commit to user
LAPORAN TUGAS AKHIR
PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN KERIPIK KULIT SINGKONG (KERLITSING)
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan
Gelar Ahli Madya (A.Md) Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
ETHA BHIRAWA SATYA PUTRA (H3109024)
PROGRAM DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
LAPORAN TUGAS AKHIR
PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN KERIPIK KULIT SINGKONG (KERLITSING)
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan
Gelar Ahli Madya (A.Md) Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
ETHA BHIRAWA SATYA PUTRA (H3109024)
PROGRAM DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN TUGAS AKHIR
Praktek ProduksiPembuatan Keripik Kulit Singkong (KERLITSING)
Disusun Oleh :
ETHA BHIRAWA SATYA PUTRA H3109024
Telah dipertahankan di hadapan dosen penguji Pada tanggal : ………..
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Menyetujui,
Dosen Penguji I Dosen Penguji II
Esti Widowati, S.Si., M.P. Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si
NIP. 198305052009122006 NIP.196407141991031002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Prof. Dr. Ir. Bambang Puji Asmanto. M.S.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan tugas
akhir ini dengan lancar.
Dalam kesempatan kali ini, tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Puji Asmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian
UNS.
2. Ir. Choiroel Anam, M.P, M.T selaku Ketua Program Diploma III Pertanian
UNS.
3. Esti Widowati S.Si., M.P., selaku Dosen Penguji I.
4. Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si selaku Dosen Penguji II.
5. Bapak dan Ibu tercinta terimakasih atas pengorbanan dan doanya yang tiada
henti, semoga kebahagiaan selalu menyertai Bapak dan Ibu, terimakasih atas
supportnya.
6. Teman-teman seperjuangan DIII Teknologi Hasil Pertanian, semoga Allah
SWT mempermudah langkah kita.
7. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak mungkin penulis
sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing langkah
kita semua.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna,
sehingga besar harapan penulis akan adanya saran dan kritik yang membangun
dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap semoga laporan praktek produksi ini
dapat bermanfaat.
Surakarta, Juli 2012
commit to user
iv
PERSEMBAHAN
Segala puji hanya bagi Allah Tuhan semesta alam. Laporan Magang ini
saya persembahkan untuk :
1. Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada
kelompok kami.
2. Orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan, kasih sayang, doa, dan
pengorbanan selama ini yang tidak akan pernah bisa kami untuk
membalasnya.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S., ibu Esti Widowati S.Si.,
M.P., bapak Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si dan para dosen pengampu DIII
Teknologi Hasil Pertanian terimakasih atas bimbingan, pengarahan, dan
nasehat serta dukungannya selama ini.
4. Teman-teman Diploma III Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2009 yang
selalu memberikan semangat dan kebersamaannya. Jangan pernah lupakan
kebersamaan kita selama ini dan aku tunggu kumpul dan main barengnya lagi.
Karena tanpa kalian semua aku bukanlah apa-apa.
5. Dan untuk semua pihak yang telah membantu demi lancarnya kegiatan ini,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v MOTTO
Awali semua dengan bismillah…
Sifat orang yang berilmu tinggi adalah merendahkan hati
kepada manusia dan takut kepada Tuhan… (Rosullullah
SAW)
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah
untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita
menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk
berhasil
Kesabaran adalah energi. Kesabaran bukan berarti tidak
berbuat, namun menunggu saat yang tepat untuk bertindak
dengan prinsip yang benar dengan cara yang benar (Fulthon. J
commit to user
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERSEMBAHAN ... iii
MOTTO ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
ABSTRAK ... x
ABSTRAK INGGRIS ... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Praktek Produksi ... 3
D. Manfaat Praktek Produksi ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A.Singkong ... 4
B. Kulit Singkong ... 6
C.Persyaratan Mutu Keripik Singkong ... 8
D.Bahan Baku Pembuatan Keripik Kulit Singkong ... 9
E. Pengemas ... 18
F. Analisis Sensori ... 19
G.Analisis Kelayakan Ekonomi ... 21
III. METODE PELAKSANAAN ... 25
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 25
B. Bahan, Alat, dan Cara Kerja Pembuatan Keripik Kulit Singkong ... 25
C. Analisis Data ... 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Proses Pembuatan Keripik Kulit Singkong ... 32
B. Analisis Sensoris pada Keripik Kulit Singkong ... 33
C.Analisis Karakteristik Kimia Pada Keripik Kulit Singkong ... 36
D.Rencana Proses Pemasaran ... 38
E. Analisis Ekonomi Keripik Kulit Singkong ... 40
1. Perhitungan Biaya Tetap (Total Fixed Cost) ... 40
2. Perhitungan Biaya Tidak Tetap (Total Variable Cost) ... 42
F. Uraian Analisis Kelayakan Usaha Keripik Kulit Singkong ... 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
A. Kesimpulan ... 51
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Singkong pada Beberapa Bagiannya
Berdasarkan Bahan Kering ... 5
Tabel 2.2. Kandungan Energi dan Nutrisi dalam Singkong Per 100 g Bahan Basah ... 6
Tabel 2.3. Syarat Mutu Keripik Singkong ... 8
Tabel 2.4. Syarat Mutu Garam Konsumsi (SNI 01-4076-1999) ... 10
Tabel 2.5. Syarat Mutu Bumbu Penyedap Rasa Ayam (SNI 01-4273-1996) 14
Tabel 2.6. Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng ... 16
Tabel 3.1. Formulasi Keripik Kulit Singkong ... 25
Tabel 4.1. KarakteristikKeripik Kulit Singkong ... 33
Tabel 4.2. Karakteristik Kimia Keripik Kulit Singkong ... 36
Tabel 4.3. Biaya Usaha Tetap ... 40
Tabel 4.4. Amortisasi ... 41
Tabel 4.5. Bunga ... 41
Tabe1 4.6. Penyusutan Biaya Tetap ... 41
Tabel 4.7. Biaya Bahan Baku, Bahan Pembantu dan Kemasan ... 42
Tabe1 4.8. Biaya Bahan Bakar/Energi ... 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Singkong ... 4
Gambar 2.2. Kulit Singkong ... 7
Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Keripik Kulit Singkong ... 27
commit to user
x
PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN KERIPIK KULIT SINGKONG
Etha Bhirawa Satya Putra1
Esti Widowati, S.Si., M.P2; Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si2
ABSTRAK
Kulit singkong merupakan limbah dari singkong, setiap kilogram singkong dapat menghasilkan 15–20 % kulit singkong. Kulit singkong belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk meningkatkan citra, kulit singkong diolah menjadi makanan ringan berupa keripik kulit singkong dengan komposisi kulit singkong, garam dan penyedap rasa. Keripik kulit singkong memiliki kandungan asam lemak bebas rendah sehingga aman untuk dikonsumsi dan baik untuk kesehatan. Uji asam lemak bebas keripik kulit singkong berdasarkan metode Alkalimetri.
Hasil uji kesukaan keripik kulit singkong berdasarkan Analysis of
Variance (ANOVA), yang dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf signifikan 5 % dengan software SPSS for windows versi 17 yang disukai konsumen yaitu keripik kulit singkong dengan variasi perendaman air garam selama 3 hari. Keripik kulit singkong mengandung asam lemak bebas 0,22%. Hasil analisis ekonomi biaya produksi keripik kulit singkong 1 bulan Rp. 10.612048,8,- dengan kapasitas produksi 5000 kemasan/bulan, harga pokok penjualan Rp. 2.122.40975/kemasan, harga jual Rp. 2.600/kemasan, laba bersih Rp. 78.776,25,-/bulan. BEP unit 2.508 kemasan/bulan, B/C Ratio sebesar 1,225022642, ROI setelah pajak sebesar 0,742328384%, dan IRR sebesar 21,00912%.
Kata Kunci : Analisis Ekonomi, Analisis Kimia, Analisis Sensoris, Keripik, dan Kulit Singkong
Keterangan :
1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nama Etha Bhirawa Satya Putra, NIM H3109024. 2. Dosen Jurusan /Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta dengan nama Esti Widowati S.Si., M.P2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
PRODUCTION PROCESS OF CASSAVA RIND CHIPS
Etha Bhirawa Satya Putra1
Esti Widowati, S.Si., MP2; Ir.Bambang Sigit Amanto, M.Si2
ABSTRACT
The cassava rind is a waste of cassava, every kilograms of cassava can produce 15-20% of cassava rind. Cassava rind has not been fully utilized. To enhance the image, the cassava rind is processed into snack of cassava rind chips with composition of cassava rind, salt and flavorings. Cassava rind chips have a low free fatty acid content that is safe for consumption and good for health. Free fatty acid test of cassava rind chips based on the Alkalimetri method.
The results fondness test of cassava rinds chips based on Analysis of Variance (ANOVA), followed by Duncan Multiple Range Test (DMRT) at significant level of 5% with the software SPSS for windows version 17, consumer likes the cassava rind chips with variation of salt water immersion for 3 days. Cassava rind chips containing 0,22% free fatty acids. The economic analysis results of production cost of cassava chips rind for one month is Rp. 10.612.048,8,- with a production capacity of 5000 packs / month, the cost of god sold of Rp. 2.122.40975/pack, the selling price of Rp. 2.600/pack, net profit of Rp. 78.776.25, -/bulan, BEP units of 2508 pack / month, B/C ratio of 1.225022642, after tax ROI of 0.742328384%, and IRR of 21.00912%.
Keywords: Economic Analysis, Chemical Analysis, Sensory Analysis, Chips, Cassava and Rind
Description:
1. Student of D-III Study Program of Agricultural Technology, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta name Etha Bhirawa Satya Putra, NIM H3109024.
2. Lecturer of D-III Study Program of Agricultural Technology, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta name Esti Widowati, S.Si., M.P2.
commit to user
PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN KERIPIK KULIT SINGKONG
Etha Bhirawa Satya Putra1
Esti Widowati, S.Si., M.P2; Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si2
ABSTRAK
Kulit singkong merupakan limbah dari singkong, setiap kilogram singkong dapat menghasilkan 15–20 % kulit singkong. Kulit singkong belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk meningkatkan citra, kulit singkong diolah menjadi makanan ringan berupa keripik kulit singkong dengan komposisi kulit singkong, garam dan penyedap rasa. Keripik kulit singkong memiliki kandungan asam lemak bebas rendah sehingga aman untuk dikonsumsi dan baik untuk kesehatan. Uji asam lemak bebas keripik kulit singkong berdasarkan metode Alkalimetri.
Hasil uji kesukaan keripik kulit singkong berdasarkan Analysis of
Variance (ANOVA), yang dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf signifikan 5 % dengan software SPSS for windows versi 17 yang disukai konsumen yaitu keripik kulit singkong dengan variasi perendaman air garam selama 3 hari. Keripik kulit singkong mengandung asam lemak bebas 0,22%. Hasil analisis ekonomi biaya produksi keripik kulit singkong 1 bulan Rp. 10.612048,8,- dengan kapasitas produksi 5000 kemasan/bulan, harga pokok penjualan Rp. 2.122.40975/kemasan, harga jual Rp. 2.600/kemasan, laba bersih Rp. 78.776,25,-/bulan. BEP unit 2.508 kemasan/bulan, B/C Ratio sebesar 1,225022642, ROI setelah pajak sebesar 0,742328384%, dan IRR sebesar 21,00912%.
Kata Kunci : Analisis Ekonomi, Analisis Kimia, Analisis Sensoris, Keripik, dan Kulit Singkong
Keterangan :
1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nama Etha Bhirawa Satya Putra, NIM H3109024. 2. Dosen Jurusan /Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta dengan nama Esti Widowati S.Si., M.P2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PRODUCTION PROCESS OF CASSAVA RIND CHIPS
Etha Bhirawa Satya Putra1
Esti Widowati, S.Si., MP2; Ir.Bambang Sigit Amanto, M.Si2
ABSTRACT
The cassava rind is a waste of cassava, every kilograms of cassava can produce 15-20% of cassava rind. Cassava rind has not been fully utilized. To enhance the image, the cassava rind is processed into snack of cassava rind chips with composition of cassava rind, salt and flavorings. Cassava rind chips have a low free fatty acid content that is safe for consumption and good for health. Free fatty acid test of cassava rind chips based on the Alkalimetri method.
The results fondness test of cassava rinds chips based on Analysis of Variance (ANOVA), followed by Duncan Multiple Range Test (DMRT) at significant level of 5% with the software SPSS for windows version 17, consumer likes the cassava rind chips with variation of salt water immersion for 3 days. Cassava rind chips containing 0,22% free fatty acids. The economic analysis results of production cost of cassava chips rind for one month is Rp. 10.612.048,8,- with a production capacity of 5000 packs / month, the cost of god sold of Rp. 2.122.40975/pack, the selling price of Rp. 2.600/pack, net profit of Rp. 78.776.25, -/bulan, BEP units of 2508 pack / month, B/C ratio of 1.225022642, after tax ROI of 0.742328384%, and IRR of 21.00912%.
Keywords: Economic Analysis, Chemical Analysis, Sensory Analysis, Chips, Cassava and Rind
Description:
1. Student of D-III Study Program of Agricultural Technology, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta name Etha Bhirawa Satya Putra, NIM H3109024.
2. Lecturer of D-III Study Program of Agricultural Technology, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta name Esti Widowati, S.Si., M.P2.
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Singkong (Manihot esculenta) merupakan salah satu tanaman pangan
yang mampu menghasilkan devisa cukup besar bagi negara, harganya yang
relatif murah dan mudah diolah membuat singkong banyak dibuat menjadi
berbagai macam produk olahan pangan seperti keripik singkong, getuk
singkong, tepung tapioka, tape, singkong goreng/rebus, dan lain-lain.
Diversifikasi pengolahan singkong pun telah banyak dilakukan dalam
berbagai bentuk dan rasa untuk memenuhi selera konsumen yang
berbeda-beda. Selain itu kulitnya pun juga dapat dimanfaatkan sebagai produk olahan
pangan berupa keripik kulit singkong (Wargiono dan Baret, 1987).
Singkong sebagai bahan baku keripik mengandung 1,2 g protein, kalori
146 kal; 0,3 g lemak; 33 mg kalsium, 40 mg fosfor; 0,7 mg zat besi; 0,06 mg
vitamin B1, dan 30 mg vitamin C dalam 100 g singkong. Oleh karena itu
singkong dapat digunakan sebagai bahan baku industri pangan, industri pakan
dan obat-obatan (IPTEKnet, 2005).
Setiap kilogram ketela pohon dapat menghasilkan 15 – 20 % kulit
singkong. Pengolahan limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai
kompos, pakan ternak, bioenergi, dan olahan kuliner. Limbah singkong
tersebut dapat dengan mudah diperoleh dari industri rumahan yang memiliki
bisnis singkong goreng ataupun keripik singkong. Kulit singkong dapat
menjadi olahan kuliner yaitu berupa keripik kulit singkong, yang tak kalah
sedap dan enak dengan keripik umbi singkong itu sendiri. Selain itu belum
banyak indutri pangan yang mengolah kulit singkong menjadi makanan olahan
berupa keripik. Dengan proses pengolahan yang baik limbah kulit singkong
tersebut dapat menjadi hasil olahan yang mempunyai nilai jual tinggi dan
menguntungkan (Astuningtias, 2008).
Kulit singkong termasuk dalam kategori sampah organik karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
singkong setelah pengupasan harus segera diolah supaya tidak membusuk
karena sifat fisik kulit singkong yang mengandung air sehingga harus segera
diolah karena banyak mikroorganisme yang tumbuh dalam kulit singkong
yang menyebabkan kulit singkong busuk (Akanbi, 2007).
Namun pemanfaatan kulit singkong sampai saat ini masih kurang.
Kulit singkong yang biasanya merupakan limbah dalam produksi produk
berbasis singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi keripik
kulit singkong. Peluang usaha keripik kulit singkong dapat menjadi alternatif
variasi makanan ringan yang digemari masyarakat. Pemanfaatan kulit
singkong tersebut akan dikombinasikan dengan berbagai rasa dari bahan
tambahan makanan (BTM) seperti garam dan bumbu perasa lainnya yang
diizinkan dengan tetap memperhatikan hasil akhir dari produk. Penggunaan
berbagai rasa ditujukan untuk memenuhi selera konsumen yang beragam.
Keripik kulit singkong (KERLITSING) memiliki kandungan serat kasar yang
tinggi sehingga aman untuk dikonsumsi. Serat kasar berfungsi untuk
membantu mempercepat ekskresi sisa-sisa makanan melalui saluran
pencernaan dalam keadaan tanpa serat, feses dengan kandungan air rendah
akan lebih lama tinggal dalam saluran usus yang dapat menyebabkan
gangguan pada gerakan peristaltik pada usus besar sehingga ekskresi feses
menjadi lebih lamban.
B. Rumusan Masalah
Pemanfaatan limbah kulit singkong menjadi produk olahan pangan
dapat menghasilkan varian baru dalam produk makanan. Selain itu merupakan
bentuk partisipasi dalam proyek menjaga lingkungan. Dengan proses dan
formulasi yang tepat dalam pengolahannya keripik kulit singkong akan
menjadi makanan yang digemari masyarakat dengan rasa khasnya yang gurih
dan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan produk keripik singkong. Karena
kandungan asam lemak bebasnya yang rendah sehingga aman untuk
dikonsumsi.
Dengan memanfaatkan kulit singkong menjadi suatu produk pangan,
commit to user
petani dan pemasok kulit singkong yang nantinya akan dapat menjual kulit
singkong yang sebenarnya sudah tidak dipakai menjadi bisnis yang dapat
menambah penghasilan dan sekaligus memperkenalkan produk baru keripik
kulit singkong dan proses pembuatannya kepada masyarakat luas. Modifikasi
keripik kulit singkong ini dilakukan dalam rangka memanfaatkan limbah dari
singkong sebagai alternatif tambahan gizi berupa serat kasar, diharapkan dapat
menarik konsumen dan dengan analisis ekonomi yang benar produk keripik
kulit singkong dapat menghasilkan profit bagi produsennya.
C. Tujuan Praktek Produksi
Tujuan pelaksanaan praktek produksi ini adalah :
1. Mengetahui proses pengolahan keripik kulit singkong.
2. Mengetahui kandungan asam lemak bebas dalam keripik kulit singkong.
3. Mengetahui analisis ekonomi keripik kulit singkong.
D. Manfaat Praktek Produksi
Manfaat praktek produksi ini adalah :
1. Mengembangkan jiwa kreativitas dan kewirausahaan mahasiswa.
2. Untuk memberikan masukan dan informasi tambahan yang berguna bagi
perkembangan industri keripik.
3. Memanfaatkan peluang usaha industri dari bahan baku yang biasanya di
buang percuma.
4. Meningkatkan nilai jual singkong, sehingga menambah keuntungan bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Singkong
Singkong disebut juga ubi kayu atau ketela pohon. Industri makanan
dari singkong cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti getuk,
timus, keripik, gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang memerlukan
proses lebih lanjut. Dalam industri makanan, pengolahan singkong dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu hasil fermentasi singkong (tape dan peuyeum),
singkong yang dikeringkan (gaplek) dan tepung singkong atau tepung tapioka
(Rukmana, 1999).
Klasifikasi singkong/ubi kayu (Manihot esculenta) adalah
(Tjitrosoepomo, 2005) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Dycotiledoneae Ordo : Euphorbiales Family : Euphorbeaceae Genus : Manihot
Species : Manihot esculenta Crantz
Gambar 2.1. Singkong (Deptan, 2007)
Tanaman singkong memiliki beberapa kelebihan diantaranya dapat
tumbuh di tanah yang tidak subur namun cukup gembur, tetapi sebaliknya
tidak tumbuh dengan baik pada tanah yang terlalu banyak airnya. Singkong
commit to user
kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, tahan terhadap musim
kemarau dan mempunyai kelembaban yang tinggi, tetapi sensitif terhadap
suhu rendah. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah
sampai tinggi, yaitu dari 0 sampai 2500 m di atas permukaan laut, maupun di
daerah kering dengan curah hujan sekitar 500 mm/tahun, tetapi air tidak
sampai tergenang di perakarannya. Hal inilah yang menyebabkan singkong
dapat ditanam di mana-mana dan dapat ditanam setiap waktu sepanjang tahun
dengan resiko kegagalan kecil (Soenarjo, 1979).
Untuk melihat potensi nutrisi tanaman singkong dalam beberapa
bagiannya, berikut komposisi kimia singkong pada beberapa bagiannya seperti
yang ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1.Komposisi Kimia Singkong pada Beberapa Bagiannya Berdasarkan Bahan Kering
Kandungan nutrisi Daun (%) Batang (%) Umbi (%) Kulit umbi (%)
Protein kasar 23,2 10,9 1,7 4,8
Serat kasar 21,9 22,6 3,2 21,2
Abu 7,8 8,9 2,2 4,2
Ca 0,972 0,312 0,091 0,36
P 0,576 0,341 0,121 0,112
Mg 0,451 0,452 0,012 0,227
Sumber: Devendra (1977).
Pada tabel 2.1 menunjukan kandungan kulit singkong yang paling
dominan adalah kandungan serat kasar yaitu sebesar 21,2 %. Serat kasar
berpotensi untuk menurunkan berat badan atau cocok untuk diet karena serat
kasar berfungsi untuk melancarkan proses buang air besar dari dalam tubuh
(Piliang, 2006).
Perbedaan serat pangan dan serat kasar. Serat pangan (dietary fiber)
harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan
dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat pangan adalah bahan makanan
residu sel tanaman yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan
manusia dalam suasana keasaman lambung, serta hasil-hasil fermentasinya
tidak dapat digunakan oleh tubuh. Sedangkan serat kasar adalah bagian dari
pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan
untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4) dan natrium
hidroksida (NaOH). Serat sangat baik untuk kesehatan, yaitu membantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
membantu menurunkan kadar kolesterol, membantu mengontrol kadar gula
dalam darah, mencegah wasir, membantu menurunkan berat badan dan
lain-lain (Pomeranz dan Meloan 1987).
Tabel 2.2. Kandungan Energi dan Nutrisi dalam Singkong Per 100 g Bahan Basah
Bahan Bahan
kering
Protein Pektin Serat kasar
Lemak Ca TDN
Kulit singkong 17,45 8,11% 0,22% 15,20% 1,29% 0,63 74,73 Daun 23,53 21,45% 0,59% 25,71% 9,72% 0,72 61,00 Onggok 85,50 01,51% 0,01% 0,25% 1,03% 0,47 82,76 (Sudaryanto, 1989).
Singkong sebagai bahan pangan yang berdaya guna. Singkong saat ini
merupakan komoditas agroindustri yang sangat berpotensi untuk diekspor,
seperti tepung tapioka, industri fermentasi, dan berbagai industri makanan.
Singkong sudah lama dikenal oleh masyarakat yang merupakan bahan pangan
yang sering dikonsumsi dan digunakan dalam tatanan pengembangan
agrobisnis dan agroindustri makanan (singkong berperan cukup besar dalam
mencukupi bahan pangan nasional dan dibutuhkan sebagai bahan baku
berbagai industri makanan) (Rukmana, 1999).
B. Kulit Singkong
Kulit singkong merupakan limbah hasil pengupasan pengolahan
produk pangan berbahan dasar umbi singkong. Keberadaannya sangat
dipengaruhi oleh eksistensi tanaman singkong yang ada di Indonesia. Kulit
singkong terkandung dalam setiap umbi singkong dan keberadaannya
mencapai 16% dari berat umbi singkong tersebut. Data tahun 2008
menyatakan bahwa kapasitas produksi industri singkong di Indonesia sebesar
20.794.929 ton jadi saat ini potensi ketersediaan kulit singkong bisa mencapai
3.327.188,6 ton/tahun (Supriyadi, 1995).
Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan gaplek,
tapioka, tape, dan panganan berbahan dasar singkong lainnya. Potensi kulit
singkong di Indonesia sangat melimpah, seiring eksistensi negara ini sebagai
salah satu penghasil singkong terbesar di dunia. Kapasitas produksi singkong
nasional pada tahun 2011 mencapai 2.172.437 ton. Dengan luas panen sebesar
commit to user
Gambar 2.2. Kulit Singkong
Kadar HCN dalam singkong tidak konstan, tetapi berubah-ubah
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Jika tanaman singkong mengalami musim
kering yang sangat panjang selama pertumbuhannya, kadar HCN-nya
meningkat. Selain itu zat N yang terdapat di dalam pupuk dapat mempertinggi
kadar HCN singkong. Racun sianida (HCN) masuk ke dalam tubuh ternak
melalui pernafasan, kulit, dan yang terbanyak melalui saluran pencernaan.
Dosis yang mematikan dari sianida adalah antara 0,5 – 3 mg/kg bobot tubuh
(Cheeke dan Shull, 1985).
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik BPS (2008), diketahui produksi
umbi singkong pada tahun 2008 adalah sebanyak 20,8 juta ton, artinya potensi
kulit singkong di Indonesia mencapai angka 3,3 juta ton/tahun dan terus
mengalami peningkatan produksi dalam setiap tahunnya. Sehingga singkong
mudah dicari dan didapatkannya sebagai bahan baku pangan.
Untuk menurunkan kandungan HCN dalam kulit singkong yang akan
diberikan kepada ternak atau dibuat produk pangan dapat dilakukan dengan
perlakuan tertentu. Diantara perlakuan tersebut antara lain dengan cara
pencucian dengan air yang mengalir, pengeringan atau penjemuran,
perendaman atau dengan menambahkan senyawa kimia yang mengandung
sulfur dan perebusan. Menghilangkan kandungan HCN dalam kulit singkong
tidak sulit karena kandungan HCN dalam kulit singkong rendah (Doyle dan
Djayanegara, 1983).
Berdasarkan kandungan sianidanya, singkong dibagi ke dalam tiga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
1 . Singkong manis dengan kandungan HCN 50 mg/kg umbi segar.
2. Singkong (tidak manis dan tidak pahit) dengan kandungan HCN antara 50 -
100 mg/kg umbi segar.
3. Singkong pahit dengan kandungan HCN di atas 100 mg/kg umbi segar.
Singkong manis, umbi, kulit dan daunnya dapat dikonsumsi oleh
manusia maupun ternak karena kandungan sianidanya rendah.
C. Persyaratan Mutu Keripik Singkong
Walaupun jenis-jenis keripik banyak beredar dipasaran, akan tetapi
tidak semuanya telah memiliki SNI. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia
yang dibuat oleh Badan Standardisasi Nasional, 01-4305-1996. Syarat mutu
keripik dapat mengacu pada SNI keripik singkong pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Syarat Mutu Keripik Singkong
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Sesuai SNI 01-0222-1995 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/88
6.2. Pemanis buatan Tidak boleh ada
7.
commit to user
D. Bahan Baku Pembuatan Keripik Kulit Singkong
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan Keripik kulit singkong
adalah kulit singkong, garam, air, penyedap rasa dan minyak goreng.
1. Kulit Singkong
Menurut Danarti dan Najiyati (1998), syarat mutu kulit singkong
terdiri dari dua bagian :
a) Syarat organoleptik
1. Sehat (sound).
2. Tidak berbau apek atau masam.
3. Murni.
4. Tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing.
b) Syarat Teknis
1. Kadar air maksimum (%).
2. Kadar abu maksimum (%).
3. Serat dan benda asing maksimum (%).
4. Derajat putih minimum (BaSO4=100%) (%).
5. Kekentalan (Engler).
6. Derajat asam maksimum (Ml IN Na)
7. Cemaran logam: OH/100 gram
a. Timbal (Pb) (mg/kg)
b. Tembaga (Cu) (mg/kg)
c. Seng (Zn) (mg/kg)
d. Raksa (Hg) (mg/kg)
8. Arsen (AS) (mg/kg)
9. Cemara Mikroba:
a. Angka lempeng total maksimum (koloni/gram)
b. E. coli maksimum (koloni/gram)
c. Kapang maksimum (koloni/gram)
2. Garam
Garam sebagai bahan tambahan makanan berperan untuk menambah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dengan menyerap air sehingga aktivitas air menurun dengan menurunnya
kadar air. Garam pada konsentrasi rendah (1%-3%) tidak bersifat
membunuh mikroorganisme, tetapi hanya sebagai bumbu yang dapat
memberi citarasa gurih pada bahan pangan (Buckle dkk, 1987). Syarat
mutu garam konsumsi dapat dilihat pada tabel 2.4.
Menurut Hudaya dan Daradjat (1980) dalam industri makanan,
fungsi utama dari garam adalah sebagai pemberi rasa. Dalam pembuatan
keripik kulit singkong garam berperan sebagai pemberi citarasa dan sebagai
pengawet dikarenakan adanya peristiwa plasmolisis keluarnya cairan sel
bakteri yang menyebabkan bakteri mengkerut dan mati. Kualifikasi mutu
garam adalah :
a) Bersih (bebas dari bahan-bahan yang tidak dapat larut)
b) Bebas dari zat kimia
c) Halus dan tidak bergumpal-gumpal
d) Cepat larut
Tabel 2.4. Syarat Mutu Garam Konsumsi (SNI 01-4076-1999). No. Jenis Uji Syarat
Mutu I : Garam konsumsi yang beryodium Mutu II : Garam konsumsi yang tidak beryodium 3. Air (H2O)
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air
commit to user
akhir serta cita rasa makanan. Air dalam pembuatan keripik berfungsi untuk
proses pencucian dan digunakan untuk melarutkan bumbu yang digunakan
untuk membuat keripik (Winarno, 1992).
Air yang digunakan dalam industri pangan harus mempunyai
syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mengandung besi dan
mangan, serta dapat diterima secara bakteriologis, yaitu tidak menganggu
kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah
(Djumali dkk, 1982).
Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada
kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15
K (0ºC). Air merupakan pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia.
Zat-zat yang larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut
sebagai zat-zat hidrofilik dan zat-zat yang tidak mudah tecampur dengan air
(misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat hidrofobik
(Wulanriky, 2011).
Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting
dalam makanan. Sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimia
organisme hidup. Salah satu pertimbangan penting dalam penentuan lokasi
pabrik pengolahan bahan makanan adalah adanya sumber air yang secara
kualitatif memenuhi syarat. Dalam pabrik pengolahan pangan, air
diperlukan untuk berbagai keperluan misalnya pencucian, pengupasan umbi
atau buah, penentuan kualitas bahan (tenggelam atau mengambang), bahan
baku proses, medium pemanasan atau pendinginan, pembentukan uap,
sterilisasi, melarutkan dan mencuci bahan sisa (Sudarmadji dkk, 2003).
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa
komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air
dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan
mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air
terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi
(Purnomo, 1995).
Kualitas air dalam hal ini mencakup keadaan fisik dan kimia yang
dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk kehidupan manusia, pertanian,
industri, rekreasi dan pemanfaatan air lainnya. Dalam kualitas air
ditetapkan melalui pengujian karakteristik fisika dan karakteristik kimia
(Asdak, 2004).
Air bersih/minum secara fisik harus jernih tidak berwarna
tidak berbau dan tidak berasa. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah
(Amsyari, 1996).
a. Bau
Bau disebabkan oleh adanya senyawa lain yang terkandung
dalam air seperti gas H2S, senyawa fenolklorofenol dan lain-lain.
b. Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan oleh adanya kandungan Total Suspended
Solid baik yang bersifat organik maupun anorganik . Kekeruhan dalam
air minum/air ber sih tidak boleh lebih dari 5 Nephelometric Turbidity
Unit (NTU). Satuan NTU dipergunakan untuk menggambarkan tingkat
kekeruhan. Nephelometer digunakan untuk mengukur seberapa banyak
cahaya yang dipancarkan oleh partikel tersuspensi yang terdapat di
dalam air. Semakin banyak cahaya yang terpancarkan, maka semakin
tinggi nilai kekeruhannya. Sehingga, nilai NTU yang rendah
mengindikasikan tingginya tingkat kejernihan air, sebaliknya nilai NTU
yang tinggi mengindikasikan bahwa nilai kejernihannya rendah.
c. Rasa
Syarat air bersih/minum adalah air tersebut tidak boleh berasa.
Air yang berasa dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat
membahayakan kesehatan.
d. Suhu
Suhu air sebaiknya sama dengan suhu udara (25°C), dengan batas
commit to user
e. Warna
Air minum sebaiknya tidak berwarna, bening dan jernih untuk
alasan estetika dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia
maupun organisme yang berwarna.
Air murni adalah senyawa dari molekul hidrogen dan oksigen,
rumus umumnya adalah H2O. Sumber utama dari air adalah lautan dan
tergantung pada keadaan sekitarnya serta daerah yang pernah dilaluinya
yang mungkin mengandung zat-zat yang terlarut maka di alam air tidak
pernah murni. Sifat-sifat fisika, kimia dan biologis sangat menentukan
penggunaan air untuk air minum, irigasi, industri dan lain-lainnya.
Sifat-sifat fisika air ditentukan oleh parameter fisika meliputi suhu, warna,
padatan terlarut, suspensi, bau, dan lain-lain. Sifat kimia ini ditentukan oleh
parameter kimia meliputi pH, BOD, COD, N-NO2, N-NH3, kandungan
logam-logam, CN, kesadahan dan lain-lain. Syarat-syarat air bersih yang
digunakan untuk industri meliputi (Karmono dan Joko, 1989) :
a. Persyaratan Biologis
Persyaratan biologis berarti air bersih itu tidak mengandung
mikroorganisme yang nantinya menjadi infiltran tubuh manusia.
Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat grup, yakni parasit,
bakteri, virus, dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme tersebut
umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri seperti
Eschericia coli.
b. Persyaratan Fisik
Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada
umumnya, yakni derajat keasaman, suhu, kejernihan, warna, bau. Aspek
fisik ini sesungguhnya selain penting untuk aspek kesehatan langsung
yang terkait dengan kualitas fisik seperti suhu dan keasaman tetapi juga
penting untuk menjadi indikator tidak langsung pada persyaratan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
c. Persyaratan Kimia
Persyaratan Kimia berat khususnya air raksa, timah hitam, dan
kadmium dapat menjadi gangguan pada faal tubuh dan berubah menjadi
racun.
d. Persyaratan Radioaktif
Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian
persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya
sangat berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti
di sekitar reaktor nuklir.
4. Penyedap Rasa
Bumbu penyedap rasa telah banyak digunakan pada proses
pemasakan, telah menjadi bagian dari gaya hidup saat ini yang menuntut
kepraktisan dalam memasak. Bumbu penyedap rasa adalah produk bubuk
atau blok atau kubus yang mengandung ekstrak tertentu, daging sapi (SNI
01-4273-1996) atau ayam, dengan penambahan bahan makanan lain dan
atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Bumbu penyedap
rasa ini dapat memperkaya rasa suatu makanan sehingga nilai penerimaan
makanan dapat menjadi lebih baik. Syarat mutu bumbu penyedap rasa
menurut SNI 01-4273-1996 dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5.Syarat Mutu Bumbu Penyedap Rasa Ayam (SNI 01-4273-1996). No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Bumbu
Penyedap Rasa
1. Air % Max 4
2. Protein % Min 7
3. NaCl % Max 65
4. Angka lempeng Total Kol / g Max 104 5. Coliform APM / g Max < 3 6. Kapang dan khamir Kol / g Max 103 Sumber: SNI 01-4273-1996.
Karakteristik bahan baku bumbu penyedap rasa. Bahan baku yang
terdapat pada bumbu penyedap rasa ayam dan sapi secara umum adalah
garam, gula, lemak nabati, MSG, flavour, lada, bawang, seledri, kunyit,
commit to user
Menurut Cahyadi (2006), tujuan penggunaan penyedap rasa dalam
pengolahan pangan adalah sebagai berikut:
a) Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma tertentu
selama pengolahan.
b) Modifikasi, pelengkap atau penguat aroma.
c) Menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak
disukai.
d) Membentuk aroma baru atau menetralisir bila bergabung dengan
komponen dalam bahan pangan.
Penyedap rasa digunakan untuk menambah rasa nikmat pada
masakan yang diolah. Bahan ini juga bisa menetralisir rasa yang tidak
diinginkan dari suatu bahan makanan. Penyedap rasa dan aroma serta
penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, dan
menambah rasa dan aroma pada masakan (Winarno, 1994).
MSG pertama kali ditemukan oleh Ikada pada tahun 1909 dari
mengisolasi garam metalik asam glutamat dari tumbuhan laut (genus
Laminaria) atau disebut konbu di Jepang. MSG memiliki cita rasa yang
khas yang disebut umami suatu elemen rasa yang dijumpai pada makanan
alamiah seperti kaldu. Karakteristik umami berbeda dengan empat rasa
yang lain pahit, manis, asin, dan asam, tetapi berupa sedap, lezat atau enak.
Rasa umami ini bertahan lama dan didalamnya terdapat komponen
L-glutamate (suatu asam amino nonesensial) dan 5’-ribonucleotide. MSG
banyak digunakan pada masakan Cina, dan Asia Tenggara yang dikenal
dengan nama ajinomoto, sasa, veksin, miwon atau weichaun (Loliger,
2000).
5. Minyak Goreng
Minyak goreng merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini
harganya masih cukup mahal, akibatnya minyak goreng digunakan
berkali-kali untuk menggoreng, terutama dilakukan oleh penjual makanan
gorengan. Secara ilmiah minyak goreng yang telah digunakan berkali-kali,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
asam lemaknya lepas dari trigliserida sehingga jika asam lemak bebas
mengandung ikatan rangkap mudah sekali teroksidasi menjadi aldehid
maupun keton yang menyebabkan bau tengik. Minyak goreng selain
berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat menambah rasa
gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan. Kecukupan suhu dan
waktu penggorengan berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan
(Ketaren, 1986). Di Indonesia Standar mutu minyak goreng diatur dalam
SNI 01-3741-1995 dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6. Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng No. Kriteria Uji Persyaratan
1. Bau Normal
2. Rasa Normal
3. Warna Muda jernih
4. Kadar Air Max.0,3%
5. Berat Jenis 0,9 gram/L
6. Asam Lemak bebas Max.0,3%
7. Angka Peroksida Max. 2 meg/Kg
8. Angka Iodium 45 -46
9. Angka Penyabunan 196- 206
10. Titik Asap min 200oC
Minyak goreng sangat mudah mengalami oksidasi dan ketengikan.
Proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik
pada minyak dan lemak. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya
bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan
oleh proses autoksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak.
Autoksidasi dimulai dengan pembentukan faktor-faktor yang dapat
commit to user
hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam
porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim
lipoksidase. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan
dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi,
sedangkan antioksidan akan menghambatnya. Molekul-molekul lemak
yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan
menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh
pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut
teori, sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang
letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat
disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas.
Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat
membentuk hidroperoksida yang bersifat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi
energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa
dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak,
aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada
lemak (Winarno, 1992).
Minyak goreng yang digunakan berulang kali atau yang disebut
minyak jelantah telah mengalami penguraian molekul-molekul, sehingga
titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan dapat menyebabkan minyak
menjadi berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena penyimpanan yang
salah dalam jangka waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan
trigliserida menjadi gliserol dan Free Fatty Acid (FFA) atau asam lemak
jenuh. Selain itu, minyak goreng ini juga sangat disukai oleh jamur
aflatoksin. Jamur ini dapat menghasilkan racun aflatoksin yang dapat
menyebabkan penyakit pada hati. Penyimpanan lemak/minyak yang baik
adalah dalam tempat tertutup, tidak lembab, jauhkan dari sinar matahari
atau panas, dan jauhkan dari logam berat yang dapat memicu peristiwa
oksidasi. Wadah lebih baik terbuat dari aluminium atau stainless steel.
Adanya antioksidan berupa vitamin E dan polifenol dalam lemak akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
E. Pengemas
Pengemas disebut juga pembungkus, pewadahan atau pengepakan.
Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau
mengurangi, melindungi bahan pangan atau produk yang ada didalamnya, dan
melindungi bahaya pencemaran serta bahaya fisik (gesekan benturan, dan
getaran). Pengemasan juga berfungsi untuk menempatkan suatu hasil
pengolahan atau produk industri supaya mempunyai bentuk yang
memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Kemasan
juga sebagai alat promosi dan media informasi (Syarif dkk, 1993).
Pengemasan kulit singkong menggunakan plastik Poly Propylene (PP)
dengan ketebalan 0,10 mm dikarenakan plastik Poly Propylene (PP) memiliki
permeabilitas lebih rendah dibandingkan plastik Poly Etilen (PE).
Permeabilitas plastik Poly Propylene (PP) terhadap uap air 1,5 %,
permeabilitas terhadap oksigen hingga 0,52 %, dan daya absorbsi air per 24
jam sebesar 0,01-0,03 %, lebih baik dari plastik Poly Etilen (PE) sehingga
baik untuk mengemas produk keripik kulit singkong karena dapat mencegah
uap air masuk lewat kemasan, titik leleh lebih tinggi dan cocok untuk
mengemas produk-produk yang berminyak (Suyitno, 1990).
Fungsi-fungsi suatu kemasan. Pengemasan bahan pangan harus
memperlihatkan lima fungsi-fungsi utama (Buckledkk, 1987) antara lain :
a. Harus dapat mempertahankan produk supaya bersih dan memberikan
perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya.
b. Harus memberi perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik,
air, oksigen dan sinar.
c. Harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses
pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan.
d. Harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut
rancangan, dan memberi kemudahan pada konsumen dalam membuka dan
commit to user
e. Harus memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan.
Unit-unit pengepakan yang dijual harus dapat menjual apa yang dilindunginya
dan melindungi yang dijual.
F. Analisis Sensoris
Pengujian sensori terhadap keripik kulit singkong menggunakan uji
scoring terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Skala penilaian
bertahap dari nilai 4 (suka) sampai nilai 1 (tidak suka) untuk tiap parameter
yang diuji. Uji organoleptik ini melibatkan 30 orang panelis, pengujian
dilakukan dengan panelis tidak terlatih. Uji organoleptik adalah pengujian
yang dilakukan dengan menggunakan pancaindera. Panelis adalah orang yang
memberikan penilaian terhadap suatu produk, dibedakan menjadi lima yaitu
panelis perorangan, panelis terbatas, panelis terlatih (7-15 orang), panelis
setengah terlatih (15-25 orang) ,dan panelis tidak terlatih (30 orang). Beberapa
faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan uji organoleptik adalah
fisiologi (keadaan fisik panelis), psikologi (perasaan panelis), dan kondisi
lingkungan saat pengujian. Dalam pelaksanaanya digunakan uji hedonik
dimana panelis tidak terlatih memberikan penilaian dalam skala yang
menunjukkan tingkat dari sangat tidak suka sekali sampai sangat suka sekali
untuk respon rasa (Kume, 2002).
Perbedaan uji skoring dengan uji ranking. Uji skoring atau uji skor
berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik, dan dapat
digunakan untuk menilai sifat hedonik. Pada uji skoring diberikan penilaian
terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan ini adalah
pemberian suatu nilai atau skor tertentu terhadap suatu karakteristik mutu.
Pemberian skor dapat dikaitkan dengan skala hedonik yang jumlah skalanya
tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki. Sedangkan uji penjenjangan
(uji pengurutan atau ranking) jauh berbeda dengan uji skor. Dalam uji ini
komoditi diurutkan atau diberi nomor urutan, urutan pertama selalu menyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
besaran, sehingga tidak dapat dianalisa statistik lebih lanjut, tetapi masih mungkin
dibuat reratanya (Rahayu, 2001).
Tujuan analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan
yang diperoleh pancaindera manusia terhadap suatu rangsangan yang
ditimbulkan oleh suatu produk. Analisis sensori umumnya digunakan untuk
menjawab pertanyaan mengenai kualitas suatu produk dan pertanyaan yang
berhubungan dengan pembedaan, deskripsi, dan kesukaan atau penerimaan
(afeksi). Hal umum yang ingin diketahui dari analisis sensori adalah kesukaan
keseluruhan, kesukaan terhadap atribut sensori tertentu, keinginan membeli,
kecocokan konsep dan merek, serta pengakuan terhadap keuntungan atau nilai
lebih dari produk yang tidak berhubungan langsung dengan fungsi dan mutu
(Soewarno, 1985).
Dalam uji skoring parameter yang mencirikan produk tersebut denga
atribut atau karakter. Pemilihan atribut sensori dan batasanya dihubungkan
dengan sifat kimia rasa, bau, dan flavour. Sementara untuk tekstur dan
kenampakannya dihubungkan dengan sifat fisik. Pemahaman pada sifat
reologi dan kimia produk memudahkan untuk penyusunan data dan berguna
dalam penentuan keputusan (Utami, 1999).
Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya
mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan
yang diuji. Pada pengujian ini digunakan panelis yang belum terlatih. Panelis
diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan, tanpa
membandingkan dengan sampel standar atau sampel-sampel yang diuji
sebelumnya. Dalam tipe uji skoring panelis diminta untuk menilai penampilan
sampel berdasarkan intensitas atribut atau sifat yang dinilai. Panelis harus
paham mengurutkan intensitas sifat yang dinilai. Oleh karena itu dalam
pengujian ini digunakan panelis yang terpilih dan terlatih. Tipe pengujian ini
sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu,
misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna (Kartika dkk, 1988).
Metode uji kesukaan atau uji penerimaan juga disebut acceptance test
commit to user
suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi.
Jika pada uji pembedaan panelis mengemukakan kesan akan adanya
perbedaan tanpa disertai kesan senang atau tidak maka pada uji pemilihan
panelis mengemukakan tanggapan pribadi adalah kesan yang berhubungan
dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensori
atau kualitas yang dinilai. Misalnya, kesan gurih dan renyah pada kerupuk,
kesan halus pada permukaan kertas adalah berhubungan dengan sifat-sifat
yang disenangi. Sebaliknya rasa hambar, terlalu asin dan liat pada daging
berkaitan dengan sifat-sifat yang tidak disukai (Soekarto, 1985).
G. Analisis Kelayakan Ekonomi
Analisis kelayakan usaha bertujuan untuk menentukan kalayakan suatu
usaha, baik dari segi teknik, ekonomi, maupun finansial. Analisis ekonomi
bertujuan mengetahui apakah usaha yang dijalankan dapat memberikan
keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitikberatkan kepada aspek
keuangan berupa lalu lintas uang (cash flow) yang terjadi selama usaha
dijalankan. Analisis ekonomi yang dilakukan meliputi perhitungan biaya
produksi, harga pokok penjualan, serta kriteria kelayakan usaha (Astawan,
1999).
1. Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha
dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.
a. Biaya Tetap (Fixed Cost).
Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun
perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas
biaya usaha, biaya penyusutan alat, amortisasi, pajak dan asuransi dan
dana sosial.
b. Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika
melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya, biaya
bahan baku dan bahan pembantu, biaya kemasan, biaya bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
2. Harga Pokok Penjualan
Harga pokok penjualan adalah harga terendah dari produk yang tidak
mengakibatkan kerugian bagi produsen. Harga pokok penjualan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Harga Pokok Penjualan (HPP) =
ulan produksi/b jumlah
ulan produksi/b biaya
Total
3. Analisis Rugi/ Laba
Analisis laba rugi adalah suatu analisis keuangan yang meringkas
penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akutansi.
Jadi merupakan suatu analisis yang menunjukkan hasil-hasil operasi
perusahaan selain periode tersebut. Pendapatan, netto atau laba adalah apa
yang tersisa setelah dikurangkan dengan pengurangan-pengurangan yang
timbul didalam memproduksi barang dan jasa atau dari penerimaan yang
diperoleh dengan penerimaan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan
kata lain, laba = penerimaan – pengeluaran.
4. Kriteria Kelayakan Usaha
Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah Break Event
Point (BEP), Return On Investment (ROI), Net Benefit Cost (Net B/C), Pay
Back Period (PBP) dan Internal Rate of Return (IRR).
a. Break Event Point (BEP)
BEP digunakan untuk menentukan besarnya volume penjualan
yaitu perusahaan tersebut sudah dapat menutup semua biaya-biaya tanpa
mengalami kerugian maupun keuntungan. BEP adalah suatu titik
kesinambungan pada titik tersebut jumlah hasil penjualan sama dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan tersebut tidak
mengalami laba atau rugi. Jika penjualan berjumlah kurang daripada
jumlah yang ditunjukkan oleh titik ini, maka akan diperoleh kerugian
bersih (Astawan, 1999).
Untuk menentukan nilai BEP atas dasar unit produksi adalah
commit to user
b. Return On Investment (ROI)
Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara
besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan persen
(%) per tahun.
ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara
hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi
pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi
pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat
dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap
ditambah modal kerja (Sutanto, 1994).
c. Net Benefit Cost Net B/C
Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula kriteria
yang disebut Benefit Cost Ratio (BCR). Penggunaannya dikenal dalam
mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor
publik. Meskipun penekanannya ditujukan kepada manfaat bagi
kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan, namun
bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini (Gittinger,
1986).
Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara
pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan
memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih
kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1
maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Astawan, 2006).
B/C Ratio
Produksi Biaya
Keuntungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
d. Pay Back Period (PBP)
Pay Back Periode merupakan jangka waktu yang dibutuhkan
untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut
dapat berupa persentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Pay
Back Periode tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk
industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau
sedapat mungkin kurang dari lima tahun. Rumus PBP adalah sebagai
berikut (Sutanto, 1994).
Ab I Periode Back
Pay
Keterangan I : Jumlah modal
Ab : Penerimaan bersih per tahun
e. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang
menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent
valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama
dengan nol. Dengan demikian IRR ini menunjukkan kemampuan suatu
proyek untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang
akan dicapai oleh proyek tersebut. IRR akan selalu mendekati besarnya
(i) sehingga sering dijadikan pedoman tingkat bunga yang berlaku (i).
Berdasarkan kriteria investasi IRR, suatu proyek akan dipilih
apabila IRR ≥ social discount rate, sedangkan IRR kurang dari social
discount rate maka proyek tersebut akan ditolak.
IRR = ( 2 1)
2 1
1
1 x DF DF
NPV NPV
NPV
DF
commit to user
25 BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Proses produksi keripik kulit singkong dilakukan pada bulan Mei 2012
sampai Juli 2012 di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Bahan, Alat, dan Cara Kerja Pembuatan Keripik Kulit Singkong
Bahan, alat dan cara kerja pembuatan keripik kulit singkong antara
lain:
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan keripik kulit singkong,
yaitu kulit singkong bagian dalam dari jenis singkong malang II yang
mempunyai ciri kulit luar berwarna cokelat, serta kulit bagian dalam
berwarna putih, dan warna daging singkong berwarna putih. Kulit singkong
didapat dari UKM keripik singkong di desa Krapyak Wetan, Kartasura.
Bahan singkong diperoleh dari agen singkong di pasar Kartasura. Garam
yang digunakan dalam perendaman kulit singkong adalah garam beriodium
dengan merk dangdut, penyedap rasa yang digunakan adalah merk royco,
dan minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng keripik kulit
singkong dengan merk bimoli.
Tabel 3.1. Formulasi Keripik Kulit Singkong Bahan Formulasi 1
1 kg (A)
Formulasi 2 1 kg (B)
Formulasi 3 1 kg (C)
Kulit singkong perendaman 1 hari perendaman 2 hari perendaman 3 hari
Garam 37 g 37 g 37 g
Penyedap rasa 8 g 8 g 8 g
Keterangan :
1. Formulasi 1 (A) : Perendaman selama 1 hari dengan kode 121 2. Formulasi 2 (B) : Perendaman selama 2 hari dengan kode 232 3. Formulasi 3 (C) : Perendaman selama 3 hari dengan kode 343
Dalam perendaman kulit singkong tidak ada perbedaan yang
signifikan, hanya pada lama waktu perendaman dengan perlakuan setiap
hari air rendaman harus diganti karena bakteri berpotensi tahan terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
senyawa HCN yang bersifat racun sehingga air harus diganti supaya kulit
singkong tetap bersih karena HCN larut dalam air.
2. Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan keripik kulit singkong
adalah kompor gas, baskom, wajan penggorengan, pisau, dandang, talenan,
dan timbangan. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk melakukan uji
asam lemak bebas adalah erlenmeyer, buret, gelas ukur dan timbangan
analitik (Sartorius BP 160 P).
3. Cara Kerja
Kulit singkong yang digunakan adalah kulit singkong jenis
singkong malang II yang dipanen dalam waktu 9-10 bulan dan memiliki
diameter 4-6 cm. Kulit singkong disortasi dengan cara memilih kulit
singkong yang lebar pada proses pengupasannya supaya kulit singkong
mudah untuk dicetak. Setelah dikupas kulit singkong kemudian
dibersihkan dan dicuci dengan air hingga bersih. Setelah dicuci bersih,
kulit singkong direbus sampai mendidih hingga berwarna kecoklatan
selama ± 45 menit supaya kulit singkong matang dan lebih lunak,
sehingga memudahkan dalam proses pencetakan, selain itu untuk
menghilangkan kandungan HCN yang terdapat pada kulit singkong.
Setelah dingin kulit singkong dicetak bulat-bulat dengan menggunakan
cetakan dari bahan plastik dengan diameter 3,5 cm. Kulit singkong
kemudian dicuci kembali, dan direndam dengan campuran air, garam dan
penyedap rasa dengan lama perendaman 3 hari dengan air rendaman
diganti setiap harinya karena bakteri berpotensi tahan terhadap garam atau
halofilik, selain itu kulit singkong mengandung senyawa HCN yang
bersifat racun sehingga air harus diganti supaya kulit singkong tetap
bersih. Semakin lama perendaman kulit singkong semakin baik produk
keripik kulit singkong yang akan dihasilkan karena selama proses
perendaman dengan menggunakan air garam terjadi plasmolisis peristiwa
keluarnya cairan sel bakteri yang menyebabkan bakteri mengkerut dan
mati sehingga berpengaruh pada keawetan pangan. Selain itu semakin
lama perendaman juga mempengaruhi tekstur kulit singkong semakin
commit to user
pengikatan air pada bahan oleh larutan garam yang mengakibatkan
kandungan air pada bahan menurun sehingga kulit singkong semakin
keras dan perendaman menggunakan air garam juga berfungsi untuk
memberikan citarasa pada kulit singkong. Setelah bumbu meresap, kulit
singkong digoreng dengan cara 2 kali penggorengan. Penggorengan
pertama dilakukan dengan waktu ± 30 detik yang berfungsi untuk
mematangkan kulit singkong, setelah itu didiamkan selama ± 12 jam,
bertujuan untuk mengurangi kandungan minyak pada bahan, selama
proses pendinginan produk ditempatkan pada wadah plastik yang ditutup
rapat dan disimpan pada tempat yang teduh jauh dari sinar matahari dan
logam berat supaya tidak terjadi oksidasi. Setelah itu kulit singkong
digoreng kembali selama ± 30 detik untuk mendapatkan tekstur keripik
kulit singkong yang renyah. Proses pembuatan keripik kulit singkong 1
resep pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Keripik Kulit Singkong Kulit singkong 1 kg
Perebusan selama ± 45 menit Pencucian
Pencetakan dengan diameter 3,5 cm
Perendaman 3
Keripik kulit singkong 200 g Pendinginan selama ± 30
Penggorengan pertama selama ± 30 detik
Penggorengan kedua, selama ± 30 detik
Air, garam 37 g dan penyedap
rasa 8 g
Limbah ± 10%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
C. Analisis Data
1. Analisis Karakteristik Sensori Keripik Kulit Singkong
Dalam praktek produksi ini dilakukan uji organoleptik yang
berfungsi untuk menentukan tingkat kesukaan pada 3 jenis keripik kulit
singkong yang dibedakan berdasarkan variasi lama perendaman. Keripik
Kulit Singkong dilakukan analisis sensoris dengan menggunakan uji
kesukaan dengan parameter warna, rasa, tekstur, aroma dan overall. Uji
organoleptik dengan membuat 3 variasi lama perendaman yang berbeda
ini bertujuan untuk mengetahui variasi lama perendaman yang disukai
panelis berdasarkan penerimaan panelis dengan menggunakan metode
skoring. Skala penilaiannya dari nilai 4 = suka, 3 = agak suka, 2 = kurang
suka, 1 = tidak suka untuk tiap parameter yang diuji. Uji organoleptik ini
melibatkan 30 orang panelis. Pengujian dilakukan dengan panelis tidak
terlatih. Tujuan praktek ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan
keripik kulit singkong, kandungan asam lemak bebas dalam keripik kulit
singkong untuk mengetahui berapa lama produk akan bertahan dan tidak
mengalami ketengikan, dan analisis ekonomi keripik kulit singkong.
2. Analisis Karakteristik Kimia Keripik Kulit Singkong
Keripik kulit singkong dilakukan analisis kimia untuk mengetahui
kandungan asam lemak bebas dalam bahan makanan dapat dilakukan
dengan berbagai cara tergantung dari sifat bahannya. Keripik kulit
singkong lama perendaman 3 hari dilakukan analisis asam lemak bebas
untuk mengetahui berapa lama produk keripik kulit singkong akan
bertahan dan tidak mengalami ketengikan.
D. Analisis Ekonomi
Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah biaya produksi,
biaya perawatandan perbaikan, penyusutan (depresiasi), pajak usaha, harga
pokok penjualan, perhitungan penjualan, perhitungan rugi laba, Break Event
Point (BEP), Return On Investment (ROI), Pay Out Time (POT), Net benefit