing-masing.

d. Komunikasi antar anggota

Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para

anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk

mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya pembelajaran perlu diberi tahu secara

eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi efektif seperti bagaimana caranya

menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang

tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dan kurang bijaksana dalam

menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa beberapa

ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus,

e. Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya

bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan

selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan

pembelajaran cooperative learning.

Pelaksanaan prinsip dasar dalam pokok sistem pembelajaran kooperatif

dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif.

Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru

(37)

19

Dalam model pembelajaran koperatif, guru lebih berperan sebagai fasilitator

yang berfungsi sebagai jembatan penguhubung ke arah pemahaman yang lebih

tinggi, dengan catatatn siswa sendiri. guru tidak hanya memberikan pengetahuan

pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikiranya. Siswa

mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam

menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk

menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal

ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukanoleh Slavin (Rusman,

2010: 206) dinyatakan bahwa: (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan

sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2)

pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis,

memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.

Terdapat enam langakah utama atau tahapan dalam pelajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru

menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi sis wa belajar. Fase ini diikuti oleh

penyajian informasi yang sering kali dengan bahan bacaan daripada verbal.

Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam tim tim belajar. Pada tahap ini guru

membimbing siswa saat mereka bekerja sama untuk menyelesaikan tugas. Fase

(38)

20

atau evaluasi tentang apa yang telah siswa pelajari dan memberi penghargaan

terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Enam tahap pembelajaran

kooperatif ini dirangkum pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Tahap pembelajaran kooperatif

Tahap Tingkah laku guru

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan semua tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa

dengan jalan demonstrasi atau lewat bacaan Mengorganisasikan siswa

kedalam kelompok-kelompok belajar.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Memberikan penghargaan. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik

upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar

peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temanya dengan

cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain

untuk mengemukakan gagasanya dengan menyampaikan pendapat mereka secara

(39)

21

Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk

mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum

ibrahim, et al. (Isjoni, 2009:10)

a. Hasil belajar akademik

Dalam pembelajaran kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial,

juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik lainnya. Beberapa ahli

berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami

konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukan, model struktur

penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar

akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas

dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan

dan ketidakmampuanya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari

berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada

tugas-tugas akademik dan melalaui struktur penghargaan kooperatif akan saling

menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan

bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki oleh

(40)

22

kenyataan yang dihadapi bangsa ini dalam mengatasi masalah-maslah sosial yang

semakin kompleks, serta tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam

menghadapi persaingan global untuk memenangkan persaingan tersebut. Dengan

dikembangkanya sikap sosial dan ketrampilan sosial dalam pembelajaran

kooperatif diharapkan peserta didik akan mendapatkan makna dan manfaat praktis

dari setiap proses pembelajaran tersebut.

Sebagai suatu model pembelajaran pastilah mempunyai suatu keunggulan

dan kelemaha dalam pelaksanaanya. Jarlimek & parker (dalam Rusman, 2010: 135)

mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah: 1)

saling ketergantungan yang positif, 2) adanya pengakuan dala merespon perbedaan

individu, 3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, 4) suasana

kelas yan rileks dan menyenangkan, 5) terjalinnya hubungan yang hangat dan

bersahabat antara siswa dengan guru, 6) memiliki banyak kesempatan untuk

mengekpresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Kelemahan model pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu

faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu: 1)

guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu

memerlukan lebih banyak tenaga, pikiran dan waktu, 2) agar proses belajar berjalan

lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya tambahan yang cukup

memadai, 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan

(41)

23

dengan waktu yang telah ditentukan, dan 4) saat diskusi kelas, terkadang

didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa lain menjadi pasif.

4. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT)

Teams Games Tournament (TGT) merupakan salah satu strategi

pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Slavin untuk membantu siswa

mereview dan menguasai materi pelajaran. Slavin menemukan bahwa TGT berhasil

meningkatkan skil-skil dasar, pencapaian, interaksi positif antarsiswa, dan

sikap-sikap penerimaan pada siswa-siswa lain yang berbeda.

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini merupakan salah satu model

pembelajaran yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa

harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan

mengandung unsur permainan dan reinforcement (penguatan).

Dalam TGT siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari

tiga sampai lima siswa yang heterogen, baik dalam prestasi akademik, jenis

kelamin, ras maupun etnis. Parker (Huda, 2015: 29) mendefinisikan kelompok kecil

kooperatif sebagai suasana pembelajaran dimana para siswa saling berinteraksi

dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi

mencapai tujuan bersama. Tugas tersebut dijadikan sebagai turnamen akademik,

dan menggunakan kuis-kuis dan sistem kemajuan skor individu, dimana para siswa

berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik

(42)

24

Menurut saco (Rusman 2010: 224), dalam TGT siswa memainkan permainan

dengan anggota-anggota tim lain utuk memperoleh skor bagi tim mereka

masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang diselingi juga

dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).

Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada

kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu-kartu yang

diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan

angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dan semua tingkat

kmampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya.

Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah untuk anak yang

kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan

memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen

ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai review

pembelajaran.

Menurut Slavin pembelajaran tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan,

yaitu tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams),

permainan (games), pertandingan (tournaments), dan penghargaan kelompok (team

recognition). Lebih lanjut Isjoni (2009: 84-86) menjelaskan ke-lima langkah

tahapan pembelajaran TGT sebagai berikut

(43)

25

pada awal pembelajaran guru menyajikan materi penyajian kelas, tujuan

pemebelajaran, pokok materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan

kepada kelompok.

b. belajar dalam kelompok (teams)

Siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja

kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan

dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota

kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota

kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memeberikan jawaban atau

menjelaskanya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.

c. permainan (games)

Akhirnya untuk memastikam bahwa seluruh anggota kelompok menguasai

pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam

permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja turnamen. Dalam setiap meja

permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang

sama. Siswa dikelompokan dalam satu meja, turnamen secara homogen dari segi

kemampuan akademik.

Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat

pre test. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada

lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor

(44)

26

kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan

tim.

Dalam permianan ini setiap yang bersaing merupakan wakil dari

kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan

dalam meja-meja turnament dan diusahakan agar tidak ada peserta dari kelompok

yang sama. Permainan ini dimulai dengan memberitahukan aturan permainan.

Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu soal untuk bermain (kartu

soal dan kunci diletakan terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).

d. pertandingan (tournaments)

Permainan pada setiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai

berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal

dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang

undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada

pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian

yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain

dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah

waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil

pekerjaanya yang akan ditanggapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu

pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya akan diberikan kepada

pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan

(45)

27

Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan

dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan,

dimana posisi pemainan diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu

meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain dan penantang. Disini

permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus

mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang dan pembaca soal.

Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan

membuka buku kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan

jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain

dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa

poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap

pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yan diperoleh

berdasarkan tabel yang telah disediakan. Ketua kelompok memasukan poin yang

diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan. Kemudian

menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.

e. Penghargaan kelompok (team recognition).

Setelah turnamen atau lomba berakhir, guru kemudian mengumumkan

kelompok yang menang, masing-masing tim atau kelompok akan mendapat

sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang telah ditentukan

Tahapan-tahapan cooperative learning tipe TGT dapat dimodifikasi dan

disesuikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa pada saat proses pembelajaran

(46)

28

pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Dengan

demikian, berdasarkan pendapat yang dikemukaan dapat disimpulkan bahwa

penggunaan model cooperative learning tipe TGT ini diharapkan dapat

menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, di samping siswa termotivasi

untuk menginput materi yang mereka terima.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments

(TGT) mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan yaitu:

a. Kelebihan pembelajaran TGT yaitu:

1.) Dapat menumbuhkan kemampuan bekerja sama;

2.) Dapat menerima orang lain yang memiliki kemampuan dan jenis kelamin yang

berbeda;

3.) Meningkatkan kemampuan percaya diri;

4.) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas;

5.) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan;

6.) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam;

7.) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keefektifan siswa

8.) Mendidik siswa untuk bersosialisasi dengan orang lain;

9.) Motivasi belajar siswa tinggi;

10.)Hasil belajar lebih baik; dan

11.)Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.

b. Kekurangan pembelajaran TGT yaitu:

(47)

29

a.) Sulitnya pengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari

segi akademis. Kelemahan ini dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai

pemegang kendali, teliti dalam menentukan pembagian kelompok.

b.) Waktu yang dibutuhkan untuk diskusi siswa cukup banyak sehingga melewati

waktu yang sudah ditetapkan . kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu

menguasai kelas secara menyeluruh.

2.) Bagi siswa

Masih adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit

memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini,

tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan

akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuanya kepada siswa

lainnya.

B. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

1. Pengertian Matematika

Menurut Andi Hakim Nasution (Fathani, 2008: 21) istilah matematika berasal

dari kata Yunani, mathein atau mathenein yang berarti mempelajari. Kata ini

memiliki hubungan yang erat dengan kata Sansakerta, medha atau widya yang

memiliki arti kepandaian, ketahuan, dan intelegensia. Dalam bahasa Belanda,

matematika disebut denan wiskuende yang berarti ilmu tentang belajar.

Dalam dunia pendidikan istilah “matematika” lebih tepat digunakan daripada

“ilmu pasti”. Karena dengan menguasai matematika orang akan dapat belajar untuk

(48)

30

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika

didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan

prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai

bilangan.

Beth & Piaget (Runtukahu & Kandou, 2014: 28) matematika adalah

pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan

antar-struktur tersebut sehingga terorganisir dengan baik. Pengertian matematika yang

tepat tidak dapat dientukan secara pasti. Hal ini karena cabang-cabang matematika

semakin bertambah dan semakin berbaur satu dengan yang lainya.

Menurut Sumardyono (Fathani, 2008: 23-24) Secara umum defini

matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut:

a. Matematika sebagai struktur yang terorganisir

Matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir,. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengetrtian pangkal/primitif, dan dalail/teorema (termasuk didalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corroly/sifat)

b. Matematika sebagai alat

Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

c. Matematika sebagai pola pikir deduktif

Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif. Artinya, suatu teori atau pernyataan dalam matematika dpat diterima kebenaranya apabila telah dibuktikan secara deduktif.

d. Matematika sebagai cara bernalar

Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang shahih (valid)., rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalara matematika yang sistematis.

e. Matematika sebagai bahasa artifisial

(49)

31

f. Matematika sebagai seni yang kreatif

Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kratif dan menakjubkan, maka matematika sering disebut juga sebagai seni, khususnya seni berfikir yang kreatif.

Matematika merupakan mata pelajaran di sekolah dasar yang memiliki peran

yang sangat penting bagi keberhasilan mata pelajaran lainnya karena mempelajari

matematika sama halnya melatih diri dalam memecahkan masalah yang dihadapi

sehari-hari. Pentingnya mata pelajaran matematika dalam kehidupan sudah tidak

perlu diperdebatkan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa matematika merupakan

ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran

penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia, perkembangan

pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh

perkembagan matematika di bidang teori, teori bilangan, aljabar, dan analisis teori

peluang.

Sasaran pokok pengajaran matematika disekolah dasar mencakup penanaman

konsep, pengenalan dan pemahaman rumus, serta penyelesaian soal. Matematika

sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan

penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas karena matematika

merupakan suatu sarana berfikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis.

Adapun salah satu hal yang harus diperhatikan adalah peningkatan prestasi belajar

matematika siswa di sekolah.

Selama pembelajaran diharapkan terjadi proses reinvention (penemuan

kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara

(50)

32

Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan

bahwa matematika adalah ilmu pasti yang berisi tentang pengetahuan dengan

berbagai struktur abstrak yang terorganisir dengan baik mengenai bilangan yang

berkaitan dengan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

2. Tujuan Pendidikan Matematika

Heruman (2008: 2) mengatakan bahwa tujuan akhir pembelajaran

matematika di sd yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep

matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan dalam bahasan ini merupakan hasil yang diinginkan setelah terjadinya

proses pembelajaran, yakni output yang dihasilkan dari pelaksanaan pembelajaran

dengan perngkat faktor-faktor yang memengaruhinya. Tujuan pembelajaran

matematika adalah yang secara umum diajarkan disekolah-sekolah, yakni

kecakapan dan kemahiran matematika yang diharapkan dapat dicapai dalam belajar

matematika mulai satuan pendidikan SD/MI sampai dengan SMA/Aliyah.

Ditinjau dari posisi matematika dalam lingkungan sosial, Science Education

Board – National Research Council, 1990 (Wijaya, 2012: 7) merumuskan empat

macam tujuan pendidikan matematika, yaitu:

a. Tujuan praktis, berkaitan dengan pengembangan kemampuan siswa untuk

menggunakan matematika dalam menyelesaikan masalah yang terkait dengan

kehidupan sehari-hari.

b. Tujuan kemasyarakatan, berorientasi pada kemampuan siswa untuk

(51)

33

Matematika tidak hanya memngembangkan kognitif saja, tetapi aspek afektif

juga.

c. Tujuan profesional, mempersiapkan siswa untuk terjun ke dunia kerja. Bisa

diartikan bahwa pendidikan matematika digunakan untuk mencari pekerjaan

oleh pandangan masyarakat umum.

d. Tujuan budaya, menempatkan matematika sebagai hasil kebudayaan manusia

dan sebagai suatu proses untuk mengembangkan suatu kebudayaan.

Sedangkan menurut dokumen pada KTSP (Ibrahim dan Suparni, 2012: 37)

mengenai standar kompetensi lulusan untuk Sekolah Dasar adalah sebagai berikut.

a. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan

sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan

sehari-hari.

b. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan

sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan

sehari-hari.

c. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volum, sudut,

waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah

kehidupan sehari-hari.

d. Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan

(52)

34

e. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar

dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung, modus,

serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

f. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan.

g. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.

Penelitian ini menggunakan model Teams Games Tournaments (TGT) yang

menggunakan permainan sebagai bagian dalam proses pembelajaran siswa. Tujuan

matematika untuk sekolah dasar mendukung untuk penelitian ini karena bertujuan

untuk memahamkan siswa tentang operasi hitung bilangan bulat. Dengan begitu

akan mampu meningkatkan kecakapan dan kemahiran serta prestasi dalam

matematika yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

3. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar kelas IV

Sejalan dengan pendapat Heruman (2008: 2-3) yang mengatakah bahwa,

konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok

besar yaitu.

a. Penanaman Konsp Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu

konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep

tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan

dengan kata “mengenal”.

b. Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep,

(53)

35

c. Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep

dan pemahaman kosep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar

siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.

Dengan demikian tujuan akhir pembelajaran matematika di SD yaitu agar

siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Salah satu

konsep dasar dalam matematika adalah bilangan bulat dimana siswa harus

benar-benar paham akan materi tersebut yang nantinya akan sangat berguna dalam

kehidupan sehari-harinya.

Pembelajaran Matematika di SD kelas IV telah dijelaskan mengenai

kompetensi yang ingin dicapai dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Berikut ini disajikan standar kompetensi dasar pelajaran matematika SD kelas IV

semester 2.

Tabel 4. SK-KD Matematika kelas IV semester 2

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

5. Menjumlahkan dan 5.4 Melakukan operasi hitung campuran

Berdasarkan uraian standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas, peneliti

membatasi penelitian pada standar kompetensi 5 kompetensi dasar 5.2, dan 5.3.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut cocok menggunakan model

pembelajaran TGT karena dapat membantu pemahaman siswa mengenai konsep

penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

(54)

36

1. Pengertian Prestasi Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:895) mengatakan bahwa

prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditujukan dengan nilai atau angka

nilai yang diberikan oleh guru. Adapun menurut Benjamin Bloom (Sudjana,

2013:22), pretasi belajar yang merupakan hasil prestasi belajar siswa selama

pembelajaran tersebut meliputi ranah kognitif, ranah afektif dan ranah

psikomotorik.

Tirtonegoro (1984: 40) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah penilaian

hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk

simbol-simbol, angka-angka, huruf-huruf, atau hal yang dapat mencerminkan hasil yang

sudah dicapai oleh setiap peserta didik dalam periode tertentu. Prestasi belajar dapat

berupa nilai rapot ataupun nilai ulangan yang di dapat oleh peserta didik sebagai

hasil mereka dalam mempelajari suatu materi.

Berdasarkan pendapat para ahi diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi

belajar adalah hasil usaha berupa prestasi dalam bentuk simbol, angka, huruf atau

hal yang mencerminkan hasil belajar siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif dan

psikomotorik yang dikembangkan melalui mata pelajaran selama proses

pembelajaran.

Gambar

Tabel 1. Nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa kelas 4 SD N Pendem
Tabel 3. Tahap pembelajaran kooperatif
Tabel 4. SK-KD Matematika kelas IV semester 2
Tabel 7. Kisi-kisi instrumen Aktivitas Guru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sarung Helm anti air, sebuah solusi bagi mayoritas orang yang sering merasa tidak nyaman saat bepergian karena masih banyak tempat parkir yang kurang akan kenyamanan

Jika dilihat dari data masukan dan struktur algoritma setiap metode, CNN LeNet 5 memiliki arsitektur yang cukup baik karna dapat menangkap setiap piksel masukan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu fisik sediaan larutan pewarna rambut alami kulit buah naga super red mempunyai nilai kejernihan yang baik, pH tidak masuk dalam

adalah menciptakan sebuah aplikasi untuk mendukung sistem penerimaan karyawan baru yang lebih akurat dibandingkan dengan proses secara manual.. Kata kunci :

kelompok satu dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Higiene Susu (Pengertian Susu, Susu Sebagai Makanan Sempurna, Sifat Fisik Dan Kimia Susu) “ sebagai salah satu

Ben

[r]

Mata ajar keperawatan maternitas II merupakan kelanjutan dari mata ajar keperawatan maternitas I, di mana mata ajar keperawatan maternitas II menekankan pada penerapan